Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (MA) dalam Pengkajian Islam
Oleh :
ZULPIADI
NIM. 08.2.00.1.12.08.0040
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. ABUDDIN NATA, MA
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
▸ Baca selengkapnya: cara menghitung aksara nama menurut islam
(2)PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Zulpiadi
Tempat dan tanggal lahir : Sei Pangkalan, 13 Mei 1976
NIM : 08.2.00.1.12.08.0040
Status : Mahasiswa Program Master Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menyatakan bahwa Tesis dengan judul “Pendidikan Seks pada Remaja Menurut Islam” ini adalah karya intelektual saya, kecuali kutipan-kutipan yang telah disebutkan sumbernya. Sekiranya terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya, maka itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya, yang bisa berdampak pembatalan gelar kesarjanaan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, untuk kepentingan sebagaimana mestinya
Jakarta, 25 Juni 2010 Yang Menyatakan
Zulpiadi
▸ Baca selengkapnya: cara menghitung jodoh dari nama menurut islam
(3)PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul : “Pendidikan Seks pada Remaja Menurut Islam”, yang ditulis oleh:
Nama : Zulpiadi
NIM : 08.2.00.1.12.08.0040 Program Studi : Ilmu Agama Islam
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, telah diperbaiki sesuai dengan masukan-masukan dalam bimbingan, maka saya sebagai pembimbing menyetujui untuk didaftarkan Ujian Tesis.
Jakarta, 2010 Pembimbing,
Prof. Dr. Abuddin Nata, MA
“PENDIDIKAN SEKS PADA REMAJA MENURUT ISLAM”.
telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Magister Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Jum’at, tanggal 25 Juni 2010, dan telah diperbaiki sesuai saran serta rekomendasi dari Tim Penguji Tesis.
TIM PENGUJI :
Ketua Sidang / Penguji,
……….2010
Prof. Dr. Suwito, MA
Pembimbing / Penguji 2
………2010
Prof. Dr. Abuddin Nata, MA
Penguji 3
………2010
Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, MA
Penguji 4
...2010
Muhammad Zuhdi, M. Ed. Ph. D
Tesis ini membantah pendapat: Pertama, Shannan Martin, dkk., dalam bukunya berjudul Comprehensive Sex Education vs. Authentic Abstinence A Study of
Competing Curricula (Washington: The Heritage Foundation, 2004)” yaitu:
Pendidikan seks diberikan menunggu umur siswa-siswi lebih dewasa, supaya mereka menunda melakukan aktivitas seksual.
Kedua, pendapat Alex R.Mellanby, dkk, dalam Health Education Research Journal, Theory & Practice, vol. XI, (Oxford University Press, 1996), “konsep pendidikan seks adalah mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan alat kelamin, seperti pendidikan hubungan seksual, pengenalan alat kontrasepsi, penyakit menular seksual, penggunaan kondom, moralitas pribadi dan ketegasan untuk mengatakan” tidak “ pada seks bebas ”.
Tesis ini mendukung pendapat: Pertama, Heba G. Kotb MD, Sexuality In Islam (A dissertation presented for the partial fulfillment of Ph.D, in Clinical
sexology), Florida, USA, 2004, ia menjelaskan bahwa” pendidikan seks adalah
pendidikan moral untuk memperkuat hubungan harmonis dalam Iman dan Islam. Kedua, Pendapat Dewi Indrawati, Pendidikan Seks dalam Perspektif Ali Akbar. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri, 2005. Dewi menulis; Pendidikan seks bagian dari pendidikan akhlak, karena selain membahas tentang seksualitas, pendidikan seks juga mencakup etika berpakaian, tingkah laku, pergaulan, kebersihan, dan ibadah.
Sumber utama tesis ini adalah bahan ajar Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan, kurikulum pendidikan, ditambah data-data dari penelitian yang ada dan diperkaya dengan teori-teori pendidikan. Cara membacanya, menggunakan metodologi penelitian analisis teori pada library
research, yaitu menganalisa bahan ajar, buku, kurikulum dengan teori-teori
pendidikan dari literatur-literatur atau informasi, yang didapat dari ensiklopedia, kamus-kamus, internet maupun media massa dan buku-buku, yang berkaitan dengan pendidikan seks maupun dan yang berkaitan dengan psikologi, agama dan sosial, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.
This thesis opposes opinions of: First, Shannan Marthin, and friends., in his books entitled comprehensive sex education vs. Authentic Abstinence A Study of
Competing Curricula (Washington: The heritage foundation, 2004)”that is: sex
education is given to wait age of male and female student are more adult, so that they delay to do sex activity.
Second, Alex R. Mellanby, and friends’ opinions in “Health Education Research Journal, Theory & Practice, vol. XI, (Oxford University Press, 1996), sex education concept is teaching about things relationship of sexual organs, identification of contraception equipment, sexual infection diseases, employing of condom, Personal morality and firmness to say “no” for free sex.
This thesis supports opinions: First, Heba G. kotb MD, Sexuality In Islam (A dissertation presented for the partial fulfillment of Ph.D in Clinical Sexology), Florida, USA, 2004, he explains that “sex education is moral education to reinforce harmonious relationship in faithful and Islam.
Second, according to Dewi Indrawati’s opinion that, sex education at Ali Akbar Perspective. Jakarta: Postgraduate Work Program of Islamic State University (UIN), 2005. Dewi wrote; sex education is part of moral education, because beside discussion about sexuality, but also including to get dress ethic, behavior, association, cleanliness and worship.
Main source of this thesis are instructional material of Islamic Religion Education for senior high school or vocational school, education curriculum, added from existing data of research and enriched by education theories. Way of reading it, uses research methodology of theory analysis at library research. That is to analyze instructional material, books, curriculum with education theory from literatures or information, got from encyclopedia, dictionaries, internet or mass media and books, have relationship with sex education or and psychology, religion, social, until can be drawn a conclusion.
ﺔ ﻮ ا
ﺔ ﺮ
تأﺪ
او
ﺔ ﺮ ا
ﺔ
ﻹا
ق ﻷاو
نﺎﻤ ﻹا
ﺎﻜ ا
."
ﺮ
ﺔ ﺎ ﺮ ا
ﺬه
ا
ءار
ﺔ ﺎ ا
:
، وأ
ﺎ
أو
رﺎ
نﺎ
يأر
Comprehensive Sex Education vs. Authentic Abstinence; A Study of Competing
Curricula (Washington: The Heritage Foundation, 2004)
،
أ
ﺄ
ﺪ
ا
ﺪ ﺮ ا
تﺎ ﺎ او
ب
ا
ﻎ
نأ
ﻰ إ
ﺆ
ﻜ
ا
طﺎ ا
اﻮ
.
،ﺎ ﺎ
ر
ﻜ أ
يأر
.
ﺎ
أو
Health Education Research Journal, Theory &
Practice, vol. XI, (Oxford University Press, 1996)
نأ
"
مﻮﻬ
ا
ﻮه
ﺎ
ﺎ ا
ءﺎ
ﺄ
ﻷاو
ﻤ ا
ت ﺂ
ﺮ او
ﺔ ﺎ ﻤ ا
ضاﺮ
او
ﺔ ﺪ ﻤ ا
ﺔ
ا
موﺪ ﻮﻜ ا
ماﺪﺨ
)
اﻮ ا
(
ﺔ ﺎ ﻤ ا
عﺎ
او
ﺔ
ﻷاو
ةﺮ ا
."
ﺪ
ﺔ ﺎ ﺮ ا
ﺬه
ا
ءار
ﻤ
:
ج
ﺎ ه
، وأ
.
م
ﻮآ
.
د
.
Sexuality inIslam (A Dissertation Presented for the Partial Fulfilment of Ph.D, in Clinical
Sexology), Florida, USA, 2004,
نأ
حﺮ
ه
ا
ﻮ
ق ﻷا
ﺎ ﻤ ا
ﺔ
ا
ﺔ ﻮ
أ
ﺔ
م ﻹاو
نﺎﻤ ﻹا
.
