• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat anti Filaria di rw II Kelurahan Pondok Aren

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat anti Filaria di rw II Kelurahan Pondok Aren"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

i

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP

DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP

KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI FILARIA DI RW

II KELURAHAN PONDOK AREN

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

RUSMANTO

109104000034

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

bahwa semua pemyataan dalam skripsi ini:

Nama

NIM

Fakultas

Program Studi

Judul Slaipsi

Rusmanto

109104000034

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Ilmu Keperawatan

:Faktor-faktot yang meolpengaruhi sikap dan peflaku

masyarakat dalarn kepatuhan minum obat anti filaria di

RW 2 KelurahanPondok Aren

Merupakan hasil studi pustaka, penelitian lapangan, dan karya sendiri dengan

bimbingan dengan dosen pembimbing. Skripsi ini belum pernah diajukan unhrk

memperoleh gelar dari berbagai jenjang perguruan tinggi manapun dan semua

inforrrasi, datq dan hasil pengolahannya yang diajukan telah dinyatakan secara

jelas sumbernya dan dapat diperiksa kebenmannya.

(3)

PERILAKU

MASYARAKA"T

DALAM

KEPATUIIAN

MINUM

OBAT AI\ITI

FILARIA

DI

RW U KELTIRATIAN POI\II}OK AREN

Telah disgtujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi IImu Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatutlah Jakarta

Disusun oleh:

RUSMANTO

1.09104000034

Jakart:- Jartuai2Dl4

Pembirnbins I

tu

Tien Gartinah. M.N

-Pembimbing

II

ry

Nia Damiati. SKp, M.SN

NIP: 19790114 200501 2007

PROGBAM STTIDI ILMU KEPERAWATAI\I TAKULTAS KEDOKTERAN DAFI ILMU KESEHATAI\I T]NIYERSITAS TSLAM NEGERI SYARIF IIIDAYATULLAII

JAKARTA 1434Ht 2014

(4)

PERILAKU

MASYARAKA'T

DALAM KEPATI'HAN

MINUM

OBAT

ANTI

TILARIA

DI

RW

II

KELT]RAIIAN

POI\IDOK AREN

Telah disuspn dan dipertahankan dihadapan penguji oleh:

RUSMANTO

109104000034

Jakartab Januari 2014

Pembimbing I Pembimbing

II

Tien Gartinah. M.N

-Nia Damiati. SKp. M.SN

MP:

19790114 200501 2007

Penguji

I

i

Penguji II

.g@\

Nia Damiati. SKp. M.SN

It[P:

19790114 200501 2007

W

Penguji

III

,r.*fu:.

IV NIP. 19801119

(5)
(6)

vi

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Skripsi, Desember 2013

Rusmanto, NIM : 109104000034

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat dalam kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 Kelurahan Pondok Aren

ixx + 86 halaman, 20 tabel, 2 bagan, 5 lampiran

ABSTRAK

Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat kronis (menahun) dan bila tidak mendapatkan pengobatan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin. Salah satu cara untuk mencegah filariasis adalah dengan mengkonsumsi obat DEC 3 butir dan 1 butir albendazol setiap tahun. Keefektifan program sangat tergantung pada sikap dan perilaku yang menunjukkan kepatuhan masyarakat dalam minum obat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren dalam kepatuhan mengkonsumsi obat Anti Filaria, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mengetahui faktor demografi masyarakat RW 2 serta diketahuinya faktor jenis kelamin, umur, pendidikan, pendapatan, dan pengetahuan. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan bersifat retrospektif. Jumlah sampel 65 orang (19 laki-laki dan 46 perempuan). Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan proportionate clustering sampling. Analisis data yang dilakukan adalah univariat, dan bivariat menggunakan Pearson correlation, Spearman correlation, dan chi square. Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa responden perempuan (70,8%), dewasa (61,5%), berpendidikan menengah (60%), berpendapatan cukup (41,5%), dan berpengetahuan cukup (43,1%). Hasil bivariat menunjukkan bahwa tidak ada faktor yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku. Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan untuk Puskesmas Pondok Aren agar mengubah waktu dan metode pelaksanaan program, serta lebih memperluas pendidikan kesehatan ke semua kelompok umur.

(7)

vii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Skripsi , Desember 2013

Rusmanto , NIM : 109104000034

Factors that influence the attitudes and behavior of people in the anti- filarial

drug compliance in RW 2 Village Pondok Aren

ixx + 86 pages , 20 tables , 2 charts , 5 appendices

ABSTRACT

Filariasis (elephantiasis) is an infectious disease caused by filarial worms which transmitted by various species of mosquitos. This disease is chronic (chronic) and if not treated lead to permanent disability in the form of enlargement of the legs, arms and genitals. One way to prevent filariasis is by taking medication DEC 3 tablets and 1 tablet albendazole each year. The effectiveness of the program is highly dependent on the attitudes and behaviors that demonstrate compliance of the community in taking the drugs. This study aims to determine the factors that affect the public in RW 2 Village Pondok Aren in compliance Anti- filarial drugs, while the particular goal to determine the demographic factors of RW 2 and to know factors sex, age, education, income, and knowledge. This study used a cross sectional design and retrospective quantitative approach. The number of samples of 65 persons (19 mens and 46 womens). Sampling technique using clustering proportionate sampling. Data analysis was performed univariate and bivariate using Pearson correlation, Spearman correlation, and chi square. Based on the results of the univariate known for sex factors was female respondents (70.8%), for age factor was adults (61.5%), for education factor was secondary education (60%), income factor was sufficient income (41.5%), and for knowledge factor was knowledgeable enough (43.1%). Bivariate results indicate there is no significant difference that influence attitudes and behavior. Based on the research results , it is advisable to Pondok Aren health centers in order to change the timing and method of implementation of the program , as well as further expand health education to all age groups.

(8)

x

menjalani bangku perkuliahan. Lembar ini saya dedikasikan untuk mereka yang selalu sedia membantu dan menyemangati. Terima kasih sedalam-dalamnya saya

ucapkan kepada:

Allah SWT yang senantiasa telah melimpahkan rahmat serta karuniaNya.

Kedua orang tua tercinta (bapak Ahmad dan ibu Tumisah)yang telah senantiasa memberikan cinta, kasih sayang, bantuan secara langsung maupun tidak langsung dan

selalu mendoakan untuk keberhasilan saya.

Kakak dan kakak ipar saya tersayang (Turmudi dan Pujiyati) yang selalu memberi memotivasi kepada saya untuk segara menyelesaikan tugas akhir saya ini. Keponakan kecil saya (Ahmad Uwais Al Qoroni) yang selalu memberikan

celotehan-celotehan yang menghibur dan memberikan semangat.

Kakek-kakek dan Nenek-nenek saya (Alm. Bp Sudiran, Alm. Ibu Mu’inah, Bapak Sukadi, dan Ibu Karjan) yang telah mendoakan saya sampai akhir hayatnya.

Keluarga besar yang tak bisa disebut satu persatu.

Rafita Octavia yang telah membantu dan menyemangati saya, adikku Ummi Zulaikhah yang membantu dan berjuang bersama.

Sahabat group ONE (Adelia Nining Qoys Rusmanto dan Ummi) yang telah bersama-sama untuk saling membantu medukung memotivasi dan bertukar pikiran

dalam menyelasaikan tugas akhir ini.

(9)









Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Masyarakat

Dalam Kepatuhan Minum Obat Anti Filaria di RW II Kelurahan Pondok

Aren” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan.

Selama proses pendidikan dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dan

penghargaan sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang terhormat :

1. Prof. DR (hc). Dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. Selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

2. Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM Selaku Ketua Program Studi IImu Keperawatan (PSIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Tien Gartinah, M.N Selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dan banyak memberi saran demi terselesaikannya penulisan penelitian ini.

4. Ibu Nia Damiati, SKp, M.SN selaku pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan dalam penulisan penelitian ini.

5. Ibu Ernawati, S.Kp., M.Kep., Sp. KMB selaku pembimbing akademik yang

(10)

pengalamannya yang tak ternilai sehingga dapat menjadi pembelajaran bagi kami selaku mahasiswa.

