• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Karya-karya Zakiah Daradjat

Zakiah Daradjat(1975:3) Sebagai salah seorang itelektual beliau banyak mengadakan penelitian tentang kesehatan mental dan pembinaan pendidikan agama di Indonesia. Welly Catur (2011: 12) Adapun di antara hasil karya dan terjemahan beliau adalah :

a. Penerbit Bulan Bintang 1) Ilmu Jiwa Agama

3) Problema Remaja di Indonesia 4) Perawatan Jiwa untuk Anak-anak

5) Pembinaan Nilai-nilai Moral di Indonesia 6) Perkawinan yang Bertanggung Jawab 7) Islam dan Peranan Wanita

8) Peranan IAIN dalam Pelaksanaan P4 9) Pembinaan Remaja

10) Ketenangan dan Kebahagiaan dalam Keluarga 11) Pendidikan Orang Dewasa

12) Menghadapi Masa Manopoase 13) Kunci Kebahagiaan

14) Membangun Manusia Indonesia yang Bertaqwa Kepada Tuhan YME.

15) Kepribadian Guru 16) Pembinaan Jiwa/ Mental b. Penerbit Gunung Agung

1) Kesehatan Mental

2) Peranan Agama dalam Kesehatan Mental 3) Islam dan Kesehatan Mental

c. Penerbit YPI Ruhama

1) Shalat Menjadikan Hidup Bermakna 2) Kebahagiaan

4) Puasa meningkatkan Kesehatan Mental 5) Doa Menunjang Semangat Hidup 6) Zakat Pembersih Harta dan Jiwa 7) Remaja, Harapan dan Tantangan

8) Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah 9) Shalat untuk Anak-anak

10) Puasa untuk Anak-anak. d. Penerbit Pustaka Antara

1) Kesehatan Jilid I, II, III

2) Kesehatan (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) Jilid IV 3) Kesehatan Mental dalan Keluarga

Dari hasil penelitian di atas penulis mengatakan bahwa dari kegemarannya menulis Zakiah telah banyak menulis buku-buku yang bermanfaat. Beberapa buku yang ditekuni oleh Zakiah adalah menulis ilmu tentang psikolgi , kesehatan jiwa dan mental dan pendidikan Islam.

BAB III

KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA PERSPEKTIF ZAKIAH DARADJAT

A. Keluarga Sebagai Wadah Pertama Pendidikan

Zakiah Daradjat (1995:41) mengatakan bahwa Pembentukan identitas anak menurut Islam, dimulai jauh sebelum anak itu diciptakan. Nur Ahid (2010:100) bahwa keluarga merupakan pendidikan informal, tugas keluarga adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan anak berikutnya, agar anak dapat berkembang secara baik. Karena keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama sangat penting membentuk pola kepribadian anak.

Menurut Murni (1984:34) mengatakan pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasan dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak. Islam memberikan berbagai syarat dan ketentuan pembentukan keluarga, sebagai wadah yang akan mendidik anak sampai umur tertentu yang disebut baligh-berakal. Karena itu perlu kita singgung sedikit syarat-syarat pembentukan keluarga (Zakiah Daradjat, 1995:42).

a. Larangan menikah dengan wanita yang dalam hubungan darah dan kerabat tertentu. Hal ini dilarang, karena dapat melahirkan anak-anak yang kurang cerdas akalnya atau ediot.

b. Larangan menikah dengan orang yang berbeda agama. Larangan ini disebabkan karena sulitnya mewujudkan rumah tangga yang sakinah yang disebabkan karena kedua orang tua dalam rumah tangga tersebut berbeda-beda agamanya. Seorang anak yang dilahirkan dalam keluarga yang berbeda agama akan kebingunan dalam mengikuti agama kedua orang tuanya. Selanjutnya, jika timbul permasalahan dalam keluarga tersebut akan sulit dipecahkan, karena masing-masing agama memiliki konsep pemecahan yang berbeda.

