• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ziarah kubur yang disyari’atkan, pelakunya diberi pahala: Yaitu ziarah kubur

Dalam dokumen ql`ao n:cpvy:ao VCPRyKAPkM (Halaman 40-59)

ّّدَر َوُهَ ف اَنُرْمَأ ِوْيَلَع َسْيَل ًلاَمَع َلِمَع ْنَم

))

ملسم هاور

“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada (dasarnya) dalam islam, maka ia tertolak.” (HR. Muslim)

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah cukup hanya dengan niat baik saja tanpa

disertai dengan amal?

Jawab: Katakanalah: Kedua hal tersebut harus terkumpul bersamaan, antara niat yang baik

yaitu dengan mengikhlaskan amal karena Allah dan sesuai amal dengan syari’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalilnya firman Allah ta’aala:

ﰜ ﰛ ﰚ ﰙ ﰘ ﰗ ﰖ ﰕ ﰔ ﰓ ﰒ ﰑ ﰐ

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. al-Kahf: 110)

Dalam ayat ini Allah mensyaratkan diterimanya sebuah amal dengan adanya niat yang benar dan sesuai dengan syari’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Niat yang benar itu bermanfa’at bagi pelakunya, akan tetapi diantara syarat iman itu mengharuskan adanya amal.

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Ada berapa jeniskah hukum ziarah kubur bagi

laki-laki?

Jawab: Katakanlah: Ada dua jenis:

1. Ziarah kubur yang disyari’atkan, pelakunya diberi pahala: Yaitu ziarah kubur

dengan tujuan mengingat akhirat. Sebagaimana sabda shallallahu ‘alaihi wa sallam:

((

َةَرِخ ْلْا ُرّْكَذُ اَهَّ نِإَف اَىْوُرْوُ َ ف َلََّأ ِرْوُ ُقْلا ِةَراَيِز ْنَع ْمُ ُتْيَهَ ن ُتْنُك

))

ملسم هاور

“Dahulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur, ketahuilah! Berziarahlah kalian ke kubur, karena hal itu dapat mengingatkan kalian kepada akhirat.” (HR.

40

Demikian pula termasuk ziarah yang disyari’atkan yaitu berziarah kuburan kaum muslimin untuk mengucapkan salam kepada penghuninya serta mendo’akan mereka .

2. Ziarah kubur yang tidak disyari’atkan, pelakunya berdosa: Yaitu ziarah yang bertujuan untuk meminta pertolongan kepada penghuni kubur, meminta bantuan dan kekuatan kepada mereka. Perbuatan ini termasuk syirik besar, sesuai dengan firman Allah ta’aala:

ﮌ ﮋ ﮊ ﮉ ﮈ ﮇ ﮆ ﮅﮄ ﮃ ﮂ ﮁ ﮀ

ﮛ ﮚ ﮙﮘ ﮗ ﮖ ﮕ ﮔ ﮓ ﮒ ﮑ ﮐ ﮏ ﮎ ﮍ

ﮣ ﮢ ﮡ ﮠ ﮟ ﮞﮝ ﮜ

“Demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka akan mengingkari kemusyrikanmu, dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (QS. Fatir: 13-14)

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apa yang kamu ucapkan ketika berziarah kubur? Jawab: Katakanlah: Saya mengucapkan apa yang telah diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa

sallam serta para sahabatnya ketika berziarah kubur mereka mengucapkan:

((

َنْوُقِح َلَّ ُللها َااَ ْنِإ اَّنِإَو َنْوُلَّ َؤُم اًدَغ َنْوُدَعْوُ اَّم ْمُكاَ َأَو َنْيِنِمْؤُمْلا ِ ْوَ ق َراَد ْمُ ْيَلَع ُ َلاَّسلا

))

ملسم هاور

“Keselamatan untuk kalian penghuni kubur orang-orang mukmin, telah datang kepada kalian apa yang dijanjikan nanti di akhirat, sesungguhnya kami insyaa Allah akan menyusul.” (HR. Muslim)

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah hukumnya kita mendekatkan diri kepada Allah

dengan berdo’a di sekitar kubur orang-orang shaleh?

