• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI MERAH (Psidium guajava Linn) SEBAGAI INSEKTISIDA Aedes aegypti DALAM SEDIAAN ANTINYAMUK BAKAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI MERAH (Psidium guajava Linn) SEBAGAI INSEKTISIDA Aedes aegypti DALAM SEDIAAN ANTINYAMUK BAKAR"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

EFFECTIVENESS OF GUAVA LEAF EXTRACT (Psidium guajava Linn) AS Aedes aegypti INSECTICIDE IN MOSQUITO COIL

By

BELINDA APRIANNANTI BEAUTY

Aedes aegypti is a mosquito that played as a vector of dengue fever. One of the method to prevent the spread of dengue fever is by using bioinsecticide as vector control. Guava ( Psidium guajava Linn ) is one of the Myrtaceae species with bioinsecticide potential that has chemical compounds with toxic effect against mosquitoes. This study aims to determine the effectiveness of guava leaf extract as mosquito coil against Aedes aegypti.

This research was conducted at the Laboratory of Zoology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences on October 27, 2014 with a completely randomized design method according to the standard World Health Organization Guidelines For Testing Efficacy Of Household Insecticide Products (WHOPES, 2009). The study sample was 375 adult Aedes aegypti of 2─5 days old were divided into five treatment groups were 0% (control), 50%, 70%, 90%, and HIT (transfluthrin 0,03%). Each group contained 25 mosquitoes with three replication. The data obtained from the study were tested statistically by one way anova test and probit.

One way anova test showed a difference between groups (p<0,001; α 0,05). Probit analysis is used to determine the LD50 and LD95 with KT50 and KT95. Value of LD50 is 0,499% and LD95 is 7,679%. While KT50 is under 5 minutes and KT95 is under 30 minutes. The conclusion of this research is guava leaf extract effective as Aedes aegypti insecticide in mosquito coil.

(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI MERAH (Psidium guajava Linn) SEBAGAI INSEKTISIDA Aedes aegypti DALAM SEDIAAN

ANTINYAMUK BAKAR

Oleh

BELINDA APRIANNANTI BEAUTY

Aedes aegypti adalah salah satu nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue. Salah satu upaya untuk mencegah meluasnya penyakit ini ialah dengan pengendalian vektor melalui pemanfaatan bioinsektisida. Jambu biji merah (Psidium guajava Linn) adalah salah satu spesies myrtaceae yang memiliki potensi bioinsektisida dengan kandungan kimia yang bersifat racun bagi nyamuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun jambu biji merah sebagai antinyamuk bakar terhadap Aedes aegypti.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tanggal 27 Oktober 2014 dengan metode rancangan acak lengkap sesuai standar World Health Organization Guidelines For Efficacy Testing Of Household Insecticide Products (WHOPES, 2009). Sampel penelitian ini ialah 375 ekor Aedes aegypti dewasa berusia 2─5 hari yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu 0% (kontrol), 50%, 70%, 90%, dan HIT (transfluthrin 0,03%). Setiap kelompok berisi 25 nyamuk dengan 3 kali pengulangan. Data yang diperoleh dari penelitian diuji statistik dengan uji one way anova dan probit. Uji one way anova menunjukkan adanya perbedaan antar kelompok (p<0,001;

α 0,05). Analisis probit digunakan untuk mengetahui LD50 dan LD95 serta KT50 dan KT95. Nilai LD50 yaitu 0,499% dan LD95 yaitu 7,679%. Sedangkan KT50 dibawah 5 menit dan KT95 dibawah 30 menit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak daun jambu biji merah efektif sebagai antinyamuk bakar terhadap Aedes aegypti.

(3)

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI MERAH (Psidium guajava Linn) SEBAGAI INSEKTISIDA Aedes aegypti DALAM SEDIAAN

ANTINYAMUK BAKAR

(Skripsi)

Oleh

BELINDA APRIANNANTI BEAUTY

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

1. Kerangka Teori……….. 11

2. Hubungan Antar Variabel………. 12

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Daun Jambu Biji... 15

2. Kepala larva Aedes aegypti instar I-IV ………...………….. 19

3. Pupa Aedes aegypti……….……….. 19

4. Nyamuk Aedes aegypti ………...……… 20

5. Lyre shaped marking ………... 21

6. Aedes aegypti betina dan jantan ………..………. 22

7. Siklus perkembangan nyamuk Aedes aegypti……….. 26

(6)

DAFTAR ISI

1.5 Kerangka Penelitian……… 8

1.5.1 Kerangka Teori……….. 8

1.5.2 Kerangka Konsep……….. 12

1.6 Hipotesis……….. 12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jambu Biji……… 13

2.1.1 Klasifikasi Jambu Biji………... 13

2.1.2 Morfologi Jambu Biji……… 14

2.1.3 Kandungan Daun Jambu Biji……… 16

2.2 Nyamuk Aedes aegypti………... 17

2.2.1 Taksonomi Aedes aegypti………. 17

2.2.2 Larva Aedes aegypti………... 18

2.2.3 Pupa Aedes aegypti………...……….. 19

2.2.4 Nyamuk Aedes aegypti………... 20

2.2.4.1 Morfologi Aedes aegypti... 21

2.2.4.2 Bionomik Aedes aegypti ... 22

(7)

2.3 Pengendalian Vektor………... 26

2.3.1 Secara Kimia………. 26

2.3.2 Secara Biologi………... 28

2.3.3 Secara Fisik………... 28

2.3.4 Secara Manajemen Lingkungan……… 28

2.3.5 Insektisida………. 29

2.4 Antinyamuk Bakar……… 31

2.5 Ekstraksi……….. 32

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian………. 36

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian………. 36

3.3 Populasi dan Sampel………... 37

3.3.1 Populasi Penelitian……… 37

3.3.2 Sampel Penelitian……….. 37

3.3.3 Besar Sampel………. 37

3.4 Bahan dan Alat Penelitian………... 38

3.4.1 Bahan Penelitian……… 38

3.4.2 Alat Penelitian………... 38

3.5 Prosedur Penelitian……….. 40

3.5.1 Tahap Persiapan……… 40

3.5.2 Tahap Penelitian……… 42

3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel……… 43

3.6.1 Identifikasi Variabel……….. 43

3.6.2 Definisi Operasional Variabel………... 44

3.7 Alur Penelitian………. 45

3.8 Analisis Data………... 47

3.9 Aspek Etik Penelitian……….. 48

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 49

4.1.1 Uji Ekstrak Daun Jambu Biji Terhadap Kematian Nyamuk 4.1.3 Uji Knocked Down Times 50% (KT50) dan Knocked Down Times 95% (KT95) Untuk Ekstrak Daun Jambu Biji... 53 4.2 Pembahasan... 54

4.2.1 Uji Ekstrak Daun Jambu Biji Terhadap Kematian Nyamuk

Dewasa Betina Aedes aegypti... 54 4.2.2 Uji Lethal Doses 50% (LD50) dan Lethal Doses 95% (LD95) Untuk

Ekstrak Daun Jambu Biji... 61

4.2.3 Uji Knocked Down Times 50% (KT50) dan Knocked Down Times 95% (KT95) Untuk Ekstrak Daun Jambu Biji...

(8)

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan... 65

5.1.1 Simpulan Umum... 65

5.1.2 Simpulan Khusus... 65

5.2 Saran... 66

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Tabel Dummy 2. Uji Statistik

3. Dokumentasi Penelitian

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah Sampel yang Digunakan dalam Penelitian……… 38 2. Volume Ekstrak Daun Jambu Biji yang Dibutuhkan pada Penelitian…….. 41 3. Definisi Operasional Variabel Penelitian……….. 44 4. Rerata dan Presentase Kematian Nyamuk Aedes aegypti Terhadap Ekstrak

