Kata kunci: bimbingan dan konseling, bimbingan kelompok, penyesuaian diri di sekolah
PENGGUNAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH
PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KOTAGAJAH LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh
DYAH RAHAYU ARMANTO
Masalah penelitian ini adalah kemampuan penyesuaian diri siswa di sekolah. Permasalahannya adalah “apakah kemampuan penyesuaian diri di sekolah dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah?. Tujuan penelitian untuk mengetahui peningkatan kemampuan penyesuaian diri siswa di sekolah melalui layanan bimbingan kelompok.
Metode penelitian adalah metode quasi eksperimen desain nonequievalent control group design. Subjek penelitian sebanyak 24 orang siswa dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, masing-masing terdiri dari 12 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan skala penyesuaian diri siswa di sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan penyesuaian diri siswa di sekolah dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok, terbukti dari hasil analisis data penyesuaian diri siswa di sekolah menggunakan uji-t, dari hasil analisis data post-test antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diperoleh thitung = 3,215 dan ttabel 0, 05 = 1.717. thitung > ttabel. Dengan demikian, Ha
diterima, artinya bahwa kemampuan penyesuaian diri di sekolah dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah tahun pelajaran 2013/2014.
Kesimpulannya adalah kemampuan penyesuaian diri disekolah dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah tahun pelajaran 2013/2014.
Penulis lahir tanggal 28 Mei 1992 di Desa Kotagajah, Kecamatan Kotagajah, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Penulis adalah putri ketiga dari empat bersaudara, pasangan Bapak Suhermanto dan Ibu Suharyati.
Penulis menempuh pendidikan formal yang diawali dari: TK Pertiwi lulus tahun 1998; SD Negeri 2 Kotagajah lulus tahun 2004; SMP Negeri 2 Kotagajah lulus tahun 2007; kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 1 Kotagajah lulus tahun 2010.
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirrabbil’aalamin, segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan rintangan serta kesulitan yang dihadapi, namun berkat bantuan dan motivasi serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Layanan Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014” ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada :
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk mengadakan penelitian.
2. Bapak Drs. Baharudin Risyak, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung.
3. Bapak. Drs. Yusmansyah, M.Si selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung serta selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan masukan dan mengarahkan demi terselesaikannya skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan dan Konseling FKIP UNILA terima kasih untuk semua bimbingan dan pelajaran yang begitu berharga yang telah kalian berikan untukku selama perkuliahan.
7. Bapak Drs. Maksum Yusup, M.Pd.I sebagai kepala SMA Negeri 1 Kotagajah yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Ibu Dra. Endang Setiyowati dan Ibu Titik Erna Wati, S.Pd selaku guru bimbingan dan konseling, serta staf tata usaha, seluruh dewan guru dan siswa-siswi SMA Negeri 1 Kotagajah yang telah bersedia membantu penulis dalam mengadakan penelitian ini.
9. Adikku tersayang Yogo Novian Armanto, mamasku Heri Armanto dan Febri Armanto, Mbakku Happy dan Okta, Dua Jagoan Kecilku Keandre Obert Armanto dan M. Omar Yusuf Armanto serta seluruh keluarga besarku, terima kasih atas kasih sayang, doa, dan dukungan yang telah diberikan disetiap hariku.
10. Mamasku Puja Sutrisna, terima kasih untuk semangat, doa, dukungan dan waktunya yang selalu ada untukku dalam keadaan apapun selama ini.
11. Sahabat-sahabatku MMS (Metamorfosis Sempurna) Nyenil, Nenek, Mpok Epin, Kiteng, Kemeng, dan Anyak, terimakasih untuk persahabatan yang telah kalian berikan selama ini (semoga kita menjadi kupu-kupu yang cantik walaupun dengan warna yang berbeda).
12. Bibeh-bibehku tersayang, Despong, Dina, Dedek, Kantil, dan Bunda, terimakasih atas canda tawa, bantuan dan dukungannya, serta telah memberikan warna dalam perjalanan perkuliahanku selama ini,
15. Sahabat-sahabat seperjuanganku di Kampung Way Sido, Carina, Mbak Sulis, Paul, Resta, Ebi, Uli, Fadil, Ardi, Dani dan semuanya terima kasih atas canda tawa kalian, kebersamaan itu membuat KKN dan PLBK begitu menyenangkan.
16. Teman – teman mahasiswa Bimbingan dan Konseling (2007-2012) yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak atas masukan, saran, motivasi, serta semangatnya.
17. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih.
Hanya harapan dan doa semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan segalanya dalam mengharapkan keridhaan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat umumnya dan bagi penulis khususnya, anak dan keturunan penulis kelak. Aamiin.
Bandar Lampung, Oktober 2014 Penulis
DAFTAR ISI
2. Identifikasi Masalah ... 5
3. Pembatasan Masalah ... 6
A. Penyesuaian Diri dalam Bimbingan dan Konseling ... 13
1. Bimbingan Konseling Pribadi-Sosial ... 13
2. Pengertian Penyesuaian Diri ... 14
3. Penyesuaian Diri yang Baik ... 15
4. Proses Penyesuaian Diri ... 15
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 18
6. Dinamika Penyesuain Diri pada Remaja ... 23
B. Layanan Bimbingan Kelompok ... 25
1. Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok ... 25
2. Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok ... 27
3. Komponen dalam Layanan Bimbingan Kelompok ... 28
4. Dinamika Kelompok ... 30
5. Asas-asas yang Digunakan dalam Layanan Bimbingan Kelompok ... 32
6. Teknik-teknik dalam Layanan Bimbingan Kelompok ... 33
7. Tahap-tahap Penyelenggaraan Kelompok dalam Layanan Bimbingan Kelompok ... 36
C. Keterkaitan Penggunaan Layanan Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri ... 43
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 46
B. Metode Penelitian ... 46
C. Subjek Penelitian ... 48
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 49
1. Variabel Penelitian ... 49
2. Definisi Operasional Variabel ... 49
E. Metode Pengumpulan Data ... 51
G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 52
1. Validitas Instrumen ... 52
2. Analisis Aitem ... 53
3. Reliabilitas Instrumen ... 54
4. Teknik Analisis Data ... 55
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58
A. Hasil Penelitian ... 58
1. Gambaran Umum Pra Bimbingan Kelompok ... 58
2. Deskripsi Data ... 60
3. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Layanan Bimbingan Kelompok ... 62
4. Data Skor Subyek Sebelum dan Setelah Mengikuti Layanan Bimbingan Kelompok (Pretest dan Posttest) ... 67
5. Analisis Data Hasil Penelitian ... 91
6. Uji Hipotesis ... 94
B. Pembahasan ... 95
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 100
A. Kesimpulan ... 100
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Kriteria bobot nilai pada skala psikologi ... 52
3.2 Hasil Analisis Aitem yang Tidak Berkontribusi ... 54
4.1 Kriteria Kemamapuan Penyesuaian Diri di Sekolah ... 60
4.2 Data siswa kelompok eksperimen ... 61
4.3 Data siswa kelompok kontrol ... 61
4.4 Jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian ... 62
4.5 Skor pretest dan posttest kemampuan penyesuaian diri di sekolah pada kelompok eksperimen ... 68
4.6 Skor pretest dan posttest kemampuan penyesuaian diri di sekolah pada kelompok kontrol ... 85
4.7 Data pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ... 92
4.8 Analisis data hasil penelitian menggunakan uji t-test pada data pretest terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ... 92
4.9 Data posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ... 93
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil Wawancara Guru BK ... 103
2. Blue Print Skala Penyesuian Diri di Sekolah setelah Uji Coba ... 104
3. Hasil Uji Ahli Kisi-kisi Penyesuaian Diri di Sekolah ... 106
4. Skala Penyesuaian Diri di Sekolah ... 108