Jawab: Katakanlah: Berdo’a kepada Allah di sekitar kubur orang-orang shaleh itu termasuk

bid’ah yang diada-adakan, merupakan hal yang bisa mengantarkan kepada kesyirikan. Telah datang keterangan dari Ali bin Husain ketika ia melihat seseorang yang berdo’a kepada Allah di

41

sekitar kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia pun melarangnya sembari berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

((

اًدْيِع ْيِرْ َ ق اْوُذِخَّتَ َلَّ

))

ةراتخلما في يسدقلما ءايضلا وجرخأ

:

428

“Janganlah engkau jadikan kuburanku sebagai ied (perayaan)“ (Dikeluarkan oleh

ad-Dhiyaa-a ad-Dhiyaa-al-Mad-Dhiyaa-aqdisi dad-Dhiyaa-alad-Dhiyaa-am kitad-Dhiyaa-abnyad-Dhiyaa-a ad-Dhiyaa-al-Mukhtad-Dhiyaa-aad-Dhiyaa-arad-Dhiyaa-ah: 428)

Tanya: Apakah hukumnya seseorang yang menjadikan orang yang telah meninggal sebagai

perantara antara dia dengan Allah ta’aala dalam mewujudkan permintaannya?

Jawab: Perbuatan ini termasuk syirik besar, karena Allah ta’aala mencela orang yang

menjadikan perantara antara Allah dengannya. Sebagaimana firman-Nya tentang mereka:

ﮯ ﮮ ﮭ ﮬ ﮫ

“Dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” (QS.

Yunus: 18)

Juga firman Allah ta’aala tentang mereka yang mengatakan perantara mereka:

ﮖ ﮕ ﮔ ﮓ ﮒ ﮑ ﮐ

“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada dengan sedekat-dekatnya.” (QS. az-Zumar: 3)

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah boleh hukumnya thawaf di selain Ka’bah? Jawab: Katakanlah: Tidak boleh hukumnya tawaf di selain Ka’bah; karena Allah ‘azza wa

jalla mengkhususkan thawaf di Baitullah al-Haram (Ka’bah), sebagaimana firman-Nya:

ﯔ ﯓ ﮱ

“Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS.

al-Hajj: 29)

Allah ta’aala tidak mengizinkan melakukan thawaf di selain Baitullah (Ka’bah). Jika dengan thawafnya itu dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada makhluk, baik hidup ataupun mati, maka hal ini termasuk syirik besar yang mengeluarkannya dari islam; karena thawaf termasuk

42

ibadah, sedangkan memalingkan ibadah atau sebagiannya kepada selain Allah, maka termasuk syirik.

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah boleh hukumnya mengadakan perjalanan

(safar) menuju tempat-tempat ibadah selain masjid yang tiga?

Jawab: Katakanlah: Tidak boleh hukumnya mengadakan perjalanan dengan tujuan ibadah

kecuali ke tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

((

َدِ اَسَم ِةَثَلاَث َلِإ َّلَِّإ ُااَحّْرلا ُّدَ ُ َلَّ

:

َصْقَْلْا ِدِ ْسَمَو ِ اَرَحْلا ِدِ ْسَمَو اَذَى ْيِدِ ْسَم

))

هاور

ملسم

“Janganlah engkau mengadakan perjalanan (dengan tujuan ibadah) kecuali ke tiga masjid: Masjidku ini (Nabawi), Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha.” (HR. Muslim)

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah hadits-hadits berikut ini derajatnya shahih

ataukah kedustaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

(

ِرْوُ ُقْلا ِةَراَيِ ِب ْمُ ْيَلَ َ ف ُرْوُمُْلْا ُمُ ِب ْتَقاَض اَ ِإ

)

“Apabila urusanmu telah membuatmu sempit, maka lakukanlah ziarah kubur”

(

ْيِناَفَ ْدَقَ ف ْيِنْرَ َ ي ْمَلَ ف َّجَح ْنَم

)

“Barangsiapa yang berhaji tapi tidak menziarahiku, maka ia telah mencampakkanku”

(

ِةَّنَ ْلا ِللها َلَع ُوَل ُتْنِمَض ؛ٍدِحاَو ٍ اَع ْيِف َمْيِىاِرْبِإ ْيِبَأ َراَزَو ْيِنَراَز ْنَم

)

“Barangsiapa yang menziarahiku, dan Bapakku Ibrahim pada tahun yang sama, maka aku jaminkan kepada Allah untuknya surga”

(

ْيِ اَيَح ْيِف ْيِنَراَز اَمَّنَ َ َف ْيِ اَمَم َدْ َ ب ْيِنَراَز ْنَم

)

