• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)

TENTANG PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN ZAKAT, INFAQ, DAN SHADAQAH

B. Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)

1. Definisi Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) a. Zakat

Zakat menurut bahasa berarti bertambah dan berkembang.35 Karena itu, setiap yang bertambah jumlahnya dan berkembang ukurannya, ia bisa disebut zakat. Ada ungkapan zakkaa az-zar’u, yang berarti tanaman itu berkembang dan menjadi baik. Sedangkan pengertian zakat menurut istilah ialah beribadah karena Allah dengan cara mengeluarkan sebagian kewajiban berupa harta tertentu secara syar’i

33 Torang, Organisasi dan Manajemen, h. 177.

34 Torang, Organisasi dan Manajemen, h. 180.

35 Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Fiqih Zakat Kontemporer, Penerjemah Ghazali Mukri (Solo: Al-Qowam, 2011), h. 11

untuk disalurkan kepada suatu golongan atau institusi tertentu. Adapun hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dengan zakat menurut istilah adalah, sekalipun secara tekstual zakat dilihat dari aspek jumlah berkurang, namun hakikat zakat itu bisa menyebabkan harta itu bertambah, baik secara maknawi maupun secara kuantitas.

Menurut Yusuf Qardhawi, ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu zaka, berarti orang itu baik. Menurut Lisan al-Arab arti dasar dari kata zakat, ditinjau dari sudut bahasa, adalah suci, tumbuh, berkah, dan terpuji dan semuanya digunakan di dalam Qur’an dan Hadits. Tetapi yang terkuat, menurut Wahidi dan lain-lain, kata dasar zaka berarti bertambah dan tumbuh, sehingga bisa dikatakan, tanaman itu zaka, artinya tumbuh, sedangkan tiap sesuatu yang bertambah disebut zaka artinya bertambah.

Zakat dilihat dari segi fiqih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan, demikian Yusuf Qardhawi mengutip pendapat Imam Nawawi36.

b. Infaq

36 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis. Penerjemah Salman Harun, dkk. (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2007), h. 34.

Adapun mengenai infaq, menurut Didin Hafidhuddin, “....infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Termasuk dalam pengertian ini, infaq yang dikeluarkan orang-orang kafir untuk kepentingan agamanya...”37. Sedangkan menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/ penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Menurut Mardani yang mengutip pendapat dari Ahmad Hasan Ridwan, Infaq berasal dari kata nafaqa, yang berarti telah lewat, berlalu, habis, mengeluarkan isi, menghabiskan miliknya, atau belanja38. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Israa’ (17) ayat 100 sebagai berikut:

“Katakanlah (Muhammad), “Sekiranya kamu menguasai perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya (perbendaharaan) itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya,” Dan manusia itu memang sangat kikir.”39

Sedangkan secara terminologis, infaq adalah memberikan sebagian harta kepada pihak lain tanpa unsur komersial. Pemberian cuma-cuma tersebut dapat disebut atau dikategorikan sebagai pemberian nafkah.

Infaq menurut istilah para ulama diartikan sebagai perbuatan atas sesuatu yang diberikan oleh seseorang untuk menutupi kebutuhan orang lain,

37 Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, dan Sedekah (Jakarta: Gema Insani, 1998), h. 14.

38 Mardani, Hukum Islam: Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf (Konsep Islam Mengentaskan Kemiskinan dan Menyejahterakan Umat) (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2016), h. 115.

39 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 399.

baik berupa makanan, minuman, dan sebagainya, juga mendermakan atau memberikan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah SWT. semata. Berdasarkan pengertian di atas, infaq dapat kita pahami sebagai pemberian sukarela dan tanpa maksud komersial, serta untuk kebaikan atau kemaslahatan umat.

c. Shadaqah

Kemudian mengenai sedekah, menurut Mardani yang mengutip pendapat Nasrun Haroen, secara etimologis kata sedekah berasal dari bahasa Arab yaitu ash-shadaqah. Pada awal pertumbuhan Islam, sedekah diartikan sebagai pemberian yang disunatkan (sedekah sunat). Akan tetapi, setelah kewajiban zakat disyariatkan, yang terdapat dalam Al-Qur’an disebut juga dengan sedekah, maka istilah sedekah mempunyai dua pengertian yaitu sedekah sunat dan sedekah wajib (zakat). Sedekah (shadaqah) dapat bersifat wajib atau sukarela seperti pemberian sedekah pada umumnya40. Adapun sedekah yang wajib yaitu zakat, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surat At-Taubah (9) ayat 60. Jadi, setiap zakat itu berarti sedekah, namun hanya sedekah wajib yang disebut zakat.