Daun Jambu Biji... 50

5. Hasil Uji Post Hoc Jumlah Kematian Nyamuk Aedes aegypti Terhadap Ekstrak Daun Jambu Biji...

52

6. Hasil Uji Probit LD50 dan LD95 untuk Ekstrak Daun Jambu Biji Terhadap Kematian Nyamuk Dewasa Betina Aedes aegypti...

52

7. Hasil Uji Probit KT50 dan KT95 untuk Ekstrak Daun Jambu Biji Terhadap Nyamuk Dewasa Betina Aedes aegypti...

53

8. Perbandingan Mortalitas dari Beberapa Ekstrak Tanaman Herbal yang Dapat Membunuh Nyamuk Aedes aegypti...

(11)
(12)
(13)

Kamu Tidak Pernah Sendirian

Allah Selalu Ada Di Dekatmu

Untuk Merangkul Dengan

(14)
(15)

Skripsi Ini Saya Persembahkan Untuk,

Allah SWT

Papa Mama

Adek tercinta, Farrel

Nenek dan Kakek

beserta Keluarga Besar

MY LOVELY

Teman-teman, Sahabat, dan FK Unila 2011

MY ALMAMATER

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 1 April 1994, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari Bapak dr. H. Dalfian Adnan Th dan Ibu Hj. Desfefa Bayti.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK ABA Yukum Jaya pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD N 1 Poncowati Terbanggi Besar Lampung Tengah pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP N 1 Poncowati Terbanggi Besar Lampung Tengah pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh di SMA Taruna Nusantara Magelang Jawa Tengah pada tahun 2008-2011. Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

(17)

i SANWACANA

Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Merah (Psidium guajava Linn) Sebagai Insektisida Aedes aegypti Dalam Sediaan Antinyamuk

Bakar” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.Sc. selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

(18)

ii 4. Ibu dr. Susianti, M.sc selaku Pembantu Dekan II Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung;

5. Bapak dr. Betta Kurniawan, M.Kes., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan juga selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terimakasih banyak dr. Betta telah sabar membimbing saya, memotivasi saya serta memberikan arahan dan perhatiannya terhadap skripsi ini. Beliau adalah orang yang paling berjasa terwujudnya penelitian pada skripsi ini;

6. Ibu dr. Fajriani Dam Huri, selaku Pembimbing Kedua, terimakasih atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses skripsi. Nasehat, arahan, dan motivasi dari dokter lah yang akhirnya dapat membuat saya sampai pada tahap penyelesaian skripsi ini;

7. Ibu Dra. Endah Setyaningrum, M.Biomed., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi atas masukan, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan. Terima kasih ibu Endah yang telah bersedia untuk menjadi tempat curahan keluh kesah saya dan juga telah bertukar pikiran untuk skripsi ini. Beliau juga adalah orang yang paling berjasa terwujudnya penelitian pada skripsi ini;

8. Ibu dr. Reni Zuraida, selaku Pembimbing Akademik atas bantuan, dukungan dan motivasi dalam pembelajaran di Universitas;

(19)

iii 10.Seluruh staff TU, Administrasi, dan Akademik FK Unila, serta pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini; 11.Papa dan Mama yang selalu menyebut nama saya dalam doanya,

membimbing, mendukung, dan memberikan yang terbaik untuk saya serta terimakasih banyak pa ma selama ini selalu mendukung setiap langkah saya walau kalian harus kerja keras memenuhi kebutuhan akademik saya. Keinginan membahagiakan mereka adalah motivasi terkuat untuk tetap bertahan dan semangat hingga skripsi ini selesai;

12.Kakek dan nenek yang telah memberikan doa, petuah dan insipirasi yang sangat berharga dalam menjalani hidup;

13.Keluarga besar saya yang selalu memberikan motivasi hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini;

14.Adik saya (Farrel Darya Nyufal), terima kasih farrel yang selalu menjadi penyemangat dan menguatkan hati ini untuk terus menggapai gerbang impian tersebut;

15.Kak Fitdia Nizilil Aski, terima kasih atas kesabarannya menjadi tempat curahan keluh kesah selama penelitian, selalu menemani dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini, dan selalu melukiskan canda serta senyuman sehingga membuat saya untuk selalu bangkit lagi setelah terjatuh.

(20)

iv 17.Sahabat-sahabat saya Tiwi dan Ani, terima kasih telah menjadi rumah kedua selama ini dan memberikan kehangatan serta tawa. Semoga persahabatan ini tetap terjaga selamanya, amin;

18.Teman-teman bimbingan skripsi Rayi, Gilang, dan Niko atas dukungan dan saran yang telah diberikan;

19.Teman-teman angkatan 2011 atas kekeluargaan yang telah terjalin selama ini, semangat, bantuan, dan kebahagiaan yang telah diberikan;

20.Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya (angkatan 2002–2014) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat internasional serta merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan. World Health Organization (WHO) saat ini memperkirakan ada 50 juta infeksi dengue di seluruh dunia setiap tahun (WHO, 2012). Tahun 2010, Indonesia tercatat sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara dengan jumlah kasus 156.086 dan kasus kematian 1.358 (Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, 2011). Hal ini dapat terjadi karena Indonesia beriklim tropis dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit.

(22)

2

Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi virus dengue. Aedes aegypti merupakan vektor pembawa virus dengue sehingga pengendalian vektor menjadi sangat penting (Soedarmo, 2005).

(23)

3

Pengendalian vektor yang ada saat ini masih menggunakan bahan sintetis yang menyebabkan gangguan pernapasan dan pencernaan pada manusia (Fatmawati, 2012) serta dapat menimbulkan resistensi nyamuk Aedes aegypti (Widawati et al, 2013). Berdasarkan hal tersebut pemanfaatan

ekstrak tumbuhan sebagai insektisida botani yang lebih alami dan ramah lingkungan dirasa lebih aman karena memiliki residu yang pendek dan efek samping yang jauh lebih kecil bagi manusia (Nurhayati, 2011).

(24)

4

Senyawa tumbuhan dengan fungsi insektisida diantaranya golongan saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, steroid, dan minyak atsiri (Naria, 2005). Saponin merupakan senyawa entomotoxicity yang dapat menyebabkan kematian pada larva, kerusakan pada membran telur, gangguan reproduksi dan pencernaan pada tingkat larva, pupa, dan dewasa (Chaieb, 2010). Terpenoid, flavonoid, dan alkaloid memiliki aktivitas hormon juvenile yang menyebabkan gangguan pada perkembangbiakan telur Aedes aegypti menjadi larva (Elimam dkk., 2009). Minyak atsiri menghasilkan bau yang sangat menyengat dan tidak disukai nyamuk sebab bisa mempengaruhi syaraf nyamuk yang akan menyebabkan nyamuk mengalami kelabilan dan akhirnya mati (Widiani dkk., 2011).

Saat ini penggunaan daun jambu biji sudah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai antidiabetik, antimikrobial, dan antiinflamasi, namun penggunaan daun jambu biji sebagai insektisida terhadap nyamuk dewasa Aedes aegypti belum pernah dilakukan. Tanaman jambu biji diduga memiliki potensi sebagai insektisida alami dikarenakan pada daun jambu biji memiliki kandungan zat insektisida antara lain alkaloid, saponin, polifenol, flavonoid, tannin, minyak atsiri (eugenol), minyak lemak,

(25)

5

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai efektivitas ekstrak daun jambu biji merah (Psidium guajava Linn) sebagai insektisida terhadap Aedes aegypti dalam sediaan antinyamuk bakar.