7. Seluruh staff bidang akademik FKIK dan PSIK yang telah membantu kelancaran hal-hal administratif.

8. Kedua Orang Tua saya (Bapak Ahmad dan ibu Tumisah) tercinta yang selalu

memberi kasih sayang, dukungan, do’a dan semangat selama hidup ini dan

demi terselesaikannya penelitian ini. Kakakku Turmudi yang selalu

mendukung dalam setiap langkah saya.

9. Puskesmas Pondok Aren khususnya ibu Sri Rejeki selaku TU dan ibu Bidan

Menik selaku Kepala Bidang Filariasis yang telah membantu saya dalam mengumpulkan data.

10. Masyarakat RW 2 kelurahan Pondok Aren khususnya bapak ketua RW yang

telah membantu saya dalam mengumpulkan data penduduk.

11. Teman-teman satu bimbingan dan seluruh angkatan 2009 yang telah berjuang bersama dalam menggapai mimpi dan cita-cita.

Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT dan semua

kesalahan diampuni oleh Allah. Amin.

Jakarta, Januari 2014

(11)

DAFTAR ISI

JUDUL HAL

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ...viii

LEMBAR PERSEMBAHAN ...x

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR BAGAN ...xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

BAB I PENDAHULUAN ...1

A.Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...6

C.Pertanyaan Penelitian ...8

D.Tujuan Penelitian ...9

E. Manfaat Penelitian ...9

F. Ruang Lingkup Penelitian ...10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...11

A.Filariasis ...11

1. Pengertian Filariasis...11

2. Etiologi dan penularan ...12

3. Tanda dan gejala filariasis ...16

4. Penatalaksanaan filariasis ...17

5. Pencegahan ...18

B.Sikap ...20

1. Pengertian sikap ...20

2. Komponen sikap ...21

3. Karakteristik sikap ...22

4. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang ...23

C.Perilaku ...25

1. Pengertian perilaku ...25

2. Ciri-ciri perilaku manusia ...25

3. Proses pembentukan perilaku ...27

4. Faktor pembentuk perilaku ...28

5. Gambaran Kepatuhan dalam Berperilaku ...31

(12)

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ...34

A.Kerangka Konsep ...34

B. Hipotesis ...35

C.Definisi Operasional ...36

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ...41

A.Desain Penelitian ...41

B. Tempat dan waktu ...41

C.Populasi dan Sampel ...42

D.Instrumen penelitian ...46

E. Pengujian instrumen ...47

1. Uji validitas ...47

2. Uji reliabilitas ...48

G.Metode pengumpulan data ...49

H.Teknik analisa data ...50

1. Analisis univariat ...50

2. Analisis bivariat ...50

3. Pengolahan data ...51

F. Etika penelitian ...52

BAB V HASIL PENELITIAN ...54

A.Profil RW 2 Kelurahan Pondok Aren ...54

B.Hasil analisa univariat ...55

1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ...55

2. Karakteristik responden berdasarkan umur ...55

3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ...56

4. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan ...56

5. Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan ...57

6. Karakteristik responden berdasarkan sikap ...58

7. Karakteristik responden berdasarkan perilaku...58

C.Hasil analisa bivariat ...59

1. Hubungan antara jenis kelamin terhadap sikap ...59

2. Hubungan antara umur dengan sikap ...60

3. Hubungan antara pendidikan dengan sikap ...61

4. Hubungan antara pendapatan dengan sikap ...62

5. Hubungan antara pengetahuan dengan sikap ...63

6. Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku ...64

7. Hubungan antara umur dengan perilaku ...65

8. Hubungan antara pendidikan dengan perilaku ...66

9. Hubungan antara pendapatan dengan perilaku ...67

(13)

1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ...69

2. Karakteristik responden berdasarkan umur ...69

3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ...70

4. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan ...70

5. Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan ...71

6. Karakteristik responden berdasarkan sikap ...72

7. Karakteristik responden berdasarkan perilaku...72

B.Analisa bivariat ...73

1. Hubungan antara jenis kelamin terhadap sikap ...73

2. Hubungan antara umur dengan sikap ...74

3. Hubungan antara pendidikan dengan sikap ...75

4. Hubungan antara pendapatan dengan sikap ...76

5. Hubungan antara pengetahuan dengan sikap ...77

6. Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku ...78

7. Hubungan antara umur dengan perilaku ...79

8. Hubungan antara pendidikan dengan perilaku ...80

9. Hubungan antara pendapatan dengan perilaku ...81

10. Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ...82

C.Keterbatasan penelitian ...83

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...84

A.Kesimpulan ...84

B.Saran ...85

(14)

1. Tabel 3.1 Definisi operasional ... 36

2. Tabel 4.1 Jumlah masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren yang mendapatkan obat anti filaria tahun 2012 ... 43

3. Tabel 4.2 Hasil uji reliabilitas instrumen ... 48

4. Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ...55

5. Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan umur ...55

6. Tabel 5.3 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ...56

7. Tabel 5.4 Karakteristik responden berdasarkan pendapatan ...57

8. Tabel 5.5 Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan ...57

9. Tabel 5.6 Karakteristik responden berdasarkan sikap ...58

10. Tabel 5.7 Karakteristik responden berdasarkan perilaku ...58

11. Tabel 5.8 Hubungan antara jenis kelamin terhadap sikap ...59

12. Tabel 5.9 Hubungan antara umur dengan sikap ...60

13. Tabel 5.10 Hubungan antara pendidikan dengan sikap ...61

14. Tabel 5.11 Hubungan antara pendapatan dengan sikap ...62

15. Tabel 5.12 Hubungan antara pengetahuan dengan sikap ...63

16. Tabel 5.13 Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku ...64

17. Tabel 5.14 Hubungan antara umur dengan perilaku ...65

18. Tabel 5.15 Hubungan antara pendidikan dengan perilaku ...66

19. Tabel 5.16 Hubungan antara pendapatan dengan perilaku ...67

(15)
(16)

1. Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

2. Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden 3. Lampiran 3 Kuesioner Penelitian

4. Lampiran 4 Surat Ijin Studi Pendahuluan 5. Lampiran 5 Surat ijin penelitian

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

disebabkan cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat kronis (menahun) dan bila tidak mendapatkan

pengobatan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga,

masyarakat dan negara (Depkes RI,2009).

Filariasis limfatik sekarang telah menginfeksi sekitar 120 juta manusia

di Afrika, Amerika Latin, Pulau-pulau Pasifik, dan Asia; lebih dari 75% dari kasus ini terpusat di Asia (Ryan and Ray, 2004). Diperkirakan sekitar 120 juta orang di daerah tropis dan subtropis di dunia terinfeksi filariasis limfatik

ini. Hampir 25 juta orang laki-laki memiliki penyakit filariasis pada bagian kelamin (paling sering hidrokel) dan hampir 15 juta, sebagian besar wanita,

memiliki lymphoedema atau elephantiasis dari kaki (WHO, 2012).

Penyakit filariasis dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 200 spesies filaria. Dari 200 spesies tersebut hanya sedikit yang menyerang manusia.

(18)

yang terkena paparan menahun oleh nyamuk yang mengandung larva. Di seluruh dunia, angka perkiraan infeksi filaria mencapai 250 juta orang. Di

Asia, filaria endemik terjadi di Indonesia, Myanmar, India, dan Sri Lanka (Widoyono, 2008).

Sebanyak 851 juta penderita filariasis berada di Asia Tenggara dengan Indonesia menjadi negara dengan kasus filariasis yang paling tinggi, dan Myanmar menjadi peringkat kedua. Pada tahun 2001 hingga 2004

berturut-turut jumlah kasus filariasis yang terjadi di Indonesia, yaitu sebanyak 6.181 orang, 6.217 orang, 6.635 orang, dan 6.430 orang. Pada tahun 2005 terjadi

peningkatan kasus sebanyak 10.239 orang. Pada tahun 2006, sekitar 66% wilayah Indonesia dinyatakan endemis filariasis (Puji dkk,2010).

