• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh film superhero terhadap pemecahan masalah dalam bersosialisasi pada anak SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh film superhero terhadap pemecahan masalah dalam bersosialisasi pada anak SD"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

BERSOSIALISASI PADA ANAK SD

Oleh: ADI HARIYANTO NIM: 100070020133

Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagaian persyaratan dalam memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

FAKUL TAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Psikologi (S. Psi).

Pen imbing I

I

t)I

f

セ@

!

I

Oleh

Adi Hariyanto

100070020133

Di bawah bimbingan

Pembimbing II

Prof. an Yasun, M.si Dra. Agustiyawati, M. Phil, sne NIP.

132121898

P. 130351146

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 30 Agustus 2004. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S-1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 30 Agustus 2004

\

Sidang Munaqasyah,

Ketua Mer

ョセォ。ー@

Anggota

.

Gセ@

Ora. Hj. Nett Hartati, M.si NIP. 1 0 215 938

セ@

Penguji I

II

Sekretaris Merangkap Anggota

\

Oセ|@

j

I

ti

·ii)

Ora. Hj. Zahror/

セセセOケ。ィL@

M.si NIP. 150 238nif3

Pen ji II

Pembimbing II

(4)

Dan

(5)
(6)

Segala puji bagi Allah SWT yang dengan rahmat dan karunia-Nya penulis masih di beri kesempatan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada kekasih-Nya, Nabi Besar Muhammad SAW, dan bagi keluarga serta para sahabat.

Skripsi yang berjudul Pengaruh Film Superhero terhadap Pemecahan Masalah dalam Bersosialisasi pada Anak SD ini, disusun untuk

melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar sarjana strata satu (S-1) pad a Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam melaksanakan pembuatan skripsi ini banyak sekali hambatan dan rintangan yang penulis hadapi, namun berkat pertolongan Allah serta kesabaran dan niat yang kuat dalam diri penulis sendiri, semua hambatan dan rintangan tersebut dapat teratasi.

Dengan kerendahan hati, penulis tentu sadar bahwa skripsi ini tidak mungkin dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak terkait, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi, lbu Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si dan Pudek Fakultas Psikologi, Ora. Hj. Zahrotun Nihayah, M.Si.

2. Prof. Hamdan Yasun, M.Si, selaku pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pemikiran untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan kepada penulis.

3. Ora. Agustiyawati, M. Phil, Sne, sebagai pembimbing II yang tanpa mengenal lelah dan dengan sabar terus mendorong penulis untuk terus berusaha dan banyak membaca hingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dasen Fakultas Psikologi beserta staf administrasi yang telah membantu penulis.

5. Bapak dan lbu tercinta, yang selalu berdo'a untuk penulis, dan selalu mengingatkan penulis untuk terus ingat kepada Yang Maha Kuasa, dan selalu ada di setiap Kuperlukan.

6. Semua kakakku, yang selalu memotivasi penulis untuk terus berjalan menapaki hidup yang lebih baik lagi dan untuk adikku Eka yang semakin "melar", terus kejar asamu.

7. Untuk seluruh keponakanku, Rangga semoga selalu damai di alam sana, Rifky yang selalu membuat penulis tersenyum dengan

(7)

tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan buat Daus terima kasih untuk waktunya menjadi observer.

11. Untuk Maghfur, Miftah dan teman-teman ex BEMF Psikologi 2002-2003, atas kenangan yang pernah kita lalui bersama.

12. Untuk Gang ijo, Doli, Farid, Hari, dan lcha, terima kasih untuk tempat berteduhnya dari sengatan panas matahari, semoga ACnya tambah

"gede".

13. Wakil Kepala Sekolah Madrasah Pembangunan, Ors. Dani Wahyudi yang telah bersedia memberi waktu bagi penulis untuk melakukan penelitian, dan untuk adik-adik siswa kelas 5 D dan 5 B yang telah bersedia menjadi responden penulis, semoga yang telah kita lakukan dapat bermanfaat.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana layaknya, baik dari segi bahasa dan materi yang tertuang didalamnya. Besar harapan penulis skripsi ini dapat berguna untuk menambah wacana ke-llmuwan dan membuka cakrawala pemikiran yang lebih luas bagi pembaca sekalian. Amien.

Tangerang, Agustus 2004 M Rajab 1425 H

(8)

(C) Adi Hariyanto

(B) Agustus 2004 (D) Pengaruh Film Superhero terhadap Pemecahan Masalah dalam

Bersosialisasi pada Anak (E) xii + 70 halaman

(F) Masa kanak-kanak adalah salah satu etape terpenting dalam perkembangan manusia karena pada tahap itu anak melakukan berbagai macam aktifitas yang akan dimanefestasikan bagi masa selanjutnya dalam perkembangan kehidupannya. Dalam

perkembangan anak Erikson me·nekankan juga pentingnya tahun-tahun pertama kehidupan anak sebagai tahun-tahun pembentukan dasar-dasar kepribadiannya dikemudian hari. Salah satu hal terpenting dalam masa kanak-kanak adalah bermain dengan teman sebaya, sayangnya hal itu tidak dapat dilalui dengan baik oleh semua anak, untuk dapat bersosialisasi dengan teman sebaya atau bahkan

disekolahnya. Berbagai macam masalah dihadapi anak pada masa itu antara lain: kesulitan berhubungan dengan guru, beradaptasi dengan peraturan sekolah, berkomunikasi dengan teman, dan sulit untuk mengembangkan diri sendiri. Dari semua penyebab di atas dapat di lihat akibat antara lain: nilai anak turun, anak suka berkelahi, anak merasa malas masuk sekolah, dan kurang mandiri. Untuk mengatasi semua kesulitan itu berbagai cara dapat dilakukan salah satunya adalah dengan melihat, dan menirukan public figure yang dimaksud disini adalah pemeran film superhero. Karena pada anak-anak imitasi adalah hal yang paling mudah untuk dilakukan, dalam hal ini anak kita arahkan untuk meniru tokoh dalam film superhero.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh film

superhero terhadap pemecahan masalah dalam bersosialisasi pada anak SD.

Penelitian ini dilakukan di sekolah Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta JI. lr.H. Juanda Ciputat. Populasi yang diambil adalah siswa kelas 5 yang berjumlah 300 orang dan dari jumlah itu diambil sampel sebanyak 30 orang yang dibagi kedalam 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen berjumlah 15 orang dan kelompok kontrol berjumlah 15 orang. Penelitian ini menggunakan metode random yaitu dengan cara kluster, dan untuk mengambil samplenya digunakan cara

(9)

kontrol menggunakan Independent Samples Test dengan taraf signifikansi a.

=

0,05.

Dari hasil analisa statistik ditemukan: adanya pengaruh film superhero terhadap pemecahan masalah pada anak SD. Dengan demikian hipotesa alternatif diterima.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melihat sisi kekerasan pada televisi memberikan pengaruh negatif bagi anak, antara lain: perilaku agresif pada anak yang bisa menetap sampai ia dewasa, dan kurangnya keterampilan Problem Solving. Beckham (1999) dan dari Singer, dll. (1999) mengatakan bahwa film superhero akan berpengaruh negatif pada anak, yaitu anak akan belajar bahwa dalam menyelesaikan suatu perselisihan atau konflik ia dapat

menggunakan cara kekerasan, dan akan berpengaruh pada kurangnya keterampilan bahasa anak, karena anak menjadi tidak biasa mengatakan masalahnya, dan yang justru ia lakukan adalah mengambil tindakan kekerasan seperti yang dilakukan oleh tokoh yang ia kagumi. Penelitian ini juga mendukung pendapat yang menyatakan adanya hal positif dari menonton film kekerasan yaitu bisa

merangsang gelombang otak anak, sama seperti halnya anak melakukan aktifitas lain seperti belajar. Dr. Reginald Clark (dalam Chen, 1996).

