• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Mengenai Alih Fungsi Bangunan Bersejarah Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya JUNCTO Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Mengenai Alih Fungsi Bangunan Bersejarah Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya JUNCTO Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

vi

TINJAUAN HUKUM MENGENAI ALIH FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG

PENATAAN RUANG

ABSTRAK EVIE ARISANDY

Berbagai negara menganggap tanah dan bangunan bersejarah sangat penting, salah satunya di Indonesia, tanah dan bangunan bersejarah memiliki arti tersendiri, karena manusia mempunyai hubungan emosional dan spiritual terhadap tanah dan bangunan miliknya. Tanah dan bangunan tidak dapat semata-mata dipandang hanya sebagai komoditas. Hubungan tanah dan bangunan dengan pemiliknya mengandung nilai-nilai budaya, sejarah, adat, ekonomis, dan spiritual, sepertihalnya bangunan yang memiliki nilai bersejarah yang banyak dialih fungsikan. Permasalahan yang timbul berkaitan dengan pelaksanaan pengaturan hukum atas alih fungsi bangunan bersejarah. Upaya pencegahan terjadinya alih fungsi bangunan bersejarah menjadi bangunan komersial. Berkaitan dengan hal tersebut maka bangunan bersejarah harus mendapat perlindungan hukum. Permasalahan yang diangkat oleh penulis dari penulisan karya ilmiah ini adalah bagaimanakah pelaksanaan pengaturan hukum atas alih fungsi bangunan bersejarah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, serta bagaimanakah upaya pencegahan terjadinya alih fungsi bangunan bersejarah menjadi bangunan komersial dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

Penelitian ini, dilakukan secara deskriptif analitis, yaitu memberikan gambaran secermat mungkin mengenai fakta-fakta yang ada, baik berupa data sekunder bahan hukum primer seperti Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, data sekunder bahan hukum sekunder berupa doktrin, pendapat hukum para ahli, dan hasil karya dari kalangan hukum serta bahan hukum tersier berupa data yang didapat dari artikel dan internet yang berkaitan dengan penelitian. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu suatu metode di mana hukum dikonsepsikan sebagai norma, kaidah, asas atau dogma.

(2)

vii

LEGAL VIEW ON LANDMARK CONVERTED USAGE RELATED TO LAW NUMBER 11/2010 ABOUT CULTURE PRESERVE JUNCTO LAW NUMBER 26/2007 ABOUT

SPACIAL SYSTEM ABSTRACT

EVIE ARISANDY

Every country including Indonesia treats its land and landmark as a noteworthy object. The land and landmark has a particular meaning as society are emotionally bond with their land. Land and landmark or building can not merely be as a commercial meterial. They consists of culture value, history, custom, spriritual and economic value. Nowadays, many of landmarks are expereincing converted usage. To prevent the converted usage of landmark into a commercial building, the state has regulate the problems into several regulation. Thus, this research studied about how the implementation of landmark converted usage viewed by Law Number 11/2010 aboutCulturePreserve and how the prevention of landmark converted usage into commercial building related to Law Number 26/2007 aboutSpacialSystem.

This research applied with descriptive analysis which decribed accurate facts about implementation of landmark converted usage based on primary, secondary and tertiary law perspective. The primary law perpective consisted of Law Number 11/2010 aboutCulturePreserve and Law Number 26/2007 about SpacialSystem. The secondary law perspective consisted of doctrines, legal specialist opinions, and law theories. While the tertiary law perspective consisted of some law data and information cited from publicity including journals and websites. Moreover, reseached used normative judicial method which law is concetualized as norms, value, principles and doctrines.

(3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan di berbagai bidang memerlukan tanah.Tanah merupakan

sumber daya alam yang dapat dinilai keberadaannya dan sebagai tempat manusia

untuk melakukan berbagai aktivitas lainnya yang dapat mensejahterakan diri dan

keluarganya.Tanah menjadi semakin penting kegunaannya karena tanah dapat

dimanfaatkan secara horizontal maupun vertikal.Kedudukan seperti hal tersebut

membuat tanah menjadi sumber daya utama yang merupakan tempat sebagai titik

temu segala kegiatan manusia yang dapat memicu konflik apabila dalam hal

penggunaan dan penguasaan tanah tersebut tidak diatur secara jelas dan tidak ada

kepastian hukum.

Berbagai negara menganggap tanah dan bangunan bersejarah sangat

penting, salah satunya di Indonesia, tanah dan bangunan bersejarah memiliki arti

tersendiri, karena manusia mempunyai hubungan emosional dan spiritual terhadap

tanah dan bangunan miliknya.Tanah dan bangunan tidak dapat semata-mata

dipandang hanya sebagai komoditas.Hubungan tanah dan bangunan dengan

pemiliknya mengandung nilai-nilai budaya, sejarah, adat, ekonomis, dan spiritual,

seperti halnya bangunan yang memiliki nilai bersejarah.

Pembangunan yang tidak merata, khususnya di beberapa wilayah perkotaan

(4)

2

konsep tata ruang, yaitu berdaya guna, berhasil guna, dan berkelanjutan. Penataan

ruang yang didasarkan pada karakteristik dan daya dukungnya serta penggunaan

teknologi yang sesuai, akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan

keseimbangan sub-sistem yang berarti juga meningkatkan daya tampung dan

pemanfaatannya1. Pemanfaatan ruang yang dimaksudkan adalah pemanfaatan

ruang yang menggambarkan ukuran, fungsi serta seluruh kegiatan manusia

dan/atau kegiatan alam.Wujud pola pemanfaatan ruang diantaranya meliputi lokasi,

pemukiman, tempat kerja industri, pertanian, serta pola penggunaan tanah

pedesaan dan perkotaan2.

Pemanfaatan ruang akibat pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitas

usaha yang merupakan penyebab dari awal berkembangnya lokasi perumahan

wilayah perkotaan.Perkembangan ini berdampak kepada peningkatan tuntutan

kebutuhan ruang.

Ketersediaan ruang itu sendiri tidak tak terbatas, sehingga bila pemanfaatan

ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terdapat pemborosan manfaat

ruang dan penurunan kualitas ruang.Hal ini membuat pemerintah mengundangkan

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang untuk mengatur

pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi,

kualitas ruang, dan estetika lingkungannya.

Hasil perencanaan tata ruang setelah melalui proses perencanaan,

pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang adalah Rencana Tata Ruang.

Selanjutnya pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008

1

I Gede Pantja Astawa, Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia, Alumni, Bandung, 2008, Hlm. 283.

2

(5)

3

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (yang selanjutnya disebut RTRW)

untuk mengkoordinir pemanfaatan ruang yang semakin bertambah diakibatkan oleh

pertambahan penduduk.

