• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT RISTRA INDOLAB

Jl. LANBOW KP LIO BARU DS SANJA KEC CITEUREUP

KAB BOGOR JAWA BARAT

PERIODE 9 APRIL – 4 MEI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

VIVID MARETHA, S. Farm

1106124712

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI

(2)
(3)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT RISTRA INDOLAB

Jl. LANBOW KP LIO BARU DS SANJA KEC CITEUREUP KAB BOGOR JAWA BARAT

PERIODE 9 APRIL – 4 MEI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

VIVID MARETHA, S. Farm 1106124712

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK JUNI 2012

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dan menyusun laporan ini tepat waktu. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih dan rasa hormat kepada:

1. Ibu dr. Retno I. S. Tranggono, SpKK. Cosmeto-Dermatologist, selaku Presiden Direktur PT. Ristra Indolab.

2. Badaruzzaman, S.T selaku pembimbing di PT. Ristra Indolab yang telah meluangkan waktu untuk membimbing kami selama praktek kerja di PT. Ristra Indolab.

3. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt dan Sutriyo, M.Si., Apt yang telah bersedia meluangkan waku dan tenaga untuk membimbing kami dalam menyusun laporan ini.

4. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. 5. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Departemen

Farmasi, FMIPA UI.

6. Seluruh manajer dan staf di PT Ristra Indolab atas pengarahan, keramahan, dan kesediaan untuk membimbing selama praktek kerja profesi dan penyusunan laporan ini.

7. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Departemen Farmasi, FMIPA UI.

8. Seluruh rekan seperjuangan Apoteker UI angkatan LXXIV yang telah banyak membantu sehingga terwujudnya laporan ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tidak ada yang penulis

(6)

pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM ... 3

2.1. Kosmetik ... 3

2.2. Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) ... 6

2.3. Notifikasi Kosmetik ... 23

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ... 27

3.1. Sejarah Singkat PT. Ristra Indolab ... 27

3.2. Visi dan Misi Ristra Indolab ... 29

3.3. Lokasi Pabrik dan Fasilitas PT. Ristra Indolab... 29

3.4. Struktur Organisasi... 30

3.5. Kegiatan Departemen ... 30

BAB 4 PEMBAHASAN ... 36

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1. Kesimpulan ... 43

5.2. Saran ... 43

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Ristra Indolab ... 45

Lampiran 2. Struktur Organisasi Research&Development Department ... 46

Lampiran 3. Struktur Organisasi Quality Control Department (QC) ... 47

Lampiran 4. Alur Kerja Departemen QC ... 48

Lampiran 5. Alur kerja Departemen PPIC ... 49

Lampiran 6. Alur proses Penerimaan dan Penyimpanan Packaging Material 50 Lampiran 7. Struktur Organisasi Departemen Produksi ... 51

Lampiran 8. Alur kerja Departemen Produksi ... 52

Lampiran 9. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Ristra Indolab... 53

Lampiran 10. Pengolahan Air... 54

Lampiran 11. Label Penandaan Diterima dan Ditolak... 55

(9)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kosmetik merupakan suatu produk yang pada saat ini sudah sangat dibutuhkan oleh masyarakat, dan perkembangan industri kosmetik saat ini tidak lagi dimonopoli oleh kaum wanita saja, pria pun semakin peduli terhadap penampilannya. Oleh karena itu, industri kosmetik saat ini semakin bersaing dalam memenuhi permintaan pasar dalam hal kualitas, inovasi, dan harga produknya. Untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat merugikan kesehatan, maka perlu dicegah beredarnya kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan, langkah utama untuk hal tersebut adalah penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) pada seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional.

Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi pesyaratan mutu yang ditetapkan. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik Indonesia dalam era pasar bebas.

Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu. Produsen kosmetik yang telah menerapkan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik, akan diberikan sertifikat sesuai dengan bentuk sediaan yang dibuat.

Apoteker dalam industri kosmetik berperan penting dalam pelaksanaan CPKB, hal inilah yang mendasari adanya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)

(10)

di industri kosmetik agar mahasiswa dapat melihat dan terlibat secara langsung dalam kegiatan di suatu industri kosmetik. PT. Ristra Indolab merupakan salah satu industri kosmetik lokal di Indonesia yang telah memproduksi banyak kosmetik dengan merek dagang Trustee, Ristra, dan Platinum, selain itu juga membuatkan produk milik perusahaan lain dalam bentuk contract manufacturing. Dengan melakukan praktek kerja di PT. Ristra Indolab, maka calon apoteker dapat mengetahui bagaimana suatu kosmetik dikembangkan, diproduksi, dan pada akhirnya dipasarkan.

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktek kerja profesi apoteker di PT. Ristra Indolab adalah untuk mengetahui penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), mengetahui dan memahami gambaran umum kegiatan di PT. Ristra Indolab, serta mengetahui dan memahami peran dan fungsi apoteker di Industri Kosmetik.

(11)

BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1. Kosmetik

2.1.1. Sejarah Kosmetik

Kosmetik berasal dari bahasa yunani “kosmeticos” yang memiliki arti keterampilan menghias dan mengatur. Sejak jaman dulu ilmu kedokteran sudah sangat berperan dalam dunia kosmetik dan kosmetodologi. Data hasil pendidikan antropologi, arkeologi dan etnologi di Mesir dan India membuktikan pemakaian ramuan seperti bahan pengawet mayat dan salep-salep aromatik, yang dapat dianggap sebagai bentuk awal kosmetik yang kita kenal sekarang ini. Penemuan tersebut menunjukkan telah berkembang keahlian khusus di bidang kosmetik.

Hippocrates (460-370 SM) dan kawan-kawan berperan penting pada awal perkembangan kosmetik modern melalui dasar-dasar dermatologi, diet, dan olahraga sebagai sarana yang baik untuk kesehatan dan kecantikan. Cornelius Celsus, Dioscorides, Galen adalah ahli-ahli ilmu pengetahuan yang memajukan ilmu kesehatan gigi, bedah plastik, dermatologi, kimia, dan fisika.

Pada zaman Renaisans (1300-1600), banyak universitas didirikan di Inggris, Eropa Utara, Eropa Barat, dan Eropa Timur. Karena ilmu kedokteran bertambah luas, maka kosmetik dan kosmetologi dipisahkan dari ilmu kedokteran. Kemudian dikenal dengan ilmu kosmetik untuk merias dan kosmetik yang dipakai untuk pengobatan kelainan patologi kulit. Pada tahun 1700-1900 pembagian tersebut dipertegas lagi dengan cosmetic treatment yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan laiinnya, misalnya dermatologi, farmakologi, kesehatan gigi, opthalmologi, diet, dan sebagainya. Di sini mulai diletakkan konsep kosmetologi yang kemudian dikembangkan di Perancis, Jerman, Belanda, dan Italia

Dari mulai abad ke 19, kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu kosmetik tidak hanya untuk kencantikan saja, melainkan juga untuk kesehatan, Perkembangan ilmu kosmetik serta industri secara besar-besaran baru dimaulai pada abad ke-20 (Wall, Jellinek, 1970). Kosmetik menjadi sebuah alat usaha, Bahkan sekarang dengan kemajuan teknologi, kosmetik menjadi sebuah

(12)

perpaduan antara kosmetik dan obat (Pharmaceutical), atau yang sering desebut kosmetik medis (cosmeticals).

