,
\
TERNAK KERBAU
01 KABUPATEN
TAN A
TORAJA, SULAWESI SELATAN
Oleh :
KUNDAN DU'ALI NOORYAKIEN
B 16 0793
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERT ANIAN BOGOR
KUNDAN DU'ALI NOORYAKIEN. 1986. Potensi Reproduksi dan Pemanfaatan Ternak Kerbau di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan (Di bawah bimbingan Prof. Dr. Mazes R. Toelihere MSc.).
Saat ini, informasi tentang biologi reproduksi ter -nak kerbau dengan sifat dan aspeknya masih jarang teruta-rna di negara-negara Asia Tenggara, sehingga perkembangan-nya sukar diikuti.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mempelajari pola hubungan antara peternak dengan ternak kerbau di ka-bupaten Tana Toraja dalam kaitannya dengan pola perkem bangan peternakan yang tercipta selama ini, serta penga-ruh adat istiadat, tingkat pendidikan formal, tingkat pe-ngetahuan reproduksi hewan terhadap perkembangan peterna.\s. an kerbau yang menurun, sehingga dapat ditemukan pola yang tepat dalam rangkaian usaha peningkatan kembali po -tensi dan pemanfaatan ternak kerbau seeara maksimal.
Di kabupaten Tana Toraja, yang rnerniliki cukup besar potensi ternak kerbau dengan populasi 33 080 ekor setelah rnengalarni penurunan populasi dari 43 727 ekor sejak tahun
1976 dengan rata-rata penurunan 1 397 ekor per tahun. Ji
ka hal 1ni dibiarkan terus tanpa adanya usaha penanggu
--langan, rnaka kemungkinan besar di tahun 2 000 populasi ternak kerbau di Tana Toraja akan punah. Lebih dikhawa tirkan lagi adalah jenis kerbau belang yang disebut te -dong bonga yang kini populasinya hanya tidak lebih dari 1 000 ekor lagi. Hal ini disebabkan oleh tingkat perno -tongan yang terlalu tinggi, terutarna pada upaeara adat kematian dapat rneneapai 4 248 ekor per tahun, sedang di rurnah potong hewan paling tinggi 186 ekor per tahun. Se-mentara itu angka kelahiran sangat kecil.
Adat istiadat bukan rnerupakan satu-satunya penyebab penurunan populasi ternak kerbau, tapi faktor-faktor lain ikut memberikan andil, seperti tingkat pendidikan; penga-laman beternak dari peternak; pengetahuan manajemen; dan kondisi sosial ekonomi peternak yang erat kaitannya de -ngan status sosial yang ada di masyarakat.
Untuk menganalisis hubungan antara kondisi populasi ternak kerbau di Tana Toraja dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya seeara kuantitetif, make digunaken fungsi Cobb Douglas sebagai berikut
Y = f(X1 , X2, X
3, X4, . . . Xn)
Y = a.
xセQ@
xセR@ クセS@
クセT@ クセU@
atauY
=
a + b1 X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b 5X5
,
di manaY
=
Potensi reproduksi dan populasi ternak kerbau X 1=
Kondisi umum dan sosiel ekonomi peternakX 2 Pengetahuen manajemen praktis peternek X3
=
Lama dan pengalaman beternakX
a = Konstanta b
n = elastisitas atau koefisien arah
Dari hasil penelitian yang diolah secara statistika
dOllgill1 menggunalwn alat kOlllputer, maka didapat bahwa hu
-bungan atau korelasi tertinggi sampai terendah adaQah se-bagai berikut : Tingkat pendidikan peternak dengan nilai 0.69 (1'=0.05), Lama dan pengalaman beternak dengan nilai 0.63 (P=0.05), Adat istiadat dengan nilai 0.48 (P=0.05) l'engetahuan manajemen praktis dengan nilai 0.45 (P=0.05), dan Kondisi umum dan sosial ekonomi peternak dengan nilai 0.42 (P=0.05). Sementara nilai kritis yang diberikan 0
-leh metoda Spearmann adalah 0.16551 (1 arah, 0.05) dan 0.19646 (2 arah, 0.05). Jadi jauh lebih kecil dibanding-kan dengan hasil yang didapat. Ini berarti sangat berar-ti atau significant atau hubungannya sangat erat.
Demikian juga dengan menggunakan metoda regresi ャゥョセ@
ar sederhana, korelasi yang didapat dari tertinggi ke t6E rendah adalah sebagai berikut : Lama dan pengalaman beter nak r=0.63 dengan nilai T-test = 8.0308; Tingkat pendidik an r=0.598 dengan nilai T-test = 7.3860; Adat istiadat イセ@
0.477 dengan nilai T-test = 6.1127; Pengetahuan manajemen praktis r=0.450 dengan nilai T-test = 4.9884; dan Kondisi umum dan so sial ekonomi peternak r=0.384 dengan nilai T-test = 4.117. Sedang T-tabel P(98, 0.01)=2.371 dan P(98, 0.05)=1.664.
Untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara faktor -faktor tersebut secara bersama-sama terhadap populasi ter nak kerbau, maka digunakan metoda korelasi regresi bergan da dan korelasi Kendall (Tau-Kendall), masing-masing 。、。セ@
lah sebagai berikut : Korelasi regresi berganda yang dida pat R=0.70 dengan nilai Ttest = 9.7508, sedang Ttabel -P(94, 0.01)=2.637 dan p(94, 0.05)=1.664 ; dan Tau-Kendall yang didapat W=0.56 dengan nilai Chi-squares test=338.04, sedang Chi-squares tabel P(94, 0.01)=133.46 dan P(94, 0.05)=122.06. Terlihat kedua hasil perhitungan lebih be-sar dari nilai tabel pada kedua taraf nyata. Ini berarti hubungan semua faktor secara bersama-sama adalah sangat nyata atau sangat erat.
Untuk efisiensi dan efektifitas penanggulangan, pe -lestarian dan peningkatan kembali populasi ternak kerbau yang menurun di Tana Toraja, maka cukup perhatian kita di pusatkan pada tiga faktor, yaitu Pengalaman beternak, tゥョセ@
kat pendidikan dan perbaikan kondisi so sial ekonomi peter nak. Hal ini tidak berarti dua faktor lain, yaitu p・ョァ・セ@
tahuan manajemen praktis dan Adat istiadat tidak diperha-tikan, akan tetapi dapat diterima bahwa pengetahuan mana-jemen praktis akan didapat menyusul jika tingkat pendidik an peternak ditingkatkan untuk ilmu manajemen teori dan -perluasan pengetahuan dan pengalaman beternak untuk
teruta-tif). Tiga faktor terpilih tadi diperoleh dengan menggu= nakan metoda analisis korelasi regresi stepwise.
TERNAK KERBAU
DI KABUPATEN TANIl TOHAJA, SULAWESI SELATAN
S K RIP S I
Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran hewan Institut Pertanian Bogor
Ole h
KUNDAN DU'ALI NOORYAKIEN
Nrp. B 16 0793
EAKULTAS KEDOKTEHAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
TERNAK KERBAU
DI KABUPATEN TANA TORAJA, SULAWESI SELATAN
KUNDAN DU'ALI NOORYAKIEN
Sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
1986
Telah diperiksa dan disetujui
oleh
Prof. Dr. Mozes H. Toelihere MSc.
Dosen Pembimbing
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan ォ。イセ@
nia-NYA kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini dari persia pan yang memerlukan waktu yang panjang sampai pelaksanaan hingga penulisan laporan hasil penelitian. Semoga kekuatan dan karunia tersebut terus dilimpahkan ke pada penulis dan pembaea semua. Amin.
Syari'atnya, penulis sampaikan ueapan terima kasih
kepada Prof. Dr. Mazes R. Toelihere 1·18e. selaku dosen peE!
bimbing yang dengan sabar dan bijaksana telah menuntun dan membimbing penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Ueapan terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan ke-pada :
1. Bapak Drh. Daman Danumihardja, Dirjen Peternakan DepaE
temen Pertanian atas bantuan finansil dan rekomendasi pelaksanaan penelitian.
2. Bapak Drh. I'luh. Rapi, Inspektorat Peternakan Propinsi Sulawesi Selatan dan bapak Ir. Saul Bangapadang,
Kepa-la Dinas Peternakan kabupaten Tana Toraja atas izin
dan bantuannya kepada penulis dalam melaksanakan
pene-litiannya.
3. Bapak Prof. Dr. Djokowoerjo Sastradipradja, Dekan Fa -kultas Kedokteran Hewan IPB beserta staf yang telah
ikut membimbing dan bantuan moral.
4. Semua pihak yang seeara langsung dan tidak Iangsung
laporan penelitian ini banyak sekali kelemahan dan keku -rangan, maka kritik dan saran yang menuju penyempurnaan penulisan laporan penelitian ini adalah suatu hal yang sa ngat bijaksana untuk diterima.
Semoga, penelitian dan penulisan laporan ini akan
membawa manfaat kepada penulis sendiri khususnya, juga ke
pada masyarakat peternak umumnya, disertai ridlo dari Allah SWT. Amin.
Bogor, 07 September 1986
1.
RINGKASAN
Halaman
i
...