Untuk penelitian selanjutnya dapat diteliti mengenai hal-hal positif dari film-film yang berbau kekerasan agar film-film tersebut dapat

diberdayakan dan tidak lagi menjadi "hal yang menakutkan" bagi orang tua. Seperti efek film superhero terhadap kepercayaan diri anak.

(10)

MOTTO... iii

DEDIKASI ... iv

KAT A PENGANT AR .... ... . . .. . ... ... ... ... ... ... .. .. ... ... ... .. . v

ABSTRAK . . ... ... . . .. .. . . ... ... ... ... .... ... ... . .. . ... . .. . . . .. . . .. .. . . vii

DAFT AR ISi . . . . ... ... .. . . . ... . . .. ... ... ... ... ... ... . ... ... . ... . ... . ... .. . . .. IX DAFT AR T ABEL... x1

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1 .2 Pembatasan dan Perumusan Masai ah . . . 5

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... ... .. . .. . . .. . . .. 6

1 .4 Manfaat Penelitian... 6

1.5 Sistematika Penulisan 7 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ... 9

2.1 Pemecahan Masalah ... 9

2.1.1 Definisi Pemecahan Masalah .. ... ... .. .. 9

2.2 Film Superhero... 21

2.2.1 Pengertian Film Superhero... 21

2.2.2 Perkembangan Film Superhero... 24

2.2.3 Pengaruh Film Superhero terhadap Anak... 25

2.3 Fase Kanak-kanak... 30

2.3.1 Ciri dan Fungsi Emosi serta Kognitif masa Kanak-kanak... 30

@erangka Berfikir .... .. . ... .. ... . .. . ... . .. . .. . ... . ... . ... .. . . .. .. 35

(11)

3.3 Variabel Penelitian ... 40

3.3.1 Variabel Bebas (Independent Variable)... 40

3.3.2 Variabel Terikat (Dependent Variable)... 41

3.4 Variabel Kontrol ... . 41

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 43

3.6 Rancangan Eksperimen ... ... 46

3. 7 Apparatus Penelitian... 48

3.8 Prosedur Penelitian ... 49

3.9 Metode Pengolahan Data... 50

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 54

4.1 Gambaran Um um Responden ... 54

4.2 Analisa Data... 57

4.2.1 Penyebaran Nilai Responden ... 57

4.2.2 Pengaruh Film Superhero terhadap Pemecahan Masalah dalam Bersosialisasi pad a Anak. ... ... ... . . . ... . . . ... ... . ... . . ... . ... . . 62

BAB 5 KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN... 64

5.1 Kesimpulan ... 64

5.2 Diskusi ... 65

5.3 Saran... 67

DAFT AR PUST AKA

(12)

3.1 Blue Print Skala sebelum Pilot Study ... ... 44

3.2 Blue Print Skala setelah Pilot Study ... ... 45

3.3 Rancangan Penelitian ... 47

3.4 Jadual Kegiatan Penelitian Eksperimen ... 50

4.1 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ... 54

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan di luar Sekolah ... ... ... ... . ... . ... ... . ... .. .... ... ... .. . . . .. .. 55

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Umum ... 55

4.4 Penyebaran Nilai Responden ... 58

4.5 Hasil Perbandingan Pretest-Postles! Kelompok Eksperimen .. .. . .. . .. . . ... .... ... ... . ... .. . . .. ... .. . . .. . ... ... . . . .. ... . 58

4.6 Hasil Perbandingan Pretest-Postles! Kelompok Kontrol ... 59

(13)
(14)

1.1

Latar Belakang Masalah

Masa awal kanak-kanak sering disebut sebagai tahap bermain, karena dalam periode ini hampir semua permainan menggunakan mainan. Menjelang berakhirnya masa kanak-kanak awal, anak tidak lagi memberikan sifat-sifat manusia, binatang, atau benda-benda kepada mainannya. Minatnya untuk bermain dengan mainan mulai berkurang dan ketika ia mencapai usia sekolah mainan-mainan itu dianggap seperti "bayi" dan ingin memainkan permainan-permainan "dewasa".

(15)

saja nilai sekolahnya bisa turun disebabkan ia mengalami kesulitan dalam berteman, atau dia sulit untuk beradaptasi dengan peraturan yang telah ditetapkan belum lagi ia bisa menerima gurunya dengan baik, dan sebagainya.

Pada masa kanak-kanak perilaku sangat dipengaruhi oleh modelnya (idola/figur) atau dengan kata lain anak belajar dari model. Monks, dkk (1989) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan belajar dari model adalah proses menirukan tingkah laku orang lain yang dilihat, baik itu yang dilakukan secara sadar maupun tidak. Banyaknya keingintahuan anak sangat berbeda, demikian pula cara menyatakannya. Anak yang

cerdas ternyata lebih aktif dalam menjelajahi lingkungannya dan lebih

banyak bertanya daripada anak yang tingkat kecerdasannya lebih rend ah.

Hal yang pertama kali menjadi perhatian anak adalah orang tua. Setelah anak bertambah usianya dan mulai masuk sekolah, anak mulai mengidentifikasi perilaku guru atau bahkan orang tua dari anak lain. Kemudian televisi, buku-buku, dan majalah juga dapat

(16)

Selain orang tua model yang sangat mendapat perhatian anak adalah pemeran film yang memiliki kemampuan super. Sekarang ini banyak tayangan televisi yang menayangkan film superhero, yaitu film yang menampilkan tokoh protagonis yang mempunyai kekuatan super.

Tokoh ini biasanya digambarkan dengan memiliki kelebihan, antara Jain: kekuatan super, dapat terbang, lari dengan sangat cepat, ilmu beladiri yang sangat tinggi, dan lain-Jain. Sang tokoh biasanya adalah seorang pembela kebenaran, berwatak baik, dan bila wujud sang tokoh manusia pasti dia juga berwajah tampan atau cantik, dan dapat dipastikan bahwa dia akan selalu menang melawan semua musuhnya.

Film-film superhero biasanya dicirikan dengan adegan-adegan kepahlawanan yang tak jarang ュセョァ。ョ、オョァ@ unsur kekerasan, dan akan berpengaruh negatif pada anak, yaitu anak akan belajar bahwa dalam menyelesaikan suatu perselisihan atau konflik ia dapat

(17)

mengambil tindakan kekerasan seperti yang dilakukan oleh tokoh yang ia kagumi, (Singer, di!., 1999).

Kekerasan memang menjadi ciri film-film superhero, karena dalam adegan inilah sang tokoh mampu membuat takjub anak-anak dengan menunjukkan tindakan kepahlawanan dengan kemampuan yang super. Akan !eta pi, yang perlu diwaspadai adalah bila film-film tersebut akhirnya terlalu banyak menyuguhkan adegan kekerasan, baik fisik maupun verbal, dan kurang memperhatikan unsur mendidik, karena bagi produser film tersebut yang penting adalah laku keras dipasaran.

Sekarang, film superhero dibuat dengan teknologi yang semakin canggih sehingga adegan-adegan spektakuler yang ditampilkan semakin kelihatan nyata. Teknik-teknik penggunaan spesial effect (seperti: camera shoot, gerakan lambat, efek suara, editing, di!) membuat film-film superhero semakin menarik dan menyenangkan.

