• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kehidupan Anak Penyusun Batu Bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kehidupan Anak Penyusun Batu Bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

KEHIDUPAN PEKERJA ANAK PENYUSUN BATU BATA

DI JALAN PELAK DESA SEKIP

KECAMATAN LUBUK PAKAM

KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Oleh

MUTIARA GINTING

127024003/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KEHIDUPAN PEKERJA ANAK PENYUSUN BATU BATA DI JALAN PELAK DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM

KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUTIARA GINTING 127024003/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : KEHIDUPAN PEKERJA ANAK PENYUSUN BATU BATA DI JALAN PELAK DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG

Nama Mahasiswa : Mutiara Ginting Nomor Induk : 127024003

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si) (Husni Thamrin, S. Sos, MSP)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(4)

Telah Diuji Pada Tanggal 7 April 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si Anggota : 1. Husni Thamrin, S.Sos, MSP

(5)

KEHIDUPAN PEKERJA ANAK PENYUSUN BATU BATA DI JALAN PELAK DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM

KABUPATEN DELI SERDANG

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014 Penulis,

(6)

KEHIDUPAN PEKERJA ANAK PENYUSUN BATU BATA DI JALAN PELAK DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM

KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRAK

Pekerja anak merupakan salah satu masalah sosial karena berkaitan erat dengan tingginya tingkat keluarga miskin di suatu negara. Anak-anak keluarga miskin dibiarkan bekerja dengan upah yang rendah untuk membantu perekonomian keluarga agar dapat memenuhi kebutuhan anak. Hal ini mengakibatkan dampak negatif dalam perkembangan diri anak tersebut. Anak menjadi kurang mendapatkan perhatian dan pendidikan yang memadai sehingga berpengaruh buruk pada pembangunan di suatu negara karena anak merupakan generasi penerus bangsa. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Keseluruhan proses penelitian, sejak persiapan, observasi, wawancara, studi kepustakaan, analisis data dan penulisan laporan berlangsung selama 5 bulan. Wawancara dilakukan terhadap 14 orang informan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kehidupan pekerja anak, faktor-faktor yang menyebabkan anak bekerja dan dampak bekerja bagi diri anak tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain faktor ekonomi, lingkungan sosial merupakan faktor pendorong lain anak bekerja. Pengaruh dari teman sebaya yang juga memiliki latar belakang keluarga miskin dan cenderung bekerja membantu ekonomi keluarga, mendorong anak-anak lainnya yang juga berasal dari keluarga miskin ikut terlibat bekerja. Interaksi yang terjadi di antara para pekerja anak menimbulkan solidaritas diantara mereka. Pekerja anak cenderung didik dengan pola asuh otoriter dan menjadi korban dari kemiskinan struktural dalam sebuah keluarga. Hal ini mengakibatkan munculnya beberapa dampak pada diri anak, diantaranya: proses enkulturasi pada anak, rendahnya kualitas belajar anak serta mengakibatkan anak menjadikan bekerja sebagai suatu kebutuhan hidup mereka.

(7)

THE LIFE OF CHILD LABOR OF BRICKS IN JALAN PELAK DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRACT

Child labor is one of social problems that is related closely to high rates of poor families in a country. Children of poor families were left to work with low wages to help the economy of the family so that it can meet the needs of the child. It caused negative impact on the development of the child’s self. Children become less attention and adequate education so that resulting the bad effect on development in a country because they are the nation’s next generation. The research method is descriptive qualitative. This research was conducted in Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. The entire process, from the preparation of the study, observation, interviews, the study of libraranship, analysis of data and report writing lasted for 5 months. The interview was conducted to 14 persons informant. The study aims to describe the lives of child labor, the factors that cause children to work, and the impact of the work for theirself. The results showed that in in addition to economic factors, the social environment is another factor children worked. The influence of peers who also have poor family background and tend to work to help the family economy, push other children from poor families get involved work. Interactions that occur between child labors raising solidarity among them. Child labor tend to be educated by authoritarian parenting and became victims of structural poverty in a family. This has resulted in the emergence of some impact on children, among them: the process of enculturation in children, poor quality of learning and resulting in a child makes working as a requirement of their lives.

(8)

KATA PENGANTAR

Terpujilah Allah yang Esa yang saya sembah di dalam Yesus sebagai Tuhan, yang menjadi pusat pengharapan dan tujuan hidup saya. Oleh karena kemurahan dan penyertaan-Nya, saya mampu menyelesaikan program studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Atas anugerah-Nya, saya dapat menyusun dan menyelesaikan Tesis yang berjudul

Kehidupan Pekerja Anak Penyusun Batu Bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

Saya mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua saya, yaitu Bapak J. Ginting dan Mama H. Br. Barus, Spd yang telah memberikan perhatian, kasih sayang dan doa di sepanjang hidup saya. Saya sungguh merasakan kasih Allah melalui kehidupan mereka. Demikian pula, abang yang terkasih Pdt. Natal Nael Ginting, STh yang memberikan dukungan, motivasi dan doa kepada saya sehingga saya merasakan kasih sayang seorang abang untuk adiknya. Kiranya kita menjadi keluarga yang mengasihi Allah melebihi apapun dan menjadi berkat dimanapun.

Dalam pengerjaan tesis ini saya menyadari bahwa ada banyak pihak yang telah terlibat bahkan yang memberikan doa, semangat dan kerja sama yang membuat saya terus berjuang dalam memberikan yang terbaik sebagai mahasiswa berprestasi. Oleh karena itu, saya juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU)

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A selaku Ketua Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si selaku Seketaris Program Studi Magister Studi Pembangunan sekaligus sebagai dosen pembimbing I saya yang telah memberikan waktu, semangat dan saran-saran yang membangun guna mendukung pengerjaan tesis ini menjadi sempurna dan dapat dipertanggungjawabkan.

5. Bapak Husni Thamrin, S.Sos, MSP selaku dosen pembimbing II saya yang telah memberikan waktu, semangat dan saran-saran yang membangun guna mendukung pengerjaan tesis ini menjadi sempurna dan dapat dipertanggungjawabkan.

(9)

7. Seluruh dosen pengajar Program Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada saya.

8. Seluruh pegawai pada Program Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Terima kasih kepada kak Tika, kak Dina, Bang Iwan dan Ibu Nisa, yang telah banyak membantu saya dalam proses penyusunan administrasi dan memberikan semangat.

9. Ibu Dr. Harmona Daulay, S.Sos, M.Si yang menjadi salah satu motivator dan sahabat saya dalam belajar menjadi mahasiswa berprestasi. Terima kasih karena telah memberikan banyak waktu untuk sharing, memberikan perhatian seorang ibu kepada anaknya, dan yang telah membimbing saya dengan kasih sayang.

10.Teman-teman KTB saya, kakak Dorismawati, S.Sos, kakak Rosianna Simarmata, S.Sos, kakak Rusmawati Nainggolan, S.Sos, Abang Daniely Aroz Daeli, S.Sos, Abang Nalon Ginting, S.Sos. Terima kasih telah menjadi bagian dalam proses belajar dalam pengenalan akan Allah dan dalam pengaplikasian firman Allah.

11.Ketiga kelompok kecil adik-adik rohani saya, kelompok kecil Joel Isahya dari departemen Ilmu Komunikasi Stambuk 2009 (Rebekka Purba, S.Ikom, Rina Maria Hutagaol, S.Ikom, Sarah Rogatianni Artati, S.Ikom), kelompok kecil Calvary Evangelion dari departemen Sosiologi Stambuk 2010 (Sri Handayani Ginting, Yolanda F. Sembiring, Santiur Manurung) dan kelompok kecil Reminiscere Deveno dari departemen Sosiologi stambuk 2012 (Putri Pakpahan, Binsar S. Pirngadi Lumban Gaol, Riana Astrinda Sitompul). Saya mengucap syukur kepada Allah yang telah mempercayakan mereka di dalam proses pertumbuhan iman saya. Terima kasih atas dukungan semangat dan doa adik-adik semua. Semakin menjadi berkat dan terus menjadi hamba Allah yang setia.

12.Sahabat doa saya yang senantiasa setia mendoakan saya.

13.Seluruh Tim Pengurus Pelayanan dan keluarga besar UKM KMK USU UP PEMA FISIP dan UKM KMK USU yang telah memberikan dukungan semangat di dalam doa dan firman. Semoga Allah memberkati dan berkenan atas setiap pelayanan yang telah dipercayakan.