" ... ..KATA PENGANTAR .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. i v
DAI"TAR lSI .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. vi
DAFTAR T ABEL ...
DAFTAR LANPIRAN ... ..
PENDAillJLUAN ... "
Latar belal<ang
...
vii
ix
1
-I
Permasalahan ... 2
Tujuan Penelitian ... 5
Kegunaan Penelitian
...
II. TINJAUAN PUSTAKA
6
7
Populasi, Penyebaran dan Sifat-sifat Umum
Ternak Kerbau .. .. .. .. .. .. .... .. .. .. .... .... .. .. .. .... .. .. .. .... .. .. .. 7
Anatomi Reproduksi Ternak Kerbau ••••••••• 13
Sifat-sifat Biologi Reproduksi Kerbau •••• 17 III. METODOLOGI PENELITIAN . . . .• . •. . .. . .• • . . . .. . . 22
IV.
Perumusan Masalah . . . 22
Lol<asi dan Popula si Peneli tian • • ••• • •• • • • 22
Pengambilan Contoh . . . • . . . 23
Desain atau Pola Penelitian
...
Instrumentasi/Peralatan Penelitian
...
Data...
Analisis Data ...HASIL DAN PEMBAHASAN
...
K eadaan Umum
...
23
24
24
26
31
31
Kondisi Umum/ldentitas Peternak ..
.
".
.
. .
.
.
.
Pengetahuan Manajemen Praktis Peternak
...
Pengalaman Beternak...
40
41
46
Tingkat Pendidikan Peternak •••••••••••••• 48
Adat Istiadat .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ... .... .... .... .... .. .. .. .... 49
V. KESIMPULAN DAN SARAN ••••••••••..••••••••••• 53
Kesimpulan
Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPlRAN
" .. " " "
...
" " .. " " .. " " "...
" " .. "..
"..
...
"...
" .. " " " " .. " " " " " " "53
Tabel
1 •
2.
3.
Teks
Pemotongan Ternak di Pesta Adat dan RPH
tahun 1975 - 1984 .... ""."."""""""""""",, .• ,,"
Perbandingan Ukuran Karkas Sapi dan Kerbau ••
Perbandingan Komposisi Susu Sapi dan Kerbau • 4. Komposisi Protein, Lemak, Air dan Kalori
da-ding Kl'J'b8U "
" " " " " , " " " " " " " " " " " " " " " " " " " " " " " "
5.
Populasi Ternak di Kabupaten Tana Toraja6.
7.
tahun 1975 - 1984 " " " " " " " " " " " " " " " " , " " " " " " " Poplllasi Ternak Kerbau per Kecamatan " " " " " " " Penyebaran Populasi Ternak Kerbau di Propin-si SulawePropin-si Selatan tahun 1983 - 1984 ••••••
8. Perkembangan Program dan Basil Vaksinasi
pa-9.
10.
11 •
1 2.
da Ternak Kerbau tahun 1978·- 1983 " " " "
" " " " " PenyebaTan Responden dan Populasi Kerbau ; •••
Program dan Hasil Vaksinasi tahun 1984-1985 • Perbandingan Pemotongan Ternak Kerbau di Pe.2
ta Adat dan RPH tahun 1975 - 1984 •.••••••••
Keadaan Pasar Hewan tahun 1975 - 1984 " " " " " "
Halaman
4
10
10
10
33
34
34
38
40
39
50
[image:11.597.51.452.131.595.2]Lampiran Halaman
1 •
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Teks
Analisis Statistika Deskriptif
.
'"... .
Korrelasi Regresi SederhanaKorrelasi Regresi Derganda Analisis Regresi Stepwise
..
..
'"...
'".
'" .. '"...
.
..
'" '" '"....
'"... .
.
'"...
'"..
'"..
'" '" Analisis Korrelasi SpearmannAnalisis Korrelasi Tau-Kendall
.. '"
..
'"...
'".
'"....
....
'".
'".
'" '" '"..
Peta Kabupaten Tana Toraja ••••.••••••••••••Peta Kabupaten-kabupaten di Sulawesi Selatan ••
59
60
62
63
65
66
Latar belakang
Tana Toraja adalah salah satu dari tujuh kabupaten
di propinsi Sulawesi Selatan yang mempunyai potensi besar di bidang peternakan, khususnya ternak kerbau.
Populasi ternak kerbau adalah 33 080 ekor (Sensus
Dl
nas Peternakan Kabupaten Dati II Tana Toraja, 1983) yang
menyebar di sembilan kecamatan dengan urutan populasi te!
tinggi sampai terrendah adalah kecamatan Saluputti,
Meng-kendek, Rinding Allo, Sanggalangi, Bongga Karadeng,
Sese-an, セャ。ォ。ャ・L@ Sngalla dan Rantepao.
Kerbau, dalam Pel ita IV, adalah merupakan salah satu komoditi yang sangat penting, disamping sapi dan ternak
lainnya.
Hasyarakat Tana Toraja, lebih menyenangi ternak ker-bau untuk digunakan sebagai pengolah sawah/lahan pertani-an atau ternak potong dari pada sapi. Tapi dibandingkan ternak lain, populasi ternak kerbau menempati urutan ke 4
setelah ternak ayam, itik 、セョ@ babi.
Ada kecenderungan yang sangat kuat, yaitu penurunan
populasi ternak kerbau yang tajam. Hal ini mungkin dise-babkan oleh tingkat pemotongan yang terlalu tinggi tanpa diimbangi oleh tingkat kelahiran ternak tersebut. Disam-ping itu, terlihat jelas pengaruh yang kuat dari adat
is-tiadat setempat, sistem pengolahan yang masih tradisional
- semi intensif, dan pengetahuan manajemen yang masih
Permasalahan
Dalam Pelita IV, peningkatan populasi dan produksi hasil ternak dan peningkatan kemampuan berproduksi para petani peternak serta perbaikan gizi masyarakat masih me-rupakan tujuan utama dari tujuan pembangunan di bidang pe
ternakan.
Dalam hal pemenuhan gizi masyarakat, kebutuhan ーイッエセ@
in hewani adalah merupakan pusat perhatiannya. Sumber utama protein hewani adalah hewan besar seperti sapi, ォ・セ@
bau, domba, kambing untuk produksi daging dan susu; ayam/
unggas untuk produksi daging dan telur. Adapun aneka エ・セ@
nak seperti kelinci baru berkembang beberapa tahun ter
akhir ini untuk produksi daging.
Masyarakat Tana Toraja memiliki sistem so sial budaya yang unik dan sangat kuat. Salah satunya adalah adat dalam upacara penguburan mayat dirnana pada saat itu dipo -tong berpuluh-puluh sarnpai berratus-ratus ekor kerbau dan babi untuk keperluan pesta, sesuai dengan status sosial keluarga almarhum.
Menurut kepercayaan adat Tana Toraja yang dikenal 、セ@
ngan alukta, orang yang baru rneninggal, rnasih dikatakan sedang tlsakit", rnaka perlu ditunggu dan dijenguk. Pada saat ini sudah dipotong beberapa ekor kerbau, urnumnya 2
-3 ekor. Tidak sedikit yang mencapai belasan ekor. Jarak
dinyatakan bahwa orang itu telah meninggal dan menuju sur
gao Masyarakat Tana"Toraja percaya bahwa setiap orang pasti masuk surga. Mereka ィ。セッO。@ mengenal cepat atau lam-bat dalam mencapai surga itu. Untuk mempercepat dan
mem-perlancar perjalanan itu, maka dipotong kerbau untuk
ken-daraan mencapai surga. s・ュ。セゥョ@ banyak yang dipotong, ma-ka semakin cepat dan lancar mencapai surga. Dan kerbau
belang yang dikenal dengan tedong bonga, merupakan kenda-raan istimewa yang mempunyai nilai ritus/spiritual yang tinggi sekali dibandingkan dengan kerbau hitam, dan harga
kerbau belang pun berkisar antara エゥセ。@ sampai 15 kali
li-pat harga kerbau hitam.
Dari sudut sosial budaya, jumlah pemotongan kerbau dan atau babi, sekaligus merupakan eksistensi status sosi a1. Orang yang dipandang berada, tapi tidak melakukan ーセ@
motongan dengan jumlah yang memada i, maks dari orang
tersebut (keluarga almarhum) muncul nilai siri', yang sebe
-narnya merupakan nilai gengsi dan harga diri. Upacara adat penguburan sering dilaksanakan bersamasn dengan mu -sim panen padi, tiada lain adalah untuk rnencapai jum1ah pemotongan yang maksimal.
Dari data yang ada, angka pemotongan di pesta adat
jauh lebih besar dibandingkan yang dilakukan di rumah
po-tong hewan (RPH), seperti terlihat di tabel-1.