“Barangsiapa yang menziarahiku setelah aku wafat, maka seakan-akan ia menziarahiku pada masa hidupku”

(

َنْوُ َيَ ف ْنُك ِاْيَّ لِل ُاْوُقَ ي ْيَلَوْلا

)

43

“Seorang wali itu jika ia mengatakan terhadap sesuatu “kun!” maka jadilah ia”

(

َدَقَ تْعا ْنَم

ُوَ َفَ ن ٍاْيَ ْيِف

)

“Barangsiapa yang berkeyakinan terhadap sesuatu maka ia akan memberika manfa’at

kepadanya.”

Jawab: Katakanlah: Semua hadits-hadits diatas merupakan kedustaan kepada Nabi

shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hanyalah

Dan yang mengatakan kepada sesuatu “kun faykun” hanyalah Allah semata, tidak ada yang mampu melakukan hal tersebut, apakah itu para nabi ataukah para wali. Allah ta’aala berfirman:

ﯴ ﯳ ﯲ ﯱ ﯰ ﯯ ﯮ ﯭ ﯬ ﯫ ﯪ

“Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: Jadilah!” maka terjadilah ia.” (QS. Yaasiin: 82)

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah napak tilas peninggalan orang-orang shaleh

serta mencari berkah dari mereka itu termasuk ibadah ataukah bid’ah?

Jawab: Perbuatan ini semuanya termasuk bid’ah (sesuatu yang diada-adakan dalam agama

yang tidak ada tuntunanya dalam syari’at), karena para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mencari berkah dengan peninggalan Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radiyallahu ‘anhum serta tidak napak tilas peninggalan-peninggalan mereka (berupa benda) padahal mereka itu umat yang paling utama setelah para nabi, karena mereka mengetahui bahwa hal tersebut hanya khusus untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika masa hidupnya. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu belaiu menebang pohon Bai’atur-Ridhwan karena khawatir dijadikan tempat untuk mencari berkah dari pohon tersebut. Para shahabat adalah orang yang paling bersegera serta semangat dalam kebaikan, jikalah mencari berkah dengan para wali dan peninggalan-peninggalannya adalah ibadah, maka para shahabatlah yang akan mendahului kita dalam melakukannya !

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah hukumnya menghukumi seseorang dengan

surga atau neraka ?

Jawab: Katakanlah: Tidak boleh hukumnya menghukumi seseorang baik dengan surga

ataupun neraka, kecuali dengan nash (keterangan dari Al-Qur’an atau Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang datang berkenaan dengan hal itu. Akan tetapi diharapkan untuk orang yang berbuat baik baginya pahala, dan ditakutkan bagi pelaku kejelekan itu siksa.

44

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah seorang muslim dengan sebab maksiatnya

dihukumi dengan kekufuran?

Jawab: Katakanlah: Seorang muslim dengan sebab maksiatnya tidaklah dihukumi dengan

kekufuran, akan tetapi ia tetap dalam keimanannya, dan termasuk orang yang bertauhid yang bermaksiat selama belum terjerumus pada Kufur Akbar atau Syirik Akbar atau Nifak Akbar.

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah perbuatan hamba itu (makhluk) ciptaan Allah? Jawab: Katakanlah: Ya, perbuatan hamba itu termasuk makhluk ciptaan Allah dan

merupakan usaha hamba tersebut. Sebagaimana firman Allah ta’aala:

ﮒ ﮑ ﮐ ﮏ

“Allah menciptakan segala sesuatu” (QS. az-Zumar: 62)

Sesungguhnya Allah menciptakan perbuatan seluruhnya, baik itu kebaikan atau kejelekan sebagai cobaan dari-Nya. Adapun Dalil bahwasannya perbuatan hamba itu bagian dari usahanya yaitu firman Allah ta’aala:

ﯣ ﯢ ﯡ ﯠ ﯟ ﯞ

“Ia mendapatkan pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan ia mendapatkan siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS. al-Baqarah: 286)

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah boleh hukumnya menguburkan mayit di

dalam masjid atau membangun masjid di atas kuburan?