(18)

Dalam Kamus Psikologi Chaplin (1999) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai proses yang tercakup dalam usaha menemukan urutan yang benar dari alternatif-alternatif jawaban, mengarah kepada satu sasaran atau kearah pemecahan yang ideal. Gestalt (dalam Chaplin, 1999) dalam salah satu teorinya menyebutkan bahwa salah satu hal untuk mengatasi atau menyelesaikan masalah yaitu dengan menggunakan pengalaman sebelumnya (reproductive problem solving).

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Film yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis film superhero, yaitu salah satu jenis film yang menampilkan tokoh pembela kebenaran, berwatak baik dan selalu menang dalam menghadapi musuh-musuhnya.

2 Pemecahan Masalah Anak dalam Bersosialisasi, yaitu masalah-masalah yang dihadapi anak yang meliputi kesulitan

berhubungan dengan guru, beradaptasi dengan peraturan sekolah, berkomunikasi dengan teman, dan sulit untuk

(19)

dilihat akibat antara lain: nilai anak turun, anak suka berkelahi, anak malas masuk sekolah, dan kurang mandiri.

3 Fase Kanak-kanak; melihat i=Jinamika perkembangan manusia terutama pada masa kanak-kanak, kita tidak dapat memungkiri fungsi emosi pada masa kanak. Selama awal masa kanak-kanak emosi sangat kuat. Saat ini merupakan saat

ketidakseimbangan karena anak-anak "keluar dari fokus", dalam arti bahwa ia mudah terbawa ledakan-ledakan emosional

sehingga sulit dibimbing dan diarahkan. (Hurlock, 1980).

1.3

Maksud dan Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di alas, maka maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari film superhero terhadap pemecahan masalah dalam bersosialisasi pada anak.

1.4 Manfaat Penelitian

(20)

1. Dapat menambah wawasan dalam pemecahan masalah dan film superhero.

2. Agar dapat mengarahkan proses pemecahan masalah anak. 3. Membantu anak dalam ha! bersosialisasi dengan teman dan

lingkungannya.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada buku pedoman penulisan skripsi (menurut buku pedoman penyusunan dan penulisan skripsi). Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, meliputi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

(21)

BAB Ill : Metodologi penelitian, subyek penelitian, teknik pengambilan sampel, variabel penelitian, independent Variabel, dependent Variabel, variabel kontrol, teknik pengumpulan data,

rancangan eksperimen, apparatus penelitian, prosedur penelitian, dan metode pengolahan data.

BAB IV: Hasil penelitian, meliputi gambaran umum responden, analisa data, penyebaran nilai responden, dan pengaruh film

superhero terhadap pemecahan masalah dalam bersosialisasi pada anak SD.

(22)
(23)

Dari permasalahan yang penulis sebutkan di alas, berikut penu/is angkat beberapa teori yang menunjang untuk menjawab permasalahan yang ada guna mempermudah penulis untuk melakukan penelitian ini.

2.1

Pernecahan Masalah Dalarn Bersosialisasi Pada Anak

2.1.1 Definisi pemecahan masalah Dalam Bersosialisasi Pada

Anak

a. Masa/ah

Masalah pada dasarnya menggambarkan suatu penyimpangan terhadap standar tugas, atau standar pekerjaan ataupun standar yang ingin dicapai, Subekti (dalam Ridha, 2003). Suatu penyimpangan dari standar berarti telah ditetapkan standar tertentu, pernah ditetapkan bagaimana segala sesuatu harus dilakukan atau harus terjadi. Pada umumnya standar itu menggambarkan ha/ yang seharusnya. Konotasi istilah "yang seharusnya" dalam konteks ini, adalah:

(24)

1) Suatu standar tug as atau pekerjaan yang diharapkan dan harus tercapai, apabila suatu tujuan ingin diwujudkan 2) Merupakan pengalaman masa lampau ditambah dengan

sesuatu yang ingin dicapai oleh seseorang untuk

memperoleh hasil-hasil yang baik, Subekti (dalam Ridha, 2003).

Masalah secara sederhana dapat dijelaskan sebagai setiap hal yang dapat menghambat tercapainya suatu tujuan. Masalah itu sendiri memiliki urutan jenis dan berbagai tingkat kesulitan, Glover (dalam ldriyani, 2001 ). Seperti dikemukakan pula oleh Chauman (dalam ldriyani, 2001 ), bahwa masalah itu dapat berupa masalah fisik, ekonomi, dan sosial yang digambarkan sebagai berikut:

lndividu ... Hambatan ... Tujuan

Adapun hakekat dari masalah menurut Kepner & Tregoe (1981) adalah:

(25)

2) Merupakan penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan (deviation from the set plan).

3) Terwakili oleh keterlibatan dengan orang-orang (presented by people).

4) Sering di hadapkan dengan kompetisi penampilan yang ditunjukkan oleh organisasi (competitor outperform our organization).

Levine seperti dikutip ldriyani (2001) mengidentifikasikan macam-macam masalah yang harus diselesaikan, sebagai berikut:

1) Masalah intelektual, masalah yang berciri simbolik dan fisik, misalnya masalah hitungan. Pemecahan masalah ini hanya melibatkah kognitif saja.

2) Masalah emosional (masalah antar personal), yakni selain melibatkan kognitif individu juga dituntut keluwesan dan pengaturan strategi yang baik, di samping hal tersebut, pada masalah ini tentunya

(26)

1. lndividu terlibat masalah itu, dan harus diselesaikan. 2. Masalah yang dihadapi oleh orang lain dari individu

berfungsi sebagai ー・ョ・ョァ。セ@ atau mediator.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masalah adalah suatu deviasi dari suatu tujuan yang ingin dicapai, dan dari deviasi tersebut seseorang tidak dapat atau terhambat dalam mencapai tujuan tersebut. Untuk

mengurangi deviasi tersebut individu membutuhkan suatu penyelesaian atau pemecahan dari masalah tersebut.

b. Pemecahan Masalah

Salah satu sebab kenapa banyak orang yang kurang mampu memecahkan masalah yang menimpanya adalah karena mereka tidak pernah bersungguh-sungguh

mencurahkan perhatian dan pikiran mereka pada permasalahan yang mereka hadapi (Davidoff, 1981).

(27)

masalah merupakan salah satu teknik dari pengambilan keputusan, Subekti (dalam Ridha, 2003).

Menurut Kreitner (1980), dalam pemecahan masalah pada dasarnya akan berkisar pada hal-hal berikut ini:

1) Mengidentifikasi masalah yang dihadapi 2) Mengumpulkan dan mengolah informasi

3) Mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah 4) Menganalisa terhadap altenatif-alternatif pemecahan

masalah

5) Menenlukan priorilas unluk memilih allernatif yang yang lerbaik

6) Melaksanakan pemecahan masalah berdasarkan alas allernalif yang dipilih

7) Evaluasi lerhadap hasil yang telah dicapai

Ketujuh hal di alas merupakan elape awal dalam pengambilan keputusan. Dengan diformulasikannya "permasalahan" secara lepat melalui "analisis

(28)

keputusan akan di lanjutkan pada etape berikutnya, yaitu "analisis keputusan".

Definisi secara umum, pemecahan masalah adalah proses yang cukup keras yang melibatkan satu tujuan dan

hambatan-hambatan. Seseorang yang ingin mencapai satu tujuan akan menghadapi persoalan dan ia terstimuli untuk mencapai tujuan itu kemudian mengusahakan sedemikian rupa sehingga persoalan itu dapat diatasi dan dapat terselesaikan (Davidoff, 1981).