Penurunan populasi ini masih dipertajam oleh kernati-an karena penyakit dkernati-an kematikernati-an neo-nat.al. Sementara itu angka kelahirsn sangat kecil. Ada beberapa faktor yang
ikut berpengaruh pada"kondisi peternakan di Tana Toraja,
dan RPH tahun 1975-1984
PESTA ADAT RUMAH POTONG HEWAN (RPH)
TAHUN : J enlS Ternak Jenis Te=ak
Sapi Kerbau Babi Sa pi Kerbau Babi
1975-1976 3 2 250 8 650 3 177 315
1976-1977 2 3 225 9 112 2 166 237
1977-1978 4 3 291 9 886 4 169 255
1978-1979 3 4 162 8 925 3 157 367
1979-1980 5 3 711 10 121 5 141 442
1980-1981 2 4 015 11 172 2 150 838
1981-1982 18 3 250 9 885 4 140 785
1982-1983 19 4 225 11 235 3 186 790
1983-1984 16 4 248 12 329 1 186 964
Mセ@ - セM ---- -- --
----Sumber Dinas Kabupaten Tana Toraja, 1984
[image:16.848.87.697.79.430.2]-I>-mi intensif, bahkan masih banyak yang tradisional; Penget§.
huan manajemen peternakan yang masih kurang; Tingkat
kesa-daran pada pengembangan peternakan untuk skala luas; Ting-kat pendidikan baik formal maupun non-formal; Transfer in-forrnasi tentang penggunaan teknologi tepat guna yang belum
cukup menyebar di kalangan masyarakat.
Dari beberapa kejadian upacara adat, didapat
informa-si, bahwa kerbau yang dipotongnya didatangkan dari luar ka bupaten Tana Toraja, misalnya kabupaten Enrekang, Luwu, Pa loppo dan lainnya. Khusus kerbau belang atau tedong bonga
yang kini populasinya tidak lebih dari 1 000 ekor mempuny§.
i masalah tersendiri karena keistimewaannya di mata masya-rakat Tana Toraja.
Jelas, adat istiadat tidak dapat dipastikan sebagal satu-satunya penyebab penurunan populasi ternak kerbau di
Tana Toraja. Oleh karena itu masih diharapkan dapat
dipe-ngaruhi faktor-faktor tersebut di atas, terutama tingkat
pendidikan dan atau informasi lain yang bersifat non-akade
mik yang diarahkan pada pelestarian dan peningkatan popul§. si ternak, seperti penggunaan teknologi tepat guna.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai ber
-ikut
1. セャ・ュー・ャ。ェ。イゥ@ pola hubungan antara peternak dengan ternak
kerbau di Tana Tora ja dalam ka i tannya dengan pola per. -kembangan peternakan yang tercipta selama ini.
terhadap perkembangan peternakan kerbau yang menu run di
Tana Toraja, sehingga dapat ditemukan pola yang tepat
dalam rangkaian usaha peningkatan kembali potensi dan
pemanfaatan ternak kerbau secara maksimal.
Kegunaan Penelitian
Diharapkan, dari hasil penelitian ini, dapat dilihat kemungkinan-kemungkinan penerapan teknologi tepat guna
se-perti Inseminasi Buatan (IB), Embrio Transfer (ET) serta
pengolahan manajemen yang lebih baik dalam rangka
pelesta-rian dan peningkatan kerbau belang khususnya, kerbau lum セ@
Populasi, Penyebaran dan Sifat-sifat Umum Ternak Kerbau Posisi taksonomi dari kerbau adalah termasuk kelas Ma
mmalia, ordo Ungulata, sub ordo Artiodactyles Pecora (True
ruminant), famili Bovidae, sub famili Bovinae, genus -Bos,
sub genus Buba line. Sering orang menyamakan bison (Bison bison) yang hidup di Amerika dengan kerbau. Hal tersebut adalah keliru akibat gambaran masa lampau yang salah, ォ。イセ@ na sebenarnya bison termasuk sub genus Bisontine. Demiki-an juga bDemiki-anteng (Bos sondaicus) yDemiki-ang bDemiki-anyak mirip dengDemiki-an
kerbau termasuk sub genus Bibovine, seperti halnya dengan
sapi (Bos indicus) termasuk sub genus Taurine. Macgregor (1941) sendiri sudah menega skan bahwa kerbau di tempatkan pada kelompok tersendiri berdasarkan sifa-t genetis, bangun anatomi dan gambaran fisiologisnya.
Dari-_seki tar 126 juta popula si kerbau domestik di
du-nia (FAO, 1973), 42
%
di antaranya adalah kerbau lumpur(Swamp buffalo) dan sisanya 58
%
adalah kerbau perah atau sering dikenal kerbau air (River buffalo) (Toelihere,1979). Kerbau lumpur tersebar di negara-negara Asia Selatan dan Tenggara, sedangkan kerbau perah terdapat di negara-negaraIndia, Pakistan dan Mesir yang dipelihara khusus untuk
menghasilkan susu. Dikatakan kerbau lumpur (Swamp buffalo)
karena kesenangan ternak ini berkubang di dalam lumpur a -tau rawa-rawa. Kerbau lumpur digunakan orang sebagai tipe tenaga kerja dan ternak potong. Sebaliknya kerbau perah mempunyai kesenangan merendam badannya di air bersih,
ffalo. Orang yang pertama kali membedakan "Habit dan Habi tat" dari kerbau, sehingga dikenal Swamp buffalo dan river
buffalo, adalah Macgregor (1941).
Informasi tentang asal dan periode domestikasi kerbau
belum dapat diketahui secara tepat (Bhattacharya, 1977), namun dari penemuan-penemuan arkeologikal di India dapat diperkirakan abhwa domestikasi kerbau terjadi selama
peri-ode peradaban lembah Indus pada lebih dari 4 500 tahun
yang silam. Oleh karena itu cukup beralasan jika di Cina
ada domestikasi kerbau lumpur pada 1 000 tahun kemudian. 1f)asih dipertentangkan mana yang lebih dulu mengadakan do -mestikasi kerbau, namun umum sependapat bahwa penyebaran kerbau berasal dari kedua tempat tersebut. Di Mesir,
ker-bau tidak dikenal pada masa pemerintahan Fir'aun (Cockrill
1966), sebab perkembangan kerbau di negara tersebut ber
-langsung sekitar tahun 800 sebelum Masehi.
OF:ol llakal kf>"l!ClU domestik adalah Bubalus arnee,
me-rupakan salah satu dari empat spesies kerbau liar di dunia yang hidup dan masih dapat dijumpai di hutan-hutan wilayah
Assam (Bhattacharya, 1977). Sementara itu ada kesamaan ci
ri bentuk dahi dari Jaffarabadi, kerbau perah India yang
menghasilkan susu tinggi dengan Syncerus caffer, kerbau 11,
ar di Afrika (Phillips, 1948). Semakin kini, kepentingan kerbau bagi negara-negara di Asia, terutama Asia Tenggara dan Asia Barat, Eropa, Australia dan Amerika Selatan
sema-kin dirasakan.
Dari populasi kerbau keseluruhan, maka India memiliki
Turki, Sri Lanka, Irak, Iran dan berbagai negara lajnnya.
Sedangkan khusus kerbau lumpur, Indonesia berada pada uru! an keempat setelah Cina Selatan, Thailand dan Filipina de-ngan populasi 2 986 000 ekor kerbau lumpur (Toelihere,
1980) •
Di Indonesia hanya terdapat kerbau lumpur, sedangkan
kerbau perah adalah hasil impor dari India, yaitu kerbau
Murrah. Pada umumnya ternak kerbau lumpur digunakan seba-gai tenaga kerja di lahan pertanian dan dijadikan ternak penghasil daging jika sudah tidak sanggbl,p lagi bekerja.
Sehingga timbul anggapan masyarakat, bahwa kualitas daging
kerbau lebih rendah dari pada daging sapi (Fisher, 1971).
Sedangkan Voight (1977) menyatakan bahwa kualitas daging
kerbau sarna dengan daging sapi. Hal ini diperkuat para Pi neliti lain di Italia, Bulgaria, Filipina dan Thailand
(Fisher, 1971; Voight, 1977) yang melaporkan bahwa kuali
-tas elaging kerbau dan daging sapi adalah sarna. Bahkan Cum
buridze elan Dalakishvili (1959) yang membandingkan
pertam-bahan berat badan anak sapi dan kerbau elalam kondisi peme-liharaan yang sarna, menyatakan bahwa kerbau mempunyai ォ・」セ@ patan penggemukan yang lebih dari pada sa pi. Paela kenyat.§!. an elapat dimengerti, karena pada umumnya pemeliharaan sapi
lebih intensif, sedang pada kerbau masih ekstensif, dan si
dikit sekali yang semi intensif. Pada tabel-tabel berikut
elisajikan gambaran perbandingan antara kerbau dan sapi, y.§!.
