• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Status Trofik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II Status Trofik"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air

2.1.1 Umum

Secara kimia, air terdiri atas dua atom hidrogen dan satu atom oksigen dengan rumus kimia Air adalah H2O. Air bisa berwujud cair, padat, gas dan uap air. Bila dilihat secara terpisah, Hidrogen dan oksigen adalah dua unsur yang unik. Hidrogen dan oksigen bila secara terpisah dapat bereaksi dan menghasilkan energi panas yang besar, sedangkan setelah bergabung dan membentuk molekul air, justru bersifat sebaliknya yakni bersifat mendinginkan.

Lebih dari 70% permukaan bumi kita ini ditutupi oleh air, yang berwujud samudera, danau, sungai dan sebagainya. Sisanya merupakan wilayah daratan. Keberadaan air di alam ini sangat dinamis, bergerak dari satu tempat ke tempat lain, berubah wujud dari cair ke gas atau padat dan sebaliknya. Pergerakan air di alam ini sering disebut dengan istilah “siklus hidrologi”.

Dengan adanya siklus hidrologi dari air ini, maka air dapat memperbaharui dirinya sendiri dan terus-menerus ada, akan tetapi dari masa ke masa jumlah penggunaan air mengalami peningkatan yang tajam, hal ini dikarenakan pesatnya jumlah penduduk di bumi setiap tahunnya. Peningkatan jumlah penduduk ini akan mempengarui aktivitas manusia dalam memanfaatkan air di muka bumi, fakta yang ada saat ini, manusia tidak lagi memperhatikan lingkungan yang mereka huni, akibatnya karakter dari air yang dapat memperbaharui diri menjadi berbanding terbalik dan tidak sejalan dengan aktivitas manusia yang tidak mementingkan lingkungan dan sumber daya alam yang tersedia. Perilaku ini mengakibatkan kuantitas air semakin menurun dan begiu pula sama halnya dengan mutu atau kualitas air yang mengalami penurunan pula.

(2)

turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebababkan air tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Pencemaran terjadi bila dalam lingkungan terdapat bahan yang menyebabkan timbulnya perubahan yang tidak diharapkan, baik yang bersifat fisika, kimiawi maupun biologis sehingga mengganggu kesehatan eksistensi manusia, dan aktivitas manusia serta organisme lainnya. Bahan penyebab pencemaran disebut bahan pencemar atau polutan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran adalah : 1. Jumlah penduduk;

2. Jumlah sumberdaya alam yang digunakan oleh setiap individu; 3. Jumlah polutan yang dikeluarkan oleh setiap jenis sumberdaya alam; 4. Teknologi yang digunakan.

2.1.2 Sumber-Sumber Air

Untuk daerah tropis dan sub tropis sumber air yang pokok adalah dari hujan, sedangkan untuk daerah yang sedang adalah dari salju. Tetapi hujan bukan merupakan satu-satunya sumber air bagi kehidupan. Terdapat 4 macam sumber air minum di Bumi ini, diantaranya :

1. Air Laut

Air yang dijumpai di dalam alam berupa air laut sebanyak 80%, sedangkan sisanya berupa air tanah/daratan, es, salju, dan hujan. Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tak memenuhi syarat untuk air minum.

2. Air Hujan

Dalam keadaan murni, sangat bersih, karena dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri/debu dan lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran.

3. Air Permukaan

(3)

misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya.

Setelah mengalami suatu pengotoran, pada suatu saat air permukaan itu akan mengalami suatu proses pembersihan sendiri. Udara yang mengandung oksigen atau gas O2 akan membantu mengalami proses pembusukan yang terjadi pada air permukaan yang telah mengalami pengotoran, karena selama dalam perjalanan, O2 akan meresap ke dalam air permukaan.

Air permukaan ada 3 macam yaitu: a. Air Sungai

Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi.

b. Air Rawa

Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat.

c. Air Danau dan / atau Waduk

Danau merupakan bagian permukaan bumi yang berupa cekungan/ledok atau lembah (basin) yang luas dan digenangi air serta terletak ditengah-tengah daratan. Air yang menggenangi danau bisa berasal dari mata air, air tanah, air sungai yang berpelepasan atau bermuara di danau tersebut dan bisa juga berasal dari air hujan. Di Indonesia danau juga sering disebut setu, tasik, ranu , atau tao. Sumber air danau berasal dari air hujan , aliran sungai dan air tanah. Air yang mengisi danau biasanya air tawar, contohnya di Indonesia antara lain , Danau Toba di Sumatera Utara dan Danau Poso di Sulawesi Tengah.

(4)

sampai waduk tersebut penuh dan sering juga disebut danau buatan yang besar. Sistem tata air waduk berbeda dengan danau alami, komponen tata air waduk umumnya telah direncanakan sedemikian rupa sehingga volume, kedalaman, luas, presepitasi, debit inflow/outflow waktu tinggal air diketahui dengan pasti. Sebagian besar waduk di Indonesia mendapatkan aliran air dari sungai, mata air, maupun air hujan namun akan menimbulkan bahaya ketika debit air yang ada melebihi dari kapasitas yang seharusnya.

4. Air Tanah

Air tanah adalah air yang berasal dari permukaan yang merembes ke dalam tanah, yang terdapat di dalam ruang-ruang butir antara butir-butir tanah di dalam lapisan bumi. Suatu saat air ini akan memenuhi lapisan tanah yang keras dan kuat, maka air ini akan keluar permukaan sebagai mata air.

Air tanah terbagi antara: a. Air Tanah Dangkal

Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan bertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang larut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapisan tanah ini berfungsi sebagai saringan. Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah lapisan rapat air, air yang terkumpul merupakan air tanah dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan sebagai air minum melalui sumur-sumur dangkal.

b. Air tanah dalam

(5)

unsur-unsur kimia tergantung pada lapis-lapis tanah yang dilalui. Jika melalui tanah kapur, maka air itu akan menjadi sadah, karena mengandung Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2.

c. Mata air

Mata Air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air tanah dalam.

.2 Pencemaran Air

Definisi pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga mutu air menurun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya (Permenneg LH No.01 Pasal 1, 2010)

Pencemaran air yang disebabkan oleh manusia dapat timbul dari bermacam-macam kegiatan, baik sengaja maupun tidak, dan pada umumnya berpengaruh besar bagi lingkungan akibat dari pencemaran oleh makhluk hidup. Pencemaran apabila tidak dicegah atau dikurangi pada dasarnya akan membahayakan dan merugikan bagi manusia dari segi kesehatan maupun segi kehidupan sosial atau kelangsungan makhluk hidup.

Definisi lain dari pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau/waduk, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia maupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi.

(6)

Bahan yang menyebabkan pencemaran air adalah bahan-bahan kimia, pathogen, dan perubahan fisik seperti kenaikan suhu, dan perubahan warna, serta bahan pencemar lainnya. Bahan pencemar kimia ini terbagi menjadi 2 macam, yaitu :

a. Bahan pencemar air organik, contohnya :

 Deterjen

 Desinfektan produk yang digunakan untuk pembersihan air minum secara kimia, seperti chloroform.

 Sampah pembuangan makanan termasuk lemak, dan minyak.

 Insektisida dan Herbisida

 Petroleum hydrocarbon, termasuk bahan bakar minyak (bensin, solar, dll.)

 Sampah semak-semak dan pepohonan yang berasal dari penebangan hutan.

 Senyawa organik volatile (VOCs), seperti dalam industri pelarut.

 Pelarut Chlorinated.

 Perchlorate.

 Berbagai senyawa kimia yang digunakan pada kosmetik dan kebersihan pribadi.

 Dll.

b. Bahan pencemar anorganik, contohnya :

 Asam yang disebabkan oleh bahan industri terutama sulfurdioksida

 Amonia dari sampah pengolahan makanan.

 Sampah kimia akibat produk industri.

 Pupuk yang mengandung penyubur seperti, nitrat dan pospat yang sering digunakan di dalam aliran pengairan di persawahan.

 Logam berat dari kendaraan bermotor.

(7)

Pencemaran yang disebabkan oleh limbah pertanian seperti pupuk organic dengan kandungan nitrogen dan fosfat yang larut dalam air dapat menyuburkan lingkungan air (eutrofikasi). Karena air kaya nutrisi, ganggang dan tumbuhan air tumbuh subur (blooming). Hal yang demikian akan mengancam kelestarian waduk, waduk akan cepat dangkal dan biota air akan mati karenanya. Sama halnya seperti kandungan abu vulkanik yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi akan menyisakan endapan-endapan debu yang mengandung beberapa unsur hara tanaman, baik mengendap pada sungai-sungai yang terdistribusi masuk ke dalam waduk maupun abu vulkanik yang langsung masuk ke dalam waduk.