14.Seluruh mahasiswa program magister Studi Pembangunan FISIP USU Tahun 2012 Angkatan XXV. Terima kasih untuk setiap kebersamaannya dalam proses menggali ilmu pengetahun untuk mencapai gelar magister. Semoga kita dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah kita pelajari di lingkungan masyarakat secara bertanggung jawab.

(10)

16.Seluruh pekerja anak, keluarga pekerja anak, pekerja dewasa kilang batu bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang dan masyarakat di sekitarnya yang telah membantu dalam memberikan informasi guna proses penyelesaian tesis ini.

17.Seluruh staf pegawai di kantor desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang sehingga saya dapat memperoleh data-data sekunder yang mendukung proses penelitian.

Medan, April 2014

Peneliti,

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang memiliki nama lengkap Mutiara Ginting merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak Jaramin Ginting dan Ibu Hokni Br Barus, Spd. Adik dari Pdt. Natal Nael Ginting, STh ini lahir di Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang pada tanggal 22 April 1989. Pendidikan Sekolah Dasar penulis, ditempuh SD Negeri 101898 dan lulus pada tahun 2001. Selanjutnya penulis menjalani pendidikan di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lubuk Pakam. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri yaitu di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, dan dinyatakan lulus dengan nilai Cumlaude pada bulan Juni 2011. Pada tahun 2012, penulis kembali melanjutkan pendidikan pada program studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan lulus pada bulan April 2014 dengan nilai Cumlaude.

Selama menikmati pendidikan S1, penulis aktif di Pemerintahan Mahasiswa FISIP USU dan pernah menjabat sebagai pengurus di bagian pembinaan KMK FISIP USU pada tahun 2010 sampai tahun 2011. Sejak tahun 2009 telah dipercayakan sebagai pemimpin kelompok kecil Penelaahan Alkitab (PA) KMK FISIP USU sampai sekarang. Pada tahun 2010, penulis pernah beberapa kali menjabat sebagai Enumerator dalam beberapa penelitian ilmiah, salah satunya dalam survei migrasi desa-kota The Rural-Urban Migration in China and Indonesia yang diadakan di kota

Setelah lulus dari pendidikan S1, penulis bekerja sebagai guru privat untuk anak sekolah dasar kelas 5 dan menjabat sebagai guru TK di sekolah Bethany Indonesia selama satu tahun hingga tahun 2013. Pada tahun 2014, penulis dipercayakan bekerja sebagai asisten dosen untuk mata kuliah Sosiologi Keluarga di Departemen Sosiologi Fisip USU.

(12)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

2.5.2.1. Pendekatan holistik pada tumbuh kembang anak 25 2.5.2.2. Gaya mendidik anak yang tidak efisien ... 26

2.6. Proses Enkulturasi Pada Anak ... 28

2.7. Perubahan Fungsi Keluarga ... 29

(13)

2.9. Kemiskinan ... 32

2.10. Definisi Konsep ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 36

3.2. Lokasi Penelitian ... 36

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 37

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.5. Teknik Analisa ... 40

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 41

4.1.1. Sejarah Kabupaten Deli Serdang ... 41

4.1.2. Deskripsi Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam ... 47

4.1.3. Deskripsi Kilang Batu Bata ... 52

4.2.2. Orangtua/Keluarga Pekerja Anak 4.2.2.1. Informan AS ... 59

(14)

4.2.3. Pekerja Dewasa

4.6. Hubungan Patron-Klien diantara Mandor dan Para Pekerja Anak ... 70

4.7. Faktor Ekonomi Keluarga dan Lingkungan Sosial Mendorong Anak Bekerja ... 71

4.7.1. Faktor Ekonomi Keluarga ... 72

4.7.2. Faktor Lingkungan Sosial ... 74

4.8. Solidaritas Sesama Pekerja Anak ... 75

4.9. Pola Asuh Otoriter dalam Kehidupan Pekerja Anak ... 76

4.10. Pekerja Anak Korban dari Kemiskinan Struktural ... 79

4.11. Dampak Pekerja Anak Penyusun Batu Bata ... 82

4.11.1. Proses Enkulturasi Bekerja di Usia Dini Pada Anak . 82 4.11.2. Rendahnya Kualitas Belajar Pada Anak ... 84

4.11.3. Bekerja Sebagai Suatu kebutuhan ... 87

4.12. Pekerja Dewasa Mantan Pekerja Anak ... 88

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 91

5.2. Saran ... 92

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 93

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1. Jenis Mata Pencaharian Penduduk ... 48

4.2 Industri Perekonomian ... 49

4.3. Sarana Rumah Ibadah ... 49

4.4. Tabel Sarana Kesehatan ... 50

4.5. Sarana Pendidikan ... 50

4.6. Jenis Rumah ... 51

(16)

DAFTAR BAGAN

No. Judul Halaman

2.1. Bagan Pendekatan Holistik Pada Tumbuh Kembang Anak ... 25

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Interview Guide Terhadap Pekerja Anak ... 98

2. Interview Guide Terhadap Orangtua/Keluarga ... 100

3. Interviw Guide Terhadap Pekerja Dewasa ... 102

4. Dokumentasi ... 104

(18)

KEHIDUPAN PEKERJA ANAK PENYUSUN BATU BATA DI JALAN PELAK DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM

KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRAK

Pekerja anak merupakan salah satu masalah sosial karena berkaitan erat dengan tingginya tingkat keluarga miskin di suatu negara. Anak-anak keluarga miskin dibiarkan bekerja dengan upah yang rendah untuk membantu perekonomian keluarga agar dapat memenuhi kebutuhan anak. Hal ini mengakibatkan dampak negatif dalam perkembangan diri anak tersebut. Anak menjadi kurang mendapatkan perhatian dan pendidikan yang memadai sehingga berpengaruh buruk pada pembangunan di suatu negara karena anak merupakan generasi penerus bangsa. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Keseluruhan proses penelitian, sejak persiapan, observasi, wawancara, studi kepustakaan, analisis data dan penulisan laporan berlangsung selama 5 bulan. Wawancara dilakukan terhadap 14 orang informan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kehidupan pekerja anak, faktor-faktor yang menyebabkan anak bekerja dan dampak bekerja bagi diri anak tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain faktor ekonomi, lingkungan sosial merupakan faktor pendorong lain anak bekerja. Pengaruh dari teman sebaya yang juga memiliki latar belakang keluarga miskin dan cenderung bekerja membantu ekonomi keluarga, mendorong anak-anak lainnya yang juga berasal dari keluarga miskin ikut terlibat bekerja. Interaksi yang terjadi di antara para pekerja anak menimbulkan solidaritas diantara mereka. Pekerja anak cenderung didik dengan pola asuh otoriter dan menjadi korban dari kemiskinan struktural dalam sebuah keluarga. Hal ini mengakibatkan munculnya beberapa dampak pada diri anak, diantaranya: proses enkulturasi pada anak, rendahnya kualitas belajar anak serta mengakibatkan anak menjadikan bekerja sebagai suatu kebutuhan hidup mereka.

(19)

THE LIFE OF CHILD LABOR OF BRICKS IN JALAN PELAK DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRACT

Child labor is one of social problems that is related closely to high rates of poor families in a country. Children of poor families were left to work with low wages to help the economy of the family so that it can meet the needs of the child. It caused negative impact on the development of the child’s self. Children become less attention and adequate education so that resulting the bad effect on development in a country because they are the nation’s next generation. The research method is descriptive qualitative. This research was conducted in Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. The entire process, from the preparation of the study, observation, interviews, the study of libraranship, analysis of data and report writing lasted for 5 months. The interview was conducted to 14 persons informant. The study aims to describe the lives of child labor, the factors that cause children to work, and the impact of the work for theirself. The results showed that in in addition to economic factors, the social environment is another factor children worked. The influence of peers who also have poor family background and tend to work to help the family economy, push other children from poor families get involved work. Interactions that occur between child labors raising solidarity among them. Child labor tend to be educated by authoritarian parenting and became victims of structural poverty in a family. This has resulted in the emergence of some impact on children, among them: the process of enculturation in children, poor quality of learning and resulting in a child makes working as a requirement of their lives.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Keadaan perekonomian negara yang sedang terpuruk harus diakui mempunyai

pengaruh terhadap munculnya pekerja anak. Permasalahan pekerja anak di

Indonesia tidak dapat disikapi dengan pilihan boleh atau tidak. Kenyataan

menunjukkan bahwa keluarga miskin di Indonesia sangat membutuhkan pekerjaan

bagi anak-anaknya, baik untuk membantu perekonomian keluarga, maupun

melangsungkan hidupnya sendiri. Idealnya anak-anak memang tidak perlu

bekerja, akan tetapi ketika keadaan sosial dan ekonomi memaksa mereka bekerja,

maka menghapus pekerja anak dianggap sebagai tindakan yang tidak logis. Hal ini

menegaskan bahwa pekerja anak tidak dapat dilarang, tetapi dengan ketentuan

anak-anak tersebut masih mempunyai kesempatan untuk sekolah dan pekerja anak

mengerjakan pekerjaan yang masih dalam batas kemampuannya. Pernyataan ini

sesungguhnya menyebutkan bahwa anak-anak diperbolehkan bekerja, tetapi harus

dilindungi dari eksploitasi pihak-pihak yang mempekerjakannya, dan menjaga

hak-haknya agar senantiasa dipenuhi (Hardius Usman, 2004:2).