،ﺎ ﺎ
اوارﺪ إ
يﻮ د
آ
ا
Pendidikan Seks dalam Perspektif Ali Akbar, (Jakarta: Program Pascasarjana
Universitas Islam Negeri, 2005)
PERSETUJUAN PENGUJI ………... iii
KATA PENGANTAR………. iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN…….. vi
ABSTRAK……….. vii
ABSTRACK……… viii
ﺺﺨ ﻤ ا…..……… ix
DAFTAR ISI………... x
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….. 1
B. Permasalahan……….. 13
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan……… 14
D. Tujuan Penelitian……… 15
E. Manfaat Penelitian……..……… 16
F. Signifikasi Penelitian…….………. 16
G. Metodologi Penelitian ………..……….. 16
H. Sistematika Penulisan………. 20
BAB II. POLEMIK PENDIDIKAN SEKS A. Pro Kontra Pendidikan Seks...……… 22
B. Konsep, Metode dan Waktu Pendidikan Seks……… 27
C. Tinjauan Aspek Islam………. 36
D. Pendidikan Seks dan Kurikulum………...……….. 39
BAB III. ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN SEKS A. Aspek Biologis dan Psikologis………. 46
B. Alat Reproduksi………...……… 48
C. Kehamilan Remaja……….. 53
D. Kelainan Seksual………. 57
E. Perilaku Seksual……….. 59
1. Seks Bebas……… 62
3. Pernikahan dan Poligami (multi-pernikahan)……….. 69
4. Khitan……….…..… 74
5. Aborsi……….…..… 77
6. Kontrasepsi………..…… 81
7. Haid……….….… 85
8. Nifas………...….. 86
9. Onani/Masturbasi………. 89
F. Tanda Awal Kematangan Seksual……….. 92
G. Penyakit Seksual………. 96
H. Sikap Toleransi Masyarakat Terhadap Kehamilan di Luar Nikah.. 104
BAB IV. PENDIDIKAN AGAMA DAN SEKS A. Kesalahpahaman Mengenai Pendidikan Seksualitas dalam Islam.. 109
B. Kurikulum PAI, Landasan Yuridis dan Komponen ………. 117
C. Bahan Ajar Pendidikan Seks………..…. 120
D. Pendidikan Seks di Sekolah ………..… 122
E. Nilai-nilai dan Norma Agama……….… 131
1. Izin Masuk………... 132
2. Menundukan pandangan dan Menjaga Aurat……….………. 135
3. Membiasakan Puasa Sunnah……….…………... 139
4. Memisahkan Tempat Tidur Anak……….…… 140
5. Menjauhkan Anak dari Ikhtilat/Pergaulan Bebas………….... 142
6. Mengajarkan Mandi Wajib………..……… 147
7. Penjelasan Masalah Seks dan Perzinahan……….... 149
8. Pernikahan Dini ………... 152
9. Upaya Penyadaran………... 160
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan………. 164
B. Saran………... 165
DAFTAR PUSTAKA………. 166
Pendidikan seks dalam arti secara langsung, terbuka dan subject matter,
sebenarnya hanya layak diberikan kepada pasangan suami istri yang sah, yaitu
bagaimana menjadikan hubungan harmonis menuju keluarga bahagia, sakinah
mawaddah warahmah. Tetapi masalah seks1 dan seksualitas tidak hanya urusan suami
istri dan orang dewasa saja, terutama setelah akses pornografi mudah didapat (melalui
VCD atau internet), menjamurnya perilaku seks bebas, perceraian dalam rumah
tangga, kehamilan remaja dan di luar nikah, HIV/AIDS serta penyakit menular seksual
lainnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa seks bebas dan seks pranikah telah
terjadi di beberapa daerah dan negara-negara di dunia. Ravinder Rena mengatakan
salah satunya di Nigeria. Sebagian besar orang di negara tersebut menganggap seks
pranikah dapat diterima dan tidak berbahaya. Tetapi masalah utama adalah seks
pranikah sering kali mengarah pada perceraian, karena perilaku dan masalah
emosional jauh lebih tinggi dalam situasi seks sebelum nikah daripada di
perkawinan.2 Kamala Kempadoo dan Leith L. Dunn melaporkan hasil penelitian
1
Kata seks sering diartikan dengan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan, lihat Departemen P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 893. Dalam bahasa Inggris, seks berarti jenis kelamin, perkelaminan lihat John M. Echols, dkk., Kamus Inggris – Indonesia (Jakarta: PT.Gramedia, 1996), 517. Dalam bahasa Arab, seks diartikan jins ( ﺲﻨﺟ ) yang berarti jenis kelamin atau setiap yang berkaitan dengan bentuk tubuh, lihat As’ad al-Kalali, Kamus Indonesia – Arab (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), 484., lihat juga Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), 783., tertulis: Seks, jenis kelamin, hal yang menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan kelamin; Seksual, berhubungan dengan persetubuhan antara laki-laki dan wanita; Seksualitas, hal yang berhubungan dengan ciri, sipat, peranan seks.
2
Ravinder Rena, “Safe Sex Advice is Good, But so Difficult to Follow,” The Nigerian Journal of Guidance and Counselling, Vol. 11. No. 1, 2006, 134-145, artikel diakses pada 8 Nopember 2009 dari http://papers.ssrn.com/sol3/ papers.cfm? abstract_id=1324025
Menurut Deri Dahuri di beberapa daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur,
Jawa Barat, dan Lampung, bahwa hubungan seks pranikah angkanya berkisar 0,4-5%.
Di daerah perkotaan Jawa Barat angkanya mencapai 1,3% dan pedesaan 1,4%, serta
perkotaan di Bali mencapai 4,4%. Namun, beberapa penelitian lain menunjukkan
jumlah remaja yang melakukan seks pranikah jauh lebih fantastis. Ini lebih parah dari
19 tahun silam yang dikabarkan 62% populasi mahasiswa-mahasiswi melakukan
kumpul kebo.4
Perilaku seks bebas banyak disebabkan faktor-faktor di luar Agama. Menurut
Solihin dan Iwan Januar bahwa sebagian besar mahasiswi di Yogyakarta hilang
kegadisannya saat kuliah, dan mengaku melakukan hubungan seks tanpa ada paksaan
alias dilakukan suka sama suka karena adanya kebutuhan penyaluran nafsu seks.5
Lembaga swadaya masyarakat Synovate Research pernah melakukan survei
pada September 2004 di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan, dengan
respondennya 450 orang remaja putra-putri, berusia antara 15 sampai 24 tahun.
Mereka berasal dari kalangan masyarakat umum dengan kelas sosial menengah ke
atas dan ke bawah. Kalangan masyarakat ini diambil sebagai representasi masyarakat
Indonesia kebanyakan. Hasilnya, lumayan mencengangkan. Hanya 5% dari
responden remaja itu yang mendapatkan informasi yang mendidik mengenai seks dari
orang tua atau pihak lain. “Sebanyak 44% responden mengaku punya pengalaman
seks pada usia 16 sampai 18 tahun. Bahkan ada 16% lainnya yang mengaku punya
pengalaman seks sejak usia 13 sampai 15 tahun,” kata Camita Wardhana, Project
3
Kamala Kempadoo dan Leith L. Dunn, “Factors That Shape the Initiation of Early Sexual Activity among Adolescent Boys and Girls: a Study in Three Comminities in Jamaica”: Report to UNICEF and UNFPA (Jamaica: Centre for Gender and Development Studies University of the West Indies, 2001), 17., artikel diakses pada 8 Nopember 2009 dari http://www.unicef.org/evaldatabase/files/ JAM_2001_804.pdf
4
Deri Dahuri, “Gaya Hidup Dorong Remaja Terlibat Prostitusi,” Media Indonesia, 17 Januari 2009, 5.
5
Director Synovate Research. Dari penelitian itu terungkap, bahwa sekitar 65%
informasi tentang seks, mereka peroleh dari kawan-kawannya, dan 35% lainnya
mengetahui seks dengan menonton film porno. Mereka mencoba-coba mendapatkan
pengalaman mengenai seks, sebanyak 40% responden mengaku melakukannya
bersama pacar di rumah, 26% di tempat kost, dan 26% lainnya di hotel.6
Menurut Haris Fadilah, polling LSM Sahara Indonesia seperti dilansir majalah
Sabili lebih meningkat lagi 44,8 % mahasiswa dan remaja Bandung telah melakukan
hubungan seks pra nikah. Dan kasus “pesta seks” yang dilakukan 10 pelajar STPDN
(Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri) bersama 5 mahasiswi beberapa
perguruan tinggi di Bandung pada tahun 2003.7
Menurut Moammar Emka dan Windy Ariestanty, remaja cewek Jakarta usia
15-19 tahun, pertama kali melakukan hubungan seks sebanyak 48.2%.8 Menurut
BKKBN tahun 2007, lima dari seratus pelajar setingkat SMA di Jakarta telah
melakukan hubungan seks sebelum menikah. Hal itu dikemukakan oleh Rita
Damayanti saat menyampaikan hasil penelitiannya terhadap 8.941 pelajar dari 119
SMA dan yang sederajat di Jakarta, untuk meraih gelar doktor pada Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), di Depok, Jawa Barat.9
Masih menurut BKKBN, orang hidup dengan HIV dan AIDS sampai dengan
bulan September 2008 mencapai 15.136 kasus, 54,3%. Dari angka tersebut sebagian
besar adalah para remaja. Sedangkan di sisi lain, dari 150 pengguna narkoba jarum
suntik yang umumnya kalangan pelajar hingga mendian ketiga yang diambil sampel
6
,”Pengalaman Seks Belasan Tahun,” artikel diakses pada 12 Oktober 2009 dari http://www.penapendidikan.com/pengalaman-seks-belasan-tahun.html
7
Haris Fadilah,” Reproduksi Remaja Penentu Masa Depan Kehidupan Bangsa,” artikel diakses pada 12 Oktober 2009 dari http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=2114
8
Moammar Emka dan Windy Arestanty, Jakarta Undercover (Jakarta: Gagas Media, 2007), 236.