(29)

Dalam Kamus Psikologi pemecahan masalah diartikan sebagai proses yang tercakup dalam usaha menemukan urutan yang benar dari alternatif-alternatif jawaban,

mengarah kepada satu sasaran atau ke arah pemecahan yang ideal (Chaplin, 1999).

Menurut Robert sebagaimana dalam Siagian (1982) pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu kegiatan dengan melibatkan kerangka kerja dari kecakapan kognitif. Dikatakannya pula bahwa memecahkan masalah adalah perilal<u mengikuti peraturan (rule govermed behavior), yaitu menyelesaikan rnasalah dengan mengarahkan individu untuk mengkombinasikan beberapa konsep, guna

membentuk beberapa konsep baru yang lebih tinggi. Konsep baru ini apabila diterapkan akan dapat menyelesaikan

masalah.

(30)

dengan karya Piaget yang dapat dikatakan terpusat pada perkembangan cara berfikir terarah, menurutnya pemecahan masalah adalah suatu keterampilan berfikir terarah.

Metode yang dipakai untuk mendekati pemecahan masalah biasanya sama, yaitu metode trial and error. Secara

fundamental, metode ini pula yang digunakan oleh seluruh organisme hidup dalam proses adaptasi. Jelas bahwa keberhasilan banyak tergantung dari jumlah dan macam-macam percobaan yang telah dilakukan. Makin banyak percobaan, makin besar kemungkinan untuk keberhasilan. Bila metode "percobaan dan pembuangan kesalahan" dikembangkan secara lebih sadar maka metode ini mulai menunjukan warna-warna khas "metode ilmiah" Taryadi (dalam Ridha, 2003).

(31)

1) F aktor -faktor penyebab timbulnya suatu masalah berbeda-beda.

2) Segi-segi yang perlu mendapat perhatian dalam pemecahan masalahpun berbeda-beda.

3) Persepsi yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang terlibat pun berbeda-beda.

4) Kondisi suatu teknik pemecahan tertentu selalu mengandung kekhasan, dan selalu pula harus diperhitungkan kecermatannya.

5) Teknik pemecahan masalah satu jenis masalah pada situasi masalah belum tentu mempunyai kemampuan yang sama bila digunakan dalam pemecahan masalah yang sejenis, pada waktu yang berbeda dengan kondisi yang berbeda pula.

Pada dasarnya setiap masalah mempunyai kekhususan tersendiri dan menuntut pemecahan masalah khas pula. Dalam risetnya Newwl & Simon dalam Martin, (dalam Ridha, 2003) biasanya peneliti meminta subyek untuk berpikir keras sambil memecahkan masalah yang sulit dan mereka

(32)

petunjuk strategi dasar. Salah satu strategi ialah memecahkan, memperkecil perbedaan antara status

sekarang dalam situasi masalah dan status tujuan, di mana pemecahan didapatkan. (Ridha, 2003).

Dari uraian di alas dapat diambil kesimpulan, bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses kerja kognitif dalam mengatasi hambatan dari suatu tujuan.

c. Proses Pemecahan Masalah

Proses pemecahan masalah manusia biasanya didefinisikan sebagai suatu usaha yang cukup keras yang melibatkan suatu tujuan dan hambatan-hambatannya. Seseorang yang menghadapi persoalan_ menjadi terangsang untuk mencapai tujuan dan mengusahakan sedemikian rupa sehingga

persoalan dapat teratasi (Davidoff, 1981 ).

(33)

akan memecahkan masalah itu menghadapi sesuatu yang menantang, kemudian ia mencoba untuk mengatasinya, dan mencoba untuk mengarahkan hambatan-hambatan

diperjalanan, dan mengevaluasi usahanya (Davidoff, 1981).

Martin (dalam Ridha, 2003), menjelaskan bahwa

pemecahan masalah pada anak-anak biasanya didahulukan dengan pembentukan konsep yang akan membentuk

kognitif anak dalam pemecahan masalah. Ada dua macam pembentukan konsep yaitu natural konsep dan

pembentukan konsep di sekolah. Pada natural konsep anak mengalami proses superordinat seperti memahami ha! yang bersifat umum hingga memahami masalah yang lebih

spesifik. Sedangkan dalam pembentukan konsep di sekolah anak belajar hal yang lebih kompleks karena adanya proses pendidikan.

(34)

2) Persiapan; setelah orang tahu adanya persoalan, maka kemudian biasanya dia melakukan persiapan-persiapan. 3) Fase tahap analisis ini, dia mengumpulkan semua data

yang ada, mengevaluasi hambatan-hambatan, dan mendefinisikan tujuan-tujuan umum. Dengan adanya konsep-konsep pemikiran mengenai tugas yang

dikerjakan, maka dia memperoleh gambaran mengenai pola pemecahan masalahnya.

Di samping itu hal terpenting yang dapat mempengaruhi proses pemecahan masalah seseorang adalah pengalaman, perhatian atau konsentrasi dan proses belajar orang

tersebut. Sering kali seseorang dapat memecahkan

persoalan dari pengalamannya, baik pengalaman pribadinya maupun pengalaman orang lain yang diketahui.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemecahan Masalah

(35)

1) Pengalaman; dengan pengalaman anak dapat lebih mudah memecahkan masalah yang mirip atau pernah ia temukan.

2) Jntelegensi; anak yang cerdas biasanya lebih cepat dan mudah menemukan inti masalah sehingga dengan

mudah pula dapat memecahkan masalah dibanding anak yang lebih rendah kecerdasannya.

3) Proses belajar; dengan belajar anak dapat dengan mudah memecahkan masalah yang dihadapinya (Atkinson, 1993).

2.2

Film Superhero

2.2.1 Pengertian Film Superhero

(36)

televisi sebagai "pencuri waktu", televisi dapat menyebabkan "pemikiran klise"dan dapat memutuskan kesempatan untuk lebih dapat menjalin "komunikasi interfamilial" (Sobur, 1985).

Anak-anak pada umumnya belum dapat membedakan antara fantasi dan realitas, sehingga mereka mudah sekali dipengaruhi oleh apa yang mereka tonton di televisi. Penggunaan televisi bisa menjadi masalah utama, sebab televisi bisa mendukung atau sebaliknya menghambat usaha-usaha kita.

(37)

dunia dan mencintai belajar. Anak akan dengan mudah sekali dibentuk sesuai dengan kemauan orang tuanya (Chen, 1996).

Orangtua sering percaya begitu saja terhadap film-film yang memang sasaran pemirsanya adalah anak-anak ini, sehingga mereka kurang memperhatikan pengaruh negatif yang mungkin ada dalam film tersebut bagi anak. Pada film-film superhero, tidak jarang disuguhkan adegan-adegan kekerasan.

Film Superhero adalah film yang menampilkan tokoh protagonis yang memiliki kemampuan super. Tokoh ini biasanya

digambarkan memiliki ォ・ャセ「ゥィ。ョL@ antara lain: kekuatan yang super, dapat terbang, lari dengan sangat cepat, ilmu bela diri yang sangat tinggi, dan lain-lain. Sang tokoh biasanya adalah seorang pembela kebenaran, berwatak baik, dan bila wujud sang tokoh adalah manusia pasti juga berwajah tampan atau cantik, dan dapat dipastikan bahwa ia akan selalu menang melawan musuh-musuhnya, Aquilina Tanti Arini (dalam Hartoko

(38)

2.2.2 Perkembangan Film Superhero

Media Audio Visual merupakan media yang paling kuat

pengaruhnya terhadap anak-anak, karena pada usia itu gambar merupakan unsur yang paling menarik. Bloumer mengatakan bahwa televisi amat menarik perhatian sebagian besar

masyarakat, terutama anak-anak. Penelitian membuktikan sebagian besar anak-anak terpikat dengan semua keterangan yang disuguhkan film-film di televisi tanpa ragu sedikitpun. Seakan cerita film itu merupakan kisah nyata yang terus dikenang-kenang (Yakan, 1990).

