yang kawasan hutannya berfungsi Hutan Produksi (HP).
e. Pembagian Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi HL terdiri atas satu Blok atau lebih, sebagai berikut:
1. Blok Inti;
2. Blok Pemanfaatan; 3. Blok Khusus.
f. Pembagian Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi HP terdiri atas satu Blok atau lebih, sebagai berikut:
1. Blok Perlindungan;
2. Blok Pemanfaatan kawasan, Jasa Lingkungan, HHBK; 3. Blok Pemanfaatan HHK-HA;
4. Blok Pemanfaatan HHK-HT; 5. Blok Pemberdayaan Masyarakat; 6. Blok Khusus.
Arahan pemanfaatan pada RKTN/RKTP/RKTK harus menjadi acuan awal dalam proses merancang Blok. Oleh karena itu perlu dilakukan penyelarasan antara arahan pemanfaatan (yang terdapat dalam RKTN/RKTP/RKTK)
2. PEMBAGIAN PETAK
Pembagian petak memperhatikan:
1. Produktivitas dan potensi areal/lahan;
2. Keberadaan kawasan lindung, yang meliputi Kawasan bergambut, kawasan resapan air, Sempadan pantai, Sempadan sungai, Kawasan sekitar danau/waduk, Kawasan sekitar mata air, Kawasan Cagar Budaya, Kawasan Rawan Bencana Alam, Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah, Kawasan Pengungsian Satwa, dan Kawasan Pantai Berhutan Bakau; dan
Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013
22 3. Rancangan areal yang akan direncanakan antara lain untuk pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, pemberdayaan masyarakat.
Penataan Batas Blok dan Petak
Tata batas dalam wilayah KPH dilaksanakan untuk kepastian blok dan petak yang dilakukan dengan tahapan:
1. Persiapan peta penataan batas, berdasarkan hasil pembagian blok dan petak yang telah dilaksanakan serta dipetakan;
2. Penyiapan trayek-trayek batas;
3. Pelaksanaan penataan batas berdasarkan trayek batas;
4. Penyajian peta tata batas dalam wilayah KPHL dan KPHP, berdasarkan hasil penataan batas.
Pemetaan
Berdasarkan kegiatan inventarisasi hutan, pembagian blok dan petak serta penataan batas wilayah KPH dilakukan pemetaan. Cara penyajian peta mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku
Pemetaan harus memuat minimal unsur-unsur: 1. Batas wilayah KPHL dan KPHP;
2. Pembagian Blok dan petak;
3. Peta disajikan dengan skala minimal 1 : 50.000.
Selain itu perlu disiapkan juga peta-peta tematik lainnya sesuai dengan kebutuhan untuk Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan.
II. PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN
1. Jenis dan jangka waktu Rencana Pengelolaan, terdiri dari:
a.
Rencana Pengelolaan Hutan jangka Panjang, berjangka waktu 10 tahun;b.
Rencana Pengelolaan Hutan jangka Pendek, berjangka waktu 1 tahun. 2. Penyusunan dan Substansi Rencana Pengelolaan Hutana.
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan dilakukan oleh Kepala KPH.b.
Rencana Pengelolaan Hutan disusun berdasarkan hasil tata hutan dan mengacu kepada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional/Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013
23 Provinsi/Kabupaten/Kota (RKTN/RKTP/RKTK), serta memperhatikan aspirasi nilai budaya masyarakat setempat dan kondisi lingkungan.
c.
Substansi Rencana Pengelolaan Hutan jangka Panjang memuat: tujuan yang akan dicapai KPH, kondisi yang dihadapi, dan strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan hutan yang meliputi tata hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam.d.
Substansi Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek memuat: unsur-unsur, tujuan pengelolaan hutan lestari dalam skala KPH yang bersangkutan, evaluasi hasil rencana jangka pendek sebelumnya, target yang akan dicapai, basis data dan informasi, kegiatan yang akan dilaksanakan, status neraca sumberdaya hutan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian kegiatan, dan partisipasi para pihak.3. Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan meliputi kegiatan:
a.