9
darahnya berpotensi endemi virus HIV-AIDS, kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes)
setempat Dadang S Epit di Tangsel.10
Nilai-nilai11 agama dan moral semakin menyedihkan ketika membaca berita
beredarnya video mesum dengan bintang pelajar SMA. Video yang berjudul Smaker
Bergoyang sempat membuat heboh. Informasi yang dihimpun, video porno dengan
durasi 26 menit tersebut beredar Oktober 2009. Pemerannya ramai disebut pasangan
pelajar dari salah satu SMA Negeri Kertosono kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.12
Kondisi para remaja dan pelajar seperti itu menandakan tidak berhasilnya
tujuan pendidikan.13 Antara lain bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.14
Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan
dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga
harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial saling bertentangan. Banyak
sekali life events yang akan terjadi, tidak saja akan menentukan kehidupan masa
dewasa tetapi juga kualitas generasi hidup berikutnya sehingga menempatkan masa
ini sebagai masa kritis.15
10
Dadang S Epit, Mayoritas Pengguna Narkoba Terancam, “ artikel diakses pada 31 Oktober 2009 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2009/10/21/03425330
11
Nilai, sesuatu sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, lihat Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), 783.
12
Nur Hadi dan Sukarlin, “Video Mesum SMA Kembali Hebohkan Warga,” artikel diakses pada 31 Oktober 2009 dari http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/25719
13
Lihat Mu ammad al-Būtī, Tajrībat al-Tarbīyat al-Isl mīyat fī Miz n al-‘Amal, h.103.” Salah satu tujuan pendidikan adalah mengangkat taraf akhlak dalam masyarakat beradasarkan ajaran-ajaran Islam”.
14
Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam Departemen Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan (Jakarta, 2006), 5 dan 81.
15
Kurangnya pengetahuan mereka tentang pendidikan seks yang jelas dan benar
merupakan salah satu sebab maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja. Ini
barangkali dikarenakan pendidikan seks diberikan menunggu usia mereka lebih
dewasa, sebagaimana ditulis oleh Shannan Martin, dkk., bahwa pendidikan seks itu
diberikan menunggu umur siswa-siswi lebih dewasa, supaya mereka menunda
melakukan aktivitas seksual.16
Pendidikan seks kebanyakan hanya diketahui dari penjelasan teman (yang
belum tentu benar), membaca buku-buku porno, melihat gambar-gambar porno dari
buku maupun internet, bisa juga penjelasan yang kurang lengkap dari orangtua agar
anak merenungkan penciptaan manusia, sebagaimana dikatakan al-Na lawī, bahwa
salah satu tujuan pendidikan Islam adalah merenungkan asal kejadian manusia.17
Terkadang orang tua lebih mempercayai lembaga sekolah atau institusi yang
terkait untuk menyampaikan pendidikan seks kepada anak-anaknya. Secara tidak
langsung orang tua sudah mengikut pendapat Peter Aggleton & Paul Tyree yang
mengatakan,” Pendidikan seks seharusnya diajarkan di sekolah”.18
Orang tua lebih suka marah kalau anak mereka bertanya tentang seks.Sebagai
contoh, menurut Elizabeth B. Hurlock, ketika terjadi perubahan biologis pada anak
yang ditandai perubahan suara pada pria, tumbuhnya rambut halus pada daerah
tertentu dan pembesaran pinggul pada anak wanita. 19 Mereka gelisah dan ini menjadi
16
Lihat Robert Rector, The Effectiveness of Abstinence Education Programs in Reducing Sexual Activity Among Youth, Heritage Foundation Backgrounder No. 1533, April 8, 2002; lihat juga Shannan Martin, dkk., Comprehensive Sex Education vs. Authentic Abstinence A Study of Competing Curricula (Washington: The Heritage Foundation, 2004), xii.
17
A mad al-Na lawī, Usūs al-Tarbīyat al-Isl mīyat wa Turūqu Tadrīsih (Damsyiq: Dār al-Na ḍat al-‘Arabīyat, 1963), 67.
18
Gary Smith dan Susan Kippax,National Centre in HIV Social Research, University of New South Wales, Sydney, Australia;Peter Aggleton & Paul Tyrer, Thomas Coram Research Unit, Institute of Education, University of London, UK, Sex Education, Vol. 3, No. 1, 2003; Kirby, D. Sexuality and Sex Education at Home and School, Adolescent Medicine: State of the Art Reviews (1999), Vol. 10, 195–209.
19
sesuatu yang ditakuti oleh anak karena sipat orang tua, terlebih lagi kalau orang tua
cenderung bersikap pasif dan membiarkan perkembangan itu.
Permasalahan dan ketakutan baru terjadi pada anak, ketika munculnya
tanda-tanda seks pada mereka dengan datangnya mimpi berhubungan suami isteri dan
mengeluarkan mani, anak perempuan telah mengalami menstruasi dan pada
umumnya anak mengalami hal ini telah berumur 15 tahun20.
Barangkali di sini perlunya pendidikan seks bagi anak, sebagaimana ditulis
oleh Alex R. Mellanby, yang didukung oleh Fran A.Phelps, Nicola J.Crichton and
John H.Tripp, yaitu” mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan alat kelamin
secara langsung, seperti pendidikan hubungan seksual, pengenalan alat kontasepsi,
kemudian pro kontra tentang pendidikan seks yang langsung model Barat dan yang
tidak langsung model pendidikan Islam, penyakit menular seksual (sexually
transmitted Diseases), penggunaan kondom, moralitas pribadi dan ketegasan untuk
mengatakan” tidak “ pada seks bebas ”.21
Menurut Siswanto A Wilopo, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
saat ini telah terjadi pergeseran perilaku seksual di kalangan remaja.22
Tetapi karena ketidaktahuan banyak tindakan yang mereka ambil membuat
paramedis maupun orangtua terkejut. Menurut Surya dari data yang dihimpunnya
banyak kaum remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat reproduksinya,
bahkan menyebabkan kematian. Bukti ketidaktahuan remaja tentang perawatan organ
reproduksi ini, bisa dilihat dari data kasus yang masuk dalam rubrik curhat Harian
20
‘Abdu al-Salām bin ‘Abdillāh Abī al-Qāsim bin Taimīyat al- arrānī, al-Mu arrir fī al-Fiqh ‘Al Mazhab al-Im m A mad Bin ambal, J. 1 (Riyaḍ: Maktabat al-Ma’ārif, 1404H), 347.
21
Alex R.Mellanby, dkk., Health Education Research Journal, Theory & Practice, vol. XI, (Oxford University Press, 1996), 205.
22
Kompas. Ada sekitar 11,3 % remaja perempuan bertanya masalah perawatan organ
reproduksinya dan 6,4 % remaja laki-laki bertanya hal serupa.23
Menurut Zumrotin K Susilo (Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan saat
berbicara dalam Seminar Pendidikan Seks di Media Massa), bahwa selama tahun
2003 di Indonesia terdapat 1,5 juta - 2 juta kasus aborsi, dan secara formal, aborsi
tidak aman diperkirakan menyebabkan 11,1% pada kematian ibu24.
Masih menurut Siswanto A Wilopo, ada 15 juta perempuan remaja
melahirkan anak dan sebagian dari mereka sudah melakukan hubungan seksual
sebelum menikah. Setiap tahun, 500.000 perempuan meninggal dunia karena
melahirkan dan lebih dari 65.000 diantaranya adalah remaja perempuan meninggal
karena aborsi tidak aman.25
Permasalahan yang muncul seperti ini, apakah terjadi karena kesalahan
konsep pendidikan seks yang sudah ada? Atau alasan belum adanya pendidikan
tersebut, atau kurikulumnya yang belum mendukung? Fida Sanjakdar mengatakan, di
Australia terjadi pertentangan pendapat antara masyarakat dan kaum pendidik, di
mana komponen pendidikan seks dari kurikulum pendidikan kesehatan sekolah
ditentang oleh banyak orang Islam, orang tua dan para siswa di dalam dan luar
negeri.26
Terkait dengan permasalahan seksual, menurut Laurike Moeliono, jumlah
penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah 213 juta, 30% diantaranya atau 62 juta
remaja adalah usia 10-24 tahun. Berbagai data menunjukkan bahwa remaja yang
23
KBI Gemari, “Remaja, Kenali Organ Tubuhmu,”Jakarta, artikel diakses pada 31 Oktober 2009 dari http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=1131
24
Zumrotin K Susilo, “2 Juta Kasus Aborsi Setiap Tahun di Indonesia,” artikel diakses pada 31 Oktober 2009 dari http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=266
25
“Remaja Memerlukan Informasi Kesehatan Reproduksi”, artikel diakses pada 25 Oktober 2009 dari http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailRubrik.php?MyID=509
26
melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun. Misalnya hasil survey di 12
kota dan di kota Medan menunjukkan perkiraan angka sekitar 5,5-11% remaja
melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun, sedang usia 15-24 adalah
14,7-30%.27
Selain itu, ketika YLKI melakukan kampanye ke sekolah mengenai kesehatan
reproduksi, memanfaatkan Masa Orientasi Sekolah (MOS) murid baru SMU pada
bulan Juli 2002, terdapat lima peserta MOS yang pernah mengalami hamil di luar
nikah dan empat peserta yang telah pernah menggugurkan kandungannya (aborsi),
tanpa sepengetahuan sekolah. Berdasar data organisasi kesehatan dunia WHO pada
1998, sekitar dua juta perempuan di Indonesia melakukan aborsi setiap tahunnya28.