Kandungan lumpur dari endapan abu vulkanik yang meningkat di dalam air mengurangi jumlah cahaya yang masuk yang diperlukan untuk berfotosintesis. Unsur hara yang masuk berlebihan ke ekosistem perairan dapat menyebabkan pertumbuhan yang sangat cepat dari algae atau tanaman air, sehingga menyebabkan berkurangnya bentuk kehidupan lainnya seperti ikan dan kerang-kerangan.

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui :

1. Adanya perubahan suhu Air.

Adanya perubahan suhu ini pada umumnya terjadi akibat adanya limbah industri dalam hal proses pendinginan air untuk menghilangkan panas dari mesin – mesin yang dipakai. Air yang menjadi panas tersebut kemudian dibuang ke lingkungan. Apabila air yang panas tersebut di buang ke sungai, maka air sungai akan menjadi panas, air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Padahal setiap kehidupan memerlukan oksigen untuk bernafas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi ke dalam air. Makin tinggi kenaikan suhu air makin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya.

2. Perubahan pH atau konsentrasi Ion Hidrogen.

(8)

tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion Hidrogen di dalam air. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar dari pH normal.

3. Perubahan Warna, Bau dan Rasa Air.

Bahan buangan atau limbah yang berupa bahan organic dan anorganik seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan buangan dan air limbah dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan warna air. Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan jernih.

Pencemaran air tidak mutlak harus bergantung pada warna air. Karena bahan buangan yang memberikan warna belum tentu berbahaya dari buangan yang tidak berwarna, seringkali zat-zat beracun justru terdapat pada bahan buangan yang tidak berwarna sehingga air tetap tampak jernih.

Bau yang keluar dari dalam air dapat berasal dari bahan buangan atau limbah industri atau dapat pula berasal dari degradasi bahan buangan oleh mikroba yang hidup di dalam air. Mikroba di dalam air akan mengubah bahan buangan organic, terutama gugus protein, secara degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau.

Air normal yang dapat digunakan untuk suatu kehidupan pada umumnya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Air yang berasa pada umumnya berasal dari garam-garam yang terlarut. Bila hal ini terjadi maka berarti telah terjadi pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah konsentrasi Hidrogen dalam air. Adanya rasa pada air umumnya diikuti oleh perubahan pH air.

4. Timbulnya Endapan, Koloidal, dan Bahan Terlarut.

(9)

koloidal. Endapan dan koloidal yang melayang di dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air. Sedangkan sinar matahari dibutuhkan mikroorganisme untuk proses fotosintesis. Karena tidak ada sinar matahari, mikroorganisme tidak dapat berfotosintesis dan kehidupannya akan terganggu.

Apabila endapan dan koloidal yang terjadi berasal dari bahan buangan organik, maka mikroorganisme dengan bantuan oksigen yang terlarut dalam air akan melakukan degradasi bahan organik tersebut sehingga menjadi bahan yang lebih sederhana. Dalam hal ini kandungan oksigen yang terlarut di dalam air akan berkurang sehingga organisme lain yang memerlukan oksigen akan terganggu pula. Jika bahan buangan berupa bahan anorganik yang dapat larut maka air akan mendapat tambahan ion-ion logam yang berasal dari bahan anorganik tersebut banyak bahan anorganik yang memberikan ion-ion logam berat yang pada umumnya bersifat racun, seperti Cd,Cr,Pb.

5. Mikroorganisme

Mikroorganisme sangat berperan dalam proses degradasi bahan buangan dari kegiatan industri atau lainnya yang dibuang ke air lingkungan, baik sungai, danau maupun laut. Kalau bahan buangan yang harus didegradasi cukup banyak, berarti mikroorganisme akan ikut berkembang biak. Pada perkembang biakan mikroorganisme ini tidak menutup kemungkinan bahwa mikroba pathogen ikut berkembang pula. Mikroba pathogen adalah penyebab timbulnya berbagai penyakit.

2.2.1 Akibat Terjadinya Pencemaran Air

Pengaruh pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat meracuni air minum, meracuni makanan hewan, menjadi penyebab ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau atau waduk, pengrusakan hutan akibat hujan asam,dsb. Manahan ( 2005 ) dalam Asus Maizar (2011) menyebutkan bahwa pengaruh pencemaran perairan terhadap parameter fisika, kimia, dan biologis perairan adalah :

1. Parameter Fisika

(10)

- Pengaruh psikologi dan estetika

- Membutuhkan proses pengolahan untuk menghilangkannya 2. Parameter Kimia

- Mengurangi kandungan oksigen dalam air dan dapat menyebabkan kondisi septik

- Bersifat racun/karsinogen pada manusia dan hewan - Menyebabkan terjadinya proses eutrofikasi

- Menurunkan kandungan oksigen dan menyebabkan bau - Merusak estetika lingkungan

3. Parameter Biologis

- Menimbulkan bau dan merusak estetika - Dapat menimbulkan penyakit

2.3 Analisis Kualitas Air

Kualitas air didefinisikan sebagai kadar parameter air yang dianalisis secara teliti sehingga menunjukkan mutu dan karakteristik air. Mutu dan karakteristik air ditentukan oleh jenis dan sifat-sifat bahan yang terkandung didalamnya. Bahan-bahan tersebut, baik padat, cair, maupun gas, terlarut maupun tidak terlarut, secara alamiah mungkin sudah terdapat di dalam air dan diperoleh selama air mengalami siklus hidrologi. Dengan demikian mutu dan karakteristik air ditentukan oleh kondisi lingkungan dimana air itu berada. Aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan sering menimbulkan bahan sisa atau buangan yang mempunyai kecenderungan pada peningkatan jumlah dan kandungan bahan-bahan di dalam air. Bahan – bahan-bahan ini apabila tidak ditangani secara baik dapat menimbulkan permasalahan pencemaran, lebih-lebih apabila lingkungan tidak mempunyai daya dukung yang cukup untuk menetralisir dan mengurangi beban pencemar.

2.3.1 Parameter Fisika Pada Status Trofik

(11)

1. Cahaya / Kecerahan

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. secchi disk dikembangkan oleh Profesor Secchi pada sekitar abad 19, yang berusaha menghitung tingkat kekeruhan air secara kuantitatif. Tingkat kekeruhan air tersebut dinyatakan dengan suatu nilai yang dikenal dengan kecerahan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah.

kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan oleh banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang terlarut ( misalnya lumpur dan pasir halus ) maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme.

Cahaya merupakan sumber energi utama dalam ekosistem perairan. Di perairan, cahaya memiliki dua fungsi utama yaitu :

a. Memanasi air sehingga terjadi perubahan suhu dan berat jenis (densitas) dan selanjutnya menyebabkan terjadinya percampuran massa dan kimia air. Perubahan suhu juga mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat bagi suatu organism akuatik, karena setiap organisme akuatik memiliki kisaran suhu minimum dan maksimum bagi kehidupannya.

b. Merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis algae dan tumbuhan air.

(12)

zooplankton melakukan migrasi vertical harian. (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003 ).

Pigmen klorofil menyerap cahaya biru dan merah, karoten menyerap cahaya biru dan hijau, fikoeritrin menyerap warna hijau, dan fikosianin menyerap cahaya kuning. ( Cole, 1988 dan Moss, 1993 dalam Effendi, 2003 ).

2.3.2 Parameter Kimia Pada Status Trofik

Kandungan bahan kimia yang terdapat di dalam air menentukan tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan. Semakin besar jumlah zat kimia yang terkandung maka semakin terbatas pula penggunaan air tersebut, serta parameter kimia ini dapat menentukan tingkat status trofik dari perairan, bahan kimia yang mempangaruhi status trofik tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :

A. Nitrogen

Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Lapisan atmosfer bumi mengandung sekitar 78 % gas nitrogen. Bebatuan juga mengandung nitrogen. Pada tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai penyusun protein dan klorofil.

Sumber utama nitrogen antropogenik di perairan berasal dari wilayah pertanian yang menggunakan pupuk secara intensif maupun dari kegiatan domestik.