Sejak 40 tahun terakhir, industri kosmetik semakin meningkat, industri kimia memberi banyak bahan dasar dan bahan aktif kosmetik, Kualitas dan kuantitas bahan biologis untuk digunakan pada kulit terus meningkat, Banyak para dokter yang terjun langsung dan meningkatkan perhatian terhadap ilmu kecantikan kulit (cosmetodermatology), serta membangun kerja sama yang saling menguntungkan dengan para ahli kosmetik dan ahli kecanikan, misalnya dalam hal pengetesan bahan baku atau bahan jadi dan penyusunan formula berdasarkan konsepsi dermatologi atau kesehatan.

Di Indonesia, sekitar tahun 1970-an, kosmetologi dalam lingkungan dermatologi baru secara resmi dikembangkan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yaitu dengan didirikanya sub-bagian bedah kulit dan kosmetik pada bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin, yang sekarang menjadi ilmu kesehatan kulit dan kelamin FKUI-RSCM, oleh Dr Retno I.S Tranggono dengan persetujuan Kepala bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI waktu itu yaitu (almarhum) Prof Dr M Djoewari, padahal negara-negara maju kosmetologi sudah lama dikenal, misalnya di Amerika, kosmetologi telah dikenal sejak tahun 1936.

Pada tahun 1970, masih banyak dokter yang menentang pendirian sub bagian bedah kulit dan kosmetik karena hal tersebut adalah permasalahan yang masih dianggap sebagai urusan para ahli kosmetik dan beautician saja, namun karena banyak kalangan masyarakat memakai kosmetik yang tidak aman, sehingga memberikan dampak negatif bagi kulit mereka, seperti alergi, tumbuh jerawat, kanker kulit dan sebagainya, akhirnya para dokter mengakui pentingnya pendalaman gabungan ilmu pengetahuan mengenai ilmu kosmetologi dan dermatologi (kosmeto-dermatologi), juga pentingnya pendirian sub bagian bedah kulit dan kosmetik (sub-bagian kosmeto-dermatologi) seperti di FKUI.

Penelitian yang dilakukan Dr Retno I. S. Tranggono mengenai ilmu kecantikan yang dibawa oleh para ahli kecantikan Eropa/Belanda ke Indonesia semasa penjajahan belanda adalah mengenai pengenalan kosmetik yang kandungan minyaknya banyak, sehingga menjadikan kulit lengket, Kosmetik ini biasanya hanya dipakai di lingkungan yang kering dan dingin, artinya jenis

(13)

kosmetik ini tidak sesuai bila digunakan pada kulit masyarakat indonesia yang cenderung beriklim tropis dan lembab, Melalui kerja sama dengan beberapa lembaga pendidikan ilmu pengetahuan dan pendidikan masyarakat, seperti perguruan tinggi, departemen kesehatan, dan lembaga konsumen, sub-bagian Kosmeto-dermatologi FKUI mengembangkan kosmeto-dermatologi ke seluruh indonesia, bahkan ke kalangan internasional melalui forum ilmiah (konggres, seminar, dan work shop) dengan para ilmuwan kosmeto-dermatologi di dunia.

2.1.2. Definisi dan Penggolongan Kosmetik

Menurut PERMENKES RI, kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13 kelompok:

1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dan lain-lain. 2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, dan lain-lain.

3. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow, dan lain-lain.

4. Preparat untuk wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dan lain-lain.

5. Preparat pewarna untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dan lain-lain.

6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dan lain-lain.

7. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstick, dan lainlain. 8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, dan lain-lain. 9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dan lain-lain. 10. Preparat kuku, misalnya cat kuku, dan lain-lain.

11. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelindung, dan lain-lain. 12. Preparat cukur, misalnya sabun cukur, dan lain-lain.

13. Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation, dan lain-lain.

(14)

Penggolongan kosmetik menurut kegunaannya bagi kulit:

1. Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics), untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Kosmetik yang termasuk didalamnya adalah untuk membersihkan kulit, untuk melembabkan kulit, pelindung kulit, dan untuk menipiskan atau mengampelas kulit.

2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up), untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri.

2.2. Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB)

Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik merupakan salah satu penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan keamanan. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan system jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia international terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dengan negara lain baik di pasar dalam negeri maupun di pasar luar negeri dalam pembuatan kosmetik pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi, dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan, dan personalia yang menangani.

2.2.1. Personalia

Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya.

2.2.1.1. Organisasi, Kualifikasi, dan Tanggung Jawab

Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan

(15)

tanggungjawab satu sama lain. Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Ia harus mempunyai kewenangan dan tanggungjawab dalam manajemen produksi yang meliputi semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi dan pencatatan. Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia harus diberi kewenangan penuh dan tanggungjawab dalam semua tugas pengawasan mutu meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai prosedur dan kondisi yang telah ditetapkan.

2.2.1.2. Pelatihan

Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan harus dilatih dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB). Perhatian khusus harus diberikan untuk melatih personil yang bekerja dengan material berbahaya. Pelatihan CPKB harus dilakukan secara berkelanjutan. Catatan hasil pelatihan harus dipelihara dan keefektifannya harus dievaluasi secara periodik.

2.2.2. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun, dan dipelihara sesuai kaidah.

1. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan sekitar dan hama.

2. Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pmbersihan dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko campur baur.

(16)

dapat digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur.

4. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi.

5. Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain: a. Penerimaan material

b. Pengambilan contoh material

c. Penyimpanan barang datang dan karantina d. Gudang bahan awal

e. Penimbangan dan penyerahan f. Pengolahan

g. Penyimpanan produk ruahan h. Pengemasan

i. Karantina sebelum produk dinyatakan lulus j. Gudang produk jadi

k. Tempat bongkar muat l. Laboratorium

m. Tempat pencucian peralatan

6. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan dan disanitasi.

7. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi.

8. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk.

9. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan.

10. Pipa, fittting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area pengolahan.

(17)

11. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi.

12. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan rapi

a. Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan antara kelompok material dan produk yang dikarantina. Area khusus dan terpisah hendaklah tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan bahan yang mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan yang ditolak atau ditarik serta produk kembalian.

b. Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus dimana suhu dan kelembabannya dapat dikendalikan serta terjamin keamanannya. c. Penyimpanan bahan pengemas / barang cetakan hendaklah ditata

sedemikian rupa sehingga masing-masing tabet yang berbeda, demikian pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah untuk mencegah terjadinya campur baur.

2.2.3. Peralatan

Peralatan harus didisain dan ditempatkan sesuai dengan produk yang dibuat

2.2.3.1. Rancang Bangun

1. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak boleh bereaksi atau menyerap bahan.

2. Peralatan tidak boleh menimbutkan akibat yang merugikan terhadap produk misalnya melalui tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau adaptasi yang tidak salah/tidak tepat.

3. Peralatan harus mudah dibersihkan.

4. Peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus kedap terhadap ledakan.

(18)

2.2.3.2. Pemasangan dan Penempatan

1. Peralatan/mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan harus diberi penandaan yang jelas untuk menjamin tidak terjadi campur baur antar produk.

2. Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung. Saluran ini hendaknya diberi label atau tanda yang jelas sehingga mudah dikenali.

3. Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu udara, air (air minum, air murni, air suling), uap, udara bertekanan dan gas harus berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya dan dapat diidentifikasi.

2.2.3.3. Pemeliharaan

1. Peralatan untuk menimbang mengukur, menguji dan mencatat harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Semua catatan pemeliharaan dan kalibrasi harus disimpan.

2. Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya ditulis secara rinci dan jelas diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dengan jelas.

2.2.4. Sanitasi dan Higiene

Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah..Pelaksanaan sanitasi dan hygiene hendaknya mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta bahan awal.

2.2.4.1. Personalia

1. Personalia harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur untuk semua personil bagian produksi yang terkait dengan proses pembuatan.