c. Larangan menikah dengan orang yang berzina. Larangan ini dilakukan karena sang suami sulit mendapatkan ketenangan. Suami selalu dibayangi oleh kemungkinan istrinya menyeleweng atau selingkuh dengan laki-laki lain. Dengan demikian larangan ketiga hal tersebut diatas karena didasarkan keinginan menciptakan rumah tangga yang sakinah yang sehat yang memungkinkan dapat melahirkan putra putri yang cerdas, taat kepada Allah dan rasul-Nya, taat kepada kedua orangtuanya serta berakhlak mulia.

2. Syarat-syarat Pernikahan

a. Suka sama suka (saling mencintai)

c. Dihadiri oleh saksi d. Mengucapkan ijab kobul e. Memberi maskawin serta

f. Memiliki kesiapan mental spiritual, lahir batin, jasmani dan rohani. Setelah syarat-syarat bagi kedua calon suami istri itu dipenuhi, maka dilaksanakanlah pernikahan menurut ketentuan yang diwajibkan Allah. Setelah mereka diikat oleh tali perkawinan, maka masing-masing pasangan suami istri mempunyai hak dan kewajiban yang ditentukan. Mereka dibekali dengan beberapa petunjuk dalam mendayungkan bahtera kehidupan dengan kasih sayang dan kepatuhan kepada ketentuan Allah, agar mereka dapat meraih ketentraman dan kebahagiaan (sakinah). Firman Allah syarat Ar Rum ayat 21:

 



“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

Dalam buku Zakiah Daradjat (1995:44), dijelaskan bahwa Setelah terbentuknya keluarga muslim yang memenuhi persyaratan yang ditentukan Allah, dan keluarga tersebut telah siap untuk mendapatkan

keturunan, beberapa petunjuk dan pedoman yang membantu terciptanya kehidupan sakinah pun telah dipahami dan dilaksanakan maka selanjutnya keluarga tersebut memohon kepada Allah swt.supaya mereka dikaruniani anak atau keturunan yang saleh.

3. Kewajiban Suami

a. Memberi nafkah keluarga b. Perlindungan terhadap keluarga c. Kasih sayang

d. Dan tanggungjawab atas keamanan keluarga 4. Kewajiban Istri

a. Menjaga dan mengatur rumah tangga dan harta benda milik bersama

b. Menjaga dirinya

c. Merawat dan membimbing putra putrinya di rumah d. Serta memberikan kasih sayang dan menyusuianya

Penulis menyimpulkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal. Keluarga adalah umat kecil yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya. Perkawinan menjadi salah satu bagian penting masalah keagamaan. Sebab setiap agama berbicara tantang perkawinan dan memiliki aturan-aturan khusus bagaimana pelaksanaan perkawinan para

pemelukknya. Kehidupan keluarga apabila diibaratkan sebagai satu bangunan, demi terpeliharanya bangunan itu dari hantaman badai dan guncangan gempa.

Zakiah Daradjat (1995:53) mengatakan Setelah terbentukya keluarga muslim yang memenuhi persyaratan yang ditentukan Allah dan siap mendapatkan keturunan ada beberapa petunujuk dan pedoman yang membantu terciptanya kehidupan sakinah, selanjutnya adalah petunjuk do’a yang baik diucapkan dari Allah.

1. Masalah Kejiwaan

Masalah kejiwaan menampilkan diri dalam berbagai bentuk, ada yang dalam ketidaktentraman batin, cemas, gelisah, takut, sedih, marah, bimbang, tertekan, frustasi, rasa rendah diri, rasa sombong, tidak percaya diri, pesimis, putus asa dan sebagainya. Keadaan tidak tenteram itu boleh jadi disertai oleh tidak dapat tidur, hilang nafsu makan, sulit buang air, atau tidak mampu mengandalikan (Zakiah Daradjat,1995a:45).