Tabel-2 :Perbandingan ukuran karkas sapi dan kerbau
Parameter Sapi (kg) Kerbau (kg)
Berat hidup 228.2 2: 22.3 335.1 + 41.6
Berat karkas segar 1 20.0 + 15. 2 166.5
-
+ 18.8Berat karkas dingin 116.9
-
+ 15.6 162.2-
+ 18.3Prosentase 51 .2
-
+ 2.36 48.8 + 1.33Sumber : Kassir, Mc Fetridge dan Hansen( 1969
dry and JIealth of The Domestic Buffalo) (The Husban
Tabel-3. Perbandingan komposisi susu sapi dan kerbau
Jenis ternak
Kerbau Sapi Lemak
(%)
7.45 3.50 Protein(76)
3.78 3.35Air Kalori
(76)
(per 100 gram)83.23 100
87.85 62
Sumber : FAO, 1959 (The Husbandry and Health of The Domes-tic Buffalo)
Tabel-4. KomposiSi protein, lemak, air, dan kalori daging kerbau
Keadaan gizi Protein (76)
Gemuk 19.18
Sedang 20.50
Kurus 22.40
Lemak
(%)
15.40
9.60
1 • 1 5
Air
(76)
64.42 68.87 73.35 Kalori(per kilogram)
2 556
2 080
1 386
Sumber Kurbanov, 1961 (The Husbandry and Health of The Domestic Buffalo)
Disamping itu, ternak kerbau merupakan ternak yang sanggup hidup dengan kondisi yang sangat minim. Ternak
ini sanggup hidup subur di daerah basah, berawa atau ber
lumpur atau di daerah kering berkelembaban tinggi.
prihatin tanpa perhatian khusus. Walaupun demikian ternak
kerbau dapat bekerja keras dan menghasilkan berat karkas yang relatif tinggi dibandingkan dengan sapi-sapi lokal. Hal ini merupakan potensi yang sangat besar. Toelihere
(1977) menyatakan bahwa penyakit umum dan penyakit repro
-duksi pada ternak kerbau jarang terjadi. Tetapi kurangnya
pejantan merupakan faktor utama penghambat reproduksi dan
pengembangan ternak kerbau di Indonesia. Contohnya, dalam
penelitian di Bali, 53.3
%
kegagalan reproduksi pada ter -nak kerbau di Tabanan dan 42.6%
di Buleleng disebabkan ka rena kurangnya pejsntan disamping adanya kasus keguguran pada waktu dikerjakan terlalu berat di sawah (Ekaputra,1974) •
Dibandingkan dengan sapi (Bos taurus, セ@ indicus) kef bau memiliki pertulangan yang lebih besar, bertubuh masif tersusun rendah di atas kaki-kakinya yang kua.t dan berkuku besar. Kerbau tid"k O1el11iliki gla01hir sebagaimana zebu Hセ@
indicus). Bhattacharya (1977) menyatakan seluruh kerbau memiliki tanduk yang lebih masif dari pada sapi. Rangka
tubuh kerbau perah yang baik mirip dengan sapi perah.
Se-dangkan kerbau lumpur mirip zebu.
Tipe-tipe kerbau India dan Pakistan yang menghasilkan susu yang baik adalah bangsa-bangsa Murrah, Nili, Surti
dan Jaffarabadi. Indonesia mengimpor tipe kerbau perah Mu
rrah dari India untuk dijadikan hewan piara dan diambil se
Pada kerbau perah umumnya memiliki wajah yang bagus, mata jernih dan cemerlang. Telinga jatuh terkulai. Tan.-duk pendek tumbuh ke atas lalu ke belakang. Leher jenjang
pada betina, dan besar padat pada jantan. Dada berkembang
baik. Kaki lurus, pendek, kuat dangan teracak baik. Pada
betina, ambing berbentuk dan berukuran baik dengan jarak puting susu yang baik, seimbang disertai penonjolan vena mammaria. Tali pusar kecil. Ekor panjang, ramping menca-pai gelang puyuh dengan tanda putih (bulu ekor putih) di
ujungnya. Kulit tipis, lembut dengan rambut yang halus.
Kerbau セャオイイ。ィ@ umumnya hitam pekat, tapi tidak jarang dijulE
pai warna abu-abu (fawn grey). Tanda putih pada wajah atau anggota gerak sangat tidak disukai.
Adalah merupakan kebalikan dari kerbau perah, maka
kerbau lumpur berkuli t tebal dan berambut kasar. Viarna ku
lit umumnya hitam dan abu-abu, tetapi tidak sedikit warna putih atau merah muda. Di kabupaten Tana Toraja terdapat
satu jenis kerbau lumpur yang disebut kerbau belang atau tedong bonga yang mempunya i warna khu sus dan bervariasi.
Biasanya kepala putih, badan hitam putih, kadang-kadang
ada warna putih kemerahan sebagai tanda khas-nya. Pada rna
ta, pupil berwarna putih.
Ukuran tubuh kerbau lumpur lebih besar dan bundar. Kepala besar. Telinga besar. Hahang kuat. Tanduk besar dan masif, tumbuh ke samping kemudian ke belakang sedikit ke atas. Anggota geral, besar, kuat dan kompak dengan エ・イセ@
cak yang besar. leada masa laktasi, perkembangan ambing
kerbau lumpur betina kurang baik dan menghasilkan susu
dengan kerbau lumpur jantan, maka pada betina kepala
1'ela-tif lebih kecil dari tubuhnya, leher jenjang dan besar tu-buh relntif lebih kecil. 'l'eracak yang besar dan kuat, 」ッセ@
cok untuk pengolahan lahan pertanian seperti sawah.
Anatomi Reproduksi Ternak Kerbau
Alat kelamin luar pada kerbau jantan sarna dengan sapi.
Pada kerbau perah atau kerbau sungai, penis menggantung di
dalam praeputium yang dapat berayun. Ukuran panjang penis
dari 15 sampai 30 cm dan dibentuk oleh lipatan kulit ber -bentuk segitiga yang membentang dari umbilicus ke belakang. Gambaran yang sarna adalag pada sapi zebu. Pada kerbau lum
pur, penis terbungkus praeputium yang bertaut erat ke tu
-buh kecuali pad a ujung umbilicus, maka penis bergantung 「セ@
bas sekitar 2.5 cm. Kerbau tidak memiliki erumpun rambut pada orificium praeputii sebagaimana halnya pada sapi.
Pada kerbau lumpur, scrotumnya kecil. Apabila diren-tangkan sempurna, bentangan hanya 10 cm dan·tidak mempuny£
i konstriksi di dekat pertautannya pada dinding abdomen.
Sedang pada kerbau sungai, scrotum lebih besar dengan le -her yang jelas, tetapi masih lebih kecil jika dibandingkan
dengan scrotum sapi (Toelihere, 1981).
セャ。」ァイ・ァッイ@ (a941) menyatakan, bahwa testes kerbau
lum-pur turun ke dalam scrotum pada umur mendekati 6 bulan, エセ@
tapi pada kerbau perah testes ditemukan pada waktu ャセィゥイN@
Testes bergantung di dalam scrotum dengan sumbu panjangnya
te-lah berkembang sempurna hanya mencapai setengah ukuran tes tes sapi jantan dewasa bangsa Eropa. Pada pemeriksaan his tologik, lumen tubuli seminiferi kerbau malah lebih kecil
dari pada domba dan kambing.
Joshi et al. (1967) menguraikan, bahwa ォ・ャ・ョェ。イMォ・ャ・セ@
jar vesicula res pada kerbau relatif lebih kecil dari pada sapi. Demikian juga sa luran kelaminnya.
Anatomi reproduksi kerbau bet ina lebih kompleks kare-na kepentingannya di bidang reproduksi, oleh karekare-na itu le
bih sering diperhatikan.
Organ-organ reproduksi hewan betina berada pada suatu
ruang yang disebl1t dengan ruang pinggul atau ruang pelvis. Rl1ang pelvis dibangun oleh tulang-tulang sacrum, vertebrae coccygea kesatu sampai ketiga, dan dua tulang coxae. Tu-lang coxae sendiri dibentuk oleh ilium, ischium dan pubis.
Ketiga tUlang terakhir ini membentuk suatu legokan yang dl
sebut acetabulum sebagai tempat kepala tulang femur bertum pu. Hubungan antara tulang-tulang pelvis dan tulang pung-gung dipertahankan oleh ligamenta, yaitu ligamenta sacro-iliaca dorsalis dan lateralis yang bertaut ke sayap medial ilium dan lateral sacrum serta puncak dari spinus scralis.
Pertautan ini sangat kuat, kaku dan dipertahankan serta di
dukung oleh ligamenta lain, yaitu ligamenta
sacroischiadi-cum dan tendon parepubis.
Organ generatif hewan bet ina terdiri dari dua ova ria (ovaria kanan dan kiri) dan bagian saluran reproduksi yang meliputi sa luran. telur (tuba fallopii), uterus, cervix, va
gina dan vulva.
sel-sel interstitial yang berkembang menjadi folikel primer,
folikel skunder, folikel De Graaf yang mengandung sel te
-lur (ovum), folikel atretik dan corpora lutea.
Untuk memelihara ovarium, baik perkembangan maupun fungsinya, maka ada suplai darah oleh a. ovariea dan satu cabang 32.. utero-ovarial. Sedang suplai syaraf adalBh sya-raf-syaraf otonom dari plexus ovarial yang timbul dari ーャセ@
xus renalis dan aortik (SOisson dan Grossman, 1953). Ovari
um bertambah besar waktu he\van bertambah dewasa (Ji'oley et
a1., 1964).