Pembentukan tim kerja.b.
Penyusunan rencana kerja.c.
Pengumpulan data dan informasi.d.
Pengolahan dan analisis data.e.
Penyusunan Rencana Pengelolaan.f.
Pembahasan4. Keluaran kegiatan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan adalah buku Rencana Pengelolaan Hutan yang dilampiri peta.
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang disusun oleh Kepala KPHL dan KPHP dinilai oleh Gubernur/Bupati/Walikota atau Pejabat yang ditunjuk Gubernur/Bupati/Walikota dan disahkan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang pada dasarnya menjadi tanggung jawab Kepala KPHL dan KPHP. Dalam kondisi tertentu penyusunannya dapat difasilitasi oleh Kementerian Kehutanan melalui Unit Eselon I yang menangani urusan Rencana Pengelolaan Hutan.
Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013
24 PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PENDEK
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek disusun setiap tahun dan merupakan penjabaran dari rencana pengelolaan hutan jangka panjang serta disusun untuk 1 (satu) tahun ke depan dari tahun penyusunannya.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek disusun oleh Tim kerja KPHL dan KPHP dinilai oleh Kepala Seksi Perencanaan (pada KPHL dan KPHP Tipe A) atau Kasubbag Tata Usaha (pada KPHL dan KPHP tipe B) serta disahkan oleh Kepala KPHL dan KPHP.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek pada dasarnya menjadi tanggung jawab KPHL dan KPHP, namun dalam kondisi jumlah, kapasitas dan kompetensi personil KPHL dan KPHP serta sumber pembiayaan untuk penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan terbatas atau tidak tersedia, maka penyusunannya dapat difasilitasi oleh Kementerian Kehutanan melalui Unit Eselon I yang menangani urusan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan.
7. Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P. 46/Menhut-II/2013 Tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi tanggal 29 April 2013.
Setelah penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka panjang kesatuan pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi, maka tahap berikutnya adalah penilaian dan pengesahan, serta pendistribusiannya.
a. PENILAIAN DAN PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN HUTAN PRODUKSI
Kepala Pusdalbanghut Regional dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya RPHJP dan rekaman elektronisnya, melakukan verifikasi dan validasi data/informasi serta dokumentasi pendukung RPHJP yang disusun oleh Kepala KPHL atau Kepala KPHP, dan diketahui oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi. Format verifikasi dan validasi data/informasi dan dokumen pendukung RPHJP KPHL atau KPHP sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013
25
Dalam hal hasil verifikasi dan validasi data/informasi serta dokumentasi pendukung RPHJP KPHL atau KPHP memperoleh nilai sebesar 75 (tujuh puluh lima) atau lebih, maka memenuhi ketentuan untuk disahkan.
RPHJP KPHL atau KPHP yang memperoleh nilai sebesar 75 (tujuh puluh lima) atau lebih, disahkan oleh Kepala Pusdalbanghut Regional atas nama Menteri, dalam bentuk Keputusan.
Dalam hal hasil verifikasi dan validasi data/informasi serta dokumentasi pendukung RPHJP KPHL atau KPHP memperoleh nilai kurang dari 75 (tujuh puluh lima) atau ditemukan materi substansial yang perlu mendapatkan klarifikasi, maka tidak memenuhi ketentuan untuk disahkan.
Atas RPHJP KPHL atau KPHP yang memperoleh nilai kurang dari 75 (tujuh puluh lima) atau ditemukan materi substansi yang perlu mendapatkan klarifikasi, Kepala Pusdalbanghut Regional menyampaikan materi perbaikan atau klarifikasi kepada Kepala KPHL atau Kepala KPHP.
Kepala KPHL atau Kepala KPHP dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya materi perbaikan atau klarifikasi, melakukan perbaikan RPHJP KPHL atau KPHP dan diketahui oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi atau memberikan tanggapan atas klarifikasi, serta menyampaikan kembali kepada Kepala Pusdalbanghut Regional.
