• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 4 telah menjabarkan bahwa terdapat ukuran tuna madidihang yang berukuran lebih besar baik berdasarkan panjang dan berat yang didaratkan pada bulan April – Juli. Informasi mengenai distribusi frekuensi sudah cukup untuk menjelaskan secara visual pergerakan data bulanan, namun dalam bidang pengelolaan sumberdaya ikan hal tersebut belumlah cukup, sehingga perlu dilakukan pembuatan model hubungan panjang dan berat terhadap tuna madidihang yang telah didaratkan di PPP Labuhan Lombok.

Hubungan panjang berat ikan merupakan pengetahuan yang wajib diketahui dalam bidang biologi perikanan yang ditujukan untuk kepentingan pengelolaan perikanan. Merta (1993) menyatakan bahwa hubungan panjang berat dimaksudkan untuk mengukur variasi berat harapan untuk panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, perkembangan gonad dan sebagainya. Pada penelitian ini hubungan panjang berat hanya digunakan untuk melihat pola kegemukan (berat) tuna madidihang berdasarkan waktu, karena Effendi (1979) menyatakan bahwa berat ikan dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjangnya dan hubungan panjang berat hampir mengikuti hukum kubik. Hubungan panjang berat ikan pada bab ini hanya ditujukan untuk tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok, sehingga menimbulkan tujuan untuk memperoleh pola/model pertumbuhan tuna madidihang.

Metode

Jenis data yang digunakan pada bab ini adalah data sekunder. Data yang digunakan dalam bab ini adalah data panjang dan berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2012 sampai 2014. Data sekunder ini diperoleh dari USAID-IMACS Indonesia dan MDPI selama tiga tahun. Data- data tersebut diperoleh dengan melakukan pengajuan terlebih dahulu kepada pihak USAID-IMACS Indonesia sebagai pihak utama untuk memperoleh izin penggunaan data. Analisis hubungan panjang berat ikan menggunakan rumus sebagai berikut (Le Cren 1951):

adalah berat ikan ke i (kg), adalah panjang cagak ikan ke i (cm), dan adalah koefisien pertumbuhan berat. Sebelum menentukan nilai dan , rumus di atas dilinierkan terlebih dahulu dengan cara memberikan logaritma untuk sisi kiri dan kanan dari sama dengan yaitu :

Sehingga untuk menghitung nilai q dan b :

∑ ∑

∑ ( ∑ )

29 Hubungan panjang berat dapat dilihat dari nilai konstanta sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter melalui hipotesis (Ricker 1975):

 Bila = 3, memiliki hubungan isometric (pola pertumbuhan berat sebanding dengan pola pertumbuhan panjang

 Bila ≠ 3, memiliki hubungan allometrik (pola pertumbuhan berat tidak sebanding dengan pola pertumbuhan panjang), memiliki dua jenis :

 Bila > 3, mengindikasikan bahwa pertumbuhan berat lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan panjang

 Bila < 3, mengindikasikan bahwa pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan berat.

Hasil

Pendugaan pola pertumbuhan tuna madidihang yang menggunakan analisis hubungan panjang berat memperlihatkan bahwa nilai q dan b (Tabel 3) selama tiga tahun berkisar 0,0000080 – 0,0002245 dan 2,440 – 3,187. Hasil analisis tersebut dilakukan tanpa pemisahan antara jantan dan betina atau dengan kata lain merupakan campuran dari dua jenis kelamin tersebut.

Tabel 3 juga memperlihatkan bahwa nilai q dan b memiliki kisaran yang berbeda setiap tahunnya. Kisaran nilai q dan b pada tahun 2012 adalah 0,0000080

– 0,000261 dan 2,913 – 3,168. Nilai q dan b berkisar 0,0000095 – 0,0002245 dan 2,440 – 3,130 pada tahun 2013. Pada tahun 2014, nilai q dan b berkisar 0,0000086

– 0,0000272 dan 2,911 – 3,187. Maka, pada tahun 2013 memiliki nilai kisaran q

dan b terbesar dari kedua tahun lainnya.

Tabel 3 Nilai q dan b dari analisis hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok periode bulanan selama tiga tahun Bulan 2012 2013 2014 q b q b q b Jan 0,0000229 2,942 0,0000272 2,911 Feb 0,0002245 2,440 0,0000073 3,187 Mar 0,0000183 2,992 0,0000210 2,969 0,0000224 2,950 Apr 0,0000227 2,947 0,0000217 2,962 0,0000208 2,967 Mei 0,0000217 2,958 0,0000205 2,971 0,0000190 2,988 Jun 0,0000190 2,989 0,0000235 2,939 0,0000176 3,002 Jul 0,0000132 3,069 0,0000262 2,915 0,0000118 3,090 Ags 0,0000223 2,957 0,0000095 3,130 0,0000150 3,037 Sep 0,0000261 2,913 0,0000130 3,071 0,0000173 3,004 Okt 0,0000080 3,168 0,0000143 3,050 0,0000086 3,150 Nov 0,0000120 3,081 0,0000160 3,026 0,0000094 3,133 Des 0,0000161 3,022 0,0000129 3,070 0,0000117 3,087 Keterangan:

q : Nilai koefisien (intersep)

b : Nilai koefisien yang dijadikan sebagai parameter pertumbuhan

Nilai koefisien korelasi dan determinasi dari hasil analisis hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok periode bulanan selama tiga tahun dapat dilihat pada Tabel 4. Analisis hubungan panjang berat memiliki nilai koefisien korelasi (R) yang merupakan ukuran kesesuaian