1.2. Perumusan Masalah

(26)

6

fenolik, flavonoid, triterpenoid, glikosida, dan minyak atsiri (Cahyana

dkk., 2011; Widiani dkk., 2011). Kandungan tersebut juga dimiliki oleh jambu biji sehingga diduga memiliki potensi sebagai insektisida botani (Dalimartha, 2006; Daud, 2011). Senyawa aktif tersebut antara lain alkaloid, saponin, tannin, minyak atsiri, flavonoid, dan polifenol yang terdapat dalam daun jambu biji (Daud, 2011; Afizia, 2012).

Berdasarkan deskripsi tersebut, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ekstrak daun jambu biji merah sebagai antinyamuk bakar

efektif terhadap Aedes aegypti?

2. Berapakah konsentrasi paling efektif ekstrak daun jambu biji merah sebagai antinyamuk bakar terhadap Aedes aegypti?

3. Berapakah konsentrasi ekstrak daun jambu biji merah sebagai anti nyamuk bakar yang memiliki daya bunuh 50% dan 95% {lethal doses 50%(LD50) dan lethal doses 95%(LD95)} terhadap Aedes aegypti? 4. Berapakah waktu efektif ekstrak daun jambu biji merah yang memiliki

(27)

7

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui efektivitas ekstrak daun jambu biji merah sebagai antinyamuk bakar terhadap Aedes aegypti.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui konsentrasi paling efektif ekstrak daun jambu biji merah sebagai antinyamuk bakar terhadap Aedes aegypti.

2. Mengetahui konsentrasi ekstrak daun jambu biji merah sebagai antinyamuk bakar yang memiliki daya bunuh 50% dan 95% {lethal doses 50%(LD50) dan lethal doses 95%(LD95)} terhadap Aedes aegypti.

3. Mengetahui waktu efektif ekstrak daun jambu biji merah yang memiliki angka kejatuhan 50% {knocked down times 50% (KT50)} dari total sampel Aedes aegypti sebagai antinyamuk bakar pada setiap konsentrasi.

4. Mengetahui waktu efektif ekstrak daun jambu biji merah yang memiliki angka kejatuhan 95% { knocked down times (KT95)} dari total sampel Aedes aegypti sebagai antinyamuk bakar pada setiap konsentrasi.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis

(28)

8

1.4.2 Manfaat praktis a. Bagi Peneliti

Sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti.

b. Masyarakat/Institusi Pendidikan

Dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya pembaca mengenai manfaat dan khasiat lain dari daun jambu biji merah serta diharapkan dapat menambah informasi ilmiah dan dapat dijadikan sebagai referensi atau acuan bagi penelitian serupa.

1.5 Kerangka Penelitian 1.5.1 Kerangka Teori

Daun jambu biji merah (Psidium guajava Linn) memiliki kandungan lima senyawa aktif yang diduga dapat berperan sebagai insektisida. Senyawa aktif tersebut adalah alkaloid, flavonoid, polifenol, minyak atsiri, dan saponin. Adapun fungsinya berurutan sebagai berikut: sebagai anticholinesterase, inhibitor pernafasan, proteolisis, mempengaruhi saraf (terutama hidung), dan merusak kulit nyamuk. Kelima senyawa aktif tersebut bekerja terhadap nyamuk Aedes aegypti dewasa sehingga nyamuk Aedes aegypti bisa mati (Bagan 1).

(29)

9

bebas dalam tubuh nyamuk akan mengakibatkan terganggunya proses pergantian kulit (moulting) pada serangga.

Alkaloid memiliki anticholinesterase yang merupakan senyawa kimia yang menghambat enzim acetylcholinesterase dan akan terjadi penumpukan enzim tersebut pada celah sinaps sehingga meningkatkan penghantaran neurotransmitter yang akan mengakibatkan gangguan transmisi saraf dan dapat menyebabkan kematian pada nyamuk.

Aktivitas flavonoid pada nyamuk merupakan inhibitor pada pernafasan dan menyebabkan kerusakan permeabilitas sawar pada sistem pernafasan tersebut. Dengan adanya kerusakan pada permeabilitas sawar sistem pernafasan tersebut akan mengakibatkan penghambatan sistem pengangkatan elektron sehingga mengurangi produksi ATP dan pemakaian O2 oleh mitokondria. Keadaan tersebut akan mengurangi perfusi jaringan pada sistem pernafasan sehingga mengakibatkan gagal nafas pada nyamuk.

(30)

10

(31)

11

Bagan 1. Kerangka Teori Mekanisme Insektisida Ekstrak Daun Jambu Biji Merah

(Psidium guajava Linn) Sebagai Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti.

Meningkat-

Alkaloid Flavonoid Minyak

Atsiri

Saponin

Ekstrak daun jambu biji merah

(Psidium guajava Linn)

(32)

12

1.5.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini adalah :

Bagan 2. Hubungan Antar Variabel (WHOPES, 2009)

1.6 Hipotesis

Ekstrak daun jambu biji merah (Psidium guajava Linn) efektif sebagai antinyamuk bakar terhadap Aedes aegypti.

(33)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jambu Biji

2.1.1 Klasifikasi Jambu Biji

Berdasarkan penggolongan dan tata nama tumbuhan, tanaman jambu biji termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Psidium

(34)

14

2.1.2 Morfologi Jambu Biji

Tanaman jambu biji (Psidium guajava Linn) bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini pertama kali ditemukan di Amerika Tengah oleh Nikolai Ivanovich Vavilov saat melakukan ekspedisi ke beberapa negara di Asia, Afrika, Eropa, Amerika Selatan, dan Uni Soviet antara tahun 1887-1942. Seiring dengan berjalannya waktu, jambu biji menyebar di beberapa negara seperti Thailand, Taiwan, Indonesia, Jepang, Malaysia, dan Australia. Di Thailand dan Taiwan, jambu biji menjadi tanaman yang dikomersialkan (Parimin, 2005).

(35)

15

Gambar 1. Daun Jambu Biji

(Parimin, 2005)

Daun jambu biji berbentuk bulat panjang, bulat langsing, atau bulat oval dengan ujung tumpul atau lancip. Warna daunnya beragam seperti hijau tua, hijau muda, merah tua, dan hijau berbelang kuning. Permukaan daun ada yang halus mengilap dan halus biasa. Tata letak daun saling berhadapan dan tumbuh tunggal. Panjang helai daun sekitar 5-15 cm dan lebar 3-6 cm. Sementara panjang tangkai daun berkisar 3-7 mm (Parimin, 2005).

(36)

16

(Gorontalo), jambu paratugala (Makasar). Maluku: luhu hatu (Ambon), gayawa (Ternate, Halmahera) (Hapsoh dan Hasanah, 2011).

2.1.3 Kandungan Daun Jambu Biji

Daun jambu biji banyak mengandung senyawa aktif seperti alkaloid, saponin, tannin, minyak atsiri, flavonoid, dan polifenol (Dalimartha, 2006;

Daud, 2011; Afizia, 2012). Dilaporkan bahwa senyawa seperti phenolic, terpenoid, flavonoid, dan alkaloid memilki aktivitas juvenil hormone

sehingga memiliki pengaruh pada perkembangan serangga (Elimamet al., 2009).

Saponin termasuk ke dalam senyawa terpenoid. Aktivitas saponin ini di

dalam tubuh serangga adalah mengikat sterol bebas dalam saluran pencernaan makanan dimana sterol itu sendiri adalah zat yang berfungsi sebagai prekursor hormon ekdison, sehingga dengan menurunnya jumlah sterol bebas dalam tubuh serangga akan mengakibatkan terganggunya

proses pergantian kulit (moulting) pada serangga. Saponin memiliki efek lain menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa tractus digestivus larva sehinga dinding tractus digetivus larva menjadi korosif (Mardiningsih dkk., 2010).

Flavonoid merupakan senyawa kimia yang memiliki sifat insektisida.

