OLEH:
MUHAMAD IKHWANUDIN SUAEBI
102070026049
UlN
Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
COPING PENYESUAIAN DIRI PADA PENSIUNAN ABRI
Skripsi
Oiajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
MUHAMAD IKHWANUDIN SUAEBI NIM: 102070026049
Oi bawah Bimbingan
S. Evangeline, I. S, M. Psi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 30 Agustus 2007.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Psikologi.
Jakarta, 30 Agustus 2007
Sidang Munaqosyah
M.Si
Sekretaris Merangkap Anggota
Anggota:
Peng ji I
t
Pembim i 9 I
M.Si
M.Si
M.Si
MOTTO:
Reaksi terbaik bagi manusia ialah bekerja. Musibah terbesar adalah keputusasaan.
Keberanian terbesar ialah kesabaran. guru terbaik ialah pengalaman. modal terbesar ialah kemandirian.
(Ali bin Abi Thalib)
Kadang kala kita di lahirkan dalam keadaan fakir miskin dan sengsara,
karena tuhan menghendaki kita belajar bersemangat pantang mundur dan
Teruntuk Bapak dan Ibuku
tercinta
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi (B) Agustus 2007
(C) Muhamad Ikhwanudin Suaebi
(D) Coping Penyesuaian Diri pada Pensiunan Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI) Tangerang
(E) xiii + 63 + lampiran
Banyak orang yang takut menghadapi masa tua karena asumsinya jika sudah tua, maka fisik akan makin lemah, makin banyal< penyakit, cepat lupa, penampilan makin tidak menarik dan makin banyak hambatan lain yang membuat hidup makin terbatas. Proses menua atau dapat disebut sebagai masa lansia merupakan proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada :ansia. Coping merupakan suatu
usaha yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi tuntutan-tuntutan (baik eksternal maupun internal) dan sumber-sumber yang dianggap sebagai situasi yang filenekan, membebani atau penuh tekanan serta menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan yang terjadi
dilingkungan dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi dampak negatif stres.
Tujuan : mengetahui bagaimana strategi coping penyesuaian diri yang dilakukan oleh pensiunan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di Tangerang. Secara khusus. rumusan penelitian ini yaitu, bagaimana deskritif masing-masing aspekcoping yang terdiri dari : (1)
Problem Focused Coping meliputi coping aktif, perencanaan, supresi,
coping pengekangan, dukungan social. (2) Emotion Focused Coping
meliputi dukungan sosial emosional, reintrepretasi positif, penerimaan, penyangkalan, dan kembali keajaran agama.
Metode : pendekatan kuantitatif dengan metode deskripsi, coping
penyesuaian diri.
Sampel : pensiunan Angkatan Bersenjata Reoublik Indonesia (ABRI)
Jatiuwung-Tangerang, dengan mGnggunakan teknikpurposive
40 subjek didapati hasil koefesien reliabelitasAlpha =0,735, artinya penelitian yang dilakukan menunjukkan reliabel. sedangkan untuk
analisa aspek untuk mencari gambaran bahwaproblem focus coping
menunjukan (47.5%) dan emotional focus coping menunjukan (52.5)%.
Sedangkan untuk pengelompokan subjek berdasarkan indikator bahwa
pensiunan ABRllebih menggunakan indikatorcoping pengendalian
yang didapati (15,325) dan indikator dukungan sosial emosional didapati (17,775).
Kesimpulan : Dengan melihat hasil aspek bahwa pensiunan ABRI
menggunakan emotional focus coping. Sedangkan indikator
menggunakan dukungan sosial emosional.
Saran: 1. Bagi para peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti dampak dan strategi coping yang dilaKukan pada masa pensiun dangan didukung alat pengul<ur atau skala dan menguji dengan
mengaitkan dengan varibel lain. 2. Disarankan pula bagi peneliti untuk menggunakan sampel penelitian pada para pensiunan pekerja swasta sebagai alasan lebih kepada jaminan tunjangan masa pensiun yang lebih beragam.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayahnya. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. keluarganya, sahabatnya dan umatnya yang setia hingga akhir jaman.
Berbagai kendala mulai dari awal pemilihan judul, yakni dalam merumuskan latar belakang masalah penelitian yang membutuhkan banyak waktu dan pikiran, hingga pada penelitian lapangan yang banyak membutuhkan tenaga dan materi dalam penyebaran angket penelitian, membuat penulis merasa sang at bahagia setelah skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya
walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Maka dengan ini, penulis merasa bersyukur kepada Allah Swt, dan mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut memberikan kontribusi dalam pengerjaan skripsi ini,
diantaranya :
1. Oekan Fakultas Psikologi juga sebagai dosen Pembimbing I Ibu Ora. Hj. Netty Hartati,M. Si., Pudek Fakultas Psiko!ogi Ibu Ora. Hj. Zahrotun Nihayah, M Si. Beserta civitas akademika Fakultas Psikologi.
2. Ibu S. Evangeline, I.S, M. Psi. selaku dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu, pengalaman dan semangatnya yang cukup besar dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Firdaus Kasmi, MA. selaku dosen penasehat akademik yang
telah me!l1berikan semangat, perhatian dan doa.
4. Kedua orang tua tercinta Bapak Saelandan Ibu Suaebah yang
memberikan kasih sayang yang tulus dan ikhlas serta yang terbaik bagi penulis. Terima kasih, ya Allah lindungilah dan sayangi!ah kedua
orangtuaku, Amin.
5. Kakakku yang tercinta Ina Oesiana dan Adik-adikku Haris, Bambang
yang telah memberikan motivasi.
6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengalaman
dan ilmunya pada penulis, seluruh staff dan karyawan Bu syariah yang banyak membantu saya.
7. Pakde Oirman, Pa Bugiman dan Mas Ari terima kasih yang telah
meluangkan waktu dan mengijinkan penelitian.
8. Para pensiunan ABRI yang telah bersedia berpartisipasi dalarn penulisan skripsi ini, terirna kasih telah meluangkan waktunya.
9. s。ィ。「。エセウ。ィ。「。エォオ yang terbaik yang telah banyak mernbantu penulis
entep, Otoy, Isom dan Aim usup, semoga persahabatan kita tetap terjciga selalu.
11. rerima kasih sudara-sudaraku Apid dan Mita yang telah meminjamkan Printernya selama penulis mengerjakan skripsi.
Singkatnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak dengan tidak mengurangi rasa hormat sedikit pun yang telah membantu baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, kritik dan saran menjadi hal yang urgen bagi penulis guna memacu dan memotivasi penulis kedepan.
Jakarta, Agustus 2007
Penulis
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 13-40
2.1. Pensiun 13
2.1.1. Pengertian pensiun 13
2.1.2. Jenis pensiun 15
2.1.3. Pensiun dan dampak... 16
2.2. coping 16
2.2.1. Pengertian coping... 16
2.2.2. Tujuan dan fungsi coping 20
2.2.3. Jenis coping 20
2.2.4. Faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis
strategi coping... 23
2.3. Penyesuaian diri... 26
2.3.1. Pengertian penyesuaian diri 26
2.3.2. Penyesuaian diri yang efektif... 29 2.3.3. Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri... 32
2.4. Coping penyesuaian diri pada pensiunan 36
2.5. Kerangka berfikir 38
BAB 3 METODE PENELITIAN .41-51
3.1. Jenis Penelitian 41
3.1.1. Pendekatan penelitian 41
3.2.2. Teknik pengambilan sampel 45
3.3. Pengumpulan Data 45
3.4. Teknik Uji Instrumen 47
3.4.1. Uji validitas skala 48
3.4.2. Uji reliabelitas skala 48
3.5. Tahapan Penelitian 49
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 51-58
4.1. Gambaran Umum Responden 51
4.2. Presentasi dan Analisa Data 53
4.2.1. Uji instrumer. penelitian 53
4.2.2. Analisis aspek 56
4.2.3. Analisis indikaior variabel ., ,. '" 57
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 59-62
5.1. Kesimpulan... 59
5.2. Diskusi.. 59
5.3. Saran 62
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1. Skala likert 46
2. Tabel 3.2. Blue print skala coping ..47
3. Tabel 3.3. Reliabilitas ..49
4. Tabel 4.1. Prosentase pangkat... 52
5. TabeI4.2. Prosentase usia 53
6. Tabel 4.3. Skala coping 54
7. Tabel 4.4. Skala coping (Tryout) 55
8. Tabel 4.5. Skala coping (Penelilian) 56
9. Tabel 4.6. Analisis aspek 57
1.1. Latar Belakang
Banyak orang yang takut menghadapi masa tua karena asumsinya jika sudah
tua, maka fisik akan makin lemah, makin banyak penyakit, cepat lupa,
penampilan makin tidak menarik dan makin banyak hambatan lain yang
membuat hidup makin terbatas. Proses menua atau dapat disebut sebagai
masa lansia merupakan proses alami yang disertai dengan adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi
satu sama lain. Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Sri Kuncoro (2002) mengatakan, bahwa setelah orang memasuki masa
lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis
berganda, misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput,
gigi makin rontok, tulang makin rapuh dan sebagainya. Secara umum kondisi
fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan
2
kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial yang selanjulnya dapal
menyebabkan sualu keadaan kelerganlungan kepada orang lain.