5. Laporan Proses dan Hasil Uji Coba Instrumen ... 110
6. Analisis Uji Validitas Instrumen (Uji Coba) ... 113
7. Reliabilitas ... 115
8. Penjaringan Subyek ... 116
9. Uji Normalitas Data Pre-test ... 123
10. Uji Homogenitas dan Uji-t Data Pre-test ... 124
11. Uji Normalitas Data Post-test ... 125
12. Uji Homogenitas dan Uji-t Data Post-test ... 126
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Kerangka pemikiran penelitian ... 11
2.1 Tahap Pembentukan ... 37
2.2 Tahap Peralihan ... 39
2.3 Tahap Kegiatan ... 41
2.4 Tahap Pengakhiran ... 42
3.1 Nonequivalent Control Group Design ... 47
4.1 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Panji ... 69
4.2 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Yayang .. 71
4.3 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Jesi ... 72
4.4 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Linda ... 73
4.5 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Retno ... 75
4.6 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Ita ... 76
4.7 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Agung .... 78
4.8 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Fyla ... 79
4.9 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Vina ... 81
4.10 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Putri ... 82
4.11 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Ian ... 83
4.12 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Sari ... 84
4.13 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Eka ... 86
4.14 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Yeni ... 86
4.15 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Adi ... 87
4.16 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Dina ... 87
4.17 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Dio ... 88
4.18 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Mega ... 88
4.19 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Ananda .. 89
4.21 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Ovi ... 90 4.22 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah Nabila .... 90 4.23 Grafik Perubahan Kemampuan Penyesuaian Diri
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang
Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan siswa yang berusia 15-18 tahun, yaitu tergolong usia remaja. Beberapa tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (2004:213) adalah mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial, mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, serta mencapai peran sosial pria dan wanita. Untuk memenuhi tugas perkembangannya, remaja harus menyesuaikan dirinya dan bergaul secara harmonis baik dengan teman sebaya, orang dewasa, maupun peraturan yang ada dalam berbagai situasi dimana remaja berada, dengan begitu remaja mampu mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya, mempunyai tingkah laku yang bertanggung jawab dan peran sosial yang baik di dalam lingkungannya.
mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggung jawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan (www.e-psikologi.com).
Namun lingkungan baru bagi beberapa orang menjadi stimulus yang terkadang menjadi penyebab munculnya berbagai permasalahan, salah satunya adalah penyesuaian diri. Begitu pula halnya dengan remaja yang baru menyelesaikan pendidikannya di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan melanjutkan ke jenjang selanjutnya, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA). Dimana lingkungan ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya. Remaja akan menemukan teman-teman baru, guru-guru baru, metode dan cara belajar serta peraturan/tata tertib yang sudah pasti berbeda dengan sekolah sebelumnya. Hal ini membuat remaja harus mampu melakukan penyesuaian diri agar dapat bertahan dan bisa menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas (SMA).
Hartono (2006:222) penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan.
Remaja yang tidak dapat melakukan penyesuaian diri tercermin dari tingkah lakunya yang tidak mampu bertindak secara dinamis, dan luwes; tidak sanggup bertindak secara terbuka dan menerima kritik dari tingakannya; tidak percaya terhadap dirinya, orang lain, dan segala sesuatu di luar dirinya sehingga merasa tersisih dan kesepian. Ketika remaja tidak mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik di lingkungan dimana ia berada seperti sekolah, maka akan menimbulkan perasaan tidak nyaman berada dilingkungan tersebut. Apabila perasaan tidak nyaman dibiarkan maka akan menimbulkan stres. Menurut Santrock (2002:16) stres timbul karena transisi berlangsung pada suatu masa ketika banyak perubahan pada individu, di dalam keluarga, dan di sekolah yang berlangsung secara serentak.
menyendiri saat sedang tidak bersama teman sekelompoknya; serta ada siswa yang kurang peduli dengan keadaan teman disekitarnya.
Apabila kemampuan penyesuaian diri di sekolah yang rendah tidak segera diatasi maka akan terjadi berbagai macam permasalahan baru, seperti siswa tidak mampu mencapai hasil belajar yang maksimal dan prestasinya akan turun. Selain itu, kemampuan penyesuaian diri di sekolah yang rendah tidak hanya akan berdampak pada diri mereka sendiri, namun juga orang tua, teman, guru, lingkungan sekolah dan masyarakat akan merasakannya juga.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri di sekolah pada siswa diperlukan upaya-upaya penanggulangan dengan memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling, sesuai dengan fungsi bimbingan dan konseling, yaitu pemahaman, pencegahan, pengentasan, pemeliharaan dan pengembangan.
Dalam layanan bimbingan dan konseling terdapat salah satu layanan yaitu bimbingan kelompok. Dunsmoor & Miller, dalam Mc. Daniel 1969 (Prayitno dan Erman Amti, 1999:93-94) merumuskan bahwa :
“…. Bimbingan membantu individu untuk memahami dan menggunakan secara luas kesempatan – kesempatan pendidikan, jabatan dan pribadi yang mereka miliki atau dapat mereka kembangkan, dan sebagai satu bentuk bantuan sistematik dimana siswa dibantu untuk dapat memperoleh penyesuaian diri yang baik terhadap sekolah dan kehidupan.”
kesadaran diri, rasa bertanggung jawab, dapat mengembangkan sikap positif, mampu menghargai orang lain, mengembangkan keterampilan hubungan pribadi, meningkatkan kepercayaan diri, dapat membuat keputusan secara efektif, serta mandiri dalam mengambil keputusan sehingga siswa dapat melakukan penyesuaian diri secara baik dengan lingkungannya. Hal ini senada dengan pendapat dari Santrock (2003:260) yang menyatakan bahwa kemandirian remaja dalam mengambil keputusan dan rasa kepercayaan diri yang tinggi akan menunjukkan penyesuaian diri yang lebih baik.
Berdasarkan rumusan tersebut, bimbingan kelompok diperkirakan tepat digunakan sebagai salah satu bentuk layanan bimbingan dan konseling untuk dapat diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan penyesuaian diri di sekolah yang rendah.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Layanan Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri di Sekolah pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014”.
2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Terdapat siswa yang tidak berani memulai menyapa lebih dulu ketika
bertemu dengan guru, teman dan staf sekolah.
2. Terdapat siswa yang cuek dengan keadaan temannya.
4. Terdapat siswa yang hanya diam saja saat diskusi kelompok. 5. Terdapat siswa yang sulit melakukan kegiatan secara berkelompok.
6. Terdapat siswa yang sulit beradaptasi dengan lingkungan baru terlihat siswa yang menyendiri saat sedang tidak bersama teman sekelompoknya
3. Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan penelitian dan agar tidak terjadi penyimpangan dalam penelitian ini, maka perlu diadakan pembatasan masalah dengan tujuan agar di dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian diri di sekolah melalui layanan bimbingan kelompok pada siswa tidak mengalami kekaburan pengertian serta tidak mengalami penyimpangan.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan penyesuaian diri di sekolah melalui layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014.