(37)

17

menimbulkan kematian (Dinata, 2009). Tannin akan menghambat masuknya zat-zat makanan yang diperlukan oleh serangga, sehingga kebutuhan nutrisi serangga tidak terpenuhi (Dewanti dkk., 2005).

Penelitian oleh Tandon et al., (2008) mengenai aktivitas insect growth regulator daun Vitex trifolia L. pada larva instar V Spilosoma obliqua memberi hasil bahwa minyak atsiri daun Vitex trifolia L. dapat memperpanjang periode larva dan pupa, meningkatkan mortalitas larva, dan deformitas pada stadium dewasa. Selain itu, kandungan minyak atsiri ini dapat menurunkan kemampuan dalam perubahan ke stadium dewasa (adult emergence), daya fekunditas, dan fertilitas telur pada serangga percobaan (Tandon et al., 2008).

2.2Nyamuk Aedes aegypti

2.2.1 Taksonomi Aedes aegypti

Kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:

(38)

18

Spesies : Aedes aegypti Linn. (Universal Taxonomic Services, 2012).

Nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi virus dengue akan menggigit manusia dan menyebarkan ke aliran darah, sehingga dapat terjadi viremia. Selanjutnya akan terjadi reaksi imun, akan terjadi demam tinggi dan permeabilitas kapiler darah meningkat, kebocoran plasma di seluruh tubuh itu nantinya akan menyebabkan syok hipovolemik (dengue shock syndrome) yang dapat menyebabkan kematian (Depkes, 2006).

2.2.2 Larva Aedes aegypti

Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu mengalami

perubahan bentuk morfologi selama hidupnya dari stadium telur berubah menjadi stadium larva kemudian menjadi stadium pupa dan menjadi stadium dewasa (Sigit dkk., 2006).

Telur membutuhkan waktu sekitar 2-4 hari untuk menjadi larva. Larva terdiri atas 4 substadium (instar) dan mengambil makanan dari tempat perindukannya. Pertumbuhan larva instar I-IV berlangsung 6-8 hari pada Culex dan Aedes. Berdasarkan Ditjen PP & PL (2005), 4 sub stadium (instar) larva sesuai dengan pertumbuhan larva (Gambar 2) yaitu:

a. Larva instar I: berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernapasan pada siphon belum jelas.

(39)

19

c. Larva instar III: berukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan berwarna coklat kehitaman.

d. Larva instar IV: berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap.

Gambar 2. Kepala larva Aedes aegypti instar I-IV

(Ananya bar & J. Andrew, 2013)

2.2.3 Pupa Aedes aegypti

Gambar 3. Pupa Aedes aegypti

(Zettel, 2010)

(40)

20

dewasa dan terdapat sepasang sayap pengayuh yang saling menutupi sehingga memungkinkan pupa untuk menyelam cepat dan mengadakan serangkaian jungkiran sebagai reaksi terhadap rangsangan. Bentuk nyamuk dewasa timbul setelah sobeknya selongsong pupa oleh gelembung udara karena gerakan aktif pupa. Pupa bernafas pada permukaan air melalui sepasang struktur seperti terompet yang kecil pada toraks (Aradilla, 2009).

2.2.4 Nyamuk Aedes aegypti

Ukuran nyamuk Aedes aegypti lebih kecil daripada Culex quinquefasciatus (Hasan, 2006). Ciri khas dari nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan adanya garis-garis dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam (Gambar 4).

Gambar 4. Nyamuk Aedes aegypti

(41)

21

Ciri khas utama lainnya adalah terdapat dua garis lengkung yang berwarna putih keperakan di kedua sisi lateral dan dua buah garis lengkung sejajar di garis median dari punggungnya yang berwarna dasar hitam (lyre shaped marking) (Soegijanto, 2006).

Gambar 5. Lyre shaped marking

(Soegijanto, 2006)

2.2.4.1 Morfologi Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) disebut black-white mosquito, karena tubuhnya ditandai dengan pita atau garis-garis putih

(42)

22

Bentuk abdomen nyamuk betinanya lancip pada ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci pada nyamuk-nyamuk lainnya. Ukuran tubuh nyamuk betinanya lebih besar dibandingkan nyamuk jantan (Gillot, 2005).

Gambar 6. Aedes aegypti betina dan jantan (Gillot, 2005)

2.2.4.2 Bionomik Aedes aegypti

1. Tempat Perindukan atau Berkembang Biak

(43)

23

barang-barang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan akan terisi air. Nyamuk ini tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Tempat perindukan utama tersebut dapat dikelompokkan menjadi:

a. Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan sejenisnya.

b. Tempat Penampungan Air (TPA) bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minuman hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas bunga, perangkap semut, dan sebagainya.

c. Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah yang terdiri dari lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, dan lain-lain (Soegijanto, 2006).

2. Perilaku Menghisap Darah

Nyamuk betina membutuhkan protein untuk memproduksi telurnya. Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk pemenuhan kebutuhan proteinnya. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2─3 hari sekali. Nyamuk betina menghisap darah pada pagi dan sore hari dan

biasanya pada jam 09.00─10.00 dan 16.00─17.00 WIB. Untuk

(44)

24

aegypti sejajar dengan permukaan kulit manusia. Jarak terbang

nyamuk Aedes aegypti sekitar 100 meter (Soegijanto, 2006).

3. Perilaku Istirahat

Setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat

sekitar 2─3 hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes

aegypti hidup domestik, artinya lebih menyukai tinggal di dalam

rumah daripada di luar rumah. Tempat beristirahat yang disenangi nyamuk ini adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju yang digantung, kelambu, dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah (Soegijanto, 2006).

4. Penyebaran

(45)

25

5. Variasi Musim

Pada saat musim hujan tiba, tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air, akan mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas. Selain itu, pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk ini. Oleh karena itu, pada musim hujan populasi nyamuk Aedes aegypti akan meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue (Soegijanto, 2006).

2.2.4.3 Siklus Hidup Aedes aegypti

(46)

26

2.3 Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh vektor dengan meminimalkan habitat potensial perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan, dan umur vektor serta mengurangi kontak vektor dengan manusia. Ada beberapa cara pengendalian vektor DBD yaitu:

2.3.1 Secara Kimia

Pengendalian vektor cara kimia yaitu dengan menggunakan insektisida. Sasaran insektisida berupa stadium dewasa maupun stadium pra dewasa. Insektisida merupakan racun yang bersifat toksik, oleh sebab itu

Gambar 7. Siklus perkembangan nyamuk Aedes aegypti

(47)

27

penggunaannya pun harus mempertimbangkan dampak lingkungan dan organisme yang bukan sasaran termasuk mamalia. Di dalam pelaksanaannya penentuan jenis insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran.

Pendapat itu juga didukung oleh Kasumbogo (2005), beliau mengatakan bahwa ada beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat resistensi nyamuk terhadap suatu pestisida. Variabel-variabel tersebut antara lain konsentrasi pestisida, frekuensi penyemprotan, dan luas penyemprotan. Fenomena resistensi itu, lanjutnya, dapat dijelaskan dengan teori evolusi yaitu ketika suatu lokasi dilakukan penyemprotan pestisida, nyamuk yang peka akan mati, sebaliknya yang tidak peka akan tetap melangsungkan hidupnya.

(48)

28

2.3.2 Secara Biologi

Pengendalian vektor secara biologi dilakukan dengan menggunakan agen biologi seperti: predator/pemangsa, parasit, dan bakteri. Jenis predator yang digunakan yaitu ikan pemakan jentik seperti ikan guppy, cupang, tampalo dan ikan gabus. Agen biologi lain seperti Bacillus thuringiensis (BTI) digunakan sebagai pembunuh jentik nyamuk atau larvasida yang tidak mengganggu lingkungan. Bacillus thuringiensis (BTI) mempunyai keunggulan yaitu dapat menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator. Juga formula BTI cenderung cepat mengendap didasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaiannya berulang kali (Depkes, 2003).