Jawab: Katakanlah: Perbuatan itu termasuk hal yang diharamkan. Jika kuburan itu

disembah selain Allah, atau berdo’a kepadanya, atau meminta kekuatan dan pertolongan darinya, maka hal ini termasuk Syirik Akbar. Tapi apabila tidak ada jenis ibadah yang dipalingkan kepada selain Allah dari hal do’a dan yang lainnya, maka ini termasuk bid’ah yang sangat berbahaya dan jalan yang dapat mengantarkan terjerumusnya kedalam kesyirikan.

Adapun masjid yang dibangun diatas kuburan hukumnya tidak boleh shalat di dalamnya serta hukum membangunnya diharamkan. Dari ummul mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika beliau sakit menjelang wafatnya: ”Semoga Allah melaknat Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kuburan para nabi

45

mereka sebagai masjid.” ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata sebagai kecaman terhadap apa yang mereka perbuat. (HR. Bukhari Muslim)

Dari sahabat Jundab bin Abdillah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasannaya ia bersabda lima hari sebelum wafatnya: “Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian

ada yang menjadikan kuburan para nabi mereka dan kuburan orang shaleh diantara mereka sebagai masjid. Ketahuilah! Maka janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, karena aku melarang akan hal itu.” (HR. Muslim)

Apabila ada masjid dibangun diatas kuburan maka wajib untuk menghancurkannya, sedangkan apabila masjid tersebut dibangun diatas selain kuburan kemudian ada mayyit yang dikuburkan di dalamnya, maka masjid tidak dihancurkan, akan tetapi kuburan tersebutlah yang harus digali kembali untuk dikeluarkan mayit yang ada di dalamnya dan dipindahkan ke kuburan umum kaum muslimin.

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah hukumnya membangun kuburan?

Jawab: Katakanlah: Membangun kuburan hukumnya bid’ah yang diingkari, karena terdapat

sikap berlebihan dalam mengagungkan mayyit yang ada didalamnya. Perbuatan seperti ini dapat mengantarkan kepada kesyirikan, maka wajib menghilangkannya jika memungkinkan, dan meratakannya dengan tanah sebagai penebus kebid’ahannya dan menutup jalan menuju kesyirikan. Tentunya dengan pengawasan dari waliyyul amr (pemerintahan setempat).

Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abil Hayyaaj Hayyah bin Nashiif ia berkata: “berkata kepadaku Ali radhiyallahu ‘anhu: “Inginkah saya tunjukkan dengan apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tunjukkan kepadaku: “Tidaklah engkau tinngalkan gambar kecuali

engkau hapuskan, dan kuburan yang dibangun kecuali engkau ratakan (dengan tanah).”

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah Rasulullah shsllallahu ‘alaihi wa sallam

dikuburkan pertama kalinya di dalam masjid?

Jawab: Katakanlah: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikuburkan pertama kalinya di

kamar ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang terletak di luar masjid selama lebih dari 80 tahun. Kemudian pada masa kekhalifahan Bani Umayyah terjadi perluasan Masjid Nabawi yang menyebabkan dimasukkannya kamar ‘Aisyah kedalam area masjid, dan tidak menerima larangan para ulama pada masa itu dalam hal memasukkan kamar kedalam area masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memperingatkan akan bahayanya maembangun masjid diatas kuburan: “Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian ada yang menjadikan

kuburan para nabi mereka dan kuburan orang shaleh diantara mereka sebagai masjid. Ketahuilah! Maka janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, karena aku melarang akan hal itu.” (HR. Muslim)

46

Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang menjadikan masjid diatas kuburan dan yang menerangi kuburan dengan lampu sebagaimana diriwayatkan oleh rawi ahli sunan.

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam

kuburnya itu hidup dan keluar menuju manusia dalam acara maulid nabi yang biasa disebut dengan “hadhrah”?

Jawab: Katakanlah: Para Imam Madzhab yang empat sepakat bahwa para sahabat

radhiyallahu ‘anhum tidaklah menguburkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga diyakini bahwa ruh dan jasadnya telah terpisah. Tidaklah masuk akal bahwa para sahabat menguburkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan ia masih hidup. Tidaklah ada nukilan dari seorangpun dari para sahabat atau imam madzhab yang empat bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju manusia setelah wafatnya dan sempurna dikuburkan. Maka barangsiapa yang mengaku bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju manusia dalam keadaan sadar (bukan dalam mimpi) maka ia adalah seorang pembohong dan telah mengada-ngada kebohongannya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah pengertian bid’ah? Apa saja jenisnya?

