• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Yah Allahu”

Dalam dokumen Siapakah Allah ini? (Halaman 103-107)

Kami sungguh dibuat tercengang-cengang atas usaha Deedat yang tidak mengenal lelah dalam rangka memutar-balikkan arti kata-kata untuk membuktikan pernyataan-pernyataannya yang kontroversial. Sebagai contoh, kita ambil ungkapan ‘Halleluyah’, yang dijelaskan oleh Deedat dalam pamfletnya yang berjudul ‘Siapakah NamaNya?’ sebagai berikut: ‘Yah’ berarti ‘oh’ atau suatu partikel penyeru (!). dia berkata bahwa Rasul Yohanes nampaknya sangat menggelikan manakala dia mengklaim dalam kitab Wahyu pasal 19 bahwa para malaikat dan orang-orang suci di surga berseru ‘Halleluyah’, yang menurutnya (menurut Deedat) seruan ‘Halleluyah’ tersebut sama artinya dengan ungkapan dalam bahasa Inggris ‘hip hip hurrah!’ Deedat tak habis pikir bagaimana mungkin para malaikat Tuhan (Elohim) berseru ‘hip hip hurrah’ untuk menyembah/memuja Elohim? Dalam pamflet yang sama Deedat juga mengungkapkan lebih lanjut bahwa ungkapan ‘Halleluyah’ adalah suatu penyelewengan dari ungkapan ‘Ya Allahu’ yang menurut dia berarti ‘Oh Allah’. Semua klaim Deedat tersebut merupakan tanda-tanda ketidaktahuan-nya. Pertama, Yohanes menulis kitab Wahyu dalam bahasa Yunani dan bukan dalam bahasa Ibrani, dan kata yang digunakan Yohanes adalah ‘Alleluia’. Kata tersebut merupa-kan kata Yunani yang artinya sama dengan kata Ibrani ‘Halleluyah’ atau ‘Hallelujah’. Selain itu bukan Yohanes yang memperkenalkan/mencetuskan ungkapan ‘Halleluyah’ tersebut.

Teks Alkitab Perjanjian Lama yang ditulis dalam bahasa Ibrani ratusan tahun sebelum Yohanes dilahirkan tersebut penuh dengan ungkapan-ungkapan ‘Halleluyah’, terutama dalam kitab Mazmur. ‘Halleluyah’ adalah ungkapan pujian kepada Elohim yang sangat besar artinya, sangat berbeda dengan klaim Deedat yang menyatakan bahwa ungkapan tersebut tidak lebih dari sekedar ungkapan ‘hip hip hurrah’. Naskah-naskah Alkitab berbahasa Ibrani mencantumkannya sebagai ‘Hallelu Yah’. Sebenarnya, ungkapan ‘Halleluyah’ terdiri dari dua kata. Kata-kata leksikalnya adalah ‘Hallel’ dan ‘Yah’. ‘Hallel’ (diucapkan /haleil/), berarti ‘puji’. Sebagai contoh, Mazmur 136 kadang-kadang disebut ‘Hallel’ karena Mazmur tersebut mengandung ungkapan rasa syukur dan pujian. Mazmur 120-136 kadang-kadang secara bersama-sama disebut ‘Hallel Agung’ karena pasal-pasal tersebut secara istimewa mengungkapkan berbagai nyanyian dan pujian.

Leksikal berikut adalah ‘Yah’ yang merupakan kependekan dari Yahweh dan merupakan sebuah variasi dari ‘Jah’ artinya ‘Tuhan’. Jadi Halleluyah berarti ‘Terpujilah Tuhan’. Dalam teks-teks Alkitab berbahasa Ibrani, ungkapan ‘Halleluyah’ dapat dijumpai dalam kitab Mazmur 104:35; 106:1,48; 111:1; 112:1; 113:1; 115:18; 116:19; 117:2; 135:1,3,21; 146:1,10; 147:1,20; 148:1,14; 149:1,9; 150:1,6.