1. Amonia

(13)

menghasilkan gas amonia dan gas-gas lainnya, misalnya N2O, NO2,NO, dan N2 ( Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi 2003).

Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan amonia. Sumber amonia yang lain adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri, dan domestik. Amonia yang terdapat dalam mineral masuk ke badan air melalui erosi tanah. Di perairan alami, pada suhu dan tekanan normal amonia berada dalam bentuk gas dan membentuk kesetimbangan dengan gas amonium. Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia membentuk kompleks dengan beberapa ion logam. Amonia juga dapat terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan. Amonia di perairan dapat menghilang melalui proses volatilisasi karena tekanan parsial amonia dalam larutan meningkat dengan semakin meningkatnya pH. Hilangnya amonia ke atmosfir juga dapat meningkat dengan meningkatnya kecepatan angin dan suhu.

(14)

26 28 30 32

Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter (McNeely et al.,1979 dalam Effendi, 2003 ). Kadar amonia bebas yang tidak terionisasi (NH3) pada perairan tawar sebaliknya tidak lebih dari 0,02 mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,02 mg/liter, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan (Sawyer dan McCarty, 1978 dalam Effendi,2003).Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan (run-off) pupuk pertanian. kadar amonia yang tinggi juga dapat ditemukan pada dasar danau atau waduk yang mengalami kondisi tanpa oksigen (anoxic).

2. Nitrat

(15)

pada kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter.

Nitrat dan amonium adalah sumber utama nitrogen di perairan. Namun amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar amonium. Kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Kadar nitrat dalam air tanah dapat mencapai 100 mg/liter. Air hujan memiliki kadar nitrat sekitar 0,2 mg/liter. Pada perairan yang menerima limpasan air dari daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar nitrat dapat mencapai 1000 mg/liter. Kadar nitrat untuk keperluan air minum sebaiknya tidak melebihi 10 mg/liter (Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi, 2003).

Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0 – 1 mg/liter, perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1 -5 mg/liter, dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 5 – 50 mg/liter (Volenweider, 1969 dalam Wetzel, 1975 dalam Effendi, 2003).

B. Fosfor

Di perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat ) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Senyawa fosfor anorganik yang biasa terdapat di perairan ditunjukkan dalam tabel 2.2. Fosfor membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat tidak larut, dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae akuatik (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003).

(16)

Nama Senyawa Fosfor Rumus Kimia Ortofosfat :

1. Trinatrium fosfat Na3PO4

Tabel 2.2 Lanjutan

Nama Senyawa Fosfor Rumus Kimia

2. Dinatrium fosfat 3. Mononatrium fosfat 4. Diamonium fosfat Polifosfat :

1. Natrium heksametafosfat 2. Natrium tripolifosfat 3. Tetranatrium pirofosfat

Na2HPO4 NaH2PO4 (NH3)2HPO4

Na3(PO3)6 Na5P3O10 Na4P2O7 Sumber : Sawyer dan McCarty, 1978 dalam Effendi,2003

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan, 1972 dalam Effendi,2003). Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur utama lain yang merupakan penyusun biosfer karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer. Pada kerak bumi keberadaan fosfor relatif sedikit dan mudah mengendap. Fosfor juga merupakan unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas nagi tumbuhan dan algae akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Jones dan Bachmann(1976) dalam Davis dan Cornwell (1991) dalam Effendi,2003 mengemukakan korelasi positif antara kadar fosfor total dengan klorofil a. Hubungan antara kadar fosfor total dan klorofil a tersebut ditunjukkan dalam persamaan (2-2) sebagai berikut :

Log (Klorofil a) = - 1,09 + 1,46 Log Pt ………(2-2) dengan : Klorofil a = Konsentrasi klorofil a (mg/m3).

Pt = Fosfor total (mg/m3).

(17)

mengalami perubahan menjadi organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan ferri (Fe2(PO4)3) bersifat tidak larut dan mengendap di dasar perairan. pada saat terjadi kondisi anaerob, ion besi valensi tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi ion besi valensi dua (ferro) yang bersifat larut dan melepaskan fosfat ke perairan, sehingga meningkatkan keberadaan fosfat di perairan (Brown, 1987 dalam Effendi, 2003).

Fosfor total menggambarkan jumlah total fosfor, baik berupa partikulat maupun terlarut, anorganik maupun organik. Fosfor anorganik biasa disebut soluble reactive phosphorus, misalnya ortofosfat. Fosfor organik banyak terdapat pada perairan yang banyak mengandung bahan organik. Oleh karena itu, pada perairan yang memiliki kadar bahan organik tinggi sebaiknya ditentukan juga kadar fosfor total, di samping ortofosfat (Mackereth et al.,1989 dalam Effendi,2003).

(18)

faktor siklus nutrien yaitu Fosfor dilepas oleh biota danau (Sigee, 2004 dalam http://repository.usu.ac.id ).

Gambar 2.1 Siklus Fosfor dalam Perairan Danau atau Waduk Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/

Kadar fosfor yang diperkenankan bagi kepentingan air minum adalah 0,2 mg/liter dalam bentuk fosfat (PO4). Kadar fosfor pada perairan alami berkisar antara 0,005 – 0,02 mg/liter P-PO4, sedangkan pada air tanah biasanya sekitar 0,02 mg/liter P-PO4 (UNESCO/WHO/UNEP,1992 dalam Effendi, 2003). Kadar fosfor dalam ortofosfat (P-PO4) jarang melebihi 0,1 mg/liter, meskipun pada perairan eutrof. Kadar fosfor total pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/liter (Boyd, 1988 dalam Effendi,2003).

(19)

beberapa waktu selama periode kekurangan pasokan fosfor. Selama defisiensi fosfor algae juga dapat memanfaatkan fosfor organik dengan bantuan enzim alkalin fosfat yang berfungsi memecah senyawa organofosfor. Keberadaan enzim alkalin fosfat akan meningkat jika terjadi defisiensi fosfor di perairan (Boney,1989 dalam Effendi,2003).

Berdasarkan kadar ortofosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, (Vollenweider dalam Wetzel,1975 dalam Effendi,2003), yaitu:

1. perairan oligotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,003 – 0,01 mg/liter 2. perairan mesotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,011 – 0,03 mg/liter 3. perairan eutrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,031 – 0,1 mg/liter

Sedangkan berdasarkan kadar fosfor total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, (Yoshimura dalam Liaw, 1969 dalam Effendi, 2003), yaitu :

1. Perairan dengan tingkat kesuburan rendah, memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0 – 0,02 mg/liter.

2. Perairan dengan tingkat kesuburan sedang, memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0,02 – 0,05 mg/liter.

3. Perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, memiliki kadar fosfat total 0,051 – 0,1 mg/liter.

2.3.3 Parameter Klorofil Pada Status Trofik a. Klorofil

Klorofil (dari bahasa Inggris, chlorophyll) atau zat hijau daun (terjemah langsung dari bahasa Belanda, bladgroen) adalah pigmen yang dimiliki oleh berbagai organisme dan menjadi salah satu molekul berperan utama dalam fotosintesis. Klorofil memberi warna hijau pada dauntumbuhan hijau dan alga hijau, tetapi juga dimiliki oleh berbagai alga lain, dan beberapa kelompok bakteri fotosintetik. Molekul klorofil menyerap cahaya merah, biru, dan ungu, serta memantulkan cahaya hijau dan sedikit kuning, sehingga mata manusia menerima warna ini. Pada tumbuhan darat dan alga hijau, klorofil dihasilkan dan terisolasi pada plastida yang disebut kloroplas.

(20)

Klorofil-d dimiliki oleh alga merah (Rhodophyta). Selain berbeda rumus kimia, jenis-jenis klorofil ini juga berbeda pada panjang gelombang cahaya yang diserapnya.

Meskipun bervariasi, semua klorofil memiliki struktur kimia yang bermiripan, yaitu terdiri dari porfirin tertutup (siklik), suatu tetrapirol, dengan ion magnesium di pusatnya dan "ekor" terpena. Kedua gugus ini adalah kromofor ("pembawa warna") dan berkemampuan mengeksitasi elektron apabila terkena cahaya pada panjang gelombang tertentu.