4. Rumusan Masalah
B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan penyesuaian diri di sekolah melalui layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah Tahun Pelajaran 2013/2014.
2. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan teoritis
Secara teoritis penelitian ini berguna untuk menambah khasanah keilmuan Bimbingan dan Konseling serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan sebagai referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian serupa yang dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
2. Kegunaan praktis
C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam hal ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini agar penelitian ini lebih jelas dan tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan, diantaranya adalah:
1. Ruang lingkup ilmu
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu bimbingan dan konseling.
2. Ruang lingkup objek
Ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah penggunaan layanan bimbingan kelompok yang diberikan peneliti untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri di sekolah.
3. Ruang lingkup subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah.
4. Ruang lingkup wilayah
Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah.
5. Ruang lingkup waktu
D. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah dasar dari penelitian yang disintesiskan dari fakta-fakta hasil observasi dan telaah kepustakaan yang memuat mengenai teori, dalil atau konsep-konsep.
Dariyo (2007:202) seseorang dituntut untuk dapat mengembangkan kemampuan menyesuaikan diri yaitu dengan berhubungan dan bergaul dengan lingkungan hidupnya. Berdasarkan pendapat tersebut, maka siswa dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, ataupun lingkungan sekolah.
Penyesuaian diri pada siswa sangat penting dalam kelancaran pendidikanya. Siswa yang dapat melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sekolah, siswa akan mendapat banyak kemudahan dalam prosesnya perkembanganan dan bersosialisasi. Namun dewasa ini dapat dilihat sebagai contoh observasi penulis saat melaksanakan wawancara dengan guru bimbingan konseling di SMA Negeri I Kotagajah, diketahui terdapat beberapa siswa memiliki kemampuan penyesuaian diri yang rendah. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Colhcoun dan Accella 1995 yaitu siswa kurang percaya diri, merasa tidak aman, tidak dapat mengekspresikan perasaan secara bebas. Sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sekolahnya.
maka siswa akan menyendiri, siswa akan menarik diri dari berbagai kegiatan di sekolah, siswa sulit untuk melakukan kegiatan secara kelompok, hanya bergaul dengan teman satu kelompoknya saja, mudah merasa gelisah sehingga siswa tidak dapat belajar dengan maksimal, yang berakibat menurunnya hasil belajar dan prestasi yang diperoleh tidak maksimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Willis (2008) yaitu seseorang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik maka akan berakibat pada konflik batin pada diri mereka serta kondisi yang selalu gelisah.
Masalah tersebut perlu mendapatkan perhatian serta penanganan yang khusus dari pendidik terutama guru bimbingan dan konseling. Dalam bimbingan dan konseling terdapat berbagai layanan yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian diri di sekolah; seperti konseling individu, konseling kelompok , ataupun bimbingan kelompok.
Menurut Smith (Prayitno dan Amti, 1999:94) bimbingan adalah proses layanan yang diberikan kepada individu-individu guna membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam membuat pilihan-pilihan, rencana-rencana, dan interpretasi-interpretasi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri yang baik.
Jadi bimbingan kelompok dapat diartikan sebagai upaya untuk membimbing kelompok-kelompok siswa agar kelompok itu menjadi besar, kuat, dan mandiri sehingga dapat melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan dalam bimbingan kelompok.
Menjadi akrab satu sama lain merupakan salah satu tujuan dari bimbingan kelompok, hal ini berarti bimbingan kelompok dapat dijadikan sebagai media untuk mengembangkan diri dan melatih siswa untuk memliki kontak serta hubungan yang berkualitas sehingga dapat melakukan penyesuaian diri dengan anggota kelompok lainnya, karena menurut Santrock (2003:260) pola persahabtan juga mempengaruhi penyesuaian diri siswa, siswa yang memiliki lebih banyak kontak dengan teman-temannya dan lebih banyak hubungan persahabatan yang berkualitas memiliki persepsi positif terhadap diri mereka sendiri dan terhadap sekolahnya dibandingkan dengan siswa yang memiliki persahabatan yang hanya sedikit dan kurang berkualitas. Bimbingan kelompok juga dapat digunakan sebagai media untuk melatih siswa untuk memahami dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya serta diharapkan nantinya siswa yang memiliki kemampuan penyesuaian diri rendah dapat menyesuaiakan diri dengan baik.
Gambar 1.1. Kerangka pemikiran penelitian
E. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono,2012:64).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris melalui data-data yang terkumpul. Maka hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah :
Ha : Kemampuan penyesuaian diri di sekolah dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah tahun pelajaran 2013/2014.
H0 : Kemampuan penyesuaian diri di sekolah tidak dapat ditingkatkan
melalui layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah tahun pelajaran 2013/2014. Sedangkan hipotesis penelitian ini adalah kemampuan penyesuaian diri di sekolah dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah tahun pelajaran 2013/2014.
Kemampuan penyesuaian diri siswa rendah
Bimbingan Kelompok
Kemampuan penyesuaian diri siswa
II. TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini maka dapat dijelaskan bawah tinjauan pustaka adalah teori-teori yang relevan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang objek yang akan diteliti. Dengan demikian, dalam penelitian ini diperlukan teori-teori yang mendukung variabel yang akan diteliti. Berikut akan dibahas mengenai (1) Penyesuaian Diri, (2) Layanan bimbingan kelompok, (3) Keterkaitan penggunaan layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri.
A. Penyesuaian Diri dalam Bimbingan dan Konseling 1. Bimbingan dan Konseling Pribadi-Sosial
Bimbingan pribadi-sosial merupakan salah satu bidang bimbingan yang
ada di sekolah. Menurut Dewa Ketut Sukardi (1993:11) mengungkapkan
bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan usaha bimbingan, dalam
menghadapi dan memecahkan masalah pribadi-sosial, seperti penyesuaian
diri, menghadapi konflik dan pergaulan. Sedangkan menurut Menurut Abu
Ahmadi (1991: 109) bimbingan pribadi-sosial adalah, seperangkat usaha
bantuan kepada peserta didik agar dapat mengahadapi sendiri
masalah-masalah pribadi dan sosial yang dialaminya, mengadakan penyesuaian
sosial dan kegiatan rekreatif yang bernilai guna, serta berdaya upaya
sendiri dalam memecahkan masalah-masalah pribadi, rekreasi dan sosial
yang dialaminya.
Dari pengertian diatas, bimbingan pribadi-sosial adalah suatu usaha yang
diberikan kepada peserta didik untuk membantu mereka dalam
menghadapi permasalahan didalam kehidupan sosialnya, seperti
permasalahan penyesuaian diri.
2. Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneider mengemukakan pengertian mengenai penyesuaian diri, yaitu bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri, yang dapat diterima oleh lingkungannya.
Hurlock (1999:95) merumuskan penyesuaian diri sebagai suatu kemampuan individu untuk diterima dalam kelompok atau lingkungannya, karena ia memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan. Selain itu menurut Gerungan (1987:51) penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan atau keinginan diri atau sebaliknya.
keinginan diri dan masyarakat. Sehingga dapat menjalin hubungan dengan lingkungannya karena ia dapat diterima oleh lingkungannya.