Evaluasi dari pengetahuan siswa mengenai organ-organ reproduksi yang
merupakan materi pendidikan seks, (baik organ reproduksi laki-laki maupun
perempuan) menunjukkan bahwa jumlah siswa yang tidak menjawab atau tidak tahu
tetap besar (lebih dari 40% dan 47%). Pola yang sama juga terjadi pada pengetahuan
siswa mengenai tanda-tanda pubertas, tetapi jumlah siswa yang menjawab tidak tahu
atau tidak jawab lebih kecil (22% dan 18%). Lebih dari 80% siswa menyatakan
pernah mendengar tentang ISR, tetapi mereka yang bisa menjawab benar tentang
gejala-gejala dari ISR baik pada laki-laki maupun perempuan hanya meningkat dari
3,4% Proporsi siswa yang menjawab benar tentang kondom dapat mencegah
penularan HIV 39,8% Kasus yang sama terjadi pada pernyataan “setia dengan satu
pasangan dapat mencegah penularan HIV” 50,8% Secara umum, topik mengenai
seksualitas, kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS bukan hal yang baru bagi para
siswa. 90% dari mereka pernah mendengar tentang hal tersebut. Namun, hanya 1,7%
dari mereka pernah mendengar tentang hak-hak reproduksi. Lebih dari 90% siswa
27
Laurike Moeliono, (konsultan lepas HIV/AIDS dan Kesehatan Reproduksi dalam acara Speak Up Your Rights Partisipasi Remaja dan HIV/AIDS), Ketidaktahuan Remaja Penyebab Utama HIV/AIDS, Majalah Gemari, Jakarta, 11 November 2007.
28
menyatakan bahwa diskusi merupakan sarana yang tepat untuk mempelajari
seksualitas, kesehatan reproduksi, dan HIV/AIDS. Lebih dari 19% dari mereka
menyatakan bahwa diskusi tidak berpengaruh bagi mereka. Sementara itu ada 59,6%
yang menyatakan bahwa mereka lebih memperhatikan informasi mengenai
seksualitas, kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS.29
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 450 remaja dari Jakarta,
Bandung, Surabaya dan Medan terhadap perilaku seksual remaja berusia 14-24 tahun.
Hasil penelitian tersebut mengungkapkan 64% remaja mengakui secara sadar bahwa
melakukan hubungan seks sebelum menikah melanggar nilai dan moral agama. Hal
ini sesuai dengan pendapat Dr. Boyke seorang ahli bidang Pendidikan Seks, ajaran
agama baik sekali digunakan untuk memperkuatkan Pendidikan Seks dan
mengecilkan kemungkinan kaum remaja melakukan hubungan seks pra-nikah, seperti
yang ia sampaikan dalam suatu seminar yaitu, ‘iman merupakan rem yang paling
pakem dalam berpacaran. 30
Tetapi, kesadaran itu ternyata tidak mempengaruhi perbuatan dan perilaku
seksual mereka. Alasan para remaja tersebut melakukan hubungan seks karena semua
itu terjadi begitu saja tanpa direncanakan. Hasil penelitian juga memaparkan para
remaja tersebut tidak mempunyai pengetahuan khusus mengenai seks. Informasi
didapat dari kawan sebanyak 35%, untuk sekolah dan orangtua masing-masing
sebanyak 19% dan 5%. Dan sebanyak 81% remaja tersebut mengakui lebih nyaman
berbicara mengenai seks dengan kawan-kawannya.31
Peranan orangtua sangat diperlukan dalam memberikan informasi dan
bimbingan tentang seksualitas kepada anak-anaknya. Berbicara tentang seks kepada
anak-anak sebenarnya merupakan suatu cara pendidikan seks yang disampaikan oleh
29
Yayasan Mitra Inti Jakarta,”Pusat Informasi Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi,” artikel diakses pada 11 Oktober 2000 darihttp://rc.mitrainti.org/
30
Boyke Dian Nugraha, ‘Seminar Seks dan remaja SMUN Parung,” Republika, 13 Mei 2002
31
orangtua, diharapkan orangtua bertanggung jawab dan menjadi sumber informasi
bimbingan tentang seks yang pertamakali bagi anak-anak. Dengan demikian anak
merasa terbuka dan bebas menyampaikan setiap masalah yang berhubungan dengan
seksualitas yang dialami kelak setelah mereka remaja.32
Saat yang tepat penjelasan seksualitas kepada anak juga merupakan faktor
penentu keberhasilan pendidikan seks, mengutip Hassan Hathout berpendapat bahwa
kebutuhan seks adalah kebutuhan manusiawi harus dipelihara, bukan ditindas, seks
dibicarakan pada waktu, situasi yang tepat, dengan bahasa yang sopan, santun ditulis
dalam al-Quran33. Ini juga memperkuat pendapat Heba G. Kotb MD, ia menyoroti
bahwa” seksualitas dipandang sebagai kenikmatan yang istimewa, dan hubungan
yang harmonis dalam keyakinan agama yaitu Islam sebagai sumber tertua pedoman
hidup. Ia membuktikan bahwa pokok persoalan seksualitas, muslim dan non-muslim,
pada orang arab atau barat dalam budaya yang berbeda, bukanlah permasalahan
kontroversial, sebaliknya budaya Islam begitu progresif, dan liberal,34 dan Dewi
Indrawati.35
Menurut Garry Smith, dkk., studi penelitian yang dilakukan pada tahun 2000,
fokus pendidikan seks di sekolah-sekolah Asia termasuk Indonesia adalah
pengetahuan reproduksi seksual secara biologis, daripada masalah seks pada konteks
sosial dan agama.36
Ketika remaja mengalami degradasi moral, mereka sering dihadapkan pada
dilema-dilema moral sehingga merasa bingung terhadap keputusan-keputusan moral
yang harus diambilnya. Walaupun di dalam keluarga mereka sudah ditanamkan
32
M. Jamāluddīn Ma fūẓ, Psikologi Anak dan Remaja Muslim. Penerjemah Jasiman (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), 8.
33
Lihat Q.S. al-Nūr [24]: 31; (Q.S. Ali ‘Imrān [3]: 14); (Q.S. al-An’ām [6]: 151).
34
Heba G. Kotb MD, Sexuality In Islam (A Disertation Presented for The Partial fulfillement of Phd. In Clinical Sexoxology), Florida, USA, 2004
35
Dewi Indrawati, Pendidikan Sek dalam Perspektif Ali Akbar (Jakarta, SPs UIN Juli 2005)
36
Gary Smith. dkk., HIV and Sexual Health Education in Primary and Secondary Schools
nilai, tetapi remaja akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata
nilai-nilai tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai-nilai-nilai yang dihadapi bersama
teman-temannya maupun di lingkungan yang berbeda.
Menurut Jamaluddīn Mahfuzh, perubahan-perubahan sosial yang cepat (rapid
sosial change) sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu
pengetahuan, dan teknologi telah mempengaruhi perilaku, nilai-nilai moral, etika, dan
gaya hidup (value sistem and way of life) remaja37. Keberadaan hawa nafsu
disamping memberikan manfaat bagi kehidupan remaja, juga dapat melahirkan
mudlarat (ketidaknyamanan, atau kekacauan dalam kehidupan, baik personal maupun
sosial). Kondisi ini terjadi apabila hawa nafsu tidak dikendalikan atau dikontrol,
karena memang sifat yang melekat pada hawa nafsu adalah mendorong
(memprovokasi) manusia kepada keburukan atau kejahatan.
Untuk menghindarkan generasi muda terlibat dalam perzinahan, mereka
seharusnya bukan hanya diajari cara-cara mengatasi dorongan dari nafsu sahwatnya
sehingga dapat mengatakan "tidak" kepada perzinahan dengan segala macam nama
dan modelnya, tetapi juga bagaimana cara mereka berpakaian, sudahkah menutup
aurat? Bagaimana cara mereka bergaul, sudahkah menjauhkan diri dari berdua-duaan
antara laki dan perempuan yang bukan muhrim?38
Data-data ini menunjukan sudah sejauh mana pendidikan Agama, akhlak dan
moral diberikan kepada anak. Mengutip pendapat seorang ulama Islam, Imām
al-Ghazālī dalam Mukhtas r I y ’ ‘Ulūmuddīn, mengajarkan agar lebih menekankan
bagaimana menahan nafsu dan pemecahannya, serta keutamaan mengekang nafsu
sahwat.39
37
Jamaluddīn Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim. Penerjemah Abdul Rosyad Shiddiq (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), 8.
38
Lihat teks al-Qur’ān selengkapnya: Q.S. al-Isrā’: 32. Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.
39
Pengaruh Pendidikan Agama Islam sangat besar bagi masalah ini. Bagaimana
signifikansi, efektifitas, dan manfaat PAI bagi masyarakat pada umumnya dan diri
pelajar secara khusus. Anggapan yang demikian tentu saja bukanlah suatu hal yang
berlebihan. Selama ini, masyarakat terlanjur memberikan justifikasi terhadap
keberadaan PAI sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah yang belum memiliki
dampak signifikan terhadap masa depan peserta didik. Munculnya kenakalan remaja,
seperti tawuran, kecanduan narkoba, seks bebas, dan sejumlah persoalan lainnya
merupakan beberapa indikator yang dijadikan dasar masyarakat dalam menilai
kegagalan PAI di sekolah. Ini barangkali salah satu alasan mengintegrasikan materi
pendidikan seks ke dalam kurikulum PAI, mengutip pendapat Ashraf, S.A, ”
Pendidikan tentang kesehatan seksual dalam Islam merupakan bagian pendidikan
agama seorang anak.40
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, implementasi kurikulum dalam mata
pelajaran PAI harus sesuai dan benar-benar memperhatikan aspek pengembangan
kognisi, afeksi, dan psikomotor peserta didik. Menurut Abd. Rahman Shaleh,
pengembangan metode pembelajaran PAI yang berlangsung selama ini cenderung
berfokus pada penguasaan materi, dan kurang memperhatikan kedalaman materi.41
Hal inilah yang sesungguhnya menjadi persoalan pokok yang dihadapi oleh dunia
pendidikan, sebab penguasaan materi pembelajaran yang demikian cenderung bersifat
parsial.