Ovarium berbentuk oval. Pada kerbau lumpur di iョ、ッョセ@
sia ukuran panjang ovarium antara 1.2 sampai 3.5 em dan Ie bar 0.8 sampai 2.5 em (Toelihere, 1977). Ovarium kanan le
bih besar, karena seeara fisiologik lebih aktif. Berat ra
ta-rata keduc1 ovaria pada kerbau lumpur 0.85 sampai 5.3
gram. Belum tereatat ukuran diameter folikel De Graaf, ta pi Corpus luteum pada kerbau lumpur mempunyai diameter 0.7
sampai 1.7 em dengan berat antara 0.5 sampai 1.65 gram
(Toelihere, 1977).
Tuba fallopii pads kerbau lumpur berukuran panjang an
tara 11 ssmpai 21 cm dan diameter 0.1 salTipai 0.3 em (Toell here, 1977). Di ujung saluran telur ini terdapat fimbriae,
jumbai berbentuk eorong untuk menangkap ovum ketika terja-di ovulasi. Saluran telur bermuara ke cornua uteri. Bagl
an-bagian saluran dari fimbriae ke cornua uteri adalah
in-fundibulu, ampulla, merupakan saluran terpanjang dan
isth-mus. Diameter ampulla pada bagian dekat ovarium makin mem
besar, yakni 2.5 - 6 mm.
diperuntukkan bagi penerimaan ovum yang telah dibuahi, ー・セ@
kembangan dan pemeliharaan fetus dan fase permulaan penge-luaran fetus pada waktu partus. Uterus terdiri dari cor -pus uteri dan cornua uteri. Pada sa at tidak bunting, uku-ran corpus uteri mempunyai panjang 1.0 - 4.2 cm dan
diame-ter 1.6 - 4.5 mm, sedang cornua udiame-teri mempunyai panjang 14
- 35 em dan diameter 1.3 - 3.5 mm (Toelihere, 1977). Cervix adalah suatu urat daging sphincter tubuler yang sangat kuat dan terletak di antara vagina dan uterus. Dinding lebih keras, lebih tebal dan lebih kaku dari pad a
uterus dan vagina. Cervix mempunyai panjang 4.5 - 9.5 em
dan diameter 1.0 - 5.25 em. Diameter menjadi besar jika hewan sudah beranak (Toelihere, 1977).
Vagian adalah suatu struktur selubung muskuler yang terletak di dalam rongga pelvis di sebelah dorsal kantong air seni yang berfungsi sebagai organ kopulatorik dan tem-pat berlalunya fetus pada waktu melahirkan. Hymen adalah
suatu konstriksi keeil dan sirkuler terletak di antara
va-gina dan vulva. hatkan sisa-sisa
Hanya sekitar 14.1
%
sapi dara memperli -struktur hymen (Robert, 1971), tapi pad a kerbau belum ada yang melaporkan.Vagina mempunyai ukuran panjang 9.5 - 30.0 em
(Toeli-here, 1977). Pada lantai ventral vagina, di bawah mukosa
terdapat sepasang sa luran Gartner yang berjalan memanjang berdiameter 0.25 em, sebagai sisa-sisa sa luran mesonephrik atau saluran wolff.
Vulva terdiri dari dua labia, commissura dorsalis dan
ventralis, clitoris dan vestibulum yang membentuk ujung ォセ@
mua-ra uretmua-ra. Clitoris terletak di bagian kaudal commissura ventralis berukuran panjang
1.3
cm (Toelihere,1977).
Vestibulum kerbau lumpur panjangnya rata-rata
6.0
-12.0
cm. Sedang pada sapi panjangnya10.0 - 12.5
cm pada lantai ventral dan7.5 - 10.0
cm pada dinding dorsal. Dibawah orificium urethrae terdapat diverticulum suburethra-lis yang berukuran panjang
2.5
sampai4.0
cm. Bagiancli-toris sangat kecil bila dilihat dari luar. Kelenjar-keleg jar bertholini atau kelenjar vestibuler berjumlah dua buah,
masing-roasing terletak di dalam urat d8ging konstriktor
vestibulum yang terdapat p8da setiap sisinya. Kelenjar tersebut p8da sapi berukuran diameter
1.5 - 3.0
cm dan ber muara pada satu saluran pada dinding lateral vestibulum, kira-kira2.5
di kaudal vagina.Sifat-sifat Biologi Reproduksi Kerbau
Pada umumnya kerbau lumpur memperlihatkan siklus bera
hi normal sekitar
21
h8ri, sarna dengan kerbau perah dan s.9. pi. Dilaporkan, kerbau lumpur di l'hailand memberi gambar-an siklus berahi sekitar19 - 24
hari dengan rata-rata22
hari. Sedang menurut Hafez yang dikutip oleh Bhattacharya
(1974)
rata-rata siklus berahi kerbau di Mesir adalah21.14.:!: 0.72
hari(11 - 30
hari). Dan Bhattacharya sendi-ri dan Luktuke(1974)
pada tempat yang sarna mengadakan pe". ngamatan terhadap kerbau Murrah memperoleh angka rata-rata yaitu masing-masing19.3
hari dan21.4
hari. Di Cina rata rata siklus berahi kerbau adalah24.2
hari (Cockrill,Hata-rata jara\> siklus berahi kerbau di beberapa neg.§. ra Asia adalah 20 - 28 hari pada kerbau Murrah darn 22 - 37
hari pada kerbau lumpur (Ohantalakhana, 1978), sedang
Toe-lihere (1979) dari percobaannya di Nusa Tenggara Timur ュ・セ@
peroleh data rata-rata 21.32 hari dengan selang 17 - 29 h.§. ri, dan setahun kemudian Toelihere melaporkan dari tempat lain angka rata-rata 20.8 hari dengan selang 19 - 25 hari.
Ternak kerbau mempunyai periode berahi yang lebih
la-ma dibandingkan dengan sapi, tetapi larnanya sangat bervarl
asi. Menurut Bhattacharya (1974), lama berahi kerbau
Mur-rah di India berkisar antara 24 - 72 jam dengan rata-rata 29 jam. Cockrill (1976) di Cina mencatat rata-rata 43 jam sementara Rao et a1. (1982) mencatat 15 - 36 jam dengan ra ta-rata 24.18 + 0.69 jam dan Guzman (1979) di Filipina, Oa
moens (1976) di Malaysia,Ohantalakhana (1978) di Thailand
rnasing-masing mencatat larna;rata-rata berahi 18.5 .:!: 6.9
jam, 18 - 24 jam dan 24 - 48 jam pada kerbau lumpur, se dang pada kerbau Murrah 12 - 36 jam.
Toelihere (1980) mencatat lama berahi kerbau lumpur
di Husa Tenggara Timur 12 - 96 jam dengan rata-rata 41.62
jam. Ovulasi terjadi rata-rata 18.4 jam setelah akhir
es-true. Tetapi Bhattacharya (1974) melaporkan bahwa ovulasi pada kerbau di India berlangsung rata-rata 20 jam setelah akhir estrus (12 - 24 jam). Corpus luteum mulai berkem bang 2 - 5 hari setelah berahi dan berregresi kira-kira p.§.
da hari ke tujuh belas dari siklus.
Gejala-gejala berahi pada kerbau lumpur betina di
Ma-laysia sangat lemah (Jainudeen, 1977). Untuk menentukan
di-laporkan Ishaque (1956) pada ternak kerbau perah di
Pakis-tan.
Menurut Toelihere (1979) gejala berahi kerbau lumpur sarna jelasnya seperti pada sapi yaitu berupa kebengkakan vulva, keluar lendir bening kental dari vulva sewaktu he -wan berbaring, he-wan betina diam bila dinaiki betina lain
atau pejantan. Gejala-gejala lain ialah menguak,
mengelu-arkan lendir, kemerahan labia vulva, maniki kawan (Gill et
al., 1973); tidak tenang, sekresi air susu berhenti
(Joha-ri, 1960); bahkan dilaporkan dari Bulgaria bahwa gejala 「セ@
rahi kerbau perah lebih jelas dari pada sapi (Ivanov
&
Sa-charive, 1960).Macgregor (1941) dan Cockrill (1970) berpendapat
bah-wa kelakuan berahi tidak terlihat di siang hari dan
perka-winan hanya dilakukan malam hari. Tetapi dibantah oleh Fadsil dan Kamaruddin (1969), Camoens (1976) dan Voight
(1977). Bahkan Toelihere (1979) menjelaskan bahwa perkawl
nan dan gejala berahi pada kerbau lumpur di Indonesia da
-pat diamati secara jelas. Waktu yang tepat untuk
mengama-ti berahi adalah pada pagi hari yang sejuk sebelum
mataha-ri terbit (jam 04.00 - 06.00) dan pada petang hari (jam
1 7 . 00 - 1 9.00) .
Kebiasaan berkubang ternyata dapat mempengaruhi ォ・。、セ@
an reproduksi ternak tersebut. Dari suatu penelitian dila
porkan, bahwa kerbau yatlg diberi kesempatan berkubang
mem-perlihatkan lama siklus berahi 20.28 セ@ 8.91 hari dan periQ de berahi 104 セ@ 53.31 jam. Sedang pada kerbau yang tidak diberi kesempatan berlwbang lama siklus berahinya 22.93 セ@
et a 1., 1980).
