• Tidak ada hasil yang ditemukan

Coping penyesuaian diri pada pensiunan ABRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Coping penyesuaian diri pada pensiunan ABRI"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH:

MUHAMAD IKHWANUDIN SUAEBI

102070026049

UlN

Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

COPING PENYESUAIAN DIRI PADA PENSIUNAN ABRI

Skripsi

Oiajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

MUHAMAD IKHWANUDIN SUAEBI NIM: 102070026049

Oi bawah Bimbingan

S. Evangeline, I. S, M. Psi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 30 Agustus 2007.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Psikologi.

Jakarta, 30 Agustus 2007

Sidang Munaqosyah

M.Si

Sekretaris Merangkap Anggota

Anggota:

Peng ji I

t

Pembim i 9 I

M.Si

M.Si

M.Si

(4)

MOTTO:

Reaksi terbaik bagi manusia ialah bekerja. Musibah terbesar adalah keputusasaan.

Keberanian terbesar ialah kesabaran. guru terbaik ialah pengalaman. modal terbesar ialah kemandirian.

(Ali bin Abi Thalib)

Kadang kala kita di lahirkan dalam keadaan fakir miskin dan sengsara,

karena tuhan menghendaki kita belajar bersemangat pantang mundur dan

(5)

Teruntuk Bapak dan Ibuku

tercinta

(6)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi (B) Agustus 2007

(C) Muhamad Ikhwanudin Suaebi

(D) Coping Penyesuaian Diri pada Pensiunan Angkatan Bersenjata

Republik Indonesia (ABRI) Tangerang

(E) xiii + 63 + lampiran

Banyak orang yang takut menghadapi masa tua karena asumsinya jika sudah tua, maka fisik akan makin lemah, makin banyal< penyakit, cepat lupa, penampilan makin tidak menarik dan makin banyak hambatan lain yang membuat hidup makin terbatas. Proses menua atau dapat disebut sebagai masa lansia merupakan proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun

kesehatan jiwa secara khusus pada :ansia. Coping merupakan suatu

usaha yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi tuntutan-tuntutan (baik eksternal maupun internal) dan sumber-sumber yang dianggap sebagai situasi yang filenekan, membebani atau penuh tekanan serta menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan yang terjadi

dilingkungan dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi dampak negatif stres.

Tujuan : mengetahui bagaimana strategi coping penyesuaian diri yang dilakukan oleh pensiunan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di Tangerang. Secara khusus. rumusan penelitian ini yaitu, bagaimana deskritif masing-masing aspekcoping yang terdiri dari : (1)

Problem Focused Coping meliputi coping aktif, perencanaan, supresi,

coping pengekangan, dukungan social. (2) Emotion Focused Coping

meliputi dukungan sosial emosional, reintrepretasi positif, penerimaan, penyangkalan, dan kembali keajaran agama.

Metode : pendekatan kuantitatif dengan metode deskripsi, coping

penyesuaian diri.

Sampel : pensiunan Angkatan Bersenjata Reoublik Indonesia (ABRI)

Jatiuwung-Tangerang, dengan mGnggunakan teknikpurposive

(7)

40 subjek didapati hasil koefesien reliabelitasAlpha =0,735, artinya penelitian yang dilakukan menunjukkan reliabel. sedangkan untuk

analisa aspek untuk mencari gambaran bahwaproblem focus coping

menunjukan (47.5%) dan emotional focus coping menunjukan (52.5)%.

Sedangkan untuk pengelompokan subjek berdasarkan indikator bahwa

pensiunan ABRllebih menggunakan indikatorcoping pengendalian

yang didapati (15,325) dan indikator dukungan sosial emosional didapati (17,775).

Kesimpulan : Dengan melihat hasil aspek bahwa pensiunan ABRI

menggunakan emotional focus coping. Sedangkan indikator

menggunakan dukungan sosial emosional.

Saran: 1. Bagi para peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti dampak dan strategi coping yang dilaKukan pada masa pensiun dangan didukung alat pengul<ur atau skala dan menguji dengan

mengaitkan dengan varibel lain. 2. Disarankan pula bagi peneliti untuk menggunakan sampel penelitian pada para pensiunan pekerja swasta sebagai alasan lebih kepada jaminan tunjangan masa pensiun yang lebih beragam.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayahnya. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. keluarganya, sahabatnya dan umatnya yang setia hingga akhir jaman.

Berbagai kendala mulai dari awal pemilihan judul, yakni dalam merumuskan latar belakang masalah penelitian yang membutuhkan banyak waktu dan pikiran, hingga pada penelitian lapangan yang banyak membutuhkan tenaga dan materi dalam penyebaran angket penelitian, membuat penulis merasa sang at bahagia setelah skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya

walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Maka dengan ini, penulis merasa bersyukur kepada Allah Swt, dan mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut memberikan kontribusi dalam pengerjaan skripsi ini,

diantaranya :

1. Oekan Fakultas Psikologi juga sebagai dosen Pembimbing I Ibu Ora. Hj. Netty Hartati,M. Si., Pudek Fakultas Psiko!ogi Ibu Ora. Hj. Zahrotun Nihayah, M Si. Beserta civitas akademika Fakultas Psikologi.

2. Ibu S. Evangeline, I.S, M. Psi. selaku dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu, pengalaman dan semangatnya yang cukup besar dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Firdaus Kasmi, MA. selaku dosen penasehat akademik yang

telah me!l1berikan semangat, perhatian dan doa.

4. Kedua orang tua tercinta Bapak Saelandan Ibu Suaebah yang

memberikan kasih sayang yang tulus dan ikhlas serta yang terbaik bagi penulis. Terima kasih, ya Allah lindungilah dan sayangi!ah kedua

orangtuaku, Amin.

5. Kakakku yang tercinta Ina Oesiana dan Adik-adikku Haris, Bambang

yang telah memberikan motivasi.

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengalaman

dan ilmunya pada penulis, seluruh staff dan karyawan Bu syariah yang banyak membantu saya.

7. Pakde Oirman, Pa Bugiman dan Mas Ari terima kasih yang telah

meluangkan waktu dan mengijinkan penelitian.

8. Para pensiunan ABRI yang telah bersedia berpartisipasi dalarn penulisan skripsi ini, terirna kasih telah meluangkan waktunya.

9. s。ィ。「。エセウ。ィ。「。エォオ yang terbaik yang telah banyak mernbantu penulis

(9)

entep, Otoy, Isom dan Aim usup, semoga persahabatan kita tetap terjciga selalu.

11. rerima kasih sudara-sudaraku Apid dan Mita yang telah meminjamkan Printernya selama penulis mengerjakan skripsi.

Singkatnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak dengan tidak mengurangi rasa hormat sedikit pun yang telah membantu baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, kritik dan saran menjadi hal yang urgen bagi penulis guna memacu dan memotivasi penulis kedepan.

Jakarta, Agustus 2007

Penulis

(10)

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 13-40

2.1. Pensiun 13

2.1.1. Pengertian pensiun 13

2.1.2. Jenis pensiun 15

2.1.3. Pensiun dan dampak... 16

2.2. coping 16

2.2.1. Pengertian coping... 16

2.2.2. Tujuan dan fungsi coping 20

2.2.3. Jenis coping 20

2.2.4. Faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis

strategi coping... 23

2.3. Penyesuaian diri... 26

2.3.1. Pengertian penyesuaian diri 26

2.3.2. Penyesuaian diri yang efektif... 29 2.3.3. Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri... 32

2.4. Coping penyesuaian diri pada pensiunan 36

2.5. Kerangka berfikir 38

BAB 3 METODE PENELITIAN .41-51

3.1. Jenis Penelitian 41

3.1.1. Pendekatan penelitian 41

(11)

3.2.2. Teknik pengambilan sampel 45

3.3. Pengumpulan Data 45

3.4. Teknik Uji Instrumen 47

3.4.1. Uji validitas skala 48

3.4.2. Uji reliabelitas skala 48

3.5. Tahapan Penelitian 49

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 51-58

4.1. Gambaran Umum Responden 51

4.2. Presentasi dan Analisa Data 53

4.2.1. Uji instrumer. penelitian 53

4.2.2. Analisis aspek 56

4.2.3. Analisis indikaior variabel ., ,. '" 57

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 59-62

5.1. Kesimpulan... 59

5.2. Diskusi.. 59

5.3. Saran 62

DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1. Skala likert 46

2. Tabel 3.2. Blue print skala coping ..47

3. Tabel 3.3. Reliabilitas ..49

4. Tabel 4.1. Prosentase pangkat... 52

5. TabeI4.2. Prosentase usia 53

6. Tabel 4.3. Skala coping 54

7. Tabel 4.4. Skala coping (Tryout) 55

8. Tabel 4.5. Skala coping (Penelilian) 56

9. Tabel 4.6. Analisis aspek 57

(13)

1.1. Latar Belakang

Banyak orang yang takut menghadapi masa tua karena asumsinya jika sudah

tua, maka fisik akan makin lemah, makin banyak penyakit, cepat lupa,

penampilan makin tidak menarik dan makin banyak hambatan lain yang

membuat hidup makin terbatas. Proses menua atau dapat disebut sebagai

masa lansia merupakan proses alami yang disertai dengan adanya

penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi

satu sama lain. Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah

kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

Sri Kuncoro (2002) mengatakan, bahwa setelah orang memasuki masa

lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis

berganda, misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput,

gigi makin rontok, tulang makin rapuh dan sebagainya. Secara umum kondisi

fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan

(14)

2

kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial yang selanjulnya dapal

menyebabkan sualu keadaan kelerganlungan kepada orang lain.