Permasalahan remaja dan seks bebas di atas disebabkan beberapa faktor,
antara lain: Lingkungan, pendidikan, kebiasaan, pergaulan, agama dan teknologi.
Pertanyaannya lingkungan seperti apa yang menyebabkan perilaku seks bebas
remaja? Apa perlu Pendidikan Seks diajarkan kepada pelajar atau remaja? Sejauh
mana materi Pendidikan Seks ”pengenalan anatomi tubuh manusia, dll” berpengaruh
40
Ashraf, S.A., The Concept of Sex in Islam and Sex Education (Muslim Education Quarterly, 1998), 37.
41
terhadap perilaku seks bebas? Bagaimana pergaulan mereka terhadap lawan jenis? Di
mana peran Pendidikan Agama Islam di sekolah? Bagaimana mengintegrasikan
nilai-nilai Agama terutama Islam ke dalam Pendidikan Seks? Bagaimana konsep bahan
ajar, atau kurikulum pendidikan seks untuk pelajar dan remaja di sekolah yang terarah
sesuai tinjauan psikologis dan agama maka perlu kiranya dibuat konsep. Untuk
menjawab semua permasalahan tersebut di atas, tesis ini laik ditulis.
B.Permasalahan
Masalah-masalah di atas memerlukan penjelasan berikut:
1. Identifikasi Masalah
Penelitian yang diberi judul“ Pendidikan Seks pada Remaja Menurut Islam”,
ini bermula dari keinginan untuk memperoleh jawaban secara konseptual tentang cara
mencegah perilaku seks bebas pelajar dan remaja di sekolah, apakah perlu
mengajarkan Pendidikan Seks di sekolah, atau memaksimalkan peran pengajaran
Pendidikan Agama Islam, atau menambah materi ajar PAI tentang nilai-nilai atau
norma Agama. Bagaimana PAI mengajarkan akhlak, etika, moral dan perkawinan,
berpengaruh menghindarkan pelajar dan remaja dari perilaku seks bebas dan
perzinahan atau bagaimana solusi pendidikan seks untuk remaja menurut Islam.
Masalah-masalah yang akan muncul pada penelitian ini adalah yang terkait
dengan perdebatan perlu tidaknya pendidikan seks, perbandingan konsep, metode,
waktu pendidikan seks, apakah perlu masuk kurikulum pendidikan sekolah, sejauh
mana materi Pendidikan Seks ”pengenalan anatomi tubuh manusia, reproduksi, dll”
berpengaruh terhadap perilaku seks bebas, bagaimana pergaulan mereka terhadap
lawan jenis, pengintegrasian Pendidikan Agama Islam di sekolah atau nilai-nilai
Islam ke dalam materi ajar Pendidikan Seks, konsep bahan ajar, atau kurikulum
pendidikan seks untuk pelajar dan remaja di sekolah sesuai tinjauan psikologis dan
agama. Apakah diperlukan perubahan dengan materi ajar dan kurikulum PAI,
bagaimana aspek kognitif, afektif dan psikomotor PAI mempengaruhi perilaku anak
perilaku seks bebas, terjadinya kehamilan tak diinginkan, perilaku seksual, fungsi alat
reproduksi, penyakit seksual dan pencegahannya, kesalahpahaman dan pertentangan
antara keduanya, serta bagaimana nilai-nilai Islam meluruskan pendidikan seks.
2. Pembatasan Masalah
Jangkauan permasalahan seperti yang terurai di atas cukup luas dan tidak
mungkin dilakukan penelitian dalam tempo yang relatif singkat ditambah dengan
keterbatasan kemampuan pengetahuan, dana serta fasilitas yang diperlukan. Oleh
sebab itu, penelitian ini dibatasi pada latar belakang perlunya pendidikan seks untuk
remaja atau pelajar, nilai-nilai moral Islam, metode dan konsep pendidikan seks.
Penelitian ini difokuskan kepada analisis bahan ajar, konsep pendidikan seks
untuk remaja, pendidikan seks di Barat dan Islam, ditinjau dengan teori-teori
pendidikan, HAM, moral dan Agama. Kajian materi merupakan unsur terpenting
dalam penelitian ini, yang menentukan keberhasilan dan pentingnya pendidikan seks
itu sendiri. Walaupun demikian penelitian ini juga tidak menafikan urgensi
unsur-unsur pendidikan lainnya, seperti : Aspek pendidikan, psikologi perkembangan anak,
karakteristik, dan tujuan pendidikan seks.
3. Perumusan Masalah
Sesuai dengan pembatasan yang telah ditentukan, maka masalah penelitian ini
dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yaitu : Bagaimanakah konsep pendidikan
seks untuk pelajar dan remaja menurut Islam? Apa perbedaan pendidikan seks
menurut Islam dengan di luar Islam?
C.Penelitian Terdahulu yang Relevan
a. Heba G. Kotb MD, Sexuality In Islam, (A Dissertation Presented for The
Partial fulfillment of Phd. In Clinical Sexology), Florida, USA, 2004. Disertasi ini
dipresentasikan pada Universitas Maimonides Florida USA, dalam pemenuhan
sebagian dari persyaratan untuk gelar Ph.D. Ilmu Seks Klinis yang diawasi oleh Prof.
Selanjutnya Heba G. Kotb MD menulis seks perpsektif Islam dan
kedokteran, konsep seksualitas perkawinan dalam Islam, konsep perzinahan dalam
Islam, oral seks; homoseksualitas; poligami dalam hukum Islam, perempuan dalam
al-Qur’an dan Sunnah, konsep kontrasepsi dan aborsi dalam Islam, kesalahpahaman
mengenai seksualitas dalam Islam. Ia menyoroti bahwa Islam adalah sumber tertua
pandangan hidup, di mana seksualitas dipandang sebagai kenikmatan yang istimewa,
dan hubungan seksual harmonis dalam keyakinan agama. Ia membuktikan bahwa
pokok persoalan seksualitas, muslim dan non-muslim, pada orang Arab atau Barat
dalam budaya yang berbeda, bukanlah permasalahan kontroversial, sebaliknya
budaya Islam begitu progresif, dan liberal. Heba juga mengungkap identitas sejati
Islam sebagai Agama Ilahi, dengan menjelaskan bahwa Tuhan menciptakan kita,
dengan demikian maka Tuhan sendiri yang menurunkan peraturan untuk manusia itu,
yang diwakili oleh al-Qur’an dan Sunnah dan merupakan teladan terbaik untuk
diikuti.
b. Dewi Indrawati, dalam tesisnya yang berjudul” Pendidikan Seks dalam
Perspektif Ali Akbar, tahun 2005, menulis; Pendidikan seks adalah bagian dari
pendidikan akhlak, karena selain membahas tentang seksualitas, pendidikan seks juga
mencakup etika berpakaian, tingkah laku, pergaulan, kebersihan, dan ibadah.
Pendidikan seks yang Islami didasari dengan iman dan akhlak yang sesuai dengan
ajaran Islam. Materi dan metode (epistemology) pendidikan seks disesuaikan dengan
perkembangan fisik dan psikis anak. Metode pendidikan seks berperan secara
konsisten dalam menjaga akhlak. Adapun materi pendidikan seks menggunakan
himpunan hukum-hukum fikih.
D.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Menemukan konsep pendidikan seks untuk remaja yang kompeten dan
2. Untuk mengetahui pendidikan seks menurut Islam dan Barat.
E. Manfaat Penelitian
a. Dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para guru, orangtua dan
masyarakat, dalam mendidik dan mempersiapkan pelajar, remaja dan
anak-anak berakhlak Islami.
b. Dapat dijadikan sumber bahan ajar, dalam sistem pendidikan, yang
diaplikasikan bagi pengembangan pendidikan seks menurut Islam.
c. Untuk dapat dijadikan langkah awal atau motivator bagi penelitian selanjutnya
yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan.
F. Signifikasi Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu membimbing orang tua, pendidik dan
masyarakat, mengerti memberikan pendidikan seks kepada anak, untuk mengajar
mereka terhindar dari kesalahan pergaulan, kebebasan seksual selama tumbuh
kembang anak, yang mengakibatkan kerusakan moral manusia.
Memberikan masukan kepada pemerintah yang berwenang dalam lembaga
pendidikan serta sebagai salah satu sumbangsih penulis bagi khazanah ilmu
pengetahuan.