Bagaimana hukum masing-masing jenis tersebut? Dan apakah dalam islam ada bid’ah hasanah?

Jawab: Katakanlah: Bid’ah ialah sesuatu yang dianggap ibadah oleh seorang hamba yang

tidak ada landasan secara dalil syar’i.

Bid’ah ada dua jenis: Pertama: Bid’ah yang menyebabkan kekufuran seperti orang yang thawaf di kuburan dengan niat mendekatkan diri kepada penghuni kubur. Kedua: Bid’ah yang menyebabkan pelakunya berdosa tapi tidak menyebabkan kekufuran seperti orang yang melaksanakan maulid untuk seorang nabi atau seorang wali.

Dalam islam tidak ada “bid’ah hasanah”, karena semua bid’ah itu haram hukumnya, dengan dalil sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

((

ٍةَلَلاَض ٍةَعْدِب َّلُكِو ٌةَعْدِب ٍةَثَدْحُم َّلُك َّنِإَف ِرْوُمُْلْا ِتاَثَدْحُمَو ْمُكاَّيِإ

)

)

ةياور فيو

((

ْيِف ٍةَلَلاَض َّلُكَو

ِراَّنلا

)

)

دحمأ ماملإا هاور

“Jauhilah oleh kalian membuat perkara baru dalam agama, karena sesungguhnya membuat perkara baru dalam agama adalah bid’ah, seluruh bid’ah itu adalah sesat.” Dalam riwayat yang lain: “Seluruh kesesatan itu tempatnya di neraka.” (HR. Imam Ahmad)

47

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengecualikan sedikitpun dari bid’ah ini, semuanya diharamkan, pelakunya berdosa, tidak berpahala, tertolak amalannya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam:

((

ّّدَر َوُهَ ف اَنُرْمَأ ِوْيَلَع َسْيَل ًلاَمَع َلِمَع ْنَم

))

ملسم هاور

“Barangsiapa yang melakukan sebuah amal yang tidak ada tuntunannya dalam islam maka ia tertolak.” (HR. Muslim)

Juga sabda shallallahu ‘alaihi wa sallam:

((

ّّدَر َوُهَ ف ُوْنِم َسْيَل اَم اَذَى اَنِرْمَأ ْيِف َثَدْحَأ ْنَم

))

ويلع قفتم

“Barangsiapa yang membuat-buat hal yang baru dalam islam yang tidak ada tuntunannya maka ia tertolak.” (HR. Bukhari Muslim)

Maksud dari lafadz

) انرمأ

( yaitu Islam.

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apa yang difahami dari sabda Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam:

((

اَهِب َلِمَع ْنَم ُرْ َأَو اَىُرْ َأ ُوَلَ ف ًةَنَسَح ًةَّنُس ِ َلاْسِْلْا ْيِف َّنَس ْنَم

))

Jawab: Katakanlah: Makna

)) ةنسح ةنس نس نم ((

yaitu barangsiapa yang beramal dengan amal yang ada tuntunannya dalam islam, karena sebab adanya hadits ini yaitu mengajak untuk bersedekah, sedangakan sedekah itu sudah ada tuntunannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Kemudian juga yang mengatakan hadits

)) ًةَنَسَح ًةَّنُس َّنَس ْنَم ((

beliau pula yang mengatakan ((

ٌةَلَلاَض ٍةَعْدِب ُّلُك

))

:

Seluruh bid’ah itu sesat.

Sunnah itu ada dasar tuntunannya dalam Al Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan bid’ah tidak ada dasar tuntunannya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apa yang difahami dari perkataan Umar radhiyallahu

‘anhu dalam shalat tarawih “

ُةَعْدِ ْلا ِتَمْ ِن

” (sebaik-baik bid’ah) dan diadakannya adzan kedua pada hari jum’at pada masa Utsman radhiyallahu ‘anhuma?

48

Jawab: Katakanlah: Sesunggunya perkataan Umar radhiayallahu ‘anhu

“ ُةَعْدِ ْلا ِتَمْ ِن ”

(sebaik-baik bid’ah) maksudnya makna bid’ah secara bahasa, bukan secara syar’i. Karena Umar radhiyallahu ‘anhu tidak mengatakan kalimat tersebut kecuali dalam hal shalat tarawih yang pelaksanaanya telah dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesuatu yang sesuai dengan apa yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah disebut bid’ah secara syar’i.