(19)

2. Semua personil harus melaksanakan higiene perorangan.

3. Setiap personil yang pada suatu ketika mengidap penyakit atau menderita luka terbuka atau yang dapat merugikan kualitas tidak diperkenankan menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan dalam proses dan produk jadi.

4. Setiap personil diperintahkan untuk melaporkan setiap keadaan (sarana, peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk, kepada penyelia.. Hindari bersentuhan langsung dengan bahan atau produk yang diproses untuk mencegah terjadinya kontaminasi.

5. Personil harus mengenakan pakaian kerja, tutup kepala serta menggunakan alat pelindung sesuai dengan tugasnya.

6. Merokok, makan-minum, mengunyah atau menyimpan makanan, minuman, rokok atau barang lain yang mungkin dapat mengkontaminasi, hanya boleh di daerah tertentu dan dilarang di area produksi, laboratorium, gudang atau area lain yang mungkin dapat merugikan mutu produk.

7. Semua personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus melaksanakan higiene perorangan termasuk mengenakan pakaian kerja yang memadai.

2.2.4.2. Bangunan

1. Hendaklah tersedia wastafel dan toilet dengan ventilasi yang baik yang terpisah dari area produksi.

2. Hendaklah tersedia locker di lokasi yang tepat untuk tempat ganti pakaian dan menyimpan pakaian serta barang-barang lain milik karyawan.

3. Sampah di ruang produksi secara teratur ditampung di tempat sampah untuk selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan sampah di luar area produlsi.

(20)

4. Bahan sanitasi, rodentisida, insektisida dan fumigasi tidak boleh mengkontaminasi peralatan, bahan baku / pengemas, bahan yang masih dalam proses dan produk jadi.

2.2.4.3. Peralatan dan Perlengkapan

1. Peralatan / perlengkapan harus dijaga dalam keadaan bersih.

2. Pembersihan dengan cara basah atau vakum lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaknya digunakan dengan hati-hati dan sedapat mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk.

3. Prosedur Tetap Pembersihan dan Sanitasi mesin-mesin hendaknya diikuti dengan konsisten.

2.2.5. Produksi 2.2.5.1. Air

1. Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap.

2. Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas air minum. Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobilologi harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi.

3. Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun pendistribusian harus dipelihara dengan baik.

4. Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran.

(21)

2.2.5.2. Verifikasi Material (Bahan)

1. Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya.

2. Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan lulus sebelum digunakan.

3. Bahan awal harus diberi label yang jelas.

4. Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.

2.2.5.3. Pencatatan Bahan

1. Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor batch dan jumlah.

2. Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya.

2.2.5.4. Material Ditolak (Reject)

Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap.

2.2.5.5. Sistem Pemberian Nomor Bets

1. Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan penelusuran kembali riwayat produk.

2. Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk produk yang sama untuk menghindari kebingungan/kekacauan. 3. Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah

dan bungkus luar.

(22)

2.2.5.6. Penimbangan dan Pengukuran

1. Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi.

2. Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda.

2.2.5.7. Prosedur dan Pengolahan

1. Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang ditetapkan. 2. Semua prosedur pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap

tertulis.

3. Semua pengawasan selama proses yang diwajibkan harus dilaksanakan dan dicatat.

4. Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus oleh Bagian Pengawasan Mutu.

5. Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada kemungkinan terjadinya kontaminasi silang pada semua tahap proses produksi. 6. Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap kegiatan

pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan suhu, tekanan, waktu dan kelembaban.

7. Hasil akhir proses produksi harus dicatat.

2.2.5.8. Produk Kering

Penanganan bahan dan produk kering memerlukan perhatian khusus dan bila perlu dilengkapi dengan sistem pengendali debu, atau sistem hampa udara sentral atau cara lain yang sesuai.

2.2.5.9. Produk Basah

1. Cairan, krim, dan lotion harus diproduksi sedemikian rupa untuk mencegah dari kontaminasi mikroba dan kontaminasi lainnya.

2. Penggunaan sistem produksi dan transfer secara tertutup sangat dianjurkan.

(23)

3. Bila digunakan sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk ruahan harus dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah di bersihkan.

2.2.5.10. Produk Aerosol

1. Pembuatan aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena sifat alami dari bentuk sediaan ini.

2. Pembuatan harus dilakukan dalam ruang khusus yang dapat menjamin terhindarnya ledakan atau kebakaran.

2.2.5.11. Pelabelan dan Pengemasan

1. Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan harus bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari kegiatan pengemasan sebelumnya harus dipindahkan.

2. Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus diambil contoh secara acak dan diperiksa.

3. Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas untuk mencegah campur baur.

4. Sisa label dan bahan pengemas harus dikembalikan ke gudang dan dicatat. Bahan pengemas yang ditolak harus dicatat dan diproses lebih lanjut sesuai dengan Prosedur Tetap.

2.2.5.12. Produk Jadi, Karantina, dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi

Semua produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah dinyatakan lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang produk jadi. Selanjutnya produk dapat didistribusikan

2.2.6. Pengawasan Mutu 2.2.6.1. Pendahuluan

Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena memberi jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan.

(24)

produk dibuat dari bahan yang benar, mutu dan jumlah yang sesuai, serta kondisi pembuatan yang tepat sesuai Prosedur Tetap.

2. Pengawasan mutu meliputi

a. Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan dan pengujian terhadap bahan awal produk dalam proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai spesifikasi yang ditetapkan.

b. Program pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasi bets, program pemantauan contoh pertinggal, pemantauan mutu produk di peredaran, penelitian stabilitas dan menetapkan spesifikasi bahan awal dan produk jadi agar senantiasa memenuhi standar yang ditetapkan. 3. Pengambilan contoh hendaklah dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan diberi

kewenangan untuk tugas tersebut, guna menjamin contoh yang diambil senantiasa sesuai dengan indentitas dan kualitas bets yang diterima

2.2.6.2. Pengolahan Ulang

1. Metoda pengolahan ulang hendaklah senantiasa dievaluasi untuk menjamin agar pengolahan ulang tidak mempengaruhi mutu produk. 2. Pengujian tambahan hendaklah dilakukan terhadap produk jadi hasil

pengolahan ulang.

2.2.6.3. Produk Kembalian

1. Produk kembalian hendaklah diidentifikasi dan disimpan terpisah di tempat yang dialokasikan untuk itu atau diberi pembatas yang dapat dipindah-pindah misalnya pembatas dari bahan pita, rantai atau tali. 2. Semua produk kembalian hendaklah diuji kembali apabila perlu,

disamping evaluasi fisik sebelum diluluskan untuk diedarkan kembali. 3. Produk kembalian yang tidak memenuhi syarat spesifikasi hendaklah

ditolak.

4. Produk yang ditolak hendaklah dimusnahkan sesuai Prosedur Tetap. 5. Catatan produk kembalian hendaklah dipelihara.

(25)

2.2.7. Dokumentasi

Sistem dokumentasi hendaknya meliputi riwayat setiap bets, mulai dari bahan awal sampai produk jadi. Sistem ini hendaknya merekam aktivitas yang dilakukan, meliputi pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi dan hal-hal spesifik lain yang terkait dengan CPKB.

1. Hendaknya ada sistem untuk mencegah digunakannya dokumen yang sudah tidak berlaku.

2. Bila terjadi atau ditemukan suatu kekeliruan dalam dokumen hendaknya dilakukan pembetulan sedemikian rupa sehingga naskah aslinya harus tetap terdokumentasi.