Sampai saat ini filariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia. Sampai tahun 2008, dilaporkan jumlah kasus kronis filariasis secara kumulatif sebanyak 11.699 kasus di 378 kabupaten/kota. Sebanyak

316 kabupaten/kota dari 471 kabupaten/kota telah terpetakan secara epidemiologis endemis filariasis sampai dengan tahun 2008. Berdasarkan hasil pemetaan didapat prevalensi mikrofilaria di Indonesia 19% (40 juta) dari

seluruh populasi 220 juta. Bila tidak dilakukan pengobatan massal maka akan ada 40 juta penderita filariasis di masa mendatang. Di samping itu, mereka

menjadi sumber penularan bagi 125 juta penduduk yang tinggal di 316 kabupaten/kota endemis tersebut (Depkes RI, 2008).

Di Provinsi Banten sendiri, Filariasis masih menjadi masalah serius

(19)

wilayah 9.160,70 km² ini tercatat masih terdapat penderita filariasis sampai saat ini. Pada tahun 2006 tercatat sebanyak 67 penderita filariasis. Pada tahun

2008 jumlah penderita meningkat menjadi 91 penderita (Depkes RI, 2009). Filariasis masih menjadi salah satu masalah serius di kota Tangerang

Selatan. Kota yang memulai awal otonomi pada tahun 2008 ini, masih menjadi salah satu endemi filariasis di Propinsi Banten. Jumlah penderita filariasis di Kota Tangerang Selatan mencapai 2,4% dari seluruh jumlah

penduduk Tangerang Selatan (Dadang, Oktober 2012). Lidya (2009) mengatakan bahwa jumlah penderita positif filariasis dan sudah mengalami

pembengkakan adalah 30 orang sedangkan penderita mikrofilaria adalah 800 ribu orang (Republika, 2009).

Pengobatan massal sudah dijalankan di Kota Tangerang Selatan dan

mencapai 80% dari seluruh penduduk kota yang berbatasan langsung dengan Jakarta di sebelah utara wilayah ini. Program pemberantasan filariasis ini

akan dijalankan setiap tahun selama 5 tahun. Dari dijalankannya program ini, diharapkan agar penderita filariasis di Kota Tangerang Selatan dapat ditekan bahkan dihilangkan.

Kecamatan Pondok Aren merupakan satu daerah di bawah pemerintahan kota Tangerang Selatan. Sama seperti wilayah yang lain di

Tangerang Selatan, Pondok Aren juga menjalankan program pencegahan filariasis, mengingat Pondok Aren adalah wilayah dengan jumlah penderita Filariasis terbesar kedua setelah Kampung Sawah di Kota Tangerang Selatan.

(20)

terinfeksi mikrofilaria (Dinkes Tangsel, 2013). Pada tes darah tahun 2009, didapatkan lebih dari 1% penduduk Pondok Aren positif filariasis. Dari hasil

ini, maka Program pemberantasan filariasis juga dijalankan di Pondok Aren. Kepala bidang pembinaan filariasis puskesmas Pondok Aren

mengatakan, bahwa kasus terbanyak filariasis di Pondok Aren adalah RW 2. Pada tahun 2010 terdapat 48 orang atau sebesar 3% penduduk positif mikrofilaria pada apusan darah tepi. Hal ini yang menyebabkan RW 2

kelurahan Pondok Aren sebagai penyumbang terbesar kasus filariasis di Pondok Aren. Filariasis bila dibiarkan dapat menimbulkan beberapa dampak.

Dampak pada tubuh individu penderita adalah terjadinya kecacatan permanen yang terjadi pada tangan, kaki, buah zakar, dan bagian-bagian tubuh lainnya. Dampak secara psikologis adalah perasaan kurang indah dan tidak berdaya

karena kecacatan tersebut. Dampak secara ekonomi adalah dengan keadaan yang demikian, akan terjadi penurunan kemampuan dalam bekerja sehingga

menurunkan produktifitas yang berpengaruh terhadap pendapatan ekonomi. Dampak secara politik adalah menurunnya angka kesehatan di daerah tersebut

(Depkes, 2010).

Puskesmas Pondok Aren telah menjalankan program pemberantasan filariasis dengan membagikan obat pencegahan filariasis kepada penduduk di

wilayah kerja Puskesmas Pondok Aren termasuk RW 2. Puskesmas memberikan obat melalui kader-kader yang telah dilatih. Obat yang dibagikan berjumlah 5 tablet per kemasan. 3 tablet DEC (Diethylcarbamazine), 1 tablet

(21)

Salah satu kelemahan program yang telah dijalankan puskesmas Pondok Aren dalam mencegah filariasis ini adalah tidak adanya pemantauan

secara langsung respon masyarakat terhadap obat yang diberikan. Sehingga, masih banyak masyarakat yang takut mengkonsumsi obat yang telah

dibagikan. Dari 15 orang yang telah diwawancarai, 11 orang mengatakan tidak mengkonsumsi obat anti filaria yang telah dibagikan. “Saya takut

minum obat yang bukan dari dokter”, kata salah satu warga RW 2 Pondok

Aren. “Karena takut, jadi tidak saya minum obat tadi”. Ibu yang berumur 38

tahun ini menambahkan. Sedangkan warga lainnya mengatakan tidak mau

minum obat karena merasa tidak sakit dan tidak akan terkena filariasis. Beliau meyakini jika hidup bersih dan sistem imun bagus, maka tidak akan terkena filariasis.

Dalam hal pemberian obat untuk upaya pencegahan filariasis ini, perawat mempunyai peran dalam mendidik masyarakat dari tidak tahu

menjadi tahu termasuk pemberian obat anti filariasis. Dalam hal memberikan obat ini, perawat harus menguasai tekhnik serta aturan dalam menggunakan obat tersebut. Di dalam memberikan obat kepada pasien, perawat harus

mengetahui beberapa hal yang akan terjadi pada pasien setelah pemberian obat ini, diantaranya interaksi obat, efek samping obat, waktu kerja obat, dan

lain-lain. Dalam hal ini, perawat kesehatan masyarakat (PERKESMAS) mempunyai andil yang sangat besar dalam keberhasilan program pemerintah dalam membina kesehatan (Brooker, 2009). Hal tersebut sesuai juga dengan

(22)

melakukan hal-hal yang dapat menularkan atau tertular suatu penyakit. Sebagaimana hadits Rosulullah di bawah ini :

لاق دْيز نْب ةماسأ ثْيدح :

َ س هْي ع ه ىَ ص ه ل ْ سر لاق

ةفئاط ى ع لسْرأ ،سْجر ن ْ عاَطلا

ك ْبق ناك ْنم ى ع ْ أ ،لْيئارْسإ ىنب ْنم هْي ع ا ْ مدْقت َف ضْرأب هب ْ تْعمس اذإف ،ْ

. ا ب ْ تْنأ ضْرأب عق اذإ

هْنم ارارف ا ْ جرْخت َف ( .

ةيا ر ىف )

هْنم ارارف ََإ ْ كجرْخي َ

Usamah bin Zaid r.a. berkata: “Rasulullah saw. Bersabda: “Tha’un

(wabah cacar) itu suatu siksa yang diturunkan Allah kepada sebagian Bani

Isra’il atau atas umat yang sebelummu. Maka bila kamu mendengar bahwa

penyakit itu berjangkit di suatu tempat, janganlah kalian masuk ke tempat itu,

dan jika di daerah di mana kamu telah ada di sana maka janganlah kamu

keluar dari daerah itu karena melarikan diri dari padanya”.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, seyogyanya sebagai

perawat mempunyai perhatian terhadap kondisi ini. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku

masyarakat terhadap minum obat anti filaria di RW 2 Kelurahan Pondok Aren.

B. Rumusan Masalah

Pemerintah kota Tangerang Selatan (2012) telah mengeluarkan

kebijakan dan program untuk menekan angka kejadian filariasis. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sudah menjalankan program sesuai yang telah diputuskan, namun belum adanya pemantauan secara langsung respon

(23)

pencegahan dari sikap dan perilaku dalam hal menerima dan mengkonsumsi obat belum dapat teridentifikasi secara jelas.