Selanjutnya keadaan jiwa yang tidak tenteram dapat mempengaruhi kemampuan berpikir, sehingga orang menjadi pelupa, tidak dapat berkonsentrasi (memusatkan pikiran), sulit melanjutkan pemikiran yang teratur, malas, lesu, bosan, cepat lelah, mudah dipengaruhi orang, sulit belajar dan sulit berprestasi, baik dalam belajar maupun bekerja dan sebagainya. Faktor luar, di antaranya perubahan nilai dan keadaan sosial-ekonomi yang menyebabkan orang kehilangan pegangan atau sulit menyesuaikan diri. Ini di antara dampak pembangunan yang berjalan

sangat cepat di bidang fisik, tetapi kurang dibidang nilai dan agama, serta kejiwaan pada umumnya.

Kemajuan lahiriah dapat dirasakan keuntungan dan kesenanganya secara nyata, dapat dilihat, diraba dan dinikmati. Sehingga orang mudah tertarik untuk mengejarnya, tanpa memperhitungkan nilai, koral, kaidah dan ketentuan agama, sehingga orang telah melepaskan nilai-nilai lama, tetapi belum menemukan nilai-nilai lama, tetapi belum menemukan nilai baru yang kuat dan mantap.Akibat ketidakseimbangan kemajuan lahiriah dan batiniah itu, menyebabkan orang tidak mampu mengendalikan diri dan mudah terpengaruh oleh kesenangan-kesenangan semua yang dapat dijangkaunya.

Jiwa yang halus dan hati yang lembut penyayang dapat berubah menjadi kasar, kesal maupun kejam, sehingga terjadilah berbagai kekejaman, kekasaran dan kejahatan yang berat. Disamping itu terdapat pula gejala-gejala kejiwaan yang mengarah kepada penyakit kejiwaan yang berat (Zakiah Daradjat, 1995b:46).

2. Peranan Ibu dalam Keluarga

Menurut Zakiah Daradjat (1995:46) Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan pengembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak, tentu akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. Peranan ibu dalam keluarga amat penting. Dialah yang mengatur, membuat rumah tangganya menjadi surga bagi

anggota keluarga, menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi dengan suaminya. Murni (1984:34) mengatakan Ibu merupakan orang yang mula dikenal anak, yang mula menjadi temannya dan yang mula-mula dipercayainya. Apapun yang dilakukan ibu dapat dimanfaatkannya, kecuali apabila ia ditinggalkan.

Di antara langkah penciptaan suasana yang baik itu adalah usaha menciptakan terwujudnya saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mempercayai dan saling menyayangi di antara suami-istri dan antara seluruh anggota keluarga. Dengan pengertian, penerimaan, penghargaan, kepercayaan dan kasih sayang yang dilandasi oleh keimanan yang mendalam, yang terpantul ke dalam kehidupan sehari-hari, maka akan dapatlah dihindarkan berbagai masalah negatif yang kadang-kadang terjadi dalam tindakan dan sikap masing-masing atau salah seorang (suami-istri). Suami akan bekerja dengan tenang dan penuh gairah, dalam menghadapi tugasnya, ia tidak akan pernah berpikir mencari sesuatu yang tidak di ridhoi Allah. Demikian juga istri, dengan hati lembutnya yang penuh keimanan, dapat menerangi suasana keluarga sehingga menjadi cerah ceria. Suasana keluarga itu merupakan tanah subur bagi penyemaian tunas-tunas muda yang lahir dalam keluarga itu (Zakiah Daradjat,1995c:47) .

Penulis menyimpulkan bahwa seorang ibu yang bijaksana tahu hak dan kewajibannya yang telah ditentukan agama, salah satunya pengasuhan

ana-anaknya dengan baik, bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anak.

Dan tanggung serang ibu terhadap masa depan anak yang dimana ibu juga mengikut sertakan anak dalam berbagai kegiatan seperti membaca, memperbaiki alat rumah, dan cara bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.

Dokumen terkait