35

Oleh karena itu sungguh mustahil pernyataan Deedat bahwa ‘Halleluyah’ semata-mata berarti ‘Oh Allah’. Dalam perdebatannya dengan Dr. Anis Shorrosh di London pada tahun 1985, Deedat berkata bahwa ‘Jah’ adalah suatu ungkapan dalam bahasa Arab semacam ‘Oh’ dalam ‘Oh, ibu’. Allelujah berarti ‘Yah adalah Allah’, tidak ada Tuhan lain.36 Anda pasti bertanya-tanya, apakah maksud kata-kata tersebut? Namun demikian, saya rasa bahwa tuan Deedat layak mendapatkan penghargaan dalam bidang kesusasteraan Islam atas keagresifan dan kemampuannya menyesatkan dan membingungkan banyak orang bahkan termasuk orang-orang yang sangat terpelajar. Dia layak mendapatkan lebih banyak uang hasil penjualan minyak dan lebih banyak lagi bulu-bulu merah untuk menghiasi serbannya (semacam ikat kepala).

‘Allah’ dan ‘Sesembahan Kristen’

Seseorang harus mengakui bahwa isu mengenai identitas Allah tersebut sungguh sangat merisaukan. Bagaimana kami dapat mencermati/meneliti hal-hal yang telah terjadi sebelumnya (maksudnya riwayat pertama-tama sampai nama Allah itu digunakan dalam ibadah Kristen) tanpa merasa antipasti terhadap nama itu sendiri? Dan jika kami merasa antipasti, bagaimana caranya kami dapat mengkomunikasikan Injil kepada bangsa Hausa dan bangsa Arab dengan tanpa menggunakan kata ‘Allah’ tersebut. Selain itu masih banyak bahasa yang belum memiliki khazanah terjemahan Alkitab, dan nampaknya kami juga sangat risau memikirkan mengenai terjemahan-terjemahan yang sudah ada yang berkaitan dengan nama yang digunakan dalam bahasa-bahasa tersebut untuk mengacu pada Elohim.

Sejak tahun 1981 Alkitab berbahasa Malaysia dilarang beredar di Malaysia. Alasannya karena di dalam Alkitab tersebut terdapat kata ‘Allah’ dan kata-kata lain yang bernuansa dan berlatar belakang Islam. Sekarang di negara tersebut ada aturan yang diberlakukan sejak Islam mengklaim bahwa sudah 50% penduduknya memeluk agama Islam, yaitu bahwa agama-agama lain tidak boleh menggunakan kata-kata seperti ‘Allah’, ‘iman’, dan ‘percaya’ dalam literatur-literatur keagamaannya, yang boleh menggunakan kata-kata tersebut hanya literatur-literatur Islam. Sudah jelas aturan tersebut diilhami oleh setan dengan tujuan untuk mencegah pengkomunikasian Injil kepada umat Muslim. Sekarang pertanyaannya adalah: Apakah tidak mungkin untuk mengajari orang-orang yang mempercayai bahwa Sang Pencipta adalah Allah tanpa menggunakan nama ‘Allah’ itu sendiri? Haruskah kami mencoret nama ‘Allah’ dari Alkitab kami dan menggantikan nama tersebut dengan nama-nama lain yang juga dapat mengacu pada Tuhan?

Dalam dunia Kristen sendiri, haruskah kami menggunakan nama Allah dalam kebaktian-kebaktian di gereja-gereja kami? Atau apakah kami harus mengurangi hakikat dan eksistensi Tuhan akibat keterbatasan bahasa manusia? Bagaimana keadaan selanjutnya bagi umat Kristen Hausa atau umat Kristen Arab yang telah sangat terkondisi dengan situasi dimana mereka menghayati Allah sebagai sang Maha Esa/Maha kuasa? Bagaimana kalau mereka dibiarkan saja terus dengan tulus ikhlas mengimani Allah sebagai Tuhan dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus dan menyembahNya dalam Roh dan dalam kebenaran? Apakah akan timbul masalah? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas sungguh bukan merupakan suatu tugas yang mudah dilakukan. Beberapa orang bahkan bertanya-tanya apakah dalam kenyataannya seseorang dapat menyembah Tuhan dalam Roh dan dalam kebenaran dengan menggunakan nama Allah.

36

Yesus telah berkata: “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Matius 18:20). Bagaimana kalau seandainya kami berkumpul bersama dalam nama Yesus Kristus dan nama Allah? Apapun kasusnya, saya rasa antara nama yang digunakan untuk mengacu pada Tuhan (Elohim) dan nama Yesus merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan (tafsiran penerjemah: nama Tuhan adalah nama Yesus dan nama Yesus adalah nama Tuhan). Dalam kitab Yohanes 17:11, Yesus berdoa: “ … Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu mereka yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita”.