Kebiasaan menyejukkan diri dengan berkubang dapat di-ganti dengan penyiraman. Penyiraman selama 5 - 6 menit p£
da kerbau betina dapat menurunkan suhu rektal 0.3 - 1.5
°c
(Minnet, 1974). Tapi Cockrill (1974) tetap berpendapat
berkubang lebih efektif dalam menurunkan suhu tubuh.
Wa-lau suhu rektum lebih rendah pada ternak yang mendapat kesempatan berkubang dari pada yang tidak menda'pat kesempa
-tan berkubang, tapi perbedaan tersebut secara analisis sta
tisti's tidak berbeda nyata (Toelihere et a1., 1980).
Kerbau termasuk hewan ternak rnasak larnbat, artinya
kerbau rnencapai dewasa kelarnin dan telur siap dibuahi pada umur lebih tua jika dibandingkan dengan sapL Pubertas; kerbau bervaria sL Camoens (1976) melaporkan dari Malay -sia pubertas kerbau kurang dari 20 bulan. Di Thailand 1.6
- 3.0 tahun (Chantalakhana., 1978), di Cina 2.5 - 3.0 tahun
(Cockrill, 1976). Sementara itu dari Mesir dilaporkan ke£
bau rnengalami pubertas rata-rata pada umur 39.4 bulan (A-lim セ@ al., 1953) dan di Sri Lanka umur kawin pertarna ker-bau adalah 24 bulan (Thamotharam, 1980).
Di Filipina umur kawin pertarna kerbau lokal adalah 2
tahun
5
bulan5
hari, sedang kerbau di India lebih muda y£itu 2 tahun 2 bulan 14 hari dan hasil persilangannya ada
-lah 2 tahun 3 bulan 24 hari.
Di Jawa Toelihere (1974) mencatat berahi pertama pada kerbau lumpur antara 3 - 5 tahun. Di kabupaten Serang, pセ@
theram et al. (1981) mendapatkan angka 2 - 4 tahun dengan
rata-rata 3 tahun 3 bulan. Purwantara (1983) rnelaporkan
per-tama kali dikawinkan pada umur 3 tahun (87.4
%),
4 tahun(8.3
%)
dan 5 tahun (4.2%).
Kerbau memiliki periode kebuntingan yang relatif le
-bih lama dibandingkan dengan sapi. Periode kebuntingan ウセ@
pi adalah 276 - 290 hari (Toelihere, 1981 dan Partodihar-djo, 1982). Pada beberapa kasus ada yang mencapai lebih dari 300 hari.
Periode kebuntingan kerbau di Sri Lanka adalah 310 ha
ri (Thamotharam, 1982), 294 - 338 hari dengan rata-rata
308 hari (Jalatge, 1982) dan 297 - 324 hari dengan イ。エ。Mイセ@
ta 309.9 hari (Parera et al., 1982). Sementara periode k£ buntingan kerbau Cina rata-rata 10 bulan (Cockrill, 1976), sedang di Malaysia dan India masing-masing 330 dan 310
ha-ri (Camoens, 1976 dan Bhat, 1978).
Periode kebuntingan kerbau lumpur relatif lebih lama
dibandingkan kerbau perah. Hal ini dilaporkan oleh Chanta lal<hana (1978), yaitu 308 - 314 hari pada kerbau Murrah dan 315 - 335 hari pada kerbau lumpur di negara-negara Ma-laysia, Filipina, Thailand dan Taiwan.
Di Jawa, Toelihere (1975) menyatakan bahwa periode k£
buntingan kerbau lumpur berkisar 11 - 12 bulan. Perlu
pe-ngamatan yang lebih lanjut untuk memastikan periode kebun-tingan kerbau lumpur di Indonesia. Purwantara (1983) mencatat data yang dikumpulkannya di kabupaten Brebes berki -sar antara 297 - 407 hari.
Raizade et al., (1982) menyimpulkan bahwa kerbau yang
digembalakan timpo cltau dengan perlindungan tidak ュ・ョオョェオセ@
Perumusan Masalah
Dari perma salahan yang ada, maka pusat perma
salahan,,-nya terletak pada populasi ternak kerbau yang menurun. Ma
ka dari itu faktor-faktor yang mempagaruhi perkembangan PQ
pulasi ternak kerbau harus diselidiki dan diteliti sampai sejauh mana tingkat pengaruhnya.
Faktor-faktor yang akan diselidiki adalah :
1. Konclisi umum clari peternak itu sencliri yang meneakup status sosial ekonomi peternak.
2. Pengetahuan manajemen seeara praktis yang meliputi tata
eara pemeliharaan ternak, pemberian makanan, penanganan terhaclap kasus reproduksi clan penyakit.
3. Pengalaman beternak dari peternak meliputi lama beter セ@ nak, adopsi terhaclap inovasi teknologi yang suclah masuk
atau informasi lain tentang peternakan.
4. Tingkat pendidikan, meneakup kesadaran akan pentingnya pendidikan, kesadaran berorganisasi, kemampuan dan kebe ranian mengeluarkan pendapat.
5. Adat istiadat, mencakup persepsi dan kepribadian peter-nak serta kuatnya peterpeter-nak memegang dan ュ・ャ。ォウ。ョ。ォセョ@
adat tradisi.
Lokasi dan Populasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah seluruh kabupaten Tana Tora-ja yang terdiri dari sembilan kecamatan atau 65 dese atau 397 kampung.
Populasi penelitian adalah petani peternak sebagai
basis ternak. Setiap keeamatan hanya lima desa yang dipi-lih untuk pengambilan eontoh/responden. Populasi eontoh berjumlah 100 responden.
Pengambilan Contoh
Sangat sulit dijurnpai satu keluarga petani yang tidak memiliki kerbau, tetapi jumlah pemiliken berbeda sesuei de ngan status sosial ekonomi peternak, maka ada tingkatan ーセ@ ternak, yaitu :
1. Peternak kaya yang memiliki ternak kerbau lebih besar
atau sarna dengan 50 ekor.
2. Peternak menengah, memiliki ternak kerbau antara 15 -50 ekor.
3. Peternak keeil yang memiliki ternak kerbau antara 1
-15 ekor.
Jumlah respond en dari ketiga kelompok tadi tidak di
-tentukan, maka sifatnya disproporsional. Metoda ini dina-makan juga Pengambilan eontoh aeak berlapis disproporsio
-nal atau Disproportio-nal stratified random sampling.
Desain atau Pola Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka pusat ー・イュ。ウセ@
lahan, yaitu Potensi Reproduksi dalam hal ini diwakili
Instrumentasi(Peralatan Penelitian
Sumber informasi dari peternak langsung adalah ュ・イオーセ@
kan data primer, sedang informasi dari Dinas Peternakan se
tempat sebagai data skunder.
Untuk keperluan pengumpulan data, maka dibuat suatu alat berupa kuessioner. kuesioner ini berisikan sejumlah pertanyaan sesuai dengan peubah-peubah yang telah
ditetap-kan serta disedial<an alternatif jawaban. ;-;Sist:e.rn
pertanya-an adalah tertutup. Disamping itu dilakukpertanya-an pencatatpertanya-an ha sil observasi dan wawancara langsung dengan responden.
Untuk mengukur data kuantitatif digunakan metoda Li -kert yang berskala lima untuk alternatif jawabannya.
Contoh :
Persepsi(kepribadian Penilaian(pendapat
Alternatif jawaban skor Alternatif jawaban skor
1 • Sangat setuju 5 1 • Sangat penting 5
2. Setuju 4 2. Penting 4
3. Rsgu-ragu 3 3. Ragu-ragu 3
4. Tidal< setuju 2 4. Tidal< penting 2
5. Sangat tidak setuju 1 5. Sangat tidal< penting 1 Atau bentul< modifikasi metoda Likert berskala lima sistem
tertutup, ysitu dengan terleb.i.h dahulu diberi jenjang un
-tuk mendapat skor terenclah sarnpai tertinggi, contoh Bentuk perkandangan
Alternatif jawaban skor
1. Perman en rnewah(komplit 5 2. Permanen tidak komplit 4
3. Semi permanen 3
4. Non permanen(bersih 2
5. Apa adanya(tambat 1
Data
Tingkat pendidikan
Alternatif jawaban skor
1. Al<ademi(universitas 5
2. SLTA
4
3. SLTP 3
4. SD 2
5. Tidak sekolah 1
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah
ngalamnn beternak; pendidikan peternak; adat istiadat; dan
potensi reproduksi itu Bcndiri.
Lata kondisi/identitas'umum dari peternak meliputi : (1) Pendidikan formal dan non formal, (2) Pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan, (3) Luas pemilikan lahan
pertani-an, (4) status pemilikan ternak, (5)
Penghasilan/pendapat-an dPenghasilan/pendapat-an pengeluarPenghasilan/pendapat-an dalam sebulPenghasilan/pendapat-an, (6) Jumlah tabungPenghasilan/pendapat-an kelu
arga, (7) Pengalaman bertani dan beternak.
Data pengetahuan manajemen meliputi : (1) Cara pemeli haraan ternak kerbau, (2) Sistem perkandangan dan sanitasl nya, (3) Penanganan kasus dan penyakit, (4) Pemanfaatan ternak kerbau, (5) Pemberian makanan dan pengadaan makanan
hijauan ternak, (6) Tata cara pengembang-biakan, (7) Usaha
untuk mencari informasi tentang peternakan, (8) Keaktifan
dalam organisasi tani/ternak yang ada, (9) Cara ー・ョァ・ュ「。ョセ@
an usaha ternak.