Berdasarkan pertambahan penduduk dan perkembangannya Indonesia

merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak peninggalan

benda-benda bersejarah. Peninggalan sejarah tersebut pada saat ini, dapat menjadi bukti

bahwa pada saat itu di Indonesia pernah ada beberapa peristiwa bersejarah yang

mewakili zamannya3. Salah satu bukti peninggalan dari masa lalu yaitu kemegahan

dan keanekaragaman berbagai bangunan bersejarah di Kota Bandung.Peranan

sejarah dalam kaitannya dengan bangunan, yaitu tempat terjadinya peristiwa

bersejarah, sebagai ikatan simbolis antara peristiwa yang lalu dengan sekarang4.

Ditinjau dari segi arsitektur, Bandung pernah dijuluki sebagai laboratorium

arsitektur paling lengkap5. Berbagai bangunan tua yang masih kokoh berdiri saat ini,

bukan hanya mampu menceritakan bagaimana awal kota ini di bangun.Bangunan

tua Gedung Sate yang hingga kini tetap menjadi landmark Kota Bandung dan

kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berusaha memadukan gaya

arsitektur modern dan tradisional, membuktikan bahwa kota ini masih menyimpan

kekayaan gaya arsitektur art deco6. Kota Bandung sampai tahun 1970, diperkirakan

masih ada tersisa lebih kurang 2.500 bangunan arsitektur kolonial berusia lebih dari

60 (enam puluh) tahun, langka dan memiliki nilai sejarah dan seni budaya yang patut

3

Sastra Indis, Pelestarian Bangunan Kuno Sebagai Aset Sejarah Budaya Bangsa, http://www.arsitekturindis.com. Diakses Pada Tanggal, 3 April 2011, Pukul 10.30 WIB.

4

Bandung Heritage, Artikel, Sejarah Bangunan Kuno di Kota Bandung, http://www.Bandungheritage.org, Diakses Pada tanggal, 3 April 2011, Pukul 10.45 WIB.

5

Sastra Indis, Loc. cit.

6

(6)

4

dilindungi, Namun bangunan-bangunan tua yang maha penting dan bernilai sejarah

seolah menyusut terkalahkan oleh arus modernisasi.

Menurut data Bandung Heritage Society, ada tujuh bangunan tua yang

bernilai sejarah hilang dalam kurun waktu lima tahun,sedangkan menurut data Dinas

Pariwisata dan Kebudayaan pada tahun 2005, setidaknya ada 6000 bangunan tua

yang termasuk cagar budaya, namun jumlah tersebut berkurang menjadi 99

bangunan pada tahun 20097.

Bangunan Cagar Budaya ditetapkan berdasarkan kriteria, yaitu dari nilai

sejarah, nilai arsitektur, nilai ilmu pengetahuan, nilai sosial budaya, dan umur dari

bangunan bersejarah.Berdasarkan hal ini maka, pemillik harus berhati-hati dalam

melakukan pembongkaran ataupun perubahan terhadap bangunan

bersejarah.Idealnya, jika hendak membongkar bangunan, pemilik harus melihat

dulu, apakah bangunan bersejarah yang dimilikinya masuk dalam kriteria bangunan

cagar budaya atau tidak.

Bangunan-bangunan cagar budaya yang berada di kota Bandung

diantaranya terletak di jalan Ir. H.Djuanda (Dago) dan Braga. Bangunan-bangunan

yang terdapat disana menjadi sangat penting karena menjadi penanda yang

mewakili perkembangan zaman sekaligus titik pengingat proses sejarah kota

Bandung. Beberapa bangunan di jalan Ir. H.Djuanda (Dago) dan Braga tersebut

dalam kondisi tidak terawat, tetapi sebagian besar lainnya masih tampak dalam

keadaan cukup baik dan pada umumnya merupakan kediaman

pribadi.Bangunan-bangunan bersejarah di jalan Ir. H.Djuanda (Dago) tersebut tidak sedikit diantaranya

7

(7)

5

telah dialih fungsikan oleh pemiliknya sebagai tempat usaha karena pengaruh

letaknya yang sangat strategis, selain dijadikan tempat usaha juga banyak

bangunan-bangunan yang diubah fisiknya dan digunakan tidak sesuai dengan fungsi

awal dari bangunan tersebut.

Dagoberasal dari bahasa sunda dagoanyang artinya menunggu. Zaman

dahulu di masa penjajahan Belanda, penduduk di daerah utara Bandung memiliki

suatu kebiasaan untuk saling menunggu dan pergi bersama-sama ke kota, yang

mana pada masa itu, rute yang ditempuh menuju kota melewati daerah yang masih

tergolong sepi dan rawan binatang buas, terutama di daerah hutan di sekitar

terminalDago sekarang8.Tahun 1900-1914, pemerintahHindia Belanda memulai

pembangunan di daerah Bandung, pembangunan di daerah Dago, dimulai dengan

pembangunan rumah peristirahatan milik Andre van der Brun pada tahun 1905,

pada saat ini bangunan ini masih berdiri dan berada bersebelahan dengan Hotel

Jayakarta9. Wilayah Dago itu sendiri meliputi, simpang Dago ke arah

utara,Dagojati(STKS-sekarang), Dago biru, Dago pojok, hingga PLTA Bengkok10.

Jalan Braga di Kota Bandung memiliki sejarah panjang dan sangat dikenal.

Jalan ini terletak tepat di jantung kota dan berdekatan dengan Jalan Asia Afrika di

mana terdapatbangunan bersejarah yang dikenal dengan Gedung Merdeka11.Dahulu

jalan sepanjang lebih kurang 700 meter ini dibuat karena kaitannya dengan

8

Sejarah Dago, http://id.wikipedia.org/wiki/Dago,-Coblong,-Bandung,Diakses Pada Tanggal 1 April 2011, Pukul 16.00 WIB.

9

Ibid. 10

Ibid.

11

(8)

6

pembuatan jalan Anyer-Panarukan oleh Daendels Tahun 1808-181112.Masyarakat

setempat juga memiliki legenda sendiri terhadap nama Braga ini. Menurut Ketua

Paguyuban Warga Braga Kota Bandung, David B. Sediono, nama Braga berasal

dari kata Sunda Baraga. Baraga itu artinya jalan-jalan menjelajahi Sungai

Cikapundung yang letaknya di dekat Braga, dan masyarakat pada saat itu suka

menghabiskan waktu dengan baraga di Sungai Cikapundung.

Sebagian besar masyarakat yang merubah bangunan bersejarah di Kota

Bandung dikarenakan bahwa dengan mengubah bangunan tersebut bisa

memberikan keuntungan ekonomi, dalam hal ini mengubah bangunan tersebut

menjadi factory outlet, ruko, mall dan lain sebagainya, misalnya kasus

pembongkaran bangunan tua bekas Toko Meubel Teno dan Korono pada era tahun

1940-an, di Jalan Braga No. 62 Bandung pada tahun 2009 yang dilakukan oleh

pemilik tanpa mendapatkan ijin dari pemerintah kota, bangunan tersebut untuk

dijadikan hotel bernama Hotel Dino Feruci, menyebabkan meningkatnya

pembongkaran yang dapat mengakibatkan bangunan-bangunan tersebut terancam

punah13.