Sri kuncoro (2002) menambahkan bahwa pada masa lansia selain
menimbulkan gangguan di alas, juga mengalami penurunan fungsi kognilif
dan psikomolor. Fungsi kognilif melipuli proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan
reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Semenlara fungsi
psikomolorik (konalif) melipuli hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperli gerakan, lindakan, koordinasi yang berakibal pada usia
lansia menjadi kurang cekalan, dengan adanya penurunan kedua fungsi
lersebul, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkailan
dengan keadaan kepribadian lansia.
Perubahan ini lenlunya berakibal pada lurunnya produklivilas kerja, maka
pada kondisi inilah mengharuskan seseorang unluk mengurangi bahkan
meninggalkan aklivilas kerjanya alau dengan kala lain mengambil pensiun
dari pekerjaannya. Pensiun memang membawa konsekuensi bagi individu
yang menjalaninya, selelah pensiun lerdapal perubahan rulinilas dalam
kehidupan individu, mulai munculnya keluhan fisik, adanya kecemasan pada
hal-hal baru, depresi dan sering mengeluh pada lingkungan merupakan sualu
pensiun. Hal ini dapat disebabkan karena individu tersebut merasa
kehilangan kekuasaan yang diberikan oleh tempat individu tersebut bekerja
dan juga kurang dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru
(Fransisca, dkk dalam www.psikologi-untar.com). Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari
tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun
sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,
kegiatan, status dan harga diri.
Jacinta F. Rini (2001) dalam team e-psikologi.com, mengatakan bahwa
pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan
sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas
karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Dalam
era modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor
terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan dan
memperkuat harga diri). Oleh karenanya, sering terjadi orang yang pensiun
bukannya bisa menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya, ada
yang justru mengalami problem serius (kejiwaan atau pun fisik). Jacinta F.
Rini (2001) menggambarkan tentang kondisi saat masa pensiun sebagai
berikut: (1). penurunan kesehatan tidak disebabkan secara langsung oleh
pensiun, melainkan oleh problem kesehatan yang sebelumnya (sudah)
4
berkurangnya beban tekanan yang harus dihadapi (3). masyarakat mulai
memandang bahwa masa pensiun sebenarnya masa yang penuh
kesempatan menarik (4). kemungkinan untuk bersantai berkurang karena
waktu cenderung tersita untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga (5).
kepuasan perkawinan tidak secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi
pensiun yang dialami (6). akan lebih banyak waktu dan kesempatan
kebersamaan bagi keluarga/pasangan (7). pengalokasian ke rumah jompo,
meninggalnya pasangan, penyakit serius serta adanya cacat tertentu
biasanya menyebabkan perubahan gaya hidup yang drastis
Masa pensiun merupakan masa-masa yang dapat memunculkan
permasalahan psikologis bagi mereka yang akan menjalaninya. Hal ini
disebabkan karena pada saat seseorang menjalani masa pensiun,
memerlukan penyesuaian terhadap perubahan pekerjaan seperti
meninggalkan status, kedudukan, fasilitas-fasilitas yang dimilikinya, dan
tentunya juga perubahan penurunan dalam penghasilan. Pendapat senada
dikatakan oleh Schwartz (dalam Hurlock, 1997), bahwa pensiun dapat
merupakan akhir pol a hidup atau masa transisi kepola hidup baru. Pensiun
selalu menyangkut perubahan peran, nilai dan perubahan pola hidup individu
secara menyeluruh. Artinya pada masa pensiun orang akan melakukan
Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi kesehatan
mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai
kebahagian dalam hidupnya, karena ketidak mampuan dalam menyesuaikan
diri, baik dalam kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam
masyarakat pada umumnya. Tak jarang pula banyak orang-orang mengalami
stress dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka dalam penyesuaian
diri dengan kondisi yang penuh dengan tekanan. Penyesuaian diri individu
tak terlepas dari kebutuhan dan tuntutan untuk diri sendiri dan lingkungannya.
Maka, muncul suatu mekanisme penyesuaian seperti mekanisme pertahanan
diri dan mekanisme penyelesaian masalah (coping mechanism) (Heru
Suprapto dalam www.psikologLnetlartikel).
Kebanyakan orang yang pada masa pensiun melakukan peralihan diri
dengan melakukan akitivitas-aktivitas lain yang dapat membuat dirinya
merasa tidak kesepian, ketergantungan dan kekurangan seperti melibatkan
dirinya pada perkumpulan-perkumpulan atau majlis ta'lim dan sebagainya.
Jacinta F. Rini (dalam team e-psikologLcom) mengatakan bahwa status
sosial juga berpengaruh terhadap kemampuan seseorang pada masa
pensiunnya. Jika semasa kerja ia mempunyai status sosial tertentu sebagai
hasil dari prestasi dan kerja keras (sehingga mendapatkan penghargaan dan
6
memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik (karena konsep diri yang
positif dan sosial network yang baik). Namun jika status sosial itu didapat
bukan murni dari hasH jerih payah prestasinya (misalnya lebih karena politis
dan uang/harta) maka orang itu justru cenderung mengalami kesulitan saat
menghadapi pensiun karena begitu pensiun, maka kebanggaan dirinya
lenyap sejalan dengan hilangnya atribut dan fasHitas yang menempel pada
dirinya selama ia masih bekerja.
Gambaran di atas juga dirasakan pada pensiunan anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRIl. dimana pada masa-masa ini banyak
perubahan-perubahan yang dialami anggota ABRI, seperti perubahan peran
dan perilaku. Perubahan peran seorang anggota ABRI, yang tadinya memiliki
peran penting dalam tugas dan kewajibannya, tiba-tiba berkurang bahkan
hilang disebabkan karena telah memasuki masa pensiun. Kondisi ini tentunya
berdampak pada pola perilakunya sehari-hari, misalnya saja pada
penyesuaian dirinya baik dalam suasana kerja atau lingkungan lainnya
(keluarga dan masyarakat), apalagi pada pensiunan ABRllingkup
pekerjaannya memiliki perbedaan dengan pekerjaan lainnya. Dimana,
anggota ABRI bekerja lebih ban yak dHapangan dan tidak menetap serta
penuh dengan kedisiplinan. Perbedaaan tersebut diduga membuat pensiunan
anggota ABRI mengalami dampak psikologis yang cukup serius, seperti
dialaminya. Ditambah lagi persepsinya yang menganggap dirinya sudah
merasa lemah dan tidak kuat lagi seperti muda dulu (self image negatif).
Tentunya kondisi ini juga membawa dampak negatif terhadap hubungan
interpersonalnya terutama bagi mereka yang lebih muda, misalnya kurangnya
kepercayaan diri. Namun, bisa jadi hubungan interpersonalnya bertambah
baik terhadap mereka yang juga sama memasuki pensiunan.
Perubahan yang dialami oleh pensiunan ABRI di atas memang membutuhkan
penyesuaian-penyesuian terhadap kondisi yang baru dialaminya. Karena bagi
mereka yang mampu menyesuaikan kondisi tersebut tidak akah mengalami
gangguan psikologis yang digambarkan di atas, tetapi justru mereka malah
bisa membangun suasana yang lebih baik lagi, satu contoh mereka akan
mengkonsentrasikan kemampuan yang dimilikinya, entah membuka usaha
sendiri atau melibatkan dirinya dengan kesibukan-kesibukan lainnya seperti
mengikuti perkumpulan pensiun anggota ABRI, masuk dalam politik praktis,
majlis ta'lim, mambaur dalam masyarakat dan sebagainya.