Data pengalaman beternak meliputi : (1) Lama beternak
kerbau, (2) Sumber pengetahuan dan pemilikan ternak, (3) Penerimaan/tanggapan pada kelompok tani/ternak, (4) Usaha
menggali pengalaman orang lain, (5) Kreatifitas berfikir
dan bersikap, (6) Pendapat tentang hubungan-hubungan anta= ra tenlak kerbau dengan hasil/imbalan yang diperoleh dari
ternak kerbau, adat tradisi setempat, kebutuhan ekonomi ke
luarga, cara berternak hewan lain, dan dengan kaidahkai
-dah agama yang ada di Tana Toraja, (7) Penerimaan dan エ。ョセ@
gapan (adopsi) pada teknologi tepat guna.
Data tingkat pendidikan meliputi : (1) Tingkat ー・ョ、ゥセ@
dikan, (2) Pendapat dan sikap pada pendidikan keluarga,
lingku-ngan, (4) Keberanian mengambil keputusan dan sikap, dan
meningkatkan kondisi lingkungan sekitar keluarga.
Data adat istiadat meliputi : (1) Persepsi, (2) Ke-pribadian seputar adat, (3) Pengaruh adat terhadap jiwa
dan sikap peternak.
Data potensi reproduksi meliputi : (1) Jumlah dan
komposisi ternak kerbau yang dimiliki, (2) Pelaksanaan perkawinan ternak kerbau dan frekuensinya, (3) Penambahan dan penurunan populasi ternak kerbau, (4) Penanganan ka -sus penyakit dan ka-sus reproduksi serta frekuensi
kejadi-annya, (5) Jenis-jenis penyakit dan kasus.
Analisis Data
Data yang diperoleh, diolah dengan menggunakan meto-da analisis statistika deskriptif untuk semua peubah. Se lain itu dilakukan analisis korelasi atau hubungan antara
peubah-peubah tetap, yakni faktor-faktor yang
mempengaru-hi potensi reproduksi yang ditetapkan sebagai peubah ter-ikat.
Untuk analisis korelasi ini dapat didekati dengan dE. a metoda, yakni metoda analisis regresi linear dan
anali-sis ョッョZセー。iG。ュ・エイゥ」@ correlation. Haetoda analisis regresi
linear terbagi menjadi metoda analisis regresi sederhana,
yakni mencari hubungan antara satu peubah tetap terhadap
peubah tidak tetapnya, dan metoda analisis regresi bergag da, yakni mencari hubungan antara semua faktor dalam pe ubah tetap secara bersamasama terhadap peubah tidak te
-tap. Sedang metoda analisis non-parametric correlation
yang dipergunakan adalah metoda analisis "Spearmann Corre
peu'bah tetap terhadap peupeu'bah tidak tetap, dan metoda "Tau -Kendall" untuk mencari hubungan keseluruhan peubah tanpa melihat adanya peubah tetap dan tidak tetap.
rJletoda pertama dilakukan dengan ssumsi, bahwa data
yang diperoleh memiliki sebaran normal. Pengambilan con-toh lebih besar dari 30 concon-toh. Semakin banyak contoh, maka kenormalan sebaran semakin dicapai dan dianggap
nor-mal. Metoda kedua dilakukan karena lebih teliti, dengan
asumsi kenormalan sebaran data diabaikan dan atau jika se
baran normal data terbukti tidak normal.
Data mentah yang dipergunakan adalah data rata-rata yang didapat dari nilai jawaban setiap soal untuk setiap peubah. Hal ini akan mengurangi kesalahan dan dapat men-cakup keseluruhan masalah yang ada dalam peubah itu.
Adapun rumus-rumus metoda tersebut adalah :
1. Rumus-rumus dalam persamaan analisis regresi sederhana: a. Bentuk persamaan Y = a + b X
b. Rumus konstanta a, a=Y-bX
c. Humus koefisien regresi b,
b =
n n
;EX. ZY.
'1 l '1 l
l= l=
n
( Z
x. )
2. 1 l
l=
n
- n.2X.Y.
. 1 l l
l=
n 2
n.
z
X.i=1 l
d. Rumus koefisien korelasi r, n
n.X.Y Z:X.Y.
i=1 l l r = [M][セ]]]]]]]]セ[]]]]]]]Mᆳ
I
I(
セxN@
2_ n.X: 2 )(2
yl. 2- n.y2
V
li=1 l i=1e. Rumus T-test untuk a dan b,
t
=
n a atau b
ZX._X)2.
i=1 1 SSE
T-test T-tabel, berarti a atau b significant.
f. Rumus T-test untuk r,
r Vn -
2T-test T-tabel, berarti hipotesis r= 0, ditolak. g. Rumus uji keberartian persamaan/seluruh koefisien,
SSR/k
SSR
=
Sum Squares ofF
=
Regresion SSE/(n-k-1)
SSE
=
Sum Squares of Errorn
=
Jumlah contoh k=
Jumlah peubahte-tap F-test F-tabel, berarti significant.
2. Rumusrumus dalam analisis regresi berganda mengguna
-kan metoda "Lea st Squares", metoda terba ik untuk
memi-nimumkan penyirnpangan kesalahan persamaan regresinya.
Jika data observasi tidak linear, maka digunakan
meto-da "Cobb Douglas", dimana semua peubah di-log-kan ter-lebih dahulu. Maka bentuk persarnaan tidak linear
y = a. b c d k
Xl' X2• X3 • ••.••.•• Xi
jika di-log-kan menjadi,
Log y - log 。Mセ@ b.lot Xl + c.log X2 + •• セ@ + k.log,X
i
atau,
a. Y = a + bXl + cX2 + dX
3 + ••••• + kXi
b. Rumus koefisien regresi/parameter a dan atau b,
di-dapat dari hasil matrikulasi dan inversenya dari
X'X
danX'Y,
sehingga :a atau b =
(X
IX)-lX'Y
Standar deviasinya :
'\P
'-C-
i-'--.• -S-S-E--sd b
=
MセjlLセMNᆳc. Rumus pengujian parameter/koefisien regresi,
T-test =
Sd(b
j )
T-test T-tabel, berarti parameter' regresi signifi-cant.
d. Pengujian keseluruhan parameter/persamaan regresi,
sarna dengan pada analisis regresi sederhana.
e. Rumus untuk koefisien korrelasi dari rna sing-rna sing
peubah tetap terhadap peubah tidak tetap".
n n n
n. 2.X ..• Y. - zX. ·.ZY.
i=1 lJ l i=1 lJ i=1 l
r
X/
=M[MG][ZZZセ]]]]]]セ]]]]]]セ[ZZZ]]]]セ]]]]@
n 2 .:::. 2 n 2 n 2
n.z.X .. - (z:X .. ) . n.Z=Y. - (2.Y.)
i=1 lJ i=1 lJ i=1 l i=1 l
f. Rumus untuk koefisien korrelasi total,
r
=
V
1 _ SSESST
g. Rumus pengujian sarna dengan pada regresi sederhana.
3. Humus pada analisis "Spearmann Correlation", maka ha
-rus diketahui dulu jenjang antara masing-masing peubah
tetap terhadap peubah tidak tetapnya, akhirnya koefisi en korrelasi didapat dari :
1
N (N2 - N)
Pengujian dengan melihat nilai kritis yang telah diten
tukan serta probabilitasnya. Interpretasi: rs lebih
besar atau sarna clengan nilai kritis berarti signifi -cant.
4. Rumus pada analisis "Tau-Kendall",
12 S
dimana,
s
=K = peubah N = contoh
Untuk pengujian bisa dilihat langsung dari tabel nilai
kritis atau ditransformasikan dulu ke Chisquares de
-ngan rumu s,
12 S
M (N2+1)
.t.
Interpretasi,J(j -test
#.xi
:z.
-tabel, maka hipotesis di tolak, berarti hubungan ada.Pengujian dengan metoda "TauKendall" ini dimaksud
Keadaan Umum
Kaoupaten Daerah Tingkat II Tana Toraja merupakan ウセ@
lah satu kaoupaten di propinsi Sulawesi Selatan yang oer-oatasan dengan kabupaten-kabupaten Daerah Tingkat II lain nya, yaitu Mamuju di seoelah utara, Luwu di sebelah timur, Enrekang di seoelah selatan, Pinrang dan Polmas di seoe
-lah oarat. Luas daerah, 363 012 Ha yang terletak antara
111°30' oujur oarat dan 120°1' oujur timur, serta 2°10'
lintang selatan dan 3°18' lintang utara.
Dari luas wilayah Tana Toraja ini, 21 237 Ha merupa-kan areal persawahan; 93 995 Ha merupamerupa-kan lahan kering de ngan ratio pemilikan 0.34 Ha sawah per Kepala Keluarga
(KK) dan 1.59 Ha lahan kering per KK, atau total 1.93 Ha
tanah per KK; seleoihnya merupakan areal hutan. Ketinggl an wilayah antara 300 - 2 884 meter dari permukaan laut. Daratan berupa lembah, bukit dan gunung. Jenis tanah da-ri lathosol, alluvial, orownfront forest dan podsolik.