Berbagai upaya memberikan perlindungan terhadap bangunan bersejarah

tersebut telah ada dalam bentuk undang-undang dan peraturan

pelaksananya.Berbagai peraturan perundang-undangan yang ada, sebenarnya

sudah dituangkan dengan jelas mengenai larangan pembongkaran bangunan

bersejarah tersebut tanpa ijin dari pemerintah, bahkan oleh undang-undang ini,

sudah ditetapkan hukuman baik penjara maupun dendanya.Namun hingga kini

12

Ibid. 13

(9)

7

praktik-praktik pembongkaran semakin marak.Terlebih lagi bangunan-bangunan

bersejarah tersebut kebanyakan berada di lokasi-lokasi strategis secara geografis14.

Berdasarkan hal tersebut, sebenarnya telah ada Undang-Undang yang

mengatur Cagar Budaya yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang

Cagar Budaya.Pemilik bangunan bersejarah seringkali dirugikan karena pemilik

memiliki kewajiban yang berat dalam melindungi dan memelihara bangunan

bersejarah yang jika tidak dijalankan akan terkena sanksi, dan pemilik bangunan

bersejarah hanya diperbolehkan mengalihkan bangunan tersebut kepada negara.

Hal ini membuktikan bahwa peraturan yang telah ada tersebut belum cukup

memadai dalam melindungi hak dari pemilik bangunan bersejarah.Undang-undang

tersebut dinilai masih terlalu umum dan kurang aplikatif sehingga saat ini belum bisa

menjadi alat yang ampuh untuk menyelesaikan masalah.

Berdasarkan latar belakangyang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik

untuk mengadakan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan

mengambil judul: TINJAUAN HUKUM MENGENAI ALIH FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG.

14

Retrievalinformation, Kumpulan Artikel Tentang Bangunan Bersejarah di Bandung,

(10)

8

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan yang di angkat oleh penulis dalam hal ini adalah:

1. Bagaimanakah pelaksanaanpengaturan hukum atas alih fungsi

bangunan bersejarah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2010 Tentang Cagar Budaya?

2. Bagaimana upaya pencegahan terjadinya alih fungsi bangunan

bersejarah menjadi bangunan komersial dihubungkan dengan

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan daripenulisan tersebut, yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan hukum atas alih fungsi

bangunan bersejarah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2010 Tentang Cagar Budaya

2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya pencegahan terjadinya alih

fungsi bangunan bersejarah menjadi bangunan niaga dihubungkan

dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan

(11)

9

D. Kegunaan Penelitian

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun praktis, yaitu antara lain:

1. Kegunaan Teoretis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran terhadap perkembangan ilmu hukum pada umumnya serta

hukum penataan ruang dan cagar budaya pada khususnya.

2. Kegunaan Praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah dan

pemilik bangunan bersejarah atau ahli warisnya sebagai bahan

pertimbangan untuk mengambil tindakan hukum yang tepat dalam hal

pengalihan serta upaya pencegahan terjadinya ahli fungsi atas

bangunan bersejarah.

E. Kerangka Pemikiran

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea kedua yang menyebutrkan

bahwa:

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah

kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat

Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang

(12)

10

Makna yang tersirat dari kata adil dan makmur dalam alinea kedua tersebut

merupakan keadilan yang diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pelaksanaan tujuan Negara yang di amanatkan dalam alinea keempat Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa:

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, .

Amanat dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut

merupakan konsekuensi hukum yang mengharuskan perintah tidak hanya

melaksanakan tugas pemerintahan saja, melainkan juga kesejahteraan sosial

melalui pembangunan nasional.Hal tersebut merupkan landasan perlindungan

hukum atas bangunan bersejarah, karena kata melindungi merupakan asas

perlindungan hukumbagi segenap bangsa Indonesia untuk mencapai keadilan.

Indonesia merupakan Negara hukum berdasarkan Pancasila yang bertujuan

untuk menciptakan ketertiban umum dan masyarakat adil dan makmur secara

spiritual dan materil.Salah satu ciri Negara hukum adalah adanya konstitusi atau

Undang-Undang Dasar. Menurut Sri Soemantri, tidak ada satupun negara di dunia

yang tidak mempunyai konstitusi. Negara dan konstitusi bagaikan dua sisi mata

uang, merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain15.

Undang-undang dasar 1945 merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

15

(13)

11

Pemikiran tentang Negara hukum pertama kali dikemukakan oleh Plato

dalam tulisannya tentang nomoi Istilah negara hukum tidak terdapat dalam naskah

asli Undang Dasar 1945, namun hanya terdapat dalam penjelasan

Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen, yang menyatakan bahwa Negara

Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) dan tidak

berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat)16. Istilah negara hukum baru

ditemukan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ketiga

yang secara tegas menyebutkan, bahwa :

Negara Indonesia adalah Negara hukum .

Hal ini menjelaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum

(rechtstaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat) dan

pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), bukan absolutisme

(kekuasaan yang tidak terbatas).Salah satu konsekuensi dari Negara hukum adalah

bahwa tindakan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus berdasarkan

hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau yang disebut dengan

asas legalitas17.

Istilah negara hukum dalam bahasa Belanda disebut rechtstaat, sedangkan

dalam terminologi Inggris disebut rule of law.Istilah rule of law dalam perkembangan

hukum di Indonesia disebut dengan negara hukum yang diartikan sebagai negara

atau pemerintah berdasarkan atas hukum.

16

Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hlm. 35.

17

(14)

12

Menurut Von Munch bahwa unsurnegara berdasarkan atas hukum ialah

adanya18 :

1. Hak-hak asasi manusia;

2. Pembagian kekuasaan;

3. Keterkaitan semua organ negara pada undang-undang dasar dan

keterkaitan peradilan pada undang-undang dan hukum;

4. Aturan dasar tentang proporsionalitas (verhaltnismassingkeit);

5. Pengawasan peradilan terhadap keputusan-keputusan

(penetapan-penetapan) kekuasaan umum;

6. Jaminan peradilan dan hak-hak dasar dalam proses peradilan;

7. Pembatasan terhadap berlaku surutnya undang-undang.

Peraturan perundang-undangan merupakan hukum yang in abstracto atau

general norm yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan tugasnya adalah

mengatur hal-hal yang bersifat umum (general)19. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

menyebutkan bahwa :

Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh

lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum

Setiap Negara memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh pemerintah

Indonesia salah sdatunya adalah memberikan perlindungan bagi seluruh warga

18

Von Munch, dalam Teori Negara Hukum, http://wahy.multiply.com, Diakses Pada Tanggal 7 Juli 20011, Pukul 20.00 WIB.

19

(15)

13

Negara Indonesia. Hal ini terlihat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

alinea keempat yang menyatakan, bahwa :

kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea keempat tersebut

menegaskan bahwa pemerintah Indonesia harus berusaha semaksimal mungkin

untuk memajukan kesejahteraan umum.Hal ini sejalan dengan prinsip welfare state

(negara kesejahteraan) yang dianut oleh pemerintah Indonesia.