Klorofil-a adalah salah satu parameter indikator tingkat kesuburan dari suatu perairan. Tinggi rendahnya klorofil-a di perairan sangat dipengaruhi oleh faktor hidrologi perairan (suhu, salinitas, nitrat dan fosfat). Kandungan klorofil-a di suatu perairan dapat digunakan sebagai ukuran standing stock fitoplankton yang dapat dijadikan petunjuk produktivitas primer suatu perairan. Semakin tinggi kandungan klorofil-a fitoplankton dalam suatu perairan, berarti semakin tinggi pula produktivitas perairan tersebut, sehingga daya dukung terhadap komunitas penghuninya semakin tinggi. Sebaran dan tinggi rendahnya kandungan klorofil-a sangat terkait dengan kondisi hidrologis perairan. Beberapa parameter fisika-kimia yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya, suhu, dan nutrien terutama nitrat dan fosfat.

2.4 Penggolongan Air Sesuai Peruntukannya

Klasifikasi mutu air berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001 pasal 8 ayat 1 ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yaitu :

1. Air Kelas Satu.

Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2. Air Kelas Dua.

(21)

3. Air Kelas Tiga.

Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 4. Air Kelas Empat.

Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2.5 Metode Status Trofik Perairan Waduk/Danau

Eutrofikasi merupakan problem lingkungan perairan yang diakibatkan oleh limbah fosfat (PO3-). Deinisi dasarnya adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrien yang berlebihan ke dalam ekosistem perairan. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35- 100 μg/l. Sejatinya, eutrofikasi merupakan suatu proses alamiah, waduk mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih produktif bagi tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi eutrofik. Proses alamiah ini, oleh manusia dengan segala aktivitas modernnya, secara tidak disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa dekade atau bahkan beberapa tahun saja. Maka tidaklah mengherankan jika eutrofikasi menjadi masalah di sebagian besar waduk atau danau di muka bumi, sebagaimana dikenal lewat fenomena algae bloom.

(22)

Kondisi kualitas air danau dan/atau waduk diklasifikasikan berdasarkan eutrofikasi yang disebabkan adanya peningkatan kadar unsur hara dalam air. Faktor pembatas sebagai penentu eutrofikasi adalah unsur Fosfor (P) dan Nitrogen (N). Sedangkan beberapa elemen (misalnya silikon, mangan, dan vitamin) merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan algae. Akan tetapi, elemen-elemen tersebut tidak dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi meskipun memasuki badan air dalam jumlah yang cukup banyak. Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi empat kategori status trofik (PerMNLH Nomor 28 tahun 2009), yaitu:

a. Oligotrof; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar rendah, status ini menunjukkan kualitas air masih bersifat alamiah belum tercemar dari sumber unsur hara N dan P.

b. Mesotrof; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar sedang, status ini menunjukkan adanya peningkatan kadar N dan P, namun masih dalam batas toleransi karena belum menunjukkan adanya indikasi pencemaran air.

c. Eutrofik; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar oleh peningkatan kadar N dan P.

d. Hipereutrofik; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar sangat tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar berat oleh peningkatan kadar N dan P.

Pada umumnya rata-rata tumbuhan air mengandung nitrogen dan fosfor masing-masing 0,7% dan 0,09% dari berat basah. Fosfor membatasi proses eutrofikasi jika kadar nitrogen lebih dari delapan kali kadar fosfor, nitogen membatasi proses eutrofikasi jika kadarnya kurang dari delapan kali kadar fosfor (UNEP-IETC/ ILEC : 2001). Klorofil-a adalah pigmen tumbuhan hijau yang diperlukan untuk fotosintesis. Parameter klorofil-a mengindikasikan kadar biomassa algae, dengan perkiraan rata-rata beratnya adalah 1% dari biomassa.

(23)

Tabel 2.3 Kriteria Status Trofik Danau/Waduk

Sumber : KLH 2009, Modifikasi OECD 1982, MAB 1989 ; UNEP – ILEC, 2001

Sedangkan penjelasan mengenai klasifikasi status trofik perairan disebutkan dalam penjelasan berikut ini : ( http://denclik.blogspot.com/2009/05/suksesi-danau-dan-struktur-komunitas.html ).

a. Perairan waduk atau danau Oligotrofik

Oligotrofik, menurut etimologinya berasal dari bahasa Yunani yaitu “oligo” yang berarti sedikit atau buruk, dan trofik yang berarti makanan, jadi perairan oligotrofik merupakan perairan yang memiliki kandungan makanan (nutrien) sedikit. Secara geologis perairan oligotrofik termasuk golongan perairan yang masih muda, sebab perairan yang berada pada tahap awal suksesinya ini adalah perairan waduk atau danau yang baru terbentuk baik secara tektonis, glasier, vulkanis dan lain-lain. Secara fisik dan biologis, karakteristik perairan waduk atau danau oligotrofik antara lain : kondisi perairannya dalam dengan zona hipolimnion yang lebih besar daripada zona epilimnion. Hal ini disebabkan karena kondisi perairan pada danau atau waduk oligotrofik ini yang sangat jernih dengan kandungan oksigen yang terlarut dalam air tinggi akibat dari sedikitnya materi organik yang terlarut. Karena jernihnya perairan danau ini maka sinar matahari dapat menembus ke dalam air dan dipantulkan kembali sehingga airnya menjadi dingin.

(24)

jumlah nutrien yang terakumulasi dari masukan air sungai dan lingkungannya masih sangat sedikit, dan umumnya organisme-organisme yang toleran terhadap kandungan nutrien yang rendah dan oksigen yang tinggi.

Organisme akuatik yang paling khas ditemukan pada danau oligotrofik adalah organisme bentos dari marga Tanytarsus yang ditemukan dalam jumlah (kelimpahan) yang sangat besar yaitu berkisar antara 300 – 1000 individu/m2. Namun menurutnya bila organisme ini dihitung berat keringnya hanya didapatkan nilai sebesar 2-4 gram/m2. Melimpahnya marga Tarnytarsus pada perairan danau atau waduk ini dapat dikatakan bahwa danau atau waduk ini sebagai danau Tanytarsus, sebab meskipun pada danau ini dapat pula ditemukan organisme bentos lainnya seperti Coregonus sp & Bathohylus sp tetapi hewan ini hanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit dan bahkan tidak ditemukan organisme bentos dari jenis Chironomus sp dan Chooborus sp.

b. Perairan waduk atau danau Mesotrofik

Beberapa ahli Limnologi menyatakan bahwa suatu danau atau waduk oligotrofik sebelum memasuki tahapan eutrofik. Pada fase ini danau atau waduk baru mengalami tahap awal pengkayaan nutrien. Dengan meningkatnya kandungan nutrisi seperti nitrogen, fosfor dan kalsium dalam perairan tersebut, maka akan terjadi juga peningkatan aktifitas biologi. Organisme seperti ganggang, fitoplankton, zooplankton dan sampah organik makin tertimbun di permukaan air sehingga kecerahan air semakin menurun dan semakin keruh. Laju penumpukan bahan organik ini kemudian relatif semakin cepat.

(25)

Proses pendangkalan ini biasanya terjadi pada bagian tepi danau sehingga danau oligotrofik berubah menjadi danau mesotrofik. Daya pengendapan pada perairan mesotrofik sangat bervariasi. Ada perairan danau atau waduk mesotrofik yang sangat lama dari tingkat satu ke tingkat berikutnya yaitu danau atau waduk eutrofik tetapi ada juga yang sangat cepat.

c. Perairan waduk atau danau Eutrofik

Perairan danau atau waduk eutrofik merupakan tipe danau oligotrofik yang telah mengalami proses pengkayaan bahan organik (nutrien). Eu dalam bahasa Yunani berarti lebar, luas atau banyak, sehingga danau eutrofik berarti danau atau waduk yang kandungan makanannya banyak. Danau eutrofik (kadar hara tinggi) merupakan danau yang memiliki perairan yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah, kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi blooming alga dengan tingkat penetrasi cahaya matahari umumnya rendah.. Mikroorganisme di perairan danau atau waduk eutrofik berdasarkan sifat trofiknya meliputi :

 Alga: Chlorophyta

Alga ini merupakan kelompok alga yang paling beragam karena ada yang bersel tunggal, berkoloni, ataupun bersel banyak. Pigmen yang dimilikinya adalah klorofil yang mengandung karoten. Banyak terdapat di air tawar, tetapi sebagian ada juga yang hidup di laut. Chlorophyta bersel tunggal tidak bergerak Chlorella. Banyak ditemukan sebagai plankton air tawar. Ukuran tubuhnya mikroskopis, bentuk bulat, serta berkembangbiak dengan pembelahan sel. Chlorella sebagai makanan suplemen.