2.3.3 Secara Fisik

Cara ini dikenal dengan 3 M yaitu menguras bak mandi, bak wc, menutup tempat penampungan air rumah tangga seperti tempayan, drum, dan lain-lain, serta mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas seperti kaleng, ban, botol plastik, dan lain-lain. Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembangbiak pada tempat-tempat tersebut (Depkes, 2003) .

2.3.4 Secara Manajemen Lingkungan

(49)

29

menabur larvasida, di samping melakukan penghambatan dalam pertumbuhan vektor seperti menjaga kebersihan lingkungan rumah serta mengurangi tempat-tempat yang gelap dan lembab di lingkungan tempat tinggal. Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana prasarana penyediaan air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh pada tersedianya habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti sebagai nyamuk pemukiman yang mempunyai habitat utama di kontainer buatan di daerah lingkungan pemukiman (Departemen Pertanian, 2008).

2.3.5 Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung persenyawaan kimia yang digunakan untuk membunuh serangga. Insektisida yang baik mempunyai sifat yaitu, mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat, tidak berbahaya bagi binatang vertebra termasuk manusia dan ternak, murah harganya dan mudah didapat dalam jumlah besar, mempunyai susunan kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar, mudah dipergunakan, dapat dicampur dengan berbagai macam bahan pelarut, tidak berwarna, dan tidak berbau yang tidak menyenangkan (Hoedojo, 2006).

Beberapa istilah yang berhubungan dengan insektisida adalah (Ridad, 2009): 1. Ovisida, yaitu insektisida untuk membunuh stadium telur

(50)

30

5. Pedikulisida, yaitu insektisida untuk membunuh tuma.

Khasiat insektisida untuk membunuh serangga sangat bergantung pada bentuk, cara masuk ke dalam badan serangga, macam bahan kimia, konsentrasi dan jumlah (dosis) insektisida. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam upaya membunuh serangga dengan insektisida ialah mengetahui spesies serangga yang akan dikendalikan, ukurannya, susunan badannya, dan stadiumnya (Hoedojo, 2006).

Klasifikasi insektsisida

1. Berdasarkan cara masuknya ke dalam badan serangga, yaitu:

a. Racun kontak, yaitu insektisida yang masuk ke dalam badan serangga dengan perantaraan tarsus (jari-jari kaki) pada waktu istirahat di permukaan yang mengandung residu insektisida.

b. Racun perut, yaitu insektisida yang masuk ke dalam badan serangga melalui mulut, jadi insektisida ini harus dimakan.

c. Racun pernapasan, yaitu insektisida yang masuk melalui sistem pernapasan (Hoedojo, 2006; Ridad, 2009)

2. Berdasarkan macam bahan kimia, yaitu:

a. Insektisida anorganik, terdiri dari golongan belerang dan merkuri, golongan arsenikum, dan golongan flour.

(51)

31

c. Insektisida organik sintetik, terdiri dari golongan organik klorin (diklodifenil-trikloroetan, dieldrin, klorden, heksaklorobenzena, linden), golongan organik fosfor (malation, paration, diazinon,

fenitrotion, temefos, dichlorvos, ditereks), golongan organik nitrogen

(dinitrofenol), golongan belerang (karbamat), dan golongan tiosinat (letena, tanit) (Hoedojo, 2006; Ridad, 2009).

2.4 Antinyamuk Bakar

Antinyamuk bakar merupakan antinyamuk yang berbentuk coil (kumparan) dan salah satu formulasi antinyamuk yang menimbulkan asap. Selain murah harganya, antinyamuk bakar juga mudah didapatkan serta cukup efektif dalam membunuh nyamuk. Setiap kumparan antinyamuk memiliki berat rata-rata 12 gram dan masa pembakaran selama 7,5 sampai 8 jam. Zat aktif utama dalam sebagian besar antinyamuk bakar adalah pyrethrins, sekitar 0,3-0,4% dari berat total obat nyamuk (Arifa, 2010).

Antinyamuk bakar mengandung senyawa kimia berbahaya bagi kesehatan manusia. Kandungan bahan kimia berbahaya dalam antinyamuk bakar diantaranya dichlorvos, propoxur, pyrethroid, dan diethyltoluamide serta bahan kombinasi dari keempat bahan kimia tersebut. Pyrethroid dikelompokkan oleh WHO dalam racun kelas menengah karena efeknya mampu mengiritasi mata dan kulit yang sensitif serta menyebabkan penyakit pernafasan seperti penyakit asma. Pada antinyamuk bakar, pyrethroid yang digunakan berupa d-allethrin, transflutrin, bioallethrin,

(52)

32

Bahan-bahan lain penyusun antinyamuk bakar adalah bahan-bahan organik, pengikat, pewarna, dan zat-zat tambahan lain yang mudah terbakar. Hasil pembakaran dari bahan-bahan di atas menghasilkan sejumlah besar partikel sub mikrometer dan polutan dalam bentuk gas. Partikel sub mikrometer ini dilapisi dengan berbagai senyawa organik, beberapa di antaranya karsinogen atau yang dicurigai sebagai karsinogen, seperti Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) yang dihasilkan melalui pembakaran tidak lengkap biomassa (bahan dasar antinyamuk bakar) dan dapat mencapai saluran pernapasan bagian bawah. Pembakaran antinyamuk bakar juga melepaskan berbagai komponen aromatik seperti benzopyrenes, benzo-fluoroethane (Arifa, 2010).

2.5 Ekstraksi

(53)

33

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik dan memisahkan senyawa yang mempunyai kelarutan berbeda–beda dalam berbagai pelarut komponen kimia yang terdapat dalam bahan alam baik dari tumbuhan, hewan, dan biota laut dengan menggunakan pelarut organik tertentu. Proses ekstraksi ini didasarkan pada kemampuan pelarut organik untuk menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel secara osmosis yang mengandung zat aktif (Depkes, 2006).

Macam-macam metode ekstraksi dapat dilakukan, diantaranya : a. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut

1. Cara Dingin

1) Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Sampurno, 2000).

2) Perkolasi

(54)

34

temperatur ruang. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Sampurno, 2000).

2. Cara Panas

1) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Sampurno, 2000).

2) Sokhlet

Sokhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Sampurno, 2000).

3) Digesti

(55)

35

secara umum dilakukan pada temperatur 400-500C (Sampurno, 2000).

4) Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur oven (waterbath) air mendidih, temperatur terukur 96oC-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit) (Sampurno, 2000).

5) Dekok

Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Sampurno, 2000).

b. Destilasi Uap

(56)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun jambu biji merah (Psidium guajava Linn) yaitu 50%, 70%, dan 90% serta aquades sebagai kontrol negatif (0%) dan HIT (transfluthrin 0,03%) sebagai kontrol positif dengan pengulangan sebanyak 3 kali.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

(57)

37

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah nyamuk dewasa betina Aedes aegypti yang diperoleh dari Loka Penelitian dan Pengembangan

Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (Loka Litbang P2B2) Ciamis, Jawa Barat, dalam bentuk telur sediaan kering dengan media kertas saring.

3.3.2 Sampel

a. Kriteria Inklusi

1) Nyamuk dewasa betina Aedes aegypti berumur 2─5 hari. 2) Nyamuk bergerak aktif.

b. Kriteria Eksklusi

1) Nyamuk mati sebelum perlakuan. 2) Nyamuk berasal dari alam bebas.