G.Metodologi Penelitian
1. Obyek Penelitian
Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah yang telah disebut
sebelumnya maka obyek penelitian ini diarahkan kepada konsep pendidikan seks
menurut Islam, kendala-kendala dalam pendidikan seks, metode pengajaran serta
kurikulum. Selain dalam bentuk buku juga itu diambil dari literatur-literatur atau
informasi, baik yang didapat dari ensiklopedia, kamus-kamus, internet maupun media
massa dan buku-buku, baik yang berkaitan dengan pendidikan seks maupun yang
2. Sumber Data
Sumber data yang akan digunakan dalam penulisan tesis ini terdiri dari dua
macam, yaitu :
a. Sumber primer (primary sources) tesis ini adalah bahan ajar Biologi dan PAI
SMA/SMA serta kurikulum pendidikan, ditambah data-data dari penelitian
yang ada dan diperkaya dengan teori-teori pendidikan, menggunakan
metodologi penelitian analisis teori pada library research, yaitu menganalisa
bahan ajar, buku, kurikulum dengan teori-teori pendidikan.
b. Sumber sekunder (secondary sources) adalah literatur yang berhubungan
langsung dengan permasalahan penelitian, antara lain buku-buku yang
berkaitan erat dengan pendidikan seks, antara lain: Shannan Martin, dkk.,
Comprehensive Sex Education vs. Authentic Abstinence A Study of Competing
Curricula; Chris Collins, dkk., Abstinence Only vs. Comprehensive Sex
Education: What are the arguments? What is the evidence?; ‘Abdullāh
‘Ulwān, Tarbīyat al-Aul d fī al-Isl m; Abū amid al-Ghazālī, Mukhta r
I y ’ ‘Ulūmuddīn; Yūsuf Madanī, al-Tarbīyat al-Jinsīyat li A f l wa
al-B lighīn; assan a out, yaitu Panduan Seks Islami dan Revolusi Seksual
Perempuan; ‘Uthmān Ţawīl, yaitu al-Tarbīyat al- Jinsīyat fī Isl m li
al-Fatay t wa al-al-Fatay n; Imām al-Shāfi’ī, Kif yat al-A y r fī all Gh yat
al-Ikhti r dan kitab al-Umm; al-In f karya al-Imām A mad bin ambal;
A mad al-Na lawī, Usūs al-Tarbīyat al-Isl mīyat wa Ţurūq Tadrīsih ; Ibnu
Taimīyat, al-Mu arrir fī al-Fiqh; Ma’mūn Mubīḍ, Mu’īn al- b fī al-Tarbīyat
al-Jinsīyat li al-Abn ’; Mu ammad bin Ibrāh
ī
m Al- amd, at-Taq īr fīTarbīyat al-Awl d: al-Maẓ hir Subūlul Wiq yat wa al-‘Il j; Muḩammad Ibnu
‘Abdul āfiḍ al-Suwaid, Manhaj al-Tarbīyat al-Nabawīyat Li al- ifli; Akrām
Memahami Masalah Seks karya Istanti Surviani;Boyke Dian Nugrohodalam
karyanya Problem Seks dan Cinta Remaja; M. Fauzil Adhim, Indahnya
Pernikahan Dini; Wimpie Pangkahila, Kita dan Seks, Seks yang Indah dan
Membina Keharmonisan Kehidupan Seksual; Masalah Seks di kalangan
Remaja karya Dr. Naek .L. Tobing; Ali Akbar, yaitu Bimbingan Seks untuk
Remaja dan Seksualitas ditinjau dari Hukum Islam; J. Mark Halstead dan
Michael J. Reiss, Values in Sex Education: From Principles to Practice; Sol
Gordon dan Irving R. Dickman, Schools and Parents, Partners in Sex
Education; Muhammad Bagir, Fiqih Praktis; dan rujukan-rujukan sekunder
lainnya yang tidak dapat disebutkan, meskipun dalam realitanya dijadikan
sebagai rujukan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini termasuk jenis kepustakaan(Library Research). Artinya mencari
dan mempelajari bahan-bahan tertulis yang berkenaan dengan seksualitas kemudian
menganalisanya dengan teori dan pandangan tokoh pendidikan. Berdasarkan data
yang ada, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data kualitatif.42
Penelitian ini bersifat eksploratif (untuk menemukan ide atau toeri), maka
salah satu cara yang dilakukan adalah survei literatur yaitu, dengan teknik
pengumpulan data dari buku pendidikan seks dan penelitian-penelitian terdahulu
dengan menggunakan studi dokumentasi (suatu teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditujukan kepada subjek penelitian) sebab penelitian tentang seksualitas
merupakan topik yang kompleks dan sensitif.
Ruang lingkupnya meliputi perilaku, sikap, kepercayaan, nilai-nilai dan
norma, orientasi seksual seseorang atau suatu kelompok masyarakat; dan
hubungannya dengan aspek-aspek kehidupan lainnya, seperti keluarga, kesehatan,
hukum, pendidikan, ekonomi, jender, bahkan politik dan agama.
42
4. Teknik Analisa Data
Sifat seksual yang sensitif, karena menyangkut hal-hal yang bersifat sangat
pribadi dan seringkali menyangkut moral, mempengaruhi, atau lebih tepatnya
mempersulit penelitian di bidang ini, bukan saja dari segi mendapatkan sponsor,
tetapi juga dari segi teknik pengumpulan dan perolehan data dan penyebaran
hasilnya.
Belum lagi faktor-faktor penyebabnya dan dampaknya, maka masih banyak
yang perlu diteliti mengenai pengaruh factor-faktor sosial dan budaya terhadap
seksualitas manusia di seluruh siklus kehidupan, mulai dari bayi sampai sesudah usia
reproduksi, khususnya topik seksualitas remaja dan orientasi seksual.
Konsep-konsep tersebut kemudian disajikan secara deskriptif-analisis dengan
pendekatan perbandingan pemikiran dari berbagai ahli pendidikan. Seluruh data
penelitian pada literatur yang berkaitan dengan objek penelitian dalam hal ini
pendidikan seks dalam Islam.
Objek penelitian difokuskan kepada buku-buku, majalah, koran, yang
berbicara tentang seks, konsep, teori, dan aspek-aspek pendidikan remaja atau saat
tumbuh kembang anak menjadi dewasa, tujuan, metode, orang tua, pendidik,
pengasuh, lingkungan. Sifat kompleks dan sensitif ini membuat studi
kepustakaan(Library Research) sangat berguna bagi penelitian tentang seksualitas
manusia.
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis kualitatif. Adapun dalam operasionalnya menggunakan metode
hermeneutik.43 Dengan metode ini penulis mencoba memberikan interpretasi atau
penafsiran sesuai dengan kecendrungan teks.
43
H.Sistematika Penulisan.
Penulisan tesis ini terdiri lima bab, yaitu:
Bab pertama pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah,
penelitian yang sudah ada, permasalahan, tujuan, manfaat dan signifikasi penelitian,
kerangka pemikiran, metodologi penelitian, sistematika penulisan.
Bab kedua membahas polemik dan pro kontra pendidikan seks, perdebatan
perlu tidaknya, perspektif Barat dan Islam terhadap konsep, waktu, metode
pendidikan seks, tinjauan aspek Islam, kurikulum pendidikan seks dan Pendidikan
Agama Islam.
Bab ketiga menguraikan kajian teoritis tentang aspek biologis dan psikologis,
materi-materi pendidikan seks yang diajarkan di sekolah, dianalisa apakah sesuai
dengan norma-norma Islam dan bagaimana nilai-nilai Islam diintegrasikan. Materinya
antara lain reproduksi, alat reproduksi laki-laki dan perempuan, kehamilan remaja
dan dampaknya, perkembangan kognitif, sosial, emosional dan seksual, prestasi
sekolah, dimensi psikologis, sosial ekonomi kehamilan remaja, kelainan seksual,
perilaku seksual, perzinahan atau seks bebas, homoseksualitas atau lesbian, onani
atau masturbasi, tanda awal kematangan seksual, penyakit seksual, pernikahan dan
poligami(multi-pernikahan), khitan, aborsi, kontrasepsi, haid, nifas, sikap toleransi
masyarakat terhadap kehamilan di luar nikah, aspek-aspek pengajaran pendidikan
seks dari sudut urgensinya dan pandangan agama terhadap materi dan bahan ajar
tersebut.
Bab keempat, kesalahpahaman mengenai pendidikan seks dalam Islam,
kurikulum, landasan yuridis dan komponen, bahan ajar pendidikan seks, pendidikan
seks Islam di sekolah, nilai-nilai dan norma Agama, izin masuk kamar dan rumah,
menundukan pandangan dan menjaga aurat, memisahkan tempat tidur anak,
menjauhkan anak dari ikhtilat atau pergaulan bebas, mengajarkan mandi wajib dan
sunnah, penjelasan masalah seks, perzinahan dan pernikahan dini serta upaya
penyadaran diri.
Bab kelima penutup, meliputi kesimpulan dan saran.