Gambar 2.2 Sel Alga : Chloropyta Sumber : http://dayuardiyuda.blogspot.com

(26)

Tabel 2.4 Pengaruh dan Permasalahan yang ditimbulkan oleh Eutrofikasi pada Perairan

Pengaruh

1. Keanekaragaman dan dominasi organisme akuatik berubah. 2. Biomassa tumbuhan dan hewan akuatik meningkat.

3. Kekeruhan meningkat.

4. Kecepatan sedimentasi meningkat. 5. Terbentuk kondisi anoksik.

Permasalahan

1. Pengolahan air untuk kepentingan domestik mengalami kesulitan. 2. Air mungkin kurang baik bagi kesehatan.

3. Keindahan air berkurang, terutama perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan rekreasi.

4. Peningkatan kepadatan vegetasi akuatik menghambat aliran air dan kegiatan navigasi.

5. Ikan-ikan ekonomis penting menghilang. Sumber : Marson, 1993 dalam Effendi,2003. 2.6 Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel 2.6.1 Persiapan Peralatan Pengambilan Sampel

Secara umum, peralatan pengambilan sampel lingkungan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat sampel sehingga bahan tersebut tidak menyerap zat kimia dari sampel, tidak melarutkan zat-zat kimia ke dalam sampel, dan tidak bereaksi dengan sampel.

2. Mudah dicuci.

3. Kapasitas atau volumenya sesuai dengan tujuan pengambilan sampel. 4. Tidak mudah pecah atau bocor.

5. Mudah dan aman dibawa.

Untuk menghindari kontaminasi, peralatan tersebut harus dicuci di laboratorium sebelum sampel diambil. Apabila peralatan itu digunakan lebih dari sekali di lokasi berbeda, pencucian di lapangan dilakukan pada jeda pengambilan untuk menghindari kontaminasi silang.

(27)

setelah peralatan itu digunakan. Hal itu untuk menghindari korosi atau kontaminan yang melekat secara permanen sehingga sulit untuk dibersihkan.

Untuk media cair, peralatan pengambilan dan wadah sampel harus dibilas dengan media tersebut sesaat sebelum sampel sesungguhnya diambil. Akan tetapi, hal itu tidak berlaku untuk sampel yang mengandung senyawa organik mudah menguap, minyak dan lemak, mikroorganisme, arau parameter yang harus diambil secara sesaat (grab). Berikut ini adalah tahapan pencucian tersebut, baik yang dilakukan di laboratorium maupun di lapangan (Csuros, 1994 dalam Anwar hadi, 2005).

2.6.1.1 Pencucian di laboratorium

1) Cuci dengan air keran hangat yang mengandung sabun dan gosok dengan sikat.

2) Bilas secara merata dengan air keran hangat.

3) Bilas dengan 10-15 % asam nitrat (HNO3). Jika peralatan digunakan untuk parameter nutrien, bilas ulang dengan 10-15 % asam klorida (HCl). Dalam hal ini, agar lebih praktis, pencucian dapat dilakukan dengan HCl saja. tetapi, asam tidak boleh digunakan untuk mencuci peralatan dari stainless steel atau logam lainnya karena dapat menimbulkan korosi.

4) Bilas secara merata dengan air bebas ion (deionized water). 5) Bilas secara merata dengan pesticide grade isopropanol.

6) Bilas secara merata dengan air bebas analit (analyte free water). 7) Keringkan di udara secara optimal.

8) Bungkus dengan aluminium foil atau tempatkan pada fasilitas penyimpan sedemikian rupa sehingga terhindar dari kontaminan.

2.6.1.2 Pencucian di lapangan

1) Gunakan prosedur yang sama seperti pencucian di laboratorium, namun kali ini tanpa air hangat.

(28)

3) Untuk peralatan yang terkontaminasi cukup berat, gunakan aseton atau aseton-heksan-aseton.

4) Bila perlu, bilas dengan air bebas analit.

5) Jika peralatan tersebut hanya untuk parameter anorganik, bilas dengan air bebas ion dan air sampel yang akan diambil.

2.6.2 Persiapan Peralatan Pendukung

Pengambil sampel juga harus menyiapkan semua peralatan pendukung, misalnya kotak pendingin (ice box) yang biasa digunakan untuk mengangkut wadah sampel. Berdasarkan pengalaman, pendinginan sampel secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan pecahan es batu atau dry ice. Di atas semua itu, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa proses pendinginan jangan sampai terhenti selama perjalanan.

Dengan demikian, kotak pendingin plastik harus memadai untuk menyimpan wadah sampel, termasuk pecahan es, sehingga suhu tetap berkisar 40 C ± 20C ( = 20C – 60C ). Untuk itu, petugas harus dapat menghitung jumlah total volume sampel, termasuk untuk pengendalian mutu di lapangan ( duplicate, split, blank), sehingga dapat ditentukan volume kotak pendingin yang harus di bawa. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kotak pendingin harus dirancang khusus sehingga sampel tidak mudah tumpah selama pengangkutan yang dilakukan secepat-cepatnya agar sampel itu dapat segera dianalisis.

2.6.3 Persiapan Wadah Sampel

Pengambil sampel harus menetapkan tipe dan volume wadah beserta cara pencuciannya. Wadah sampel harus dipilih berdasarkan parameter yang akan dianalisis. Jika pengambil sampel salah pilih, akan terjadi kontaminasi terhadap sampel tersebut. Berikut adalah cara pencucian wadah sampel berdasarkan parameter uji (Csuros, 1994 dalam Anwar Hadi, 2005) :

1) Nutrien

Jenis wadah : plastik atau gelas.

Sabun : liquinox atau yang ekuivalen.

(29)

2. Bilas secara merata dengan air keran sampai busanya habis.

3. Bilas dengan 1 + 1 HCl.

4. Bilas dengan air suling 3-5 kali .

5. Keringkan dan simpan dalam keadaan tertutup rapat hingga digunakan.

Selanjutnya, yang perlu diperhatikan untuk menghindari kontaminasi adalah :

1. Wadah baru atau bekas pemakaian sebelumnya harus dicuci terlebih dahulu sesuai dengan syarat pencucian untuk masing-masing parameter.

2. Wadah yang dicuci dengan bahan kimia tertentu tidak boleh digunakan untuk uji parameter yang sama dengan bahan tersebut, misalnya wadah yang dicuci dengan asam kromat tidak boleh digunakan sebagai wadah untuk analisis krom.

3. Wadah dengan pengawet tertentu tidak boleh digunakan sebagai wadah untuk analisis parameter yang sama dengan pengawet tersebut, misalnya wadah untuk analisis logam berat dengan pengawet asam nitrat maka wadah tersebut tidak boleh dipakai sebagai wadah analisis nitrat.

4. Wadah yang digunakan hanya untuk parameter tertentu tidak boleh dipakai untuk parameter lain yang dapat menyebabkan kontaminasi silang. Oleh sebab itu, wadah sebaiknya diberi label yang menunjukkan peruntukan parameter tertentu.

5. Wadah tidak boleh digunakan untuk menyimpan zat pereaksi atau reagen kimia.

6. Wadah pengujian bakteri harus steril dan dibungkus dengan aluminium foil. Bila aluminium foil atau top seal-nya rusak, wadah tersebut tidak boleh digunakan.

2.6.4 Persiapan Pengawetan

(30)

parameter uji. Pengawet tersebut dapat menghambat perubahan parameter uji secara mikrobiologi, kimia, atau fisika sehingga keadaannya stabil dalam waktu tertentu.

Meskipun demikian, sampel harus dianalisis sesegera mungkin agar hasilnya mencerminkan keadaan sampel pada waktu diambil.

Pengawetan sampel lingkungan, khususnya yang bersifat cair, tidak dapat dilakukan sekaligus sebab parameter yang satu memerlukan pengawet yang berbeda dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, pengawetan harus dilakukan secara khusus sesuai dengan masing-masing parameter uji.