Secara terminologis, sedekah diartikan sebagai pemberian seseorang secara ikhlas kepada yang berhak menerimanya yang diiringi oleh pemberian pahala dari Allah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata shadaqah berasal dari bahasa Arab yang telah diresepsi ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata “sedekah” yang berarti derma kepada orang miskin berdasarkan cinta kasih kepada sesama manusia41.

40 Mardani, Hukum Islam, h. 129.

41 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 729.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat kita pahami bahwa sedekah itu berasal dari bahasa Arab dan merupakan sebuah kegiatan atau perbuatan seseorang yang memberikan hartanya kepada orang lain atau lembaga, atau instansi yang membutuhkan dan pelaksanaanya tidak dibatasi oleh waktu dan jumlahnya tidak ditentukan, kecuali sedekah wajib atau zakat.

2. Hukum Zakat, Infaq, dan Shadaqah a. Zakat

Hukum mengenai zakat ialah wajib, berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berikut ini beberapa dalil yang menjadi landasan hukum mengenai zakat, di antaranya adalah:

1. QS. At-Taubah (9): 11

“Jika mereka bertaubat, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat, maka (berarti mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.”42

2. QS. At-Taubah (9): 58

“Dan di antara mereka ada yang mencelamu tentang (pembagian) sedekah (zakat); jika mereka diberi bagian, mereka bersenang

42 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 255.

hati, dan jika mereka tidak diberi bagian, tiba-tiba mereka marah.”43

3. QS. At-Taubah (9): 60

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”44

4. QS. Al-Baqarah (2): 43

“Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bererta orang-orang yang rukuk.”45

5. QS. Al-Baqarah (2): 277

“Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”46

6. Hadits dari Ibnu Umar r.a., “...Bahwa Rasulullah Saw. bersabda,

“Islam dibangun atas lima perkara; bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan

43 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 264.

44 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 264.

45 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 8.

46 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 58.

zakat, pergi haji, dan puasa di bulan Ramadhan...”(Al-Bukhary 2:2;

Muslim 1:6; Al-Lu’lu-u wal Marjan 1:4).47

7. Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim mengenai berapa banyak zakat yang harus dikeluarkan khususnya zakat fitrah sebagai berikut:

“Dari Ibnu Umar r.a.: ‘Sesungguhnya Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah....’ dan telah bersabda di dalamnya,

‘Zakat fitrah di bulan Ramadhan berupa satu gantang kurma atau satu gantang (Shaa’) gandum untuk setiap seorang muslim, baik ia merdeka atau seorang laki-laki ataupun perempuan.”48

Kemudian khusus untuk zakat, karena sifatnya wajib dan bila ditinggalkan akan mendapat dosa, ada beberapa syarat wajib zakat yang dikutip dari Mardani. Pertama wajib bagi seorang muslim, karena walaupun orang nonmuslim mempunyai banyak harta, ia tidak wajib berzakat. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Saw. dari Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., “Inilah sedekah yang diwajibkan Rasulullah Saw. atas orang-orang muslim”. Kedua, wajib bagi orang merdeka atau bebas dari perbudakan. Ketiga, kepemilikan harta secara sempurna, yang berarti sesuatu yang belum sempurna dimiliki tidak wajib dikeluarkan zakatnya.

Keempat ialah mencapai nisab, artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kelima ialah haul artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap

47 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Mutiara Hadits 1-Keimanan (Semarang:

Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 57.

48 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud [1]. Penerjemah Tajuddin Arief, dkk. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 626.

kali menuai atau panen. Hal ini berdasarkan hadits dari Nabi Saw. “dari Ibnu Umar r.a. Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada (tidak wajib) zakat harta seseorang sebelum sampai satu tahun dimilikinya”. Dan syarat keenam ialah harta itu berada dalam penjagaannya (penguasaannya). 49

Adapun penerima zakat, dalam hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Daud Ali bahwa mengenai penerima zakat ada dua kategori yaitu yang berhak dan tidak berhak menerima. Golongan yang berhak menerima zakat, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 60 adalah: 1) Fakir; 2) Miskin; 3) Amil; 4) Mu’allaf; 5) Riqab; 6) Gharim (Orang yang berhutang); 7) sabilillaah; 8) ibnusabil.

Penjabaran rumusan kedelapan golongan tersebut dilakukan oleh manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad dalam berbagai aliran hukum Islam. Oleh karena itu, kadangkala rumusannya berbeda. Di Indonesia, tidak ada riqab dalam pengertian semula yaitu pembebasan seseorang dari perbudakan, oleh karena itu diisi dengan pengertian baru yaitu pembebasan manusia dari ‘perbudakan’ lintah darat: pengijon dan rentenir. Perumusan tentang penerima zakat yang lain juga disesuaikan dengan keadaan di Indonesia dan perkembangan masa kini.50

Golongan yang tidak berhak menerima zakat adalah kelompok orang berikut: 1) Keturunan Nabi Muhammad Saw., berdasarkan hadits Nabi sendiri; 2) Kelompok orang kaya; 3) Keluarga muzakki yakni keluarga orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat. Menurut pendapat