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 merupakan kelanjutan dari

pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Visi

pembangunan nasional Indonesia tahun 2005-2025 adalah Indonesia yang mandiri,

maju, adil dan makmur.

Pembangunan nasional memiliki 8 (delapan) misi, yaitu :

1. Mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika,

berbudi dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.

2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.

3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.

4. Mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu.

5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan.

(16)

14

7. Mewujudkan Indonesia menjadi Negara kepulauan yang mandiri, maju,

kuat dan berbasiskan kepentingan nasional.

8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia

internasional.

Strategi untuk melaksanakan visi dan misi tersebut dijabarkan secara

bertahap dalam rencana Pembangunan Jangka Menengah nasional (RPJMN).Saat

ini, Indonesia sudah memasuki RPJMN Tahapan ke-2 (2010-2014).Visi Indonesia

2014 adalah terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokrasi dan berkeadilan.

Perwujudan visi Indonesia 2014 dijabarkan dalam misi pembangunan 2010-2014

sebagai berikut :

1. Melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera.

2. Memperkuat pilar-pilar demokrasi.

3. Memperkuat dimensi keadilan dalam semua bidang.

Sistem yang demokratis harus disertai dengan tegaknya rule of law, oleh

karena itu agenda penegakan hukum masih merupakan agenda yang penting dalam

periode 2010-2014.Wujud dari penegakan hukum adalah munculnya kepastian

hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, karena Indonesia merupakan negara hukum.

Hukum merupakan alat untuk memelihara ketertiban dalam

masyarakat.Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala

hukum.Kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental)

bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur.Ketertiban sebagai tujuan

utama hukum merupakan suatu fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat

(17)

15

tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan

zamannya.Salah satu hal yang diperlukan untuk mencapai ketertiban dalam

masyarakat adalah kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat,

oleh karena itu terdapat lembaga hukum seperti perkawinan, hak milik dan

kontrak/perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak yang mengadakannya.Tanpa

kepastian hukum dan ketertiban masyarakat yang dijelmakan olehnya, manusia

tidak mungkin mengembangkan bakat-bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan

kepadanya secara optimal di dalam masyarakat20. Manusia bersifat dinamis,

demikian juga masyarakat, oleh karena itu menurut pendapat Roscoe Pound, hukum

harus dapat membantu proses perubahan masyarakat, law as a tool of social

engineering21.

Benda cagar budaya mempunyai arti penting bagi kebudayaan bangsa,

khususnya untuk memupuk rasa kebanggaan nasional serta memperkokoh

kesadaran jati diri bangsa, oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku melindungi benda cagar

budaya sebagai warisan budaya bangsa Indonesia.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010

Tentang Cagar Budaya, yang dimaksud cagar budaya adalah warisan budaya

bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur

cagar budaya , situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di

airyang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah,

ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses

20

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002, hlm. 3.

21

(18)

16

penetapan. Salah satu contoh cagar budaya yang perlu dilindungi yaitu bangunan

bersejarah yang dialih fungsikan.

Berdasarkan Pasal 5Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar

Budaya, bahwa Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda

Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila

memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;

b. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;

c. Mewakili arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,

dan/atau kebudayaan; dan

d. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, bangunan

merupakan salah satu objek dari benda cagar budaya. Kategori bangunan benda

cagar budaya itu, dilihat dari segi estetika memiliki sesuatu yang khusus dalam

sejarah perkembangan atau style dalam kurun waktu tertentu, sedangkan dari segi

tipikal bangunan dapat merupakan dari kelas atau tipe bangunan tertentu yang

mewakili zamannya dan kaitan sejarah maupun peristiwa nasional/ internasional.

Sejarah merupakan kesinambungan antara masa lalu, masa sekarang, dan

masa yang akan datang22.Kesinambungan antara ketiga masa periode ini

mencerminkan hakikat kebudayaan yang sesungguhnya. Sejarah adalah ilmu

pengetahuan yang umumnya berhubungan dengan cerita menarik sebagai hasil

22

(19)

17

penafsiran kejadian-kejadian dalam masyarakat pada waktu yang telah lampau atau

tanda-tanda yang lain23.

Bangunan gedung merupakan buah karya manusia yang dibuat untuk

menunjang kebutuhan hidup manusia, baik sebagai tempat bekerja, usaha,

pendidikan, sarana olah raga dan rekreasi, serta sarana lain sesuai dengan

kebutuhan masyarakat24. Bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas25:

1. Kemanfaatan

Asas ini dipergunakan sebagai landasan agar bangunan gedung dapat

diwujudkan dan diselenggarakan sesuai fungsi yang ditetapkan, serta

sebagai wadah kegiatan manusia yang memenuhi nilai-nilai kemanusiaan

yang berkeadilan, termasuk aspek kepatutan dan kepantasan.

2. Keselamatan

Asas ini dipergunakan sebagai landasan agar bangunan gedung memenuhi

persyaratan bangunan gedung, yaitu persyaratan keandalan teknis untuk

menjamin keselamatan pemilik dan pengguna bangunan gedung, serta peran

masyarakat dan lingkungan disekitarnya, disamping persyratan yang bersifat

administratif.

3. Keseimbangan

Asas keseimbangan dipergunakan sebagai landasan agar keberadaan

bangunan gedung berkelanjutan tidak mengganggu keseimbangan

ekosistem dan lingkungan di sekitar bangunan gedung.

23

Definisi Sejarah, http://lpsa.wordpress.com., Diakses Pada Hari Minggu, 3 April 2011, Pukul 11.00 WIB

24

Marihot Pahala Siahaan, Hukum Bangunan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 1.

25

(20)

18

4. Keserasian bangunan dengan lingkungannya

Asas ini dipergunakan sebagai landasan agar penyelenggara bangunan

gedung dapat mewujudkan keserasian dan keselarasan bangunan gedung

dengan lingkungannya.

Semua benda cagar budaya dikuasai oleh negara meliputi benda cagar

budaya yang terdapat di wilayah hukum Republik Indonesia.Hal ini menjelaskan

bahwa negara pada tingkat tertinggi berhak menyelenggarakan pengaturan segala

perbuatan hukum berkenaan dengan pelestarian benda cagar budaya26.Pelestarian

tersebut ditujukan untuk kepentingan umum, yaitu pengaturan benda cagar budaya

harus dapat menunjang pembangunan nasional di bidang ilmu pengetahuan,

pendidikan, pariwisata, dan lain-lain.

Bangunan bersejarah yang termasuk benda cagar budaya dapat dimiliki oleh

setiap orang dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya dan sepanjang tidak

bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang tersebut.Pengertiannya ialah

tetap melaksanakan kewajibannya untuk melindungi dan memelihara benda cagar

budaya tersebut.Kepemilikan menurut undang-undang benda cagar budaya yaitu

dimiliki atau di kuasai secara turun-temurun atau merupakan warisan.