3. Bila dokumen merupakan instruksi, hendaknya ditulis langkah demi langkah dalam bentuk kalimat perintah.

4. Dokumen hendaklah diberi tanggal dan disahkan.

5. Salinan dokumen hendaklah diberikan kepada pihak-pihak yang terkait dan pendistribusiannya dicatat.

6. Semua dokumen hendaknya direvisi dan diperbaharui secara berkala, dokumen yang sudah tidak berlaku segera ditarik kembali dari pihak-pihak terkait untuk diamankan.

2.2.7.1. Spesifikasi

Semua spesifikasi harus disetujui dan disahkan oleh personil yang berwenang.

1. Spesifikasi bahan baku dan bahan pengemas meliputi: a. Nama bahan

b. Uraian (deskripsi) dari bahan c. Parameter uji dan batas penerimaan d. Gambar teknis, bila diperlukan

e. Perhatian khusus, misalnya kondisi penyimpanan dan keamanan, bila perlu 2. Spesifikasi produk rahan dan produk jadi meliputi:

a. Nama produk b. Uraian

(26)

d. Pengujian kimia dan atau mikrobiologi serta batas penerimaannya, bila perlu

e. Kondisi penyimpanan dan peringatan keamanan, bila perlu

2.2.7.2. Dokumen Produksi

Dokumen produksi meliputi 1. Dokumen Induk

Dokumen induk harus tersedia setip diperlukan. Dokumen ini berisi informasi: a. Nama produk dan kode/nomor produk

b. Bahan pengemas yang diperlukan dan kondisi penyimpanannya c. Daftar bahan baku yang digunakan

d. Daftar peralatan yang digunakan

e. Pengawasan selama pengolahan dengan batasan-batasan dalam pengolahan dan pengemasan, bila perlu

2. Catatan Pembuatan Bets

a. Catatan pembuatan bets hendaklah disiapkan untuk setiap bets produk b. Dokumen ini berisi informasi mengenai:

1) Nama produk 2) Formula per bets

3) Proses pembuatan secara ringkas 4) Nomor bets atau kode produksi

5) Tanggal mulai dan selesainya pengolahan dan pengemasan 6) Identitas peralatan utama, lini atau lokasi yang digunakan

7) Catatan pembersihan peralatan yang digunakan untuk pemrosesan 8) Pengawasan selama pargolahan dan hasil uji laboratorium, seperti

misalnya catatan pH dan suhu saat diuji 9) Catatan inspeksi pada lini pengemasan

10) Pengambilan contoh yang dilakukan setiap tahap proses pembuatan 11) Setiap investigasi terhadap kegagalan tertentu atau ketidaksesuian 12) Hasil pemeriksaan terhadap produk yang sudah dikemas dan diberi

(27)

3. Catatan Pengawasan Mutu

Catatan setiap pengujian, hasil uji dan pelulusan atau penolakan bahan, produk antara, produk ruahan dan produk jadi harus disimpan. Catatan yang dimaksudkan meliputi:

1) Tanggal pengujian 2) Identifikasi bahan 3) Nama pemasok 4) Tangal penerimaan

5) Nomor bets asli dari bahan baku bila ada 6) Nomor bets produk yang sedang dibuat 7) Nomor pemeriksaan mutu

8) Jumlah yang diterima 9) Tanggal sampling 10) Hasil pemeriksaan mutu

2.2.8. Audit Internal

Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu. Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajem untuk keperluan ini. Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluas sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat pada saat selesainya tiap kegiatan Audit Internal dan didokumentasikan dengan baik.

2.2.9. Penyimpanan 2.2.9.1. Area Penyimpanan

1. Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan yang memadai dari berbagai kategori baik bahan maupun produk, seperti bahan awal, produk antara, ruahan dan produk jadi, produk yang dikarantina, dan produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran.

(28)

2. Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan dirawat dengan baik. Bila diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu dan kelembaban) hendaknya disediakan, diperiksa dan dipantau fungsinya.

3. Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi material dan produk dari pengaruh cuaca. Area penerimaan hendaknya dirancang dan diberi peralatan untuk memungkinkan barang yang datang dapat dibersihkan apabila diperlukan sebelum disimpan.

4. Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara jelas.

5. Bahan berbahaya hendaknya disimpan secara aman.

2.2.9.2. Penanganan dan Pengawasan Persediaan 1. Penerimaan Produk

a. Pada saat penerimaan, barang dokumen hendaknya diperiksa dan dilakukan verifikasi fisik dengan bantuan keterangan pada label yang meliputi tipe barang dan jumlahnya.

b. Barang kiriman harus diperiksa dengan teliti terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan dan atau cacat. Hendaknya ada Catatan Pertinggal untuk setiap penerimaan barang.

2. Pengawasan

a. Catatan-catatan harus dipelihara meliputi semua catatan penerimaan dan catatan pengeluaran produk

b. Pengawasan hendaknya meliputi pengamatan prinsip rotasi barang (FlFO)

c. Semua label dan wadah produk tidak boleh diubah, dirusak atau diganti.

(29)

2.2.10. Kontrak Produksi dan Pengujian

Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas dijabarkan, disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah dalam penafsiran di kemudian hari, yang dapat berakibat tidak memuaskannya mutu produk atau pekerjaan. Guna mencapai mutu-produk yang memenuhi standard yang disepakati, hendaknya semua aspek pekerjaan yang dikontrakkan ditetapkan secara rinci pada dokumen kontrak. Hendaknya ada perjanjian tertulis antara pihak yang memberi kontrak dan pihak penerima kontrak yang menguraikan secara jelas tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak. Dalam hal kontrak pengujian, keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk, tetap merupakan tanggung jawab pemberi kontrak. Pengrima kontrak hanya bertanggungiawab terhadap pelaksanaan pengujian sampai diperoleh hasil pengujian.

2.2.11. Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk 2.2.11.1. Penanganan Keluhan

Pada penganan keluhan hendaknya

1. Hendaknya ditentukan Personil yang bertanggungjawab untuk menangani keluhan dan menentukan upaya pengatasannnya. Bila orang yang ditunjuk berbeda dengan personil yang diberi kewenangan untuk menangani hal tersebut, yang bersangkutan hendaknya diberi arahan untuk waspada terhadap kasus-kasus keluhan, investigasi atau penarikan kembali (recall).

2. Harus ada prosedur tertulis yang menerangkan tindakan yang harus diambil, termasuk perlunya tindakan penarikan kembali (recall), bila kasus keluhan yang terjadi meliputi kerusakan produk.

3. Keluhan rnengenai kerusakan produk hendaknya dicatat secara rinci dan diselidiki.

4. Bila kerusakan produk ditemukan atau diduga terjadi dalam suatu bets, hendaknya dipertimbangkan kemungkinan terjadinya kasus serupa pada bets lain. Khususnya bets lain yang mungkin mengandung produk proses ulang dari bets yang bermasalah hendaknya diselidiki.

(30)

5. Setelah evaluasi dan penyelidikan atas keluhan, apabila diperlukan dapat dilakukan tindak lanjut yang memadai termasuk kemungkinan penarikan produk.

6. Semua keputusan dan upaya yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari keluhan hendaknya dicatat dah dirujuk kepada catatan bets yang bersangkutan. 7. Catatan keluhan hendaknya ditinjau secara periodik untuk menemukan

masalah spesifik atau masalah yang berulang yang memerlukan perhatian dan mungkin menjadi dasar pembenaran bagi penarikan produk di peredaran. 8. Apabila terjadi kegagalan produk dan kerusakan produk yang menjurus

kepada terganggunya keamanan produk, Instansi yang berwenang hendaknya diberitahu.

2.2.11.2. Penarikan Produk

Hendaknya dibuat sistem penarikan kembali dari peredaran terhadap produk yang diketahui atau diduga bermasalah.