Pengawetan dapat dilakukan secara fisika, kimia, atau gabungan keduanya. Cara fisika adalah dengan mendinginkan sampel pada suhu 40 C ± 20 C dan menutup rapat wadah sampel sehingga tidak ada pengaruh udara luar. Sementara itu, cara kimia dilakukan dengan menambahkan bahan kimia tertentu yang dapat menghambat aktivitas mikroorganisme atau mencegah terjadinya reaksi kimia. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah bagaimana bahan pengawet yang ditambahkan tidak mengganggu analisis. Secara umum, berikut hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengawetkan sampel lingkungan :

1. Sampel lingkungan harus diawetkan di lapangan sesaat setelah pengambilan. 2. Setelah ditambahi bahan pengawet, sampel lingkungan harus diaduk secara

merata dan harus dicek pH-nya. Apabila pH belum memenuhi persyaratan, penambahan pengawet dilakukan hingga tercapai pH yang diminta. Pengecekan pH dan penambahan pengawet harus didokumentasikan.

3. Jumlah penambahan bahan pengawet ke dalam sampel harus sama dengan jumlah penambahan ke dalam sampel blanko (blank sample) yang digunakan sebagai pengendalian mutu lapangan.

4. Penambahan asam kuat sebagai pengawet harus dilakukan di area terbuka. Apabila terjadi reaksi tidak bias, hal itu harus direkam dalam catatan lapangan. 5. Hindari percikan atau tumpahan asam. Jika mengenai anggota badan, segera mungkin bilas dengan air, siram dengan larutan soda kue (NaHCO3 5%), dan netralkan dengan larutan amonia (NH4OH 5%).

(31)

7. Pengawet harus merupakan bahan kimia yang mempunyai kemurnian tinggi (reagent grade atau higher grade chemical).

8. Semua bahan pengawet harus disimpan di laboratorium dan dipisahkan menurut karakteristik kimianya. Asam harus disimpan dalam lemari asam (acid-storage cabinet), sedangkan pelarut harus disimpan dalam lemari pelarut (solvent-storage cabinet)

9. Semua bahan pengawet yang dibawa ke lokasi pengambilan sampel harus disimpan dalam wadah plastik atau teflon yang bersih. Hindarilah kebocoran atau tumpahan dan pisahkan semua itu dari wadah sampel untuk menghindari kontaminasi.

Tabel 2.5 Persyaratan Penanganan Sampel Lingkungan

Parameter

Sumber : Standard Methods edisi ke-20 dan 40 CFR part 136 dalam Anwar Hadi, 2005.

Keterangan : P = Plastik (polietilen atau sejenisnya).

G = Gelas.

g = Grab (sesaat).

c = Composite (gabungan).

Analisis segera = Analisis biasanya dilakukan 15 menit setelah setelah sampel dikumpulk

Saring = Gunakan ukuran 0,45 µm. Gelapkan = Hindari sinar matahari/lampu.

2.6.5 Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Air Danau/Waduk 2.6.5.1 Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel.

(32)

angin berembus hanya mengarah pada salah satu sudut danau/waduk, ada kemungkinan terjadi konsentrasi alga pada sudut tersebut yang akan mengakibatkan kualitas air di tempat tersebut berbeda dengan bagian lainnya. Pengambilan sampel air danau/waduk diutamakan pada :

a. Daerah masuknya air sungai ke danau/waduk. Hal itu untuk mengetahui kualitas air danau/waduk setelah masuknya air sungai ke badan air danau/waduk.

b. Bagian tengah danau/waduk. Tujuannya adalah mengetahui kualitas air danau/waduk secara umum.

c. Daerah di mana air danau/waduk dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, perikanan, pertanian, pembangkit listrik tenaga air, dan sebagainya. Lokasi itu dipilih untuk mengetahui kualitas air danau/waduk yang akan dimanfaatkan.

d. Daerah keluarnya air danau/waduk. Penentuan lokasi itu untuk mengetahui kualitas air danau/waduk secara keseluruhan bila dibandingkan dengan kualitas air di daerah masuknya air sungai ke danau/waduk.

2.6.5.2 Penentuan Titik Pengambilan Sampel

Apabila kualitas air danau/waduk ditentukan berdasarkan kedalamannya, perbedaan temperatur pada satu meter di bawah permukaan dan satu meter di atas dasar danau/waduk harus diketahui terlebih dahulu. Jika perbedaan temperaturnya lebih dari 30 C, penentuan titik pengambilan sampel didasarkan pada stratifikasi temperatur.

Air Masuk

Daerah pertanian

Daerah rekreasi

Daerah Perikanan

Air Keluar Danau

(33)

Pada umumnya, danau/waduk dengan kedalaman rata-rata kurang dari sepuluh meter tidak mempunyai perbedaan temperatur yang nyata. Sebaliknya, danau/waduk dengan kedalaman lebih dari sepuluh meter mempunyai stratifikasi temperatur sebagai berikut (SNI 06-2421-1991) :

a. Epilimnion, yaitu lapisan air danau/waduk yang berada di bawah permukaan dengan suhu relatif sama.

b. Metalimnion/termoklin, yaitu lapisan air danau/waduk yang mengalami penurunan suhu cukup besar (lebih dari 10C/m) yang mengarah ke dasar danau/waduk. Lapisan tersebut dapat ditentukan dengan cara mengukur temperatur pada interval kedalaman tertentu.

c. Hipolimnion, yaitu lapisan bawah air danau/waduk yang mempunyai temperatur relatif sama dan lebih dingin daripada lapisan di atasnya. Biasanya lapisan itu mengandung kadar oksigen yang rendah dan relatif stabil.

Sebagai ilustrasi, Gambar 2.4 di bawah ini menunjukkan stratifikasi temperatur air danau/waduk berdasarkan kedalamannya.

Gambar 2.4 Stratifikasi Temperatur Air Danau/Waduk Berdasarkan Kedalamannya.

Sumber : Anwar Hadi, 2005.

Jika stratifikasi temperaturnya telah diketahui, penentuan titik pengambilannya adalah sebagai berikut :

a. Pada danau/waduk yang mempunyai kedalaman rerata kurang dari sepuluh meter, sampel diambil di dua titik, yaitu 0,2X dan 0,8X kedalaman air. b. Pada danau/waduk dengan kedalaman 10-30 meter, sampel diambil di

permukaan, di lapisan metalimnion, dan di dasar danau/waduk. Lapisan epilimnion

Lapisan metalimnion/termoklin

Lapisan hipolimnion 0 Suhu ( 0 C )

Kedalaman

(34)

c. Pada danau/waduk dengan kedalaman 30-100 meter, sampel diambil di permukaan, di lapisan metalimnion, di lapisan hipolimnion, dan di dasar danau/waduk.

d. Pada danau/waduk yang kedalamannya > 100 meter, titik pengambilan sampel dapat ditambah sesuai tujuannya.

Secara umum, perlu diperhatikan bahwa sampel diambil minimal 1 meter di bawah permukaan danau/waduk. Sementara itu, untuk pengambilan sampel di dasar danau/waduk, jangan sampai endapan atau sedimen danau/waduk ikut terambil.

Gambar 2.5 Penentuan Titik Pengambilan Sampel Air Danau/Waduk dengan Kedalaman <10 m.

Sumber : Anwar Hadi, 2005 0,2 d

0,8 d

Epilimnion

Metalimnion

Hipolimniom

(35)

Gambar 2.6 Penentuan Titik Pengambilan Sampel Air Danau/Waduk dengan Kedalaman 10 - 30 m.

Sumber : Anwar Hadi, 2005

Gambar 2.7 Penentuan Titik Pengambilan Sampel Air Danau/Waduk dengan Kedalaman 30 - 100 m. Sumber : Anwar Hadi, 2005.

2.7 Metode Analisa Di Labaroratorium A. Analisa Kadar Klorofil a

Metode ini mengikuti metode Parsons et al (1984) yang merupakan modifikasi dari metode yang ditentukan oleh Richard and Thopsons 1952, Strickland and Parsons 1968, Jeffrey and Humphrey 1975 dalam Hutagalung,dkk (1997). Metode ini didasarkan pada penyerapan tiga panjang gelombang (trichromatic) yang masing-masing merupakan penyerapan maksimum untuk klorofil a,b,c dalam pelarut aceton.

Alat dan bahan :

1. Water sampler(Van Dorn) dari PVC untuk mengambil contoh air. 2. Es box berisi es batu untuk menyimpan sampel air dari lapangan.