Dalam kasus pekerja anak, banyak di antara pekerja anak yang ditemukan

sekarang merupakan anak dari orang tua yang dulunya juga pekerja anak. Mereka

tidak punya banyak pilihan selain terus menjadi pekerja anak dan ini bisa

berlangsung hingga generasi berikutnya. Kemiskinan juga membuat banyak orang

(21)

Kondisi ini terkadang masih diperparah oleh budaya sebagian masyarakat yang

menganggap bekerja lebih menguntungkan daripada menuntut ilmu di sekolah.

Understanding Children's Work (UCW) melaporkan bahwa jumlah pekerja

anak di Indonesia cukup tinggi. Sementara itu lebih dari dua pertiga orang muda

memasuki dunia kerja dengan bekal pendidikan dasar atau kurang. Laporan

menunjukkan sebanyak 2,3 juta anak berusia 7-14 tahun merupakan pekerja anak

di bawah umur. Mereka tidak dapat menikmati hak-hak dasar atas pendidikan,

keselamatan fisik, perlindungan, bermain, dan rekreasi. Kebanyakan anak-anak

yang bekerja masih sekolah, namun waktu yang dihabiskan di dalam kelas jauh

lebih sedikit dibandingkan anak-anak yang tidak bekerja.

Data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2012 mencatat, ada sekitar

1,7 juta sebagai pekerja anak. Tingginya jumlah pekerja anak di Indonesia masih

menjadi salah satu masalah serius yang harus ditangani secara komprehensif.

Sebagaimana ditunjukkan oleh hasil Survei Nasional Pekerja Anak oleh Badan

Pusat Statistik (BPS) dan International Labour Organization (ILO) tahun 2009,

ada sekitar 4 juta anak Indonesia aktif secara ekonomi. Sekitar 1,8 juta dari

mereka masuk dalam kategori pekerja anak. Sementara itu, Komisi Nasional

Perlindungan Anak juga mencatat 11 juta anak usia 7-8 tahun tidak terdaftar

sekolah di 33 provinsi di Indonesia. Tingginya jumlah pekerja anak ini membuat

ILO menjadikan Indonesia sebagai negara yang menjadi target utama dalam

Program Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak atau

(22)

sejak 1992 hingga sekarang, pemerintah Indonesia bersama sejumlah pihak terkait

baik di tingkat pusat maupun daerah terus mengupayakan mengurangi jumlah

pekerja anak secara signifikan terutama pada sejumlah jenis pekerjaan yang

dikategorikan sebagai pekerjaan berbahaya bagi anak. Sejumlah pekerjaan

berbahaya itu diantaranya adalah pelacuran, pertambangan, penyelam mutiara,

sektor konstruksi, jermal, pemulung sampah, pekerjaan dengan proses produksi

menggunakan bahan peledak, bekerja di jalan dan pembantu rumah tangga

Secara umum, yang dimaksud dengan pekerja anak atau buruh anak adalah

anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya, untuk

orang lain, atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu,

dengan menerima imbalan atau tidak. Dengan demikian, anak-anak tersebut

bekerja bukan karena pilihan melainkan karena keterpaksaan hidup dan dipaksa

orang lain. Faktor utama yang menyebabkan anak terpaksa bekerja adalah karena

faktor kemiskinan struktural. Dalam keluarga miskin, anak-anak umumnya

bekerja demi meningkatkan pendapatan keluarga. Sebagai tenaga kerja keluarga,

anak-anak tersebut biasanya tidak mendapatkan upah karena mereka telah diberi

makan. Sebagai buruh, anak-anak tersebut seringkali mendapatkan upah yang

tidak layak.

Dalam era industrialisasi sekarang, pengusaha industri justru memperoleh

keuntungan yang sangat besar dari pekerja anak. Bahkan pekerja anak sangat

diminati karena mereka bisa bekerja secara produktif seperti orang dewasa

(23)

diupah dengan murah. Intinya, dalam hubungan kerja, pekerja anak tersebut bisa

dieksploitasi tanpa ada perlawanan. Berbeda dengan pekerja dewasa (apalagi

memiliki serikat pekerja) yang sewaktu-waktu bisa memberontak dengan berbagai

tuntutan seperti peningkatan upah.

Masalah eksploitasi terhadap pekerja anak bukan hanya soal upah, melainkan

soal jam kerja yang panjang, resiko kecelakaan, gangguan kesehatan, dan menjadi

obyek pelecehan dan kesewenang-wenangan orang dewasa. Berdasarkan

peraturan yang ditetapkan Pemerintah tentang Ketenagakerjaan (UU Nomor 13

Tahun 2003), usia kurang dari 12 tahun tidak boleh bekerja, usia 13-14 tahun

hanya boleh bekerja 3 jam per hari, dan usia 15-17 tahun boleh bekerja 8 jam per

hari tetapi dalam kondisi yang tidak membahayakan fisik dan mental. Kenyataan

di lapangan, pekerja anak sebagian besar berusia 13-14 tahun yang bekerja

rata-rata selama 6-7 jam per hari. Bahkan banyak anak-anak tersebut bekerja di sektor

berbahaya dan tidak manusiawi untuk dilakukan oleh anak-anak.

Berdasarkan Konvensi ILO Nomor 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera

untuk mengeliminasi bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, ada empat

pekerjaan terburuk bagi ana

yakni:

1. Semua bentuk perbudakan atau praktik yang menyerupai praktik

perbudakan, seperti penjualan dan perhambaan, serta kerja paksa atau

wajib kerja, termasuk pengerahan anak secara paksa atau wajib untuk

(24)

2. Penggunaan, penyediaan, dan penawaran anak untuk kegiatan prostitusi,

produksi pornografi, atau pertunjukkan pornografi;

3. Penggunaan, penyediaan, dan penawaran anak untuk kegiatan terlarang,

terutama untuk produksi dan penyelundupan narkotika dan obat-obatan

psikotropika;

4. Pekerjaan yang pada dasarnya dan lingkungannya membahayakan

kesehatan, keselamatan, dan moral anak.

Dalam kasus pekerja anak, banyak di antara pekerja anak yang ditemukan

sekarang merupakan anak dari orang tua yang dulunya juga pekerja anak. Mereka

tidak punya banyak pilihan selain terus menjadi pekerja dan ini bisa berlangsung

hingga generasi berikutnya. Kemiskinan juga membuat banyak orang tua dan

anak tidak memiliki pemahaman dan akses yang cukup pada pendidikan. Kondisi

ini terkadang masih diperparah oleh budaya sebagian masyarakat yang

menganggap bekerja lebih menguntungkan daripada menuntut ilmu di sekolah.

UU RI Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 menjamin bahwa hak anak

untuk mendapatkan kehidupan layak, tumbuh kembang, hak yang terbaik bagi

anak, tidak diskriminasi dan hak berpartisipasi dalam menyatakan pendapat.

Kesejahteraan anak merupakan Hak Asasi Manusia yang melekat pada setiap

anak-anak Indonesia.