3. Penyesuaian Diri yang Baik
Menurut Ali & Asrori (2012:176) individu dikatakan memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik (well adjusted person) jika mampu melakukan respon-respon yang matang, efisien, memuaskan dan sehat.
Orang yang dipandang mempunyai penyesuaian diri yang baik adalah individu yang telah belajar bereaksi terhadap dirinya dan lingkungannya dengan cara-cara yang matang, efisien, memuaskan dan sehat, serta dapat mengatasi konflik mental, frustasi, kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengembangkan perilaku simptomatik dan gangguan psikosomatik yang mengganggu tujuan-tujuan moral, sosial, agama dan pekerjaan. Orang seperti itu mampu menciptakan dan mengisi hubungan antarpribadi dan kebahagiaan timbal balik yang mengandung realisasi dan perkembangan kepribadian secara terus-menerus.
4. Proses Penyesuaian Diri
1. Motivasi dan Proses Penyesuaian Diri
Faktor internal dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses penyesuaian diri. Motivasi, sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan dalam organisme. Ketegangan dan ketidakseimbangan merupakan kondisi yang tidak menyenangkan karena sesungguhnya kebebasan dari ketegangan dan keseimbangan dari kekuatan-kekuatan internal lebih wajar dalam organisme apabila dibandingkan dengan kedua kondisi tersebut. Ini sama dengan konflik dan frustasi yang juga tidak menyenangkan, berlawanan dengan kecenderungan organisme untuk meraih keharmonisan internal, ketenteraman jiwa, dan kepuasan dari pemenuhan kebutuhan dan motivasi.
Respon penyesuaian diri, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai suatu upaya organisme untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara keseimbangan yang lebih wajar. Kualitas respons, apakah itu sehat efisien, merusak, atau patologis ditentukan terutama oleh kualitas motivasi, selain juga hubungan individu dengan lingkungan.
2. Sikap terhadap Realitas dan Proses Penyesuaian Diri
dikatakan bahwa sikap yang sehat terhadap realitas itu sangat diperlukan bagi proses penyesuaian diri yang sehat. Beberapa perilaku seperti sikap antisosial, kurang berminat terhadap hiburan, sikap bermusuhan, kenakalan, dan semaunya sendiri, semuanya itu sangat mengganggu hubungan antara penyesuaian diri dengan realitas.
3. Pola Dasar dan Proses Penyesuaian Diri
Dalam penyesuaian diri sehari-hari terhadap suatu pola dasar penyesuaian diri. Menurut Hurlock (2003:239) ketidakmampuan menyesuaikan diri akan ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku, seperti:
a. Tidak bertanggung jawab
b. Sikap yang agresif dan sangat yakin pada diri sendiri
c. Perasaan yang tidak aman yang membuat remaja patuh dan mengikuti standar-standar kelompok
d. Merasa ingin pulang bila berada jauh dari lingkungan yang tak dikenal
e. Perasaan menyerah
f. Terlalu banyak berkhayal untuk mengimbangi ketidakpuasan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari
g. Mundur ketingkat perilaku yang sebelumnya agar disenangi dan diperhatikan.
h. Menggunakan mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi, proyeksi, berkhayal dan memindah-mindahkan.
Sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip penyesuaian diri yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungannya maka proses maka proses penyesuaian diri menurut Sunarto (Ali & Asrori, 2012:178) dapat ditujukan ke dalam sepuluh hal, yaitu:
b. Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya secara objektif sesuai dengan pertimbangan yang rasional. c. Mampu bertindak sesuai dengan potensi yang ada dan kenyataan
objektif di luar dirinya.
d. Mampu bertindak secara dinamis, luwes dan tidak kaku.
e. Bertindak sesuai dengan potensi-potensi positif sehingga dapat menerima dan diterima lingkungan.
f. Hormat kepada sesama manusia dan mampu bertindak toleran, serta dapat mengerti dan menerima keadaan orang lain meskipun sebenarnya kurang serius dengan keadaan dirinya.
g. Sanggup merespon frustasi, konflik, dan stres secara wajar, sehat, dan professional.
h. Sanggup bertindak secara terbuka dan menerima kritik dan tindakannya.
i. Dapat bertindak sesuai dengan norma yang dianut oleh lingkungannya serta selaras dengan hak dan kewajibannya.
j. Secara positif ditandai oleh kepercayaan terhadap diri sendiri, orang lain, dan segala sesuatu di luar dirinya sehingga tidak pernah merasa tersisih dan kesepian.
Apabila seseorang mampu melakukan hal-hal seperti di atas, artinya orang tersebut mampu menghadapi tuntutan-tuntutan, baik dari dalam diri maupun dari lingkungan sehingga terdapat keseimbangan pemenuhan kebutuhan dengan tuntutan lingkungan, kemudian tercipta keselarasan antara remaja dengan realitas. Sehingga remaja dapat melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
1. Faktor-faktor Internal
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi penyesuaian diri meliputi faktor motif, faktor harga diri remaja, faktor persepsi remaja, faktor belajar, faktor sikap remaja, faktor intelegensi dan minat, dan faktor kepribadian.
1) Faktor Harga Diri dan Persepsi Remaja
Faktor harga diri remaja yaitu bagaimana remaja itu memandang terhadap dirinya sendiri, baik pada aspek fisik, psikologis, sosial maupun aspek akademik. Faktor persepsi remaja yaitu pengamatan dan penilaian remaja terhadap objek peristiwa dan kehidupan, baik melalui proses kognisi maupun afeksi untuk membentuk konsep tentang objek tersebut. Remaja yang bersifat positif terhadap sesuatu yang dihadapi akan lebih memiliki peluang untuk melakukan penyesuaian diri daripada remaja yang sering bersikap negatif.
2) Faktor Intelegensi dan Minat
3) Faktor Kepribadian
Faktor kepribadian yaitu pada prinsipnya tipe kepribadian ekstrover akan lebih lentur dan dinamis, sehingga lebih mudah melakukan penyesuaian diri dibanding tipe kepribadian introver yang cenderung kaku dan statis. Unsur-unsur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap penyesuaian diri adalah: kemauan dan kemampuan untuk berubah, pengaturan diri, realisasi diri, dan intelegensi.
4) Faktor Proses Belajar
Belajar merupakan unsur penting dalam penyesuaian diri individu karena pada umumnya respon-respon dan sifat-sifat kepribadian yang diperlukan bagi penyesuaian diri diperoleh dan menyerap ke dalam diri individu melalui proses belajar. Oleh karena itu, kemauan belajar menjadi sangat penting karena proses belajar akan terjadi dan berlangsung dengan baik dan berkelanjutan manakala individu yang bersangkutan memiliki kemauan yang kuat untuk belajar. Oleh sebab itu, perbedaan pola-pola penyesuaian diri sejak dari normal sampai dengan malsesuai, sebagaian besar merupakan hasil perubahan yang dipengaruhi oleh belajar dan kematangan.
2. Faktor-faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Berbicara faktor lingkungan sebagai variabel yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor keluarga, terutama pola asuh keluarga dapat mempengaruhi penyesuain diri remaja. Pola asuh demokratis dengan suasana keterbukaan lebih memberikan peluang bagi remaja untuk melakukan proses penyesuaian diri secara efektif dibanding dengan pola asuh keluarga yang otoriter maupun pola asuh yang bebas. Demikian pula keluarga sehat dan utama lebih memberi pengaruh positif terhadap penyesuaian diri remaja.