Berdasarkan penjelasan tentang di atas, penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai coping penyesuaian diri pada pensiunan
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), serta mencoba mencari
gambaran copingpenyesuaian diri pada pensiunan Angkatan Bersenjata
8
1.2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan lalar belakang masalah di alas, maka penulis lelah
mengidenlifikasi permasalahan yang ada menjadi :
1. Masalah psikologis apa saja yang dialami oleh pensiunan Angkalan
Bersenjala Republik Indonesia (ABRI)?
2. Bagaimana coping yang dilakukan pensiunan Angkalan Bersenjala
Republik Indonesia (ABRI) unluk menyesuaikan diri mengalasi masalah
psikologis lersebul? .
3. Copingapa yang dilakukan unluk menyesuaikan diri oleh pensiunan Angkalan Bersenjala Republik Indonesia (ABRI)?
4. Faktor apa yang mempengaruhi pensiunan Angkalan Bersenjala Republik
Indonesia (ABRI) dalam melakukan coping penyesuaian dirinya?
1.3.
Pembatasan dan perumusan masalah
1.3.1. Pembatasan masalah
Dalam penelilian kali ini, peneliti membalasi masalah penelilian pada:
a. Dalam penelitian ini coping diartikan hal yang dilakukan individu unluk mengalasi luntulan yang dirasakan lidak menyenangkan alau menekan.
Adapun aspek-aspek copingyang diukur dalam penelitian ini,
menggunakan pengertian yang lelah dijelaskan oleh Smet (1994) yailu:
coping pengendalian, dukungan sosial. (2) Emotional focused coping
meliputi dukungan sosial emosional, reintrepretasi positif, penerimaan,
penyangkalan, dan kembali keajaran agama.
b. Penyesuaian diri dalam penelitian ini diartikan, bagaimana seseorang
bertingkah laku dengan cara tertentu, dengan melibatkan rekonsiliasi
tuntutan personal dan lingkungan. Adapun aspek atau dimensi yang
diukur, sesuai dengan penjelasan Haber dan Runyon (1984), yaitu: (1).
Persepsi yang tepat mengenai kenyataan (2). Kemampuan untuk
menghadapi stress kecemasan (3). Self-imageyang positif (4).
Kemampuan untuk mengekspresikan perasaan (5) Hubungan
interpersonal yang baik.
c. Pensiunan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dalam
penelitian ini adalah yang berpangkat Prajurit dari kesatuan batalyon
bertempat di Tangerang.
1.3.2. Perumusan masalah
10
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
Untuk mengetahui bagaimana strategi coping penyesuaian diri yang
dilakukan oleh pensiunan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di
Tanggerang.
1.4.2. Manfaat penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan ini, peneliti berharap hasilnya dapat
diaplikasikan secara teoritis maupun praktis.
• Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dari teori psikologi pada umumnya dan pikologi klinis pada
khususnya.
• Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
masukan bagi peneliti untuk dapat dijadikan suatu informasi dan data
yang aktual.
1.5. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini mengacu kepada APA(American
penyusunan dan penulisan skripsi Fakultas Psikologi UINJakarta. Secara
keseluruhan skripsi ini ditulis dalam 5 bab yaitu :
Bab 1 Pendahuluan
Pada bab ini terbagi pada beberapa bagian, yaitu Latar Belakang Penelitian,
Permasalahan Penelitian, Tujuan dan Manfaat Penelitian serta Sistematika
Penulisan.
Bab 2 Kajian Pustaka
Dalam bab ini, dilakukan penguraian tentang landasan teari yang digunakan
sebagai dasar penelitian. Yaitu teori tentang coping, teori penyesuaian diri dan pensiunan, kerangka berfikir.
Bab 3 Metode Penelitian
Pada bagian ini penulis membagi kedalam beberapa bagian, diantaranya
pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, sUbjek penelitian yang
terbagi menjadi karakteristik dan jumlah subjek penelitian, instrumen
pengumpul data, prosedur pengumpulan data dan terakhir adalah analisa
12
Bab 4 Hasil Penelitian
Pada bab ini penulis akan memberikan gambaran umum penelitian dan hasil
utama penelitian.
Bab 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dari penelitian yang telah
Pendapat senada dikatakan oleh Turner& Helms (1987), pensiun berarti
berakhirnya pekerjaan yang formal dan permulaan suatu peran baru dalam
hidup, dimana ia mempunyai harapan tingkah laku tersendiri dan
membutuhkan adanya pendefinisian kembali identitas diri. Batasan ini
menekankan pada pentingnya seseorang menentukan harapan-harapan
akan tingkah laku tersendiri dan membutuhkan adanya pendefinisian kembali
identitas diri setelah pensiun. Hal ini disebabkan karena secara langsung
atau pun tidak langsung pensiun akan mempengaruhi pola hidup pensiunan
atau dapat dikatakan bahwa pada masa pensiun terjadi perubahan dari pola
hidup yang lama ketika seseorang masih bekerja menjadi pola hidup yang
baru setelah dia berhenti bekerja.
Perubahan dari status aktif bekerja kepada status pensiun adalah perubahan
yang cukup drastis. Kemampun penyesuaian diri akan teruji pada masa ini
dan ternyata didapatkan hasil bahwa semakin individu yakin dengan apa
yang ada pada dirinya serta memiliki penyesuaian diri yang baik maka
semakin kecil kecenderungan individu untuk mengalami kecemasan.
Berdasarkan penjelasaan di atas, maka penulis secara sederhana
menyimpulkan, pensiun sebagai periode krisis yang memberikan
konsekuensi positif ataupun negalif serta telah memiliki batas waktu secara
15
oleh perubahan usia dan kesehatan, dimana ia mempunyai harapan tingkah
laku tersendiri dan membutuhkan adanya pendefinisian kembali identitas
dirinya.
2.1.1. Jenis-jenis Pensiun
Hurlock (1980) membagi jenis-jenis pensiun menjadi dua macam yaitu
sebagai berikut :
1) Early retirement(pensiun dini).
Pensiun dini, biasanya terjadi sebelum masa pensiun yang telah
ditetapkan tiba. Pekerja yang lebih memilih pensiun dini atas keinginan
sendiri biasanya akan lebih mudah menyesuaikan diri pada masa pensiun
dan merasa lebih puas dengan kehidupan mereka di masa pensiun.
2) Compulsory retirement(pensiun tepat waktu).
Organisasi dimana individu bekerja menetapkan batasan usia, dimana
semua karyawan harus pensiun pada usia yang telah ditentukan, tanpa
memperhatikan apakah mereka bersedia atau tidak. Pekerja yang memilih
untuk tetap bekerja tetapi sebenarnya sudah waktunya untuk pensiun,
seringkali kurang termotivasi untuk membuat penyesuaian yang baik
terhadap pensiun yang akan dihadapinya dan mempengaruhi keadaan
psikologis maupun fisiko Ketika penyesuaian terhadap masa pensiun
menjadi buruk akan menimbulkan stress, dan menyebabkan pensiunan
2.1.3. Pensiun dan dampaknya
Oadang Hawari (1988), mengatakan bahwa orang yang kehilangan
pekerjaan/jabatan (pensiun) akan merasa depresi, karena kehilangan
sesuatu itulah ia akan merasa cemas menghadapi masa depannya.
Hilangnya rasa aman dan jaminan masa depan menyebabkan seseorang
jatuh dalam kecemasan dan depresi disertai dengan keluhan-keluhan di
bidang organ-organ tubuh lainnya. Oitambahkan Oadang Hawari (1988),
bahwa orang yang kehilangan pekerjaan/jabatan itu sendiri, melainkan
terlebih lagi pada perubahan pola kehidupannya sehari-hari. Orang yang
biasa setiap hari pergi bekerja, kemudian harus tinggal dirumah dan
menganggur, maka kondisi yang demikianlah yang dapat menjadikan
seseorang jatuh dalam gangguan kejiwaan, misalnya kecemasan, depresi
dengan segala manifestasinya pada fungsi organ-organ tubuh lainnya.
2.2.
