• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMANTAPAN AGREGAT TANAH PADA LAHAN PRODUKSI RENDAH DAN TINGGI DI PT GREAT GIANT PINEAPPLE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEMANTAPAN AGREGAT TANAH PADA LAHAN PRODUKSI RENDAH DAN TINGGI DI PT GREAT GIANT PINEAPPLE"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KEMANTAPAN AGREGAT TANAH PADA LAHAN PRODUKSI RENDAH DAN TINGGI DI PT GREAT GIANT PINEAPPLE

Oleh

Made Pujawan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemantapan agregat tanah terhadap hasil produksi. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan september sampai pada bulan Juli 2015 di PT Great Giant Pineapple (PT. GGP). Lampung Tengah. Penelitian ini mengunakan metode survei. Untuk pengambilan sampel dilakukan secara langsung di PT. GGP pada lokasi lahan 26B produksi rendah dan produksi tinggi. Lokasi 26B mempunyai luas lahan kurang lebih 8,30 ha dan terbagi

menjadi 2 petak yang dipisahkan oleh jalan. Penentuan titik sampel secara diagonal,masing-masing di ambil 3 titik di lahan produksi rendah dan produksi tinggi. Pembuatan minipit dibuat untuk menentukan warna tanah dan pengambilan sampel tanah diseetiap titik, pengambilan contoh tanah diambil disetiap

(2)

tanah pada kedalaman 0 – 20, 20 – 40, 40 – 60 dan pengambilan sampel tanah ada sebanyak 6 titik, 3 titik produksi rendah dan 3 titik di produksi tinggi sehingga jumlah sampel keseluruhan ada 18 sampel tanah. Tanah sebelum dianalisis

dilakukan pengeringan udara sela 1 – 2 hari, hal ini dilakukan untuk mendapatkan kapasitas lapang. Untuk menentukan kelas kemantapan agregat perlu dilakukan analisis dengan menggunakan metode ayakan kering dan basah, dan didapatkan nilai RBD pengayakan kering dan RBD pengayakan basah. Kemudian dilakukan perhitungan indeks kemantapan agregat dan hasil nilai dari indeks kemantapan agergat dimasukan kedalam klasifikasi kemantapan agregat untuk mengetahui hasil sampel tanah masuk dalam kelas kemantapan mantap atau tidak mantap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lokasi lahan 26B baik yang produksi rendah maupun produksi tinggi sama-sama mempunyai kemantapan agregat sangat mantap.

(3)

KEMANTAPAN AGREGAT TANAH PADA LAHAN

PRODUKSI RENDAH DAN TINGGI DI PT GREAT GIANT PINEAPPLE

Oleh

MADE PUJAWAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

KEMANTAPAN AGREGAT TANAHPADA LAHAN PRODUKSI RENDAH DAN TINGGI DI PT GREAT GIANT PINEAPPLE

( Skripsi )

Oleh

MADE PUJAWAN

JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Titik pengambilan sampel lokasi 26B. ……….. 14

2. Kemantapan Agregat Tanah Pada Lahan Produksi Rendah dan produksi tinggi. ………... 24

3. Kerapatan isi pada lahan produksi rendah dan lahan produksitinggi. ……… 25

4. Sampel tanah utuh. ... 49

5. Sampel tanah untuk penetapan kemantapan agregat. ... 49

6. Analisis tekstur tanah. ... 50

7. Neraca digital. ... 50

8. Saluran drainase lokasi 26B. ... 51

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perhitungan kemantapan agregat dengan pengayakan kering. ... 17

2. Perhitungan kemantapan agregat dengan pengayakan basah. ... 18

3. Klasifikasi indeks kemantapan agregat tanah. ... 19

4. Kerapatan isi ideal bagi tanaman. ... 21

5. Kerapatan isi tanah pada lahan produksi rendah. ... 23

6. Kerapatan isi tanah pada lahan produksi tinggi. ... 24

7. Analisis tekstur tanah kedalaman pada lahan produksi rendah. ... 25

8. Analisis tekstur tanah kedalaman pada lahan produksi tinggi. ... 26

9. Data analisis kemantapan agregat ayakan kering lokasi 1 produksi rendah. ... 34

10.Data analisis kemantapan agregat ayakan kering lokasi 2 produksi rendah. ... 35

11.Data analisis kemantapan agregat ayakan kering lokasi 3 produksi rendah. ... 36

12.Data analisis kemantapan agregat ayakan kering lokasi 4 produksi rendah. ... 37

13.Data analisis kemantapan agregat ayakan kering lokasi 5 produksi rendah. ... 38

14.Data analisis kemantapan agregat ayakan kering lokasi 6 produksi rendah. ... 39

15.Data analisis kemantapan agregat ayakan basah Lokasi 1 produksi tinggi. ... 40

16.Data analisis kemantapan agregat ayakan basah lokasi 2 produksi tinggi. ... 41

17.Data analisis kemantapan agregat ayakan basah lokasi 3 produksi tinggi. ... 42

(7)

19.Data analisis kemantapan agregat ayakan basah lokasi 5

produksi tinggi. ...