Perkembangan zaman yang diikuti dengan pertumbuhan sosial, ekonomi dan

pemanfaatan ruang yang pesat menyebabkan pengendalian perkembangan kota

diindikasikan dengan alih fungsi lahan dalam hal ini bangunan bersejarah.

Peraturan perundang-undangan terdahulu,yaitu Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya mengemukakan hal mengenai

26

(21)

19

pengalihan kepemilikan semua benda cagar budaya termasuk bangunan bersejarah

sudah ditetapkan sebagai benda cagar budaya tidak boleh dialihkan kepada pihak

lain selain negara.Mengubah bangunan yang telah ditetapkan sebagai bangunan

yang dilindungi, perlu adanya persyaratan tertentu untuk melakukan

perubahan.Bangunan tersebut tidak boleh dibongkar atau merusak bangunan serta

lingkungannya27.

Pengelolaan bangunan bersejarah yang termasuk ke dalam benda cagar

budaya, diwujudkan dengan upaya perlindungan terhadap bangunan

bersejarah,termasuk tindakan pengaturan yang didalamnya meliputi tindakan hukum

yang diberlakukanterhadap perbuatan-perbuatan baik orang maupun badan hukum

yang berakibatnya kerusakan.Keadaan demikian, harus diingat bahwa penegakan

hukum sebagai pihak pelaksana.Masyarakat seharusnya berperan aktif dalam

penegakan hukum.Masyarakat terlebih dahulu harus memahami tingginya nilai yang

terkandung dalam potensi bangunan bersejarah.Potensi bangunan, semata-mata

bukan hanya sebagai modal untuk kebudayaan saja, sesungguhnya potensi tersebut

merupakan penopang kehidupan, yang memiliki nilai aspek sejarah, arsitektur, ilmu

pengetahuan, sosial dan budaya, namun nilai-nilai tersebut seringkali diabaikan.

Berdasarkan hal tersebut, maka dengan ini diharapkan masa depan dari

potensi bangunan bersejarah yang dilindungi di Kota Bandung, akan menjadi lebih

baik apabila prinsip-prinsip serta regulasi baik pada lingkup tersebut yang sudah

disebutkan sebelumnya bukan hanya diciptakan disetujui dan diterbitkan saja oleh

27

(22)

20

pemerintah dan masyarakat, akan tetapi juga dimengerti sehingga dapat

diimplementasikan dengan sebaik-baiknya.

Pada hakikatnya setiap benda cagar budaya, baik itu berupa tanah atau

tanah beserta bangunannya yang telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya dan

yang tidak diketahui kepemilikannya dikuasai oleh negara.Hal ini terdapat pada

Pasal 15 Undang-Undang Cagar Budaya.

Berdasarkan Pasal 66 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang dilarang

merusak cagar budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan,

kelompok, dan/atau dari tempat asal.Secara implisit pasal ini menyatakan tidak

boleh mengalih fungsikan bangunan bersejarah.

Pengalih fungsian bangunan bersejarah dapat menimbulkan perubahan

dalam pola ruang. Pola ruang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan

peruntukan ruang untuk budidaya, penataan ruang berdasarkan wilayah administratif

terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan

penataan ruang wilayah kabupaten/kota, dalam hal ini ketentuan yang dapat

dipergunakan untuk pelaksanaan pengaturan dan pencegahan terjadinya alih fungsi

bangunan bersejarah ialah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang

Penataan Ruang.

F. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis, yaitu memberikan

(23)

21

berupa data sekunder bahan hukum primer seperti, Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, Peraturan daerah Kota

Bandung Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Tentang Pengelolaan Kawasan

dan Bangunan Cagar budaya, Peraturan Walikota Bandung Nomor 921

Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar

Budaya, data sekunder bahan sekunder berupa pendapat para ahli,

hasil-hasil penelitian, hasil-hasil karya dari kalangan hukum serta bahan hukum

tersier berupa data yang didapat dari majalah dan internet yang berkaitan

dengan penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas dan

menyeluruh mengenai hal-hal yang berkaitan dengan alih fungsi

bangunan bersejarah dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 11

Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya juncto Undang-Undang Nomor 26

Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan adalah secara yuridis normatif, yaitu

suatu metode di mana hukum dikonsepsikan sebagai norma, kaidah,

asas atau dogma-dogma (yang seharusnya)28. Penafsiran hukum yang

dilakukan yaitu dengan melakukan penafsiran gramatikal yaitu penafsiran

yang dilakukan terhadap kata-kata atau tata kalimat yang digunakan

pembuat undang-undang dalam peraturan perundang-undangan

28

(24)

22

tertentu.Penulis juga melakukan penafsiran sosiologis yaitu penafsiran

yang dilakukan dalam menghadapi kenyataan bahwa kehendak pembuat

undang-undang ternyata tidak sesuai lagi dengan tujuan sosial yang

seharusnya diberikan pada peraturan undang-undang itu dewasa ini.

3. Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Langkah ini dilakukan untuk memperoleh bahan hukum primer berupa

bahan hukum yang mengikat yaitu peraturan perundang-undangan,

seperti Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan

Ruang, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar

Budaya, Peraturan daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009

Tentang Tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar

budaya, Peraturan Walikota Bandung Nomor 921 Tahun 2010

Tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya, bahan

hukum sekunder yang meliputi referensi hukum dan non hukum

berupa hasil penelitian, karya tulis dan bahan-bahan hukum tersier

berupa berbagai artikel dari mass media, ensiklopedia, kamus dan

lain-lain.

b. Data Lapangan

Data lapangan dimaksud untuk mendukung data

kepustakaan.Penelitian lapangan dilakukan dengan melakukan

wawancara dengan berbagai pihak yang berkompeten berkaitan

(25)

23

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan dua cara,

yaitu :

a. Studi Dokumen

Pengumpulan data melalui studi dokumen digunakan untuk

mengumpulkan data sekunder.Cara ini merupakan konsekuensi dari

penelitian normatif/kepustakaan yang berdasarkan data sekunder.

1) Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari.

a) Norma/kaidah dasar yaitu Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945 Alinea keempat.

b) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007Tentang Penataaan

Ruang

c) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar

Budaya

d) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009

Tentang Pngelolaan Kawasan Dan Bangunan Cagar Budaya

e) Peraturan Walikota Bandung Nomor 921 Tahun 2010 Tentang

Pengelolaan Kawasan Dan Bangunan Cagar Budaya

2) Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum

primer dan memberikan penjelasan mengenai hukum primer,

(26)

24

a) Buku-buku ilmiah yang berkaitan dengan pelaksanaan hukum

atas alih fungsi bangunan bersejarah dihubungkan dengan

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar

Budaya juncto Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

Tentang Penataan Ruang.

b) Hasil penelitian yang berkaitan dengan upaya pencegahan

terjadinya alih fungsi bangunan bersejarah dihubungkan

dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang

Cagar Budaya juncto Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

Tentang Penataan Ruang.

3) Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan sekunder, misalnya :

a) Kamus hukum.

b) Ensiklopedia.

c) Majalah, surat kabar, jurnal, website

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data secara langsung

dari lapangan untuk mendapatkan data primer sebagai data

pendukung. Wawancara juga merupakan cara utama untuk

mengumpulkan data dan informasi.

Peneliti dalam penelitian ini mengadakan wawancara dengan para

pihak yang mampu dan memiliki wewenang serta kompeten untuk

menjawab pertanyaan yang diajukan yang berkaitan dengan alih

(27)

25

Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya juncto

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

5. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis yuridis

kualitatif, yaitu metode penelitian yang bertitik tolak dari norma-norma,

asas-asas dan peraturan perundang-undangan yang ada sebagai norma

hukum positif yang kemudian dianalisis secara kualitatif.

6. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian untuk memperoleh data dalam penulisan ini adalah :

a. Perpustakaan

1) Universitas Komputer Indonesia, Jalan Dipatiukur No. 112

Bandung;

2) Universitas Padjajaran, Jalan Dipatiukur Bandung;

3) Universitas Parahiyangan, Jalan Ciumbuleuit;

4) Badan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Barat, Jalan

Soekarno Hatta No. 629 Bandung.

b. Instansi:

1) Pemda Kota Bandung

2) Kantor Dinas Tata Ruang dan Hak Cipta

3) Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung

4) Kantor Heritage Kota Bandung

5) Wilayah Braga dan Dago yang memiliki bangunan bersejarah di

(28)

26

c. Situs Internet:

1) www.bandungheritage.org

2) www.wikipedia.com

3) www.arsitekturindis.com

4) http://ndha09.blogdetik.com

5) http://www.korantempo.com

6) www.ahmadheryawan.com

7) http://www.ensiklopedia.com

8) http://lpsa.wordpress.com

(29)

27

BAB II

TINJAUAN TEORETIS TENTANG BANGUNAN BERSEJARAH

DAN TATA RUANG

A. Bangunan Bersejarah

1. Pengertian Bangunan Bersejarah

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya menyatakan bahwa:

Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, Kawasan Cagar Budaya di darat/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan .

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya menyatakan bahwa:

Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap .

(30)

28

28

a. Pelindungan, merupakan upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.

b. Pengembangan, merupakan peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian.

c. Pemanfaatan, merupakan pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.

Cagar budaya sebagai sumber daya budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan tidak terbarui, sehingga dalam rangka menjaga Cagar Budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatannya.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya, yang dimaksud dengan Bangunan Cagar Budaya adalah:

Bangunan buatan manusia, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

(31)

29

29

Menurut Francis B. Affandi, Direktur Eksekutif Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung (Bandung Heritage), yang juga Ketua ICOMAS (International Council on Monuments and Sites) Indonesia, bangunan

bersejarah ialah

29 :

Bangunan yang berumur 50 (lima puluh) tahun atau lebih, yang kekunoannya atau antiquitydan keasliannya telah teruji. Demikian pula ditinjau dari segi estetika dan seni bangunan, memiliki mutu cukup tinggi (master piece) dan mewakili gaya corak-bentuk seni arsitektur yang langka. Bangunan atau monument tersebut tentu bisa mewakili zamannya dan juga mempunyai arti dan kaitan sejarah dengan kota, maupun peristiwa nasional/internasional.

Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan bangunan bersejarah adalah bangunan yang memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta mempunyai kaitannya dengan peristiwa nasional maupun internasional. Memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan tidak terbarui, sehingga dalam rangka menjaga Cagar Budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatannya.

2. Fungsi dan Manfaat Bangunan Bersejarah

Bangunan bersejarah mempunyai fungsi sosial dan budaya yaitu sebagai tempat melakukan kegiatan sosial dan budaya yang meliputi

29

(32)

28

28

bangunan gedung pelayanan pendidikan, sosial dan budaya. Ada beberapa fungsi dan manfaat dari bangunan bersejarah tersebut, diantaranya30:

a. Objek Pariwisata

Bangunan berarsitektur lama dan menjadi tanda untuk menentukan tahun periode perkembangan arsitektur di Jawa Barat, dapat dijadikan sumber objek wisata yang dapat menghasilkan devisa bagi daerahnya.

b. Objek Penelitian dari Berbagai Disiplin Ilmu

Bangunan-bangunan yang tersebar di beberapa lingkungan/ pelosok kota adalah sumber ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan objek penelitian bagi perkembangan dari berbagai disiplin ilmu, baik itu untuk ilmu sejarah, bagaimana dan sejak kapan arsitektur itu berkembang di daerah ini, atau dengan bangunan itu dapat berbicara tentang lingkup sejarah pada masa itu hingga sekarang. Karena bangunan merupakan tinggalan yang sangat berharga sebagai peninggalan sejarah yang telah ada.

c. Sumber Devisa yang Dapat Menambah Pendapatan Daerah

Banyaknya tinggalan bangunan bersejarah di daerah tertentu, dapat menjadikan sebagai objek wisata yang menarik para wisatawan yang pada akhirnya dapat menambah devisa, guna meningkatkan daya tatik para wisatawan, penataan dan pemeliharaan kembali bangunan-bangunan bersejarah perlu dilestarikan dan dikembangkan, dengan adanya sedikit catatan mengenai sejarah bangunan tersebut hal ini akan menarik perhatian orang.

30

(33)

29

29

d. Pengayoman Budaya Daerah Setempat

Bangunan-bangunan kuno yang ada berarsitektur indah dapat dijadikan aset bagi daerahnya dan menjadikan ciri mandiri dari kota itu sendiri, sehingga sebuah kota yang penuh dengan bangunan kuno yang terpelihara dengan baik adalah cermin budaya masyarakatnya yang sekaligus pula menjadi ciri kebanggaan daerah setempat, karena bangunan bersejarah adalah sumber sejarah yang dapat dan mampu berbicara apa adanya sesuai dengan perjalanan waktu.

Bangunan bersejarah dapat dimiliki oleh setiap orang dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.Hal tersebut dalam artian tetap melaksanakan kewajibannya untuk melindungi dan memelihara benda cagar budaya tersebut.

Pemanfaatan bangunan bersejarah yang dilindungi dan dilestarikan dilakukan oleh pemilik dan/atau pengguna sesuai dengan kaidah pelestarian dan klasifikasi bangunan yang dilindungi dan dilestarikan serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini menjelaskan bahwa bangunan gedung dan/atau lingkungannya yang telah ditetapkan menjadi cagar budaya akan dimanfaatkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan31.