Terdapat beberapa penelitian terkait mengenai filariasis diantaranya, Supali (2010) mengungkapkan hasil penelitiannya mengenai keberhasilan

program eliminasi filariasis di kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur didapatkan bahwa salah satu penunjang tingkat keberhasilan program eliminasi filariasis adalah faktor pengetahuan, dimana peningkatan

pengetahuan dari 54% menjadi 89% ternyata dapat meningkatkan cakupan konsumsi obat anti filariasis sebanyak 80%.

Training in Tropical Disease Research (TDR, 2000) dalam risetnya

tentang Community Directed Treatment of Lymphatic Filariasis in Africa mengatakan bahwa wanita lebih cenderung mengikuti dan patuh terhadap

program eliminasi filariasis, dimana 52,8% dari total responden yang patuh terhadap program adalah wanita.

Widayati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Status Kelengkapan Imunisasi Polio di Wilayah Kerja Puskesmas Tanon 1 Sragen melaporkan

bahwa pada umumnya ibu dengan pengetahuan baik 27% akan lebih memberikan imunisasi polio secara lengkap dibandingkan dengan ibu dengan

pengetahuan sedang 53%. Hal ini dikarenakan bahwa pengetahuan dapat mempengaruhi sikap dan tindakan orang tua dalam menjaga kesehatan anaknya. Sedangkan pada variabel pendidikan, ibu dengan pendidikan tinggi

(24)

dibandingkan ibu dengan pendidikan dasar (SD dan SLTP) 41%. Hal ini dikarenakan bahwa pendidikan tinggi lebih mudah menerima suatu inovasi

dengan manfaat yang besar dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah.

Peneliti memilih judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Masyarakat terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Filaria di RW 2 Kelurahan Pondok Aren karena dilihat dari tingkat kepentingan program yang

sangat tinggi. Program pencegahan filariasis tidak akan berjalan lancar, jika masyarakat tidak mau menjalankan program yang berupa minum obat anti

filaria yang dibagikan. Penelitian ini dilakukan agar didapatkan faktor yang dominan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat, sehingga petugas dapat melakukan pendekatan-pendekatan kepada masyarakat sesuai

dengan kebutuhan masyarakat agar program yang dijalankan dapat berjalan dengan tanpa kendala.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, sosial ekonomi, pengetahuan) yang menjadi penyebab penularan filariasis di RW 2?

2. Apakah faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat RW 2 kelurahan Pondok Aren dalam minum obat anti filaria?

3. Apakah faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat RW 2 Kelurahan

(25)

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren dalam kepatuhan mengkonsumsi obat Anti Filaria

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui gambaran demografi masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren.

b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat RW 2 kelurahan Pondok Aren terhadap minum obat anti filariasis. c. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren terhadap minum obat anti filariasis.

E. Manfaat Penelitian

a. Instansi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data-data yang menjadi gambaran efektifitas program yang dilaksanakan oleh Puskesmas.

(26)

b. Bagi institusi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan

keperawatan di komunitas dalam mengembangkan program pembelajaran keperawatan medikal bedah dan komunitas serta dapat dijadikan sebagai

rujukan tambahan untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik, dengan tujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat

(27)

11

A. FILARIASIS

1. Pengertian Filariasis

Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit

nematoda yang tersebar di Indonesia. Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas

penderitanya karena timbulnya gangguan fisik. Penyakit ini jarang terjadi pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-tahun kemudian setelah infeksi. Gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan

microfilaria pada pembuluh limfe yang biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun setelah terpapar parasit selama bertahun-tahun. Oleh karena itu,

filariasis sering juga disebut penyakit kaki gajah. Akibat paling fatal bagi penderita adalah kecacatan permanen yang sangat mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

Penyakit filariasis limfatik merupakan penyebab kecacatan menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental

(Depkes RI, 2008). Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa filariasis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikrofilaria yang menyebabkan kecacatan secara permanen, namun tidak menyebabkan

(28)

2. Etiologi dan penularan

a) Agen penyebab Filariasis

Beberapa spesies filaria yang menyerang manusia diantaranya

adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, dan Onchocerca volvulus. W. bancrofti dan B. Timori banyak ditemukan di

Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika, sedangkan O. Volvulus

banyak terdapat di Afrika (Widoyono, 2008) 1) Wuchereria bancrofti

Wuchereria bancrofti adalah salah satu spesies yang paling sering menyebabkan filariasis limfatik. Spesies ini berbentuk seperti benang-benang halus berwarna putih yang terletak

melingkar di pembuluh limfatik, cacing jantan dan betina dapat menimbulkan gejala. Mikrofilaria W. bancrofti mempunyai ciri

yang membedakan dengan mikrofilaria lainnya yaitu terdapat

dalam darah, mempunyai selubung, ukurannya sekitar 360 m, dan

periode aktifnya biasanya adalah nocturnal atau malam hari (Ryan

& Ray, 2004).

Periodesitas nokturna menunjukkan bahwa pada siang hari mikrofilaria berkumpul dalam darah kecil paru-paru, sedangkan

pada malam hari mikrofilaria dilepaskan ke dalam pembuluh darah tepi. Diduga periodisitas berkaitan dengan perbedaan tekanan

(29)

hari (Hawking dalam Djaenudin & Ridad, 2009). Dari periode inilah dapat ditentukan waktu pengambilan darah tepi untuk

pemeriksaan agar lebih akurat. 2) Brugia malayi

Brugia malayi dewasa memiliki ukuran tubuh setengah dari

W. bancrofti. Perbedaan mendasar dari keduanya adalah dari

panjangnya, karakteristik pewarnaan dan struktur internal cacing.

Brugia malayi mempunyai ciri berada di darah, mempunyai

selubung, ukurannya sekitar 220 m dan periodenya nokturnal.

Mikrofilaria Brugia malayi akan berada di pembuluh darah

paru-paru pada siang hari dan akan berpindah ke pembuluh darah perifer pada malam hari, dimana mereka akan banyak ditemukan antara

jam 9 malam sampai jam 2 pagi (Ryan & Ray, 2004). Hospes dari cacing ini adalah manusia, kera, kucing, anjing. Sedangkan vektor nya adalah nyamuk Anopheles barbirostris (Juni, dkk, 2006)

Parasit B. malayi ditularkan oleh berbagai spesies dari genus Mansonia, di beberapa daerah, nyamuk Anopheles dapat juga

menjadi tempat untuk transmisi infeksi. Parasit Brugian terbatas pada wilayah Asia selatan dan tenggara, terutama India, Indonesia, Malaysia dan Filipina (WHO, 2012).

3) Brugia timori

Habitat cacing dewasa Brugia timori biasa ditemukan pada

(30)

paru-paru, jantung dan pembuluh besar seperti limphatik dan testis. Persebaran B. Timori ini ada di Timor timur, Bagian timur pulau

Flores, dan sedikit di kepulauan Sunda kecil. Vektor dari B. Timori yaitu Anopheles barbirostris (Djaenudin & Ridad, 2009).