44

20.Data analisis kemantapan agregat ayakan basah lokasi 6 produksi tinggi. ... 45

21.Data indeks kemantapan agregat produksi rendah. ... 46

22.Data indeks kemantapan agregat produksi tinggi. ... 46

23.Data pengamatan tekstur tanah. ... 47

(8)
(9)
(10)
(11)

Tanpa mengurangi rasa syukurku pada ‘’Idhe Shang Yhang Whidi Wase’’, kupersembahkan karyaku untuk:

Keluargaku tercinta

Ayah, Ibu, kaka, dan seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan dan mengharapkan keberhasilanku atas kasih sayang, perhatian, dan dorongan

semangat yang takkan aku lupa.

Teman-temanku

Atas dukungan dan bantuannya sehingga karya ini dapat selesai

Serta

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Qurnia Mataram, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 28 Maret 1989, sebagai putra bungsu dari 6 bersaudara pasangan Bapak Ketut Satre dan Nyoman Badri.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar Negri 2 Qurnia Mataram pada tahun 2002; Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negri 1 Seputih Mataram pada Tahun 2005; dan Sekolah Menengah Atas Gajah Mada Bandar Lampung pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan ditahun 2008 dan terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, melalui Jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

(13)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Hyang Whidi Wasa, yang telah melimpahkan rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kemantapan Agregat Tanah Pada Lahan Produksi Rendah

dan Tinggi di PT Great Giant Pineapple” . Dengan selesainya penulisan skripsi ini, Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Ayahku Ketut Satre dan Ibuku Nyoman Badri serta kaka-kakaku yang selalu mendo’akan dan memberikan kasih sayang yang tak terhingga serta

restunya kepada penulis hingga terselesainya skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Afandi, M.P. selaku pembimbing utama atas gagasan, bimbingan, petunjuk, arahan, semangat, dan nasihat yang sangat bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini hingga selesai.

3. Bapak Ir. Hery Novpriansyah, M.Si., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, ilmu, dan nasehat hingga penulisan skripsi ini selesai.

(14)

5. Bapak Dr. Dwi Hapsoro., Selaku pembimbing akademik yang senantiasa memberikan nasehat, kritik, ilmu, dan dukungan hingga penulisan skripsi ini selesai.

6. Bapak Dr.Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P. selaku Ketua Jurusan

Agroteknologi atas bantuan dan motivasi yang diberikan kepada penulis. 7. Seluruh dosen Jurusan Agroteknologi dan Fakultas Pertanian yang telah

memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Lampung.

8. Miftahul Niam dan Holilullah dan teman – teman Agroteknologi sebagai teman seperjuangan. Terima kasih atas pengalaman, dukungan, dan kebersamaannya.

9. Keluarga besar UKM Hindu Unila, KMHDI, dan PRADAH yang memberikan semangat serta doa.

10.Novi Tri Handayani, Niluh Leni Damayanti spd, Gusti Ayu Alit Pratiwi dan teman – teman yang selalu membantu dan memberikan semangat. 11.Kelurga Besar Bandesa Manik Mas yang selalu memberikan semangat dan

motifasi.

Semoga Idhe Sang Hyang Whidi Wasa, membalas segala kebaikan yang telah diberikan, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak

(Astungkare).

Bandar Lampung, 17 Desember 2015 Penulis,

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Kerangka Pemikiran ... 4

1.4 Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Nanas (Ananas Comosus) ... 7

2.2 Agregat Tanah ... 8

2.3 Tekstur Tanah ... 10

2.4 Kerapatan Isi ( Bulk Density) ... 12

III. BAHAN DAN METODE ... 13

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

3.2 Bahan dan Alat ... 13

3.3 Metode Penelitian ... 14

3.4 Pelaksanaan penelitian ... 15

3.4.1 Penentuan Titik Sampel ... 15

3.4.2 Pembuatan dan Pengamatan Minipit ... 15

(16)

3.5 Analisis Tanah ... 16

3.5.1 Kemantapan Agregat Tanah ... 16

3.5.2 Tekstur Tanah ... 19

3.5.3 Kerapatan Isi ... 21

3.6 Analisis Data ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Hasil Penelitian ... 23

4.1.1 Kemantapan Agregat Tanah ... 23

4.1.2 Kerapatan Isi ... 24

4.1.3 Tekstur Tanah ... 25

4.2 Pembahasan ... 26

V. KESIMPULAN ... 30

PUSTAKA ACUAN ... .. 31

(17)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan

( Brazilia). Tanaman nanas dibawa masuk ke Indonesia oleh para pelaut Spanyol dan Portugis pada tahun 1599. Tanaman ini akan tumbuh baik dengan curah hujan yang cukup, di Indonesia hampir semua daerah dapat dibudidayakan tanaman nanas. Tanaman nanas merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, sehingga dapat dikembangkan menjadi sebuah usaha, karena buah nanas mempunyai rasa yang manis, aroma yang khas dan bentuk yang menarik, selain itu tanaman nanas memiliki kandungan vitamin A, B1, B2, C, kapur, besi, dan lain-lain (Ashari, 1995).