49 Mardani, Hukum Islam, h. 36.

50 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf (Jakarta: Penerbit UI Press, 2006), h. 47.

pada ahli, mereka itu adalah keluarga muzakki bersangkutan dalam garis lurus ke atas dan ke bawah; 4) Orang yang sibuk beribadah sunnah untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi melupakan kewajibannya mencari nafkah untuk diri dan keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungannya; 5) Orang yang tidak mengakui adanya Tuhan dan menolak ajaran agama. Mereka disebut mulhid atau atheis. 51

b. Infaq

Seperti halnya hukum berzakat, perintah berinfaq pun terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits, di antaranya sebagai berikut:

1. QS. Al-Baqarah (2): 261

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah52 seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.”53 2. QS. Al-Baqarah (2): 219

“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya." Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah,

51 Ali, Sistem Ekonomi, h. 47.

52Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

53 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 55.

"Kelebihan (dari apa yang diperlukan)." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan.”54 3. QS. Al-Baqarah (2): 215

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, "Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan." Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”55

4. Hadits mengenai anjuran infaq yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut:

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda,

“Allah swt. Berfirman, “Hai manusia! Berinfaklah, maka Aku akan memberimu.” Sabda beliau, “Maka pemberian (tangan) Allah itu penuh.” Ibnu Numair berkata, “Penuh, yakni terus-menerus tiada henti malam dan siang, tanpa terhalang oleh sesuatu pun.” (Muslim 3/ 77)56

Ayat-ayat mengenai dasar dukum dianjurkannya berinfak di atas memberi kita gambaran bahwa begitu pentingnya ibadah sunnah yang berbentuk infak ini bila dilakukan secara rutin oleh setiap muslim, dan juga segala ganjaran yang akan didapat bila melaksanakan ibadah infak itu secara ikhlas dan istiqomah.

c. Shadaqah

54 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 43.

55 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 42

56 M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, Penerjemah Elly Lathifah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 257

Adapun hukum bersedekah itu dibolehkan pada setiap waktu dan disunnahkan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, di antaranya:

1. QS. Al-Baqarah (2): 245

“Barang siapa yang meminjami57 Allah dengan pinjaman yang baik) maka Allah meperlipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”58

2. Hadits mengenai anjuran bersedekah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut:

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda,

“Aku senang jika aku mempunyai emas sebesar Gunung Uhud hingga dilengkapkan menjadi tiga gunung, lalu emas tersebut hanya aku ambil satu dinar saja yang aku persiapkan untuk melunasi utangku (yakni, selebihnya disedekahkan seluruhnya).”

(Muslim 3/ 75)59

Dalil hukum di atas memberi kita pemahaman bahwa setiap muslim hendaknya tidak kikir tehadap harta dan kita dianjurkan untuk bersedekah dengan harta yang paling baik. Rasulullah saw.

memberikan sebuah perumpamaan terhadap pentingnya menyisihkan harta yang kita miliki walau sebanyak apa pun, untuk disedekahkan kepada orang yang membutuhkan.

57 Maksud meminjami Allah adalah menginfakkan hartanya di jalan Allah.

58 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 50

59 Al-Albani, Ringkasan Shahih, h. 256

3. Jenis-jenis Zakat

Secara umum zakat terbagi menjadi dua: pertama, zakat yang berhubungan dengan badan atau disebut dengan zakat fithrah dan kedua, zakat yang berhubungan dengan harta atau zakat maal.60 Zakat fithrah ialah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim yang memiliki kelebihan dari nafkah keluarga yang wajar dan ditunaikan maksimal hingga khatib turun dari mimbar pada hari raya Idul Fithri.61 Selain sebagai kewajian, hal itu dilakukan sebagai tanda syukur kepada Allah karena telah selesai menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Zakat fitrah ini, selain sebagai sarana untuk menggembirakan hati fakir-miskin pada hari raya Idul Fithri itu, juga dimaksudkan untuk menyucikan dosa-dosa kecil yang mungkin ada ketika melaksanakan puasa ramadhan, agar orang itu benar-benar kembali pada keadaan fitrah atau suci seperti ketika dilahirkan dari rahim ibunya.