Suhu berkisar antara 14°_ 26°C dan kelemoaoan udara
anta-ra 82 - 86
%.
Curah hujan ratarata 2 195 mm/tahun de-ngan waktu hujan 179 hari/tahun atau 183 mm/bulan de-ngan waktu hujan 14 hari/bulan.
Ibukota kabupaten Tana Toraja berada di kecamatan mセ@
kale sebagai pusat pemerintahan, dan kecamatan Rantepao
sebagai pusat niaga/perdagangan. Kabupaten ini terdiri
dari 9 kecamatan, 65 desa atau 397 kampung dengan jumlah
anak-anak.
r·lata peneaharian umumnya petani/peternak, sediki t ウセ@
ja yang merangkap menjadi pegawai negeri at au pedagang. Prasarana dan sarana perhubungan di kabupaten Tana Toraja adalah baik sampai buruk sekali, artinya dari ja
lan yang clapat clilalui oleh kenclaraan rocla empat sampai
jalan setapak yang hanya dapat dilalui oleh jalan kaki clan atau menunggang kucla.
Potensi Peternakan eli Kabupaten Tana Toraja
Populasi Ternak. Potensi yang dirniliki oleh
kabupaten ini eukup besar, baik ternak besar rnaupun ternak ke
-eil yaitu unggas. Yang termasuk ternak besar aclalah kuda,
kerbau, sapi, babi dan kambing, clengan masing-masing pOPE, lasi 1 920 ekor kuda, 33 080 ekor kerbau, 226 563 ekor 「セ@
bi lokal elan 8 353 ekor babi ras, 3 838 ekor karnbing dan 2 380 ekor sapi bali. Sedang yang termasuk ternak keeil
adalah ayam lokal 348 941 ekor, ayam ras 8 812 ekor, itik
lokal 24 036 ekor dan itik ras 4 444 ekor.
Dari ha sil penelataan, tampak popula si ternak ada yang rnengalami peningkatan clan acla yang rnengalarni ー・ョオイオセ@
an. Ternak kerbau aelalah ternak yang mengalarni penurunan
populasi terus rnenerus selama 10 tahun terakhir (tabel-1).
Jumlah populasi ternak tersebut tersebar di sembilan
keeamatan (tabel-2). Jumlah populasi ternak kerbau ter -tinggi ke terendah adalah keeamatan Saluputti, Mengkendek, Rinding Allo, Sanggalangi, Bongga Karadeng, Sesean, Maka-le, Sangalla dan Rantepao. Namun di tingkat propinsi ェオセ@
pe-Babi Ayam Itik
TAHUN Kuda Kerbau Kambing Sapi
Lokal Ras Lokal Ras Lokal
1975-1976 3 076 43 727 9 886 1 075 158 882 2 689 351 115 1 210 17 971
1976-1977 3 175 42 929 9972 1 162 162 132 3 316 359 219 1 552 17 872
1977-1978 3 276 42 734 8 891 1 257 171 041 3 427 361 210 2 425 16 926
1978-1979 3 382 42 999 8 650 1 350 195 320 3 872 375 125
/3
560 17 0601979-1980 2 996 42 925 8 776 1 460 225 157 3 766 398 062 3 755 17 125
1980-1981 2 758 42 827 7 925 1 675 234 666 3 982 901 068 3 890 17 450
1981-1982 2 122 39 976 6 327 1 862 241 015 4 122 422 121 セ@ 226 17 320
1982-1983 1 868 37 429 4 225 2 036 220 670 5 210 431 800 セ@ 532 18 931
1983-1984 1 920 33 080 3 838 2 380 226 563 8 353 358 941 セ@ 812 24 036
Sumber Dinas Peternakan KabllpatenTana Tara ja, 1984.
Ras
-1 -120
3 350 I
,
4 444
[image:45.842.79.758.87.401.2]Tabel-fii Populasi ternak kerbau per kecamatan
Kecamatan Jumlah kerbau (ekor)
Saluputti 5 809
Mengkendek 4 889
Rinding Allo 4 873
Sangga langi 4 207
Bongga Karadeng 3 400
Sesean 3 101
Makale 3 035
Sangalla 3 007
Rantepao 696
Jumlah : 33 080
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Tana Toraja, 1984
ringkat keenam setelah kabupaten \vajo, Bone, Pangkep,
JJu-wu dan Gowa (tabel-3).
Tabel-7: Penyebaran populasi ternak kerbau di propinsi Sulawesi Selatan, tahun 1983-1984
No. KODYA KABUPATEN Jumlah (ekor) No. KODYA KABUPATEN Jumlah (ekor)
1. lI'a j 0 63 925
13.
f1amuju 15 8172. Bone 59 654 14. Enrekang 13 757
3. Pangkep 41 080 1 5. Bantaeng 13 315
4. Luwu 38 853 16. Sidrap 1 1 342
5. Gowa 35 057 17. Polmas 10 371
6. Tana Toraja 33 080 18. Pinrang 9 734
7. 11jaro s 32 485 19. Selayar 8 915
8. Takalar 30 476 20. Barru 8 465
9. Jeneponto 23 059 21 • Ujung Pandang 6 025
10. Bulukumba 20 591 22. Soppeng 2 762
11. Sinjai 20 389 23. Pare-pare 83
1 2. Ma jene 17 210
Jumlah : 516 445 ekor
[image:46.597.47.459.404.737.2]Masyarakat Tana Toraja lebih menyenangi ternak ker -bau untuk digunakan sebagai pengolah sawah atau lahan peE
tanian atau ternak potong dari pada sapi, maka tidak he -ran populasi ternak sapi jauh lebih sedikit dari pada ter
nak kerbau, seperti terlihat pada tabel-1 di atas.
Sifat-sifat Reproduksi Ternak Kerbau. Dari hasil
pendataan penelitian dapat dicaiJat, bahwa pada umumnya kerbau lumpur di kabupaten Tana Toraja, baik kerbau lum
-pur hitam maupun kerbau belang (tedong bonga) memperliha!
kan siklus berahi antara 15 - 35 hari dengan rata-rata 25.1 hari. Sementara periode berahi berlangsung antara
24 - 96 jam atau rata-rata 51 jam 27 menit.
Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang lain, kenyataan periode berahi ini lebih panjang. Hal ini dise babkan oleh kebiasaan pemeliharaan ternak, yaitu ternak hampir setiap hari berkubang jika tidak dikerjakan dan
a-tau selalu dilJiarkan berkubang terlebih dahulu setelah be
kerja, sebelum dimandikan. Terbukti pada tedong bonga yang hampir tidak pernah dikerjakan dan berkubang,
perio-de berahinya hanya berkisar antara 24 - 48 jam atau rata-rata 32 jam 47 menit.
Dari 100 orang responden, 74 di antaranya mengetahui
gejala-gejala berahi kerbau betina, 26 lainnya menyatakan
kurang tahu sampa i tidak tahu. Pengamatan menun jukkan,
bahwa gejala berahi mencakup kebengkakan dan kemerahan vulva, keluar lendir bening kental, menaiki hewan atau di am jika dinaiki, tidak tenang/gelisah atau melenguh,
naf-su makan menurun (80
%).
16%
lainnya mencakup alatnya memperlihatkan diam jika dinaiki.
Umumnya gejala berahi akan tampak pada saat pagi
yang segar (subuh) sekitar jam 04.00 - 07.00 (47
%)
ataupetang yang teduh sekitar jam 17.00 - 20.00 (18
%).
Us-nya 11
%
gejala berahi akan tampak jam 14.00 - 16.00 sore dan 1%
pada jam 11.00 - 13.00 siang hari. Dua puluh ti-ga respond en lainnya tidak menjawab.Tampak bahwa kebiasaan berkubang ditsmbah kesejukan
udara sangat mempengaruhi periode berahi dan penampilan
gejala berahi pada ternak kerbau di Tana Toraja.
Pubertas pertama kerbau lumpur di Tana Toraja dili -hat dsri indikator penampakan gejala berahi pertama kali dan atau perkawinan pertama ternak kerbau tersebut. Umur
perkawinan pertama kerbau lumpur jantan dan betina
berbe-da. Kerbau lumpur jantan pertama kali dikawinkan pada
u-mur 2t - Tセ@ tahun atau rata-rata 3 tahun 2 bulan 5 hari,
sedang yang bet ina pada umur 20 bulan .... Sセ@ tahun atau ra-ta-rata 2 tahun 2 bulan 27 hari. Tetapi para peternak 62 % mengalami kesuli tan untuk rnengawinkan ternak kerbau,
dan sisanya tidak mengalarni kesulitan. Kesulitan yang d1
alami adalah masalah pejantan yang kurang (63
%),
hal inidisebabkan pejantan lebih sering dipotong pada pesta adat dari pada yang betina, karena nilainya secara adat lebih tinggi dari pada kerbau betina. Oleh karena itu untUk rnendapatkan kerbau pejantan, harus dipinjam dari orang la
in, umumnya dari desa tetangga. Biasany