Selain itu, untuk terbitnya karya ini, penulis berpedoman pada buku Pedoman
Akademik Program Magister dan Doktor Kajian Islam 2009-2011, SPs Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,44 danpanduan penulisan transliterasi
dari University of California Berkeley Library45 dan Library of Congress
Romanization of Arabic.46
44
SPs Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
45
“Turabian Styles Citations,” artikel diakses pada 2 Juni 2010 dari www.lib.berkeley.edu/instruct/guides/chicago-turabianstyle.pdf
46
Pendidikan seks dalam arti secara langsung, terbuka dan subject matter,
sebenarnya hanya layak diberikan kepada pasangan suami istri yang sah, yaitu
bagaimana menjadikan hubungan harmonis menuju keluarga bahagia, sakinah
mawaddah warahmah. Tetapi masalah seks1 dan seksualitas tidak hanya urusan suami
istri dan orang dewasa saja, terutama setelah akses pornografi mudah didapat (melalui
VCD atau internet), menjamurnya perilaku seks bebas, perceraian dalam rumah
tangga, kehamilan remaja dan di luar nikah, HIV/AIDS serta penyakit menular seksual
lainnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa seks bebas dan seks pranikah telah
terjadi di beberapa daerah dan negara-negara di dunia. Ravinder Rena mengatakan
salah satunya di Nigeria. Sebagian besar orang di negara tersebut menganggap seks
pranikah dapat diterima dan tidak berbahaya. Tetapi masalah utama adalah seks
pranikah sering kali mengarah pada perceraian, karena perilaku dan masalah
emosional jauh lebih tinggi dalam situasi seks sebelum nikah daripada di
perkawinan.2 Kamala Kempadoo dan Leith L. Dunn melaporkan hasil penelitian
1
Kata seks sering diartikan dengan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan, lihat Departemen P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 893. Dalam bahasa Inggris, seks berarti jenis kelamin, perkelaminan lihat John M. Echols, dkk., Kamus Inggris – Indonesia (Jakarta: PT.Gramedia, 1996), 517. Dalam bahasa Arab, seks diartikan jins ( ﺲﻨﺟ ) yang berarti jenis kelamin atau setiap yang berkaitan dengan bentuk tubuh, lihat As’ad al-Kalali, Kamus Indonesia – Arab (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), 484., lihat juga Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), 783., tertulis: Seks, jenis kelamin, hal yang menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan kelamin; Seksual, berhubungan dengan persetubuhan antara laki-laki dan wanita; Seksualitas, hal yang berhubungan dengan ciri, sipat, peranan seks.
2
Ravinder Rena, “Safe Sex Advice is Good, But so Difficult to Follow,” The Nigerian Journal of Guidance and Counselling, Vol. 11. No. 1, 2006, 134-145, artikel diakses pada 8 Nopember 2009 dari http://papers.ssrn.com/sol3/ papers.cfm? abstract_id=1324025
Menurut Deri Dahuri di beberapa daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur,
Jawa Barat, dan Lampung, bahwa hubungan seks pranikah angkanya berkisar 0,4-5%.
Di daerah perkotaan Jawa Barat angkanya mencapai 1,3% dan pedesaan 1,4%, serta
perkotaan di Bali mencapai 4,4%. Namun, beberapa penelitian lain menunjukkan
jumlah remaja yang melakukan seks pranikah jauh lebih fantastis. Ini lebih parah dari
19 tahun silam yang dikabarkan 62% populasi mahasiswa-mahasiswi melakukan
kumpul kebo.4
Perilaku seks bebas banyak disebabkan faktor-faktor di luar Agama. Menurut
Solihin dan Iwan Januar bahwa sebagian besar mahasiswi di Yogyakarta hilang
kegadisannya saat kuliah, dan mengaku melakukan hubungan seks tanpa ada paksaan
alias dilakukan suka sama suka karena adanya kebutuhan penyaluran nafsu seks.5
Lembaga swadaya masyarakat Synovate Research pernah melakukan survei
pada September 2004 di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan, dengan
respondennya 450 orang remaja putra-putri, berusia antara 15 sampai 24 tahun.
Mereka berasal dari kalangan masyarakat umum dengan kelas sosial menengah ke
atas dan ke bawah. Kalangan masyarakat ini diambil sebagai representasi masyarakat
Indonesia kebanyakan. Hasilnya, lumayan mencengangkan. Hanya 5% dari
responden remaja itu yang mendapatkan informasi yang mendidik mengenai seks dari
orang tua atau pihak lain. “Sebanyak 44% responden mengaku punya pengalaman
seks pada usia 16 sampai 18 tahun. Bahkan ada 16% lainnya yang mengaku punya
pengalaman seks sejak usia 13 sampai 15 tahun,” kata Camita Wardhana, Project
3
Kamala Kempadoo dan Leith L. Dunn, “Factors That Shape the Initiation of Early Sexual Activity among Adolescent Boys and Girls: a Study in Three Comminities in Jamaica”: Report to UNICEF and UNFPA (Jamaica: Centre for Gender and Development Studies University of the West Indies, 2001), 17., artikel diakses pada 8 Nopember 2009 dari http://www.unicef.org/evaldatabase/files/ JAM_2001_804.pdf
4
Deri Dahuri, “Gaya Hidup Dorong Remaja Terlibat Prostitusi,” Media Indonesia, 17 Januari 2009, 5.
5
Director Synovate Research. Dari penelitian itu terungkap, bahwa sekitar 65%
informasi tentang seks, mereka peroleh dari kawan-kawannya, dan 35% lainnya
mengetahui seks dengan menonton film porno. Mereka mencoba-coba mendapatkan
pengalaman mengenai seks, sebanyak 40% responden mengaku melakukannya
bersama pacar di rumah, 26% di tempat kost, dan 26% lainnya di hotel.6
Menurut Haris Fadilah, polling LSM Sahara Indonesia seperti dilansir majalah
Sabili lebih meningkat lagi 44,8 % mahasiswa dan remaja Bandung telah melakukan
hubungan seks pra nikah. Dan kasus “pesta seks” yang dilakukan 10 pelajar STPDN
(Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri) bersama 5 mahasiswi beberapa
perguruan tinggi di Bandung pada tahun 2003.7
Menurut Moammar Emka dan Windy Ariestanty, remaja cewek Jakarta usia
15-19 tahun, pertama kali melakukan hubungan seks sebanyak 48.2%.8 Menurut
BKKBN tahun 2007, lima dari seratus pelajar setingkat SMA di Jakarta telah
melakukan hubungan seks sebelum menikah. Hal itu dikemukakan oleh Rita
Damayanti saat menyampaikan hasil penelitiannya terhadap 8.941 pelajar dari 119
SMA dan yang sederajat di Jakarta, untuk meraih gelar doktor pada Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), di Depok, Jawa Barat.9
Masih menurut BKKBN, orang hidup dengan HIV dan AIDS sampai dengan
bulan September 2008 mencapai 15.136 kasus, 54,3%. Dari angka tersebut sebagian
besar adalah para remaja. Sedangkan di sisi lain, dari 150 pengguna narkoba jarum
suntik yang umumnya kalangan pelajar hingga mendian ketiga yang diambil sampel
6
,”Pengalaman Seks Belasan Tahun,” artikel diakses pada 12 Oktober 2009 dari http://www.penapendidikan.com/pengalaman-seks-belasan-tahun.html
7
Haris Fadilah,” Reproduksi Remaja Penentu Masa Depan Kehidupan Bangsa,” artikel diakses pada 12 Oktober 2009 dari http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=2114
8
Moammar Emka dan Windy Arestanty, Jakarta Undercover (Jakarta: Gagas Media, 2007), 236.
9
darahnya berpotensi endemi virus HIV-AIDS, kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes)
setempat Dadang S Epit di Tangsel.10
Nilai-nilai11 agama dan moral semakin menyedihkan ketika membaca berita
beredarnya video mesum dengan bintang pelajar SMA. Video yang berjudul Smaker
Bergoyang sempat membuat heboh. Informasi yang dihimpun, video porno dengan
durasi 26 menit tersebut beredar Oktober 2009. Pemerannya ramai disebut pasangan
pelajar dari salah satu SMA Negeri Kertosono kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.12
Kondisi para remaja dan pelajar seperti itu menandakan tidak berhasilnya
tujuan pendidikan.13 Antara lain bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.14
Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan
dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga
harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial saling bertentangan. Banyak
sekali life events yang akan terjadi, tidak saja akan menentukan kehidupan masa
dewasa tetapi juga kualitas generasi hidup berikutnya sehingga menempatkan masa
ini sebagai masa kritis.15
10
Dadang S Epit, Mayoritas Pengguna Narkoba Terancam, “ artikel diakses pada 31 Oktober 2009 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2009/10/21/03425330
11
Nilai, sesuatu sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, lihat Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), 783.
12
Nur Hadi dan Sukarlin, “Video Mesum SMA Kembali Hebohkan Warga,” artikel diakses pada 31 Oktober 2009 dari http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/25719
13
Lihat Mu ammad al-Būtī, Tajrībat al-Tarbīyat al-Isl mīyat fī Miz n al-‘Amal, h.103.” Salah satu tujuan pendidikan adalah mengangkat taraf akhlak dalam masyarakat beradasarkan ajaran-ajaran Islam”.
14
Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam Departemen Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan (Jakarta, 2006), 5 dan 81.