Tanah merupakan media tanam yang digunakan untuk budidaya tanaman nanas, selain sifat biologi dan kimia,tanah yang bagus harus memiliki sifat fisik tanah yang baik. Karena tanpa disertai sifat fisik tanah yang baik maka produksi tanaman tidak akan mencapai pertumbuhan yang optimal. Hal ini dikarenakan tidak dapatnya akar tanaman menyerap unsur-unsur hara yang ada didalam tanah secara maksimal dan secara normal. Selain itu jika sifat fisik tanah kurang baik maka perkembangan akar tanaman akan terganggu karena sulitnya akar

(18)

2

terganggu. Apabila sifat-sifat tanah tersebut terpenuhi maka akan dihasilkan kondisi tanaman nanas yang sehat, subur, dan vigor (kekokohan) tanaman yang lebih baik (Haridjaja, 1996).

PT. GGP merupakan salah satu perusahan terbesar di Indonesia yang

membudidayakan tanaman nanas, hampir sebagian besar jenis tanah di PT. GGP adalah jenis tanah ultisol. Jenis tanah ultisol ini tergolong lahan marginal yang tingkat produktivitasnya rendah. Kandungan hara pada tanah ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat. Tanah ultisol memiliki solum yang dangkal, permeabilitas yang lambat hingga sedang, dan kemantapan agregat lemah sehingga sebagian besar tanah ini mempunyai kapasitas memegang air yang rendah dan peka terhadap erosi. Kerentanan terhadap erosi membuat tanah akan semakin cepat berkurang kesuburannya terutama pada lapisan atas dan akan terakumulasi di bagian yang lebih rendah.

(19)

3

Tanah jenis Ultisol umumnya bertekstur lempung dan didominasi oleh mineral kaolinit yang tidak banyak memberikan kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah. Kapasitas tukar kation hanya bergantung pada kandungan bahan organic dan fraksi liat. Penanaman secara terus menerus tanpa tindakan konservasi tanah dan air, pengelolaan bahan organik, dan pemupukan berimbang dapat merusak tanah. Kerusakan tanah dipercepat oleh penggunaan alat mesin pertanian (alsintan) yang membuat tanah menjadi padat. Untuk meningkatkan

produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan organik. Bahan organik akan meningkatkan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia maupun dari segi biologis tanah.

Kemantapan Agregat sangat penting bagi tanah pertanian dan perkebunan. Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk

perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Pada tanah yang agregatnya, kurang stabil bila terkena

(20)

4

tanah, dan penutupan tajuk tanaman pada permukaan tanah yang dapat

menghindari splash erotion akibat curah hujan tinggi. Agregat tanah terbentuk karena proses flokulasi dan fragmentasi. Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang pada awalnya dalam keadaan terdispersi, kemudian bergabung membentuk

agregat. Sedangkan fragmentasi terjadi jika tanah dalam keadaan masif, kemudian terpecah-pecah membentuk agregat yang lebih kecil (Santi et al., 2008).

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kriteria kemantapan agregat tanah tanaman nanas pada produksi rendah dan tinggi di PT GGP.

1.2 Kerangka Pemikiran

Tanah merupakan media tumbuh tanaman dan tempat hidupnya jasad renik, baik makro maupun mikro. Tanaman bisa tumbuh karena ada interaksi antara tanah dan tanaman. Akar tanaman berfungsi mengait tanah dan menyangga bagian atas tanaman serta mengabsorsi air dan unsur hara. Tanaman akan bisa tumbuh dengan baik apa bila tanah mempunyai sifat fisik, kimia, dan biologi yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Pandutama et al., 2003).

(21)

5

baik dalam hal absorbsi unsur hara, air maupun oksigen juga sebagai pembatas gerakan akar tanaman (Hakim et al., 1986).

Agregat tanah terbentuk akibat adanya interaksi dari butiran tunggal liat atau lempeng oksidasi besi atau alumunium, dan bahan organik. Ikatan dari agregat tanah yang terbentuk dengan sendirinya tanpa sebab dari luar disebut Ped. Sedangkan ikatan agregat tanah yang merupakan gumpalan tanah dan terbentuk akibat pengolahan tanah disebut Clod (Hudson, 1978).

