• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zat pencerah kulit 1. Asam Kojat

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 78-85)

DEPOK JUNI 2012

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetika

2.4. Zat pencerah kulit 1. Asam Kojat

Asam kojat dihasilkan dari fermentasi oleh mikroba dengan menggunakan jamur Aspergillus dan Penicillium sp, dalam proses aerobic dari berbagai sumber karbon. Menurut uji secara in vitro dan in vivo asam kojat dapat menghambat produksi melanin. Mekanisme kerjanya adalah dengan mengikat atau mengkhelat logam Cu yang merupakan gugus prostetik dari enzim tirosinase sehingga kerja asam kojat merupakan inhibitor non kompetitif dari enzim tirosinase. Peningkatan konsentrasi tidak akan memberikan efektifitas yang lebih baik. Efek samping biasanya berupa eritema sedang pada wajah.

2.4.2. Vitamin C dan turunannya

Vitamin C atau asam askorbat dan turunannya berguna untuk mengontrol produksi melanin dengan cara menghambat rantai oksidasi dari tirosin atau DOPA menjadi melanin yang juga akan menghambat perubahan DOPA menjadi dopakuinon dalam reaksi produksi melanin. Selain dapat juga mengurangi warna gelap dari melanin yang teroksidase menjadi berwarna lebih terang. Bahan aktif asam askorbat adalah karbon ikatan rangkap dengan 2 gugus hidroksil. Molekul tersebut dapat melepaskan 2 elektron pada radikal bebas sehingga asam askorbat berperan juga sebagai anti oksidan. Karena sifat vitamin C yang sangat tidak stabil dalam larutan berair, maka dibuatlah turunannya yang cukup stabil yaitu dalam

ii

larutan berair, maka dibuatlah turunannya yang cukup stabil yaitu dalam bentuk ester dari garam magnesium askorbil fosfat yang memiliki kestabilan tinggi dalam larutan berair namun efektivitasnya agak berkurang. Efek samping adalah dermatitis kontak iritan.

2.4.3. Niasinamida

Niasinamida atau provitamin B3 yang bekerja dengan cara mengganggu pembentukan tirosinase. Niasinamida bekerja dengan menghambat transfer melanosom dari melanosom dari melanosit ke keratinosit sehingga dapat mengurangi pigmentasi pada kulit manusia. Konsentrasi sebesar 5% dalam suatu sediaan telah terbukti dapat mengurangi daerah bintik hitam akibat hiperpigmentasi pada minggu ke-4 dan ke-8. Produk niasinamida di pasaran dengan konsentrasi 2-5% dipakai dengan tambahan tabir surya dan pelembab. 2.4.4. Tretinoin

Zat ini dipakai dalam obat untuk mengatasi hiperpigmentasi dan melasma karena efek keratolitiknya tetapi juga karena menghambat tirosinase. Dengan konsentrasi 0,05-0,1%, penipisan stratum korneum akan mencerahkan warna kulit karena setiap lapis korneosit mengandung melanin namun menghasilkan efek samping seperti eritema, rasa terbakar dan perih dan dapat berkurang dengan menggunakan pelembab.

2.4.5. Asam Azaleat

Zat ini dapat menghambat aktivitas dan proliferasi melanosit dengan cara menurunkan sintesis DNA dan sintesis tirosinase. Digunakan dalam pengobatan melasma yang berhubungan dengan efek selektif pada melanosit yang hiperaktif yang memulihkannya menjadi normal.

ii 2.4.6. Asam Alfa Hidroksi

Zat ini suatu asam organic berasal dari susu asam, tebu, dan buah-buahan yang bekerja dengan mengurangi kohesi korneosit sehingga lapisan atas stratum korneum mudah terlepas dan mempercepat waktu pulih. Asam alfa hidroksi ini bila terdapat dalam suatu formula krim atau losio maka akan membuat produk tersebut ketika dioleskan ke kulit akan terabsorpsi dengan baik. Hal ini dapat membuat kelembaban air meningkat karena basis dari produk terpenetrasi ke kulit. Sebagai pengobatan untuk pengelupas kulit berkonsentrasi 20-70%, sedangkan sebagai produk kosmetik dengan kadar 8-15%. Efek samping yang mungkin terjadi adalah rasa tertusuk dan iritasi.

2.4.7. Arbutin

Berasal dari B-D-glucopyranosida dari hidrokuinon yang diekstraksi dari tanaman bearberry Arcostaphylos uva-ursi. Arbutin merupakan obat topical yang selektif pada berbagai hiperpigmentasi pada kulit yang ditandai dengan hiperaktivitas fungsi melanosit. Kemampuan dalam mengontrol produksi melanin yaitu berdasarkan penghambatan aktivitas tirosinase dalam mengoksidasi tirosin dan DOPA yang lebih kuat dibanding hidrokuinon, asam kojat, dan vitamin C. dari studi in vitro pada tirosinase jamur merang, arbutin bertindak sebagai penghambat kompetitif tirosinase. Arbutin tidak mempunyai mekanisme toksisitas racun terhadap melanosit dan juga tidak dimetabolisir menjadi hidrokuinon. Terdapat bentuk alfa dan beta, namun bentuk alfa lebih aktif menghambat proses biosintesis melanin daripada beta dan lebih stabil terhadap hidrolisis pada pH 3,5 – 6,5 daripada bentuk beta.