3. Botol atau jerigen dari polietilen yang berwarna gelap untuk menampung sampel air.

4. Kertas saring dari bahan organik (bukan fiber glass) berukuran 0,45 µm.

Epilimnion

Metalimnion

Hipolimniom

(36)

5. Alat saring (filter holder) warna gelap, dilengkapi pompa vakum (hisap) dengan tekanan 30 cm Hg.

6. Aluminium foil. 7. Tabung reaksi 15 ml. 8. Tissue grinder. 9. Centrifuge.

10. Freezer untuk menyimpan sampel air yang tidak langsung dianalisis.

11. Larutan magnesium karbonat (10 ml) untuk membilas dinding gelas penyaring, dimaksudkan membersihkan klorofil yang menempel pada gelas, juga untuk mencegah terjadinya pengasaman.

Pembuatan zat pereaksi 1. Aceton 90%.

masukkan 900 aceton (pekat/p.a) ke dalam labu ukur. Tambahkan 100 ml air suling, kocok hati-hati sampai homogeny. Simpan dalam botol gelap dan tutup rapat, karena mudah menguap.

2. Magnesium karbonat

Timbang 1 g bubuk magnesium karbonat, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, encerkan dengan air suling, tepatkan sampai tanda tera.

Prosedur analisis :

 Pasang atau letakkan filter pada alat saring (filter holder)

 Sampel air (0,5 – 2 liter untuk perairan pantai,2-4 liter untuk perairan lepas pantai) disaring.

 Bilas dengan 10 ml larutan magnesium karbonat, hisap kembali sampai filter tampak kering.

 Filter diambil dan bungkus dengan aluminium foil (beri label) dan simpan dalam desikator aluminium yang berisi silika gel (simpan dalam freezer jika proses analisis berikutnya tidak dilakukan.

 Filter hasil saringan masukkan ke dalam tabung reaksi 15 ml, tambahkan 10 ml aceton 90 %.

 Sampel dalam tabung reaksi digerus sampai halus dengan tissue grinder.

 Sampel di-centrifuge dengan putaran 4000 rpm selama 30 -60 menit.

(37)

 Periksa absorbsinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 750,664,647 dan 630.

Perhitungan :

Untuk menghitung kandungan klorofil, absorban dari panjang gelombang 664,647 dan 630 nm dikurangi absorban pada panjang gelombang 750 nm. Pada panjang gelombang 664,647 dan 630 nm terdapat penyerapan yang dilakukan oleh klorofil, sedangkan pada panjang gelombang 750 nm penyerapan hanya diakibatkan oleh faktor kekeruhan sampel.

Kandungan klorofil dihitung dengan rumus :

Chl-a (mg/m3) =

{

(

11,48x E664

)

(

1,54x E647

)

(

0,08x E630

)

}

x Ve Vs x d

E664 = absorban 664 nm – absorban 750 nm E647 = absorban 647 nm – absorban 750 nm E630 = absorban 630 nm – absorban 750 nm Ve = volume ekstrak aceton (ml)

Vs = volume sampel air yang disaring (liter) d = lebar diameter kuvet (1,10 atau 15 cm) B. Pengukuran parameter fisika ( Kecerahan) Alat : Secchi disc

Cara Kerja :

 Secchi disc diturunkan ke dalam perairan hingga batas tidak terlihat dan dicatat tinggi permukaan air pada tambang secchi disc ( A cm ).

 Kemudian secchi disc diangkat perlahan hingga kelihatan dan dicatat kembali tinggi permukaan air pada tambang secchi disc ( B cm ).

Perhitungan : A+B

2 = ...cm.

2.8 Daya Tampung Beban Pencemaran Air Waduk

(38)

waduk yaitu kemampuan perairan danau dan/atau waduk menampung beban pencemaran air sehingga memenuhi baku mutu air dan status trofik.

Baku mutu air danau dan/atau waduk terdiri dari parameter fisika, kimia dan mikrobiologi. Sedangkan persyaratan status trofik danau dan/atau waduk meliputi parameter kecerahan air, nitrogen, phosphor serta klorofil. Kadar P-total merupakan faktor penentuan status trofik.

Metode penentuan daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk terdiri dari rumus umum perhitungan daya tampung beban pencemaran air dan rumus perhitungan daya tampung beban pencemaran untuk budidaya perikanan. Rumus umum perhitungan beban pencemaran air tersebut digunakan untuk menghitung beban pencemaran dari berbagai sumber, sedangkan perhitungan daya tampung untuk budidaya perikanan ditentukan berdasarkan jumlah limbah budidaya dan status trofik.

2.8.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk

Daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk tergantung kepada karakteristik dan kondisi lingkungan di sekitarnya, yaitu :

a. Morfologi dan Hidrologi Danau dan/atau Waduk

Morfologi danau dan/atau waduk terdiri dari parameter karakteristik fisik, yaitu :

1. Luas perairan danau dan/atau waduk. 2. Volume air danau dan/atau waduk.

3. Kedalaman rata-rata danau dan/atau waduk.

Sedangkan hidrologi danau dan/atau waduk terdiri dari parameter karakteristik aliran air, yaitu :

1. Debit air keluar danau dan/atau waduk. 2. Laju penggantian air danau dan/atau waduk.

b. Kualitas Air dan Status Trofik Danau dan/atau Waduk

(39)

1. Penentuan daya tampung beban pencemaran air agar kualitas air memenuhi baku mutu air, maka parameter kualitas air yang dipilih sesuai dengan peruntukannya.

2. Penentuan daya tampung beban pencemaran air agar kualitas air memenuhi status trofik yang ditetapkan, maka parameter kualitas air yang dipilih adalah unsur hara terutama kadas phosphor sebagai P total.

c. Pemanfaatan Sumber Daya Air Danau dan/atau Waduk Sesuai dengan Baku Mutu Peruntukannya.

Air danau dan/atau waduk pada umumnya bersifat multiguna antara lain sebagai air baku minum, perikanan, pertanian dan sebagai sumber daya tenaga listrik. Sumber daya air danau dan/atau waduk tersebut perlu dipelihara agar kualitasnya memenuhi baku mutu sesuai dengan peruntukannya. Baku mutu air danau dan/atau waduk tersebut juga digunakan sebagai bahan acuan perhitungan daya tampugn beban pencemaran airnya.

d. Alokasi Beban Pencemaran Air

Danau dan/atau waduk juga berfungsi sebagai penampung air dari daerah tangkapan air (DTA) dan daerah aliran sungai (DAS). Oleh karena itu berbagai sumber pencemaran air dari DTA dan DAS serta bantaran danau dan/atau waduk terbawa masuk ke dalam perairannya. Sumber pencemaran tersebut berasal dari kegiatan antara lain limbah penduduk, pertanian, peternakan, serta industri dan pertambangan Erosi DAS juga merupakan sumber pencemaran air dan pendangkalan danau dan/atau waduk.

e. Persyaratan atau Baku Mutu Air untuk Pemanfaatan Sumber Daya Air Danau dan/atau Waduk

(40)

f. Alokasi Beban Pencemaran Air dari Berbagai Sumber dan Jenis Air Limbah yang Masuk Danau dan/atau Waduk

Danau dan/atau waduk juga berfungsi sebagai penampung air dari daerah aliran sungai (DAS). Oleh karena itu berbagai sumber pencemaran air dan DAS serta bantaran danau dan/atau waduk terbawa masuk ke dalam perairannya. Sumber pencemaran tersebut berasal dari kegiatan antara lain limbah penduduk, pertanian, peternakan, serta industry dan pertambangan. Erosi DAS juga merupakan sumber pencemaran air dan pendangkalan danau dan/atau waduk.

Beban pencemaran air dari berbagai sumber akan meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kegiatan lainnya. Oleh karena itu jumlah beban pencemaran yang masuk perairan danau dan/atau waduk termasuk limbah pakan ikan dari budidaya ikan (KJA) perlu ditentukan alokasinya dengan memperhatikan kondisi social ekonomi serta konservasi sumber daya air jangka panjang.

Penentuan alokasi beban pencemaran air danau dan/atau waduk memerlukan kajian dengan memperhatikan pemanfaatan dan kelestarian air danau dan/atau waduk, sumber dan beban pencemaran air serta tingkat pengendaliannya pada berbagai sumber pencemar pada kegiatan di DAS. 2.8.2 Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau

Waduk.