Sri kuncoro (2002) menambahkan bahwa pada masa lansia selain

menimbulkan gangguan di alas, juga mengalami penurunan fungsi kognilif

dan psikomolor. Fungsi kognilif melipuli proses belajar, persepsi,

pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan

reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Semenlara fungsi

psikomolorik (konalif) melipuli hal-hal yang berhubungan dengan dorongan

kehendak seperli gerakan, lindakan, koordinasi yang berakibal pada usia

lansia menjadi kurang cekalan, dengan adanya penurunan kedua fungsi

lersebul, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkailan

dengan keadaan kepribadian lansia.

Perubahan ini lenlunya berakibal pada lurunnya produklivilas kerja, maka

pada kondisi inilah mengharuskan seseorang unluk mengurangi bahkan

meninggalkan aklivilas kerjanya alau dengan kala lain mengambil pensiun

dari pekerjaannya. Pensiun memang membawa konsekuensi bagi individu

yang menjalaninya, selelah pensiun lerdapal perubahan rulinilas dalam

kehidupan individu, mulai munculnya keluhan fisik, adanya kecemasan pada

hal-hal baru, depresi dan sering mengeluh pada lingkungan merupakan sualu

(15)

pensiun. Hal ini dapat disebabkan karena individu tersebut merasa

kehilangan kekuasaan yang diberikan oleh tempat individu tersebut bekerja

dan juga kurang dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru

(Fransisca, dkk dalam www.psikologi-untar.com). Meskipun tujuan ideal

pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari

tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun

sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,

kegiatan, status dan harga diri.

Jacinta F. Rini (2001) dalam team e-psikologi.com, mengatakan bahwa

pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan

sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas

karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Dalam

era modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor

terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan dan

memperkuat harga diri). Oleh karenanya, sering terjadi orang yang pensiun

bukannya bisa menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya, ada

yang justru mengalami problem serius (kejiwaan atau pun fisik). Jacinta F.

Rini (2001) menggambarkan tentang kondisi saat masa pensiun sebagai

berikut: (1). penurunan kesehatan tidak disebabkan secara langsung oleh

pensiun, melainkan oleh problem kesehatan yang sebelumnya (sudah)

(16)

4

berkurangnya beban tekanan yang harus dihadapi (3). masyarakat mulai

memandang bahwa masa pensiun sebenarnya masa yang penuh

kesempatan menarik (4). kemungkinan untuk bersantai berkurang karena

waktu cenderung tersita untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga (5).

kepuasan perkawinan tidak secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi

pensiun yang dialami (6). akan lebih banyak waktu dan kesempatan

kebersamaan bagi keluarga/pasangan (7). pengalokasian ke rumah jompo,

meninggalnya pasangan, penyakit serius serta adanya cacat tertentu

biasanya menyebabkan perubahan gaya hidup yang drastis

Masa pensiun merupakan masa-masa yang dapat memunculkan

permasalahan psikologis bagi mereka yang akan menjalaninya. Hal ini

disebabkan karena pada saat seseorang menjalani masa pensiun,

memerlukan penyesuaian terhadap perubahan pekerjaan seperti

meninggalkan status, kedudukan, fasilitas-fasilitas yang dimilikinya, dan

tentunya juga perubahan penurunan dalam penghasilan. Pendapat senada

dikatakan oleh Schwartz (dalam Hurlock, 1997), bahwa pensiun dapat

merupakan akhir pol a hidup atau masa transisi kepola hidup baru. Pensiun

selalu menyangkut perubahan peran, nilai dan perubahan pola hidup individu

secara menyeluruh. Artinya pada masa pensiun orang akan melakukan

(17)

Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi kesehatan

mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai

kebahagian dalam hidupnya, karena ketidak mampuan dalam menyesuaikan

diri, baik dalam kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam

masyarakat pada umumnya. Tak jarang pula banyak orang-orang mengalami

stress dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka dalam penyesuaian

diri dengan kondisi yang penuh dengan tekanan. Penyesuaian diri individu

tak terlepas dari kebutuhan dan tuntutan untuk diri sendiri dan lingkungannya.

Maka, muncul suatu mekanisme penyesuaian seperti mekanisme pertahanan

diri dan mekanisme penyelesaian masalah (coping mechanism) (Heru

Suprapto dalam www.psikologLnetlartikel).

Kebanyakan orang yang pada masa pensiun melakukan peralihan diri

dengan melakukan akitivitas-aktivitas lain yang dapat membuat dirinya

merasa tidak kesepian, ketergantungan dan kekurangan seperti melibatkan

dirinya pada perkumpulan-perkumpulan atau majlis ta'lim dan sebagainya.

Jacinta F. Rini (dalam team e-psikologLcom) mengatakan bahwa status

sosial juga berpengaruh terhadap kemampuan seseorang pada masa

pensiunnya. Jika semasa kerja ia mempunyai status sosial tertentu sebagai

hasil dari prestasi dan kerja keras (sehingga mendapatkan penghargaan dan

(18)

6

memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik (karena konsep diri yang

positif dan sosial network yang baik). Namun jika status sosial itu didapat

bukan murni dari hasH jerih payah prestasinya (misalnya lebih karena politis

dan uang/harta) maka orang itu justru cenderung mengalami kesulitan saat

menghadapi pensiun karena begitu pensiun, maka kebanggaan dirinya

lenyap sejalan dengan hilangnya atribut dan fasHitas yang menempel pada

dirinya selama ia masih bekerja.

Gambaran di atas juga dirasakan pada pensiunan anggota Angkatan

Bersenjata Republik Indonesia (ABRIl. dimana pada masa-masa ini banyak

perubahan-perubahan yang dialami anggota ABRI, seperti perubahan peran

dan perilaku. Perubahan peran seorang anggota ABRI, yang tadinya memiliki

peran penting dalam tugas dan kewajibannya, tiba-tiba berkurang bahkan

hilang disebabkan karena telah memasuki masa pensiun. Kondisi ini tentunya

berdampak pada pola perilakunya sehari-hari, misalnya saja pada

penyesuaian dirinya baik dalam suasana kerja atau lingkungan lainnya

(keluarga dan masyarakat), apalagi pada pensiunan ABRllingkup

pekerjaannya memiliki perbedaan dengan pekerjaan lainnya. Dimana,

anggota ABRI bekerja lebih ban yak dHapangan dan tidak menetap serta

penuh dengan kedisiplinan. Perbedaaan tersebut diduga membuat pensiunan

anggota ABRI mengalami dampak psikologis yang cukup serius, seperti

(19)

dialaminya. Ditambah lagi persepsinya yang menganggap dirinya sudah

merasa lemah dan tidak kuat lagi seperti muda dulu (self image negatif).

Tentunya kondisi ini juga membawa dampak negatif terhadap hubungan

interpersonalnya terutama bagi mereka yang lebih muda, misalnya kurangnya

kepercayaan diri. Namun, bisa jadi hubungan interpersonalnya bertambah

baik terhadap mereka yang juga sama memasuki pensiunan.

Perubahan yang dialami oleh pensiunan ABRI di atas memang membutuhkan

penyesuaian-penyesuian terhadap kondisi yang baru dialaminya. Karena bagi

mereka yang mampu menyesuaikan kondisi tersebut tidak akah mengalami

gangguan psikologis yang digambarkan di atas, tetapi justru mereka malah

bisa membangun suasana yang lebih baik lagi, satu contoh mereka akan

mengkonsentrasikan kemampuan yang dimilikinya, entah membuka usaha

sendiri atau melibatkan dirinya dengan kesibukan-kesibukan lainnya seperti

mengikuti perkumpulan pensiun anggota ABRI, masuk dalam politik praktis,

majlis ta'lim, mambaur dalam masyarakat dan sebagainya.