1. Hendaknya ditunjuk Personil yang bertanggungjawab atas pelaksanaan dan koordinasi penarikan kembali produk termasuk personil lain dalam jumlah yang cukup.

2. Harus disusun Prosedur Tetap penarikan kembali produk yang secara periodic ditinjau kembali. Pelaksanaan penarikan kembali hendaknya dapat dilakukan cepat dan efektif.

3. Catatan pendistribusian primer hendaknya segera diterirna oleh orang yang bertanggungjawab untuk melakukan penarikan kembali produk, dan catatan tersebut harus memuat informasi yang cukup tentang distributor.

4. Perkembangan proses penarikan kembali produk hendaknya dicatat dan dibuat laporan akhir, meliputi rekonsiliasi jumlah produk yang dikirim dan ditemukan kembali.

5. Keefektifan pengaturan penarikan kembali produk hendaknya dievaluasi dari waktu ke waktu.

6. Hendaklah dibuat instruksi tertulis yang menjamin bahwa produk yang ditarik kembali disimpan dengan baik pada daerah yang terpisah sambil menanti keputusan selanjutnya.

(31)

2.3. Notifikasi Kosmetik

Notifikasi Kosmetika diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.11.03724 Tahun 2011.

Setiap kosmetik yang beredar wajib memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kosmetik hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar. Izin Edar merupakan bentuk persetujuan pendaftaran kosmetik dalam bentuk notifikasi yang diberikan oleh Kepala Badan untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Notifikasi dilakukan sebelum kosmetik beredar oleh pemohon kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Berdasarkan PERMENKES tahun 2010, pemohon yang harus mengejukan notifikasi terdiri atas:

a. industri kosmetik yang berada di wilayah Indonesia yang telah memiliki izin produksi;

b. importir kosmetik yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API) dan surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal; dan/atau

c. usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetik yang telah memiliki izin produksi.

Kosmetik yang dinotifikasi harus dibuat dengan menerapkan CPKB dan memenuhi persyaratan teknis. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak pengajuan permohonan notifikasi diterima oleh Kepala Badan tidak ada surat penolakan, terhadap kosmetik yang dinotifikasi dianggap disetujui dan dapat beredar di wilayah Indonesia.

Notifikasi menjadi batal atau dapat dibatalkan, apabila:

a. izin produksi kosmetik, izin usaha industri, atau tanda daftar industri sudah tidak berlaku, atau Angka Pengenallmportir (API) sudah tidak berlaku; b. berdasarkan evaluasi, kosmetik yang telah beredar tidak memenuhi

(32)

c. atas permintaan pemohon notifikasi, perjanjian kerjasama antara pemohon dengan perusahaan pemberi lisensi/industri penerima kontrak produksi, atau surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal sudah berakhir dan tidak diperbaharui;

d. kosmetik yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau dokumen yang disampaikan pada saat permohonan notifikasi; atau

e. pemohon. notifikasi tidak memproduksi, atau mengimpor dan mengedarkan kosmetik dalam waktu 6 bulan dari permohonan dianggap disetujui.

Proses notifikasi kosmetik terdiri dari dua tahap, yang pertama adalah Pendaftaran Badan Usaha dan yang kedua Pengisian Template Notifikasi Kosmetika. Untuk pendaftaran badan usaha surat-surat yang diperlukan adalah:

A. Importir

1. Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP) 2. Angka Pengenal Importir (APIT/ APIU)

3. Surat Penunjukkan dari Principal (LoA) dengan menunjukkan masa berlaku

4. GMP untuk produsen dari negara di luar ASEAN atau Surat Pernyataan memenuhi GMP untuk produsen dalam negara ASEAN

5. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) B. Industri Kosmetika

1. Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP) 2. Surat Ijin Produksi

3. CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik) 4. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan)

5. Tanda Daftar Perusahaan

Catatan : Untuk dokumen SIUP, NPWP, Izin produksi di scan dan menunjukkan dokumen asli + copy.

C. Perusahaan Pemberi Kontrak

1. Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP) 2. Surat Ijin Produksi

(33)

4. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan)

5. Perjanjian kerjasama (disahkan oleh notaris) antara 2 pihak 6. Tanda Daftar Perusahaan

D. Perusahaan Penerima Kontrak (Toll Out Import) 1. SIUP perusahaan

2. NPWP perusahaan 3. Tanda Daftar Perusahaan

4. Sertifikat GMP import yang disahkan oleh pejabat berwenang 5. Certificate of Free Sale yang dikeluarkan dan disahkan pejabat terkait 6. Letter of Authorization yang mencantumkan masa berlaku. (...tahun) E. Perusahaan Penerima Kontrak (Toll Out Import) Melalui Distributor

1. Surat Perjanjian Kerjasama (disahkan notaris) antara phak distributor dan perusahaan

2. Surat Perjanjian Kerjasama (disahkan notaris) antara pihak distributor dan principle

3. Angka Pengenal Importir distributor

Berikut merupakan tahapan pendaftaran badan usaha : 1. Mengisi Form pendaftaran badan usaha

2. Upload dokumen administrasi 3. Pemeriksaan data oleh sistem

4. Jika data belum lengkap maka dikembalikan kepada pendaftar untuk melakukan pengisian form ulang, jika data sudah lengkap maka data yang diperlukan untuk login sudah aktif dan dapat digunakan untuk mendaftarkan produk.

Setelah mendapatkan data untuk login maka perusahaan bisa mendaftarkan produk dengan cara:

1. Mengakses Website Notifikasi kosmetik dengan “Username” dan “password” yang telah terdaftar

(34)

3. Akan muncul tampilan template lalu isi template tersebut, kemudian klik “Lanjutkan Proses >>”

4. Isi data produk pada template Notifikasi a. Isi status produk

b. Isi data kemasan produk; kategori dan subkategori produk (dapat dilihat daftarnya pada Lampiran 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika); Kegunaan dan Tampilan Produk.

c. Isi data perusahaan dan upload file CFS dari lembaga berwenang di negara produsen

d. Isi Daftar Bahan Kosmetik tuliskan nama ingredient/bahan dengan format *nama ingredient* pilih ingredient/ bahan yang sesuai nama dan CAS# nya

e. Menyetujui Pernyataan dan klik “ Lanjutkan Proses” untuk notifikasi atau “Simpan Data Sebagai Template” untuk menyimpan data.

5. Setelah Notifikasi kosmetik diproses, akan diterbitkan Surat Perintah Pembayaran secara online. Pendaftar harus memproses pembayaran sesuai SPB dan meyerahkan bukti bayar beserta SPB Gedung B lantai 5, Badan POM RI, Jl. Percetakan Negara No.23, Jakarta untuk diproses lebih lanjut untuk mendapatkan ID produk.

(35)

BAB 3

TINJAUAN KHUSUS

2.1. Sejarah Singkat PT. Ristra Indolab

PT. Ristra Indolab merupakan perusahaan yang bergerak di bidang kosmetik dan kesehatan kulit berdasarkan konsep medis, yang dikembangkan oleh para ahli dengan berbagai disiplin ilmu, di bawah pengawasan dr. Retno I.S. Tranggono, SpKK, seorang cosmeto-dermatologyst. Semakin berkembangnya penggunaan kosmetik mulai dari remaja putri sampai dewasa, menggugah dr. Retno I.S. Tranggono, SpKK untuk menciptakan formula kosmetik yang berkualitas, baik kosmetik tradisional maupun kosmetik modern, serta aman bagi kulit khususnya orang Indonesia maupun bangsa-bangsa lain yang umumnya tinggal di daerah tropis.