Pada saat ini, kami tidak bermaksud memaksakan suatu pendapat mengenai penggunaan nama ‘Allah’ dalam ibadah kami. Namun kami perlu menyadari bahwa nama sesembahan merupakan masalah penting dalam ibadah dan pemujaan. Bahkan para penyembah berhala pun mengetahui hal tersebut. Dapatkah kita menggunakan nama ‘Eck’, ‘tuhan’ kepercayaan ‘Eckankar’ dalam kebaktian-kebaktian kita sambil berpura-pura seolah-olah hal tersebut tidak menimbulkan masalah. Apa yang menyebabkan kita tidak menggunakan nama Krishna, Shiva, Vishnu, devi, Brahman dari agama Hindu sebagai suatu manifestasi dari ‘satu tuhan’? Orang-orang yang berpikir bahwa nama-nama tersebut dapat digunakan dalam ibadah/kebaktian Kristen adalah orang-orang yang telah jatuh ke dalam jerat teologi antar kepercayaan yang anti Kristus yang saat ini melanda dunia Eropa. Selagi saya dalam keadaan risau memikirkan isu ini, Roh Tuhan memberikan kepada saya tiga ayat yang spesifik dari Alkitab.

Pertama, dalam kitab Zakharia 14:9. Di sini, Zakharia menubuatkan bahwa ketika Yesus datang kembali, “Yahweh akan menjadi Raja atas seluruh bumi; pada waktu itu Yahweh adalah satu-satunya dan namaNya satu-satunya”. Halleluyah!

Kedua, dalam kitab Zefanya 3:9, Yahweh berfirman, “Tetapi sesudah itu Aku akan memberikan bibir lain kepada bangsa-bangsa, yakni bibir yang bersih, supaya sekaliannya mereka memanggil nama Yahweh, beribadah kepadaNya dengan bahu-membahu”.

Ketiga, dalam kitab Yesaya 65:16, Yahweh menjelaskan mengenai alasan lain mengapa Dia akan melakukan sesuatu terhadap bibir kita. “Sehingga orang yang hendak mendapat berkat di negeri akan memohon berkat demi Elohim yang setia, dan orang yang hendak bersumpah di negeri akan bersumpah demi Elohim yang setia …”.

Dengan kata-kata lain, tidak akan ada lagi kebingungan atau penyesatan mengenai siapa Allah menurut Islam atau menurut Kristen. Bagi umat Kristen (terutama dari Arab, Hausa, Indonesia) tidak akan ada lagi nama ‘Allah’. Apapun latar belakang historis dari bangsa mereka, tidak seorangpun boleh menyebut nama itu lagi atau menyebut nama tuhan-tuhan lain yang berbeda dengan nama Tuhan yang benar (maksudnya Yahweh). Dalam kitab Keluaran 23:13, Yahweh berfirman kepada umat Israel sebagai berikut: “Dalam segala hal yang Kufirmankan kepadamu haruslah kamu berawas-awas; nama elohim lain janganlah kamu panggil, janganlah nama itu kedengaran dari mulutmu”.

Ketika Yesus datang lagi, nama ‘Allah’ tidak boleh ada lagi dalam Alkitab-Alkitab versi bahasa Arab, bahasa Indonesia, maupun bahasa Hausa. Semua kidung-kidung agung dan himne-himne suci yang masih menggunakan nama Allah harus disingkirkan atau dikomposisi ulang. Ini merupakan perintah Tuhan yang harus dilaksanakan. Kami tidak perlu sibuk melakukan manuver-manuver teologis atau mempresentasikan polemik-polemik untuk meyakinkan setiap orang. Tindakan ini akan dilaksanakan ‘di seluruh muka bumi’. Amin. “Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Elohim, Bapa” (Filipi 2:10,11).

Pemazmur menyatakan, “Bertambah besar kesedihan orang-orang yang mengikuti elohim lain; aku tidak akan ikut mempersembahkan korban curahan mereka yang dari darah, juga tidak akan menyebut-nyebut nama mereka di bibirku” (Mazmur 16:4).

Dalam dokumen Siapakah Allah ini? (Halaman 103-107)