31

(34)

30

30

3. Klasifikasi Bangunan Bersejarah

Penetapan klasifikasi bangunan gedung dan lingkungan sebagai cagar budaya dilakukan berdasarkan klasifikasi tingkat perlindungan dan pelestarian bangunan gedung dan lingkungannya sesuai dengan nilai sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan termasuk nilai arsitektur dan teknologi.Klasifikasi bangunan gedung dan lingkungannya terdiri atas32:

a. Klasifikasi Utama

Klasifikasi utama diperuntukan bagi bangunan gedung dan lingkungannya yang secara fisik bentuk aslinya sama sekali tidak boleh diubah. Hal ini membuat fungsi bangunan gedung tersebut dapat berubah secara terbatas, misalnya sebagai museum.

b. Madya

Klasifikasi madya diperuntukan bagi bangunan gedung dan lingkungannya yang sama fisik bentuk aslinya tidak boleh diubah,namun tata ruang dalamnya dapat diubah sebagian dengan tidak mengurangi nilai-nilai perlindungan dan pelestariannya. Hal ini membuat fungsi bangunan gedung tersebutdapat berubah sepanjang mendukung tujuan utama pelestarian dan pemanfaatan, tidak mengurangi nilai-nilai perlindungan dan pelestariannya.

c. Pratama

Klasifikasi pratama diperuntukan bagi bangunan gedung dengan lingkungannya yang secara fisik bentuk aslinya dapat diubah sebagian dengan tidak mengurangi nilai-nilai perlindungan dan

32

(35)

31

31

pelestariannya serta dengan tidak menghilangkan bagian utama bangunan gedung tersebut.

4. Hak dan Kewajiban Pemilik atau Pengelola Bangunan Bersejarah Hak pemilik atau pengguna bangunan bersejarah terdapat dalamPasal 9 Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Kawasan Dan Bangunan Cagar Budaya yang menyatakan bahwa:

(1) Setiap orang yang memiliki, menguasai dan/atau memanfaatkan kawasan dan/atau bangunan cagar budaya wajib memelihara kelestarian kawasan dan/bangunan cagar budaya.

(2) Pemilik, penghuni dan/atau pengelola kawasan dan/atau bangunan cagar budaya yang melaksanakan pemugaran sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, berhak mendapat kemudahan perizinan dan/atau insentif pembangunan lainnya, yang ditetapkan dengan Peraturan Walikota .

Menurut Pasal 1 angka 14 Peraturan Walikota Bandung Nomor 921 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Kawasan Dan Bangunan Cagar Budaya, menyatakan bahwa:

Pengelolaan Cagar Budaya adalah segenap proses perlindungan, pelestarian, pemeliharaan, dan pemanfaatan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya agar makna budaya yang dikandungnya terpelihara dengan baik .

(36)

32

32

Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan dan/atau prasarana dan sarananya.

Hal tersebut menjelaskan bahwa Cagar Budaya memiliki banyak makna yang terkandung di dalamnya yang perlu kita jaga dan lestarikan, tanpa merusak ataupun membongkarnya.

Proses pembongkaran dapat dilakukan apabila telah mendapat izin dari Walikota. Izin pembongkaran tersebut terdapat di dalam Pasal 22 Peraturan Walikota Bandung Nomor 921 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Kawasan Dan Bangunan Cagar Budaya, yang menjelaskan bahwa:

(1) Walikota berwenang menerbitkan izin pembongkaran Kawasan dan/atau Bangunan Cagar Budaya sebagaimana diatur dalam Pasal 18 huruf b.

(2) Setiap orang yang akan membongkar sebagian atau seluruh Kawasan dan/atau Bangunan Cagar Budaya, harus mendapat izin membongkar/merobohkan dari Walikota .

Hal tersebut menjadi suatu acuan untuk masyarakat, apabila hendak melakukan pembongkaran atas bangunan bersejarah harus memiliki izin dari Walikota. Izin yang diberikan sesuai prosedur yang diatur di dalam peraturan Walikota.

B. Tata Ruang

(37)

33

33

dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK)33.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang, menyebutkan bahwa:

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya .

Hal ini membuktikan bahwa manusia dan makhluk hidup lainnya membutuhkan ruang untuk melakukan kegiatan, baik itu darat, laut maupun udara.Ruang yang kita tempati pada dasarnya membutuhkan tata ruang yang baik.

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang, menyebutkan bahwa:

Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang .

Struktur Ruang di buat berdasarkan susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung

33

(38)

34

34

kegiatan sosial-ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional34.

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang, menyebutkan bahwa:

Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya .

Berdasarkan rencana pola tata ruang Propinsi Jawa Barat, Kawasan Bandung Utara terdiri atas:

1. Budidaya lainnya. Ruang ini umumnya dialokasikan di wilayah administrasi Kota Bandung bagian utara dan Kabupaten Bandung bagian selatan berbatasan dengan Kota Bandung.

2. Budidaya sawah, yang dialokasikan sebelah timur dan barat Kawasan Bandung Utara.

3. Kawasan lindung di luar kawasan hutan. Kawasan ini menjadi penyangga antara alokasi budidaya lainnya dan budidaya sawah dengan hutan lindung. Kawasan ini terletak di sebelah utara budidaya lainnya serta budidaya sawah.

4. Hutan lindung, terletak di sebelah utara kawasan lindung di luar kawasan hutan.

34

(39)

35

35

5. Hutan konservasi, terletak di ujung utara kawasan Bandung Utara dan sebelah Timur-Selatan Kawasan Bandung Utara.

Berdasarkan polatata ruang tersebut diatas, masyarakat diharapkan mengetahui rencana pembangunan yang berada di sekitarnya,dengan mengetahui masyarakat akan ikut memikirkan akibat yang akan ditimbulkan dari rencana tersebut,sehingga masyarakat dapat berperan memberikan masukan dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara. Tata ruang perkotaan lebih kompleks dari tata ruang perdesaan, sehingga perlu lebih diperhatikan dan direncanakan dengan baik. Kawasan/zona di wilayah perkotaan dibagi dalam beberapa zona sebagai berikut35:

1. Perumahan dan Permukiman 2. Perdagangan dan Jasa 3. Industri

4. Pendidikan

5. Perkantoran dan Jasa 6. Terminal

7. Wisata dan Taman Rekreasi 8. Pertanian dan Perkebunan 9. Tempat Pemakaman Umum 10. Tempat Pembuangan Sampah

(40)

36

36

Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang disebutkanbahwa:

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Penataan ruang kegiatannya meliputi kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang. Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang. Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses perencanaan tata ruang wilayah.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang disebutkan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia Penataan Ruang diselenggarakan berdasarkan asas:

1. Keterpaduan

Keterpaduan dijelaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan. Pemangku kepentingan antara lain adalah Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

2. Keserasian, Keselarasan, dan Keseimbangan

(41)

37

37

manusia dengan lingkungannya. Keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.

3. Keberlanjutan

Keberlanjutan, dijelaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.Hal ini dapat memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang.

4. Keberdayagunaan dan Keberhasilgunaan

Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, dijelaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas. Tata ruang yang berkualitas dilihat dari pola dan struktur tata ruangnya.

5. Keterbukaan

(42)

38

38

6. Kebersamaan dan Kemitraan

Kebersamaan dan kemitraan, menjelaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.Hal tersebut berdaya guna untuk pemanfaatan dalam penataan ruang.

7. Perlindungan Kepentingan Umum

Perlindungan kepentingan umum, adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.Adanya perlindungan kepentingan umum memberikan rasa aman bagi masyarakat.