PT. Ristra Indolab berdiri pada Februari 1983 dengan nama PT. Dwi Citra Utama, dan pada tahun 1991 berganti nama menjadi PT. Ristra Indolab, yang menghasilkan berbagai macam produk kosmetik dengan merek Ristra Cosmedic (cosmetic medic). Seluruh produk Ristra yang terdiri dari perawatan kulit, perawatan rambut sampai produk dekoratif, dikembangkan oleh para ahli dengan berbagai disiplin ilmu, dibawah pengawasan Retno I.S. Tranggono M.D.

Perusahaan ini diawali dari usaha dr. Retno I.S Tranggono M.D dengan dukungan suaminya seorang psikiater di TNI Angkatan Udara (AU), ia memanfaatkan garasi rumahnya di kompleks AU di jalan Rajawali Selatan dan dibantu oleh seorang staf lulusan Farmasi UGM untuk membuat riset dan mencari obat-obat bagi kulit wajah.

Produk yang siap dipasarkan membutuhkan penelitian dan pengembangan yang intensif dari uji mikrobiologi, uji dermatologi, dan uji keamanan. Seluruh produk tidak bisa diluncurkan sebelum memenuhi standar seperti yang telah ditetapkan Retni I. S. Tranggono M.D. Masyarakat membutuhkan produk kosmetik khusus yang aman digunakan, dan inilah yang mencetus terbentuknya produk kosmetik Ristra.

(36)

Pada tahun 1987 terbentuklah Ristra House atas dasar konsep “The Science and Art of Beauty”, sebagai pusat pelayanan konsumen dan pusat perawatan kulit dan rambut. Sabagai jawaban atas penerimaan yang baik akan keberadaan Ristra House, maka semakin banyak pusat pelayanan yang dibuka. Pada tahun 1989 berdiri tiga Ristra House di Jakarta dan Palembang, serta beberapa Ristra Center di Jakarta, Bandung, dan Palembang.

Sebagai bagian dari perluasan dari divisi pelayanan, PT. Ristra Indolab telah berhasil menciptakan produk dengan merek Trustee, dengan target pada segmentasi remaja atas dasar konsep “The Science of Healthy Skin”. Pada tahun 1987, Trustee pertama kali diluncurkan dan diperkenalkan pada pasar.

Untuk memenuhi kebutuhan kosmetik yang aman dan sesuai standar yang telah ditetapkan maka seluruh produk harus melalui penelitian dan pengembangan yang intensif dari uji mikrobiologi, uji dermatologi, dan uji keamanan. Seluruh Produk Ristra terdiri dari perawatan kulit, perawatan rambut, sampai dengan produk dekoratif. Hingga saat ini sudah banyak jenis produk yang dihasilkan dengan berbagai merk meliputi Ristra, Dermocare, Trustee, dan Platinum.

Untuk memenuhi kebutuhan konsumen terhadap pelayanan kecantikan, PT. Ristra Indolab juga membentuk Ristra House dengan dasar konsep “The Science and Art of Beauty”, sebagai pusat perawatan kulit dan rambut. Selanjutnya tahun 2005 Ristra juga membentuk Insitusi kesehatan dan kecantikan yang dinamakan Ristra Health and Beauty Institute yang menyediakan kursus perawatan kecantikan untuk kulit dan rambut dengan bimbingan dokter-dokter dan ahli kecantikan. Tahun 2004 PT. Ristra Indolab mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000 yang merupakan salah satu pengakuan internasional terhadap persyaratan sistem manajemen mutu dari kinerja perusahaan.

Saat ini PT. Ristra Indolab telah menjadi salah satu perusahaan kosmetik modern yang cukup diakui dan mampu menghasilkan produk-produk kosmetik yang aman dan berkualitas, selain itu dapat memasarkan dengan baik produk-produknya hampir ke seluruh wilayah nusantara bahkan sampai ke negara-negara Asia lainnya.

(37)

2.2. Visi dan Misi PT. Ristra Indolab 2.2.1. Visi

Menjadi perusahaan yang menyediakan produk-produk kosmetika yang aman dan berkualitas dunia yang secara berkesinambungan dan konsisten meningkatkan kualitas kehidupan pelanggan.

2.2.2. Misi

a. Menghasilkan pelayanan yang berkualitas kepada seluruh pelanggan yang berinti pada pembeli akhir.

b. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia sebagai aset utama yang memiliki moral/akhlak, kecerdasan/intelektualitas dan berke-Tuhanan yang tinggi.

c. Bekerja dalam tim dan organisasi yang solid, didukung oleh pemimpin-pemimpin yang berkualitas guna mengakomodasi tujuan perusahaan.

d. Perbaikan dan pembelajaran yang berkesinambungan di segala aspek untuk diamalkan secara tepat dan tepat.

e. Menjadi yang terdepan dalam melayani dan memuaskan pelanggan serta unggul di bidang teknologi kesehatan dan kecantikan kulit.

2.3. Lokasi Pabrik dan Fasilitas PT. Ristra Indolab

PT. Ristra Indolab terletak di jalan Lanbow, Kp Lio Baru, Ds Sanja Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sedangkan kantor pusat terletak di Jl. Bintaro Permai Raya No 29, Bintaro - Jakarta Selatan 12330. Pabrik memiliki luas tanah 8.630 m2, sedangkan luas bangunannya 2400m2, meliputi bangunan kantor dan bangunan pabrik yang terdiri dari bagian pemastian mutu, area proses, gudang, area pengemasan, kantin, area teknik mesin, gudang bahan mudah terbakar, gudang bahan limbah, dan sarana pengolahan limbah.

(38)

2.4. Struktur Organisasi

PT. Ristra Indolab dipimpin oleh seorang Chairman yang membawahi Presiden Direktur. Presiden direktur ini membawahi Direktur Operasional. Direktur operasional ini membawahi 4 divisi, yaitu Product Consumer Division,

Plant, Research and Development, dan Consumer Services Division.

Product Consumer Division merupakan divisi yang mengurus mengenai

penjualan dan marketing. Plant membawahi 4 departemen, yaitu PPIC

Department, Quality Control Department, Production and Engineering Department, dan Warehouse Finish Goods and Distribution Department. Consumer Services Division merupakan divisi yang menangani House of Ristra,

yang merupakan pusat perawatan dan kecantikan mencakup perawatan kulit, perawatan rambut dan kecantikan yang dilakukan oleh ahli perawatan kulit, kecantikan dengan fasilitas konsultasi dokter. Sedangkan Research and

Development merupakan unit yang bertugas untuk melakukan penelitian dan

pengembangan produk Ristra.

2.5. Kegiatan Departemen

2.5.1. Research and Development Department (R&D)

Departemen R&D bertugas melakukan riset produk baru ataupun pengembangan produk yang sudah ada, baik yang berasal dari permintaan marketing maupun permintaan contract manufacturing. Manager R&D membawahi tiga orang formulator (cream/emulsion formulator, liquid/soap/aromatherapy formulator, dan powder/ lipstick/decorative formulator), dan seorang supervisor registrasi, masing-masing formulator membawahi satu orang staf formulasi. Selain itu juga terdapat satu orang staf uji stabilitas, serta seorang staf Research dermatology.