30

(goodness of fit) garis regresi terhadap data, semuanya di atas 0,90 (90%), yaitu 0,9392 – 0,9937. Besar keeratan hubungannya ditentukan oleh masing-masing koefisien determinasinya (R2), yaitu 0,8820 – 0,9875.

Tabel 4 Nilai koefisien korelasi dan determinasi dari hasil analisis hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok Bulan 2012 2013 2014 R R2 R R2 R R2 Jan 0,99 0,97 0,99 0,98 Feb 0,94 0,88 0,96 0,93 Mar 0,97 0,94 0,98 0,95 0,98 0,96 Apr 0,96 0,93 0,96 0,93 0,99 0,98 Mei 0,99 0,98 0,97 0,95 0,99 0,98 Jun 0,99 0,98 0,98 0,95 0,99 0,99 Jul 0,99 0,98 0,99 0,97 0,99 0,98 Ags 0,98 0,96 0,98 0,97 0,98 0,96 Sep 0,98 0,97 0,98 0,97 0,99 0,97 Okt 0,98 0,96 0,99 0,98 0,97 0,95 Nov 0,98 0,96 0,99 0,98 0,99 0,98 Des 0,98 0,97 0,99 0,99 0,99 0,98 Keterangan: R : Koefisien korelasi R2 : Koefisien determinasi

Masing – masing nilai b untuk menentukan alometrik dengan nilai (b > 3 dan b < 3) secara pasti diplotkan pada Gambar 19. Pada gambar tersebut membentuk letak posisi sifat dari nilai b secara bulanan dan membentuk pola dalam satu tahun. Konsistensi titik bulanan selama tiga tahun berada di bulan Oktober-Desember sebagai alometrik (b > 3). Lalu, titik alometrik (b < 3) berada pada bulan Maret-Mei.

Keterangan:

b : Nilai koefisien yang dijadikan sebagai parameter pertumbuhan

Gambar 19 Titik penyebaran dari nilai b tuna madidihang periode bulanan selama tiga tahun setelah diplotkan pada scatter

Nilai-nilai dan scatter plot dari nilai b di atas belum dapat digunakan sebagai proyeksi pengelolaan madidihang, walaupun sudah membentuk suatu pola

2,4 2,6 2,8 3,0 3,2 3,4 Mar Mei Ju

l Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov

Nilai

b

Bulan

31 tahunan. Kedua hal di atas hanya dapat digunakan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan pola penyebaran data secara bulanan selama tiga tahun. Maka langkah selanjutnya adalah menggabungkan data dari tiga tahun tersebut secara bulanan, karena langkah ini diarahkan untuk penyesuaian terhadap pola musim penangkapan. Nilai b pada Tabel 5 berkisar antara 2,892 – 3,132 dengan nilai R2

masing – masing lebih dari 0,95. Masing – masing nilai b untuk menentukan alometrik dengan nilai (b > 3 dan b < 3) secara pasti diplotkan pada Gambar 6. Tabel 5 Nilai b (gabungan data dari tiga tahun secara bulanan) dari analisis

hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok

Bulan b R2 Bulan b R2 Bulan b R2

Jan 2,930 0,974 Mei 2,978 0,969 Sep 3,070 0,972 Feb 2,892 0,953 Jun 2,970 0,977 Okt 3,132 0,966 Mar 2,985 0,957 Jul 2,914 0,976 Nov 3,080 0,975 Apr 2,973 0,961 Ags 3,003 0,963 Des 3,055 0,978

Keterangan:

b : Nilai koefisien yang dijadikan sebagai parameter pertumbuhan

R2 : Koefisien determinasi

Gambar 20 menunujukan bahwa terjadi dua fase pola pertumbuhan dalam satu tahun, yaitu fase pertama dengan alometrik (b < 3) terletak pada bulan Januari – Juli dan fase kedua dengan alometrik (b > 3) terletak pada bulan Agustus – Desember.

