• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI A. Work Engagement

B. Work- Family Conflict

1. Definisi Work-Family Conflict

Work-family conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole conflict yaitu tekanan atau ketidakseimbangan peran antara peran di pekerjaan dengan peran di dalam keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Jam kerja yang panjang dan beban kerja yang berat merupakan pertanda langsung akan terjadinya work-family conflict, dikarenakan waktu dan upaya yang berlebihan dipakai untuk bekerja mengakibatkan kurangnya waktu dan energi yang bisa digunakan untuk melakukan aktivitas-aktivitas keluarga (Frone, 2000; Greenhaus & Beutell, 1985).

Frone (1992) mengatakan kehadiran salah satu peran (pekerjaan) akan menyebabkan kesulitan dalam memenuhi tuntutan peran yang lain (keluarga), harapan orang lain terhadap berbagai peran yang harus dilakukan seseorang dapat menimbulkan konflik. Konflik terjadi apabila harapan peran mengakibatkan seseorang sulit membagi waktu dan sulit untuk melaksanakan salah satu peran karena hadirnya peran yang lain.

Frone (2000) mendefinisikan work family conflict sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak

dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya. Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu, seperti; pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline. Sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga dan anak. Tuntutan keluarga ini ditentukan oleh besarnya keluarga, komposisi keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap anggota yang lain (Yang, Chen, Choi, & Zou, 2000).

Frone, Russell & Cooper (1992) mendefinisikan work-family conflict sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, dimana disatu sisi ia harus melakukan pekerjaan di kantor dan disisi lain harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga, artinya sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga. Sebaliknya keluarga mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga mengganggu pekerjaan. Work-family conflict ini terjadi ketika kehidupan rumah seseorang berbenturan dengan

tanggung jawabnya di tempat kerja, seperti masuk kerja tepat waktu, menyelesaikan tugas harian, atau kerja lembur.

Selanjutnya Greenhaus & Parasuraman (1986) mengemukakan bahwa work-family conflict terjadi karena karyawan berusaha untuk menyeimbangkan antara permintaan dan tekanan yang timbul, baik dari keluarga maupun yang berasal dari pekerjaannya.

Greenhauss dan Beutell (1985) mendefinisikan work-family conflict sebagai suatu bentuk konflik peran dalam diri seseorang yang muncul karena adanya tekanan peran dari pekerjaan yang bertentangan dengan tekanan peran dari keluarga. Work-family conflict bisa terjadi akibat lamanya jam kerja dari individu, sehingga waktu bersama keluarga menjadi berkurang. Individu harus menjalankan dua peran pada saat yang bersamaan, yakni dalam pekerjaan dan dalam keluarga, sehingga faktor emosi dalam satu wilayah menganggu wilayah lainnya (Greenhaus & Beutell, 1985).

Definisi lain juga diungkapkan Simon dan Hansselhorn (2004) menyatakan bahwa work-family conflict muncul karena adanya beberapa faktor yaitu, adanya tuntutan dari pekerjaan dan keluarga, kesulitan membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga, dan adanya tekanan dari pekerjaan yang membuat seseorang sulit untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan kewajiban pekerjaan yang seringkali merubah rencana bersama keluarga.

Sedangkan Thomas & Ganster (1995) mendefinisikan work-family conflict sebagai suatu bentuk khusus dari konflik antar peran yang terjadi karena

tuntutan dari pekerjaan bertentangan atau tidak sesuai dengan tuntutan dari keluarga.

Dari definisi yang diungkapkan diatas dapat disimpulkan bahwa work family conflict adalah konflik yang terjadi karena ketidakmampuan menyeimbangkan tuntutan keluarga dan pekerjaan.

2. Dimensi Work-family Conflict

Work-family conflict (WFC) terdiri dari dua aspek yaitu work interfering with family (WIF) dan family interfering with work (FIW) (Frone & Cooper, 1992; Greenhaus & Beutell, 1985). Adapun asumsi dari work interfering with family lebih dikarenakan akibat tuntutan waktu yang terlalu berlebihan atau time-based conflict dalam satu hal (contoh: saat bekerja) akan mencegah pelaksanaan kegiatan dalam hal lain (contoh: di rumah), yang terjadi pada akhirnya adalah ketegangan dan tekanan atau strain-based conflict pada satu hal ditumpahkan pada hal lain, seperti: pulang kerumah dengan suasana hati yang buruk (bad mood) setelah bekerja. Sementara family interfering with work lebih kepada pola perilaku yang berhubungan dengan kedua peran atau bagian (pekerjaan atau keluarga) behavior-based conflict (Frone & Cooper, 1992). Work interfering with family dan family interfering with work dapat dilihat dari tiga hal yaitu, tanggung jawab dan harapan, tuntutan psikologis, serta kebijakan dan kegiatan organisasi (misalnya dukungan sosial).

Greenhaus dan Beutell (1985) mengidentifikasikan tiga dimensi dari work-family conflict yaitu:

a. Time-based conflict

Time-based conflict terjadi ketika waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas pada suatu peran tidak dapat dicurahkan juga untuk melakukan aktivitas pada suatu peran yang lain. Konflik yang disebabkan waktu ini dapat terdiri dari dua bentuk yaitu: (1) tuntutan waktu yang diasosiasikan dengan keanggotaan individu pada suatu peran sehingga tidak mungkin secara fisik memenuhi tuntutan yang muncul dari peran lain; (2) tuntutan juga menimbulkan keterkungkungan dalam suatu peran, meskipun individu telah berusaha untuk memenuhi tuntutan dari peran yang lain.

b. Strain- based conflict

Strain-based conflict ini muncul ketika ketegangan yang timbul dari suatu peran mengganggu individu dalam memenuhi perannya yang lain. Hal yang senada diungkapkan oleh Schabracq, Winnubst, dan Cooper (2003) bahwa strain-based conflict ini merujuk pada ketegangan (misalnya tension, kecemasan, kelelahan, depresi, mudah marah) yang timbul dari partisipasi individu dalam satu peran menyebabkan individu sulit memenuhi tuntutan dari perannya yang lain. Misalnya kelelahan yang muncul dari pekerjaan membuat seseorang tidak dapat lagi melakukan aktivitas bersama anggota keluarga di rumah karena sudah kehabisan energi. Hal lain juga diungkapkan Alzeta & Hidayati (2007) yaitu tekanan

yang berasal dari pekerjaan dapat memunculkan gejala-gejala ketegangan yang menyebabkan individu sulit memenuhi tugas-tugas dalam keluarga secara optimal yang kemudian akan menyebabkan interaksi individu dengan anggota keluarga lainnya menjadi buruk akibat individu mengalami emosi yang negatif.

c. Behavior-based conflict

Behavior-based conflict ini berkenaan dengan pola tingkah laku spesifik dalam suatu peran yang bertentangan dengan harapan akan tingkah laku pada peran lain. Misalnya saja, seorang manajer laki-laki diharapkan menekankan kestabilan emosi, percaya diri, keagresifan, dan obyektivitas. Dilain pihak, keluarga mengharapkannya sebagai seorang yang hangat, emosional, dan mengasuh dalam berinteraksi di keluarga. Dapat dikatakan bahwa individu mengalami konflik ini ketika ia kesulitan memenuhi harapan-harapan yang ada dalam tiap peran yang dijalaninya.

Dokumen terkait