Sekarang, film-film superhero dibuat dengan teknologi yang semakin canggih, sehingga adegan-adegan spektakuler yang ditampilkan semakin kelihatan nyata. Teknik-teknik penggunaan spesial effect (seperti: camera shoot, gerakan lambat, efek suara, editing, dan lain-lain) membuat film-film superhero semakin menarik dan menyenangkan untuk ditonton anak. Film-film superhero biasanya dicirikan dengan adegan-adegan kepahlawanan yang tak jarang mengandung unsur kekerasan, baik itu yang dilakukan oleh tokoh protagonis, maupun

(39)

memang berada pada masa yang dicirikan dengan imitasi dan identifikasi.

2.2.3 Pengaruh Film Superhero terhadap Anak

Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa kekerasan pada televisi memberikan pengaruh negatif bagi anak, antara lain: perilaku agresif pada anak yang bisa menetap sampai ia

dewasa, kurangnya keterampilan Problem Solving, dan lain-lain (Beckham, 1999).

(40)

Ketika anak-anak menantan televisi atau media visual lain, secara fisik mereka pasif, namun secara mental sebenarnya mereka aktif. Pikiran mereka dapat dimasuki ide-ide, informasi-informasi dan nilai-nilai dari apa yang mereka tantan. Oleh karena itu televisi atau media visual lain dapat menjadi "guru" yang arnpuh bagi anak-anak, Aquilina Tanti Arini (dalam Hartaka & Widjaja, 2000).

Beckham (1999) dalam artikelnya tentang kekerasan pada televisi mengemukakan bahwa kekerasan dalam program televisi lebih berpengaruh pada anak dibandingkan dengan dangeng yang diperdengarkan aleh arangtua kepada anaknya. Hal ini dikarenakan anak adalah visual learner.

(41)

Sebagai visual learner, anak mudah meniru perilaku positif dan negatif yang mereka tonton. Tindakan kekerasan yang

dilakukan oleh superhero (Yang nota bene adalah tokoh

pahlawan pembela kebenaran) dalam menyelesaikan masalah akan dengan mudah ditiru anak.

Pengaruh negatif dari kekerasan dalam film superhero ini antara lain: pertama, anak belajar bahwa dalam menyelesaikan suatu perselisihan atau konflik ia dapat menggunakan cara kekerasan (Singer, dll. 1999). Kedua, cara kekerasan yang ditiru oleh anak pada gilirannya dapat berpengaruh pada kurangnya

keterampilan bahasa anak, karena anak menjadi tidak biasa mengatakan masalahnya, dan yang justru ia lakukan ialah langsung mengambil tindakan kekerasan seperti yang dilakukan oleh tokoh yang ia kagumi, Kostelnik, Whiren

&

Stein, Rogers

&

(42)

C. T. Ramey dan LR. Ourth (dalam Gunarsa, 1

menjelaskan bahwa peniruan oleh anak ini dapat terjadi karena model menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

1. Model memperlihatkan kelebihan dan kekuatan, misalnya seorang guru sekolah, tanpa ada perbedaan mengenai jenis kelaminnya.

2. Tingkah laku model telah jelas terbukti memberikan kepuasan (hadiah, kehormatan, kehebatan, dan kemenangan).

3. Ada hubungan yang hangat antara model dengan anak.

Bandura, Ross dan Ross (dalam Gunarsa, 1997)

mengemukakan empat komponen belajar dengan mengamati, yaitu:

(43)

2. Pencaman. Yakni adanya kemampuan untuk mencamkan atau mengingat perilaku yang dilihatnya secara simbolis. Obyek yang diamati menimbulkan rangsang visual di samping juga rangsang verbal.

3. Reproduksi motorik. Kemampuan-kemampuan motorik dalam batas tertentu harus sudah ada atau sudah

berkembang. Yang dititk beratkan adalah pola-pola gerakan motoriknya tetapi misalnya bukan kekuatannya, karena hal ini tergantung dari struktur tubuh dan latihan-latihan yang diperolehnya.

4. Ulangan penguatan dan motivasi. Timbulnya keinginan untuk meniru tingkah laku model, karena dengan meniru ia akan memperoleh sesuatu. Apakah penampilan tingkah laku ini akan diperlihatkan terus sebagai sebagian

(44)

2.3

Fase Kanak-kanak

2.3.1 Ciri dan Fungsi Emosi serta Kognitif Masa Kanak-kanak

Dalam tulisan ini, yang dimaksud dengan anak adalah individu yang berada pada masa kanak-kanak. Hurlock (1992)

menyatakan bahwa masa kanak-kanak dimulai setelah

melewati masa bayi yang masih penuh dengan ketergantungan, yakni kira-kira usia 2 tahun sampai saat anak matang secara seksual, kira-kira 13 tahun untuk perempuan dan 14 tahun untuk laki-laki. Jadi masa kanak-kanak adalah masa diantara masa bayi dan masa remaja.

Ada beberapa ciri yang menandai masa kanak-kanak ini, antara lain:

(45)

dan belajar melalui observasi. Selanjutnya, Monks, dkk. (1989) membedakan antara imitasi dan identifikasi. lmitasi lebih berhubungan dengan menirukan secara mentah-mentah sedangkan identifikasi menirukan hal-hal yang lebih esensial seperti sifat-sifat kepribadian orang lain.

2) Bermain; bermain adalah ciri khas anak-anak. Hurlock (1992) mengemukakan tentang pola bermain pada masa kanak-kanak ini, antara lain: bermain dengan mainan, dramatisasi, konstruksi, dan lain-lain. Dengan bermain, anak mendapatkan kesempatan untuk eksplorasi terhadap lingkungannya, bersosialisasi dengan teman, meningkatkan daya imajinasi anak, meningkatkan kreativitas anak, dan lain-lain.

Dalam bermain anak belajar menggunakan semua fungsi kejiwaan dan fungsi jasma·niah dengan suasana hati

(46)

Piaget (dalam Benson & Grove, 2000), melihat bermain sebagai kegiatan penyesuaian diri yang terutama melibatkan proses asimilasi. Melalui proses ini anak berusaha mencocokkan dunia nyata dengan keinginan dan pengalamannya sendiri. Piaget menekankan bahwa bermain dilakukan anak untuk

kesenangannya sendiri. "Anak meniru tingkah laku bukan sebagai usaha untuk belajar atau menyelidiki, melainkan semata-mata untuk memperoleh kesenangan melalui keberhasilannya meniru".

Piaget (dalam Benson & Grove, 2000) mengemukakan tiga tingkatan dalam bermain, yaitu:

1) Bermain penguasaan atau berlatih bermain, karena merupakan pengulangan tingkah laku.

2) Bermain simbolik atau bermain pura-pura, karena melibatkan khayalan, bermain peran, dan penggunaan symbol.

(47)

Kemampuan untuk menggunakan aturan itu penting dalam proses belajar karena bisa melatih anak untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah.

Selama masa kanak-kanak emosi sangat kuat. Saat ini

merupakan saat ketidak seimbangan karena anak-anak "keluar dari fokus," dalam arti bahwa ia mudah terbawa

ledakan-ledakan emosional sehingga sulit dibimbing dan diarahkan. Pola emosi yang umum pada masa kanak-kanak, antara lain:

amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang.