Supervisor Registrasi bertugas untuk melakukan notifikasi pendaftaran produk PT. Ristra Indolab ke BPOM. Formulator bertugas membuat formula untuk produk baru dan juga memperbaiki produk lama yang sudah ada (reformulasi) baik untuk PT. Ristra Indolab maupun untuk contract

manufacturing. Staf laboratorium formulasi bertugas melaksanakan pembuatan

(39)

evaluasi percobaan. Staf uji stabilitas bertugas melakukan uji stabilitas terhadap hasil trial formulator. Staf ahli Research Dermatology bertugas melakukan uji keamanan, uji aplikasi, dan uji efikasi. Uji aplikasi bertujuan untuk mengetahui apakah produk tersebut ketika digunakan di kulit memberikan rasa (sensory feel) yang dapat diterima oleh konsumen. Sedangkan uji efikasi bertujuan untuk mengetahui apakah produk tersebut mempunyai efektivitas sesuai dengan yang diharapkan pada saat desain awal.

2.5.2. Quality Control Department (QC)

Departemen QC bertugas mengendalikan kualitas mutu produk. Departemen ini dipimpin oleh seorang senior supervisor yang di bantu oleh satu orang supervisor laboratorium dan satu orang supervisor proses. Supervisor laboratorium melakukan pengawasan terhadap bahan baku, kemasan, stabilitas produk jadi, retain sample, dan uji mikrobiologi. Supervisor proses melakukan pengawasan terhadap jalanya proses krim, lotion, powder, pengemasan, dan pengiriman barang. Supervisor laboratorium dan supervisor proses masing-masing dibantu oleh tiga orang staf. Quality control melakukan verifikasi saat barang datang, verifikasi pesiapan proses, kestabilan produk, retain sample, produk retur, hingga penanganan complaint product.

2.5.3. PPIC (Production Planning Inventory Control) and General Logistic

Department

PPIC dipimpin oleh seorang manajer dan seorang staf administrasi. PPIC bertugas menyusun rencana produksi berdasarkan permintaan marketing berupa rencana penjualan. Dari permintaan tersebut, PPIC melihat apakah perlu dilakukan proses produksi atau tidak. Jika diperlukan, PPIC memeriksa stok bahan di gudang untuk mengetahui apakah diperlukan pemesanan bahan. Jika perlu dipesan, maka PPIC membuat rencana kebutuhan material yang akan diserahkan kepada bagian purchasing untuk pembelian. Selanjutnya PPIC membuat rencana produksi selama enam bulan yang kemudian dibuat jadwal produksi mingguannya.

(40)

General logistik (Gen-log) merupakan bagian dari PPIC yang berperan dalam penerimaan dan penyimpanan baik bahan baku maupun bahan pengemas. Kegiatan penerimaan dan penyimpanan di mulai staff gudang karantina menerima PM dari supplier, kemudian memeriksa kesesuaian surat jalan dengan MIT (Material In Transit). Jika tidak sesuai maka supervisor gen log melakukan konfirmasi ke purchasing, jika sesuai dengan MIT maka dilakukan perhitungan material di gudang karantina. Jika perhitungan tidak sesuai maka harus dikonfirmasikan kembali ke bagian purchasing, jika sesuai maka laporkan ke supervisor Gen-log untuk disetujui. Selanjutnya data dimasukan oleh bagian administrasi gen log dan staf karantina membuat surat pemeriksaan bahan. Staf karantina menyerahkan sampel packaging ke bagian QC. Setelah diperiksa, bagian gudang menerima bukti hasil pemeriksaan QC bahwa barang release atau

reject, staf karantina menyerahkan lapaoran release dari QC ke masing-masing

bagian (wadah, kemas, labeling) beserta barang. Untuk barang reject tetap di simpan di gudang karantina untuk di kembalikan ke supplier. Bagian administrasi menerima surat hasil pemeriksaan QC dan dibuatkan RR (Receipt Report), yang disetujui oleh staff gudang penerimaan barang dan supervisor gudang, kemudian salinan RR diberikan ke bagian akunting, purchasing, dan disimpan sebagai data. (lampiran 6).

2.5.4. Production and Engineering Department

Bagian produksi dipimpin oleh dua orang senior supervisor produksi, yaitu supervisor produksi krim, lotion, dan powder, serta supervisor pengemasan. Proses produksi dimulai dengan adanya Job Order (JO) yang dikeluarkan oleh PPIC. Kemudian bagian produksi mulai menimbang bahan-bahan yang diperlukan untuk proses produksi. Selama proses produksi berlangsung, pihak QC melakukan pengawasan terhadap setiap langkah produksi mulai dari penimbangan sampai dengan produk jadi. Setelah produk dinyatakan release oleh bagian QC, maka produk tersebut dilanjutkan dengan proses pengisian ke dalam kemas primer, setelah di kemas kemudian dilanjutkan dengan proses packing.

Bagian maintenance bertanggung jawab atas pengecekan mesin-mesin yang digunakan dalam proses produksi, R&D, dan QC.

(41)

2.5.5. Warehouse Finish Goods and Distribution Department

Warehouse finish goods and distribusion department bertanggung jawab

atas penanganan barang jadi, dari mulai menerima barang dari produksi hingga mengeluarkannya ke pihak distributor baik untuk nasional maupun lokal. Proses penerimaan barang dari produksi dilakukan dengan sistem transfer activity, dimana barang jadi disimpan terlebih dahulu di gudang virtual production, dan setelah barang dicek oleh QC dan dinyatakan release, barang dikirim ke gudang produk jadi.

Barang dikirikan ke dua jenis distributor, yaitu distributor nasional dan distributor lokal serta outlet-outlet. Barang keluar berdasarkan surat order, dan disertai dengan Shipment Note.

2.5.6. Purchasing Department

Departemen purchasing dipimpin oleh seorang manajer yang membawahi empat orang staf, yang bertugas dalam pengadaan umum dan pengadaan bahan baku/bahan pengemas. Departemen purchasing bertugas melakukan pembelian untuk memenuhi semua kebutuhan Ristra Group. Purchasing melakukan pembelian untuk kebutuhan material produksi dan kebutuhan umum. Kebutuhan material merupakan kebutuhan yang diperlukan untuk meproduksi suatu produk, yang berdasar pada forecast dari bagian marketing. Sedangkan kebutuhan umum merupakan kebutuhan yang diperlukan oleh masing-masing departemen.

2.5.7. General Affair

General Affair berada di bawah Kepala Urusan Rumah Tangga (KURT).

General Affair dipimpin oleh seorang supervisor, memiliki seorang staf

administrasi, bertanggung jawab atas segala urusan umum dan membawahi keamanan/satpam, cleaning service, receiptionist, supir, petugas kebersihan taman, perawatan gedung, penyediaan air untuk produksi, dan pengolahan limbah.

(42)

2.5.7.1. Pengolahan Limbah

General Affair bertanggung jawab terhadap pengolahan limbah industri

sebelum dibuang ke lingkungan. Pengolahan limbah dilakukan untuk memastikan bahwa limbah yang dibuang ke lingkungan telah aman dan memenuhi persyaratan limbah yang ditetapkan pemerintah. Limbah pada PT. Ristra Indolab dibedakan menjadi dua macam, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah tersebut berasal dari produksi, dan digolongkan ke dalam limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Limbah B3 akan dikumpulkan, ditimbang, dan dikirim ke PPLI (Prasada Pramuna Limbah Industri). Limbah cair PT. Ristra Indolab berasal dari sisa produksi dan sisa pencucian produksi. Pengolahan limbah cair dilakukan secara kimia melalui beberapa tahapan (lampiran 9).