2.4.8. Ekstrak licorice (akar manis)

Ekstrak licorice merupakan suatu ekstrak dari umbi spesies Gycirrhiza

glabra dan Lico chalcone dengan komponen aktif yaitu glabirin. Terdiri atas dua

macam yaitu Licorice PT (yang mengandung inhibitor tirosinase) dan Licorice PU (yang mengandung absorber UVA dan UVB). Mekanisme kerjanya dengan menghambat aktivitas tirosinase dan dopakrom tautomerase. Jika diberikan tiga

ii

kali sehari selama 4 minggu dengan konsentrasi 0,1% dapat memutihkan kulit secara bermakna. Efek samping yang mungkin terjadi adalah dermatitis kontak alergi atau iritan.

2.4.9. Ekstrak Chamomile

Ekstrak chamomile berasal dari ekstrak tumbuhan Chamomilla reculita yang bekerja dengan menghambat induksi melanogenesis oleh ultraviolet matahari dengan mekanisme endothelin antagonis.

2.4.10. Ekstrak teh hijau (Avanti, 2002)

Merupakan ekstrak dari Theae sinensis yang bekerja dengan cara menghambat pelepasan melanosom dari melanosit ke keratinosit, juga mengurangi aktivitas tirosinase. Ekstrak daun teh hijau merupakan kandidat bahan pencerah kulit yang potensial. Dari penelitian diketahui the hijau mempunyai daya hambat tirosinase yang kuat dan beberapa studi juga telah membuktikan bahwa the hijau mempunyai efek antiinflamasi dan anti karsinogenik yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai gangguan kulit. Senyawa aktif utama teh hijau yang bertanggung jawab terhadap aktifitas ini adalah (-)-epigallocatechin-3-O-gallate (EGCG). EGCG telah diketahui menghambat tirosinase secara kompetitif hal tersebut diduga disebabkan oleh adanya kemiripan struktur EGCG dengan substrat L=tirosin, sehingga keduanya saling berkompetisi untuk menempati sisi aktif enzim. EGCG mempunyai daya hambat sepuluh kali lebih kecil dibandingkan kojic acid dalam konsentrasi molar yang sama.

ii BAB 3 PEMBAHASAN

Warna kulit normal terutama ditentukan oleh jumlah dan sebaran pigmen melanin yang dihasilkan oleh melanosom pada melanosit. Melanin merupakan factor utama yang mempengaruhi warna kulit seseorang. Jumlah dan jenis pigmen melanin pada seseorang dapat dipengaruhi oleh factor-faktor seperti genetika, ras, usia, dan paparan sinar UV. Penggunaan pencerah kulit untuk memperoleh kulit yang cerah adalah bertujuan untuk melawan hiperpigmentasi. Sebaiknya produk pemutih juga tidak menimbulkan fotosensitivitas. Penggunaan produk yang tidak sesuai dapat menyebabkan reaksi alergi, iritasi, atau inflamasi berupa respon rasa sakit, gatal, dan terbakar.

Pada umumnya kosmetika pencerah kulit dapat dibagi menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung, kosmetika pencerah secara langsung mengandung zat aktif yang bekerja dengan mengontrol produksi melanin atau dengan suatu proses depigmentasi secara langsung dengan menghambat produksi melanin dalam melanosit, mengurangi jumlah melanin yang sudah terbentuk dalam melanosit, merangsang ekskresi melanin yang sudah terbentuk dalam melanosit, merangsang ekskresi melanin dalam epidermis, dan menghambat enzim tirosinase. Sedangkan pencerahan kulit secara tidak langsung yaitu dengan menghambat sinar UV, misalnya zat TiO2, UV absorber yaitu Octylmethoxycinnamate.

Pada mekanisme pencerahan kulit dengan penghambatan enzim tirosinase oleh inhibitornya, dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu, Suppressive type, yaitu dengan mengkhelat logam tembaga (Cu) yang terdapat pada enzim tyrosinase sehingga reaksi pigmentasi tidak terjadi, contohnya adalah asam kojat. Mekanisme yang kedua adalah non-suppressive type yaitu dengan menhinhibisi sintesis enzim tirosinase, contohnya adalah ekstrak licorice, mekanisme lainnya adalah sebagai substrat pengganti contohnya adalah hidrokuinon dan arbutin

ii

Masyarakat asia khususnya di Indonesia lebih menyukai warna kulit yang putih sehingga pemakaian zat pemutih/pencerah kulit yang diresepkan dokter maupun yang dijual bebas cukup marak, bahkan dipasaran masih dapat dijumpai kosmetika yang masih mengandung zat pemutih kulit berbahaya seperti merkuri dan hidrokuinon yang penggunaanya sudah dilarang di Indonesia. Merkuri adalah zat yang digunakan sebagai skin bleaching, beberapa penelitian melaporkan adanya kerusakan ginjal pada wanita yang menggunakan merkuri dalam waktu lama. Selain zat yang dilarang penggunaannya adalah hidroquinon, hydroquinone menghambat enzim tirosinase sehingga menekan pembentukan melanin, pemakaian hidrokuinon dapat memberikan efek samping berupa okronosis dan pigmentasi pada mata, okronosis tampak sebagai macula biru hitam pada lokasi pemakaian hidrokuinon.

ii BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Beberapa jenis zat pemutih kulit yang sering digunakan dalam kosmetik diantaranya adalah asam kojat, vitamin C dan turunannya, provitamin B3, tretinoin, asam azalea, asam alfa hdroksi, arbutin, ekstrak licorice, ekstrak chamomile, dan ekstrak teh hijau. Mekanisme kerja dari zat-zat tersebut adalah dengan menghambat/menganggu pembentukan tirosinase.

4.2. Saran

Beberapa zat pemutih kulit mempunyai efek dapat mengiritasi kulit oleh Karen itu sebaiknya perlu dilakukan uji iritan produk yang kosmetik yang mengandung zat pemutih tersebut, agar aman digunakan.

ii

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 78-85)

Dokumen terkait