Ungkapan emosi pada awal masa kanak-kanak berbeda

dengan masa akhir kanak-kanak dalam dua hal. Pertama, jenis situasi yang membangkitkan emosi dan kedua, bentuk

(48)

Menurut Robert Sears (dalam Gunarsa, 1997) pada tahap ini hal lain yang penting adalah identifikasi. ldentifikasi ini dimulai pada anak sekitar umur tiga tahun. Corak hubungan antara anak dengan ibunya akan mempengaruhi proses identifikasi. Pada umur empat tahun anak laki-laki memindahkan

identifikasinya terhadap tokoh ayah, sementara anak-anak perempuan meneruskannya terhadap ibunya. Anak mulai menyadari perbedaan jenis kelamin, identifikasi dengan jenis kelamin yang sama dan mulai mengadakan sosialisasi melalui permainan-permainan.

(49)

2.4

Kerangka Berfikir

Televisi adalah merupakan bagian dari perlengkapan rumah yang kerap kali dicerca namun sering pula dicintai secara berlebihan. Dalam hal ini televisi amat besar pengaruhnya terhadap anak. Adalah suatu hal yang tidak dapat disangkal, bahwa acara-acara yang disuguhkan di televisi sangat mempelajarai perkembangan anak. Televisi

merangsang anak untuk mempelajari hal-hal yang baru. Merangsang anak untuk selalu berfikir dan ber:tanya, semua ini dengan sendirinya akan memperkaya kehidupan intelektualnya. Lewat televisi, anak juga dapat mempelajari tingkah laku yang baik seperti belajar mengenal dan menerapkan berbagai norma. Akan tetapi, di samping itu pula tingkah laku yang negatif dapat diperoleh dari menonton televisi (Sobur, 1985).

Dalam banyak penelitian, televisi·adalah benda yang sangat

(50)

adalah sesuatu yang menakutkan bagi anak-anaknya, karena anak belum bisa membedakan antara fantasi dan realita.

Memang, bila kita perhatikan lebih lanjut tidak semua bagian dalam film-film superhero memberi dampak negatif pada anak, karena banyak pesan positif yang secara tidak langsung disampaikan lewat film-film itu dan pesan-pesan itu bisa membantu perkembangan sosialisasi anak, pesan positif itu dapat dilihat dari; sang tokoh

protagonis yang selalu menolong orang lain, mencintai semua orang, baik hati, dan selalu membela kebenaran. Anak dapat diarahkan untuk mempunyai banyak teman dia ha·rus berbuat baik kepada orang lain, suka menolong, dan membela yang benar, seperti yang dilakukan oleh sang "tokoh" didalam cerita film itu.

(51)

2.5

Hipotesa Penelitian

Ho

:

Tidak ada pengaruh film superhero terhadap pemecahan masalah anak SD.

H1 : Ada pengaruh film superhero terhadap pemecahan masalah

(52)
(53)

-Dalam sebuah penelitian, metodologi memainkan peran yang penting dalam mengarahkan penelitian kepada data yang akan dicari. Metodologi adalah model yang mencakup prinsip-prinsip teoritis maupun kerangka pandang yang menjadi pedoman mengenai bagaimana riset akan dilaksanakan dalam konteks paradigma tertentu. Jadi, metodologi penelitian adalah metode atau teknik yang berisi standar dan prinsip-pr1nsip yang digunakan sebagai pedoman penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari hubungan "kausal" antara film superhero dengan pemecahan masatah dalam

bersosialisasi pada anak. Oteh karena itu digunakan metodologi yang sesuai dengan tujuan dari penelitian ini. Dalam "penelitian ini metodologi yang

digunakan adalah metodologi kuantitatif berupa eksperimen (Rabitha, 2004).

3.1

Subyek Penelitian

(54)

Pembangunan sebanyak 300 siswa, dengan pembagian 168 siswa laki-laki dan 132 siswa perempuan. Dari populasi tersebut diambil sampel sebanyak 30 orang, yang dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

3.2

Teknik Pengambilan Sampel

Tujuan dari berbagai teknik pengambilan sampel itu adalah untuk mendapatkan sampel yang paling mencerminkan populasinya, atau secara teknik disebut sampel yang paling representatif. Hal ini sangat penting untuk dilakukan agar proses generalisasi dari sampel ke

populasi tidak mendapatkan kekeliruan yang besar (Suryabrata, 1983).

Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel dibantu oleh dewan guru sekolah yang bersangkutan, dan menggunakan teknik

randomized sampling, yaitu metode pemilihan ukuran sampel dari

(55)

Teknik random yang digunakan adalah kluster, Vockell (dalam Sevilla

& Ochave, 1993) menjelaskan ba.hwa yang disebut pengambilan sampel secara kluster apabila kita menyeleksi anggota sampel dalam kelompok dan bukan menyeleksi individu-individu secara terpisah. Populasi yang ada di sekolah ini adalah kelas 5 SD dan terbagi ke dalam 6 kelas, peneliti mengacak ke-6 kelas tersebut untuk

selanjutnya menjadi sampel dalam penelitian ini. Dari 1 kelas yang terpilih sampel diacak dengan teknik fishbowl, untuk selanjutnya di bagi ke dalam 2 kelompok yaitu: kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

3.3

Variabel-variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Film superhero. Definisi operasional dari film superhero adalah film yang

(56)

3.3.2 Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pemecahan masalah dalam bersosialisasi pada anak. Definisi operasional dari

pemecahan masalah dalam bersosialisasi pada anak adalah cara anak memecahkan masalah-masalahnya dalam sosialisasi yaitu meliputi kesulitan berhubungan dengan guru, beradaptasi dengan peraturan, berkomunikasi dengan teman, dan sulit untuk mengembangkan diri sendiri. Dari semua penyebab di atas dapat dilihat gejala antara lain: nilai anak turun, anak suka berkelahi, anak males masuk sekolah, dan kurang mandiri.

Cara mengukur DV: Subyek diberikan soal seputar cara dan bagimana dia mengambil keputusan dalam situasi sosial kemudian dia menjawab pertanyaan yang telah tersedia sebanyak 41 item yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya.

3.4

Variabel Kontrol (Extraneuos Variable)

(57)

Dari beberapa variabel ekstra di atas peneliti mengontrolnya dengan cara, yaitu:

1) Randomisasi dilakukan dengan maksud untuk mengontrol pengalaman siswa dengan film yang akan dijadikan treatment, tingkat intelegensi, dan emosi siswa dengan menganggap perbedaan individu yang terdapat pada masing-masing kelompok sudah tersebar merata.

2) Konstansi dilakukan untuk mengontrol situasi eksperimen, dimana kelompok kontrol 9kan menerima hal sama dengan yang diterima oleh kelompok eksperimen yaitu berupa tes yang sama.

3) lnstruksi yang konstan pada masing-masing kelompok

(58)

3.5

Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan skala pemecahan masalah yang mengukur kemampuan memecahkan masalah dalam bersosialisasi pada anak SD yang dibuat oleh peneliti dan mengacu pada teori masalah Levine (1988), yakni kemampuan memecahkan masalah adalah kemampuan individu

dalam memecahkan masalah secara efektif, mengenai sasaran, dan " memiliki efek sekecil mungkin bagi individu itu sendiri, orang lain

maupun obyek lain. Masalah yang difokuskan pada skala ini adalah masalah-masalah yang lebih banyak melibatkan emosi kehidupan sehari-hari anak baik di dalam maupun di luar sekolah.