Bahan yang digunakan untuk mengolah limbah adalah NaOH dengan konsentrasi 10% untuk pengaturan pH dan penyabunan lemak, PAC (Poly Aluminium Clorida), digunakan sebagai koagulan untuk membentuk flokulan dan endapan yang mudah dipisahkan melalui penyaringan. Tahapan pengolahan dimulai dengan mengalirkan limbah cair ke dalam bak penampungan pertama (bak ekualisasi), kemudian cairan tersebut dialirkan ke dalam bak koagulasi. Di dalam bak ini, cairan ditambah NaOH untuk menetralkan pH dan koagulan PAC disertai dengan pengadukan sampai homogen. Selanjutnya adalah tahap filtrasi, cairan tersebut dialirkan ke dalam bak penampung tiga, di bak ini terdapat saringan yang memisahkan filtrat jernih dengan endapannya yang dihasilkan dari bak koagulasi, dari hasil filtrasi ini dihasilkan sludge yang nantinya akan dikirim ke PPLI. Setelah melalui proses filtrasi air limbah masuk ke dalam bak aerasi dengan menggunakan pompa secara kontinu, di dalam bak terdapat pengaduk yang berfungsi untuk mengaduk air agar keseluruhan air limbah mengalami kontak langsung dengan udara. Cairan yang sudah jernih dialirkan ke bak control untuk diperiksa parameter seperti pH, dan konsentrasi COD, BOD. Jika hasilnya memenuhi syarat air dapat dibuang ke saluran pembuangan akhir.

(43)

2.5.7.2. Pengolahan Air

Pembuatan atau proses air aquademineralizer bertujuan untuk menghilangkan kandungan garam mineral yang terlarut dalam air dengan menggunakan sistem pertukaran ion. Hal ini dilakukan karena air yang digunakan untuk proses produksi haruslah air yang jernih bersih dan terbebas dari zat-zat organik.

Ada dua langkah penting dalam menangani pembuatan aquatreat water demineralizer, yaitu:

1. Re-generasi

Re-generasi adalah penguat daya kerja ke dua ion exchanger resin yang telah jenuh mengikat ion-ion dari air. Dilakukan dengan cara melewatkan larutan Re-generasi ke dalamtangki resin tersebut

Dalam Re-generasi membutuhkan

a. Cation exchanger resin : 4 kg HCl dilarutkan di dalam 16 liter air (1:4) b. Anion exchanger resin : 2 kg NaOH di larutkan di dalam 22 liter air (1:11) 2. Proses Service (Pembuatan)

Setelah melakukan beberapa regenerasi dan pembilasan maka dapat dilakukan proses servis. Proses yang dilakukan adalah:

a. Tutup semua keran

b. Buka kran pipa yang mengalir ke produksi c. Sampling oleh QC

d. Jika lolos hasil uji oleh QC air hasil proses siap digunakan e. Alirkan air ke tangki penampungan

f. Lakukan sampling ulang

(44)

BAB 4 PEMBAHASAN

PT. Ristra Indolab merupakan industri kosmetik yang memproduksi berbagai macam kosmetik baik untuk perawatan tubuh maupun dekoratif. Sebagai sebuah industri kosmetik yang diatur oleh regulasi pemerintah dalam hal ini BPOM sebagai pengawas sediaan farmasi dan makanan, termasuk kosmetika di Indonesia. Penerapan dari peraturan BPOM RI tentang kosmetik menyatakan bahwa industri kosmetik harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB). Peraturan BPOM RI NOMOR : HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik menginformasikan bahwa tujuan dari CPKB yaitu untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik Indonesia dalam era pasar bebas.

PT. Ristra Indolab sebagai salah satu perusahaan kosmetik yang ada di Indonesia dalam menjalankan proses produksinya telah menerapkan CPKB. Penerapan CPKB dalam seluruh aspek rangkaian produksi merupakan suatu langkah untuk menjamin mutu kosmetika sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan. Selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), peserta melakukan pengamatan terhadap proses kegiatan yang ada di PT. Ristra Indolab dengan aspek-aspek yang tertuang dalam CPKB.

2.1. Personalia

Sumber daya manusia penting dalam pembentukan dan penerapan sistem CPKB. Personalia yang diatur dalam CPKB meliputi:

a. Jumlah karyawan memadai b. Struktur organisasi

c. Kualifikasi dan tanggung jawab yang jelas. d. Pelatihan yang berdampak pada mutu produk

(45)

Pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan tugas yang diberikan, pelatihan berkesinambungan. Pelatihan diberikan oleh orang yang terkualifikasi.

Struktur organisasi yang diterapkan di PT. Ristra Indolab telah sesuai dengan CPKB yang mensyaratkan bahwa bagian produksi harus terpisah dengan bagian pemastian mutu. Keduanya tidak saling bertanggung jawab namun memiliki tanggung jawab bersama terhadap aspek yang berkaitan dengan mutu. Bagian produksi dan pemastian mutu masing-masing dipimpin oleh seorang yang terlatih dan memiliki pengalaman yang memadai di bidangnya masing-masing serta mempunyai keterampilan dalam memimpin sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara professional.

PT. Ristra Indolab menyediakan personal yang terkualifikasi dan berpengalaman untuk melaksanakan tugas sesuai bidangnya masing-masing. Personal yang ada di PT. Ristra Indolab diberikan pelatihan mengenai CPKB sehingga setiap personel memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang CPKB, memahami prinsip CPKB dan memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaannya masing-masing.

2.2. Bangunan dan Fasilitas

CPKB mengatur agar rancangan,konstruksi, dan tata letak bangunan memadai dan memudahkan untuk melaksanakan kegiatan operasional, pembersihan, dan pemeliharaaan sehingga memperkecil resiko terjadinya kontaminasi silang dan ketercampuran.

Bangunan pabrik PT. Ristra Indolab telah dirancang khusus untuk tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar walaupun berdekatan dengan pemukiman penduduk. Bangunan pabrik dan kantor pusat terletak pada lokasi yang berbeda. Kantor pusat terletak di wilayah Bintaro, Jakarta dan bangunan pabrik terletak di daerah Citeureup, kabupaten Bogor. Bangunan pabrik juga dibedakan lagi menjadi beberapa bagian yaitu kantor, area produksi, area pengemasan sekunder, area gudang, area pengujian mutu, dan area pengolahan limbah.

Rancangan bangunan dan fasilitas PT. Ristra Indolab dibuat sesuai dengan CPKB. Bangunan dan fasilitas dirancang, dilengkapi, dan dirawat secara

Gambar

Gambar 2.1. Pembentukan melanin…………………………………………10
Gambar 2.1. Pembentukan Melanin

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa anak berkonflik dengan hukum xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx pada hari Sabtu tanggal 11 April 2015 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam Tahun 2015

Ibu Luky Patricia Widianingsih, S.E., M.SA (Humbis) sebagai Ketua Jurusan Akuntansi Universitas Pelita Harapan Surabaya dan Dosen Pembimbing I yang telah

Ini merupakan traksi yang sangat sementara yang bisadigunakan pada saat pemasangan gips, harus dipikirkan adanya kontraksiPada setiap pemasangan traksi, harus dipikirkan

Hasil deployment terbaik diperoleh pada proses deployment menggunakan daya pancar -25 dB dengan pencapaian jarak antara dua node sensor maksimal tetapi daya yang

(3)Tanpa mempersoalkan ayat-ayat tersebut di atas, penanaman modal yang dilakukan oleh para investor dari satu Pihak di dalam wilayah Pihak lainnya harus diberikan perlakuan yang

Setelah disetujui maka akan diberikan ke bagian engineering materials, dengan adanya engineer maka perusahaan dapat menduga bagaimana bentuk project yang akan

Terdapat penilaian terhadap kebutuhan transportasi apabila pasien dirujuk ke pusat layanan yang lain, transfer ke penyedia layanan yang lain atau siap pulang dari

[r]