Coping
2.2.1. Pengertian coping
Chaplin (2004) mengartikan copingadalah sebagai upaya atau usaha yang
dilakukan oleh individu dalam mengatasi stressor yang terjadi akibat adanya
permasalahan yang diahadapi. Chaplin (2004), menambahkan dalam istilah
dengan Iingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan sesuatu tugas
dengan masalah.
Sarafino (1998) mengartikan, coping merupakan suatu usaha yang dilakukan
oleh individu untuk mengatasi ketidak sesuaian antara tuntutan dari
Iingkungan dengan sumber daya yang dimiliki individu sehingga dapat
mengurangi dampak negatif dari situasi stres yang ada.
Menurut Lazarus & Launier (dalam Taylor 1999) memberikan definisi yang
tidak jauh berbeda yakni bahwa coping mengacu pada usaha antara tindakan
dan intra fisik untuk mengatasi (memperbesar, mentoleransi, mengurangi dan
memperkecil) lingkungan dan tindakan dari dalam serta konflik yang terjadi
didalamnya.
Menurut Lazarus (1976), pengertian perilakucoping pada dasarnya bisa
diekuivalensikan dengan penyesuaian diri, keduanya merupakan suatu reaksi
atau respon terhadap tekanan yang muncul. Perbedaan yang cukup
mendasar diantara keduanya adalah, bahwa penyesuaian mengandung arti
yang lebih luas, karena reaksi yang dimunculkan merupakan respon terhadap
tekanan yang muncul dari dalam diri maupun lingkungan seseorang,
sementara perilaku coping muncul sebagai mengatasi tuntutan yang
dilakukan oleh individu untuk menghadapi tuntutan internal maupun eksternal
yang dirasakan mengancam atau melebihi kemampuan yang dimiliki oleh
individu.
Harber & Runyon (1984) mengatakan kegiatan-kegiatan dalam perilaku
coping dengan menyatakan bahwa dalam suatu mekanisme copingjuga dilibatkan kemampuan-kemampuan khas individu seperti berfikir, persepsi,
ingatan, pemerosesan informasi, perasaan, pembelajaran, dan sebagainya
Menurut taylor (1999) mengemukakan copingdipandang sebagai suatu
proses akan didahului oleh peristiwa yang penuh dengan stress yang
dihadapi oleh individu. Penafsiran dan penilaian terhadap sumber stress
selanjutnya akan diikuti oleh respon coping dan strateginya, dalam hal ini
faktor internal dan eksternal mempengaruhi dalam pembentukan respon
coping dan strateginya. Proses selanjutnya adalah tahapan mengurangi bahaya, toleransi dan penyesuaian terhadap peristiwa-peristiwa negatif
Sumber Kesukaran dan Kesulitan Eksternal
Uang dan Dukungan Stressor Kehidupan,
Waktu Sosial pristiwa daJam hidup
I
eristiwa
...
Penafsiranf----.
Responsf-
TugasCoping:...
Hasil Copingang penuh dan Copingdan • mengurangi • fungsi
engan Interprestasi Strategi bahaya yang coping
ress terhadap Pemecahan datang. • resume
stressor. MasaJah • penyesuaian untuk
• menghindari terhadap penggunaan
bahaya bahaya yang aklifitas
• eva/uasi negatif
,
I
Penggunaan Gaya Coping Seleksi terhadap pengaruh kepribadian, terhadap respon copingdan strateginyaSumber Kesukaran dan Kesulitan internal
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka penulis menyimpulkan secara
sederhana, coping merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh individu
untuk mengatasi tuntutan-tuntutan (baik eksternal maupun internal) dan
sumber-sumber yang dianggap sebagai situasi yang menekan, membebani
atau penuh tekanan serla menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan
yang terjadi dilingkungan dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki
2.2.2. Tujuan dan Fungsi coping
Cohen & Lazarus (dalam Taylor 1999) merumuskan usaha copingterpusat pada lima tujuan utama, antara lain adalah:
a. Untuk mengurangi kondisi-kondisi lingkungan yang menyakitkan dan
memperbesar kemungkinan prospek penyembuhan.
b. Untuk mentoleransi atau menyesuaikan diri pada peristiwa atau
kenyataan yang tidak menyenangkan.
C. Untuk memelihara image diri yang positif.
d. l)ntuk mempertahankan keseimbangan emosional.
e. Untuk melanjutkan hubungan sosial yang memuaskan dengan orang lain.
2.2.3. Jenis-jenis Coping
Lazarus dan Folkman (dalam Smet, 1994) secara umum menggolongkan dua
strategi coping yang biasanya digunakan oleh individu ketika menghadapi
stress yaitu :
a. Problem focused coping (coping terpusat pada masalah) merupakan usaha individu untuk menghadapi langsung, mencari sumber stress,
mengubah lingkungan yang menyebabkan stress, berusaha untuk
menyelesaikan masalah sehingga pada akhirnya stress berkurang atau
21
Jenis Problem focused coping terbagi lima yaitu :
(1) Active coping (coping aktif), merupakan proses pengambilan langkah aktif yang mencoba untuk memindahkan atau menghilangkan sumber
stress dan mengurangi akibat yang ditimbulkan.
(2) Planning (perencanaan), merupakan proses memikirkan upaya yang dapat dilakukan untuk menghadapi stressor
(3) Supression ofCompeting activies(mengalihkan aktivitas lain), merupakan usaha untuk mengesampingkan hal-hal lain yang dapat
mengganggu konsentrasi individu ketika menghadapi stress atau
bahkan membiarkan hal tersebut tanpa memberikan perhatian.
(4) Restraint coping (copingpengendalian diri), suatu keadaan dimana individu menahan diri, tidak bertindak tergesa-gesa dan menunggu
sampai kesempatan yang baik untuk bertindak tiba.
(5) Seeking social support for instrumental reason (mencari dukungan sosial berupa bantuan).Merupakan usaha individu untuk mencari
dukungan sosial dari teman dan keluarga dalam bentuk nasehat,
bantuan dan informasi yang mungkin dapat memberikan insight
individu untuk mengatasi masalah.
b. Emotional focused coping (coping berpusat pada emosional) usaha untuk meredakan ketegangan emosi yang dirasakan sehubungan dengan stress
(5) turning to religion (kembali ke agama), bentuk strategi coping ini ditemukan cukup berperan bagi kebanyakan orang umunya individu
berpaling kepada agama.
2.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis strategi coping
Faktor yang mempengaruhi strategi mana yang paling banyak atau sering
digunakan oleh indivdu sangat tergantung pada kepribadian dan sejauhmana
tingkat stress dari suatu kondisi masalah yang dialami. Syamsu Yusuf (2004)
mengatakan beberapa faktor yang mempengaruhi strategi coping,
diantaranya:
1. Dukungan sosial
Dukungan sosial dapat diartikan sebagai pemberian bantuan atau
pertolongan terhadap seseorang yang mengalami stress dari orang lain
yang memiliki hubungan dekat (saudara atau temen). House
mengemukakan (dalam Yusuf 2004) bahwa dukungan social memiliki
empat fungsi, yaitu sebagai berikut:
a.
Emotional support, yang meliputi pemberian curahan kasih sayang, perhatian, dan kepedulian.b. Appraisal support, yang meliputi bantuan orang lain untuk menilai dan mengembangkan kesadaran akan masalah yang dihadapi, termasuk
usaha-usaha untuk mengklarifikasikan hakikat masalah tersebut, dan
24
c. Informational suppori, yang meliputi nasihat dan diskusi tentang bagaimana mengatasi atau memecahkan masalah.
d. Instrument suppori, yang meliputi bantuan material, seperti
memberikan tempat tinggal, meminjamkan uang dan berkunjung ke
biro layanan sosial.
2. Kepribadian
Tipe atau karakteristik kepribadian seseorang mempunyai pengaruh yang
cukup berarti terhadap coping atau usaha dalam mengatasi stress yang
dihadapL Oi antara tipe atau karakteristik kepribadian tersebut adalah
sebagai berikut :
a.
Hardiness (ketabahan)Hardiness ini dapat diartikan sebagai tipe kepribadian yang ditandai
dengan sikap komitmen, internal locus of control, dan kesadaran akan tantangan.
b. Humoris
Orang yang senang humor cenderung lebih toleran dalam menghadapi
situasi stress dari pada orang yang tidak senang humor (seperti orang
yang besikap kaku dingin, pemurung atau pemarah).