Berdasarkan penjelasan tentang di atas, penulis merasa tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai coping penyesuaian diri pada pensiunan

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), serta mencoba mencari

gambaran copingpenyesuaian diri pada pensiunan Angkatan Bersenjata

(20)

8

1.2.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan lalar belakang masalah di alas, maka penulis lelah

mengidenlifikasi permasalahan yang ada menjadi :

1. Masalah psikologis apa saja yang dialami oleh pensiunan Angkalan

Bersenjala Republik Indonesia (ABRI)?

2. Bagaimana coping yang dilakukan pensiunan Angkalan Bersenjala

Republik Indonesia (ABRI) unluk menyesuaikan diri mengalasi masalah

psikologis lersebul? .

3. Copingapa yang dilakukan unluk menyesuaikan diri oleh pensiunan Angkalan Bersenjala Republik Indonesia (ABRI)?

4. Faktor apa yang mempengaruhi pensiunan Angkalan Bersenjala Republik

Indonesia (ABRI) dalam melakukan coping penyesuaian dirinya?

1.3.

Pembatasan dan perumusan masalah

1.3.1. Pembatasan masalah

Dalam penelilian kali ini, peneliti membalasi masalah penelilian pada:

a. Dalam penelitian ini coping diartikan hal yang dilakukan individu unluk mengalasi luntulan yang dirasakan lidak menyenangkan alau menekan.

Adapun aspek-aspek copingyang diukur dalam penelitian ini,

menggunakan pengertian yang lelah dijelaskan oleh Smet (1994) yailu:

(21)

coping pengendalian, dukungan sosial. (2) Emotional focused coping

meliputi dukungan sosial emosional, reintrepretasi positif, penerimaan,

penyangkalan, dan kembali keajaran agama.

b. Penyesuaian diri dalam penelitian ini diartikan, bagaimana seseorang

bertingkah laku dengan cara tertentu, dengan melibatkan rekonsiliasi

tuntutan personal dan lingkungan. Adapun aspek atau dimensi yang

diukur, sesuai dengan penjelasan Haber dan Runyon (1984), yaitu: (1).

Persepsi yang tepat mengenai kenyataan (2). Kemampuan untuk

menghadapi stress kecemasan (3). Self-imageyang positif (4).

Kemampuan untuk mengekspresikan perasaan (5) Hubungan

interpersonal yang baik.

c. Pensiunan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dalam

penelitian ini adalah yang berpangkat Prajurit dari kesatuan batalyon

bertempat di Tangerang.

1.3.2. Perumusan masalah

(22)

10

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

Untuk mengetahui bagaimana strategi coping penyesuaian diri yang

dilakukan oleh pensiunan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di

Tanggerang.

1.4.2. Manfaat penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan ini, peneliti berharap hasilnya dapat

diaplikasikan secara teoritis maupun praktis.

• Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan dari teori psikologi pada umumnya dan pikologi klinis pada

khususnya.

• Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan

masukan bagi peneliti untuk dapat dijadikan suatu informasi dan data

yang aktual.

1.5. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini mengacu kepada APA(American

(23)

penyusunan dan penulisan skripsi Fakultas Psikologi UINJakarta. Secara

keseluruhan skripsi ini ditulis dalam 5 bab yaitu :

Bab 1 Pendahuluan

Pada bab ini terbagi pada beberapa bagian, yaitu Latar Belakang Penelitian,

Permasalahan Penelitian, Tujuan dan Manfaat Penelitian serta Sistematika

Penulisan.

Bab 2 Kajian Pustaka

Dalam bab ini, dilakukan penguraian tentang landasan teari yang digunakan

sebagai dasar penelitian. Yaitu teori tentang coping, teori penyesuaian diri dan pensiunan, kerangka berfikir.

Bab 3 Metode Penelitian

Pada bagian ini penulis membagi kedalam beberapa bagian, diantaranya

pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, sUbjek penelitian yang

terbagi menjadi karakteristik dan jumlah subjek penelitian, instrumen

pengumpul data, prosedur pengumpulan data dan terakhir adalah analisa

(24)

12

Bab 4 Hasil Penelitian

Pada bab ini penulis akan memberikan gambaran umum penelitian dan hasil

utama penelitian.

Bab 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dari penelitian yang telah

(25)

Pendapat senada dikatakan oleh Turner& Helms (1987), pensiun berarti

berakhirnya pekerjaan yang formal dan permulaan suatu peran baru dalam

hidup, dimana ia mempunyai harapan tingkah laku tersendiri dan

membutuhkan adanya pendefinisian kembali identitas diri. Batasan ini

menekankan pada pentingnya seseorang menentukan harapan-harapan

akan tingkah laku tersendiri dan membutuhkan adanya pendefinisian kembali

identitas diri setelah pensiun. Hal ini disebabkan karena secara langsung

atau pun tidak langsung pensiun akan mempengaruhi pola hidup pensiunan

atau dapat dikatakan bahwa pada masa pensiun terjadi perubahan dari pola

hidup yang lama ketika seseorang masih bekerja menjadi pola hidup yang

baru setelah dia berhenti bekerja.

Perubahan dari status aktif bekerja kepada status pensiun adalah perubahan

yang cukup drastis. Kemampun penyesuaian diri akan teruji pada masa ini

dan ternyata didapatkan hasil bahwa semakin individu yakin dengan apa

yang ada pada dirinya serta memiliki penyesuaian diri yang baik maka

semakin kecil kecenderungan individu untuk mengalami kecemasan.

Berdasarkan penjelasaan di atas, maka penulis secara sederhana

menyimpulkan, pensiun sebagai periode krisis yang memberikan

konsekuensi positif ataupun negalif serta telah memiliki batas waktu secara

(26)

15

oleh perubahan usia dan kesehatan, dimana ia mempunyai harapan tingkah

laku tersendiri dan membutuhkan adanya pendefinisian kembali identitas

dirinya.

2.1.1. Jenis-jenis Pensiun

Hurlock (1980) membagi jenis-jenis pensiun menjadi dua macam yaitu

sebagai berikut :

1) Early retirement(pensiun dini).

Pensiun dini, biasanya terjadi sebelum masa pensiun yang telah

ditetapkan tiba. Pekerja yang lebih memilih pensiun dini atas keinginan

sendiri biasanya akan lebih mudah menyesuaikan diri pada masa pensiun

dan merasa lebih puas dengan kehidupan mereka di masa pensiun.

2) Compulsory retirement(pensiun tepat waktu).

Organisasi dimana individu bekerja menetapkan batasan usia, dimana

semua karyawan harus pensiun pada usia yang telah ditentukan, tanpa

memperhatikan apakah mereka bersedia atau tidak. Pekerja yang memilih

untuk tetap bekerja tetapi sebenarnya sudah waktunya untuk pensiun,

seringkali kurang termotivasi untuk membuat penyesuaian yang baik

terhadap pensiun yang akan dihadapinya dan mempengaruhi keadaan

psikologis maupun fisiko Ketika penyesuaian terhadap masa pensiun

menjadi buruk akan menimbulkan stress, dan menyebabkan pensiunan

(27)

2.1.3. Pensiun dan dampaknya

Oadang Hawari (1988), mengatakan bahwa orang yang kehilangan

pekerjaan/jabatan (pensiun) akan merasa depresi, karena kehilangan

sesuatu itulah ia akan merasa cemas menghadapi masa depannya.

Hilangnya rasa aman dan jaminan masa depan menyebabkan seseorang

jatuh dalam kecemasan dan depresi disertai dengan keluhan-keluhan di

bidang organ-organ tubuh lainnya. Oitambahkan Oadang Hawari (1988),

bahwa orang yang kehilangan pekerjaan/jabatan itu sendiri, melainkan

terlebih lagi pada perubahan pola kehidupannya sehari-hari. Orang yang

biasa setiap hari pergi bekerja, kemudian harus tinggal dirumah dan

menganggur, maka kondisi yang demikianlah yang dapat menjadikan

seseorang jatuh dalam gangguan kejiwaan, misalnya kecemasan, depresi

dengan segala manifestasinya pada fungsi organ-organ tubuh lainnya.

2.2.

Coping

2.2.1. Pengertian coping

Chaplin (2004) mengartikan copingadalah sebagai upaya atau usaha yang

dilakukan oleh individu dalam mengatasi stressor yang terjadi akibat adanya

permasalahan yang diahadapi. Chaplin (2004), menambahkan dalam istilah

(28)

dengan Iingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan sesuatu tugas

dengan masalah.

Sarafino (1998) mengartikan, coping merupakan suatu usaha yang dilakukan

oleh individu untuk mengatasi ketidak sesuaian antara tuntutan dari

Iingkungan dengan sumber daya yang dimiliki individu sehingga dapat

mengurangi dampak negatif dari situasi stres yang ada.