3.3.3 Besar Sampel

(58)

38

Tabel 1. Jumlah Sampel yang Digunakan dalam Penelitian (WHO, 2009)

Perlakuan Jumlah Nyamuk X Jumlah Jumlah total nyamuk yang digunakan 375 nyamuk

3.4 Bahan dan Alat Penelitian 3.4.1 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. 500 gram daun jambu biji (Psidium guajava Linn) yang telah dihancurkan

b. 2 L etanol 96% sebagai pelarut

c. Aquades untuk tempat berkembang nyamuk serta untuk melakukan pengenceran ekstrak dan madu

d. Larutan madu dengan konsentrasi 10%

e. Telur Aedes aegypti dari strain Liverpool F-48 f. Bahan perekat yaitu tepung tapioka

g. Serbuk gergaji dan minyak tanah

3.4.2 Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Alat untuk preparasi bahan uji, yaitu:

(59)

39

3) Hand counter untuk menghitung jumlah nyamuk

b. Alat untuk pembuatan ekstrak daun jambu biji, yaitu:

1) Timbangan untuk menimbang daun jambu biji yang diperlukan 2) Blender untuk menghaluskan daun jambu biji yang sudah kering 3) Stoples dan kain kassa untuk proses maserasi daun jambu biji 4) Rotary evaporator untuk membuat ekstrak daun jambu biji 5) Pipet tetes untuk mengambil ekstrak daun jambu biji

6) Gelas ukur dan botol tertutup sebagai tempat untuk ekstrak daun jambu biji

7) Gelas ukur 25 ml untuk mengukur ekstrak daun jambu biji

c. Alat untuk uji efektivitas dalam sediaan obat bakar

1) Peet grady chamber (30 cm x 30 cm x 30 cm) (Lampiran 3) 2) Alat pencetak partikel berbentuk persegi panjang

3) Batang pengaduk dan sendok plastik (2 buah)

4) Wadah untuk menimbang bahan yang digunakan dan membentuk adonan

5) Timbangan, sumbu kompor, dan kaleng susu bekas 6) Oven dan korek api

7) Gelas ukur 25 ml untuk mengukur jumlah air yang dibutuhkan. 8) Termometer untuk menghitung suhu media

(60)

40

3.5 Prosedur Penelitian

Penelitian dibagi dalam 2 tahap, yaitu:

3.5.1 Tahap Persiapan

a. Preparasi Bahan Uji

Telur nyamuk Aedes aegypti yang dipakai pada penelitian adalah telur nyamuk Aedes aegypti F-48 strain Liverpool yang diperoleh dari Ruang Insektarium

Loka Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Ciamis, Pangandaran, Jawa Barat. Sedangkan daun jambu biji diperoleh dari lingkungan sekitar tempat penelitian.

b. Rearing Stadium Dewasa

Telur nyamuk dipindahkan ke dalam sebuah nampan yang berisi media air

selama 1─2 hari sampai telur menetas dan menjadi larva. Larva akan

berkembang dari stadium I sampai IV yang berlangsung sekitar 5 hari. Selanjutnya, larva akan berubah menjadi pupa selama sekitar 2 hari sebelum akhirnya menjadi nyamuk dewasa. Selama masa perkembangannya nyamuk dewasa tersebut diberi pakan berupa larutan madu.

c. Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn)

(61)

41

matahari 3 x 24 jam. Setelah kering, potongan daun jambu biji ditimbang dan dihaluskan, selanjutnya simplisia daun jambu biji dimaserasi selama 3 x 24 jam menggunakan larutan etanol 96% sebanyak 2 L, kemudian disaring dan dipekatkan pada suhu 400C-500C dalam rotary evaporator sehingga dihasilkan ekstrak pekat daun jambu biji konsentrasi 100% (Tabel 2).

d. Penentuan Dosis Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn)

Dosis ekstrak daun jambu biji ditentukan berdasarkan data yang diperoleh dari WHOPES 2009 yaitu 50%, 70%, dan 90%. Untuk membuat berbagai konsentrasi yang diperlukan dapat digunakan rumus

Keterangan :

V1 = volume larutan yang akan diencerkan (ml).

M1 = konsentrasi ekstrak daun jambu biji yang tersedia (%). V2 = volume larutan (air + eksudat) yang diinginkan (ml). M2 = konsentrasi ekstrak daun jambu biji yang dibuat (%). Jumlah volume ekstrak daun jambu biji disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Volume Ekstrak Daun Jambu Biji yang Dibutuhkan pada Penelitian.

(62)

42

e. Pembuatan Sediaan Obat Bakar Dengan Kandungan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn)

Pembuatan sediaan antinyamuk bakar dilakukan dengan melakukan pengenceran terhadap ekstrak daun jambu biji sesuai konsentrasi dengan volume akhir sebanyak 25 ml. Selanjutnya dilakukan penimbangan serbuk gergaji sebanyak 0,81 gram, dan tepung tapioka sebanyak 5,81 gram (bahan tersebut untuk komposisi satu sediaan). Kemudian, ekstrak yang sudah diencerkan dilakukan penimbangan sebanyak 0,81 gram. Adonan selanjutnya dicetak dengan cetakan berbentuk persegi panjang. Produk yang dihasilkan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 500C (Komisi pestisida, 2012).

3.5.2 Tahap Penelitian

Untuk menilai dosis efektif ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) sebagai insektisida nyamuk dewasa betina Aedes aegypti dalam sediaan antinyamuk bakar dilakukan dengan menilai aktivitas nyamuk dewasa betina dengan menggunakan konsentrasi 50%, 70%,90%, dan 0% sebagai kontrol negatif serta HIT (transfluthrin 0,03%) sebagai kontrol positif. Kemudian ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) dalam sediaan antinyamuk bakar dimasukkan ke dalam ruang pengujian yang telah berisi nyamuk dewasa betina Aedes aegypti, lalu diamati setiap 60 menit (Ogoma et al., 2012) .

(63)

43

makan larutan gula dengan konsentrasi 10%. Nyamuk kontrol juga diberi makan dengan cara yang sama pada nyamuk perlakuan. Mortalitas nyamuk dewasa betina dicatat setiap 60 menit dengan interval 10 menit (WHO, 2009).

Pada akhir pengamatan terhadap uji efektivitas ekstrak daun jambu biji merah (Psidium guajava Linn) sebagai insektisida terhadap nyamuk dewasa betina Aedes aegypti dinilai sebagai persentase jumlah nyamuk dewasa betina yang memiliki ketidakmampuan daya terbang yang normal ataupun menurunnya kondisi tubuh normal (knocked down times, KT%). Eksperimen selesai ketika semua nyamuk dewasa betina pada kontrol mati. Kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan nilai KT50 dan KT95 (Ogoma et al., 2012; WHO, 2009).

3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

3.6.1 Identifikasi Variabel

a. Variabel Independen

Berbagai konsentrasi ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) dalam sediaan obat bakar, kontrol positif, dan kontrol negatif yaitu :

1) Aquades (0%) sebagai kontrol negatif 2) Konsentrasi 50%

3) Konsentrasi 70% 4) Konsentrasi 90%

(64)

44

b. Variabel Dependen

Banyaknya nyamuk dewasa betina Aedes aegypti yang mati.

3.6.2 Definisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas maka dibuat definisi operasional (Tabel 3).

Tabel 3. Definisi Operasional Variabel Penelitian

No Label Variabel Independen Variabel Dependen

1 Variabel Berbagai konsentrasi ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) dalam sediaan obat bakar

Jumlah nyamuk dewasa betina

Aedes aegypti yang mati 2 Definisi Konsentrasi didapatkan dengan metode

maserasi dan dibagi menjadi tiga perlakuan (dihitung tiap perlakuan)

3 Alat ukur Analytical balance, gelas ukur, dan pipet tetes

Hand counter

4 Cara ukur Menimbang ekstrak dan menghitung rumus M1V1 = M2V2

Dihitung secara manual (tiap perlakuan) kemudian dihitung rerata

5 Hasil ukur Didapatkan konsentrasi ekstrak daun jambu biji (50%,70%, dan 90%)

Jumlah (ekor)

6 Skala Kategorik Numerik

(65)

45

perbedaan yang bermakna dengan kontrol (konsentrasi 0% dan HIT (transfluthrin 0,03%) sebagai pembandingnya yaitu p < 0,05.