15
Kurangnya pengetahuan mereka tentang pendidikan seks yang jelas dan benar
merupakan salah satu sebab maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja. Ini
barangkali dikarenakan pendidikan seks diberikan menunggu usia mereka lebih
dewasa, sebagaimana ditulis oleh Shannan Martin, dkk., bahwa pendidikan seks itu
diberikan menunggu umur siswa-siswi lebih dewasa, supaya mereka menunda
melakukan aktivitas seksual.16
Pendidikan seks kebanyakan hanya diketahui dari penjelasan teman (yang
belum tentu benar), membaca buku-buku porno, melihat gambar-gambar porno dari
buku maupun internet, bisa juga penjelasan yang kurang lengkap dari orangtua agar
anak merenungkan penciptaan manusia, sebagaimana dikatakan al-Na lawī, bahwa
salah satu tujuan pendidikan Islam adalah merenungkan asal kejadian manusia.17
Terkadang orang tua lebih mempercayai lembaga sekolah atau institusi yang
terkait untuk menyampaikan pendidikan seks kepada anak-anaknya. Secara tidak
langsung orang tua sudah mengikut pendapat Peter Aggleton & Paul Tyree yang
mengatakan,” Pendidikan seks seharusnya diajarkan di sekolah”.18
Orang tua lebih suka marah kalau anak mereka bertanya tentang seks.Sebagai
contoh, menurut Elizabeth B. Hurlock, ketika terjadi perubahan biologis pada anak
yang ditandai perubahan suara pada pria, tumbuhnya rambut halus pada daerah
tertentu dan pembesaran pinggul pada anak wanita. 19 Mereka gelisah dan ini menjadi
16
Lihat Robert Rector, The Effectiveness of Abstinence Education Programs in Reducing Sexual Activity Among Youth, Heritage Foundation Backgrounder No. 1533, April 8, 2002; lihat juga Shannan Martin, dkk., Comprehensive Sex Education vs. Authentic Abstinence A Study of Competing Curricula (Washington: The Heritage Foundation, 2004), xii.
17
A mad al-Na lawī, Usūs al-Tarbīyat al-Isl mīyat wa Turūqu Tadrīsih (Damsyiq: Dār al-Na ḍat al-‘Arabīyat, 1963), 67.
18
Gary Smith dan Susan Kippax,National Centre in HIV Social Research, University of New South Wales, Sydney, Australia;Peter Aggleton & Paul Tyrer, Thomas Coram Research Unit, Institute of Education, University of London, UK, Sex Education, Vol. 3, No. 1, 2003; Kirby, D. Sexuality and Sex Education at Home and School, Adolescent Medicine: State of the Art Reviews (1999), Vol. 10, 195–209.
19
sesuatu yang ditakuti oleh anak karena sipat orang tua, terlebih lagi kalau orang tua
cenderung bersikap pasif dan membiarkan perkembangan itu.
Permasalahan dan ketakutan baru terjadi pada anak, ketika munculnya
tanda-tanda seks pada mereka dengan datangnya mimpi berhubungan suami isteri dan
mengeluarkan mani, anak perempuan telah mengalami menstruasi dan pada
umumnya anak mengalami hal ini telah berumur 15 tahun20.
Barangkali di sini perlunya pendidikan seks bagi anak, sebagaimana ditulis
oleh Alex R. Mellanby, yang didukung oleh Fran A.Phelps, Nicola J.Crichton and
John H.Tripp, yaitu” mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan alat kelamin
secara langsung, seperti pendidikan hubungan seksual, pengenalan alat kontasepsi,
kemudian pro kontra tentang pendidikan seks yang langsung model Barat dan yang
tidak langsung model pendidikan Islam, penyakit menular seksual (sexually
transmitted Diseases), penggunaan kondom, moralitas pribadi dan ketegasan untuk
mengatakan” tidak “ pada seks bebas ”.21
Menurut Siswanto A Wilopo, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
saat ini telah terjadi pergeseran perilaku seksual di kalangan remaja.22
Tetapi karena ketidaktahuan banyak tindakan yang mereka ambil membuat
paramedis maupun orangtua terkejut. Menurut Surya dari data yang dihimpunnya
banyak kaum remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat reproduksinya,
bahkan menyebabkan kematian. Bukti ketidaktahuan remaja tentang perawatan organ
reproduksi ini, bisa dilihat dari data kasus yang masuk dalam rubrik curhat Harian
20
‘Abdu al-Salām bin ‘Abdillāh Abī al-Qāsim bin Taimīyat al- arrānī, al-Mu arrir fī al-Fiqh ‘Al Mazhab al-Im m A mad Bin ambal, J. 1 (Riyaḍ: Maktabat al-Ma’ārif, 1404H), 347.
21
Alex R.Mellanby, dkk., Health Education Research Journal, Theory & Practice, vol. XI, (Oxford University Press, 1996), 205.
22
Kompas. Ada sekitar 11,3 % remaja perempuan bertanya masalah perawatan organ
reproduksinya dan 6,4 % remaja laki-laki bertanya hal serupa.23
Menurut Zumrotin K Susilo (Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan saat
berbicara dalam Seminar Pendidikan Seks di Media Massa), bahwa selama tahun
2003 di Indonesia terdapat 1,5 juta - 2 juta kasus aborsi, dan secara formal, aborsi
tidak aman diperkirakan menyebabkan 11,1% pada kematian ibu24.
Masih menurut Siswanto A Wilopo, ada 15 juta perempuan remaja
melahirkan anak dan sebagian dari mereka sudah melakukan hubungan seksual
sebelum menikah. Setiap tahun, 500.000 perempuan meninggal dunia karena
melahirkan dan lebih dari 65.000 diantaranya adalah remaja perempuan meninggal
karena aborsi tidak aman.25
Permasalahan yang muncul seperti ini, apakah terjadi karena kesalahan
konsep pendidikan seks yang sudah ada? Atau alasan belum adanya pendidikan
tersebut, atau kurikulumnya yang belum mendukung? Fida Sanjakdar mengatakan, di
Australia terjadi pertentangan pendapat antara masyarakat dan kaum pendidik, di
mana komponen pendidikan seks dari kurikulum pendidikan kesehatan sekolah
ditentang oleh banyak orang Islam, orang tua dan para siswa di dalam dan luar
negeri.26
Terkait dengan permasalahan seksual, menurut Laurike Moeliono, jumlah
penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah 213 juta, 30% diantaranya atau 62 juta
remaja adalah usia 10-24 tahun. Berbagai data menunjukkan bahwa remaja yang
23
KBI Gemari, “Remaja, Kenali Organ Tubuhmu,”Jakarta, artikel diakses pada 31 Oktober 2009 dari http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=1131
24
Zumrotin K Susilo, “2 Juta Kasus Aborsi Setiap Tahun di Indonesia,” artikel diakses pada 31 Oktober 2009 dari http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=266
25
“Remaja Memerlukan Informasi Kesehatan Reproduksi”, artikel diakses pada 25 Oktober 2009 dari http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailRubrik.php?MyID=509
26
melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun. Misalnya hasil survey di 12
kota dan di kota Medan menunjukkan perkiraan angka sekitar 5,5-11% remaja
melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun, sedang usia 15-24 adalah
14,7-30%.27
Selain itu, ketika YLKI melakukan kampanye ke sekolah mengenai kesehatan
reproduksi, memanfaatkan Masa Orientasi Sekolah (MOS) murid baru SMU pada
bulan Juli 2002, terdapat lima peserta MOS yang pernah mengalami hamil di luar
nikah dan empat peserta yang telah pernah menggugurkan kandungannya (aborsi),
tanpa sepengetahuan sekolah. Berdasar data organisasi kesehatan dunia WHO pada
1998, sekitar dua juta perempuan di Indonesia melakukan aborsi setiap tahunnya28.
Evaluasi dari pengetahuan siswa mengenai organ-organ reproduksi yang
merupakan materi pendidikan seks, (baik organ reproduksi laki-laki maupun
perempuan) menunjukkan bahwa jumlah siswa yang tidak menjawab atau tidak tahu
tetap besar (lebih dari 40% dan 47%). Pola yang sama juga terjadi pada pengetahuan
siswa mengenai tanda-tanda pubertas, tetapi jumlah siswa yang menjawab tidak tahu
atau tidak jawab lebih kecil (22% dan 18%). Lebih dari 80% siswa menyatakan
pernah mendengar tentang ISR, tetapi mereka yang bisa menjawab benar tentang
gejala-gejala dari ISR baik pada laki-laki maupun perempuan hanya meningkat dari
3,4% Proporsi siswa yang menjawab benar tentang kondom dapat mencegah
penularan HIV 39,8% Kasus yang sama terjadi pada pernyataan “setia dengan satu
pasangan dapat mencegah penularan HIV” 50,8% Secara umum, topik mengenai
seksualitas, kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS bukan hal yang baru bagi para
siswa. 90% dari mereka pernah mendengar tentang hal tersebut. Namun, hanya 1,7%
dari mereka pernah mendengar tentang hak-hak reproduksi. Lebih dari 90% siswa
27
Laurike Moeliono, (konsultan lepas HIV/AIDS dan Kesehatan Reproduksi dalam acara Speak Up Your Rights Partisipasi Remaja dan HIV/AIDS), Ketidaktahuan Remaja Penyebab Utama HIV/AIDS, Majalah Gemari, Jakarta, 11 November 2007.
28
menyatakan bahwa diskusi merupakan sarana yang tepat untuk mempelajari
seksualitas, kesehatan reproduksi, dan HIV/AIDS. Lebih dari 19% dari mereka
menyatakan bahwa diskusi tidak berpengaruh bagi mereka. Sementara itu ada 59,6%