Kemantapan agregat adalah ketahanan rata-rata agregat tanah

melawan pendispersi oleh benturan tetes air hujan atau penggenangan air. Kemantapan tergantung pada ketahanan jonjot tanah melawan daya dispersi air dan kekuatan sementasi atau pengikatan, Faktor – factor yang berpengaruh dalam kemantapan agregat antara lain bahan-bahan penyemen agregat tanah, bentuk dan ukuran agregat, serta tingkat agregasi. Stabilitas agregat yang terbentuk

tergantung pada keutuhan tanah permukaan agregat pada saat dehidrasi dan kekuatan ikatan antarkoloi partikel di dalam agregat pada saat basah. Pentingnya peran lendir (gum) microbial sebagai agen pengikat adalah menjamin

kelangsungan aktivitas mikroba dalam proses pembentukan ped dan agregasi (Hardjowigeno,1987).

Tanah yang ideal untuk tanaman nanas memiliki sifat fisik yang baik, kemantapan agregatnya yang stabil. Kemantapan agregat tanah sangat penting bagi

(22)

6

bagi pertumbuhan tanaman, tanah ulttisol memiliki kemantapan agregatnya kurang stabil. Pada tanah yang agregatnya kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur. Butir-butir halus hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi lambat, sehingga pertumbuhan akar tanaman menjadi terganggu. Sedangkan pada agregat tanah yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman, menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Semakin stabil suatu agregat tanah, akan semakin rendah kepekaannya terhadap erosi atau erodibilitas tanah (Kemper dan

Rosenau,1986).

Susunan agregat tanah atau fragmen tanah memiliki pengaruh utama terhadap aerasi, ketersediaan air dan kekuatan tanah, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan akar dan tajuk, dan mungkin pada akhirnya terhadap produksi tanaman (Dıaz-zorita et al,. 2005).

1.4 Hipotesis

(23)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nanas (Ananas Comosus)

Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih kurang 1.200 meter diatas permukaan laut (dpl). Di daerah tropis Indonesia, nanas cocok di tanam atau dikembangkan didataran rendah sampai ketinggian 800m dpl dengan keadaan iklim basah maupun kering, baik tipe iklim A, B, C, D, E, dan F. Tanaman ini dapat tumbuh hampir disemua jenis tanah yang digunakan untuk pertanian. Akan tetapi, jenis tanah yang paling ideal untuk berkebun nanas adalah tanah yang mengandung pasir, keadaanya subur, gembur, banyak mengandung bahan organic, dan reaksi tanahnya pada pH 5,5. Hal yang penting diperhatikan dalam pemilihan lahan adalah tanahnya tidak mudah becek (menggenang), aerasinya baik, dan kandungan kapurnya rendah (Rukmana, 1995).

(24)

8

tetapi ada pula yang rasanya manis asam. Buah matang terasa gatal ditenggorokan karena kandungan asam oksalat yang tinggi (Hamna, 2008).

2.2 Agregat Tanah

Tanah berfungsi sebagai media tumbuh dan sebagai tempat akar berpenetrasi (sifat fisik) yang selama cadangan nutrisi (hara) masih tersedia di dalam benih, hanya air yang diserap oleh akar-akar muda, kemudian bersamaan dengan makin berkembangnya perakaran cadangan makanan ini menipis, untuk melengkapi kebutuhannya maka akar-akar ini menyerap nutrisi baik berupa ion-ion anorganik seperi N, P, K dan lain-lain, senyawa organik sederhana, serta zat-zat pemacu tumbuh. Kemudahan tanah untuk dipenetrasi tergantung pada ruang pori-pori yang terbentuk di antara partikel-partikel tanah, sedangkan stabilitas ukuran ruang tergantung pada konsistensi tanah terhadap pengaruh tekanan. Kerapatan porositas menentukan kemudahan air untuk bersikulasi dengan udara. Sifat fisik lain yang penting adalah warna dan suhu tanah. Warna mencerminkan jenis mineral penyusun tanah, reaksi kimiawi, intensitas pelindian dan akumulasi bahan yang terjadi. Sedangkan suhu merupakan indikator energi matahari yang dapat diserap oleh bahan-bahan penyusun tanah (Hanafiah, 2007).

(25)

9

terhadap sifat fisik tanah lainnya, diantaranya meningkatkan kapasitas retensi air dan jumlah air tersedia, pori makro dan meso, porositas total, aerasi tanah serta permeabilitas tanah maupun infiltrasi serta dapat menurunkan kepekaan tanah terhadap erosi (Kurnia, 1996).

Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk

perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar (stabilitas) dapat ditentukan secara kuantitatif melalui Aggregate Stability Index (ASI). Indeks ini merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat (Laksmita, 2008).

Agregat stabil tahan air merupakan agregat berukuran makro (> 0,25 mm), dapat dirinci lagi berdasarkan berbagai ukuran agregat yaitu 0,25-0,5 mm, 0,5-8,0 mm,dan 2,0-8,0 mm. Agregat stabil tahan air (ASA), MWD, dan indeks stabilitas agregat (ISA) digunakan sebagai indikator kualitas agregasi tanah. Makin tinggi persentase ASA dan ISA serta makin besar ukuran MWD, makin baik kualitas agregasi tanah.(Nurida dan Undang K, 2009).