3.7 Alur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan prosedur yang sesuai dengan standar World Health Organization Guidelines For Efficacy Testing Of Household

(66)

46

Bagan 3. Diagram Alur Uji Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Bji (Psidium guajava

Linn) Sebagai Insektisida Nyamuk Dewasa Betina Aedes aegypti Dalam Sediaan

Antinyamuk Bakar.

Ekstrak daun jambu biji merah (Psidium guajava Linn) dalam sediaan antinyamuk bakar

Tiap kelompok dilakukan pengulangan 3 kali

Diamati setiap 60 menit dengan interval 10 menit

Hitung jumlah nyamuk dewasa yang mati pada setiap kelompok perlakuan dan jumlah nyamuk dewasa yang mati pada kelompok kontrol

Dilakukan pencatatan hasil pengamatan selama 24 jam

Hitung M% pada setiap kelompok perlakuan

Analisis

(67)

47

3.8 Analisis Data

Data yang telah didapat dari hasil pengamatan akan diolah dengan menggunakan software statistik. Data dari hasil penelitian akan dianalisis secara statistik dengan uji normalitas (kolmogorov smirnov). Jika distribusi data normal, dilanjutkan dengan menggunakan uji analisis one way anova. Berikut ini adalah langkah-langkah melakukan uji analisis one way anova:

1. Memeriksa syarat uji parametrik one way anova untuk lebih dari 2 kelompok tidak berpasangan :

a. Distribusi data harus normal; b. Varians data harus sama;

2. Jika memenuhi syarat uji parametrik (distribusi data normal, varians sama), dipilih uji one way anova;

3. Jika tidak memenuhi syarat, maka akan diupayakan untuk melakukan transformasi data supaya distribusi menjadi normal dan varians sama; 4. Jika variabel transformasi data memenuhi syarat, maka dipilih uji

parametrik one way anova;

5. Jika variabel hasil transformasi tidak memenuhi syarat, maka alternatifnya dipilih uji nonparametrik kruskal wallis, jika pada uji one way anova atau kruskal wallis menghasilkan nilai p < 0,05 dilanjutkan dengan melakukan

analisis post hoc pada taraf kepercayaan 0,05 (Dahlan, 2011). 6. Analisis probit

(68)

48

3.9 Aspek Etik Penelitian

(69)

65

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

5.1.1 Simpulan umum

Terdapat pengaruh ekstrak daun jambu biji merah sebagai antinyamuk bakar terhadap Aedes aegypti.

5.1.2 Simpulan khusus

1. Konsentrasi 90% adalah konsentrasi paling efektif ekstrak daun jambu biji sebagai antinyamuk bakar terhadap Aedes aegypti.

2. Konsentrasi 0,499% memiliki daya bunuh 50% (lethal doses 50%, LD50) dan konsentrasi 7,679% memiliki daya bunuh 95% (lethal doses 95%, LD95) ekstrak daun jambu biji merah sebagai antinyamuk bakar terhadap Aedes aegypti.

(70)

66

4. Waktu efektif ekstrak daun jambu biji merah untuk angka kejatuhan 95% (knocked down times 95%, KT95) yaitu 29,8 menit pada konsentrasi 50%, 18,4 menit pada konsentrasi 70%, dan 13,9 menit pada konsentrasi 90%.

5.2 Saran

1. Penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak daun jambu biji merah sebagai antinyamuk bakar dalam rentang konsentrasi 0,5% - 20% dengan penambahan formula pada pembuatan sediaan.

2. Penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh minyak atsiri daun jambu biji merah sebagai antinyamuk bakar dengan menggunakan metode ekstraksi penyulingan (destilasi).

3. Penelitian lebih lanjut untuk menguji ekstrak daun jambu biji merah sebagai antinyamuk bakar dari segi ekonomi dan segi kesehatan dengan produk pasaran yang ada.

(71)

67

DAFTAR PUSTAKA

Afizia, Wila M, Rosidah, 2012. Potensi ekstrak daun jambu biji sebagai antibakterial untuk menanggulangi serangan bakteri aeromonas hydrophila Pada ikan gurame (osphronemus gouramy lacepede). Jurnal Akuatika, 3(1): 1-9.

Anggreyni MZ, 2009. Pembuatan daun uji aktivitas sediaan anti nyamuk bakar dari ekstrak daun tumbuhan zodia (skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Aradilla AS, 2009. Uji efektivitas larvasida ekstrak ethanol daun mimba (azadirachta indica) tehadap larva aedes aegypti (skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro.

Arifa YA, 2010. Perbedaan persentase nilai arus puncak ekspirasi (APE) pada wanita yang terpapar dan tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di bekonang sukoharjo (skripsi). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Aryani R, Reni K, Siti R, 2012. Pengaruh pemakaian obat anti nyamuk elektrik berbahan aktif d-Allethrin terhadap leukosit dan trombosit mencit (mus musculus l). Mulawarman Scientifie, 11(1): 101-10.

Aulia SD, 2013. Efektivitas ekstrak buah mahkota dewa merah (phaleria macrocarpa (scheff.)boerl) sebagai ovisida aedes aegypti (skripsi). Lampung: Universitas Lampung.

Bar A, Andrew, 2013. Morphology and morphometry of aedes aegypti larvae. Annual Review & Research in Biology, 3(1): 1-21.

Cahyana BT, Andri TR, 2011. Pemanfaatan kulit kayu gemor (alseodaphne sp.) dan cangkang kemiri (aleurites molucca) untuk obat nyamuk alami. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan. 3: 13 – 18.

CDC, 2012. Mosquito Life-Cycle: Dengue Homepage Centers for Disease Control and Prevention. Tersedia dari http://www.cdc.gov/dengue/entomologyecology/m_lifecycle.html (Diakses tanggal 15 September 2014).

(72)

68

Chaieb I, 2010. Saponin as insecticides. Tunisian Journal of Plant Protection. 5: 39 - 50

Dahlan MS, 2011. Statistik untuk kedokteran kesehatan. Edisi ke-5. Jakarta: Salemba Medika.

Dalimartha S, 2006. Atlas tumbuhan obat indonesia jilid iv. Jakarta : Trubus Agriwidya. hlm. 83.

Daud MF, Esti RS, Endah R, 2011. Pengaruh perbedaan metode ekstraksi terhadap aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun jambu biji (psidium guajava l.) berdaging buah putih (tesis). Bandung: Universitas Islam Bandung.

Departemen Kesehatan, 2003. Pedoman penanggulangan demam berdarah dengue. Jakarta: Depkes RI.

Departemen Pertanian, 2008. Pestisida rumah tangga dan pengendalian vektor penyakit pada manusia. Jakarta: Koperasi Pegawai Deptan.

Depkes RI, 2006. Pemberantasan nyamuk penular demam berdarah dengue di indonesia. Jakarta: Ditjen P2PL.

Dewanti TW, Siti NW, Indira NC, 2005. Aktivitas antioksidan dan antibakteri produk kering, instan dan effervescent dari buah mahkota dewa [phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Jurnal Teknologi Pertanian, 6(1): 29-36.

Dinata A, 2009. Atasi Jentik DBD dengan Kulit Jengkol. Tersedia dari http://arda.students-blog.undip.ac.id/2009/10/18/atasi-jentik-dbd-dengan-kulit-jengkol (Diakses tanggal 10 September 2014).

Dinkes Provinsi Lampung, 2013. Angka demam berdarah dengue 2012-2013. Lampung.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2005. pencegahandan pemberantasan demam berdarah dengue di indonesia. Jakarta: Depkes RI. hlm.120.