(59)

reliabilitasnya, di samping itu peneliti juga ingin melihat kelayakan intrumen ini untuk subyek.

Pilot study ini dilakukan di ruang Audio Visual Madrasah

Pembangunan UIN Jakarta, dan dilaksanakan pada hari sabtu 24 Juli 2004 pukul 09.00 sampai dengan 10.15 WIB. Dalam skala ini subyek diminta untuk merespon item pemecahan masalah dalam bersosialisasi pada anak SD yang ada dengan memilih jawaban yang menurutnya paling sesuai dengan model pernyataan tertutup. Peneliti membuat pernyataan tertutup dengan alasan untuk membuat sesederhana mungkin subyek cjalam berfikir dan dapat memudahkan subyek dalam merespon, karena subyek yang diambil pada

penelitian ini adalah anak SD. Adapun aspek yang diteliti adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1: Blue Print Skala Sebelum Pilot Study

NO ASP EK INDIKATOR NOMORAITEM

1. Pemecahan 1) Sikap untuk Fav: 11, 21, 34, 49, 50,

Masalah menolong 72, 73

lnteraksi Un : 39, 40

Sosial 2) Kepedulian Fav : 42, 43, 59, 63 dengan orang lain Un : 36, 60, 64, 105 3) Kecenderungan Fav: 41, 61, 62, 67, 68,

bermain; dengan 71

teman atau sendiri Un : :f6, 47, 58, 69, 70,

[image:59.595.78.470.138.675.2]
(60)

108, 109

4)

lntensitas waktu Fav:

-bermain Un : 77

5) Kecenderungan Fav: 1,2, 13 untuk meniru Un : 6, 78 perilaku orang lain

6) Sikap penyesuaian Fav: 7, 9, 12, 24, 25, 48,

diri 101

Un : 4, 26, 44, 51, 100 7) Tingkat Fav: 3, 5, 15, 18, 75

kepercayaan diri Un : 8, 14, 16, 17, 19, 20, 23,27, 28, 29, 30, 37, 110

8) Sikap solidaritas Fav:65,66, 74, 102, 104 Un : 76, 96, 97, 98, 99, 103, 106, 107

9) Tingkat idealisasi Fav: 10, 22, 95

diri Un : 92, 93, 94

2.

Pemecahan 1) Tingkat Fav : 79, 80, 81, 88 Masalah komunikasi Un : 33, 35, 37 Sekolah de11ga11 guru

2) Sikap pe11yesuaia11 Fav: 52, 82, 83, 85 diri de11ga11 Un : 31, 32, 45, 55, 56, li11gkunga11 57,91

sekolah/kelas

3) Kecenderungan Fav: 53, 84, 86, 87, 89, mengikuti proses 90

belajar Un : 54

[image:60.595.42.461.88.517.2]

Adapun aspek yang diungkap setelah pilot study adalah sebagai berikut: Tabel 3.2: Blue Print Setelah Pilot Study

NO ASPEK INDIKATOR NOMORAITEM

1.

Pemecahan 1) Sikap untuk Fav: 11, 21, 34, 72

Masalah menolong Un

-lnteraksi 2) Kepedulian Fav: 63 Sosial dengan orang lain Un : 60, 64

(61)

bermain; dengan

Un

: 69, 70, 108 teman atau sendiri

4) Kecenderungan Fav: -untuk meniru

Un

:6 perilaku orang lain

.. 5) Sikap penyesuaian Fav; 7, 12, 48 diri

Un

: 26, 100

6) Tingkat Fav: 3, 5,

kepercayaan diri

Un

:17, 19, 27, 28, 30, 37, 110

7) Sikap solidaritas Fav: 65, 74, 102

Un

: 96 8) Tir1gkat idealisasi Fav: 22, 95

diri

Un

: 92,

2.

Pemecahan 1) Tingkat Fav: 80, 81

Masalah komunikasi

Un

-Sekolah dengan guru

2)

Sikap penyesuaian Fav: -diri dengan

Un

: 31, 91 lingkungan

sekolah/kelas

3) Kecenderungan Fav : 53, 84, 90 mengikuti proses

I

Un

: 54

be la jar

3.6

Rancangan Eksperirnen

Rancangan yang digunakan pada penelitian eksperimen ini adalah

randomized pretest-posttest control group design. Dengan

rancangan ini sudah ada kelompok kontrol, subjek dipilih secara random dan diobservasi dua kali (pretest dan posttest). Adapun

(62)

Tabel 3.3: Rancangan Eksperimen (Randomized

pretest-posttest control group disegn). (Robinson, Paul, 1981)

Kelompok Tes awal Perlakuan Tes akhir

Ra 01

x

02

Rb 03

-

04

Keterangan:

Ra = Random kelompok eksperimen

Rb

= Random kelompok kontrol

01 =Tes sebelum diberikan treatment (film superhero) 02 =Tes sesudah diberikan treatmen (film superhero)

X = Treatment atau perlakuan berupa film superhero yang

diperlihatkan pada kelompok eksperimen sebelum menjawab tes yang kedua

03 =Tes yang pertama

04 =Tes yang kedua dan bertujuan untuk melihat efektifitas film superhero

Hipotesis Statistik:

Ho : µ02 = µ04

Hl : µ02 ;e µ04

[image:62.595.91.471.154.523.2]
(63)

µ02 : Rerata akhir selisih skor antar pretest-posttest

kelompok eksperimen (gain score kelompok

eksperimen).

セlPT@ : Rerata akhir selisih skor antar pretest-posttest

kelompok kontrol (gain score kelompok kontrol). Untuk menguji hipotesa, peneliti menentukan taraf

signifikansi 0,05 two-tailed test.

3.7

Apparatus Penelitian

lnstrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Televisi berwarna

2) VCD player 3) Kasel VCD

4) Ruangan Audio Visual

(64)

3.8

Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini penulis mencoba memberikan urutan prosedur penelitian mulai dari persiapan, pelaksanaan penelitian, kontrol yang dilakukan pada variable yang harus dikontrol.

1) Pra Eksperimen

Awai pelaksanaan dari eksperimen ini adalah merumuskan masalah yang akan diteliti, setelah itu peneliti membuat kajian pustaka untuk melihat masalah tersebut dari sudut pandang teoritis. Setelah didapat teorinya kemudian menyusun alat penelitian yang didapat dari teri-teori. Setelah itu meminta surat izin try out dan penelitian dari pihak Fakultas Psikologi,

selanjutnya meminta izin kepada pihak sekolah untuk melakukan penelitian eksperimen.

2) Eksperimen

(65)

kelompok kontrol tidak diberikan treatment. Treatment yang diberikan berupa film superhero dan diberi sebanyak 3 kali, setelah pemberian treatment kedua kelompok diberi tes akhir. Berikut ini jadual lengkap penelitian eksperimen:

Tabel 3.4: Jadual Kegiatan Penelitian Eksperimen

ING

HARl/T ANGGAL JAM KEGIATAN KETERANGAN

NセM - - · ...

_

1. Rabu, 28/07/2004 11.35-13.35 Pretest Semua kelompok 2. Kamis, 29/07/2004 10.15-11.35 Treatment Kelompok

eksperimen 3. Jum'at, 30/07/2004 07.29-08.30 Treatment idem

4. Senin, 02/08/2004 07.30-08.50 Treatment idem 5. Selasa, 02/08/2004 07.00-08.35 Postles! Semua

kelompok

3) Post Eksperimen

Pada tahap ini hasil nilai dari pengisian skala dikumpulkan dan dibedakan sesuai kelompok masing-masing untuk selanjutnya dianalisa dan dibuat laporannya.