Secara hukum, negara berkewajiban melindungi dan memenuhi hak-hak anak,

baik hak sipil, politik, sosial, budaya, dan ekonomi. Akan tetapi, pada

kenyataannya negara masih belum mampu memenuhi kewajibannya untuk

melindungi hak-hak anak. Salah satu permasalahan yang masih terjadi adalah

(25)

membawa dampak-dampak buruk bagi anak-anak, baik secara fisik maupun

psikis. Lebih jauh, bekerja dikhawatirkan akan menggangu masa depan anak-anak

untuk mendapat kehidupan yang lebih baik. Pekerja anak tersebut kehilangan

kesempatan untuk tumbuh berkembang secara wajar dalam hal fisik, psikologis,

sosial, dan pendidikan. Mereka kehilangan masa di mana mereka seharusnya

menikmati masa bermain, belajar, bergembira, dan mendapatkan kedamaian.

Tidak sedikit dari pekerja anak tersebut terpaksa putus sekolah atau yang tidak

bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Mereka putus sekolah karena

keterbatasan ekonomi keluarga, dan juga karena mereka tak sanggup memikul

beban ganda sebagai pekerja dan sebagai pelajar. Bagaimanapun juga mereka

akan kesulitan untuk membagi waktu dan perhatian. Oleh karena itu, pekerja anak

rentan putus sekolah.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa permasalah besar yang

dihadapi pekerja anak, khususnya pada anak yang tingkat ekonomi keluarganya

sangat rendah dan berada dalam kondisi kemiskinan adalah anak dituntut untuk

mencari nafkah dengan bekerja sebagai pekerja anak untuk menolong

perekonomian keluarga. Penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan

kehidupan pekerja anak, dalam hal ini adalah pekerja anak penyusun batu bata dan

apa saja faktor-faktor yang mengakibatkan anak bekerja di Desa Sekip Kecamatan

(26)

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah kehidupan pekerja anak penyusun batu bata di Jalan

Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang?

2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan anak bekerja di kilang batu

bata tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menjelaskan kehidupan pekerja anak penyusun batu bata di Jalan Pelak

Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

2. Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan anak bekerja

3. Menjelaskan dampak dari bekerja bagi diri anak tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah

bagi mahasiswa khususnya mahasiswa studi pembangunan serta dapat

memberikan sumbangsih dan kontribusi bagi ilmu sosial, masyarakat

(27)

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis

dalam membuat karya tulis ilmiah tentang pekerja anak penyusun batu bata

di kilang batu bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Hasil studi yang dilakukan Bagong Suyanto pada tahun 2001 dalam jurnal

yang ditulis Eny Hikmawati, menyebutkan jumlah pekerja anak usia 7-14 tahun di

Indonesia meningkat 1,64 juta pada bulan Oktober 1997 menjadi 1,73 juta pada

Agustus 1998, dan meningkat menjadi 1,81 juta pada Desember 1998.

Pertambahan jumlah pekerja anak ini meningkat 6 kali lipat di wilayah perkotaan

dibandingkan wilayah pedesaan. Hasil penelitian juga mengungkap munculnya

pekerja anak berusia 5-9 tahun yang jumlahnya mencapai 203 ribu orang pada

Desember 1998 (Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial: 2011, 43)

Dari hasil penelitian oleh Tuti Atika, dkk, dalam Jurnal Studi Pembangunan

Magister Studi Pembangunan USU diperoleh bahwa faktor penyebab anak bekerja

adalah untuk memenuhi kebutuhan sekolah yang sering tidak bisa dipenuhi

seluruhnya oleh orang tuanya. Adapun alasan yang lain adalah untuk membantu

ekonomi keluarga. Keadaan ekonomi keluarga yang tidak mencukupi, mendorong

anak bekerja meringankan beban ekonomi keluarga. Selain itu, motivasi anak

bekerja karena ingin memperoleh penghasilan sendiri. Hal ini berkaitan dengan

gesekan-gesekan sosial dan globalisasi ide tentang gaya hidup menyebarnya

budaya konsumerisme yang menyebabkan pentingnya akses terhadap uang bagi

anak (Jurnal Studi Pempangunan, 2006 : 76)

Dari survei mengenai pekerja anak yang dilaksanakan oleh YKAI (Yayasan

(29)

orangtua untuk memenuhi kebutuhan anak dan ketidakmampuan untuk

membiayai sekolah anak (84%) merupakan faktor utama yang mendorong anak

untuk bekerja. (Abu Huraerah, 2007: 80)

Hasil riset yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gender

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Sebelas

Maret (P3G LPPM UNS) dengan koordinator peneliti Drs. D. Priyo Sudibyo,

M.Si, dkk pada tahun 2010 mengkaji tentang pekerja anak dengan mendasarkan

atas Konvensi Hak Anak (KHA) dari PBB serta pemberlakuan UU No. 23 Tahun

2002, menunjukkan bahwa dari 45 anak yang terdiri dari 12 anak perempuan (10

anak berusia 10 - 17 tahun) dan 33 anak laki-laki (16 anak berusia 10 - 17 tahun),

bekerja di berbagai sektor atau bidang diantaranya, 5 anak bekerja di sektor

konstruksi, 5 anak terlibat AYLA (anak yang dilacurkan), 6 anak sebagai

pemulung sampah, 10 anak menjadi anak jalanan, 1 anak sebagai PRT, 11 anak

bekerja di industri rumahan dan 7 anak bekerja di sektor mengandung bahan

kimia berbahaya. Bila dilihat dari jam kerjanya, 32 anak bekerja 4-8 jam, 6 anak

bekerja selama kurang dari 4 jam dan 7 anak lebih dari 8 jam. Sedangkan

berdasarkan pendapatan 28 anak memperoleh pendapatan kurang dari Rp.

25.000,00 sehari dan 17 anak memperoleh lebih atau sama dengan Rp. 25.000,00

perhari. Untuk pemanfaat atau penggunaan pendapatan anak-anak yang

dieksplorasi mengungkapkan untuk diri sendiri dan orang tua sebanyak 19 anak

dan ada sebanyak 18 anak yang menggunakan untuk diri sendiri

(30)

2.2. Definisi Anak

Menurut The Minimum Age Convention nomor 138 (1973), pengertian tentang

anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam

Convention on the Rights of the Child (1989) yang diratifikasi pemerintah

Indonesia melalui Keppres nomor 39 tahun 1990 disebuthkan bahwa anak adalah

mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF mendefinisikan

anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun.

Undang-undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa

anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan

Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun. (Abu Huraerah,

2007:31)

Jika dicermati, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak

terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21

tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan

sosial serta pertimbangan kematangan sosial, kematangan peribadi dan

kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai setelah sese0rang

melampaui usia 21 tahun.

2.3. Pekerja Anak

Secara umum, yang dimaksud dengan pekerja anak atau buruh anak adalah

anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya, untuk

(31)

dengan menerima imbalan atau tidak (Bagong Suyanto, 2010). Dengan demikian,

anak-anak tersebut bekerja bukan karena pilihan melainkan karena keterpaksaan

hidup dan dipaksa orang lain.

Pekerja anak merupakan suatu istilah yang seringkali menimbulkan

perdebatan, meskipun sama-sama digunakan untuk menggantikan istilah buruh

anak. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggunakan istilah anak-anak

yang terpaksa bekerja. Biro Pusat Statistik menggunakan istilah anak-anak yang

aktif secara ekonomi. Definisi Pekerja Anak menurut ILO/ IPEC adalah anak

yang bekerja pada semua jenis pekerjaan yang membahayakan atau mengganggu

fisik, mental, intelektual dan moral. Konsep pekerja anak didasarkan pada

Konvensi ILO No 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja yang

menggambarkan definisi internasional yang paling komprehensif tentang usia

minimum untuk diperbolehkan bekerja, mengacu secara tidak langsung pada

“kegiatan ekonomi”. Konvensi ILO menetapkan kisaran usia minimum dibawah

ini dimana anak-anak tidak boleh bekerja. Usia minimum menurut Konvensi ILO

No 138 untuk negara-negara dimana perekonomian dan fasilitas pendidikan

kurang berkembang adalah semua anak berusia 5 – 11 tahun yang melakukan

kegiatan-kegiatan ekonomi adalah pekerja anak sehingga perlu dihapuskan.

Anak-anak usia 12 – 14 tahun yang bekerja dianggap sebagai pekerja Anak-anak, kecuali jika

mereka melakukan tugas ringan. Sedangkan usia sampai dengan 18 tahun tidak

diperkenankan bekerja pada pekerjaan yang termasuk berbahaya.