Kepala Pusdalbanghut Regional atas nama Menteri dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya perbaikan RPHJP KPHL dan KPHP atau tanggapan klarifikasi dari Kepala KPHL atau Kepala KPHP, mengesahkan RPHJP KPHL atau KPHP, dalam bentuk Keputusan.
b. Pendistribusian dokumen RPHJP KPHL/KPHP
Keputusan pengesahan RPHJP KPHL atau KPHP disampaikan kepada Kepala KPHL atau Kepala KPHP yang bersangkutan.
Tembusan Keputusan Pengesahan RPHJP KPHL atau KPHP disampaikan kepada:
Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013
26 a. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kehutanan;
b. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan;
Rekaman elektronis Keputusan Pengesahan RPHJP KPHL atau KPHP, dimasukan dalam
website
Pusdalbanghut Regional, untuk diketahui dan dipergunakan bagi yang berkepentingan.8. Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P. 47/Menhut-II/2013 Tentang Pedoman, kriteria dan standar pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kesatuan pengelolaan hutan lindung dan kesatuan pengelolaan hutan produksi. Tanggal 29 Agustus 2013.
Penjelasan dari peraturan ini sebagai berikut :
Pedoman, Kriteria dan Standar Kepala KPH:
a. mengidentifikasi, mendeliniasi, memetakan, dan merancang wilayah tertentu serta mengintegrasikannya dalam proses pelaksanaan tata hutan dan menyusun Rencana Pengelolaan Hutan;
b. mengusulkan Rencana Pengelolaan Hutan sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk;
c. mempublikasikan Rencana Pengelolaan Hutan sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada pihak ketiga.
Usulan Rencana Pengelolaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam huruf b sekaligus sebagai usulan pelimpahan kewenangan dalam melakukan pemanfaatan wilayah tertentu.
Pihak ketiga :
a. mengetahui pemanfaatan wilayah tertentu dalam Rencana Pengelolaan Hutan b. dalam hal tertarik/berminat untuk memanfaatkan wilayah tertentu dapat
Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013
27 (1) Kriteria lahan pemanfaatan hutan di wilayah tertentu :
a. tidak ada rencana investasi lain; b. layak diusahakan.
(2) Kriteria pihak ketiga : a. masyarakat setempat.
b. BUMN, BUMD, BUMS, Koperasi, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
(3) Penyelenggaraan pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan lindung, dapat berupa:
a. Pemanfaatan Kawasan;
b. Pemanfaatan Jasa Lingkungan; dan c. Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu.
(3)a. Pemanfaatan Kawasan di wilayah tertentu pada kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain melalui kegiatan usaha:
a. budidaya tanaman obat; b. budidaya tanaman hias; c. budidaya jamur;
d. budidaya lebah; e. budidaya ulat sutera; f. penangkaran satwa liar; g. silvopastura;
h. rehabilitasi satwa; atau
i. budidaya hijauan makanan ternak.
(3)b. Pemanfaatan Jasa Lingkungan di wilayah tertentu pada kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain melalui kegiatan usaha:
a. pemanfaatan aliran air; b. pemanfaatan air;
Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013
28 c. wisata alam;
d. perlindungan keanekaragaman hayati;
e. penyelamatan dan perlindungan lingkungan; atau f. penyerapan dan atau penyimpan karbon.
(3)c. Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu di wilayah tertentu padakawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, antara lain berupa: a. rotan; b. madu; c. getah; d. buah; e. jamur; atau
f. sarang burung walet.
(1) Penyelenggaraan pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan produksi, dapat berupa:
a. Pemanfaatan Kawasan;
b. Pemanfaatan Jasa Lingkungan;
c. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu; dan d. Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu.
(2) Pemanfaatan Kawasan di wilayah tertentu pada kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, antara lain:
a. budidaya tanaman obat; b. budidaya tanaman hias; c. budidaya jamur;
d. budidaya lebah; e. budidaya ulat sutera; f. penangkaran satwa;
g. budidaya sarang burung walet; atau h. budidaya hijauan makanan ternak.
Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013
29 (3) Pemanfaatan Jasa Lingkungan di wilayah tertentu pada kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain melalui kegiatan usaha:
a. pemanfaatan aliran air; b. pemanfaatan air; c. wisata alam;
d. perlindungan keanekaragaman hayati;
e. penyelamatan dan perlindungan lingkungan; atau f. penyerapan dan atau penyimpan karbon.
(4) Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu di wilayah tertentu pada kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, antara lain:
a. Hasil Hutan Kayu:
1. Hasil Hutan Kayu yang berasal dari Hutan alam, meliputi kegiatan: pemanenan, pengayaan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil.
2. Hasil Hutan Kayu yang berasal dari penyelenggaraan Restorasi ekosistem yang telah mencapai keseimbangan ekosistem, meliputi kegiatan: pemeliharaan, perlindungan, dan pemeliharaan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna.
3. Hasil Hutan Kayu yang berasal dari hasil penanaman, meliputi kegiatan: penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran.
b. Hasil Hutan Bukan Kayu antara lain berupa:
1. Kegiatan pemanfaatan rotan, sagu, nipah dan bambu, meliputi kegiatan: penanaman, pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil.
2. Kegiatan pemanfaatan getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu yang meliputi kegiatan: pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil.
Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013
30 (5) Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu di wilayah tertentu pada
kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, antara lain:
a. Hasil Hutan Kayu untuk pembangunan fasilitas umum kelompok masyarakat setempat, paling banyak 50 (lima puluh) meter kubik dan tidak untuk diperdagangkan;
b. Hasil Hutan Kayu untuk memenuhi kebutuhan individu dengan ketentuan paling banyak 20 (dua puluh) meter kubik untuk setiap Kepala Keluarga dan tidak untuk diperdagangkan.
c. Hasil Hutan Bukan Kayu: pemungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun, gaharu, kulit kayu, tanaman obat dan umbi-umbian, maksimal 20 ton per tahun per Kepala Keluarga.
Pasal 8
Pemanfaatan hutan diwilayah tertentu oleh KPHL dan KPHP dilaksanakan setelah pengelola KPHL dan KPHP menyusun Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek.
Pasal 9
(1) Dalam pelaksanaan pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, KPHL dan KPHP dapat bekerjasama dengan BUMN, BUMD, BUMS, Koperasi, UMKM dan/atau masyarakat setempat dalam rangka kemitraan, maupun membuka peluang usaha.
(2) Pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 10
Biaya penyelenggaraan pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu bersumber dari APBN dan atau APBD dan atau sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013
31 Pelaporan
Pasal 11
Kepala KPHL dan KPHP secara periodik membuat dan menyampaikan laporan kegiatan pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu kepada:
a. Bupati/Walikota dan Menteri, apabila wilayah kelola KPHL dan KPHP berada dalam satu Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Gubernur dan Eselon I terkait;
b. Gubernur dan Menteri, apabila wilayah kelola KPHL dan KPHP berada pada lintas Kabupaten/Kota dalam satu provinsi dengan tembusan kepada Bupati/Walikota dan Eselon I terkait.
Pasal 12
Ketentuan tentang laporan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dalam hal wilayah tertentu berada di Kawasan Hutan Lindung, dan Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan dalam hal wilayah tertentu berada di Kawasan Hutan Produksi.
Pembinaan dan Pengendalian Pasal 13
Ketentuan tentang pembinaan dan pengendalian pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada KPHL dan KPHP diatur lebih lanjut oleh Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dalam hal wilayah tertentu berada di Kawasan Hutan Lindung, dan Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan dalam hal wilayah tertentu berada di Kawasan Hutan Produksi.
Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013 32
III. PEMBANGUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN
A. Tahapan Pembangunan KPH 1. Pembentukan Wilayah KPH
Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi harus dilaksanakan proses pembentukan wilayah pengelolaan hutan agar dapat dikelola secara lestari. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan pada tingkat provinsi, kabupaten dan unit pengelolaan. Wilayah pengelolaan hutan tingkat provinsi adalah seluruh hutan dalam wilayah provinsi yang dapat dikelola secara lestari. Wilayah pengelolaan hutan tingkat kabupaten/kota adalah seluruh hutan dalam wilayah kabupaten/kota yang dapat dikelola secara lestari. Sedangkan unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan dengan mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan, kesatuan bentang geografis, batas alam atau buatan, dan penguasaan lahan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut dalam membentuk wilayah pengelolaan hutan dibuat sesuai kriteria sebagai berikut:
Kepastian wilayah kelola; Kelayakan ekologi;
Kelayakan pengembangan kelembagaan pengelolaan hutan; dan Kelayakan pengembangan pemanfaatan hutan.
Pembentukan wilayah pengelolaan menjadi suatu kesatuan pengelolaan hutan terdiri dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK). KPHK merupakan kesatuan pengelolaan yang fungsi pokoknya dapat terdiri dari satu atau kombinasi dari Hutan Cagar Alam, Hutan Suaka Margasatwa, Hutan Taman Nasional, Hutan Taman Wisata Alam, Hutan Taman Hutan Raya, dan Hutan Taman Buru.
Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013 33 KPHL merupakan kesatuan pengelolaan yang fungsi pokoknya merupakan hutan lindung. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi merupakan kesatuan pengelolaan yang fungsi pokoknya merupakan hutan produksi.
Berdasarkan kewenangan pengelolaan kawasan hutan, pembentukan wilayah KPH dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pembentukan wilayah KPHL dan KPHP yang merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dan pembentukan KPHK yang merupakan tanggung jawab pemerintah pusat. Selanjutnya pembentukan wilayah KPH dilakukan melalui tahapan : rancang bangun KPH, arahan pencadangan KPH, usulan penetapan KPH, dan penetapan wilayah KPH. Gambar 1 merupakan tahapan pembentukan wilayah KPHP dan KPHL.
Gambar 1. Tahapan Pembentukan Wilayah KPH Lindung (KPHL) dan KPH Produksi (KPHP)
a. Tahapan Pembentukan Wilayah KPHL dan KPHP:
1. Penyusunan Rancang Bangun Wilayah KPHL dan KPHP :
Penyusunan rancang bangun wilayah KPHP dan KPHL disusun oleh kepala dinas provinsi yang menangani urusan kehutanan dengan memperhatikan pertimbangan dari Bupati/Walikota, dukungan data dan informasi dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) dan pemangku kepentingan yang kemudian diusulkan kepada Gubernur untuk mendapatkan persetujuan. Rancang Bangun KPH Arahan Pencadangann Usulan Penetapan Penetapan Wilayah Gubernur (berdasarkan kriteria : Kepastian wilayah kelola, Kelayakan ekologi, Kelayakan pengembangan kelembagaan pengelolaan hutan. Kementerian Kehutanan d.h Direktorat WP3H (berdasarkan pencermatan Rancang Bangun KPHL/P) Gubernur (berdasarkan pencermatan Arahan Pencadangan KPHL/KPHP) Menteri Kehutanan (berdasarkan Usulan Penetapan KPHL/P)
Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013 34 Gubernur kemudian menyampaikan rancang bangun KPHP dan KPHL tersebut kepada Menteri Kehutanan untuk mendapatkan arahan pencadangan dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan (BUK) dan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA).
2. Arahan Pencadangan Wilayah KPHL dan KPHP :
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan menyusun arahan pencadangan KPH melalui pembahasan dan penelaahan terhadap rancang bangun KPHP dan KPHL dengan melibatkan eselon I terkait kemudian disampaikan kepada Gubernur.