Oengan kata lain Zainun Mu'tadin (2002) dalam www.e-psikologLcom, juga
menjelaskan cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan
keterampilan memecahkan masalah, keterampHan sosial dan dukungan
sosial dan materi.
a. I<esehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup
besar
b. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib (eksternallocus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan
menurunkan kemampuan strategi coping tipe :problem-solving focused
coping
c. KeterampHan Memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk
menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif
tersebut sehubungan dengan hasH yang ingin dicapai, dan pada akhirnya
melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepa!.
d. KeterampHan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nHai sosial
e. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota
keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya
f. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang atau layanan
yang biasanya dapat dibeli.
2.3.
Penyesuaian Diri
2.3.1. Pengertian penyesuaian diri
Menurut Kartini Kartono (dalam Djuhari, 1998)adjustmentberarti adaptasi atau penyesuaian diri. Dalam kamus besar bahasa Indonesia pun kata
adjusmentdan adaptationdapat diartikan penyesuaian diri. Lazarus (1976) mengatakan kata adaptation lebih tertuju pada struktur biologis dan proses
survival dari spesies, sedangkan kata adjusmentmenekankan pada usaha
individu untuk mempertahankan diri dalam lingkungan sosial dan fisiko
"...The individual struggle to get along or survive in his or her social and physical environment".
26
Penyesuaian diri didefinisikan oleh Wolman (Atwater, 1983) sebagai variasi
dan perubahan tingkah laku yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan
yang harmonis dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Rathus & Navid
(1983) penyesuaian diri adalah adaptation, yaitu prilaku yang memungkinkan
untuk dapat memenuhi permintaan-permintaan dari lingkungan. Istilah
penyesuaian diri digunakan oleh psikolog. Oi dalam penyesuaian diri terdapat
dua macam peroses, yaitu dimana seseorang menyesuaikan diri dengan
keadaan-keadaan yang ada, ataupun mengubah keadaan agar sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhan seseorang.
Harber & Runyon (1994) mendefinisikan penyesuaian diri bukan merupakan
sesuatu keadaan, melainkan proses berkelanjutan selama hidup.
Berdasarkan konsep proses tersebut, maka penyesuaian diri yang efektif
terukur dengan cara melihat bagaimana seseorang mengatasi keadaan yang
selalu berubah.
Harber & Runyon menambahkan (dalam Atwater, 1983) menyatakan bahwa
istilah penyesuaian diri dipergunakan dalam berbagai cara penyesuaian diri
dapat berarti menjadi terbiasa dengan atau belajar untuk hidup dengan.
Menjadi terbiasa dengan keadaan-keadaan tertentu dapat menjadi
penyesuaian diri yang efektif ketika lingkungan sosial sulit untuk diubah.
Oisini penyesuaian diri merujuk pada ciri-ciri bahwa seseorang harus
yang efektif merupakan penerimaan keterbatasan yang tidak dapat diubah
manakala memodifikasi secara aktif dapat dilakukan.
Sementara itu menurut Mustahfa Fahmi (dalam Zakiah Daradjat, 1982)
peroses penyesuaian diri adalah dinamika yang bertujuan mengubah
kelakuan agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan
lingkungannya.
Sedangkan Feldman (1989) mengatakan bahwa, disadari atau tidak,
penyesuaian diri memainkan peranan penting di dalam eksistensi setiap
orang, seperti kita mencari tempat di dunia dan makna dibalik
kegiatan-kegiatan sehari-hari.
"... the efforts of people make to meet the demands and challenges placed upon them by the world in which they live ....".
28
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan secara sederhana
bahwa penyesuaian diri merupakan sebuah proses psikologis, yang
dilakukan untuk memenuhi permintaan-permintaan dari lingkungan atau
dalam menghadapi berbagai masalah yang terus berubah selama hidup dan
menjadikan perubahan-perubahan atau kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan kepuasan dalam hubungannya dengan orang lain dan juga
2.3.2. Penyesuaian diri yang efektif
Menurut Haber & Runyon (1984), terdapat beberapa karakteristik yang
digunakan untuk menilai apakah penyesuaian diri seseorang dapat dikatakan
efektif, yaitu:
1. Persepsi yang tepat mengenai kenyataan
Ketepatan persepsi seseorang mengenai kenyataan ditandai dengan
kemampuan untuk mengetahui konsekuensi dari setiap tindakannya.
Dengan persepsi yang tepat akan kenyataan, seseorang akan mampu
menentukan tingkah laku yang sesuai dengan konsekuensinya. Indicator
lain dari ketepatan persepsi akan kenyataan adalah adanya tujuan yang
realistik dan sesuai dengan keadaan dirinya.
2. Kemampuan untuk menghadapi stress kecemasan
Stress dan kecemasan merupakan hal yang sering mengganggu
kehidupan seseorang. Penyesuaian diri yang efektif adalah apabila
seseorang mampu mengatasi kecemasan dan stress ini dengan cara
membuat tujuan jangka pendek lebih yang lebih mudah dicapai sehingga
timbul perasaan puas dan bahagia. Bila tujuan ini tercapai maka individu
akan menjadi puas, bila tidak tercapai maka akan menjadi kecewa dan
cemas.
3. Self-imageyang positif
Diri seseorang terdiri dari dua hal, yaitu konsep yang ia sendiri percayai
30
orang lain. Kedua hal inilah yang kemudian menjadi bahan penilaian dari
kualitas penyesuaian diri seseorang. Ketika pemahaman akan diri sendiri
sejalan dengan konsep yang dimiliki oleh orang lain, penyesuain diri
seseorang dapat dikatakan memuaskan dan sebaliknya. Self-image yang
positif memang penting bagi penyesuain diri yang efektif tetapi tidak
berarti melupakan kenyataan yang ada. Untuk memiliki Self-image yang
positif seseorang harus menyadari baik kelebihan maupun
kekurangannya sehingga dapat mengetahui potensi yang dimiliki.
4. Kemampuan untuk mengekspresikan perasaan
Orang yang sehat secara emosional mampu mengekspresikan
perasaanya dengan cara yang realistik dan dapat dikontrol. Selain itu,
ekspresi perasaan yang ditunjukan juga harus sesuai dengan situasi dan
kondisi yang sedang dihadapi serta tidak merugikan orang lain.
5. Hubungan interpersonal yang baik
Setiap orang mengingunkan hubungan yang memuaskan dengan orang
lain untuk membuat hidupnya lebih bermakna. Orang yang memiliki
penyesuaian diri yang baik memiliki keterlibatan dan keintiman yang
cukup kuat dengan orang lain. Mereka merasa kompeten dan nyaman
terhadap hubungannya dengan orang lain dengan tetap menyadari bahwa
dalam setiap hubungan terdapat kemungkinan terjadi hal yang
Haber & Runyon (1984), mengatakan penyesuaian diri yang efektif terjadi
ketika seseorang dapat menerima keterbatasan yang tidak dapat diubah dan
senantiasa memodifikasi keadaan yang biasa diubah. Kedua hal tersebut
ditunjukan untuk mencapai keselarasan antara diri dengan keadaan yang
sedang dihadapi. Haber & Runyon (1984), menambahkan bahwa penilaian
terdapat penyesuaian diri juga dapat dilihat dari sejauh apa seseorang dapat
mengatasi perubahan-perubahan yang terus terjadi dalam hidupnya.
Sedangkan menurut Schneiders (1964), penyesuaian diri adalah suatu
proses perilaku secara internal dan eksternal untuk manghadapi suatu
masalah akibat stress, konflik, frustasi, dan masalah lainnya yang berarti bagi
individu. Selanjutnya Schneider (1964) juga mengatakan bahwa penyesuaian
diri merupakan : suatu proses yang mencakup mental dan tingkah laku,
dimana individu berusaha mengatasi tuntutan-tuntutan kebutuhan, frustasi,
dan koflik, serta mampu membentuk keselarasan antar tuntutan dalam dirinya
sendiri dengan norma-norma masyarakat dimana individu tersebut tinggal.
Kemampuan menyesuaikan diri dalam diri seseorang bukanlah hal yang
mudah untuk diukur. Terdapat beberapa cara untuk menilai penyesuaian diri.