Pekerjaan ringan dalam Konvensi No 138 Pasal 7, menyatakan bahwa

(32)

menggangu sekolahnya serta berpartisipasinya dalam pelatihan kejuruan atau

“kapasitas untuk memperoleh manfaat dari instruksi yang diterimanya. Tugas

yang dilaksanakan dalam pekerjaan ringan tidak boleh merupakan pekerjaan yang

berbahaya dan tidak boleh lebih dari 14 jam per minggu. Ambang batas ini

didukung oleh Konvensi ILO no 33 tahun 1932 mengenai usia minimum (Pekerja

di bidang Non Industri) dan temuan tentang dampak anak bekerja terhadap tingkat

kehadiran prestasi di sekolah dan terhadap kesehatan anak.

Pekerja anak melakukan pekerjaan tertentu sebagai aktifitas rutin harian, jam

kerjanya relatif panjang. Ini menyebabkan mereka tidak dapat bersekolah, tidak

memiliki waktu yang cukup untuk bermain dan beristirahat, dan secara tidak

langsung aktifitas tersebut berbahaya bagi kesehatan anak. Sedangkan anak

bekerja, mereka melakukan aktifitas pekerjaan hanya sebagai latihan. Kegiatan

tersebut tidak dilakukan setiap hari, jam kerja yang digunakan juga sangat pendek,

dan aktifitasnya tidak membahayakan bagi kesehatan anak serta mendapatkan

pengawasan dari orang yang lebih dewasa atau ahlinya. Dalam hal ini anak masih

melakukan aktifitas rutinnya seperti sekolah, bermain dan beristirahat.

2.4. Faktor Penyebab Anak Bekerja

Keterlibatan anak dalam dunia kerja tidaklah terjadi dengan sendirinya,

melainkan disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor penyebab tersebut ada

(33)

dengan anak. Secara garis besar faktor penyebab ini dapat dikelompokkan dalam

dua kelompok, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik.

Faktor pendorong merupakan faktor yang berasal dari dalam diri si anak, yang

mendorong anak untuk melakukan aktifitas tertentu yang menghasilkan uang.

Dengan hasil yang diperoleh anak akan menjadi senang dan dorongan tersebut

akan terpuaskan. Faktor pendorong yang menyebabkan anak memilih menjadi

pekerja anak antara lain : kemiskinan yang dialami orangtua, adanya budaya dan

tardisi yang memandang anak wajib melakukan pekerjaan sebagai bentuk

pengabdian kepada orangtua, relatif sulitnya akses ke pendidikan, tersedianya

pekerjaan yangmudah diakses tanpa membutuhkan persyaratan tertentu, dan tidak

tersedianya fasilitas penitipan anak pada saat orangtua bekerja.

Faktor penarik adalah faktor yang berasal dari luar diri anak. Faktor inilah

yang menjadi alasan bagi dunia kerja untuk menerima anak bekerja. Anak

dipandang sebagai tenaga kerja yang murah dan cenderung tidak banyak

menuntut. Pekerja anak dipandang tidak memiliki kemampuan yang memadai,

baik secara fisik maupun kemampuan. Dengan demikian para pengusaha akan

cenderung memilih anak karena upah yang diberikan akan cenderung lebih murah

dari pada orang dewasa. Di samping itu anak lebih patuh dan penurut terhadap

instruksi yang diberikan oleh orang dewasa.

Selain beberapa faktor di atas, penyebab anak memasuki dunia kerja dapat

dilihat dari beberapa faktor antara lain: ekonomi, sosial, budaya dan faktor-faktor

lain. Dari faktor ekonomi, kemiskinan keluarga menyebabkan ketidak

(34)

dengan kesadaran sendiri atau dipaksa oleh keluarga untuk bekerja, sehingga

kebutuhan pokoknya dapat terpenuhi dan membantu keluarga dalam mencari

nafkah. Secara sosial ketidak harmonisan hubungan antar anggota keluarga dan

pengaruh pergaulan dengan teman, merupakan faktor yang menyebabkan anak

bekerja. Bagi anak, bekerja bukan sekedar kegiatan mencari nafkah untuk

memenuhi kebutuhan pokoknya. Tetapi juga sebagai pelampiasan atas ketidak

harmonisan hubungan diantara anggota keluarga. Di samping itu pekerjaan dan

teman-teman di tempat bekerja merupakan tempat yang dapat dijadikan tempat

bergantung bagi anak.

Faktor budaya yang menyebabkan anak bekerja adalah adanya pandangan dari

sebagian masyarakat yang lebih menghargai anak yang bekerja. Mereka

menganggap bahwa anak yang bekerja merupakan bentuk pengabdian kepada

orangtua. Faktor-faktor lain yang turut menjadi penyebab anak memasuki dunia

kerja adalah tersedianya sumber lokal yang dapat menjadi lahan pekerjaan bagi

anak, pola rekriutmen yang mudah dan anak merupakan tenaga kerja yang murah

dan mudah diatur.

Dampak dari pekerja anak yang secara tidak langsung akan ditanggung oleh

masyarakat dan negara antara lain : pertama, anak tidak memiliki bekal

pendidikan dan keterampilan yang memadai, sehingga akan memperpanjang

siklus kemiskinan yang selama ini sudah dialami keluarga anak. Kedua, Anak

yang bekerja pada usia dini akan cenderung memilliki fisik yang lebih rapuh,

merasa takut dan tidak memiliki rasa percaya diri ketika berinteraksi dengan orang

(35)

Memperhatikan pada dampak negatif terhadap perkembangan anak tersebut,

maka dapat dikatakan bahwa pekerja anak merupakan suatu masalah yang perlu

mendapat perhatian berbagai pihak. Masalah pekerja anak bukanlah masalah yang

memiliki faktor penyebab tunggal, sehingga penanganannya pun perlu melibatkan

beberapa pihak yang berhubungan dengan anak. Pandangan yang

mempermasalahkan pekerja anak juga dapat dilihat dari perspektif hak anak.

Perspektif hak anak memandang bahwa hak anak merupakan bagian dari hak asasi

manusia yang mendapatkan pengakuan dan perlindungan secara Internasional.

Setiap anak tanpa terkecuali memiliki 4 hak dasar yang meliputi : hak atas

kelangsungan hidup, hak untuk tumbuh kembang, hak untuk mendapatkan

perlindungan dan hak untuk berpartisipasi. Hak untuk tumbuh kembang

merupakan hak anak untuk memperoleh pendidikan, informasi, waktu luang,

kegiatan seni dan budaya, kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama serta

hak anak cacat atas pelayanan, perlakuan dan perlindungan khusus.

Membiarkan anak untuk menjadi pekerja anak merupakan bentuk pelanggaran

terhadap hak anak, terutama hak untuk berkembang. Pekerja anak menghabiskan

sebagian waktunya untuk bekerja. Ini menyebabkan mereka tidak memiliki

kesempatan lagi untuk memperoleh pendidikan, melakukan aktfitas yang

berkaitan dengan seni dan budaya, tidak memiliki waktu luang yang

memungkinkannya untuk bersosialisasi dengan teman sebaya dan cenderung

(36)

2.5. Hak dan Kebutuhan Anak

Setiap anak memiliki hak dan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh orangtua

atau keluarga maupun masyarakat di lingkungan sekitarnya. Pemenuhan hak dan

kebutuhan pada anak akan berpengaruh besar pada tumbuh kembang anak, baik

dalam hal fisik maupun emosional anak sebagai generasi penerus bangsa.

Semakin terpenuhinya hak dan kebutuhan anak maka semakin besar kemungkinan

untuk menghasilkan generasi yang membangun bangsa dan negaranya.

2.5.1. Hak-hak Anak

Anak merupakan modal dasar bagi pembangunan nasional dan penerus

cita-cita perjuangan bangsa yang kelak diharapkan mampu menjalankan

tugas dan tanggung jawabnya demi kelestarian bangsa dan negara. Membuat

perencanaan masa depan tanpa memperhitungkan variabel anak adalah

sebuah pikiran amoral dan historis, karena tidak meletakkan manusia

sebagai faktor determinan dalam perubahan masyarakat. Bila itu terjadi,

maka dalam prosesnya akan dengan mudah melupakan faktor-faktor

kepentingan anak dan lebih untuk menuruti egoisme manusia dewasa yang

berfikir hanya untuk kepentingan sesaat. Anak-anak karena

ketidakmampuan ketergantungaan dan ketidakmatangan, baik fisik, mental

maupun intelektual, perlu mendapat perlindungan, perawatan dan bimbingan

dari orang tua (dewasa). Perawatan, pengasuhan dan pendidikan anak adalah

kewajiban agama dan kemanusiaan yang harus dilaksanakan mulai dari

(37)

Dalam sebuah keluarga terdapat anak-anak yang menjadi tanggung

jawab orang tua, baik yang masih dalam kandungan, masa bayi hingga anak

mencapai usia dewasa dan mandiri. Sebagai bagian dari masyarakat bangsa,

anak juga memiliki hak yang berguna dalam menjamin pertumbuhan dan

perkembangannya. Pengakuan terhadap hak anak secara Internasional

dilakukan oleh PBB melalui suatu konvensi yaitu pada tahun 1989.