Menurut Lazarus & Launier (dalam Taylor 1999) memberikan definisi yang

tidak jauh berbeda yakni bahwa coping mengacu pada usaha antara tindakan

dan intra fisik untuk mengatasi (memperbesar, mentoleransi, mengurangi dan

memperkecil) lingkungan dan tindakan dari dalam serta konflik yang terjadi

didalamnya.

Menurut Lazarus (1976), pengertian perilakucoping pada dasarnya bisa

diekuivalensikan dengan penyesuaian diri, keduanya merupakan suatu reaksi

atau respon terhadap tekanan yang muncul. Perbedaan yang cukup

mendasar diantara keduanya adalah, bahwa penyesuaian mengandung arti

yang lebih luas, karena reaksi yang dimunculkan merupakan respon terhadap

tekanan yang muncul dari dalam diri maupun lingkungan seseorang,

sementara perilaku coping muncul sebagai mengatasi tuntutan yang

(29)

dilakukan oleh individu untuk menghadapi tuntutan internal maupun eksternal

yang dirasakan mengancam atau melebihi kemampuan yang dimiliki oleh

individu.

Harber & Runyon (1984) mengatakan kegiatan-kegiatan dalam perilaku

coping dengan menyatakan bahwa dalam suatu mekanisme copingjuga dilibatkan kemampuan-kemampuan khas individu seperti berfikir, persepsi,

ingatan, pemerosesan informasi, perasaan, pembelajaran, dan sebagainya

Menurut taylor (1999) mengemukakan copingdipandang sebagai suatu

proses akan didahului oleh peristiwa yang penuh dengan stress yang

dihadapi oleh individu. Penafsiran dan penilaian terhadap sumber stress

selanjutnya akan diikuti oleh respon coping dan strateginya, dalam hal ini

faktor internal dan eksternal mempengaruhi dalam pembentukan respon

coping dan strateginya. Proses selanjutnya adalah tahapan mengurangi bahaya, toleransi dan penyesuaian terhadap peristiwa-peristiwa negatif

(30)

Sumber Kesukaran dan Kesulitan Eksternal

Uang dan Dukungan Stressor Kehidupan,

Waktu Sosial pristiwa daJam hidup

I

eristiwa

...

Penafsiran

f----.

Respons

f-

TugasCoping

:...

Hasil Coping

ang penuh dan Copingdan • mengurangi • fungsi

engan Interprestasi Strategi bahaya yang coping

ress terhadap Pemecahan datang. • resume

stressor. MasaJah • penyesuaian untuk

• menghindari terhadap penggunaan

bahaya bahaya yang aklifitas

• eva/uasi negatif

,

I

Penggunaan Gaya Coping Seleksi terhadap pengaruh kepribadian, terhadap respon copingdan strateginya

Sumber Kesukaran dan Kesulitan internal

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka penulis menyimpulkan secara

sederhana, coping merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh individu

untuk mengatasi tuntutan-tuntutan (baik eksternal maupun internal) dan

sumber-sumber yang dianggap sebagai situasi yang menekan, membebani

atau penuh tekanan serla menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan

yang terjadi dilingkungan dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki

(31)

2.2.2. Tujuan dan Fungsi coping

Cohen & Lazarus (dalam Taylor 1999) merumuskan usaha copingterpusat pada lima tujuan utama, antara lain adalah:

a. Untuk mengurangi kondisi-kondisi lingkungan yang menyakitkan dan

memperbesar kemungkinan prospek penyembuhan.

b. Untuk mentoleransi atau menyesuaikan diri pada peristiwa atau

kenyataan yang tidak menyenangkan.

C. Untuk memelihara image diri yang positif.

d. l)ntuk mempertahankan keseimbangan emosional.

e. Untuk melanjutkan hubungan sosial yang memuaskan dengan orang lain.

2.2.3. Jenis-jenis Coping

Lazarus dan Folkman (dalam Smet, 1994) secara umum menggolongkan dua

strategi coping yang biasanya digunakan oleh individu ketika menghadapi

stress yaitu :

a. Problem focused coping (coping terpusat pada masalah) merupakan usaha individu untuk menghadapi langsung, mencari sumber stress,

mengubah lingkungan yang menyebabkan stress, berusaha untuk

menyelesaikan masalah sehingga pada akhirnya stress berkurang atau

(32)

21

Jenis Problem focused coping terbagi lima yaitu :

(1) Active coping (coping aktif), merupakan proses pengambilan langkah aktif yang mencoba untuk memindahkan atau menghilangkan sumber

stress dan mengurangi akibat yang ditimbulkan.

(2) Planning (perencanaan), merupakan proses memikirkan upaya yang dapat dilakukan untuk menghadapi stressor

(3) Supression ofCompeting activies(mengalihkan aktivitas lain), merupakan usaha untuk mengesampingkan hal-hal lain yang dapat

mengganggu konsentrasi individu ketika menghadapi stress atau

bahkan membiarkan hal tersebut tanpa memberikan perhatian.

(4) Restraint coping (copingpengendalian diri), suatu keadaan dimana individu menahan diri, tidak bertindak tergesa-gesa dan menunggu

sampai kesempatan yang baik untuk bertindak tiba.

(5) Seeking social support for instrumental reason (mencari dukungan sosial berupa bantuan).Merupakan usaha individu untuk mencari

dukungan sosial dari teman dan keluarga dalam bentuk nasehat,

bantuan dan informasi yang mungkin dapat memberikan insight

individu untuk mengatasi masalah.

b. Emotional focused coping (coping berpusat pada emosional) usaha untuk meredakan ketegangan emosi yang dirasakan sehubungan dengan stress

(33)

(5) turning to religion (kembali ke agama), bentuk strategi coping ini ditemukan cukup berperan bagi kebanyakan orang umunya individu

berpaling kepada agama.

2.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis strategi coping

Faktor yang mempengaruhi strategi mana yang paling banyak atau sering

digunakan oleh indivdu sangat tergantung pada kepribadian dan sejauhmana

tingkat stress dari suatu kondisi masalah yang dialami. Syamsu Yusuf (2004)

mengatakan beberapa faktor yang mempengaruhi strategi coping,

diantaranya:

1. Dukungan sosial

Dukungan sosial dapat diartikan sebagai pemberian bantuan atau

pertolongan terhadap seseorang yang mengalami stress dari orang lain

yang memiliki hubungan dekat (saudara atau temen). House

mengemukakan (dalam Yusuf 2004) bahwa dukungan social memiliki

empat fungsi, yaitu sebagai berikut:

a.

Emotional support, yang meliputi pemberian curahan kasih sayang, perhatian, dan kepedulian.

b. Appraisal support, yang meliputi bantuan orang lain untuk menilai dan mengembangkan kesadaran akan masalah yang dihadapi, termasuk

usaha-usaha untuk mengklarifikasikan hakikat masalah tersebut, dan

(34)

24

c. Informational suppori, yang meliputi nasihat dan diskusi tentang bagaimana mengatasi atau memecahkan masalah.

d. Instrument suppori, yang meliputi bantuan material, seperti

memberikan tempat tinggal, meminjamkan uang dan berkunjung ke

biro layanan sosial.

2. Kepribadian

Tipe atau karakteristik kepribadian seseorang mempunyai pengaruh yang

cukup berarti terhadap coping atau usaha dalam mengatasi stress yang

dihadapL Oi antara tipe atau karakteristik kepribadian tersebut adalah

sebagai berikut :

a.

Hardiness (ketabahan)

Hardiness ini dapat diartikan sebagai tipe kepribadian yang ditandai

dengan sikap komitmen, internal locus of control, dan kesadaran akan tantangan.

b. Humoris

Orang yang senang humor cenderung lebih toleran dalam menghadapi

situasi stress dari pada orang yang tidak senang humor (seperti orang

yang besikap kaku dingin, pemurung atau pemarah).

Oengan kata lain Zainun Mu'tadin (2002) dalam www.e-psikologLcom, juga

menjelaskan cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan

(35)

keterampilan memecahkan masalah, keterampHan sosial dan dukungan

sosial dan materi.

a. I<esehatan Fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha

mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup

besar

b. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti

keyakinan akan nasib (eksternallocus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan

menurunkan kemampuan strategi coping tipe :problem-solving focused

coping

c. KeterampHan Memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,

menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk

menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif

tersebut sehubungan dengan hasH yang ingin dicapai, dan pada akhirnya

melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepa!.

d. KeterampHan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan

bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nHai sosial

(36)

e. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan

emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota

keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya

f. Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang atau layanan

yang biasanya dapat dibeli.

2.3.