4) Onchocerca volvulus

Onchocerca volvulus adalah parasit yang menyebabkan

onchocerciasis yang ditularkan dari manusia ke manusia melalui

gigitan vektor lalat. Cacing Onchocerca volvulus dewasa bisa hidup selama lima belas tahun dalam tubuh manusia. Cacing jantan

dan betina membelitkan di nodul dalam jaringan subkutan kulit. Setelah kawin, cacing betina melepaskan sekitar 1000 larva mikrofilaria hari ke jaringan sekitarnya. Mikrofilaria hidup selama

1-2 tahun, bergerak di sekitar tubuh dalam jaringan subkutan. Ketika mereka mati, mereka menyebabkan respons peradangan

yang mengarah ke ruam kulit, lesi, rasa gatal dan depigmentasi kulit. Mikrofilaria juga bermigrasi ke mata, di mana mereka menyebabkan inflamasi dan komplikasi lain yang dapat

menyebabkan kebutaan. Onchocerciasis ditularkan melalui gigitan dari lalat hitam Simulium. Lalat hitam ini berkembang biak dengan

cepat di aliran air dan sungai, meningkatkan risiko infeksi kepada orang-orang yang tinggal di dekatnya. Ketika lalat hitam Simulium betina menggigit orang yang terinfeksi dan menghisap darah,

(31)

sampai tiga minggu, mikrofilaria berkembang dalam lalat membentuk larva infektif. Kemudian larva infektif akan

ditransmisikan kepada orang lain ketika lalat mengambil makanan yang berupa darah. Di dalam tubuh manusia, larva bermigrasi

dalam jaringan subkutan, membentuk nodul dan perlahan-lahan tumbuh menjadi cacing dewasa, kemudian menyelesaikan siklus (WHO, 2013).

b) Vektor

Filariasis ditularkan oleh gigitan nyamuk. Ketika nyamuk dengan

larva tahap infektif menghisap darah, parasit disimpan pada kulit seseorang, dari mana mereka masuk ke dalam tubuh melalui kulit. Larva ini kemudian bermigrasi ke pembuluh limfatik dan berkembang

menjadi cacing dewasa selama 6-12 bulan, menyebabkan kerusakan dan dilatasi pembuluh limfatik. Filaria dewasa hidup selama beberapa

tahun dalam tubuh manusia. Selama waktu ini, mereka menghasilkan jutaan mikrofilaria dewasa yang beredar dalam darah perifer dan dicerna oleh nyamuk yang menggigit manusia yang terinfeksi. Bentuk

larva lebih berkembang dalam nyamuk sebelum ditularkan kepada manusia. Dengan demikian, siklus penularan dapat berlangsung (CDC,

2010).

c) Penularan Filariasis

Siklus hidup W. bancrofti dan B. malayi dimulai dari saat filaria

(32)

50.000 mikrofilaria per hari ke dalam darah. Nyamuk kemudian menghisap mikrofilaria pada saat menggigit manusia, selanjutnya larva

tersebut akan berkembang dalam tubuh nyamuk, dan ketika nyamuk menggigit manusia, larva infektif akan masuk ke dalam tubuh manusia.

Larva akan bermigrasi ke saluran limfe dan berkembang menjadi bentuk dewasa. Mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah tepi setelah 6 bulan-1 tahun setelah terinfeksi dan bisa bertahan 5-10 tahun. Vektor

utama filaria adalah nyamuk Anopheles, Culex, Mansonia, dan Aedes(Widoyono, 2008).

3. Tanda dan Gejala Filariasis

Penderita filariasis bisa tidak menunjukkan gejala klinis

(asimtomatis). Hal ini disebabkan oleh kadar mikrofilaria yang terlalu sedikit dan tidak terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium atau karena

memang tidak terdapat mikrofilaria dalam darah. Apabila menunjukkan gejala, maka yang sering ditemukan adalah gejala akibat manifestasi perjalanan kronik penyakit. Gejala penyakit pada tahap awal (fase akut)

bersifat tidak khas seperti demam selama 3-4 hari yang dapat hilang tanpa diobati, demam berulang, lagi 1-2 bulan kemudian, atau gejala lebih sering

timbul bila pasien bekerja terlalu berat. Tahap kedua (fase kronis) dapat timbul benjolan dan terasa nyeri pada lipat paha atau ketiak dengan tidak ada luka di badan. Dapat teraba garis seperti urat dan berwarna merah,

(33)

Gejala terjadi berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, mulai dari yang ringan sampai yang berat. Cacing akan menyebabkan fibrosis dan

penyumbatan pembuluh limfe. Penyumbatan ini akan mengakibatkan pembengkakan pada daerah yang bersangkutan. Tanda klinis yang sering

ditemukan adalah pembengkakan skrotum (hidrokel) dan pembengkakan anggota gerak terutama kaki (elefantiasis). Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan ditemukannya mikrofilaria dalam darah

(Widoyono, 2008).

4. Penatalaksanaan filariasis

Depkes RI melalui Direktorat Jenderal PP dan PL (2007) menentukan jenis obat yang dipakai buat pengobatan filariasis di Indonesia

yaitu:

1. Dietilkarbamazin (DEC)

DEC merupakan obat filariasis terpilih terhadap mikrofilaria dan makrofilaria. DEC bersama Albendazol digunakan untuk mengontrol limfatik filariasis, dapat menurunkan mikrofilaria dengan baik selama

setahun. Pemberian sekali setahun selama 4-6 tahun bertujuan untuk mempertahankan kadar mikrofilaria dalam darah tetap rendah, sehingga

(34)

2. Albendazol

Albendazole adalah obat yang dapat meningkatkan efek DEC

dalam melemahkan dan membunuh mikrofilaria. Albendazole adalah obat yang telah digunakan secara luas sebagai obat cacing usus (cacing

gelang, kremi, cambuk, dan tambang). Dalam penggunaannya, albendazole jarang menimbulkan efek samping pada pemakaian jangka pendek. Namun jika albendazol digunakan dalam jangka panjang dapat

menimbulkan efek samping berupa mual, nyeri ulu hati, pusing, sakit kepala, diare, keluar cacing, demam, lemas, dan asma.

5. Pencegahan

Menurut Widoyono (2008), angka kejadian filariasis dapat dicegah

dengan beberapa cara yaitu: 1. Pengobatan massal

Cara pencegahan penyakit yang paling efektif adalah mencegah gigitan nyamuk pembawa mikrofilaria. Apabila suatu daerah sebagian besar sudah terkena penyakit ini, maka pengobatan massal dengan

DEC, Ivermectin, atau albendazol dapat diberikan setahun sekali dengan sebaiknya dilakukan paling sedikit selama lima tahun.

WHO (2010) melaporkan bahwa pengobatan secara massal sangat efektif untuk memberantas filariasis. Di Amerika, terdapat 3,4 juta penduduk yang terinfeksi mikrofilaria dan 2,7 juta diantaranya dapat

(35)

berbeda dengan di kawasan Timur Tengah, filariasis telah menginfeksi sebanyak 550.000 penduduk di Mesir, Sudan, dan Yaman. Dengan

adanya pengobatan massal ini, 510.000 penduduk dapat sembuh. Sedangkan di Asia Tenggara, 587 juta penduduk terinfeksi filariasis di

tahun 2008. Pengobatan massal di tahun tersebut hanya efektif pada 426 juta penduduk saja. Dari gambaran hasil di atas, pengobatan massal adalah salah satu cara yang efektif untuk memberantas filariasis di

dunia apabila semua lapisan masyarakat sadar dan ikut dalam program tersebut.

2. Pengendalian vektor

Kegiatan pengendalian vektor adalah pemberantasan tempat perkembangbiakan nyamuk melalui pembersihan got atau saluran

pembuangan air, pengaliran air tergenang, dan penebaran bibit ikan pemakan jentik. Kegiatan lainnya adalah menghindari gigitan nyamuk

dengan memasang kelambu, menggunakan obat nyamuk oles, memasang kasa pada ventilasi udara, dan menggunakan obat nyamuk bakar atau obat nyamuk semprot (Widoyono, 2008).

3. Peran serta masyarakat

Warga masyarakat diharapkan bersedia datang dan mau diperiksa

darahnya pada malam hari saat ada kegiatan pemeriksaan darah, bersedia minum obat anti-penyakit kaki gajah secara teratur sesuai dengan ketentuan yang diberitahukan oleh petugas, memberitahukan

(36)

filariasis, dan bersedia bergotong royong membersihkan sarang nyamuk atau tempat perkembangbiakan nyamuk.

B. SIKAP

1. Pengertian Sikap

Sikap adalah suatu disposisi atau keadaan mental di dalam jiwa dan

diri seseorang individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik lingkungan manusia atau masyarakatnya, baik lingkungan alamiahnya,

maupun lingkungan fisiknya). Walaupun berada dalam diri seorang individu, sikap biasanya juga dipengaruhi oleh nilai-budaya, dan sering juga bersumber kepada sistem nilai-budaya.(Koentjaraningrat, 2004).