Prinsip-prinsip yang dianut dalam Konvensi Hak Anak adalah (Buletin Kalingga:

November-Desember 2004)

1. Non Diskriminasi (Pasal 2). Semua hak anak yang diakui dan

terkandung dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa

perbedaan apapun.

2. Kepentingan terbaik untuk anak (Pasal 3). Semua tindakan yang

menyangkut anak, pertimbangannya adalah apa yang terbaik untuk

anak.

3. Kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6). Hak hidup

yang melekat pada diri setiap anak harus diakui atas perkembangan

hidup dan perkembangannya harus dijamin.

4. Penghargaan terhadap pendapat anak (Pasal 12). Pendapat anak

terutama yang menyangkut hal-hal yang dapat mempengaruhi

kehidupannya perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan.

Konvensi hak anak tersebut diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dalam

Keppres No. 36 tahun 1990. Dalam Keppres tersebut dinyatakan bahwa

(38)

berkembang, hak untuk dilindungi, hak untuk berperan serta, hak untuk

menolak menjadi pekerja anak, dan hak untuk memperoleh pendidikan.

Sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak pada tanggal 22 Oktober 2002 (disetujui DPR RI tanggal

23 September 2002), perlindungan bagi anak Indonesia telah memiliki

landasan hukum yang lebih kokoh. Hak anak relatif lebih lengkap dan cukup

banyak dicantumkan dalam Undang-undang Perlindungan Anak. Pasal-pasal

yang berkaitan dengan hak-hak anak tersebut adalah sebagai berikut.

Pasal 4 : Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang,

dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 5 : Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan

status kewarganegaraan.

Pasal 6 : Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya,

berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan

dan usianya, dalam bimbingan orangtua.

Pasal 7 : (1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orangtuanya,

dibesarkan, dan diasuh oleh orangtuanya sendiri.

(2) Dalam hal karena suatu sebab orangtuanya tidak dapat

(39)

keadaan terlantar, maka anak tersebut berhak diasuh atau

diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang

lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8 : Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan

jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental,

spiritual, dan sosial

Pasal 9 : (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan

pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan

tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak

memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak

yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan

pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang

memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan

pendidikan khusus

Pasal 10 : Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya,

menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan

tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya

(40)

Pasal 11 : Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan

waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain,

berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan

tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

Pasal 12 : Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh

rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf

kesejahteraan sosial.

Pasal 13 : (1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali,

atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas

pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari

perlakuan:

1. Diskriminasi;

2. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

3. Penelantaran;

4. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

5. Ketidakadilan; dan

6. Perlakuan salah lainnya

(2) Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan

segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman

Pasal 14 : Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri,

(41)

menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan

terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

Pasal 15 : Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari:

1. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;

2. Pelibatan dalam sengketa bersenjata;

3. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;

4. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur

kekerasan; dan

5. Pelibatan dalam peperangan

Pasal 16 : (1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran

penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman

yang tidak manusiawi.

(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai

hukum.

(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana pendjara

anak hanya dilakukan apabila dengan hukum yang

berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya

terakhir.

Pasal 17 : (1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:

1. Mendapat perlakukan secara manusiawi dan

(42)

2. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya

secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum

yang berlakuuu dan

3. Membela diri dan memperoleh memperoleh keadilan

di depan pengadilan anak yang obyektif dan tidak

memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan

seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak

dirahasiakan

Pasal 18 : Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana

berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

2.5.2. Kebutuhan Anak

Huttman dalam Abu Huraerah (2012:38) merinci kebutuhan anak

adalah:

1. Kasih sayang orangtua

2. Stabilitas emosional

3. Pengertian dan perhatian

4. Pertumbuhan kepribadian

5. Dorongan kreatif

(43)

7. Pemeliharaan kesehatan

8. Pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal yang sehat

dan memadai

9. Aktivitas rekreasional yang konstruktif dan positif

10.Pemeliharaan, perawatan, dan perlindungan.

Menurut Suharto yang dikutip oleh Abu Huraerah (2012 : 39), untuk

menjamin pertumbuhan fisik anak, anak membutuhkan makanan yang

bergizi, pakaian, sanitasi, dan perawatan kesehatan. Semasa kecil, mereka

memerlukan pemeliharaan dan perlindungan dari orangtua sebagai perantara

dengan dunia nyata. Untuk menjamin perkembangan psikis dan sosialnya,

anak memerlukan kasih sayang, pemahaman, suasana rektratif, stimulasi

kreatif, aktualisasi diri, dan pengembangan intelektual. Sejak dini, mereka

perlu pendidikan dan sosialisasi dasar, pengajaran tanggung jawab sosial,

peran-peran sosial dan ketrampilan dasar agar menjadi warga masyarakat

yang bermanfaat. Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut

akan berdampak negatif pada pemenuhan kebutuhan tersebut akan

berdampak negatif pada pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual,

mental, dan sosial anak. Anak bukan saja mengalami kerentanan fisik akibat

gizi dan kualitas kesehatan yang buruk, melainkan juga menalami hambatan

mental, lemah daya nalar, dan bahkan perilaku-perilaku mal-adaptif, seperti:

autis, ‘nakal’, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia

(44)

2.5.2.1. Pendekatan holistik pada tumbuh kembang anak

Seorang psikiater terkenal, Dadang Hawari berpendapat bahwa

pertumbuhan dan perkembangan anak seutuhnya dipengaruhi empat

faktor yang saling berinteraksi satu dengan yang lain: faktor

organobiologik, psiko-edukatif, sosial-budaya, dan spritual (agama).

Anak akan tumbuh dan berkembang sehat apabila keempat faktor

tersebut terpenuhi dengan baik. interaksi dari keempat faktor tersebut

dapat digambarkan sebagai berikut (Abu, Huraerah, 2012 : 40) :

Gambar 2.1. Bagan Pendekatan Holistik Pada Tumbuh Kembang Anak

Dalam hal agama, anak harus mendapapat pendidikan agama sejak

dini sehingga dapat menjalankan peraturan dengan pemahaman yang

benar. Dalam hal organo-biologik, anak membutuhkan pemenuhan

jasmaninya secara fisik demikian pula dengan tingkat gizi yang

seharusnya mereka terima sehingga dapat tumbuh dan berkembang

secara sehat. Dalam hal psiko-edukatif, anak membutuhkan pendidikan Agama/

Spiritual

Organo-Biologik

Psiko-Edukatif

(45)

baik secara formal maupun informal yang sangat berpengaruh pada

kecerdasan dan mental anak guna masa depan yang baik. Dalam

sosial-budaya, anak membutuhkan pola-pola interaksi yang baik dan

ajaran budaya yang bernilai positif untuk dijalankan sebagai makhluk

sosial.

2.5.2.2. Gaya mendidik anak yang tidak efisien

Daniel Golemen mengungkapkan tiga gaya mendidik anak yang

secara emosional pada umumnya tidak efisien, yaitu:

1. Sama sekali mengabaikan perasaan

Orangtua seperti ini memperlakukan masalah emosional

anaknya sebagai hal kecil atau gangguan, sesuatu yang mereka

tunggu-tunggu untuk dibentak. Mereka gagal memanfaatkan

momen emosional sebagai peluang untuk menjadi lebih dekat

dengan anak atau untuk menolong anak untuk memperoleh

pelajaran-pelajaran dalam ketrampilan emosional.

2. Terlalu membebaskan

Orangtua seperti ini peka akan perasaan anak, tetapi jarang

berusaha memperlihatkan respon-respon alternatif kepada anaknya.

(46)

akan menggunakan tawar-menawar serta suap agar anak berhenti

bersedih hati dan marah.