(26)

10

partikel liat, maka akan mengakibatkan gaya tolak menolak dan tarik menarik akan

bekerja dan besarnya tergantung dari kondisi fisik-kima. Jika gaya tolak menolak

merajai, maka partikel tanah akan terpisah satu dari lainnya. Dalam kondisi ini liat

dikatakan telah mengalami dispersi atau peptisasi. Jika gaya tarik menarik yang

bekerja, maka liat akan mengalami flokulasi, suatu gejala yang analog dan koagulasi

dari koloid organik, dimana partikel bergabung dalam satu paket atau floks (Afandi,

2005).

Ada beberapa factor yang mempengaruhi terbentuknya agregat yang stabil, yaitu: (1)

jenis dan jumlah bahan organik dalam tanah, khususnya gums dan mucilages, (2)

keberadaan hipa fungi dan akar-akar tanaman mikroskopik, (3) pembasahan dan

pengeringan, (4) pembekuan dan pencairan, (5) ciri / sifat-sifat dari kation pada

tempat pertukaran, dan (6) aksi dari penggalian hewan tanah, khususnya cacing tanah

(Stevenson, 1982).

2.3 Tekstur Tanah

(27)

11

besar dari pada pasir. Luas permukaan debu jauh lebih besar dari pada luas permukaan pasir per gram (Sutedjo, 1992).

Faktor – faktor yang yang dipengaruhi oleh tekstur tanah adalah konsistensi, kadar air, organisme, perakaran dan pengolahan. Konsistensi dicontohkan semakin liat suatu tekstur maka konsistensi akan semakin besar. Sebaliknya jika tekstur memiliki pori yang renggang dan permukaan luas maka konsistensinya kecil. Semakin liat tekstur tanah maka air yang tersedia semakin banyak karena tekstur liat dapat mengikat air lebih kuat dengan pori – pori yang halus dan padat. Jika suatu tanah memiliki tekstur liat maka organisme yang ada didalamnya sangat sedikit karena tekstur liat sangat padat dan sangat sulit ditembus. Sebaliknya pada tekstur lempung terdapat banyak organisme karena ketersediaan unsur haranya banyak. Semakin liat tekstur tanah maka semakin sulit ditembus akar tumbuhan dan semakin sulit di olah karena teksturnya padat (Ismunandar, 2009).

(28)

12

2.4 Kerapatan Isi ( Bulk Density)

Kerapatan isi merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan tingkat kepadatan tanah per satuan volume, biasanya dinyatakan kedalam kg m-3. Kerapatan isi yang tinggi umumnya memiliki struktur tanah yang kompak dan mengandung liat yang tinggi. Tanah yang mengandung bahan organik tinggi memiliki kerapatan tanah yang rendah. Bila dinyatakan dalam gramcm-3 kerapatan isi tanah liat yang ada dipermukaan dengan struktur granular besarnya berkisar 1,0 sampai 1,3. Tanah-tanah dipermukaan dengan tekstur kasar mempunyai kisaran 1,3 sampai 1,8. Perkembangan struktur yang lebih besar pada tanah-tanah dipermukaan dengan tekstur halus menyebabkan kerapatan isinya lebih rendah bila

dibandingkan dengan tanah berpasir (Foth, 1998).

(29)

13

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. GGP Terbanggi Besar Lampung Tengahpada bulan September sampai dengan juni 2015 pada areal pertanaman nanas (Ananas comosus). Pengambilan sampel tanah dilakukan pada lokasi 26B, pada dasarnya lokasi 26B dibagi menjadi dua petak yang dipisahkan oleh jalan, petak sebelah kiri berproduksi tinggi dan sebelah kanan berproduksi rendah. Untuk analisis sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Jurusan Agroteknologi,

Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

(30)

14

3.3 Metode Penelitian

[image:30.595.148.477.308.527.2]

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei.Pada lokasi 26 B yang akan disurvei dilakukan pembuatan minipit dan pengambilan sampel tanah sebanyak enam titik. Masing – masing tiga titik produksi rendah dan tiga titik produksi tinggi dengan kedalaman 0 – 20, 20 – 40 dan 40 – 60 cm. pengambilan contoh tanah dilakukan secara diagonal.

Gambar 1. Titik pengambilan sampel lokasi 26. 1

2 5

3 4

(31)

15

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penentuan Titik Sampel

Titik pengambilan sampel ditentukan secara diagonal untuk mewakili keadaan lahan yang akan disurvei. Banyaknya penentuan titik sampel tergantung dari luasan lahan yang akan disurvei, pada penelitian ini banyaknya titik yang diambil sebanyak enam titik.Masing – masing tiga titik produksi rendah dan tiga titik produksi tinggi.