Selain keluarga, kondisi sekolah yang sehat dimana remaja merasa bangga dan kerasan terhadap sekolahnya setelah memberikan landasan remaja untuk dapat bertindak menyesuaikan diri secara harmonis di masyarakat. Faktor kelompok sebaya juga mempengaruhi penyesuaian diri remaja karena hampir setiap remaja memiliki teman sebaya dalam bentuk kelompok. Kelompok-kelompok teman sebaya ini ada yang menguntungkan pengembangan proses penyesuaian diri, tetapi ada pula yang justru menghambat proses penyesuaian diri remaja.
masyarakat akan diidentifikasi oleh individu yang berada dalam masyarakat tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap proses perkembangan penyesuaian dirinya.
2) Faktor Prasangka Sosial
Faktor prasangka sosial maksudnya adanya kecenderungan sehingga masyarakat yang menaruh prasangka terhadap para remaja, misalnya dengan memberi label remaja pasif, nakal, suka diatur, suka menentang orangtua, suka cuek, suka minum-minum, malas dan semacamnya. Prasangka sosial semacam itu jelas tidak hanya menjadi kendala proses penyesuaian diri remaja, tetapi justru akan memperdalam jurang kesenjangan bahkan sumber frustasi dan konflik bagi remaja tersebut.
3) Faktor Hukum dan Norma Sosial
norma-norma sosial akan sangat berpengaruh terhadap penyesuaian diri remaja.
4) Faktor Agama serta Budaya
Agama berkaitan erat dengan faktor budaya. Agama memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik yang memberikan makna sangat mendalam, tujuan serta kestabilan dan kesinambungan tetap hidup (Ali & Asrori, 2009:189). Dengan demikian, faktor agama memiliki sumbangan yang berarti terhadap perkembangan penyesuaian diri individu.
Budaya merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu. Hal ini terlibat jika dilihat dari adanya karakteristik budaya yang diwariskan kepada individu melalui berbagai media dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Selain itu, tidak sedikit konflik pribadi, kecemasan, frustasi, serta berbagai perilaku neurotik atau penyimpangan perilaku yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung oleh budaya sekitarnya.
6. Dinamika Penyesuaian Diri pada Remaja
Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang bersifat dinamis. Dinamika penyesuaian diri melibatkan sejumlah faktor-faktor psikologis dasar yang mengantarkan individu kepada perilaku penyesuaian diri yang baik (perilaku ajastif). Menurut Ali dan Asrori (2012:190) perilaku ajastif adalah respon-respon yang diarahkan kepada usaha memenuhi tuntutan internal dan eksternal. Menyiapkan hubungan yang efektif antara individu dan realitas merupakan tujuan dari respon yang ajastif.
Faktor psikologis dasar yang mempengaruhi dinamika penyesuaian diri, yaitu: persepsi, kemampuan,dan kepribadian (Ali dan Asrori, 2012:190). 1. Persepsi
Dalam hidupnya remaja mengalami apa yang disebut persepsi sebagai hasil penghayatan terhadap berbagai perangsang (stimulus) yang berasal dari lingkungannya. Dengan persepsi, remaja dapat menentukan bagaimana seharusnya ia bereaksi terhadap stimulus yang berada disekitarnya karena persepsi merupakan rangkaian peristiwa yang menjembatani stimulus dan perilaku tertentu (Stagner dan Solley, daalm Ali dan Asrori, 2012:193).
Persepsi remaja memiliki pengaruh yang berarti terhadap dinamika penyesuaian diri karena persepsi memiliki perananan penting dalam perilaku, yaitu:
b. Sebagai pengembangan fungsi kognitif, afektif, fan kognatif sehingga berpengaruh terhadap penyesuaian yang lebih utuh dan proporsional sesuai dengan pertimbangan dan pengalaman-pengalaman yang relevan.
c. Meningkatkan keaktifan, kedinamisan, dan kesadaran terhadap lingkungan sehingga dapat menggerakkan motivasi untuk penyesuaian diri secara lebih dasar.
d. Meningkatkan pengamatan dan penilaian secara objektif terhadap lingkungan sehingga perilaku penyesuaian diri menjadi lebih rasional dan realistis.
e. Mengembangkan kemampuan mengelola pengalaman dalam kehidupan sehari-hari secara berkelanjutan sehingga dapat mendorong ke arah proses sosialasasi yang semakin mantap.
Jadi, apabila remaja memiliki persepsi yang positif terhadap lingkungannya, maka penyesuain diri remaja akan berjalan dengan baik.
2. Kemampuan
Pengaruh apek kognitif, afektif, maupun psikomotor pada remaja dapat mewarnai dinamika penyesuaian dirinya, seperti (Ali dan asrori, 2012:195) :
a. Kemampuan kognitif seperti pengamatan, perhatian, tanggapan, fantasi, dan berpikir merupakan sarana dasar untuk pengambilan keputusan oleh remaja dalam melakukan penyesuaian diri.
b. Kemampuan afeksi seperti sikap, perasaan, emosi, dan penghayatan terhadap nilai-nilai dan moral akan menjadi dasar pertimbangan bagi kognisi dalam proses penyesuaian diri remaja. c. Kemampuan psikomotorik menjadi sumber kekuatan yang
mendorong remaja untuk melakukan penyesuaian diri disesuaikan dengan dorongan dan kebutuhannya.
bahkan frustrasi, sehingga berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri remaja.
3. Kepribadian
Remaja yang sedang mengalami perkembangan pesat dari segala aspreknya, kepribadiannya pun menjadi sangat dinamis. Remaja yang sudah mencapai tahapan berpikir operasional formal, sudah menyadari akan pentingnya nilai-nilai dan norma yang dapat dijadikan pegangan hidupnya, sudah mulai berkembang ketertarikan dengan lawan jenis, memiliki kohesivitas kelompok yang kuat, serta cenderung membangun budaya kelompoknya sendiri, akan sangat memberikan warna tersendiri terhadap dinamika penyesuaian diri remaja.
B. Layanan Bimbingan Kelompok
1. Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam suasana kelompok. Bimbingan kelompok mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas hal yang berguna bagi pengembangan, pribadi dan/atau pemecahan masalah individu yang menjadi peserta kegiatan kelompok. Dalam bimbingan kelompok dibahas topik-topik umum yang menjadi kepedulian bersama anggota kelompok.
Gazda 1978 (Prayitno dan Amti, 1999:309) mengemukakan bahwa:
Selain itu menurut Jones, Staffire&Stewart 1970, bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana. Bantuan itu berdasarkan atas prinsip demokrasi yang merupakan tugas dan hak setiap individu untuk memilih jalan hidupnya sendiri sejauh tidak mencampuri hak orang lain. Kemampuan membuat pilihan seperti itu tidak diturunkan (diwarisi), tetapi harus dikembangkan (dalam prayitno dan Amti, 1999:95).
Hal itu sesuai dengan pendapat Smith dalam McDaniel 1959 yang menyatakan bahwa bimbingan sebagai proses layanan yang diberikan kepada individu-individu guna membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam membuat pilihan-pilihan, rencana-rencana, dan interpretasi-interpretasi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri yang baik (prayitno dan Amti, 1999:94)
Jadi dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan informasi yang bersifat sosial, pribadi, belajar, maupun karier yang dapat digunakan untuk keperluan menyesuaikan diri yang baik.
2. Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok 1. Tujuan Umum
khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Suasana kelompok yang berkembang dalam bimbingan kelompok itu dapat merupakan wahana dimana masing-masing siswa dapat memanfaatkan semua informasi, tanggapan dan berbagai reaksi teman-temannya untuk kepentingan pemecahan masalah-masalah yang dihadapinya. Selain itu juga, layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mengembangkan pribadi masing-masing anggota kelompok. Pengembangan pribadi itu akan diperoleh anggota kelompok melalui berbagai suasana yang muncul dalam kegiatan itu, baik suasana yang menyenangkan ataupun suasana yang tidak menyenangkan.
Maka dapat disimpulkan bahwa tujuan umum bimbingan kelompok adalah untuk mengembangkan kemampuan sosialisasi serta pribadi masing-masing anggota kelompok melalui berbagai suasana yang terjadi dalam kelompok.
2. Tujuan Khusus
yakni peningkatan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal para siswa.
Dengan memperhatikan tujuan di atas, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan khusus dari layanan bimbingan kelompok dapat digunakan untuk mengembangkan siswa agar memiliki sikap tepat dan lebih positif serta dapat mengembangkan keterampilan dalam hal menghargai orang lain. Seperti; tidak menang sendiri, menahan dan mengendalikan diri, tidak memaksakan pendapat sendiri, mau mendengarkan pendapat orang lain, dan sebagainya.
3. Komponen dalam Layanan Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno (2004:4) dalam layanan bimbingan kelompok berperan dua pihak, yaitu pemimpin kelompok dan peserta atau anggota kelompok. 1. Pemimpin Kelompok
Pemimpin kelompok adalah konselor yang terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktik konseling profesional.
Prayitno (2004:4) mengemukakan karakteristik pemimpin kelompok yaitu,
“Karakteristik pemimpin kelompok antara lain; mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya sehingga terjadi dinamika kelompok yang baik, berwawasan luas dan tajam sehingga mampu mengisi, menjembatani, meningkatkan, memperluas dan menghubungkan konten bahasan yang tumbuh dalam aktifitas kelompok, serta memiliki kemampuan hubungan antarpersonal yang baik.”
kelompok. Pemimpin kelompok harus bisa menghidupkan dinamika kelompok di antara semua peserta seintensif mungkin yang mengarah pada pencapaian tujuan-tujuan umum dan khusus bimbingan kelompok.
2. Anggota Kelompok
Keanggotaan merupakan salah satu unsur pokok dalam proses kehidupan kelompok. Prayitno (2004:4) menyebutkan bahwa aktifitas masing-masing anggota kelompok dapat berupa:
1) Mendengar, memahami dan merespon dengan tepat dan positif
2) Berpikir dan berpendapat
3) Menganalisis, mengkritisi dan berargumentasi 4) Merasakan, berempati dan bersikap
5) Berpartisipasi dalam kegiatan bersama
Agar dinamika kelompok yang berlangsung efektif bermanfaat bagi pembinaan para anggota kelompok, maka jumlah anggota kelompok tidak boleh terlalu besar, sekitar 10 orang atau paling banyak 15 orang (Prayitno, 2004:86)
4. Dinamika Kelompok
Dinamika kelompok merupakan hal yang sangat penting dihidupkan dan dikembangkan dalam kegiatan kelompok. Santoso (2004:5), mengemukakan bahwa dinamika berarti tingkah laku individu yang satu secara langsung mempengaruhi individu yang lain secara timbal balik. Jadi, dinamika berarti adanya interaksi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain secara timbal balik dan antara anggota kelompok secara keseluruhan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dinamika kelompok berarti suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggota yang satu dengan yang lain. Dengan kata lain, antaranggota kelompok mempunyai hubungan psikologis yang berlangsung dalam situasi yang dialami secara bersama-sama.
Prayitno (1999:107-111) mengemukakan bahwa pelayanan bimbingan kelompok memanfaatkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan pelayanan bimbingan. Agar dinamika kelompok yang berlangsung dalam kelompok tersebut dapat secara efektif bermanfaat bagi pembinaan para anggota kelompok, maka jumlah anggota sebuah kelompok tidak boleh terlalu besar.
menerapkan strategi pengembangan dan teknik-teknik bimbingan kelompok.
Sukardi (2008:67) mengatakan, melalui dinamika kelompok di bawah bimbingan guru pembimbing, terdapat lima manfaat yang di dapat siswa, yaitu:
1) Diberi kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan berbagai hal yang terjadi disekitarnya.
2) Memiliki pemahaman yang objektif, tepat, dan cukup luas tentang berbagai hal yang mereka bicarakan itu.
3) Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka yang bersangkut-paut dengan hal-hal yang mereka bicarakan dalam kelompok.
4) Menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan “penolakan terhadap yang buruk dan sokongan terhadap yang baik” itu.
5) Melaksanakan kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil sebagaimana mereka programkan semula.
Melalui dinamika kelompok setiap anggota kelompok diharapkan mampu tegak sebagai perorangan yang sedang mengembangkan dirinya dalam hubungannya dengan orang lain. Anggota kelompok diharapkan dapat mengemukakan pendapat, tanggapan dan berbagai reaksi pun merupakan suatu peluang yang amat berharga bagi individu lain yang bersangkutan.
5. Asas-asas yang Digunakan dalam Layanan Bimbingan Kelompok Menurut Munro, Manthei & Small (Prayitno, 2004:13-15) dalam layanan bimbingan kelompok terdapat beberapa asas yang digunakan, yaitu asas kesukarelaan, asas kerahasiaan, asas kegiatanan dan keterbukaan, asas kekinian, asas kenormatifan dan asan keahlian.
1. Asas Kesukarelaan
kelompok akan dapat mewujudkan peran aktif diri mereka masing-masing untuk mencapai tujuan layanan bimbingan kelompok
2. Asas Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibahas dan muncul dalam kegiatan kelompok hendaknya menjadi rahasia kelompok yang hanya diketahui oleh anggota kelompok dan tidak disebarluaskan ke luar kelompok.
3. Asas Kegiatan dan Keterbukaan
Agar layanan bimbingan kelompok berjalan efektif maka anggota kelompok diharapkan secara aktif dan terbuka menampilkan diri tanpa rasa takut, malu ataupun ragu.
4. Asas Kekinian
Asas kekinian memberikan isi actual dalam pembahasan yang dilakukan, anggota kelompok diminta untuk mengemukakan hal-hal yang terjadi dan berlaku sekarang ini. Hal–hal atau pengalaman yang telah lalu dianalisis dan disangkut-pautkan kepentingan pembahasan hal-hal yang terjadi dan berlaku sekarang.
5. Asas Kenormatifan
Asas kenormatifan dipraktikkan berkenaan dengan cara-cara berkomunikasi dan bertatakrama dalam kegiatan kelompok, dan mengemas isi bahasan.