Dulu, penyesuaian diri dianggap efektif bila tidak ada tanda-tanda yang dapat
membuat seseorang disebut abnormal. Sekarang, cara tersebut telah
33
Sebenarnya pengaruh itu, bukanlah dari faktor frustasi itu sendiri, akan
tetapi bergantung kepada cara orang memandang faktor itu. Sesuatu hal
yang sama-sama dialami oleh dua orang, mungkin salah seseorang akan
merasa tertekan sekali oleh hal tersebut, tapi oleh yang lainnya dianggap
hal yang biasa saja. Jadi frustasi itu adalah disebabkan oleh tanggapan
terhadap situasi. Tanggapan itu dipengaruhi oleh kepercayaan kepada
Iingkungan.
Kepercayaan pada diri timbul apabila setiap rintangan atau halangan
dapat dihadapi dengan sukses. Sukses yang dicapai itu akan membawa
kepada kegembiraan, dan kegembiraan menumbuhkan kepercayaan diri.
Selanjutnya kepercayaan diri akan menyebabkan orang optimis dalam
hidup, setiap persoalan dan problem yang datang akan dihadapi dengan
hati yang tenang, sehingga penganalisaan terhadap problem itu dapat
dilakukan.
2. Konflik
Konflik jiwa atau pertentangan batin, adalah terdapatnya dua macam
dorongan atau lebih, yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain,
dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama.
Lebih jauh lagi Zakiah Daradjat menjelaskan bahwa konflik dapat di bagi
beberapa macam, yaitu : pertama, pertentangan antara dua hal yang
diingini, yaitu adanya dua hal yang sama-sama diingini, tapi tidak mungkin
diingini sedangkan yang kedua tidak diingini. Konflik ini terjadi apabila dua
macam keinginan yang bertentangan satu sama lain atau antara dua hal
saling menghalangi antara satu dengan lainnya. Dari satu segi ingin
mencapainya, tapi dari segi lain ingin menghindarinya. ketiga,
pertentangan antara dua hal yang tidak diingini, yaitu orang menghadapi
situasi yang menimbulkan dua hal yang sama-sama tidak disenangi.
3. Kecemasan
Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang
bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan
perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik).
Zakiah Daradjat (2002), menambahkan bahwa kecemasan itu mempunyai
segi yang disadari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa
berdosa/bersalah, terancam dan segalanya. Juga ada segi-segi yang terjadi
diluar kesadaraan dan tidak biasa menghindari perasaan yang tidak
menyenangkan itu. Rasa cemas itu terdapat dalam semua gangguan dan
penyakit jiwa, dan ada bermacam-macam pula, diantaranya : pertama, rasa
cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang
mengancam dirinya. Cemas ini lebih dekat kepada rasa takut, karena
sumbernya jelas terlihat dalam pikiran. kedua, rasa cemas yang berupa
penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Yang paling sederhana ialah
35
tidak tertentu dan tidak ada hubungannya dengan apa-apa, serta takut itu
mempengaruhi keseluruhan diri pribadi. Ada pula cemas dalam bentuk takut
pada benda-benda atau hal-hal tertentu, misalnya takut melihat darah,
serangga, binatang-binatang kecil, tempat yang tinggi, atau keramaian. Ini
berati bahwa obyek yang ditakuti tidak seimbang dengan bahaya yang
mungkin ditimbulkan oleh benda-benda tersebut atau tidak berbahaya sama
sekali. Selanjutnya ada pula cemas dalam bentuk ancaman, yaitu kecemasan
yang menyertai gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa. Orang mersa
cemas karena menyangka akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan,
sehingga ia merasa terancam oleh sesuatu itu. ketiga, cemas merasa
berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan
keyakinan atau hati nurani. Cemas ini sering pula menyertai gejala-gejala
gangguan jiwa, yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum.
Gejala-gejala cemas ada yang bersifat fisik dan ada pula yang bersifat mental.
Gejala fisik yaitu : ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan tidak teratur,
pukulan jantung cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makan
hilang, kepala pusing, nafas sesak dan sebagainya. Gejala mental antara lain
sangat takut, mersa akan ditimpa bahaya atau kecelakan, tidak biasa
memusatkan perhatian, tidak berdaya/rendah diri, hilang kepercayaan pada
diri, tidak tentram, ingin lari dari kenyataan hidup dan sebagainya. Dengan
Kesiapan memasuki masa pensiun merupakan hal yang terpenting karena
pada masa ini seseorang akan dihadapkan pada hal-hal yang baru, yakni
hilangnya tugas dan kewajibanya dalam pekerjaan yang ditekuninya. Hal
ini membuat seseorang mangalami keterasingan dalam hidupnya. Kondisi
seperti ini membuat para pensiunan membutuhkan
penyesuaian-penyesuaian diri yang baru agar kehidupanya tetap berlanjut tanpa
memunculkan permasalahan hidup.
Kebanyakan orang yang memasuki masa pensiun melakukan pengalihan
dirinya (coping penyesuaian diri) dengan melakukan beragam kesibukan.
Ada orang yang setelah mamasuki masa pensiun menyibukkan dirinya
dengan memperbanyak beribadah (ikut dalam majlis ta'lim, arisan, senam
jantung dan lain sebagainya), namun ada juga orang yang menyibukan
dirinya dengan membuka usaha demi menyambung hidup keluarganya.
Hal ini wajar dilakukan mengingat pada saat tersebut seseorang telah
terlepas dari tugas dan kewajibannya dari pekerjaan yang sebelumnya di
tekuninya.
Gambaran diatas membuat penulis dapat menyimpulkan secara
sederhana mengenai pengertian coping penyesuaian diri khususnya pada
セᄋMᄋᄋᄋセᄋBBᄋᄋ⦅セᄋMセセセᄋMᄋGᄋᄋMMャ
U·
A " .n'" lJj')iy"
0' ,エゥLZaLZ[セセ
イLセB
I
. HJ
Bエ||Hh{ゥhセ fit ,,'Pi
nAエQuLjセィ jhセG|ェョNゥヲQ、hA\
MMLNLMM^セBMセLLMセMMMMBセL
!
situasi yang baru yang disebabkan telah hilang tugas dan kewajibanya
dalam pekerjaan yang ditekuninya.
2.5.
Kerangka Berfikir
38
Tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau
jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,
karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan,
jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Masa pensiun juga seringkali
dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang
masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu
kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Oleh karenanya, sering
terjadi orang yang pensiun bukannya bisa menikmati masa tua dengan hidup
santai, sebaliknya, ada yang justru mengalami problem serius (kejiwaan atau
pun fisik),
Perubahan yang dialami pada masa pensiun berdampak pada psikologis
cukup serius, karena memang pada masa ini seseorang dituntut untuk dapat
menyesuaikan dirinya pada lingkungan dan kondisi yang baru. Bagi mereka
yang tidak memiliki kesiapan, tentu akan mengalami hambatan beradaptasi
dalam kondisi baru tersebut, namun sebaliknya bagi mereka yang merasa
orang yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagian dalam
hidupnya, karena ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri, baik dalam
kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada
umumnya. Tak jarang pula banyak orang-orang mengalami stres dan depresi
disebabkan oleh kegagalan rnereka dalam penyesuaian diri dengan kondisi
yang penuh dengan tekanan.
Untuk mengantisipasi dan meminimalisir tekanan dari kondisi baru dalam
penyesuaian diri terutama bagi mereka para pensiunan, kebanyakan mereka
melakukan pengalihan diri yaitu dengan melakukan coping penyesuaian diri, diantaranya yaitu menyibukan diri dengan berbagai aktivitas seperti:
membuka usaha sendiri, ikut perkumpulan-perkumpulan, berbaur dengan
masyarakat setempat) atau mendekatkan diri pada TuhanNya dan yang
lainnya. Begitu juga pada pensiunan Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI). Namun, dikarenakan perbedaan Iingkup kerja yang dijalani
anggota ABRI, yakni suasana yang penuh dengan kedisiplinan dan berada
pada lingkup lapangan, artinya seringkali tidak menetap pada satu lokasi,
diduga membuat pensiunan anggota ABRI mengalami kesulitan yang
membutuhkan penyesuaian diri extraintensive.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk membuat alat ukur yang valid dan
40
untuk dapat meneliti copingpenyesuaian diri tentu saja pada pensiunan yang dituju oleh pengukuran alat tes akan mewakili dari setiap populasi dan untuk
menunjukkan posisi relatif.individu secara normatif, sehingga nantinya dapat
[image:48.525.30.448.180.624.2]dibandingkan dengan hasil tes orang lain.