Adapun apa yang Utsman radhiyallahu ‘anhu lakukan itu termasuk dalam hal yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan kepada kita, yaitu untuk mengikuti Sunnahnya dan Sunnah Khulafa ar-Raasyidin sebagaimana sabda shallallahu ‘alaihi wa sallam:

((

َنْيِدِ اَّرلا ِااَفَلُخْلا ِةَّنُسَو ْيِتَّنُسِب ْمُ ْيَلَع

))

“Ikutilah Sunnahku dan Sunnah Khulafaaur Raasyidin.”

Maka selain Khulafaur Rasyidin kita tidak diperintahkan untuk mengikuti sunnahnya, karena Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam hanya memerintahkan untuk mengikuti Sunnahnya dan Sunnah Khulafaur Rasyidin, dan tidak menyebutkan yang lainnya.

Demikian pula para Sahabat memperingatkan akan bahaya bid’ah seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu kepada sebuah kaum yang melakukan bid’ah dzikir jama’i (dzikir bersama) yang menurut mereka bahwa hal tersebut tujuannya bagus, maka Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata kepada mereka: “Apakah ilmu kalian melebihi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, ataukah kalian ingin mendatangkan sebuah bid’ah yang gelap?” mereka pun berkata: “Tidaklah kami melakukan hal ini kecuali kami menginginkan kebaikan.” Maka Ibnu Mas’ud menjawab: “Tidakalah semua yang

menginginkan kebaikan itu mendapatinya (sesuai dengan kebenaran).” (HR. ad-Darimi dalam

sunannya)

Telah datang juga dalam atsar Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata:

(

ًةَنَسَح ُساَّنلا اَى ِر ْنِإَو ٌةَلَلاَض ٍةَعْدِب ِّلُك

)

“Seluruh bid’ah itu sesat, walaupun orang-orang menganggapnya sebuah kebaikan.”

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah memperingati Maulid Nabi itu termasuk

sunnah atau bid’ah?

Jawab: Katakanlah: Memperingati Maulid Nabi itu tidak ada keterangannya dalam Al-Quran

dan tidak pula dalam As-Sunnah, tidak ada landasannya dalam dalil syar’i, tidak ada keterangan satu pun dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum, tidak pula seorang dari Imam Madzhab yang empat.

49

Pencetus pertama yang melakukan peringatan Maulid Nabi adalah Fathimiyyun setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa abad, sebagai bentuk penyerupaan dan ikut-ikutan kepada kaum Nashrani yang mengadakan Maulid Isa ‘alaihissalam. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan akan bahaya bid’ah dalam sabdanya:

((

ّّدَر َوُهَ ف ُوْنِم َسْيَل اَم اَذَى اَنِرْمَأ ْيِف َثَدْحَأ ْنَم

))

ويلع قفتم

“Barangsiapa yang membuat-buat hal yang baru dalam islam yang tidak ada tuntunannya maka ia tertolak.” (HR. Bukhari Muslim)

Serta riwayat dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tentang pengingkarannya terhadap sebuah kaum yang melakukan dzikir bersama (diatas).

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah hukum mempelajari sihir atau

memperaktekannya?

Jawab: Katakanlah: Hukum mempelajari sihir dan memperaktekannya itu termasuk

kekufuran. Berdasarkan firman Allah ta’aala:

ﭝ ﭜ ﭛ ﭚ ﭙ ﭘﭗ ﭖ ﭕ ﭔ ﭓ ﭒ ﭑ

ﭡ ﭠ ﭟ ﭞ

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir) padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia.” (QS. al-Baqarah: 102)

Juga firman allah ta’aala:

ﯿ ﯾ ﯽ

“Mereka percaya kepada jibt dan thaghut.” (QS. an-Nisa: 51)

Al-jibt: yaitu sihir. Allah meyertakann antara jibt dan thaghut, sebagaimana iman kepada

thaghut itu kufur, maka demikian pula sihir itu termasuk kekufuran. Juga firman Allah ta’aala:

ﭹ ﭸ ﭷ ﭶ ﭵ ﭴ

50

“Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul.” (QS.

al-Falaq: 4)

Serta sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

((

ِتاَقِبْوُمْلا َعْ َّسلا اْوُ ِنَتْ ِا

...

))

“Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan…” Disebutkan diantaranya sihir.