6. Asas Keahlian
6. Teknik-teknik dalam Layanan Bimbingan Kelompok
Penggunaan teknik dalam kegiatan bimbingan kelompok mempunyai banyak fungsi selain dapat lebih memfokuskan kegaiatan bimbingan kelompok terhadap tujuan yang ingin dicapai tetapi juga dapat membuat suasana yang terbangun dalam kegiatan bimbingan kelompok agar lebih bergairah dan tidak cepat membuat siswa jenuh mengikutinya, seperti yang dikemukakan oleh Romlah (2001: 86) “Bahwa teknik bukan merupakan tujuan tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok yaitu, antara lain :
1. Teknik Pemberian Informasi
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, pada waktu memberikan informasi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Sebelum memilih teknik pemberian informasi, perlu dipertimbangkan apakah cara tersebut merupakan cara yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan individu yang dibimbing.
2. Mempersiapkan bahan informasi dengan sebaik-baiknya. 3. Usahakan untuk menyiapkan bahan yang dapat dipelajari
sendiri oleh pendengar atau siswa.
4. Usahakan berbagai variasi penyampaian agar pendengar menjadi lebih aktif .
5. Gunakan alat bantu yang dapat memperjelas pengertian pendengar terhadap layanan yang disampaikan.
2. Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok adalah percakapan yang telah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan.
Dinkmeyer dan Munro (Romlah 2001: 89) menyebutkan tiga macam tujuan diskusi kelompok yaitu : (1) untuk mengembangkan terhadap diri sendiri, (2) untuk mengembangkan kesadaran tentang diri, (3) untuk mengembangkan pandangan baru mengenai hubungan antar manusia.
3. Teknik Pemecahan Masalah (problem solving)
Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu bagaimana pemecahan masalah secara sistematis. Langkah-langkah pemecahan masalah secara sistematis adalah :
• Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
• Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah • Mencari alternatif pemecahan masalah
• Menguji masing-masing alternatif
4. Permainan Peranan (role playing)
Menurut Bennett (Romlah 2001: 99) mengemukakan bahwa permainan peranan adalah suatu alat belajar yang menggambarkan keterampilan-keterampilan dan pengertian-pengertian mengenai hubungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi yang paralel denga yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya. Didalamnya Bennett (2001) menyebutkan ada dua macam permainan peranan, yaitu sosiodrama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Sedangkan kedua adalah psikodrama adalah permainan yang dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya, dapat menemukan konsep dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, dan menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya.
7. Tahap-tahap Penyelenggaraan Kelompok dalam Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok diselenggarakan melalui empat tahap kegiatan (Prayitno, 1995:40-60), yaitu:
1. Tahap Pembentukan
Prayitno (1995: 40) mengemukakan kegiatan yang dilakukan pada tahap pembentukan ini yaitu:
1) Pengenalan dan pengungkapan tujuan 2) Membangun kebersamaan
3) Keaktifan pemimpin kelompok
4) Beberapa Teknik yang dapat dilakukan pemimpin kelompok (a) Teknik pertanyaan dan jawaban
(b) Teknik perasaan dan tanggapan (c) Teknik permainan kelompok
Pada tahap ini, dilakukannya pengenalan antar anggota kelompok dan membangun keakraban sehingga dapat menciptakan suasana yang hangat dan bersahabat sebelum memasuki kegiatan kelompok.
Pola keseluruhan tahap pertama tersebut dapat disimpulkan ke dalam bagan I pada halaman berikut ini:
Gambar 2.1 Tahap Pembentukan
Bagan 1
1. Anggota memahami pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka bimbingan dan konseling kelompok
2. Tumbuhnya suasana kelompok
3. Tumbuhnya minat anggota mengikuti kegiatan kelompok.
4. Tumbuhnya saling mengenal, percaya, menerima, dan membantu diantara para anggota
5. Tumbuhnya suasana bebas dan terbuka
6. Dimulainya pembahasan tentang tingkah laku dan perasaan dalam kelompok.
Kegiatan:
1. Mengungkapkan pengertian dan tujuan
kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling
2. Menjelaskan (a) cara-cara, dan (b)
asas-asas kegiatan kelompok 1. Menampilkan diri secara utuh dan terbuka
2. Tahap peralihan
Tahap peralihan yaitu tahapan untuk mengalihkan kegiatan awal kelompok ke kegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok.
Pola keseluruhan tahap kedua dapat digambarkan ke dalam bagan 2
Tema : Pembangunan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga
Tujuan :
1. Terbebaskannya anggota dari perasaan atau sikap enggan, ragu, malu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya.
2. Makin mantapnya suasana kelompok dan kebersamaan
3. Makin mantapnya minat untuk ikut serta dalam kegiatan kelompok
Kegiatan:
1. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya
2. Menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga) 3. Membahas suasana yang terjadi
4. Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota
5. Kalau perlu kembali ke beberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan
PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK: 1. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka
2. Tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih kekuasaannya 3. Mendorong dibahasnya suasana perasaan
3. Tahap Kegiatan
Tahap kegiatan yaitu tahapan kegiatan inti untuk membahas topik-topik tertentu, sasaran yang ingin dicapai dalam tahap ini adalah terbahasnya secara tuntas permasalahan yang dihadapi oleh anggota kelompok. Sasaran lain yang penting adalah terciptanya suasana untuk mengembangkan diri anggota kelompok, baik dalam menyangkut pengembangan kemampuan berkomunikasi maupun yang menyangkut dengan pemecahan masalah yang dikemukakan dalam kelompok.
Pola keseluruhan tahap ketiga dapat digambarkan ke dalam bagan 2 pada halaman berikut ini:
Gambar 2.3 Tahap Kegiatan 4. Tahap Pengakhiran
Tahap pengakhiran yaitu tahap akhir kegiatan untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta merencanakan kegiatan selanjutnya.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah: (a) Penyampaian pengakhiran kegiatan
Tema : Kegiatan pencapaian tujuan (Penyelesaian Tugas)
Tujuan :
1. Terbatasnya suatu masalah atau topik yang relevan dengan kehidupan anggota secara mendalam dan tuntas
2. Ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan, baik yang menyangkut unsur-unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan.