Gambar 2.2.
Bagan kerangka berfikir
Dampak yang dimunculkan
Kondisi fisik : 1. lemah 2. cepat lelah
3. lamban
Masa
H
ABRI
I
CopingPensiun Penyesuaian diri
Kondisi psikis : 1. mudah lupa
2. konsentrasi berkurang
3. cemas 4. stress
3.1
Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah kuantitatif. Menurut Cresswell (dalam Alsa, 2003) penelitian kuantitatif
adalah penelitian yang bekerja dengan angka, yang datanya terwujud
bilangan (skor atau nilai, peringkat atau frekuensi), yang dianalisis
menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan yang sifatnya spesifik.
Adapun alasan penulis menggunakan pendekatan ini adalah berharap agar
memperoleh gambaran umum yang lebih objektif dan terukur yang diperoleh
dari penelitian kuantitatif yang bersifat deskritif, dimana data dan hasilnya
diolah dan disajikan dalam bentuka angka-angka dan mengeksplor gambaran
dari sam pel penelitian mengenai pandangan mereka terhadap coping
42
3.1.2. Metode penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskritif. Travers
(dalam Sevilla, 1993), menjelaskan bahwa tujuan utama dalam
menggunakan penelitian deskritif adalah untuk menggambarkan sifat suatu
keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan
memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Sevilla (1993)
menambahkan bahwa penelitian deskritif tidak memiliki kekuatan untuk
mengontrol hal-hal yang sementara terjadi dan hanya dapat mengukur apa
yang ada. Metode deskritif dalam penelitian ini akan menggambarkan sifat
dan perilaku coping penyesuaian dirinya pada pensiunan anggota ABRI.
3.1.3. Definisi variabel dan operasionalisasi variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah coping penyesuaian diri, artinya suatu
usaha yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi tuntutan-tuntutan (baik
eksternal maupun internal) dan sumber-sumber yang dianggap sebagai
situasi yang menekan, membebani atau penuh tekanan serta menimbulkan
perasaan yang tidak menyenangkan yang terjadi dilingkungan dengan
menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi dampak negatif
stres. Dalam hal ini coping penyesuaian diri yang dilakukan oleh ABRI
Singarimbun dan Effendi (1995) mengemukakan bahwa definisi operasional
suatu variabel. Pengoperasionalan variabel dilakukan dengan menentukan
indikator-indikator perilaku adalah bentuk-bentuk perilaku yang
mengindikasikan ada tidaknya suatu atribut psikologis. Rumusan indikator
perilaku l;Jerdasarkan ciri atau dimensi dari suatu variabel yang telah
dipaparkan dalam kajian teori. Indikator-indikator tersebut dapat
dikuantifikasikan karena memiliki rumusan sangat operasional serta tingkat
kejelasanya dapat diukur (Azwar, 2003).
Definisi operasional coping penyesuaian diri pada pesiunan angkatan
bersenjata republik indonesia (ABRI), adapun aspek-aspek coping yang diukur dalam penelitian ini, menggunakan pengertian yang telah dijelaskan
oleh Smet (1994), yaitu: (1) Problem Focused Coping meliputi copingaktif,
perencanaan, supresi, coping pengekangan, dukungan social. (2) Emotion
Focused Coping meliputi dukungan sosial emosional, reintrepretasi positif, penerimaan, penyangkalan, dan kembali keajaran agama.
3.2.
Pengambilan sampel
3.2.1. Populasi sampel
Gay (dalam Sevilla 1993) mendefinisikan populasi sebagai kelompok di mana
44
yang merupakan populasi adalah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI) di Tangerang.
$ampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap
dapat menggambarkan populasi. Menurut Ferguson (1976) sampel adalah
beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi atau porsi dari
suatu populasi. Sesuai dengan pendapat Gay (1976) bahwa jumlah sampel
untuk melakukan penelitian deskriptif adalah 10% dari jumlah populasi. Untuk populasi yang sangat kecil diperlukan minimum 20%.
Mengingat sangat kecilnya populasi, maka pada penelitian ini mengambil
sampel sebanyak 42 persen atau 40 orang dari 97 jumlah anggota pensiunan
ABRI yang terdaftar di Persatuan Purnawirawan (PEP) ABRI daerah
Jatiuwung-Tangerang.
Penempatan jumlah sampel tersebut disesuaikan dengan kemampuan
penulis berdasarkan pertimbangan waktu, tenaga dan dana sampel dalam
penelitian ini adalah pensiunan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI) yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Pensiunan ABRI
2. Berdomisi di daerah Jatiuwung-Tangerang .
Guna menghindari kecenderungan responden untuk "mengamankan" dan
untuk menempatkan jawaban mereka di tengah sebagai angka netral (dalam
Sevilla, 1993). Maka peneliti menghilangkan angka netral dan mengurangi
skala menjadi empat angka, yaitu: Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju dan
Sangat Tidak Setuju.
TabeI3.1.
Penskoran skala Likert
Favorable
Unfavorable
Sangat Setuju (SS)
4
'I
Setuju (5)
3
2
Tidak 5etuju
(T5)
2
3
Sangat Tidak 5etuju
(5T5) . 1
4
Instrument pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan angket dalam bentuk skala likert. Adapun skala untuk
mengukurcoping menggunakan skala yang dikembangakan oleh Bart Smet
(1994) yang telah dimodifikasi dengan mengaitkan teori-teori penyesuaian diri
TabeI3.2.
Blue PrintSkala Copingpenyesuaian diri
47
I
No
I
Aspek Indikator1.
I
Problem focused coping .-
Coping aktif-
perencanaani
-
mengalihkan aktivitas lainI
- coping pengendalian,
-
mencari dukungan sosial berupabantuan
2 Emotional focused coping - dukungan social emosional
I
-penilaian kembali secara positif dan pertumbuhan
I
-
penerimaar.I
-
penyangkalani
..-
kembali keajaran agama.5.4.
-reknik uji ins:rument penelitian
3.4.1 Uji Validitas
Untuk mengetahui validitas dari setiap item pertanyaan skala coping
penyesuaian diri pada pensiunan ini menqgunakan bantuan SPSS 11.0
dengan rumus kolerasi product moment dari pearson (Arikunto, 1998) yaitu:
Keterangan: rxy
=
Angka indeks korelasi "r" product momentLXY
=
Jumlah hasil perkalian antara skor item dan SKor totalLX
=
Jumlah skor itemLY
=
Jumlah skor total3.5.
Analisis data
3.5.1. Analisis Aspek
Dengan menggunakan fungsi-fungsi logika "IF" pada program Excelunt' 'k melihat perbandingan dua logika atau lebih, dengan melihat angka standar
deviasi dan mean (rerata) (Yahya kurniawan, 2007).
3.5.2. Analisis Indikator variabel
Dengan menggunakan rerata X"
L
I l
L
= Jumlah skor per indikatorn=Jumlah subyek
3.6.
Tahap
penelitian
1. T?hap persiapan
a. Dimulai dengan perumusan masalah
b. Menentukan variabel yang akan diteliti
C. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan
landasan teoritis yang tepat mengenai variabel penelitian
d. Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan
digunakan dalam penelitian ini
2. Tahap pengambilan data
a. Menentukan sampel penelitian
b. Memberikan penjelasan mengenai tujuan pene!itian dan meminta
50
c. Melakukan pengambilan data dengan memberikan alat ukur
berupa skala coping penyesuaian diri pada pensiunan angkat
bersenjata republik Indonesia (ABRI).
d. Memeriksa kembali jika ada item-item yang terlewatkan oleh
subjek dan memberikan instruksi pada subjek agar melengkapi
semua item-item kuesioner.
3. Tahap pengolahan data
a. Melakukan skoring setiap hasil angket yang telah diisi oleh
pensiunan angkatcJn bersenjata republik Indonesia (ABRI), yang
menjadi sami-'el penelitian
b. Melakukan analisa data dengan menghitung validitas dan
reliabilitasnya untuk menghitung hasil.
4. Tahap pembahasan
a. Menginterpretasikan dan membahas hasil analisa statistik
berdasarkan teori
b. Merumuskan keseimpulan hasil penelitian dengan
4. 1. Gambaran Umum Responden
Gambaran umum responden dalam penelitian ini berdasarKan pangkat, usia.