Penyesuaian Diri

2.3.1. Pengertian penyesuaian diri

Menurut Kartini Kartono (dalam Djuhari, 1998)adjustmentberarti adaptasi atau penyesuaian diri. Dalam kamus besar bahasa Indonesia pun kata

adjusmentdan adaptationdapat diartikan penyesuaian diri. Lazarus (1976) mengatakan kata adaptation lebih tertuju pada struktur biologis dan proses

survival dari spesies, sedangkan kata adjusmentmenekankan pada usaha

individu untuk mempertahankan diri dalam lingkungan sosial dan fisiko

"...The individual struggle to get along or survive in his or her social and physical environment".

26

Penyesuaian diri didefinisikan oleh Wolman (Atwater, 1983) sebagai variasi

dan perubahan tingkah laku yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan

(37)

yang harmonis dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Rathus & Navid

(1983) penyesuaian diri adalah adaptation, yaitu prilaku yang memungkinkan

untuk dapat memenuhi permintaan-permintaan dari lingkungan. Istilah

penyesuaian diri digunakan oleh psikolog. Oi dalam penyesuaian diri terdapat

dua macam peroses, yaitu dimana seseorang menyesuaikan diri dengan

keadaan-keadaan yang ada, ataupun mengubah keadaan agar sesuai

dengan kebutuhan-kebutuhan seseorang.

Harber & Runyon (1994) mendefinisikan penyesuaian diri bukan merupakan

sesuatu keadaan, melainkan proses berkelanjutan selama hidup.

Berdasarkan konsep proses tersebut, maka penyesuaian diri yang efektif

terukur dengan cara melihat bagaimana seseorang mengatasi keadaan yang

selalu berubah.

Harber & Runyon menambahkan (dalam Atwater, 1983) menyatakan bahwa

istilah penyesuaian diri dipergunakan dalam berbagai cara penyesuaian diri

dapat berarti menjadi terbiasa dengan atau belajar untuk hidup dengan.

Menjadi terbiasa dengan keadaan-keadaan tertentu dapat menjadi

penyesuaian diri yang efektif ketika lingkungan sosial sulit untuk diubah.

Oisini penyesuaian diri merujuk pada ciri-ciri bahwa seseorang harus

(38)

yang efektif merupakan penerimaan keterbatasan yang tidak dapat diubah

manakala memodifikasi secara aktif dapat dilakukan.

Sementara itu menurut Mustahfa Fahmi (dalam Zakiah Daradjat, 1982)

peroses penyesuaian diri adalah dinamika yang bertujuan mengubah

kelakuan agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan

lingkungannya.

Sedangkan Feldman (1989) mengatakan bahwa, disadari atau tidak,

penyesuaian diri memainkan peranan penting di dalam eksistensi setiap

orang, seperti kita mencari tempat di dunia dan makna dibalik

kegiatan-kegiatan sehari-hari.

"... the efforts of people make to meet the demands and challenges placed upon them by the world in which they live ....".

28

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan secara sederhana

bahwa penyesuaian diri merupakan sebuah proses psikologis, yang

dilakukan untuk memenuhi permintaan-permintaan dari lingkungan atau

dalam menghadapi berbagai masalah yang terus berubah selama hidup dan

menjadikan perubahan-perubahan atau kegiatan yang dilakukan untuk

mendapatkan kepuasan dalam hubungannya dengan orang lain dan juga

(39)

2.3.2. Penyesuaian diri yang efektif

Menurut Haber & Runyon (1984), terdapat beberapa karakteristik yang

digunakan untuk menilai apakah penyesuaian diri seseorang dapat dikatakan

efektif, yaitu:

1. Persepsi yang tepat mengenai kenyataan

Ketepatan persepsi seseorang mengenai kenyataan ditandai dengan

kemampuan untuk mengetahui konsekuensi dari setiap tindakannya.

Dengan persepsi yang tepat akan kenyataan, seseorang akan mampu

menentukan tingkah laku yang sesuai dengan konsekuensinya. Indicator

lain dari ketepatan persepsi akan kenyataan adalah adanya tujuan yang

realistik dan sesuai dengan keadaan dirinya.

2. Kemampuan untuk menghadapi stress kecemasan

Stress dan kecemasan merupakan hal yang sering mengganggu

kehidupan seseorang. Penyesuaian diri yang efektif adalah apabila

seseorang mampu mengatasi kecemasan dan stress ini dengan cara

membuat tujuan jangka pendek lebih yang lebih mudah dicapai sehingga

timbul perasaan puas dan bahagia. Bila tujuan ini tercapai maka individu

akan menjadi puas, bila tidak tercapai maka akan menjadi kecewa dan

cemas.

3. Self-imageyang positif

Diri seseorang terdiri dari dua hal, yaitu konsep yang ia sendiri percayai

(40)

30

orang lain. Kedua hal inilah yang kemudian menjadi bahan penilaian dari

kualitas penyesuaian diri seseorang. Ketika pemahaman akan diri sendiri

sejalan dengan konsep yang dimiliki oleh orang lain, penyesuain diri

seseorang dapat dikatakan memuaskan dan sebaliknya. Self-image yang

positif memang penting bagi penyesuain diri yang efektif tetapi tidak

berarti melupakan kenyataan yang ada. Untuk memiliki Self-image yang

positif seseorang harus menyadari baik kelebihan maupun

kekurangannya sehingga dapat mengetahui potensi yang dimiliki.

4. Kemampuan untuk mengekspresikan perasaan

Orang yang sehat secara emosional mampu mengekspresikan

perasaanya dengan cara yang realistik dan dapat dikontrol. Selain itu,

ekspresi perasaan yang ditunjukan juga harus sesuai dengan situasi dan

kondisi yang sedang dihadapi serta tidak merugikan orang lain.

5. Hubungan interpersonal yang baik

Setiap orang mengingunkan hubungan yang memuaskan dengan orang

lain untuk membuat hidupnya lebih bermakna. Orang yang memiliki

penyesuaian diri yang baik memiliki keterlibatan dan keintiman yang

cukup kuat dengan orang lain. Mereka merasa kompeten dan nyaman

terhadap hubungannya dengan orang lain dengan tetap menyadari bahwa

dalam setiap hubungan terdapat kemungkinan terjadi hal yang

(41)

Haber & Runyon (1984), mengatakan penyesuaian diri yang efektif terjadi

ketika seseorang dapat menerima keterbatasan yang tidak dapat diubah dan

senantiasa memodifikasi keadaan yang biasa diubah. Kedua hal tersebut

ditunjukan untuk mencapai keselarasan antara diri dengan keadaan yang

sedang dihadapi. Haber & Runyon (1984), menambahkan bahwa penilaian

terdapat penyesuaian diri juga dapat dilihat dari sejauh apa seseorang dapat

mengatasi perubahan-perubahan yang terus terjadi dalam hidupnya.

Sedangkan menurut Schneiders (1964), penyesuaian diri adalah suatu

proses perilaku secara internal dan eksternal untuk manghadapi suatu

masalah akibat stress, konflik, frustasi, dan masalah lainnya yang berarti bagi

individu. Selanjutnya Schneider (1964) juga mengatakan bahwa penyesuaian

diri merupakan : suatu proses yang mencakup mental dan tingkah laku,

dimana individu berusaha mengatasi tuntutan-tuntutan kebutuhan, frustasi,

dan koflik, serta mampu membentuk keselarasan antar tuntutan dalam dirinya

sendiri dengan norma-norma masyarakat dimana individu tersebut tinggal.

Kemampuan menyesuaikan diri dalam diri seseorang bukanlah hal yang

mudah untuk diukur. Terdapat beberapa cara untuk menilai penyesuaian diri.

Dulu, penyesuaian diri dianggap efektif bila tidak ada tanda-tanda yang dapat

membuat seseorang disebut abnormal. Sekarang, cara tersebut telah

(42)

33

Sebenarnya pengaruh itu, bukanlah dari faktor frustasi itu sendiri, akan

tetapi bergantung kepada cara orang memandang faktor itu. Sesuatu hal

yang sama-sama dialami oleh dua orang, mungkin salah seseorang akan

merasa tertekan sekali oleh hal tersebut, tapi oleh yang lainnya dianggap

hal yang biasa saja. Jadi frustasi itu adalah disebabkan oleh tanggapan

terhadap situasi. Tanggapan itu dipengaruhi oleh kepercayaan kepada

Iingkungan.

Kepercayaan pada diri timbul apabila setiap rintangan atau halangan

dapat dihadapi dengan sukses. Sukses yang dicapai itu akan membawa

kepada kegembiraan, dan kegembiraan menumbuhkan kepercayaan diri.