3. Menghina dan tidak menunjukkan penghargaan terhadap

perasaan anak

Orang tua seperti ini suka mencela, mengecam, dan

menghukum keras anak mereka. Misalnya, mereka mencegah

setiap ungkapan kemarahan anak dan menjadi kejam jika melihat

tanda kemarahan paling kecil sekalipun. Mereka adalah orangtua

yang akan berteriak marah pada anak yang mecoba menyampaikan

alasannya, “Jangan Membantah!” (Hermanta dalam Abu Huraerah,

2012 : 42)

Gaya mendidik anak yang tidak efisien akan menimbulkan

pengaruh negatif terhadap perkembangan anak. Anak yang didik

dengan pola dan aturan tertentu di dalam sebuah keluarga,

cenderung akan mengikuti dan meregenerasikan pola dan aturan

yang sudah ia terima sebelumnya tersebut. Jika pola dan aturan

yang anak terima bersifat menyimpang, maka anak akan cenderung

(47)

2.6. Proses Enkulturasi Pada Anak

Istilah yang sesuai untuk kata enkulturasi adalah “pembudayaan”. Dalam

bahasa Inggris digunakan istilah institutionalization. Proses enkulturasi adalah

proses seorang individu nmempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta

sikapnya terhadap adat, sistem norma, dan peraturan yang hidup dalam

kebudayaannya. (Koentjaraningrat, 2009: 189)

Proses enkulturasi sudah berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan kecil

(keluarga) ke lingkungan yang lebih besar (masyarakat). Anak kecil mulai belajar

dengan cara menirukan tingkah laku orang-orang di sekitarnya, yang lama

kelamaan menjadi suatu pola yang mantap dan norma yang mengatur tingkah

lakunya “dibudayakan”. Selain di lingkungan keluarga, norma-norma tersebut

dapat pula dipelajari dari pengalamannya bergaul dengan sesama warga

masyarakat dan secara formal di lingkungan sekolah.

Pada mulanya, yang dipelajari oleh seorang anak tentu hal-hal yang menarik

perhatiannya dan yang konkret. Kemudian sesuai dengan perkembangan jiwanya,

ia mempelajari unsur-unsur budaya lainnya yang lebih kompleks dan bersifat

abstrak. Meskipun enkulturasi hampir memiliki makna yang sama dengan

sosialisasi, namun keduanya memiliki arti yang berbeda. Di dalam enkulturasi

seorang anak mempelajari dan menyesuaikan alam pikirannya dengan lingkungan

yang telah menjadi kebudayaannya. sedangkan di dalam sosialisasi, seorang anak

(48)

2.7. Perubahan Fungsi Keluarga

Perubahan fungsi keluarga dapat menimbulkan munculnya disorganisasi

keluarga. Keluarga tradisional merupakan suatu lembaga multifungsi dan

mempunyai berbagai fungsi ekonomi, perlindungan, pendidikan, religi, rekreasi,

biologis, kasih sayang dan status. Perubahan sosial telah merubah fungsi-fungsi

dari keluarga kepada lembaga-lembaga yang lain, dan dalam banyak hal keluarga

sekarang merupakan bayangan dari yang lama itu sendiri. (Khairuddin, 1999 :

123)

Fungsi ekonomi, misalnya, merupakan kepentingan yang menentukan karena

keluarga bukanlah selamanya merupakan unit produksi yang utama.

Kecenderungan menempatkan beban pendidikan formal hampir sepenuhnya pada

masyarakat, dan keluarga telah kehilangan sebagian besar fungsi pendidikannya

kecuali pada masa-masa awal si anak. Sekolah gereja moderen telah banyak

mengambil alih pendidikan agam dan sama sekali memperkecil fungsi agama

keluarga. Negara telah memegang hak untuk melindungi kesejahteraann

wargannya mulai dari ayunan sampai kel liang kubur. Pada satu tujuan tentang

perjalanan hidup, negara telah meningkatkan peranan perlindungannya atas si

anak, pada tujuan lain, program-program bantuan terhadap orang-orang jompo

seterusnya telah menurun fungsi perlindungan keluarga terhadap mereka-mereka

yang berusia lanjut.

Fungsi-fungsi tradisional tertentu sebagian besar telah dipegang oleh

lembaga-lembaga atau asosiasi-asosiasi lain. Rekreasi yang bersifat komersil telah menjadi

(49)

pusat-pusat kota. Fungsi status yang ada dalam suatu negara berubah terus

menerus dan tidak dapat diganti oleh agen yang sama. Pada awalnya, status

sebagian besar ditentukan oleh kelahiran. Posisi dalam masyarakat dengan ukuran

luas menghasilkan keanggotaan seseorang dalam suatu keluarga khusus. Sekarang

banyak yang lebih menekankan pada individu dan prestasinya daripada

berdasarkan keanggotaannya di dalam suatu kelompok keluarga. Hal ini

cenderung untuk demokratis, dan hal ini juga memperlihatkan menurunnya fungsi

tradisional. Nilai pokok dari keluarga zaman sekarang terletak pada tiga hal yang

fungsinya tidak dapat dijalankan oleh lembaga lain yakni fungsi biologis, fungsi

sosialisasi, dan fungsi kasih sayang.

Fungsi biologis menentukan peranan keluarga dalam melaksanakan hubungan

sosial yang serasi yang didalamnya anak-anak dikandung dan dilahirkan. Fungsi

biologis merupakan alat pengerahan masyarakat dengan tambahan angota-anggota

baru. Hal ini merupakan fungsi yang terpenting dari segala fungsi-fungsi, tanpa

dengan ini keluarga dan masyarakat biasanya akan bertambah buruk dan musnah.

Dalam fungsi sosialisasi, proses kepribadian si anak ditentukan lewat interaksi

sosial. Agen utama dalam hubungan ini adalah keluarga dan masyarakat. Setiap

masyarakat seharusnya mengajar si anak untuk menjadi anggota yang

bertanggung jawab dan paling utama adalah melalui keluarga. Melalui keluarga si

anak belajar menerima norma-norma sosial, sikap-sikap, nilai-nilai, serta

pola-pola tingkah laku sehingga bahasa, pola-pola-pola-pola seks, keyakinan agama, sopan

santun, dan cara pengaplikasian elemen-elemen kebudayaan diatasi melalui

(50)

Fungsi kasih sayang termasuk pengertian simpatik, kepuasan diri, perasaan

aman, dan keinginan untuk dicintai dan dihargai. Fungsi kasih sayang juga

memerlukan kasih sayang perkawinan, perasaan cinta dan penghargaan diantara

pasangan suami istri, akan tetapi kebutuhan-kebutuhan perkawinan lebih daripada

sekedar kasih sayang romantis untuk memastikan keabadiannya.

2.8. Pekerja Anak Rawan Eksploitasi

Hampir semua studi tentang pekerja anak membuktikan adanya tindakan yang

merugikan anak. Para pekerja anak umumnya selain dalam posisi tak berdaya,

juga sangat rentan terhadap eksploitasi ekonomi. Di sektor industri formal,

mereka umumnya berada dalam kondisi jam kerja yang panjang, berupah rendah,

menghadapi resiko kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan atau menjadi

sasaran pelecehan dan kesewenang-wenangan orang dewasa.

Kecenderungan eksploitasi terhadap anak berkaitan secara signifikan dengan

ranah eksternal makro yang saling mempengaruhi dengan keterdesakan dan atau

marginalisasi kelompok anak-anak baik secara sosial, psikologis, dan ketahanan

mental dari serangan budaya atau gaya hidup materialistis yang semakin meluas.

Dinamika sosial ekonomi secara tidak disadari telah menimbulkan persoalan yang

tidak terduga, sebagaimana pelacuran anak, fenomena ABG (Anak Baru Gede),

aborsi, dan pornografi anak.

Keterlibatan anak-anak dalam aktivitas ekonomi, bila dilakukan secara

proporsional dan mengikuti aturan hukum yang berlaku barangkali persoalan ini

(51)

masyarakat yang relatif belum berkembang, peran anak sebagai salah satu sumber

penghasilan keluarga bagaimnapun tidak akan dapat diingkari begitu saja. Tetapi

yang memprihatinkan meski secara resmi pemerintah telah menerbitkan sejumlah

aturan hukum, dalam praktik berbagai pelanggaran tetap saja terjadi.