, 2012. Pedoman penggunaan insektisida (pestisida) dalam pengendalian vektor. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

(73)

69

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, 2011. Profil kesehatan indonesia tahun 2011. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Elimam AM, Elmalik KH, Ali FS, 2009. Larvicidal, adult emergence inhibition and oviposition deterrent effects of foliage extract from ricinuscommunis L. against anopheles arabiensis and culexquinquefasciatus in sudan. Tropical Biomedicine. 26(2): 130–139.

Fatmawati, 2012. Dampak pestisida terhadap ekosistem makalah (skripsi). Kendari: Universitas Haluoleo.

Gama ZP, Yanuwiadi B, Kurniati TH, 2010. Strategi pemberantasan nyamuk aman lingkungan: potensi bacillus thuringiensis isolat madura sebagai musuh alami nyamuk aedes aegypti. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. 1: 2087-3522.

Gillot C, 2005. Entomology. Edisi ke-3. Netherlands: Springer.

Griffin JT, Hollingworth TD, Okell LC, Churcher TS, White M, Hinsley W, et al, 2010. Reducing plasmodium falciparum malaria transmission in africa: a model-based evaluation of intervention strategies. Plos Med, 7: 8.

Handayani, Hasanuddin, Anwar, 2013. Efektivitas ekstrak daun sirih (piper batle l) sebagai bioinsektisida terhadap kematian nyamuk aedes aegypti (tesis). Makassar: Universitas Hasanuddin.

Hapsoh, Hasanah, 2011. Budidaya tanaman obat dan rempah. Medan: USU Press.

Hasan, W, 2006. Mengenal nyamuk aedes aegypti vektor demam berdarah dengue. Departemen Kesehatan Lingkungan: FKM USU. hlm. 86-9.

Hoedojo, 2006. DBD dan penanggulangannya. Majalah Parasitologi Indonesia. 6: 31-45.

Kabir K, 2010. A potent larvacidal and growth disruption activities of apium graveolens seed extract on dengue fever mosquito. Pakistan.

Kasumbogo U, 2004. Manajemen resistensi pestisida sebagai penerapan pengelolaan hama terpadu. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

(74)

70

Ketut R, Rivai M, Sampurno, 2000. Paramaeter standar mutu ekstrak tumbuhan obat. Jakarta : Departemen Kesehatan.

Landcare Research Aedes (Stegomyia) aegypti (Linnaeus, 1762) Ours Science, 2014. The Landcare research Manaaki Whenua. Tersedia dari https://www.landcareresearch.co.nz/science/portfolios/defining-land biota/ invertebrates/invasive -invertebrates/mosquitoes/biosecurity-threats/aedes-aeg ypti ( Diakses tanggal 15 Agustus 2014).

Lee SY, Kim BN, Han JH, Chang ST, Choi YW, Kim YH, et al, 2010.Treatment of phenol-contaminated soil by corynebacterium glutamicum and toxicity removal evaluation. Journal of Hazardous Materials, 12(1): 937-40.

Mardiningsih T L, Sukmana NT, Suriati, 2010. Efektivitas insektisida nabati berbahan aktif azadirachtin dan saponin terhadap mortalitas dan intensitas serangan aphis gossypii glover. Bulletin Littro, 21(2): 1-13.

Marjuki MI, Sutrisna, Rima M, 2009. Daya bunuh beberapa obat nyamuk bakar terhadap nyamuk anopheles aconitus. Pharmacon, 10(1): 17-21.

Naria E, 2005. Insektisida nabati untuk rumah tangga. Info Kesehatan Masyarakat, 9(1).

Natadisastra D, Ridad A, 2009. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta: EGC

Nurhayati, 2011. Penggunaan jamur dan bakteri dalam pengendalian penyakit tanaman secara hayati yang ramah lingkungan (tesis). Palembang: UNSRI. Ogoma, Sheila B, Sarah JM, Marta FM, 2012. Parasites dan vectors. Biomed

Central, 5(1): 1-10.

Parimin SP, 2005. Jambu biji budidaya dan ragam pemanfaatannya. Bogor: Penebar Swadaya. hlm. 11-15

Reddy M, Overgaard HJ, Abaga S, Reddy VP, Caccone A, Kiszewski A, et al, 2011. Outdoor host seeking behavior of anopheles gambiae mosquitoes following initiation of malaria vector control on bioko island, equitorial guinea. Malar J, 10: 184.

Sanjaya, Safaria, 2006. Toksisitas racun laba-laba nephila sp. pada larva aedes aegypti. Jurnal Biodiversitas, 7(2): 191-4.

(75)

71

Soegijanto S, 2006. Demam berdarah dengue. Edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press.

Soedarmo SP, 2005. Demam berdarah dengue pada anak. Jakarta: Sagung Seto. hlm. 203.

Supartha WI, 2008. Pengendalian terpadu vektor virus demam berdarah dengue, aedes aegypti (linn.) dan aedes albopictus (skuse) (diptera: culicidae). Denpasar : Universitas Udayana.

Tarumingkeng R, 2008. Sifat insektisida, mekanisme kerja, dan dampak penggunaannya. Jakarta: Universitas Kristen Krida Wacana.

Universal Taxonomic Services, 2012. Taxon: Aedes aegypti (Linnaeus, 1762) – Yellow Fever Mosquito. Tersedia dari http://taxonomicon.taxonomy.nl/TaxonTree.aspx (Diakses tanggal 3 Oktober 2014).

Wibowo, Ardianto, 2012. Minyak atsiri dari daun rosemary (rosmarinus officinalis) sebagai insektisida alami melalui metode hidrodestilasi. Jurnal Sains dan Seni, 1(1): 1-4.

Widawati M, Heni P, 2013. Efektivitas ekstrak buah beta vulgaris l (buah bit) dengan berbagai fraksi pelarut terhadap mortalitas larva aedes aegypti. Jurnal Aspirator, 5(1): 1-7.

Widiani NP, Kartini, 2011. Formulasi dan uji aktivitas minyak legundi (vitex trifolia l) sebagai sediaan anti nyamuk. Malang: Akademi Farmasi Putra Indonesia.

Gambar

Gambar 1. Daun Jambu Biji
Gambar 2. Kepala larva Aedes aegypti instar I-IV
Gambar 4. Nyamuk Aedes aegypti
Gambar 7. Siklus perkembangan nyamuk Aedes aegypti          (CDC, 2012)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Direktorat Jendral HaKI dalam menentukan suatu barang sejenis haruslah melihat apakah kedua barang yang diperbandingkan tersebut akan menimbulkan kebingungan

Kedalaman dari penguburan mayat juga merupakan faktor yang mempengaruhi proses pembusukan, lebih dalam mayat dikuburkan maka akan menjaga mayat pada suhu yang berasal dari

Kunci dari keberhasilan menyiapkan anak usia dini agar memiliki keterampilan abad 21 adalah pengembangan kapasitas guru PAUD yang perlu dilakukan secara berkelanjutan baik

Dari analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ; 1) Hasil pengujian menunjukkan brand image mempunyai pengaruh signifikan dan prositif terhadap

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan karakteristik fisikokimia steamed cake mocaf (warna, volume pengembangan, dan aktivitas antioksidan) selama

Tujuan sudut pandang kamera tipe eye level shot pada film The Ring 1 sama yaitu agar penonton dapat melihat bagian wajah yang menakutkan, sehingga dapat

Banyak usaha yang sudah dilakukan oleh para peneliti dengan membuat berbagai algoritme dan karakteris- tik EKG namun belum dapat memberikan metode dengan akurasi yang cukup

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik unjuk kerja dari model turbin air ultra low head dan alat ini dapat menjadi pengujian model untuk