Selanjutnya kepercayaan diri akan menyebabkan orang optimis dalam

hidup, setiap persoalan dan problem yang datang akan dihadapi dengan

hati yang tenang, sehingga penganalisaan terhadap problem itu dapat

dilakukan.

2. Konflik

Konflik jiwa atau pertentangan batin, adalah terdapatnya dua macam

dorongan atau lebih, yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain,

dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama.

Lebih jauh lagi Zakiah Daradjat menjelaskan bahwa konflik dapat di bagi

beberapa macam, yaitu : pertama, pertentangan antara dua hal yang

diingini, yaitu adanya dua hal yang sama-sama diingini, tapi tidak mungkin

(43)

diingini sedangkan yang kedua tidak diingini. Konflik ini terjadi apabila dua

macam keinginan yang bertentangan satu sama lain atau antara dua hal

saling menghalangi antara satu dengan lainnya. Dari satu segi ingin

mencapainya, tapi dari segi lain ingin menghindarinya. ketiga,

pertentangan antara dua hal yang tidak diingini, yaitu orang menghadapi

situasi yang menimbulkan dua hal yang sama-sama tidak disenangi.

3. Kecemasan

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang

bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan

perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik).

Zakiah Daradjat (2002), menambahkan bahwa kecemasan itu mempunyai

segi yang disadari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa

berdosa/bersalah, terancam dan segalanya. Juga ada segi-segi yang terjadi

diluar kesadaraan dan tidak biasa menghindari perasaan yang tidak

menyenangkan itu. Rasa cemas itu terdapat dalam semua gangguan dan

penyakit jiwa, dan ada bermacam-macam pula, diantaranya : pertama, rasa

cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang

mengancam dirinya. Cemas ini lebih dekat kepada rasa takut, karena

sumbernya jelas terlihat dalam pikiran. kedua, rasa cemas yang berupa

penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Yang paling sederhana ialah

(44)

35

tidak tertentu dan tidak ada hubungannya dengan apa-apa, serta takut itu

mempengaruhi keseluruhan diri pribadi. Ada pula cemas dalam bentuk takut

pada benda-benda atau hal-hal tertentu, misalnya takut melihat darah,

serangga, binatang-binatang kecil, tempat yang tinggi, atau keramaian. Ini

berati bahwa obyek yang ditakuti tidak seimbang dengan bahaya yang

mungkin ditimbulkan oleh benda-benda tersebut atau tidak berbahaya sama

sekali. Selanjutnya ada pula cemas dalam bentuk ancaman, yaitu kecemasan

yang menyertai gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa. Orang mersa

cemas karena menyangka akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan,

sehingga ia merasa terancam oleh sesuatu itu. ketiga, cemas merasa

berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan

keyakinan atau hati nurani. Cemas ini sering pula menyertai gejala-gejala

gangguan jiwa, yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum.

Gejala-gejala cemas ada yang bersifat fisik dan ada pula yang bersifat mental.

Gejala fisik yaitu : ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan tidak teratur,

pukulan jantung cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makan

hilang, kepala pusing, nafas sesak dan sebagainya. Gejala mental antara lain

sangat takut, mersa akan ditimpa bahaya atau kecelakan, tidak biasa

memusatkan perhatian, tidak berdaya/rendah diri, hilang kepercayaan pada

diri, tidak tentram, ingin lari dari kenyataan hidup dan sebagainya. Dengan

(45)

Kesiapan memasuki masa pensiun merupakan hal yang terpenting karena

pada masa ini seseorang akan dihadapkan pada hal-hal yang baru, yakni

hilangnya tugas dan kewajibanya dalam pekerjaan yang ditekuninya. Hal

ini membuat seseorang mangalami keterasingan dalam hidupnya. Kondisi

seperti ini membuat para pensiunan membutuhkan

penyesuaian-penyesuaian diri yang baru agar kehidupanya tetap berlanjut tanpa

memunculkan permasalahan hidup.

Kebanyakan orang yang memasuki masa pensiun melakukan pengalihan

dirinya (coping penyesuaian diri) dengan melakukan beragam kesibukan.

Ada orang yang setelah mamasuki masa pensiun menyibukkan dirinya

dengan memperbanyak beribadah (ikut dalam majlis ta'lim, arisan, senam

jantung dan lain sebagainya), namun ada juga orang yang menyibukan

dirinya dengan membuka usaha demi menyambung hidup keluarganya.

Hal ini wajar dilakukan mengingat pada saat tersebut seseorang telah

terlepas dari tugas dan kewajibannya dari pekerjaan yang sebelumnya di

tekuninya.

Gambaran diatas membuat penulis dapat menyimpulkan secara

sederhana mengenai pengertian coping penyesuaian diri khususnya pada

(46)

セᄋMᄋᄋᄋセᄋBBᄋᄋ⦅セᄋMセセセᄋMᄋGᄋᄋMMャ

A " .n'" lJj')i

y"

0' ,

エゥLZaLZ[セセ

イLセB

I

. HJ

Bエ||Hh{ゥhセ fit ,,'

Pi

nAエQuLjセィ jhセG|ェョNゥヲQ、hA

\

MMLNLMM^セBMセLLMセMMMMBセL

!

situasi yang baru yang disebabkan telah hilang tugas dan kewajibanya

dalam pekerjaan yang ditekuninya.

2.5.

Kerangka Berfikir

38

Tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau

jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,

karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan,

jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Masa pensiun juga seringkali

dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang

masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu

kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Oleh karenanya, sering

terjadi orang yang pensiun bukannya bisa menikmati masa tua dengan hidup

santai, sebaliknya, ada yang justru mengalami problem serius (kejiwaan atau

pun fisik),

Perubahan yang dialami pada masa pensiun berdampak pada psikologis

cukup serius, karena memang pada masa ini seseorang dituntut untuk dapat

menyesuaikan dirinya pada lingkungan dan kondisi yang baru. Bagi mereka

yang tidak memiliki kesiapan, tentu akan mengalami hambatan beradaptasi

dalam kondisi baru tersebut, namun sebaliknya bagi mereka yang merasa

(47)

orang yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagian dalam

hidupnya, karena ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri, baik dalam

kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada

umumnya. Tak jarang pula banyak orang-orang mengalami stres dan depresi

disebabkan oleh kegagalan rnereka dalam penyesuaian diri dengan kondisi

yang penuh dengan tekanan.

Untuk mengantisipasi dan meminimalisir tekanan dari kondisi baru dalam

penyesuaian diri terutama bagi mereka para pensiunan, kebanyakan mereka

melakukan pengalihan diri yaitu dengan melakukan coping penyesuaian diri, diantaranya yaitu menyibukan diri dengan berbagai aktivitas seperti:

membuka usaha sendiri, ikut perkumpulan-perkumpulan, berbaur dengan

masyarakat setempat) atau mendekatkan diri pada TuhanNya dan yang

lainnya. Begitu juga pada pensiunan Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia (ABRI). Namun, dikarenakan perbedaan Iingkup kerja yang dijalani

anggota ABRI, yakni suasana yang penuh dengan kedisiplinan dan berada

pada lingkup lapangan, artinya seringkali tidak menetap pada satu lokasi,

diduga membuat pensiunan anggota ABRI mengalami kesulitan yang

membutuhkan penyesuaian diri extraintensive.

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk membuat alat ukur yang valid dan

(48)

40

untuk dapat meneliti copingpenyesuaian diri tentu saja pada pensiunan yang dituju oleh pengukuran alat tes akan mewakili dari setiap populasi dan untuk

menunjukkan posisi relatif.individu secara normatif, sehingga nantinya dapat

[image:48.525.30.448.180.624.2]

dibandingkan dengan hasil tes orang lain.

Gambar 2.2.

Bagan kerangka berfikir

Dampak yang dimunculkan

Kondisi fisik : 1. lemah 2. cepat lelah

3. lamban

Masa

H

ABRI

I

Coping

Pensiun Penyesuaian diri

Kondisi psikis : 1. mudah lupa

2. konsentrasi berkurang

3. cemas 4. stress

(49)

3.1

Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini

adalah kuantitatif. Menurut Cresswell (dalam Alsa, 2003) penelitian kuantitatif

adalah penelitian yang bekerja dengan angka, yang datanya terwujud

bilangan (skor atau nilai, peringkat atau frekuensi), yang dianalisis

menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan yang sifatnya spesifik.