Sikap adalah cara kita melihat dengan pikiran kita. Seringkali kita

melihat atau menilai sesuatu berdasarkan “apa yang biasa kita lihat”atau

“apa yang ingin kita lihat”(Sugiarto, 2004). Alport (1935) dalam Rusmi

(2009) mengatakan bahwa sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu respon atau reaksi seseorang dari suatu stimulus yang

(37)

2. Komponen sikap

Notoatmodjo (2010) dalam buku Ilmu Perilaku Kesehatan

menyebutkan bahwa sikap mempunyai 3 komponen yaitu: a) Komponen kognitif

Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Komponen kognitif ini adalah olahan pikiran manusia atau seseorang terhadap kondisi eksternal atau

stimulus yang menghasilkan pengetahuan. Komponen kognitif ini bisa didapatkan dari tempat-tempat yang memberikan informasi pendidikan

seperti sekolah, media massa, dan kelompok atau komunitas pengendali suatu penyakit. Sebagai contoh, seseorang dengan pendidikan sekolah dasar akan sangat berbeda dalam mengambil sikap jika dibandingkan

dengan seseorang dengan pendidikan tinggi. b) Komponen afektif

Adalah aspek emosional yang berkaitan dengan penilaian terhadap apa yang diketahui manusia. Setelah seseorang mempunyai pemahaman atau pengetahuan terhadap stimulus atau kondisi

eksternalnya, maka selanjutnya akan mengolahnya lagi dengan melibatkan emosionalnya. Komponen ini dapat didapatkan ketika

seseorang terpapar dengan suatu lembaga pemberantas suatu penyakit atau suatu penyakit telah menimpanya. Sebagai contoh adalah, jika seseorang terkena suatu penyakit, maka dia akan terpengaruh secara

(38)

c) Komponen konatif

Adalah aspek visional yang berhubungan dengan kecenderungan

atau kemauan bertindak. Komponen ini biasanya didapatkan jika seseorang telah bergabung dengan suatu lembaga kesehatan, salah satu

keluarga terkena suatu penyakit, atau terdapat suatu wabah suatu penyakit di tempatnya.

3. Karakteristik sikap

Allport (1924) dalam Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa sikap memiliki 4 karakter, yaitu:

a) Sikap merupakan kecenderungan berpikir, berpersepsi, dan bertindak. Dalam hal ini, sikap adalah perputaran dan pengembangan pemikiran manusia terhadap suatu masalah yang menjadi dasar

orang tersebut untuk bertindak.

b) Sikap mempunyai daya pendorong (motivasi). Dari sikap inilah

manusia memiliki motivasi untuk bertindak dan berubah. Sebagai contoh, jika seseorang tidak setuju terhadap suatu hal, maka dia akan mengambil tindakan untuk menolak hal tersebut.

c) Sikap relatif lebih menetap, dibanding emosi dan pikiran. Dalam hal ini, sikap dapat digambarkan sebagai karakter manusia yang tidak

mudah berubah.

d) Sikap mengandung aspek penilaian atau evaluatif terhadap objek. Sikap sangat terpengaruh terhadap penilaian seseorang terhadap

(39)

sama sebelumnya, maka dia akan menjadikan masalah terdahulu sebagai acuan dalam mengambil sikap terhadap masalah sekarang.

4. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang

Azwar (2013) menuliskan bahwa sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal berikut:

a) Lingkungan

1) Rumah

Tingkah laku anak dan sikap anak tidak hanya dipengaruhi

oleh bagaimana sikap-sikap orang yang berada di dalam rumah itu, melainkan juga bagaimana sikap-sikap mereka dan bagaimana mereka mengadakan atau melakukan hubungan-hubungan dengan

orang-orang di luar rumah. Dalam hal ini, peranan orang tua penting sekali untuk mengetahui apa-apa yang dibutuhkan si anak

dalam rangka perkembangan nilai-nilai moral si anak, serta bagaimana orang tua dapat memenuhinya (Singgih, 2004). Dalam hal ini, orang tua dan orang sekitar berperan dalam membentuk

pengetahuan anak yang akan membentuk sikap anak tersebut. 2) Sekolah

Peran pranata pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian anggota masyarakat agar menjadi warga yang baik dan unggul secara intelektual. Peran guru sejak pendidikan dasar

(40)

membentuk kepribadiannya. Guru senantiasa memberikan dorongan dan motivasi terhadap keberhasilan anak dalam

membentuk kepribadian anak. Ketika anak memasuki sekolah lanjutan, peran guru dalam mempengaruhi kepribadian anak

mulai dibatasi oleh peran anak itu sendiri. Pada tahap ini, anak sudah mempunyai sikap, kepribadian, dan kemandirian (Wigati, 2008).

5. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan sangatlah berpengaruh terhadap

sikap seseorang, kondisi lingkungan pekerjaan yang nyaman, akan membentuk sikap positif pada pekerjanya, begitu sebaliknya lingkungan kerja yang tidak nyaman akan membentuk sikap

negatif pada pekerjanya (Heni, 2011). Dari gambaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkungan pekerjaan sangat berperan

dalam mekanisme pembentukan sikap. Kenyamanan pada lingkungan kerja, akan membawa sikap positif pada kehidupan orang tersebut.

b) Pengalaman

Apa yang telah dan sedang dialami seseorang, akan ikut

membentuk dan mempengaruhi penghayatan seseorang terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap (Azwar, 2013). Pengalaman dapat didapatkan

(41)

kejadian, dan pernah melihat dari orang lain. Pengalaman sangat mempengaruhi seseorang dalam bersikap.

c) Pendidikan

Pendidikan bisa berupa pendidikan formal, yaitu dari sekolah,

maupun pendidikan nonformal, seperti pendidikan dari orang tua. (Sugiarto, 2004). Rusmi (2009) mengatakan bahwa pembentukan sikap dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan

sikap seseorang sangat ditentukan oleh kepribadian, intelegensia, dan minat.

C. PERILAKU

1. Pengertian Perilaku

Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung

maupun tidak langsung. Secara operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri.

(Soekidjo, 1993 dalam Sunaryo, 2004)

2. Ciri-ciri Perilaku manusia

(42)

a) Kepekaan Sosial

Artinya kemampuan manusia untuk dapat menyesuaikan

perilakunya sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama

dengan orang lain. Perilaku manusia adalah situasional, artinya perilaku manusia akan berbeda pada situasi yang berbeda.

b) Kelangsungan perilaku

Artinya, antara perilaku yang satu ada kaitannya dengan perilaku yang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang baru lalu,

dan seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku manusia terjadi secara berkesinambungan bukan secara serta merta.

Jadi, sebenarnya perilaku manusia tidak pernah berhenti pada

suatu saat. Perilaku pada masa lalu merupakan persiapan bagi perilaku kemudian dan perilaku kemudian merupakan kelanjutan perilaku

sebelumnya.

c) Orientasi pada tugas

Artinya bahwa setiap perilaku manusia selalu memiliki orientasi

pada suatu tugas tertentu. Perilaku seseorang akan sangat sesuai dengan peran orang tersebut kepada masyarakat atau kelompoknya. Jika dalam

(43)

d) Usaha dan perjuangan

Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan

sendiri, serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin diperjuangkan. Jadi, sebenarnya manusia memiliki cita-cita (aspiration) yang ingin diperjuangkannya, sedangkan hewan hanya

berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang sudah tersedia di alam. e) Tiap-tiap manusia adalah individu yang unik

Unik di sini mengandung arti bahwa manusia satu berbeda dengan manusia yang lain dan tidak ada dua manusia yang sama persis

di muka bumi ini, walaupun ia dilahirkan kembar. Manusia mempunyai ciri-ciri, sifat, watak, tabiat, kepribadian, motivasi tersendiri yang membedakannya dari manusia lainnya. Perbedaan pengalaman yang

dialami individu pada masa silam dan cita-citanya kelak dikemudian hari, menentukan perilaku individu di masa kini yang berbeda-beda

pula.