Subjek dalam penelitian ini adalah 40 pensiunan ABRI Tangerang.
TabeI4.1.
Gambaran subjek berdasarkan pang kat
Pangkat
I
Frekuensir'
Prosentase- Pelda MGQセセBB[TセセセQ セセB[BQ oセEセセセ
Koptu 11
i
2/,5%f---"'S:':e:J:rm'::a=---+--::3::-- 7 5 7%;----..セ
Peltu 5 12,5% セ
Serda 5 12,5 % I
I----:::Sersan 1 2,5 % '
Sertu 4 10 %
Serka 7 I 10 %
Jumlah 40··· .エセᄋセᄋ セQGZZPPセEセセj
Dari tabel 4.1 di atas dapat diketahui, bahwa jumlah keseluruhan subjek
sebanyak 40 orang terdiri dari delapan pangkat. Adapun subjek yang paling
banyak yang berpangkat Koptu sebanyak 11 orang (27,5 %) dan yang paling
sedikit yang berpangkat Sersan sebanyak 1 cang (2,5 %). Semua subjek
52
[image:58.521.57.416.148.489.2]TabeI4.2.
Gambaran subjek berdasarkan usia
Rentang usia Frekuensi Prosentase
55 tahun 6 15 %
57 tahun 4 10 %
I
58 tahun 2 5%
59 tahun 2 5%
60tahun 6 15 %
61 t::lhun I
4 10 %
I 62 tahun 2 5%
63 tahun 2 5%
! 64 tahun 2 2% I
I
65lahun 1 2,5 %I
f
-J
I 67tahun 2 5%
i--68tahun 2 5%
69 tahun 1 2,5 ufo
セ
71 tahun 1 2,5 %
72tahun 1 2,5 % I
! JumlClh 4li 100%
Dari tabel 4.2 di atas dapat diketahul, bahwa subjek yang diteliti berusia
antara 55 - 72 tahun. Adapun subjek yang paling banyak usia 55, 60 tahun
yakni berjumlah 6 orang (15 %), sedangkan subjek paling sedikit usia 65, 69,
4.2.
Presentasi data dan Anaiisa Data
4.2.1. Uji instrumen penelitian
Berdasarkan uji instrumen penelitian diketahui bahwa hasil uji coba skala
Coping yang berjumlah 74 item disebarkan kepada 40 pensiunan ABRI Tangerang, maka diperoleh item valid sebanyak 39 item. Hanya data yang
valid saja yang kemudian dipakai sebagai data untuk penelitian sedangkan
item yang tidak valid sebanyak 35 item. Adapun pernyalaan yang favorable
sebanyak 24 item. Sedangkan pernyataan yang unfavorablepad a penelitian scbanyak 15 item, diperoleh hasil pada tabel sebagai berikut :
TabeI4.3.
Blue PrintSkala Coping penyesuaian diri
._..セN
Indikator Fav Unf Total!
-
Coping aktif 1,3,5,8,11 1 2,4,6,9,12 38-
perencanaan 7,10,13,15 14,16,18-
mengalihkan aktivitas 17,23,29, 1 19,22,28lain 32,37 I
- coping pengendalian 20,25,31,34 24,27,30
-
mencari dukungan 21,26,36,38 33,35sosial berupa bantuan
-
dukungan social 39,41,43 40,42,44 36emosional
-
penilaian kembali 45,50,53,55 46,48,52secara positif
-
penerimaan 47,51,57 54,56,58I
penyangkalan 59,61,63,65, 60,62,64,
-70 , 71
-
kembali keajaran 66,68,49,72,i
67,69,73aqama 74
I
42 32 74
2 Emotional focused coping
Total
'---'-I NoT aウー・ォセ
TabeI4.4.
Blue PrintSkala Copingpenyesuaian diri setelah uji coba(Tryout)
54
No Aspek
=+=
Indik'ltorr
Favhz.
UnfTroial
i
1. Problem - Coping aktif i 1 3** 5* 8 i 38
focused
I
I
! I "2,4,6,9**,
11 ** 1 12**
[
!
coping I Pere"canaan 17,10,13**, I 141618**
I-
i l , Ii
15* , II I
119**,22,28 i
-
mengalihkan aktivitas 1 17,23,29,lain 32** 37**
[24**,27*,
I
I '
I
-
coping rengendalian I 20** 2531* 1I
I l ' I
134 i 3(* I
I ,
I - mencari dukungan
i
21 **,26,36, 33,35 II
sosial berupa bantuan 138**2 Emotional 1 - dukunga'l social !39** 41 ** 43* ' 40**,42**, 36
focused emosional
I
'
,
44** icoping
-
penilaian kembali I 45** 50** 53 46**,48,52I I "
secara pC"sitif ' 55
-
penenmaan 147 * 51 ** 57, , 154,56*,58*-
peny'angkalari 59,6163*,65 60*,62,64, ,,70* 171
-
kembali kedjaran 11:::3* 6849** 67**,69*,73agama 1WRJセ ,74 '
Total 42 32 74
Keterangan:
** :valid pada tarat signifikansi 0,01
TabeI4.5.
Blue PrintSkala Copingpenyesuaian diri untuk Penelitian
No Aspek Indil\ator Fav Unf I Total
I
1. Problem
-
Coping aktif 1,2,4 3,5 18 II
focused
-
perencanaan 6,7 8I
coping-
mengalihkan aktivitas lain 15,17 9I
-
coping pengendalian 10,14,16 12,13,
I
I - mencari dukungan sosial 11,18
I
beruoa bantuan2 Emotional
-
dukungan sosial emosional 19,21,23 20,22,24 21I focused
-
penilaian kembali secara 75,29 26I
coping I positif
I
I
-
penerimaan 27,30 31,32-
penyangkalan 33,37 38I
kembali keajaran 8CJama /28,34,39 ·35,36
-II
I
I
セi
TotalI
_...MセMM
---24 15 39
_._--Setelah uji coba (Tryout), maka didapati 39 item yang dinyatakc:n valid yaitu [Jdda aspek problem focused coping spbanyak 18 item (Fav 12 dan Unf 6),
adapun pada aspek emotional focused coping sebanyak 21 item (Fav 12 dan
Unf 9).
Bedasarkan perhitungan reliabilitas dengan menggunakan formula Alpha
Croncbach, maka dihasilkan koefesien reliabelitas Alpha =0,735. Dalam hal ini, alat ukur skala coping penyesuaian diri pada pensiunan ABRI dapat
56
4.2.2. Analisis Aspek
Hasil penelitian berdasarkan pengelompokan pad a aspek coping yang lerdiri
dari dua aspek, yaitu aspek problem focused coping dan aspek emotional
focused coping didapati dalam tabel sebagai berikut:
TabeI4.4.
Pengelompokkan subyek berdasarkan aspek coping
Ka
tegoriI
Fre kuen-es-ei-+_P-er-e0,=s::-:e,::,-n=-=t",as-=..e--lProblem focused copinSLJ_,_:::-19-;-_-t-_-;::4:::-7,-::,5:-;;0,=%-;-o
Emotion focused COPII:;]
I
21i
URLUPELセTotal ', LT_--'-40=----1[ 100.00%
I
Dari tabel di ataw, dapat diketahui bahwa pengelompokan subjek berdasarkan
aspek coping, Jidapati 19 orang \47,50 Ufo) menggunaKan problem focused
coping, sedangkan 21 orang (52,50 %) menggunakan emotional focused
coping Hal ini menunjukkan bahwa emotional focused coping lebih banyak
dipilih dibandingkan dengan problem focused coping dalam penyesuaian diri
subyek penelitian,
Hasil pengelompokan aspek coping di alas dapat diasumsikan bahwa,
kebanyakan pada pensiunan anggota ABRI melakukan coping penyesuaian
diri berpusat pad a emosi untuk meredakan ketegangan emosi yang dirasakan
Hasil pengelompokan indikatorcopingdi atas dapat diasumsikan bahwa,
kebanyakan pada pensiunan ABRI lebih banyak menggunakan dukungan
sosial emosional adalah usaha untuk mendapat dukungan mor,?l, simpati
atau pengertian dari orang lain. Sedangkan untukcoping pengendalian
adalah dimana keadaan individu untuk menahan diri, tidak bertlndak
BABS
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa coping penyesuaian diri pada pensiunan ABRI sebagai
berikut •
1. Cnping penyesuaian d