Adapun alasan penulis menggunakan pendekatan ini adalah berharap agar

memperoleh gambaran umum yang lebih objektif dan terukur yang diperoleh

dari penelitian kuantitatif yang bersifat deskritif, dimana data dan hasilnya

diolah dan disajikan dalam bentuka angka-angka dan mengeksplor gambaran

dari sam pel penelitian mengenai pandangan mereka terhadap coping

(50)

42

3.1.2. Metode penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskritif. Travers

(dalam Sevilla, 1993), menjelaskan bahwa tujuan utama dalam

menggunakan penelitian deskritif adalah untuk menggambarkan sifat suatu

keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan

memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Sevilla (1993)

menambahkan bahwa penelitian deskritif tidak memiliki kekuatan untuk

mengontrol hal-hal yang sementara terjadi dan hanya dapat mengukur apa

yang ada. Metode deskritif dalam penelitian ini akan menggambarkan sifat

dan perilaku coping penyesuaian dirinya pada pensiunan anggota ABRI.

3.1.3. Definisi variabel dan operasionalisasi variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah coping penyesuaian diri, artinya suatu

usaha yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi tuntutan-tuntutan (baik

eksternal maupun internal) dan sumber-sumber yang dianggap sebagai

situasi yang menekan, membebani atau penuh tekanan serta menimbulkan

perasaan yang tidak menyenangkan yang terjadi dilingkungan dengan

menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi dampak negatif

stres. Dalam hal ini coping penyesuaian diri yang dilakukan oleh ABRI

Singarimbun dan Effendi (1995) mengemukakan bahwa definisi operasional

(51)

suatu variabel. Pengoperasionalan variabel dilakukan dengan menentukan

indikator-indikator perilaku adalah bentuk-bentuk perilaku yang

mengindikasikan ada tidaknya suatu atribut psikologis. Rumusan indikator

perilaku l;Jerdasarkan ciri atau dimensi dari suatu variabel yang telah

dipaparkan dalam kajian teori. Indikator-indikator tersebut dapat

dikuantifikasikan karena memiliki rumusan sangat operasional serta tingkat

kejelasanya dapat diukur (Azwar, 2003).

Definisi operasional coping penyesuaian diri pada pesiunan angkatan

bersenjata republik indonesia (ABRI), adapun aspek-aspek coping yang diukur dalam penelitian ini, menggunakan pengertian yang telah dijelaskan

oleh Smet (1994), yaitu: (1) Problem Focused Coping meliputi copingaktif,

perencanaan, supresi, coping pengekangan, dukungan social. (2) Emotion

Focused Coping meliputi dukungan sosial emosional, reintrepretasi positif, penerimaan, penyangkalan, dan kembali keajaran agama.

3.2.

Pengambilan sampel

3.2.1. Populasi sampel

Gay (dalam Sevilla 1993) mendefinisikan populasi sebagai kelompok di mana

(52)

44

yang merupakan populasi adalah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

(ABRI) di Tangerang.

$ampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap

dapat menggambarkan populasi. Menurut Ferguson (1976) sampel adalah

beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi atau porsi dari

suatu populasi. Sesuai dengan pendapat Gay (1976) bahwa jumlah sampel

untuk melakukan penelitian deskriptif adalah 10% dari jumlah populasi. Untuk populasi yang sangat kecil diperlukan minimum 20%.

Mengingat sangat kecilnya populasi, maka pada penelitian ini mengambil

sampel sebanyak 42 persen atau 40 orang dari 97 jumlah anggota pensiunan

ABRI yang terdaftar di Persatuan Purnawirawan (PEP) ABRI daerah

Jatiuwung-Tangerang.

Penempatan jumlah sampel tersebut disesuaikan dengan kemampuan

penulis berdasarkan pertimbangan waktu, tenaga dan dana sampel dalam

penelitian ini adalah pensiunan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

(ABRI) yang memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Pensiunan ABRI

2. Berdomisi di daerah Jatiuwung-Tangerang .

(53)

Guna menghindari kecenderungan responden untuk "mengamankan" dan

untuk menempatkan jawaban mereka di tengah sebagai angka netral (dalam

Sevilla, 1993). Maka peneliti menghilangkan angka netral dan mengurangi

skala menjadi empat angka, yaitu: Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju dan

Sangat Tidak Setuju.

TabeI3.1.

Penskoran skala Likert

Favorable

Unfavorable

Sangat Setuju (SS)

4

'I

Setuju (5)

3

2

Tidak 5etuju

(T5)

2

3

Sangat Tidak 5etuju

(5T5) . 1

4

Instrument pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan angket dalam bentuk skala likert. Adapun skala untuk

mengukurcoping menggunakan skala yang dikembangakan oleh Bart Smet

(1994) yang telah dimodifikasi dengan mengaitkan teori-teori penyesuaian diri

(54)

TabeI3.2.

Blue PrintSkala Copingpenyesuaian diri

47

I

No

I

Aspek Indikator

1.

I

Problem focused coping .

-

Coping aktif

-

perencanaan

i

-

mengalihkan aktivitas lain

I

- coping pengendalian

,

-

mencari dukungan sosial berupa

bantuan

2 Emotional focused coping - dukungan social emosional

I

-penilaian kembali secara positif dan pertumbuhan

I

-

penerimaar.

I

-

penyangkalan

i

..

-

kembali keajaran agama

.5.4.

-reknik uji ins:rument penelitian

3.4.1 Uji Validitas

Untuk mengetahui validitas dari setiap item pertanyaan skala coping

penyesuaian diri pada pensiunan ini menqgunakan bantuan SPSS 11.0

dengan rumus kolerasi product moment dari pearson (Arikunto, 1998) yaitu:

Keterangan: rxy

=

Angka indeks korelasi "r" product moment

LXY

=

Jumlah hasil perkalian antara skor item dan SKor total

LX

=

Jumlah skor item

LY

=

Jumlah skor total
(55)

3.5.

Analisis data

3.5.1. Analisis Aspek

Dengan menggunakan fungsi-fungsi logika "IF" pada program Excelunt' 'k melihat perbandingan dua logika atau lebih, dengan melihat angka standar

deviasi dan mean (rerata) (Yahya kurniawan, 2007).

3.5.2. Analisis Indikator variabel

Dengan menggunakan rerata X"

L

I l

L

= Jumlah skor per indikator

n=Jumlah subyek

3.6.

Tahap

penelitian

1. T?hap persiapan

a. Dimulai dengan perumusan masalah

b. Menentukan variabel yang akan diteliti

C. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan

landasan teoritis yang tepat mengenai variabel penelitian

d. Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan

digunakan dalam penelitian ini

2. Tahap pengambilan data

a. Menentukan sampel penelitian

b. Memberikan penjelasan mengenai tujuan pene!itian dan meminta

(56)

50

c. Melakukan pengambilan data dengan memberikan alat ukur

berupa skala coping penyesuaian diri pada pensiunan angkat

bersenjata republik Indonesia (ABRI).

d. Memeriksa kembali jika ada item-item yang terlewatkan oleh

subjek dan memberikan instruksi pada subjek agar melengkapi

semua item-item kuesioner.

3. Tahap pengolahan data

a. Melakukan skoring setiap hasil angket yang telah diisi oleh

pensiunan angkatcJn bersenjata republik Indonesia (ABRI), yang

menjadi sami-'el penelitian

b. Melakukan analisa data dengan menghitung validitas dan

reliabilitasnya untuk menghitung hasil.

4. Tahap pembahasan

a. Menginterpretasikan dan membahas hasil analisa statistik

berdasarkan teori

b. Merumuskan keseimpulan hasil penelitian dengan

(57)
[image:57.522.49.422.188.511.2]

4. 1. Gambaran Umum Responden

Gambaran umum responden dalam penelitian ini berdasarKan pangkat, usia.

Subjek dalam penelitian ini adalah 40 pensiunan ABRI Tangerang.

TabeI4.1.

Gambaran subjek berdasarkan pang kat

Pangkat

I

Frekuensi

r'

Prosentase

- Pelda MGQセセBB[TセセセQ セセB[BQ oセEセセセ

Koptu 11

i

2/,5%

f---"'S:':e:J:rm'::a=---+--::3::-- 7 5 7%;----..セ

Peltu 5 12,5% セ

Serda 5 12,5 % I

I----:::Sersan 1 2,5 % '

Sertu 4 10 %

Serka 7 I 10 %

Jumlah 40··· .エセᄋセᄋ セQGZZPPセEセセj

Dari tabel 4.1 di atas dapat diketahui, bahwa jumlah keseluruhan subjek

sebanyak 40 orang terdiri dari delapan pangkat. Adapun subjek yang paling

banyak yang berpangkat Koptu sebanyak 11 orang (27,5 %) dan yang paling

sedikit yang berpangkat Sersan sebanyak 1 cang (2,5 %). Semua subjek

(58)

52

[image:58.521.57.416.148.489.2]

TabeI4.2.