8. Kepastian Hukum dan Keadilan

Kepastian hukum dan keadilan, merupakan penataan ruang yang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum / ketentuan peraturan perundang-undangan.Penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.

9. Akuntabilitas

Akuntabilitas, merupakan penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.Hal tersebut menjadi jaminan dalam penyelenggaraan penataan ruang.

(43)

39

39

nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

1. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

2. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

3. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaata ruang.

Peran serta masyarakat dalam mewujudkan hal ini menjadi sangat penting.Peran serta masyarakat diatur dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang,bahwa dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:

a. Mengetahui rencana tata ruang ;

b. Menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat

pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;

(44)

40

40

e. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang dan

f. Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Peran serta masyarakat ini terkait dengan permasalahan pemanfaaatan ruang dikawasan Bandung Utara dengan karakteristik dan kondisinya serta keterkaitan dengan kota-kota di sekitarnya menjadi sangat penting untuk tetap menjaga dan memanfaatkan kawasan tersebut sesuai dengan peruntukannya.Dengan demikian penataan ruang yang berupa kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya saling memiliki keterkaitan fungsional. Hal tersebut dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna yang mampu mendukung pengelolaan lingkungan.

C. Alih Fungsi Bangunan Bersejarah Berdasarkan Undang-Undang Cagar Budayadan Undang-Undang Tata Ruang

(45)

41

41

Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan hidup untuk kegiatan pembangunan telah merubah struktur pemilikan dan penggunaan bangunan bersejarah secara terus menerus. Perkembangan teknologi yang cukup pesattelah merubah struktur pemilikan dan penggunaan bangunan yang telah ditentukan sebagai bangunan bersejarah. Selain untuk memenuhi kebutuhan para pemilik bangunan bersejarah yang ingin mendapatkan keuntungan besar karena memiliki bangunan bersejarah dengan cara menjual ataupun menyewakan kepada pihak yang membutuhkan untuk lapangan usaha.

Banyaknya alih fungsi bangunan cagar budaya menjadi pusat komersil, karena mayoritas bangunan cagar budaya memiliki posisi yang sangat strategis dan juga faktor ekonomi dari pemilik bangunan cagar budaya tersebut yang tidak mampu membiayai perawatan bangunan cagar budaya dikarenakan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Menurut Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya menyatakan bahwa:

Setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya peringkat nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya .

Adanya Pasal yang mengatur tentang fungsi ruang dalam Undang-Undang Cagar Budaya, maka setiap orang yang berniat ataupun bahkan telah mengalihfungsikan bangunan cagar budaya dapat bertindak sesuai prosedur dan hukum yang berlaku.Alih fungsi diperbolehkan apabila sesuai dengan peruntukannya.

(46)

42

42

Ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia yang merupakan Negara kepulauan berciri nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 .

Pengertian ruang dalam undang-undang tersebut adalah wadah yang meliputiruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagaisatu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lain hidup, melakukankegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.

Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Pengertian Penataanruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, danpengendalian pemanfaatan ruang. Berdasarkan ketentuan tersebut menegaskanbahwa penataan ruang merupakan suatu proses, dimana proses tersebutdiupayakan untuk pelestarian fungsi kawasan untuk menunjang kehidupanmanusia yang berkelanjutan.

Pasal 10 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 menyatakan bahwa salahsatu wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruangwilayah antara lain :

(1) wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraanpenataan ruang meliputi :

(47)

43

43

b. pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;

c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan d. kerjasama penataan ruang antar provinsi dan pemfasilitasan

kerjasama penataan ruang antar kabupaten/kota.

(2) Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :

a. Perencanaan tata ruang wilayah provinsi; b. Pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan

c. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.

(3) Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah provinsimelaksanakan :

a. Penetapan kawasan strategis provinsi;

b. Perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi; c. Pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi;

d. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi. (4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan

ruangkawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hurufc dan huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kotamelalui tugas pembantuan;

(48)

44

44

(6) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pemerintah daerah provinsi :

a. Menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:

1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangkapelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;

2) arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusundalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayahprovinsi; dan

3) petunjuk pelaksana bidang penataan ruang.

b. Melaksanakan standar pelayanan minimal di bidang penataanruang

(7) Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah mengambillangkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

RTRW Propinsi Jawa Barat, kawasan Bandung Utara mempunyai fungsi sebagai36:

1. Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya

a. Kawasan hutan yang berfungsi lindung, b. Kawasan resapan air,

c. Kawasan cagar alam ( Gunung Tangkuban Perahu),

36

(49)

45

45

2. Kawasan Pelestarian Alam

a. Kawasan Taman Hutan Rakyat (Taman Hutan Raya Ir. H. DJuanda),

b. Taman Wisata Gunung Tangkuban Perahu

3. Kawasan Rawan Bencana

a. Kawasan Gunung Tangkuban Perahu

b. Kawasan Rawan Gerakan tanah Gunung Tangkuban Perahu

4. Kawasan Perlindungan Setempat, yaitu sempadan sungai dan mata air, dan kawasan perlindungan plasma nutfah ek-situ (kebun binatang dsb.)

Kegiatan dilakukannya alih fungsi bangunan bersejarah menjadi bangunan komersial, mengharuskan para pihak yang bersangkutan mengajukan permohonannya melalui mekanisme perijinan.Mekanisme tersebut terbagi dalam dua jalur yaitu melalui ijin lokasi atau ijin perubahan penggunaan bangunan bersejarah menjadi bangunan komersial.

(50)

46

BAB III

ALIH FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH

DI KOTA BANDUNG

A. Bangunan Bersejarah di Kota Bandung

Kota Bandung sebagai kota sejarah memiliki banyak tinggalan sejarah,

terutama bangunan lama. Perkembangan jaman yang kian pes

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu diperlukan perhatian yang serius untuk menangani kasus ini karena DBD adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis perdarahan yang menimbulkan syok

Pada fenomena yang terjadi pada tahun 2008 dan 2009 bertentangan dengan teori yang ada, dimana menurut dimana menurut (Tjiptono Darmadji dan Hendy M, 2006:195)

[r]

orangtua mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dari tenaga kesehatan, perawat memperkenalkan anggota timnya yang merawat bayinya, menjelaskan apa yang menjadi

dikemukakan diatas , maka penelitian ini akan mengkaji “ Sistem Akuntansi Penggajian Pegawai pada Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Sumatera Utara

(5) Dilengkapi alat pencegah lori keluar rel seperti rel pelindung (guard rail ). Karena penggunaan bersama man belt di level dan sumuran miring, waktu yang diperlukan sekali jalan

lain Jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi jasmani tertentu terutama panca indra dan status gizi (gizi seimbang), intelegensi, minat, sikap, disiplin dan motivasi, sedangkan

Etos kerja adalah sebuah semangat kerja atau rasa bertanggung jawab yang timbul di dalam jiwa seseorang dalam melakukan pekerjaanya.Indonesia memiliki etos kerja