Kegiatan:
1. Pemimpin kelompok mengemukakan suatu masalah atau topik
2. Tanya jawab antara anggota dan
pemimpin kelompok tentang hal–hal yang belum jelas yang menyangkut masalah atau topik yang dikemukakan pemimpin kelompok
3. Anggota membahas masalah atau topic tersebut secara mendalam dan tuntas 4. Kegiatan selingan
PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK: 1. Sebagai pengatur lalu lintas yang sabar dan terbuka
(c) Penyampaian tanggapan-tanggapan (d) Pembahasan kegiatan lanjutan (e) penutup
Pola keseluruhan tahap keempat dapat digambarkan ke dalam bagan 4 pada halaman berikut ini:
Gambar 2.4 Tahap Pengakhiran Bagan 4
Tahap IV: Pengakhiran
TAHAP IV PENGAKHIRAN
Tema : Penilaian dan Tindak Lanjut
Tujuan :
1. Terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan 2. Terungkapnya hasil kegiatan kelompok
yang telah dicapai yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas
3. Terumuskannya rencana kegiatan lebih lanjut
4. Tetap dirasakannya hubungan kelompok dan rasa kebersamaan meskipun diakhiri
Kegiatan:
1. Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri 2. Pemimpin dan anggota kelompok
mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan
3. Membahas kegiatan lanjutan 4. Mengemukakan pesan dan harapan
PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK: 1. Tetap mengusahakan suasana hangat, bebas, dan terbuka
2. Memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas keikutsertaan anggota 3. Memberikan semangat untuk kegiatan lebih lanjut
C. Penggunaan Layanan Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri
Menurut Prayitno dan Amti (1999:154), dalam bimbingan kelompok memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (konseli). Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan kelompok adalah tingkah laku konseli, yaitu tingkah laku konseli yang perlu diubah atau dikembangkan apabila ia hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya atau ingin mencapai tujuan yang dikendakinya. Kemampuan penyesuaian diri di sekolah tercermin melalui tingkah laku siswa, siswa yang memiliki ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri atau memiliki kemampuan penyesuaian diri yang rendah di sekolah tidak akan dapat mengikuti peraturan atau tidak dapat berbaur dengan kondisi yang ada, selain itu siswa merasa tidak tenang atau cemas berada di situasi tertentu. Contoh dari tingkah laku tersebut adalah siswa yang tidak berani memulai menegur lebih dulu ketika bertemu dengan guru, teman, dan staf sekolah; kurang peduli dengan keadaan teman disekitarnya; hanya bergaul dengan teman satu kelompoknya saja; hanya diam saja saat diskusi kelompok; terdapat siswa yang sulit melakukan kegiatan secara berkelompok; serta terdapat siswa yang sulit beradaptasi dengan lingkungan baru terlihat siswa yang menyendiri saat sedang tidak bersama teman sekelompoknya.
pelajaran, serta seluruh pendidik di sekolah. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan memberikan layanan bimbingan kelompok.
Menurut Gadza (Prayitno, 1999) bahwa dengan bimbingan kelompok siswa dapat bertukar informasi yang bersifat personal, vokasional, dan sosial. Layanan bimbingan kelompok akan dapat membantu siswa dalam pengungkapan permasalahannya yang kemudian akan dapat membantu siswa dalam bertukar informasi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Gadza, serta dengan bertukar informasi yang ada siswa memperoleh motivasi atau dorongan baik dari luar, dalam hal ini dari teman sebaya maupun dari dalam diri siswa/kesadaran pribadi.
Selain itu pula siswa SMA masih dalam perkembangan masa remajanya, dimana pada masa ini, remaja juga dalam proses perkembangan keribadian dan sosial. Perkembangan sosial remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Santrock, 2002). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan ekstrakulikuler dan bermain dengan teman. Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitan
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah pada tahun pelajaran 2013/2014.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi experimental design dengan cara memberikan layanan bimbingan kelompok kepada subjek penelitian pada kelompok eksperimen dan adanya kelompok lain yang disebut kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan namun tetap mendapatkan pengamatan.
Desain penelitian yang digunakan peneliti digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1 Nonequivalent Control Group Design (sugiyono,2007) Keterangan:
O1 : Pengukuran pertama berupa pretest untuk mengukur tingkat
kemampuan penyesuaian diri di sekolah pada siswa sebelum diberi perlakuan yang diukur dengan menggunakan instrumen skala penyesuaian diri di sekolah terhadap kelompok eksperimen.
X : Pelaksanaan layanan bimbingan kelompok terhadap siswa kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah.
O2 : Pengukuran kedua berupa posttest untuk mengukur tingkat
kemampuan penyesuaian diri di sekolah pada siswa sesudah diberi perlakuan terhadap kelompok eksperimen, dalam posttest akan didapatkan data hasil dari pemberian perlakuan dimana kemampuan penyesuaian diri siswa di sekolah menjadi meningkat atau tidak meningkat sama sekali.
O3 : Pengukuran pertama berupa pretest untuk mengukur tingkat
kemampuan penyesuaian diri di sekolah pada siswa yang diukur melalui skala kemampuan penyesuaian diri di sekolah terhadap kelompok kontrol.
O4 : Pengukuran kedua berupa posttest untuk mengukur tingkat
kemampuan penyesuaian diri di sekolah pada siswa yang diukur
E O1 X O2
melalui skala kemampuan penyesuaian diri di sekolah terhadap kelompok kontrol.
Untuk memperjelas eksperimen dalam penelitian ini disajikan tahap-tahap rancangan eksperimen yaitu:
1. Melakukan pretest yaitu dengan meminta siswa untuk mengisi instrumen skala penyesuaian diri di sekolah sebelum diadakan perlakuan yaitu memberikan layanan bimbingan kelompok.
2. Memberikan perlakuan (treatment) yaitu dengan memberi perlakuan pada siswa dengan memberikan layanan bimbingan kelompok.
3. Melakukan posttest setelah pemberian perlakuan dengan tujuan untuk mengetahui hasil apakah pemberian layanan bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri di sekolah pada siswa. 4. Prosedur analisis data, yaitu dengan menggunakan Uji-t.
C. Subjek Penelitian
masing-masing kelompok terdiri dari 12 siswa. Satu kelompok dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan satu kelompok yang lain dijadikan sebagai kelompok kontrol. Supaya dalam pemberian treatment layanan bimbingan kelompok lebih efektif jadi anggota kelompok lebih baik heterogen.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Penelitian
Menurut Arikunto (2006:118) variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen), yaitu :
a. Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu layanan bimbingan kelompok.
b. Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan penyesuaian diri di sekolah.
2. Definisi Operasional Variabel
a. Kemampuan penyesuian diri di sekolah
Kemampuan penyesuaian diri di sekolah adalah kemampuan siswa untuk membuat hubungan yang serasi antara diri dan lingkungan yang dicerminkan dengan siswa yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya, memiliki kepeduliaan terhadap orang disekitarnya, memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan warga di sekolah, mampu menghargai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki orang lain, aktif dalam kegiatan kelompok, serta memiliki perasaan yang nyaman terhadap lingkungannya.
Berdasarkan pengertian kemampuan penyesuaian diri di sekolah, maka indikator siswa yang memiliki kemampuan penyesuaian diri di sekolah adalah sebagai berikut:
a) Mampu beradaptasi dengan lingkungan b) Memiliki kepedulian terhadap orang lain c) Memiliki hubungan interpersonal yang baik d) Aktif dalam kegiatan kelompok
e) Mampu menghargai orang lain f) Memiliki perasaan nyaman
b. Bimbingan Kelompok
sendiri, orang lain dan lingkungannya dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian diri di sekolah. Kegiatan layanan bimbingan kelompok terdiri dari empat tahapan, yaitu pembentukan, peralihan, kegiatan, dan pengakhiran.
E. Metode Pengumpulan Data Skala
Teknik pokok pengumpulan data dalam penelitian ini adalah skala kemampuan penyesuaian diri di sekolah. Skala psikologi merupakan alat pengumpulan data yang dilaksanakan secara tertulis yang diisi oleh responden atau subjek penelitian. Azwar (2012:6) berpendapat bahwa:
“skala psikologi yaitu stimulus atau aitem yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkapkan indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.”
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa meskipun subjek dapat dengan mudah memahami isi aitemnya namun tidak mengetahui arah jawaban yang dikendaki oleh aitem yang diajukan sehingga jawaban yang diberikan subjek akan banyak tergantung pada interpretasinya terhadap isi aitem dan jawaban yang diberikan atau dipilih oleh subjek lebih bersifat proyeksi diri, yaitu berupa proyeksi dari perasaan dan kepribadiannya.