Gambaran subjek berdasarkan usia

Rentang usia Frekuensi Prosentase

55 tahun 6 15 %

57 tahun 4 10 %

I

58 tahun 2 5%

59 tahun 2 5%

60tahun 6 15 %

61 t::lhun I

4 10 %

I 62 tahun 2 5%

63 tahun 2 5%

! 64 tahun 2 2% I

I

65lahun 1 2,5 %

I

f

-J

I 67tahun 2 5%

i--68tahun 2 5%

69 tahun 1 2,5 ufo

71 tahun 1 2,5 %

72tahun 1 2,5 % I

! JumlClh 4li 100%

Dari tabel 4.2 di atas dapat diketahul, bahwa subjek yang diteliti berusia

antara 55 - 72 tahun. Adapun subjek yang paling banyak usia 55, 60 tahun

yakni berjumlah 6 orang (15 %), sedangkan subjek paling sedikit usia 65, 69,

(59)

4.2.

Presentasi data dan Anaiisa Data

4.2.1. Uji instrumen penelitian

Berdasarkan uji instrumen penelitian diketahui bahwa hasil uji coba skala

Coping yang berjumlah 74 item disebarkan kepada 40 pensiunan ABRI Tangerang, maka diperoleh item valid sebanyak 39 item. Hanya data yang

valid saja yang kemudian dipakai sebagai data untuk penelitian sedangkan

item yang tidak valid sebanyak 35 item. Adapun pernyalaan yang favorable

sebanyak 24 item. Sedangkan pernyataan yang unfavorablepad a penelitian scbanyak 15 item, diperoleh hasil pada tabel sebagai berikut :

TabeI4.3.

Blue PrintSkala Coping penyesuaian diri

._..セN

Indikator Fav Unf Total!

-

Coping aktif 1,3,5,8,11 1 2,4,6,9,12 38

-

perencanaan 7,10,13,15 14,16,18

-

mengalihkan aktivitas 17,23,29, 1 19,22,28

lain 32,37 I

- coping pengendalian 20,25,31,34 24,27,30

-

mencari dukungan 21,26,36,38 33,35

sosial berupa bantuan

-

dukungan social 39,41,43 40,42,44 36

emosional

-

penilaian kembali 45,50,53,55 46,48,52

secara positif

-

penerimaan 47,51,57 54,56,58

I

penyangkalan 59,61,63,65, 60,62,64,

-70 , 71

-

kembali keajaran 66,68,49,72,

i

67,69,73

aqama 74

I

42 32 74

2 Emotional focused coping

Total

'---'-I NoT aウー・ォセ

(60)

TabeI4.4.

Blue PrintSkala Copingpenyesuaian diri setelah uji coba(Tryout)

54

No Aspek

=+=

Indik'ltor

r

Fav

hz.

Unf

Troial

i

1. Problem - Coping aktif i 1 3** 5* 8 i 38

focused

I

I

! I "

2,4,6,9**,

11 ** 1 12**

[

!

coping I Pere"canaan 17,10,13**, I 141618**

I-

i l , I

i

15* , I

I I

119**,22,28 i

-

mengalihkan aktivitas 1 17,23,29,

lain 32** 37**

[24**,27*,

I

I '

I

-

coping rengendalian I 20** 2531* 1

I

I l ' I

134 i 3(* I

I ,

I - mencari dukungan

i

21 **,26,36, 33,35 I

I

sosial berupa bantuan 138**

2 Emotional 1 - dukunga'l social !39** 41 ** 43* ' 40**,42**, 36

focused emosional

I

'

,

44** i

coping

-

penilaian kembali I 45** 50** 53 46**,48,52

I I "

secara pC"sitif ' 55

-

penenmaan 147 * 51 ** 57, , 154,56*,58*

-

peny'angkalari 59,6163*,65 60*,62,64, ,

,70* 171

-

kembali kedjaran 11:::3* 6849** 67**,69*,73

agama 1WRJセ ,74 '

Total 42 32 74

Keterangan:

** :valid pada tarat signifikansi 0,01

(61)

TabeI4.5.

Blue PrintSkala Copingpenyesuaian diri untuk Penelitian

No Aspek Indil\ator Fav Unf I Total

I

1. Problem

-

Coping aktif 1,2,4 3,5 18 I

I

focused

-

perencanaan 6,7 8

I

coping

-

mengalihkan aktivitas lain 15,17 9

I

-

coping pengendalian 10,14,16 12,13

,

I

I - mencari dukungan sosial 11,18

I

beruoa bantuan

2 Emotional

-

dukungan sosial emosional 19,21,23 20,22,24 21

I focused

-

penilaian kembali secara 75,29 26

I

coping I positif

I

I

-

penerimaan 27,30 31,32

-

penyangkalan 33,37 38

I

kembali keajaran 8CJama /28,34,39 ·35,36

-I

I

I

I

セi

Total

I

_...

MセMM

---24 15 39

_._--Setelah uji coba (Tryout), maka didapati 39 item yang dinyatakc:n valid yaitu [Jdda aspek problem focused coping spbanyak 18 item (Fav 12 dan Unf 6),

adapun pada aspek emotional focused coping sebanyak 21 item (Fav 12 dan

Unf 9).

Bedasarkan perhitungan reliabilitas dengan menggunakan formula Alpha

Croncbach, maka dihasilkan koefesien reliabelitas Alpha =0,735. Dalam hal ini, alat ukur skala coping penyesuaian diri pada pensiunan ABRI dapat

(62)

56

4.2.2. Analisis Aspek

Hasil penelitian berdasarkan pengelompokan pad a aspek coping yang lerdiri

dari dua aspek, yaitu aspek problem focused coping dan aspek emotional

focused coping didapati dalam tabel sebagai berikut:

TabeI4.4.

Pengelompokkan subyek berdasarkan aspek coping

Ka

tegori

I

Fre kuen-es-ei-+_P-er-e0,=s::-:e,::,-n=-=t",as-=..e--l

Problem focused copinSLJ_,_:::-19-;-_-t-_-;::4:::-7,-::,5:-;;0,=%-;-o

Emotion focused COPII:;]

I

21

i

URLUPELセ

Total ', LT_--'-40=----1[ 100.00%

I

Dari tabel di ataw, dapat diketahui bahwa pengelompokan subjek berdasarkan

aspek coping, Jidapati 19 orang \47,50 Ufo) menggunaKan problem focused

coping, sedangkan 21 orang (52,50 %) menggunakan emotional focused

coping Hal ini menunjukkan bahwa emotional focused coping lebih banyak

dipilih dibandingkan dengan problem focused coping dalam penyesuaian diri

subyek penelitian,

Hasil pengelompokan aspek coping di alas dapat diasumsikan bahwa,

kebanyakan pada pensiunan anggota ABRI melakukan coping penyesuaian

diri berpusat pad a emosi untuk meredakan ketegangan emosi yang dirasakan

(63)

Hasil pengelompokan indikatorcopingdi atas dapat diasumsikan bahwa,

kebanyakan pada pensiunan ABRI lebih banyak menggunakan dukungan

sosial emosional adalah usaha untuk mendapat dukungan mor,?l, simpati

atau pengertian dari orang lain. Sedangkan untukcoping pengendalian

adalah dimana keadaan individu untuk menahan diri, tidak bertlndak

(64)

BABS

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa coping penyesuaian diri pada pensiunan ABRI sebagai

berikut •

1. Cnping penyesuaian d

Gambar

Gambar 2.2.Bagan kerangka berfikir
Gambaran umum responden dalam penelitian ini berdasarKan pangkat, usia.
Gambaran subjek berdasarkan usia

Referensi

Dokumen terkait

[r]

&#34;elaku tim penyusun, kami berterima kasih kepada pihak- pihak yang telah membantu kami le#at &#34;elaku tim penyusun, kami berterima kasih kepada pihak- pihak yang telah

data hasil dari proses ekstraksi watermark yang disisipkan pada file host audio dengan cara menghitung jumlah persentase bit error atau salah dari hasil ekstraksi

Tujuan umum dari kegiatan KKN-PPM ini adalah secara umum untuk menciptakan lapangan usaha untuk pemuda produktif pada karang taruna Anak Krajan sehingga

Dalam kajian ini, pengkaji mengenal pasti ujaran yang mengandungi kesantunan bahasa dalam drama Zahira dan seterusnya menghuraikannya berdasarkan Prinsip Kesopanan yang

NAMA SISWA ASAL SEKOLAH NILAI.. AKHIR

Selain variasi konsentrasi Zn, pemilihan metode sintesis, perlakuan sintering, serta parameter sintesis seperti konsentrasi prekursor, konsentrasi kopresipitan, dan

Keaktifan siswa selama pembelajaran yang diukur dari keaktifan bertanya ataupun menjawab selama apersepsi, diskusi kelompok, presentasi kelas dan saat guru menyimpulkan pada