Di berbagai daerah, pekerja anak sering dipekerjakan pada malam hari dan

sering 10-12 jam sehari bahkan tidak jarang lebih. Studi yang dilakukan Irwanto

dkk (Bagong Suyanto : 2010) menemukan bahwa sekitar 71,9 % pekerja anak

bekerja selama lebih dari 7 jam sehari. Pekerja anak yang menjadi pembantu

rumah tangga dan mereka yang bekerja di jermal bahkan bekerja lebih dari 12 jam

sehari. Tidak sedikit anak-anak juga bekerja dalam kondisi lingkungan kerja yang

buruk dan berbahaya.

2.9. Kemiskinan

Dalam membicarakan masalah kemiskinan dan/atau pemiskinan, akan ditemui

istilah kategoritatif kemiskinan (Johanes Mardinin: 1996), diantaranya:

1. Kemiskinan Absolut

Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu memenuhi

kebutuhan minimum hidupnya untuk memelihara fisiknya agar dapat

bekerja penuh dan efisien. Orang yang dalam kondisi ini sangat ditentukan

oleh nutrisi yang dibutuhkan setiap orang. Nutrisi tersebut akan

(52)

bekerja. Di Indonesia garis batas minimum kebutuhan hidup yang

ditentukan BPS sebesar 2.100 kalori per kapita per hari.

2. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif muncul jika kondisi seseorang atau sekelompok

orang dibandingkan dengan kondisi orang lain. Misalnya, Karto adalah

orang yang sangat kaya di desanya, tetapi setelah dibandingkan dengan

orang-orang di kota ternyata Karto tergolong miskin.

3. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural lebih menunjuk kepada orang atau sekelompok

orang yang tetap miskin atau menjadi miskin karena struktur masyarakatnya

yang timpang, yang tidak menguntungkan bagi golongan yang lemah.

Mereka tetap miskin atau menjadi miskin bukan karena tidak mau berusaha

memperbaiki nasibnya, tetapi karena usaha yang mereka lakukan selalu

kandas dan terbentur pada sistem atau struktur masyarakat yang berlaku.

4. Kemiskinan Situasional atau Kemiskinan Natural

Kemiskinan situasional atau kemiskinan natural terjadi jika seseorang

atau sekelompok orang tinggal di daerah-daerah yang kurang

menguntungkan dan oleh karenanya mereka menjadi miskin. Dengan kata

lain, kemiskinan itu terjadi sebagai akibat dari situasi yang tidak

menguntungkan seperti kemarau panjang, tanah tandus, gagal panen, atau

(53)

5. Kemiskinan Kultural

Kemiskinan penduduk terjadi karena kultur masyarakatnya. Masyarakat

rela dengan keadaan miskinnya karena diyakini sebagai upaya untuk

membebaskan diri dari sikap serakah yang pada gilirannya akan membawa

kepada ketamakan. Misalnya, masyarakat yang menganut pietisme-dualistis

mempunyai anggapan bahwa manusia terdiri dari dua bagian yang saling

bertentangan, yaitu jiwa (suci) dan raga (yang dianggap hina). Sementara

itu, mereka juga beranggapan bahwa keselamatan manusia sangat ditentukan

oleh pietas, yaitu kesalehan yang menolak kehinaan.

2.10. Definisi Konsep

1. Pekerja anak merupakan setiap anak yang berusia antara 5 sampai

dengan 17 tahun yang telah bekerja sebagai penyusun batu bata minimal

selama 1 tahun di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam.

2. Kilang batu bata merupakan tempat terjadinya proses produksi dan

perdagangan batu bata yang menjadi lingkungan anak penyusun batu

bata bekerja untuk memperoleh uang.

3. Teman sebaya adalah anak yang menjadi teman bermain dan bekerja

pekerja anak yang di dalam hubungannya merasakan adanya kesamaan

satu dengan yang lain, seperti usia, kebutuhan dan tujuan yang dapat

(54)

4. Kehidupan sosial ekonomi merupakan perilaku sosial dari anak yang

menyangkut interaksinya dan perilaku ekonomi dari anak yang

berhubungan dengan pendapatan dan pemanfaatannya

5. Kondisi pekerja anak adalah kondisi kerja anak yang meliputi jam kerja,

upah atau gaji, jenis dan sifat pekerjaan, resiko pekerjaaan, dan interaksi

anak yang bekerja dengan sesama pekerja anak lainnya.

6. Keluarga adalah orang yang pernah mengasuh, mendidik dan merawat si

anak hingga anak tersebut bekerja sebagai penyusun batu bata dan diakui

oleh si anak sebagai keluarga.

7. Hak-hak anak merupakan hak untuk dilindungi baik secara jasmani

maupun rohani, hak untuk mendapat perhatian dan kasih sayang secara

penuh dari keluarga dan lingkungan sosial di sekitarnya, hak untuk

memperoleh pendidikan dan hak untuk menolak menjadi pekerja anak.

8. Enkulturasi merupakan proses anak menjadikan aktifitas bekerja di usia

dini sebagai budaya dalam kehidupan sehari-hari sehingga menganggap

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan kondisi kehidupan sosial ekonomi

pekerja anak penyusun batu bata. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian

pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang

ada dalam kehidupan sosial. Dalam pendekatan ini yang menjadi sasaran

penelitian adalah kehidupan sosial dan masyarakat sebagai satu kesatuan atau

seebuah kesatuan yang menyeluruh (Rudianto dan Famiola, 2008:78-79)

Maksud dari pendekatan kualitatif ini adalah untuk mendapatkan data dan

informasi dari para informan dalam lingkungan hidup kesehariannya. Melalui

metode ini, peneliti sedapat mungkin berinteraksi secara dekat dengan para

informan, mengenal secara mendalam kehidupan mereka, serta mengamati dan

mengikuti alur kehidupan informan secara apa adanya. Jenis penelitian ini

bertujuan untuk memahami permasalahan dari pekerja anak sehingga diharapkan

dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan pekerja anak penyusun

batu bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli

Serdang.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di kilang batu bata di Jalan Pelak Desa Sekip

(56)

1. Kilang batu bata ini merupakan kilang batu bata terbesar di desa Sekip

yang menjadi tempat mata pencaharian sebagian besar masyarakat di

Jalan Pelak Desa Sekip guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pada umumnya, para pekerja di kilang batu bata ini didominasi oleh

masyarakat yang tinggal di sekitarnya, baik sebagai pencetak batu bata,

penyusun batu bata, dan supir truk pengangkut batu bata.

2. Kilang batu bata ini memberikan peluang kerja kepada setiap anak yang

mampu dan mau bekerja guna dibayar dengan upah yang rendah.

3. Kilang batu bata ini dikenal sebagai penghasil batu bata terbaik di desa

Sekip Kecamatan Lubuk Pakam

3.3. Unit Analisis dan Informan

3.3.1. Unit Analisis

Adapun yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam

penelitian ini adalah seluruh anak yang sedang bekerja di kilang

batu bata di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli

Serdang.

3.3.2. Informan

3.3.2.1. Informan kunci

Pekerja anak dan keluarga merupakan informan kunci dalam

Gambar

Gambar 2.1.  Bagan Pendekatan Holistik Pada Tumbuh Kembang Anak
Tabel 4.1 Jenis Mata Pencaharian Penduduk
Tabel 4.2 Industri Perekonomian
Tabel 4.5. Sarana Pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan penyakit DM tipe 2 di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2010.. Populasi adalah seluruh

Berdasarkan cerita masyarakat yang dituturkan oleh informan penulis, Sri Wati (41 Tahun), etnis Jawa di Desa Sekip adalah orang yang suka bermalas- malasan dan gemar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pengasuhan yang diterapkan keluarga Jawa pernikahan dini dalam mengasuh anak, untuk mengetahui faktor yang

ekonomi tidak ada pekerja anak atau buruh anak yang bekerja tidak sesuai dengan.. persyaratan kerja bagi

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Trimester III di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Kota Padang.. Analisis Faktor Penyebab terjadinya Anemia

Bedasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Remaja menjadi Pekerja Seks Komersial, peneliti mengambil kesimpulan bahwa

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa praktik hibah orang tua kepada anak yang terjadi di Kelurahan Syahmad kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli

Hasil penelitian tentang faktor-faktor yang menyebabkan pekerja anak bekerja pada industri konveksi mengungkap bahwa, ada lima faktor yang menyebabkan masuknya anak