3. Proses pembentukan perilaku

Perilaku manusia dibentuk karena ada kebutuhan yang harus dipenuhi oleh manusia tersebut. Dalam Notoatmodjo (2010) teori Mayo

(44)

a) Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama, yaitu O2, H2O, cairan elektrolit, makanan, dan seks. Apabila

kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis. b) Kebutuhan rasa aman, misalnya rasa aman terhindar dari pencurian,

penodongan, perampokan, dan kejahatan lain, rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan, dan lain-lain, rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit, rasa aman memperoleh perlindungan

hukum

c) Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya mendambakan kasih

sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain, ingin dicintai/mencintai orang lain, ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada

d) Kebutuhan harga diri, misalnya, ingin dihargai dan menghargai orang lain adanya respek atau perhatian dari orang lain, toleransi atau saling

menghargai dalam hidup berdampingan

e) Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya, ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain, ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita, ingin

menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier usaha, kekayaan, dan lain-lain

4. Faktor pembentuk perilaku

Green (1991) dalam Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa

(45)

a) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan

sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti pengaruh pengetahuan terhadap sikap dan perilaku. Kepercayaan , keyakinan,

serta nilai-nilai tidak diteliti karena kurangnya keberagaman dari faktor tersebut.

b) Faktor-faktor pemungkin (enabling factor), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat

kontrasepsi, jamban, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti tidak mengambil faktor pemungkin dikarenakan sudah tersedianya faktor-faktor pemungkin tersebut. Faktor pemungkin yang sudah

tercukupi secara keseluruhan adalah tercukupinya obat pencegah filariasis untuk seluruh masyarakat.

c) Faktor-faktor pendorong atau penguat (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Dalam

penelitian ini, peneliti tidak meneliti faktor penguat karena faktor ini dianggap sama pada seluruh penduduk. Hal ini digambarkan dengan

(46)

Lewin dalam Notoatmodjo (2010) mengemukakan bahwa pengambilan tindakan tepat untuk perilaku sehat dipengaruhi oleh 3

variabel, yaitu:

a) Variabel demografis, yang terwujud dalam umur, jenis kelamin, suku

bangsa atau kelompok etnis. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil umur dan jenis kelamin sebagai faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku. Suku bangsa dan etnis tidak peneliti ambil

dikarenakan di daerah tersebut hanya ada suku Jawa, Sunda, dan Betawi sehingga dinilai kurang ada keragaman.

b) Variabel sosial psikologis yang dapat dilihat dari peer dan reference group, kepribadian, pengalaman sebelumnya. Dalam penelitian ini,

peneliti akan mengambil satu komponen pengalaman yaitu pengetahuan

sebagai faktor yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku.

c) Variabel struktur yang dapat dilihat dari kelas sosial ekonomi, akses ke

pelayanan kesehatan dan sebagainya. Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sosial ekonomi yang dilihat dari pendapatan. Sedangkan untuk akses ke pelayanan kesehatan tidak diteliti

dikarenakan sudah terdapat keseragaman pada semua masyarakat yaitu, petugas kesehatan mendatangi seluruh penduduk.

(47)

Selain itu, dapat pula dilakukan pendekatan-pendekatan pada faktor lain jikalau pendekatan pada satu faktor terjadi kegagalan.

5. Gambaran Kepatuhan dalam Berperilaku

a. Definisi kepatuhan

Kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin (KBBI, 2007). Kepatuhan adalah tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan

dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain (Kamus Kesehatan, 2007).

Kepatuhan seseorang dapat dilihat dari kesesuaian antara sikap dan perilaku terhadap perintah atau instruksi dari orang lain (Notoatmodjo, 2010). Seseorang dengan sikap yang baik dan menerima instruksi atau

perintah dari orang lain belum dapat dikatakan patuh sebelum dia melaksanakan perintah tersebut secara perilaku atau tindakan. Pengukuran

kepatuhan hanya dapat dilihat setelah seseorang melakukan tindakan yang sesuai dengan perintah atau tidak.

b. Jenis-jenis Kepatuhan

Cramer (1991) dalam Pubmed (2013) mengatakan bahwa

kepatuhan dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Kepatuhan penuh (Total compliance)

Pada keadaan ini seseorang tidak hanya berobat secara teratur, tetapi

(48)

masyarakat patuh dan minum obat yang dibagikan oleh petugas, maka mereka termasuk ke dalam total compliance. Kepatuhan penuh

pada penelitian ini dapat dilihat dari bagaimana penerimaan dan perilaku masyarakat dalam minum obat anti filaria yang telah

dibagikan oleh petugas.

2) Sama sekali tidak patuh (Not Compliance)

Yaitu penderita yang putus obat atau tidak menggunakan obat sama

sekali. Dalam hal ini, masyarakat yang tidak patuh dan tidak mengkonsumsi obat yang dibagikan, maka mereka termasuk ke

dalam not compliance. Ketidak patuhan pada penelitian ini dapat dilihat dari bagaimana masyarakat menerima dan minum obat yang telah dibagikan. Jikalau masyarakat tidak menerima obat yang

dibagikan, maka sudah termasuk dalam kategori tidak patuh. Jikalau masyarakat menerima obat tersebut, tapi tidak diminum, maka dapat

(49)

D.KERANGKA TEORI

[image:49.595.79.568.129.668.2]

Health Belief Model

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Dimodifikasi dari Health Belief Model (Lewin, 1970) dan Green (1991) dalam Notoatmodjo (2010)

Variabel demografis (umur, jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok

etnis). Variabel sosial psikologis (peer dan reference group,

kepribadian, pengalaman sebelumnya) Variabel struktur (kelas

ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan dan sebagainya)

Kecenderungan yang dilihat (preceived) mengenai gejala/penyakit. Syaratnya yang dilihat mengenai gejala dan penyakit

Manfaat yang dilihat dari pengambilan tindakan dikurangi biaya (rintangan) yang dilihat dari pengambilan Kemungkinan mengambil tindakan tepat untuk perilaku sehat/sakit Ancaman yang dilihat mengenai gejala dan penyakit

Pendorong (cues) untuk bertindak (kampanye media massa, peringatan dari dokter, tulisan dalam surat kabar dan majalah)

Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam

pengetahuan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya

Faktor-faktor pemungkin (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya

Faktor-faktor pendorong atau penguat (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat

Sikap

(50)

34 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A.Kerangka Konsep

Sesuai dengan tujuan penelitian yang bersifat analitik atau mencari hubungan variabel yang akan diteliti yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat terhadap minum obat anti filaria di RW 2

[image:50.595.121.512.314.576.2]

Kelurahan Pondok aren, maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah:

Gambar 3.1 Kerangka konsep

Berdasarkan kerangka konsep tersebut, setiap konsep mempunyai variabel sebagai indikasi pengukuran yang digambarkan oleh variabel bebas

atau independen yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pengetahuan, sosial ekonomi, dan pendidikan. Sedangkan variabel terikat atau dependen terdiri dari

sikap dan perilaku masyarakat terhadap minum obat anti filaria. Variabel independen

Umur

Jenis Kelamin Pengetahuan Sosial ekonomi Pendidikan

Variabel dependen

Sikap masyarakat terhadap obat anti filaria

(51)

B.HIPOTESIS

1. Ada hubungan antara umur dengan sikap masyarakat terhadap obat anti

filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren

2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan sikap masyarakat terhadap obat

anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren

3. Ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap masyarakat terhadap obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren

4. Ada hubungan antara sosial ekonomi dengan sikap masyarakat terhadap obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren

5. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap masyarakat terhadap obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren

6. Ada hubungan antara umur dengan perilaku masyarakat terhadap kepatuhan

minum obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren

7. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku masyarakat terhadap

kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren

8. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren

9. Ada hubungan antara sosial ekonomi dengan perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren

(52)

C. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur

Umur Banyaknya angka dalam

tahun yang dihitung sejak responden lahir sampai

dilakukan penelitian

angket Kuisioner

C1

1. Remaja = 12-25 th

2. Dewasa = 26-45 th 3. Lansia = > 45 th

(Depkes, 2009)