3. Usulan Penetapan Wilayah KPHL dan KPHP :
Dinas yang menangani urusan kehutanan di provinsi menelaah dan menyempurnakan rancang bangun KPHP dan KPHL berdasarkan arahan pencadangan tersebut yang dilaksanakan melalui pembahasan dengan instansi terkait di daerah serta mendapat data dan dukungan dari BPKH. Dari hasil penyempurnaan tersebut Gubernur menyampaikan usulan penetapan wilayah KPHP dan KPHL kepada Menteri paling lambat 6 bulan sejak diterbitkannya arahan pencadangan KPHP dan KPHL.
4. Penetapan Wilayah KPHL dan KPHP:
Berdasarkan usulan penetapan dari Gubernur, Menteri menugaskan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan untuk menyusun konsep Keputusan Menteri dan peta penetapan wilayah KPH dan selanjutnya disampaikan kepada Sekretaris Jenderal untuk ditelaah dari aspek yuridis dan selanjutnya disampaikan konsep keputusan kepada Menteri untuk ditetapkan. Menteri dapat menetapkan wilayah KPHP dan KPHL berdasarkan arahan pencadangan KPHP dan KPHL apabila Gubernur belum mengusulkan penetapan wilayah KPHP dan KPHL melewati batas waktu yang telah ditetapkan.
b. Tahapan Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) :
Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013 35 1. Penyusunan Rancang Bangun Wilayah KPHK:
Kepala Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumberdaya Alam dengan dukungan teknis dari BPKH menyusun Rancang Bangun Wilayah KPHK yang kemudian disampaikan kepada Direktur Jenderal PHKA.
Direktur Jenderal PHKA menelaah dan menyampaikan rancang bangun KPHK kepada Menteri untuk mendapatkan arahan pencadangan dengan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan.
2. Arahan Pencadangan Wilayah KPHK:
Menteri menugaskan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan untuk menyusun arahan pencadangan KPHK berdasarkan rancang bangun KPHK yang telah diusulkan oleh Direktur Jenderal PHKA. Penyusunan arahan pencadangan KPHK melalui pembahasan dan penelaahan dengan melibatkan eselon I terkait.
3. Penetapan Wilayah KPHK:
Berdasarkan usulan penetapan dari Direktur Jenderal PHKA, Menteri menugaskan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan untuk menyusun konsep Keputusan Menteri dan peta penetapan wilayah KPHK kepada Sekretaris Jenderal untuk ditelaah dari aspek yuridis dan selanjutnya konsep keputusan disampaikan kepada Menteri untuk ditetapkan. Keseluruhan tahapan tersebut digambarkan dalam gambar 2 tersebut di bawah.
Gambar 2. Tahapan Pembentukan Wilayah KPH Konservasi (KPHK)
Rancang Bangun KPHK Arahan
Pencadangan Penetapan Wilayah
Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) mangajukan Rancang Bangun Wilayah KPHK kepada Menteri Kehutanan ditembuskan kepada Dirjen Planologi Kehutanan Dirjen Planologi Kehutanan menyusun Arahan pencadangan Wilayah KPHK disampaikan kepada Menteri Kehutanan Menteri Kehutanan menetapkan Wilayah KPHK berdasarkan arahan pencadangan wilayah KPHK
Data dan Informasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahun 2013 36 2. Pembentukan Kelembagaan KPH
Unit pengelolaan hutan yang telah dibentuk harus dibentuk lembaga Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Lembaga ini bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pengelolaan hutan yang meliputi:
a. perencanaan pengelolaan; b. pengorganisasian;
c. pelaksanaan pengelolaan; dan d. pengendalian dan pengawasan
Organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi:
a. Menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi: 1) tata hutan dan penyusunan rencanapengelolaan hutan; 2) pemanfaatan hutan
3) penggunaan kawasan hutan;
4) rehabilitasi hutan dan reklamasi; dan 5) perlindungan hutan dan konservasi alam.
b. Menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/ kota bidang kehutanan untuk diimplementasikan;
c. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian; d. melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya;
d. Membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan
Prosedur pembentukan kelembagaan KPH adalah sebagai berikut: a. Pembentukan Kelembagaan KPHL dan KPHP
Dalam mewujudkan pembangunan KPHP dan KPHL salah satu syaratnya adalah