Adapun berkenaan dengan zakat mal, Daud Ali berpendapat bahwa

“...zakat harta atau maal adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan umtuk golongan-golongan tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu...” 62. Menurut Daud Ali, “...pada umumnya di dalam kitab-kitab hukum Islam (fiqih), harta kekayaan yang wajib dizakati atau dikeluarkan zakatnya digolongkan ke dalam kategori: 1) Emas, perak, dan uang

60 Lili Bariadi, dkk., Zakat dan Wirausaha (Jakarta: CED, 2005), h. 9.

61 Ali, Sistem Ekonomi, h. 49.

62 Ali, Sistem Ekonomi, h. 42.

(simpanan); 2) barang yang diperdagangkan; 3) hasil peternakan; 4) hasil bumi, dan 5) hasil tambang dan barang temuan. Masing-masing kelompok itu berbeda nisab, haul, dan kadar zakatnya...”.63

4. Peran Amil Zakat dalam Pengelolaan Dana ZIS

Amil zakat adalah orang-orang yang terlibat atau ikut aktif dalam organisasi pelaksanaan zakat. Tugas dan tanggung jawab amil zakat secara umum dikategorikan dalam 3 hal yaitu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Namun untuk lebih rinci, ada pendapat yang dikemukakan oleh Suparman sebagaimana dikutip oleh Mardani sebagai berikut:

a. Mencatat nama-nama muzakki.

b. Menghitung besarnya harta zakat yang akan dipungut/ diambil dari muzakki.

c. Mengumpulkan/ mengambil harta zakat dari muzakki.

d. Mendoakan orang yang membayar zakat.

e. Menyimpan, menjaga, dan memelihara harta zakat sebelum dibagikan kepada mustahik zakat.

f. Mencatat nama-nama mustahik zakat.

g. Menentukan besarnya bagian yang akan diberikan kepada pada mustahik zakat.

h. Membagikan harta zakat kepada mustahik zakat.

i. Mencatat/ mengadministrasikan semua kegiatan pengelolaan tersebut, serta mempertanggungjawabkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

j. Mendayagunakan dana zakat.

k. Mengembangkan harta zakat. 64

Adapun syarat-syarat untuk menjadi amil zakat, yaitu: 1) Muslim; 2) Akil balig; 3) Terpercaya; 4) Mengetahui hukum-hukum menyangkut zakat;

5) Mampu melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.

63 Ali, Sistem Ekonomi, h. 44.

64 Mardani, Hukum Islam, h. 97.

Pengelolaan zakat merupakan tanggung jawab negara, peritah mengumpulkan atau mengelola zakat bukan saja diwajibkan kepada Rasulullah Saw., melainkan juga kepada para Nabi terdahulu. Di Indonesia, pengelolaan zakat sudah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Hal itu dilakukan karena zakat harus dikelola secara profesional, transparan, dan akuntabel. Menurut pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat disebutkan bahwa pengelolaan zakat bertujuan:

a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan

b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. 65

Menurut Daud Ali, pelaksanaan zakat perlu dikoordinasikan dan diarahkan. Ini perlu dilakukan untuk memantapkan kepercayaan masyarakat dan wajib zakat. Peranan pemerintah diperlukan dalam hal ini, di samping keikutsertaan pemimpin-pemimpin agama. Sistem administrasi, penyusunan personalia harus didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen yang sehat agar pelaksanaan zakat dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

Supaya organisasi yang mengurus zakat dapat berkembang dengan baik, prinsip-prinsip pengorganisasian berikut perlu dilaksanakan: 1) Penangung jawab tertinggi seyogyanya pemerintah atau pejabat tertinggi dalam strata pemerintahan setempat atau lingkungan tertentu. Unsur-unsur masyarakat Islam perlu diikursertakan, juga bertangungjawab; 2) Pelaksananya ialah suatu lembaga tetap dengan pegawai yang bekerja penuh secara profesional,

65 Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

dibiayai pada permulaan dengan subsidi pemerintah, yang kemudian, secara berangsur-angsur oleh dana amal zakat itu sendiri; 3) Kebijaksanaan harus dirumuskan secara jelas dan dipergunakan sebagai dasar perencanaan, pengumpulan, dan pendayagunaan zakat, sumber dan sasaran pemanfaatannya untuk suatu waktu tertentu; 4) Program pendayagunaan zakat harus terinci supaya lebih efektif dan produktif bagi pengembangan masyarakat; 5) Usaha proyek penggunaan dana untuk pelaksanaan program yang dilakukan oleh lembaga dan atau oleh organisasi masyarakat, harus didasarkan pada studi kelayakan; 6) Mekanisme pengawasan dilakukan melalui peraturan-peraturan, administrasi, baik ketatausahaan maupun pembukuan. Tiga bulan sekali atau setiap penutupan tahun buku dibuat laporan kegiatan yang diumumkan kepada masyarakat; 7) Pengembangan dasar-dasar hukum tentang zakat, pemahaman baru tentang zakat, sumber zakat, masalah pengumpulan dan pendayagunaannya dilakukan melalui penelitian lapangan; 8) Penyuluhan untuk menciptakan kondisi yang kondusif (mendorong) dalam menarik partisipasi masyarakat untuk menunaikan ibadah zakat dilakukan secara teratur dan terus menerus. 66

Dokumen terkait