Keterangan:

b : Nilai koefisien yang dijadikan sebagai parameter pertumbuhan

Gambar 20 Titik penyebaran dari nilai b tuna madidihang gabungan data dari tiga tahun secara bulanan diplotkan pada scatter

Pembahasan

Analisis pola hubungan panjang berat digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok selama tiga tahun. Hasil analisis ini dilakukan tanpa pemisahan antara jantan dan betina atau dengan kata lain merupakan campuran dari dua jenis kelamin. Ukuran panjang dan berat ikan yang digunakan telah dijelaskan di dalam Bab 4. Jenis panjang ikan yang diukur adalah panjang cagak / fork length menggunakan califer.

Sebenarnya, ada beberapa faktor yang harus dimengerti oleh peneliti sebelum menggunakan analisis hubungan panjang berat. Pertama terkait dengan

2,85 2,90 2,95 3,00 3,05 3,10 3,15

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Nilai

b

32

jenis kelamin, kedua mengenai pengukuran panjang dan ketiga mengenai penimbangan berat yang harus dijelaskan pada metode penelitian. Pemisahan atau penggabungan jenis kelamin yang akan diukur mengenai panjang dan beratnya harus disebutkan dalam metode penelitian. Kedua adalah mengenai pengukuran panjang. Pada saat mengukur panjang ikan harus ditentukan dan dijelaskan yang pertama adalah dari jenis panjang apa yang akan diukur, apakah panjang cagak atau panjang total. Kedua adalah alat ukur panjang apa yang digunakan, beberapa peneliti ada yang menggunakan califer atau meteran jahit dalam mengukur panjang ikan. Ketiga adalah mengenai penimbangan berat ikan. Pada saat penimbangan berat ikan harus diperhatikan apakah di ikan tersebut sudah dikeluarkan isi perut dan insangnya atau salah satunya. Hal ini ditujukan untuk memberikan kejelasan informasi kepada pembaca atau peneliti selanjutnya agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap pola pertumbuhan.

Hasil menunjukan bahwa pendugaan pola pertumbuhan memperlihatkan bahwa nilai q dan b (Tabel 3) selama tiga tahun berkisar 0,0000080 – 0,0002245 dan 2,440 – 3,187. Hile (1936) dan Martin (1949) menyatakan bahwa nilai b

biasanya berkisar antara 2,5 sampai 4,0. Allen (1938) juga telah melakukan penelitian bahwa bentuk tubuh ikan yang ideal memiliki nilai b = 3. Beverton dan Holt (1957) menyampaikan bahwa hukum kubik dari hubungan panjang berat memiliki nilai yang hampir mendekati 3. Carlander (1969) menyatakan bahwa berat ikan meningkat secara logaritma seiring dengan peningkatan panjangnya yang memiliki nilai berkisar 2,5 sampai 3,5 tetapi biasanya sangat mendekati 3,0. Ricker (1975) melihat nilai b sebagai penggambaran pertumbuhan, jika b = 3 menggambarkan pertumbuhan yang isometrik, dan jika b lebih besar atau kurang dari 3 menggambarkan pertumbuhan yang alometrik.

Pada penelitian ini nilai b pada tahun 2012 berkisar antara 2,913 – 3,168, tahun 2013 berkisar antara 2,440 – 3,130 dan tahun 2014 berkisar antara 2,911 – 3,187. Hal tersebut menunjukan bahwa tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok memiliki ukuran pertumbuhan yang sangat mendekati 3,0 dan ideal, begitu juga dengan nilai b gabungan data dari tiga tahun secara bulanan.

Konsistensi titik bulanan selama tiga tahun berada di bulan Oktober- Desember sebagai alometrik (b > 3). Lalu, titik alometrik (b < 3) berada pada bulan Maret-Mei. Kekonsistenan titik tersebut membentuk sebuah pola yang menunjukan bahwa diduga tuna madidihang melakukan pergerakan yang konsisten dalam siklus tahunan di Laut Flores. Gabungan bulanan selama tiga tahun menunjukan hal yang berbeda, bahwa terdapat dua fase pola pertumbuhan dalam satu tahun, yaitu fase pertama dengan alometrik (b < 3) terletak pada bulan Januari – Juli dan fase kedua dengan alometrik (b > 3) terletak pada bulan Agustus – Desember.

Kesimpulan

Nilai b secara bulanan dan membentuk pola dalam satu tahun. Konsistensi titik bulanan selama tiga tahun berada di bulan Oktober-Desember sebagai alometrik (b > 3). Lalu, titik alometrik (b < 3) berada pada bulan Maret-Mei. Tetapi gabungan bulanan selama tiga tahun menunjukan hal yang berbeda, bahwa terdapat dua fase pola pertumbuhan dalam satu tahun, yaitu fase pertama dengan alometrik (b < 3) terletak pada bulan Januari – Juli dan fase kedua dengan alometrik (b > 3) terletak pada bulan Agustus – Desember.

33

6

POLA MUSIM PENANGKAPAN TUNA MADIDIHANG

BERDASARKAN YANG DIDARATKAN

Dokumen terkait