Ordinal

Jenis Kelamin

Aplikasi gender yang disandang oleh responden

angket Kuesioner C1

1. Laki-laki 2. perempuan

Nominal

Pengetahuan Tingkat pengetahuan

responden tentang pengertian, vektor, tanda gejala, dan pencegahan filariasis

angket Kuesioner

C2

1. Kurang = bila didapat

skor ≤ 55%

2. Cukup = bila didapat skor 56-75%

3. Baik = bila didapat

(53)

skor 76-100 % (Arikunto, 2010)

Sosial

Ekonomi

suatu keadaan atau

kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi

tertentu dalam struktur masyarakat

angket Kuesioner

C1

1. Ekonomi menengah ke

bawah (< Rp 1.500.000)

2. Ekonomi menengah

tengah (Rp 1.500.000 – Rp 2.600.000)

3. Ekonomi menengah ke atas (> Rp 2.600.000) (BPS, 2011)

Ordinal

Pendidikan Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh responden.

angket Kuesioner

C1

1. Pendidikan dasar (SD dan SMP atau sederajat)

(54)

2. Pendidikan menengah (SMA atau sederajat) 3. Pendidikan tinggi (PT)

(UU Nomor 20 Tahun 2001) Pasal 17 dalam

Kemdikbud (2012)

Sikap Afek atau penilaian positif atau negatif terhadap

pencegahan filariasis dan obat anti filaria. (Azwar, 2013)

angket Kuesioner

Akan dilakukan

skoring dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Pada pertanyaan positif diberikan

nilai 1 pada

Akan dikategorikan menjadi:

1. Kurang = bila didapat skor ≤ 55%

2. Cukup = bila didapat

skor 56-75% 3. Baik = didapat skor

76-100 %

(55)

sangat tidak setuju (STS) sampai 4 pada

sangat setuju (SS)

2. Pada pertanyaan negatif

diberikan nilai 4 pada sangat tidak setuju

(STS) sampai 1 pada sangat

setuju (SS). C3

(56)

Perilaku Tindakan yang dilakukan seseorang berupa minum obat anti filaria atau tidak minum

obat anti filaria sesuai aturan (Notoatmodjo, 2010)

angket Kuesioner C4

1. Tidak Minum obat 2. Minum obat

(57)

41 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang akan digunakan dalam melakukan prosedur penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi analitik kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Desain penelitian

cross sectional adalah penelitian pada beberapa variabel yang diamati pada waktu yang sama (Hidayat, 2008). Tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor

apa saja yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat RW 2 kelurahan Pondok Aren terhadap minum obat anti filaria dengan cara memberikan pertanyaan tertutup melalui kuesioner yang akan diisi oleh responden

penelitian.

B.Tempat dan waktu

Lokasi penelitian dilakukan di RW 2 kelurahan Pondok Aren. Penelitian dilakukan pada tanggal 15-17 November 2013. Penentuan masyarakat RW 2 kelurahan Pondok Aren sebagai lokasi penelitian adalah karena menurut data

yang diperoleh penulis, RW 2 kelurahan Pondok Aren merupakan penyumbang terbesar kasus filariasis di kelurahan Pondok Aren (KaBid Filariasis Pondok

(58)

kader dengan alasan takut, serta tidak ada program dari puskesmas yang memantau langsung minum atau tidaknya masyarakat terhadap obat yang

dibagikan. Penulis juga mempunyai tujuan untuk mengetahui faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku masyarakat terhadap

minum obat anti filaria sehingga bisa dipilih pendekatan yang berbeda agar obat anti filariasis bisa dikonsumsi masyarakat RW 2 pada khususnya dan

Pondok Aren pada umumnya.

C.Populasi dan Sampel

Sugiono (2004) dalam Hidayat (2008) menyebutkan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat di RW 2 Kelurahan Pondok Aren Kota Tangerang

Selatan.

Daftar jumlah masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren yang

(59)
[image:59.595.128.512.168.580.2]

Tabel 4.1 Jumlah masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren yang

mendapatkan obat anti filaria tahun 2012

No RT Jumlah

1. 01 300

2. 02 415

3. 03 190

4. 04 172

5. 05 147

6. 06 115

Jumlah 1339

Sumber: PKM Pondok Aren 2012

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008). Sampel dari penelitian ini ditentukan oleh beberapa kriteria inklusi dan eksklusi di bawah

ini.

Kriteria inklusi:

1. Warga masyarakat yang terdaftar di RW 2 kelurahan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan.

2. Usia lebih dari 12 tahun

3. Bisa membaca dan menulis

4. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini

Kriteria eksklusi:

(60)

3. Warga yang sedang sakit dan tidak diperkenankan mengkonsumsi obat anti filaria saat dibagikan obat anti filaria

4. Lansia yang telah mengalami kepikunan

Tekhnik pengambilan sampel menggunakan proporsionate clustering sampling yaitu suatu cara pengambilan bila objek yang diteliti atau sumber data

sangat luas atau besar, yakni populasinya heterogen dan terdiri atas kelompok yang masing heterogen dan disesuaikan dengan jumlah pada

masing-masing kelompok (Hidayat, 2008).

Setelah didapatkan cluster atau kelompok, akan dilanjutkan dengan sistem systematic random sampling pada tiap-tiap kelompok atau cluster. Besar sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai dengan ketentuan rumus besar sampel yang sesuai dengan rancangan penelitian yaitu rumus sampel uji beda dua

proporsi dengan presisi mutlak ditentukan.

(61)

Keterangan:

n = jumlah sampel

1-α = (derajat kemaknaan 95% CI/Confidence Interval dengan α sebesar 5%) 1-β = Kekuatan uji 90%

P1 = 0.27 (proporsi pengetahuan baik dalam Hubungan Tingkat Pengetahuan

Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Status Kelengkapan Imunisasi Polio di

Wilayah Kerja Puskesmas Tanon 1 Sragen(2012))

P2 = 0.53 (proporsi pengetahuan sedang dalam Hubungan Tingkat

Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Status Kelengkapan Imunisasi Polio di Wilayah Kerja Puskesmas Tanon 1 Sragen(2012))

P = (P1+P2) /2 = (0.27+0.53)/2 = 0.4

1 - P = 1 – 0.4 = 0.6

Pada penghitungan dengan menggunakan software Sample size determination in health studies didapatkan hasil:

n = 59+ 10% (antisipasi drop out) n = 65 sampel

Penghitungan sample dalam masing-masing cluster dilakukan dengan perbandingan jumlah masing-masing RT.

RT 1 =

RT 2 =

RT 3 =

(62)

RT 4 =

RT 5 =

RT 6 =

D.Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh infor

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 3.1 Kerangka konsep
Tabel 4.1 Jumlah masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren yang
Tabel 4.2 Hasil uji reliabilitas instrumen
+7

Referensi

Dokumen terkait

in expected value due to the merger, bidders of all types do have an incentive to merge. Moreover, the free riding issue is absent in the two-aspect model; the merging bidders

Disini peran pemerintah juga sangat penting dalam mewujudkan itu semua, maka dengan program Palembang EMAS 2018 ini yang digali dari kebudayaan Melayu diharapkan

[r]

Sejalan dengan hal tersebut, uji-t menunjukkan hasil uji beda sebesar 14,20 lebih besar dari ttabel 2,092, sehingga dapat disimpulkan penerapan media video berpengaruh

Bahan baku seperti NBKP, LBKP, broke dan kalsium karbonat yang sudah dihaluskan kemudian dicampur di dalam mixing chest dengan komposisi yang berlainan sesuai dengan grade

Bayi Berat Lahir Rendah.” Penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai syarat kelulusan strata-1 Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.. Dalam

Tempat/Tanggal Lahir : Makassar, 21 Desember 1968 Alamat Tempat Tinggal : Kota Kembang Depok Raya sektor. Anggrek -3 Blok F1/14, Depok, Jabar Jenis Kelamin

Dalam konteks melihat respon pemilih pemula terhadap parpol Islam, terpaan media massa yang dikemas dalam liputan dan pemberitaan tentang parpol Islam yang