3.4.2 Pembuatan dan Pengamatan Minipit

Pembuatan dan pengamatan minipit dilakukan di lahan tanaman nanas yang berproduksi tinggi dan rendah. Pada setiap titik lahan yang di survei dibuat minipit.Minipit dibuat sebanyak 6 titik, 3 titik diproduksi rendah dan 3 titik diproduksi tinggi, pembuatan minipit dilakukan untuk pengamatan profil tanah dan pengambilan sampel tanah perkedalaman dari 0 – 20, 20 – 40, 40 – 60 cm.

3.4.3 Pengambilan Sampel Tanah

(32)

16

menggunakan cangkul dan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan ring sampel dengan kedalaman 0 – 20 cm, 20 – 40 cm dan 40 – 60 cm.

3.5 Analisis Tanah

3.5.1 Kemantapan Agregat Tanah

Variable utama pada penelitian ini adalah penetapan Kemantapan Agregat pada lokasi produksi tinggi dan rendah dengan menggunakan metode ayakan kering dan basah di laboratorium Fisika Tanah Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Contoh tanah yang akan dianalisis, dikering udarakan terlebih dahulu, kemantapan agregat ditetapkan melalui pemecahan agregat tanah saat pengayakan dan dianalisis, dengan metode ayakan kering dan basah.

Tahap-tahapan dalam metode ayakan kering dan basah yaitu :

A. Pengayakan kering

1. Ayakan disusun secara berurutan dari atas ke bawah : 8 mm, 4,76 mm, 2,83 mm, 2 mm, dan pada bagian bawahnya ditutup.

2. Ambil agregat tanah seberat 500 g dengan ukuran > 1cm dan dimasukan diatas ayakan 8 mm.

3. Tanah ditumbuk dengan penumbuk kayu sampai semua tanah lolos ayakan 8 mm.

4. Ayakan digoncang dengan tangan sebanyak 5 kali.

(33)
[image:33.595.112.514.113.230.2]

17

Tabel 1. Perhitungan kemantapan agregat dengan pengayakan kering.

No Agihan diameter ayak (mm)

Rerata diameter (mm)

Berat agregat yang tertinggal (g)

Persentase

1 0,00 – 0,50 0,25 A (A/G) x 100

2 0,50 – 1,00 0,75 B (B/G) x 100

3 1,00 – 2,00 1,5 C (C/G) x 100

4 2,00 – 2,83 2,4 D (D/G) x 100

5 2,83 – 4,76 3,8 E (E/G) x 100

6 4,76 – 8,00 6,4 F (F/G) x 100

Total (A + B + C + D + E + F) = G Total (D + E + F) = H

 Rerata Berat Diameter (RBD)

Nilai RBD menggambarkan dari dominansi agregat ukuran tertentu. RBD dihitung hanya untuk agregat ukuran > 2 mm, urutannya sebagai berikut:

 Persentase agregat ukuran > 2 mm dihitung dengan:

D/H x 100 % = X; E/H x 100 % = Y; F/H x 100 % = Z.

 Hasil pada (a) dikalikan dengan rerata diameter dan jumlahkan dan dibagi

dengan 100 , seperti pada persamaan:

RBD (g.mm) = [ (X x 2,4) + (Y x 3,8) + (Z x 6,4)] / 100

B. Pengayakan basah

1. Agregat hasil pengayakan kering yang berukuran > 2 mm sebanyak 100 g diambil dengan jumlah yang sesuai proporsi masing-masing agregat, kemudian dimasukan kedalam cawan logam atau cawan petri. 2. Diteteskan air sampai kapasitas lapang dari buret setinggi 30 cm.

(34)

18

4. Tiap agregat dipindahkan dari cawan ke ayakan dengan agregat ukuran 6,4 mm di atas ayakan 4,76 mm; ukuran 3,8 mm pada ayakan 2,83 mm; dan ukuran 2,4 mm pada ayakan 2 mm. dibawah ayakan tersebut, pasang juga ayakan berukuran 1 mm, 0,5 mm dan 0,279 mm.

5. Isi ember dengan air kira-kira setinggi susunan ayakan.

6. Ayakan dimasukan kedalam air dan diayak naik turun selama 5 menit dengan sekitar 35 ayunan per menit.

7. Pindahkan agregat pada setiap masing-masing ayakan ke cawan logam dengan cara disemprot melewati corong menggunakan selang kecil dari air leiding agar lebih mudah.

[image:34.595.111.515.488.602.2]

8. Air yang berlebihan dari cawan dibuang, panaskan pada hot plate selama kurang lebih 4 jam pada suhu 130drajat C, setelah kering kemudian didinginkan di udara dan ditimbang.

Tabel 2. Perhitungan kemantapan agregat dengan pengayakan basah.