Perhitungan daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk tersedia pada rumus umum daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk (lampiran 1 peraturan menteri negara lingkungan hidup, 2009) yang dinyatakan dalam satuan luas danau/waduk (m2) atau perairan danau/waduk per satuan waktu (tahun). Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :

1. Morfologi dan Hidrologi Danau dan/atau Waduk

Rumus morfologi dan hidrologi danau dan/atau waduk adalah sebagai berikut :

(41)

b. Hidrologi danau dan/atau waduk, yaitu debit air keluar dari waduk (Q0), yang diperoleh dari hasil pengukuran.

c. Laju penggantian air danau dan/atau waduk (p), yang diperoleh dari hasil perhitungan rumus (2.2)

2. Alokasi Beban Pencemaran Air yang Masuk Danau dan/atau Waduk Alokasi beban pencemaran air yang dinyatakan dengan kadar parameter Pa adalah sebagai berikut :

a. Syarat kadar parameter Pa maksimal sesuai ketentuan dalam baku mutu air atau kelas air yaitu [Pa]STD.

b. Kadar parameter Pa hasil pemantauan danau dan/atau waduk yaitu [Pa]i. c. Jumlah alokasi beban kadar parameter Pa dari DAS atau DTA yaitu

[Pa]DAS yang diperoleh dari hasil penentuan atau kajian dan perhitungan rumus (2.3).

d. Alokasi beban kadar parameter Pa yang berasal dari limbah yang langsung masuk danau dan/atau waduk berasal dari kegiatan yang berada pada perairan danau dan/atau waduk yaitu [Pa]d, yang diperoleh dari hasil perhitungan rumus (2.3) atau rumus (2.4).

3. Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk

Perhitungan daya tampung beban pencemaran air danau/waduk adalah sebagai berikut :

a. Daya tampung parameter Pa per satuan luas danau dan/atau waduk yaitu, L, merupakan fungsi dari kedalaman rata-rata danau Z, laju penggantian air danau/waduk yaitu p dan kadar parameter yang terbawa lumpur dan mengendap ke dasar danau/waduk. L dihitung dengan rumus (2.5) dan rumus (2.6).

b. Jumlah daya tampung parameter Pa pada perairan danau dan/atau waduk yaitu, La yang merupakan fungsi L dan luas perairan danau atau A. La dihitung berdasarkan Rumus (2.7).

2.8.2.1Rumus Umum Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk

Morfologi dan Hidrologi danau dan/atau Waduk

(42)

Dengan :

Ž : Kdalaman rata-rata danau dan/atau waduk (m) V : Volume air danau dan/atau waduk (Juta m3) A : Luas perairan danau dan/atau waduk (Ha)

ρ : Qo/V………..(2.2) Dengan :

ρ : Laju penggantian air danau dan/atau waduk ( l/tahun )

Qo : Jumlah debit air keluar danau ( juta m3/tahun ) pada tahun kering.Alokasi beban pencemaran parameter Pa

[Pa]STD = [Pa]i + [Pa]d ………(2.3) [Pa]d = [Pa]STD - [Pa]i ……….(2.4) [Pa]STD :Syarat kadar parameter Pa maksimal sesuai baku mutu air

atau kelas air (mg/m3)

[Pa]i : Kadar parameter Pa hasil pemantauan danau dan/atau waduk ( mg/m3)

[Pa]d : Alokasi beban Pa limbah kegiatan pada perairan danau dan/atau waduk (mg/m3)

 Daya tampung beban pencemaran air parameter Pa pada air danau dan/atau waduk

L = ∆ [Pa]d Ž ρ / (1- R ) ………(2.5) R = 1 / ( 1 + 0,7470,507 ) ………(2.6) La = L x A / 100 = ∆ [Pa]d A Ž ρ / 100 (1-R) …………(2.7) Dengan :

L : Daya Tampung limbah Pa per satuan luas danau dan/atau waduk (mg/Pa/m2.tahun)

La : Jumlah daya tampung limbah Pa pada perairan danau dan/atau waduk (kg Pa / tahun )

R : Total Pa yang tinggal bersama sedimen

Persamaan pada rumus-rumus (2.5), (2.6), dan (2.7) berkaitan dengan alokasi beban pencemaran dari DAS atau DTA dan kegiatan lain pada perairan danau dan/atau waduk pada rumus (2.3)

(43)

Pada uji Z dan uji T dibandingkan antara dua sampel. Apabila pembandingan itu lebih dari dua sampel, digunakan analisa variansi (Analysis of Variance atau disingkat ANOVA). Apabila terhadap sejumlah sampel (lebih dari dua sampel) diterapkan uji t, dengan cara melakukan uji t terhadap setiap pasangan sampel yang mungkin, probabilitas melakukan kesalahan (error) Tipe I bertambah setiap kalinya. Kesalahan Tipe I adalah dimana H0 ditolak pada saat hipotesa benar. Pada analisa Variansi, uji dilakukan sekaligus sehingga probabilitas kesalahan Tipe I dibatasi seminimum mungkin.

Analisa Variansi dikenalkan oleh salah satu seorang statistikawan yaitu Sir Ronald A. Fisher (1890-1962). Analisa variansi merupakan salah satu metode analisis statistik yang bertujuan untuk menganalisis variansi data yang terjadi karena berbagai variasi sumber (sources) atau sebab (causes). Pada mulanya dikembangkan terutama dalam bidang penelitian di bidang pertanian, misal untuk mengetahui pengaruh dosis pemupukan terhadap produksi padi. Namun sekarang metode ini telah dikembangkan untuk berbagai ilmu pengetahuan termasuk hidrologi (Soewarno, 1995 : 57).

Hal yang perlu diingat pada analisa variansi bahwa analisa ini tidak dimaksudkan untuk menguji perbedaan nilai varian setiap populasi akan tetapi untuk menguji nilai rata-ratanya dengan menggunakan Uji F. Umumnya analisa variansi dapat dibedakan menjadi dua model, yaitu :

1. Klasifikasi satu arah (one way classification) merupakan model klasifikasi satu arah yang digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan atau tidak dari beberapa kelompok sampel.

2. Klasifikasi dua arah (two way classification) merupakan model klasifikasi dua arah yang digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan atau tidak setiap kelompok sampel.

(44)

menggunakan kedua parameter derajat bebas v1 dan v2 tersebut. Untuk menguji hipotesa ini dihitung nilai F dengan rumus berikut :

F=

(nk).

i=1

k

¿(xix)2

(k−1).

j=1

¿

(xijxi)2

……….(2-8)

Dengan :

xi = harga rerata untuk kelas i x = harga rerata keseluruhan data

xij = pengamatan untuk kelas i pada tahun j ni = banyaknya pengamatan untuk kelas i n = banyaknya pengamatan keseluruhan k = banyaknya kelas

Analisa variansi dengan menggunakan uji F dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

1. Melakukan pengumpulan data mutu air secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu ( time series data ).

2. Menjumlahkan dan mencari rerata tiap kelas dari data mutu air tersebut. 3. Menghitung nilai F dengan menggunakan rumus (2-8)

4. Mencari nilai kritis Fcr dari tabel F dimana v1 = (n – k ) dan v2 = (k – 1). 5. Membandingkan nilai F dengan nilai Fcr yang didapat dari tabel F.

(45)

Gambar

Tabel 2.1 Lanjutan8,6
Tabel 2.2 Lanjutan
Tabel 2.3 Kriteria Status Trofik Danau/Waduk
Gambar 2.2 Sel Alga : ChloropytaSumber : http://dayuardiyuda.blogspot.com
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada kondisi surut kandungan oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun. 2 sebesar 3,27 mg/l dan kandungan oksigen terlarut terendah terdapat pada

Kandungan oksigen terlarut yang tinggi pada Perairan Terusan Dalam Taman Nasional Sembilang menandakan bahwa kandungan total padatan terlarut dan tersuspensinya

Model Matematika Konsentrasi Oksigen Terlarut pada ekosistem Perairan Danau. Optimal Calibration Method for Water Distribution Water Qual-

Berdasarkan hasil penelitian status kualitas perairan Waduk Cengklik berdasarkan parameter fisika dan kimia (metode STORET), serta parameter biologi (indeks

Kandungan oksigen terlarut yang tinggi pada Perairan Terusan Dalam Taman Nasional Sembilang menandakan bahwa kandungan total padatan terlarut dan tersuspensinya

Dilihat dari kisaran nilai nitrat &gt;0,2 mg/L, perairan Rawa Pening tergolong tipe eutrofik (Goldman &amp; Horne, 1983) Kisaran nilai nitrat yang hampir sama juga terjadi di

Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya perairan, oksigen menempati urutan teratas, oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut

Rendahnya keanekaragaman pada lokasi penelitian disebabkan oleh kondisi perairan danau sendiri, dimana pada saat ini telah terjadi penurunan kualitas air Danau