Dari sahabat Jundab secara marfu’:

((

ِ ْيَّسلاِب ُوُبْرَض ِرِحاَّسلا ُّدَح

))

“Hukuman bagi tukang siihir adalah dipenggal dengan pedang”

Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

((

َاِرْ َأ ْدَقَ ف َرَحَس ْنَمَو َرَحَس ْدَقَ ف اَهْ يِف َثَفَ ن َّمُث ًةَدْقُع َدَقَع ْنَم

))

ملسم هاور

“Barangsiapa yang mengikat ikatan (buhul) kemudian menghembuskan (tiupan roh jahat) padanya, maka ia telah melakukan sihir. Barangsiapa yang berbuat sihir maka ia telah melakukan kesyirikan.” (HR. Muslim)

Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

((

ُوَل َرِحُس ْوَأ َرَحَس ْوَأ ُوَل َنّْهُ ُ ْوَأ َنَّهَ َ ْوَأ ُوَل َرّ يُطُ ْوَأ َرَّ يَطَ ْنَم اَّنِم َسْيَل

))

رازبلا هاور

“Bukanlah termasuk golongan kami orang yang melakukan tathayyur (menganggap sial sesuatu) atau minta diramalkan sial untuknya, orang yang melakukan perdukunan atau meminta perdukunan untuknya, orang yang menyihir atau yang meminta disihirkan untuknya.”

(HR. al-Bazzar)

Dan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu menulis surat penetapan untuk para hakim:

(

ٍةَرِحاَسَو ٍرِحاِس َّلُك اْوُلُ تْ قا ِنَأ

)

“Hendaklah membunuh semua para penyihir, baik laki-laki ataupun perempuan”

(Diriiwayatkan oleh Imam Bukhari)

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah pada tukang sihir itu ada manfa’at atau

51

Jawab: Katakanlah: Tidak ada kebaikan dan tidak ada manfa’at dari tukang sihir, sesuai

dengan firman Allah ta’aala:

ﮊ ﮉ ﮈ ﮇ ﮆ ﮅ

“Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.” (QS. Thaahaa: 69)

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah yang dilakukan tukang sulap berupa atraksi

menusuk diri dan memakan benda-benda keras itu termasuk sihir dan sulap belaka ataukah kejadian sebenarnya dan karomah?

Jawab: Katakanlah: Apa yang mereka lakukan itu termasuk praktek sihir yang membuat

pandangan mata manusia seakan-akan bayangan semu (halusinasi), seprti yang dilakukan tukang sihir pada zaman Nabi Musa ‘alaihissalam, dan terbayang oleh Nabi Musa seakan-akan tali-tali tukang sihir itu bergerak cepat, padahal sebenarnya tidak bergerak sama sekali. Sebagaimana firman allah ta’aala:

ﭪ ﭩ ﭨ ﭧ ﭦ ﭥ ﭤ

“Terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka.” (QS.

Thaahaa: 66)

Kalaulah dibacakan dihadapan mereka Ayat Kursi dan dua surat Mu’awwidzatain (al-Falaq dan an-Naas), akan gagalah praktek sihir dan sulap mereka dengan izin Allah ta’aala.

Sedangkan karamah itu tidaklah diberikan kecuali untuk orang-orang shaleh yang bertauhid yang menjauhkan dirinya dari bid’ah dan khurafat. Pengertian karamah itu sendiri ialah kebaikan yang diterima oleh seoang mukmin atau tertolaknya kejelekan darinya. Dan ini tidak mesti menjadi pertanda bahwa ia lebih utama dari orang-orang mukmin lainnya.

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah boleh hukumnya pergi ke tukang sihir untuk

niat berobat?

Jawab: Katakanlah: Tidak boleh hukumnya pergi ke tukang sihir laki-laki ataukah

perempuan, sebagaimana larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini. Dalilnya yaitu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang nusyrah, yaitu menangkal sihir dengan sihir sejenisnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

((

ِناَطْيَّ لا ِلَمَع ْنِم َيِى

))

-ةرشنلا نيعي

-دواد وبأ هاور

52

“Nusyrah itu termasuk perbuatan syaitan.” (HR. Abu Dawud)

Tanya: Apabila dikatakan kepadamu: Apakah boleh hukumnya pergi ke dukun, tukang

Dalam dokumen ql`ao n:cpvy:ao VCPRyKAPkM (Halaman 40-59)

Dokumen terkait