No Agihan diameter ayakan (mm)

Rerata diameter (mm)

Berat agregat yang tertinggal (g)

Persentase

1 0,00 – 0,50 0,25 A (A/G) x 100

2 0,50 – 1,00 0,75 B (B/G) x 100

3 1,00 – 2,00 1,5 C (C/G) x 100

4 2,00 – 2,83 2,4 D (D/G) x 100

5 2,83 – 4,76 3,8 E (E/G) x 100

6 4,76 – 8,00 6,4 F (F/G) x 100

Total (A + B + C + D + E + F) = G Total (D + E + F) = H

 Rerata Berat Diameter (RBD)

(35)

19

 Persentase agregat ukuran > 2 mm dihitung dengan:

D/H x 100 % = X; E/H x 100 % = Y; F/H x 100 % = Z.

 Hasil pada (a) dikalikan dengan rerata diameter dan jumlahkan dan dibagi

dengan 100 , seperti pada persamaan:

RBD (g.mm) = [ (X x 2,4) + (Y x 3,8) + (Z x 6,4)] / 100

C. Perhitungan Indeks Kemantapan Agregat 1

Kemantapan agregat= x 100 %

[image:35.595.116.373.355.514.2]

RBD kering - RBD basah

Tabel 3 . Klasifikasi indeks kemantapan agregat tanah (Afandi, 2005).

Stability Indek Kelas > 200 Sangat mantap sekali 80 – 200 Sangat mantap 61 – 80 Mantap

50 – 60 Agak mantap 40 – 50 Kurang mantap < 40 Tidak mantap

3.5.2 Tekstur Tanah

Analisis tekstur dilakukan dengan metode hidrometer, adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. 50 g tanah ditimbang dan dimasukkan dalam gelas erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 100 ml calgon dikocok dan dibiarkan selama 10 menit.

(36)

20

kocok selama 5 menit.

3. Suspensi dipindahkan kedalam tabung sedimentasi 1000 ml dan ditambahkan air sampai batas, dan diaduk selama 2 menit.

4. Bersamaan alat pengaduk diangkat, stopwatch dinyalakan kemudian dimasukan hidrometer setelah sekitar 20 detik, setelah 40 detik angka yang ditunjukan oleh hidrometer (H1) dibaca. Kemudian angkat hidrometer dan dicuci serta dibaca susupensi dengan menggunakan termometer (T1).

5. Suspensi dibiarkan selama 2 jam (120 menit) kemudian hidrometer kembali dimasukan dan dibaca sebagai pembacaan ke II (H2). Hidrometer diangkat dan diukur kembali suhu susupensinya (T2).

6. Tekstur tanah ditentukan dengan segitiga tekstur stelah diperoleh presentase pasir, debu, dan liat. Adapun persentase pasir, debu dan liat ditentukan dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

BB = Berat Basah Tanah BK = Berat Kering Tanah KA = Kadar air tanah (%)

(37)

21

T = Suhu Suspensi yang Diukur Setelah 40 Detik (T1) / Setelah 120 Menit (T2)

3.5.3 Kerapatan Isi

Analisis kerapatan isi dilakukan dengan metode clod, adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. Diambil bongkahan tanah sebesar 5 – 8 cm dan diletakan pada suatu wadah. 2. Bongkahan diikat dengan benang dan ditimbang.

3. Lapisi bongkahan tersebut dengan lilin, setelah kering lalu ditimbang. 4. Dimasukan bongkahan yang sudah terlapis oleh lilin ke dalam gelas ukur

yang berisi air.

5. Dihitung volume kenaikan air.

3.6 Analisis Data

[image:37.595.116.511.593.711.2]

Analisis data dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh pada saat penelitian dibandingkan dengan kriteria sifat fisik tanah yang telah baku.

Tabel 4. Kerapatan Isi Ideal Bagi Tanaman (USDA, 2008).

Tekstur Kerapatan isi ideal untuk pertumbuhan tanaman (g cm3)

Kerapatan isi yang membatasi pertumbuhan akar (g cm3)

Pasir <1.60 >1.85

Debu <1.40 >1.65

(38)

31

V. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Kemantapan agregat pada produksi rendah termasuk dalam sangat mantap, tekstur tanah liat berpasir, dan kerapatan isi ideal pertumbuhan akar dari kedalaman 0 – 40 cm.

2. Kemantapan agregat tanah pada produksi tinggi adalah sangat mantap, tekstur tanah liat berpasir, dan kerapatan isi ideal pertumbuhan akar hingga

kedalaman 40 – 60 cm.

(39)

31

PUSTAKA ACUAN

Afandi. 2005. Fisika Tanah I. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Afandi. 2005. Penuntun Pratikum Fisika Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 56 hlm.

Ashari, S. 1995. Hortikultura : Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta. 485 hlm. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2006. Sifat Fisik Tanah dan

Metode Analisisnya. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Dı´az-Zorita, M., J. H. Grove, and E. Perfect. 2005. Soil Fragment Size

Distribution and Compactive Effort Effects on Maize Root Seedling Elongation in Moist Soil. Crop Sci. 45:1417–1426 hlm.

Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Edisi Keenam. Diterjemahkan Soenartono Adisoemarto. Erlangga. Jakarta.

Hakim, N. Go Bang Hong, A. M. Lubis, dan M.A. Pulung, A.G. Amrah, Nyakpa, M. Y. 1986. Dasar-dasar Ilmu tanah, Universitas Lampung. Lampung. Hamna, A. 2008. Buah nanas. http://www.artiirhamna.com/2008/07/buah

nanas.html. di akses tanggal 8 Mei 2013. hlm 36-40.

Hanafiah, K., A. 2007. Dasar-Dasar ILmu Tanah. Rajawali. Jakarta

Haridjaja,O., Y. Hidayat, dan S.M. Lina. 2010. Pengaruh Bobot Isi Tanah Dan Perkecambahan Benih Kacang Tanah Dan Kedelai. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. IPB. hlm 147 – 152,

Hardjowigeno, S. 1987. Dasar Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Hudson, N. 1978. Soil Conservation. Bastford. London.

(40)

32

Kemper, E.W. dan R.C. Rosenau 1986. Aggregate stability and size distribution. In: A. Klute (Ed.) Method of Soil Analysis Part 1. 2 nd ed. ASA. Madison.

Wisconsin. hlm 425-461.

Kurnia, U. 1996. Kajian Metode Rehabilitasi Lahan untuk Meningkatkan dan Melestarikan Produktivitas Tanah. Disertasi Fakultas Pasca Sarjana, IPB. Bogor.

Laksmita, P.S. 2008. Peningkatan Kemantapan Agregat Tanah Mineral oleh Bakteri Penghasil Eksopolisakarida. Menara Perkebunan 76 (2): 93-103. Martin, J.P., W.P. Martin., J.B. Page., W.A. Raney., dan J.D. De Ment. 1955. Soil

Agregation. Adv. Agron. 7: 1-38.

Nurida, N.L., dan Undang K. 2009. Perubahan Agregat Tanah Pada Ultisols Jasinga Terdegradasi Akibat Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik. Jurnal Tanah dan Iklim 30.

Pandutama, M.H., A. A. Mudjiharjati, Suyono dan Wustamidin. 2003. Buku Ajar Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Jember: Jember.

Rukmana, R. 1995. Nanas Budidaya dan Pascapanen. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. hlm 60.

Santi, L.P., A.I. Dariah, dan D.H. Goenadi, 2008. Peningkatan Kemantapan Agregat Tanah Mineral Oleh Bakteri Penghasil Eksopolisakarida. Jurnal Balai Penelitian Tanah. Bogor. hlm 7-8.

Stevenson, F.J. 1982. Clay organic complexes and formation of stable aggregates. In: Stevenson (ed.) Humus Chemistry (Genesis, Composition, Reaction). John Wiley and Sons. Inc., New York.

Sutanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Kanisius. Yokyakarta. hlm 12-45

Sutedjo, M.M. 1992. Analisis tanah, Air dan Jaringan Tanaman. Rineka cipta. Jakarta.

Tim Pratikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. 2005. Penuntun Pretikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. hlm 34.

Gambar

Tabel
Gambar 1. Titik pengambilan sampel lokasi 26.
Tabel 1. Perhitungan kemantapan agregat dengan  pengayakan kering.
Tabel 2. Perhitungan kemantapan agregat dengan  pengayakan basah.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sifat fisik tanah yang baik pada hutan sekunder di antaranya memiliki bobot isi rendah, bahan organik tinggi, agregat tanah yang sangat stabil, dan pori mikro yang

Rotasi tanaman sangat diperlukan untuk memperbaiki sifat fisika tanah, kimia tanah dan biologi tanah atau memutus rantai hama dan penyakit tanaman, kondisi tanah baik merupakan

Effluent sapi merupakan salah satu contoh bahan organik yang berperan dalam memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.. Menurut Hardjowigeno

Pengaruh sistem olah tanah jangka panjang terhadap terhadap kemantapan agregat kedalaman (0-20 cm) pada pengamatan tanah tanaman padi gogo.... Pengaruh sistem olah tanah

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: Aplikasi effluent sapi berpengaruh positif dalam memperbaiki stabilitas agregat tanah dan pH tanah, namun

Sifat fisik tanah yang baik pada hutan sekunder di antaranya memiliki bobot isi rendah, bahan organik tinggi, agregat tanah yang sangat stabil, dan pori mikro yang

perkembangan akar (kondisi sifat fisik dan morfologi perkembangan akar (kondisi sifat fisik dan morfologi tanahKondisi untuk pertumbuhan (tanah, iklim), tanahKondisi

Tanaman yang mempunyai parameter pertumbuhan yang lebik baik setelah diberi isolat dibandingkan dengan tanaman kontrol yang tanpa diberi isolat maka isolat tersebut dapat