3.9

Metode Pengolahan Data

Dalam mengolah data ini peneliti menggunakan 2 program

[image:65.595.68.477.262.496.2]
(66)

Excel digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen pada tahap Pilot Study. Sedangkan SPSS versi 11.05 digunakan untuk mengolah instrumrn setelah pilot study dengan menggunakan

!-Test (Independent Samples !-Test dan Paired Samples !-Test).

1. Uji Validitas

Uji validitas menggunakan korelasi point biserial (Saifuddin Azwar, 1996), dengan rumus sebagai berikut:

rpb = [(Mi - Mt)/ st] {セHーャ@ q)]

Mi

=

Mean skor variabel interval bagi subjek yang mendapat skor 1 pada variabel dikotomi

Mt = Mean skor variabel interval bagi seluruh subjek st = Deviasi standar variabel interval bagi seluruh subjek p = Banyaknya skor 1 pada variabel dikotomi dibagi n q = 1-p

(67)

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas instrumen menggunakan rumus Kuder Richardson 20 (Saifuddin Azwar, 1996), dengan rumus sebagai berikut:

KR-20=

セ{j⦅iーHャMーIャ@

k-1 2

Sx .

k = Banyaknya item

p = lndeks kesukaran item s2x = Varians skor tes (x)

Dari uji reliabilitas ini ditemukan skor reliabilitas instrumen sebesar 0,914307351. Dengan demikian item-item tersebut memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi.

3. Analisa Data Akhir

(68)

Tes) menggunakan tarafsignifikansi a= 0,05 (Sudjana, 1996) dengan rumus sebagai berikut:

t = dengan

2 2

s

=

Cni-l)s, +Cn,-l)s,

ni+

n,-

2

t

=

perbedaan mean

X1 = Mean skor subyek kelompok I pada suatu dimensi trait X2

=

Mean skor subyek kelompok II pada dimensi trait yang sama n1 = jumlah subyek kelompok I

n2

=

jumlah subyek kelompok II

Sedangkan untuk selanjutnya peneliti ingin mengetahui lebih rinci dimana letak perbedaan dari kedua kelompok tersebut, untuk itu digunakan uji rata-rata; uji dua pihak (Paired Samples Test) menggunakan taraf signifikansi a= 0,05 (Sudjana, 1996) dengan

rumus sebagai berikut:

x

-

µ

"

t =

(69)
(70)

4.1

GAMBARAN UMUM RESPONDEN

Penelitian eksperimen ini dilakukan di Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jumlah populasi sebanyak 300 siswa; 168 siswa laki-laki dan 132 siswa perempuan. Dari keseluruhan populasi diambil sampel secara acak sebanyak 30 orang yang dibagi kedalam 2 kelompok yaitu 15 orang kelompok eksperimen dan 15 orang kelompok kontrol. Dideskripsikan kedalam label sebagai berikut:

Ta be I 4.1: Distribusi Responden Berdasarkan Jen is Kelamin dan

Usia

Latar Belakang Kel. Eksperimen Kel. Kontrol

Jenis Kelamin

Laki-laki 7 Siswa 8 Siswa

Perempuan 8 Siswa 7 Siswa

Umur

9 Tahun 6 Siswa 9 Siswa

10 Tahun

9

Siswa 6 Siawa [image:70.595.58.478.53.679.2]
(71)
[image:71.595.51.471.168.685.2]

Subyek dalam kelompok ini pun memiliki kegiatan di luar sekolah yang beragam, deskripsi dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2: Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Di luar Sekolah Jenis Kegiatan Kel. Eksperimen Kel. Kontrol

Les/ Kursus 10 Siswa 12 Siswa

Lainnya 5 Siswa 3 Siswa

Sedangkan Jenis film yang disukai subyek, dengan siapa subyek biasa nonton dan dari mana subyek tahu pertama kali tentang film superhero, dideskripsikan ke dalam tabel:

Tabel 4.3: Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Umum

Jenis Pertanyaan Kel. Eksperimen Kel. Kontrol Tahu dari mana Tentang Film

Superhero

1. Orang Tua 2 Siswa 10 Siswa

2. Teman 6 Siswa 2 Siswa

3. Lainnya 7 Siswa 3 Siswa

Film Superhero yang disukai

1. Spiderman 11 Siswa 10 Siswa

2. Batman 3 Siswa 4 Siswa

3. Lainnya 1 Siswa 1 Siswa

I

Dengan Siapa Biasa Nanton

I

1. Orang Tua 3 Siswa 5 Siswa

2. Kakak 4 Siswa 4 Siswa

3. Teman 2 Siswa 1 Siswa

(72)

Dari tebel di atas dapat diketahui bahwa kegiatan subyek selain sekolah pada kelompok eksperimen relatif sama dengan kegiatan subyek pada kelompok kontrol. Yang menarik adalah kecenderungan subyek untuk menonton film superhero tanpa ditemani baik oleh orang tuanya ataupun dengan kakaknya, kecenderungan itu bisa terjadi karena kebanyakan orang tua biasanya

memberi pengarahan kepada anak-anaknya di saat anak sedang asik-asiknya menonton dan itu bagi anak adalah mengganggu. Orang tua jarang sekali mau menunggu untuk berkomentar tentang film tersebut setelah film yang di tonton anak selesai, padahal setelah tayangan film itulah waktu yang tepat bagi orang tua untuk mengevaluasi dan mendiskusikan film yang anak tonton. Apa dampak positif dan dampak negatif yang akan anak tiru dari film tersebut. Peran orang tua sangat penting dalam mendampingi anak-anak mereka dalam menonton film yang banyak menyuguhkan adegan kekerasan.

(73)

dirinya hidup normal (tanpa menjadi spiderman) adalah hal yang diinginkan, karena dia dapat menyelesaikan kuliah dan bekerja untuk menjalani

kehidupan layaknya orang lain. Di lain sisi dengan menjadi manusia laba-laba banyak hal yang dapat dilakukan untuk membantu orang lain dan membela kebenaran. Hal tersebut juga menjdi keinginannya dan akhirnya dia bisa menjadi kedua-duanya, membela orang lain dan membela hak-hak pribadinya.

4.2

ANALISA DAT A

1. Penyebaran Nilai Responden

(74)

Tabet 4.4: Penyebaran Nilai Responden

Responden Pretest Posttest Responden Pretest Posttest

(X1) (X2) (X1) (X2)

1. 32 32 1. 14 17

2. 27 29 2. 19 19

3. 31 32 3. 30 31

4. 34 36 4. 32 33

5. 27 27 5. 19 18

6. 32 33 6. 29 30

7. 30 31 7. 29 29

8. 26 27 8. 28 28

9. 29 31 9. 25 27

10. 34 37 10. 27 27

11. 30 32 11. 31 32

12. 29 36 12. 25 24

13. 26 26 13. 33 32

14. 26 26 14. 32 31

15. 25 26 15. 34 23

TOTAL 438 461 407 401

Dari penyebaran nilai responden di alas nantinya akan dicari beberapa perbandingan antara lain:

[image:74.595.89.477.126.523.2]

1. Perbandingan Pretest-Posttest kelompok eksperimen dengan menggunakan rumus Paired Samples Test adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5: Hasil Perbandingan Pretest-Posttest Kelompok

Eksperimen

Kel. Eksperimen n Mean

SD

t p<.05
(75)

2.4

Kerangka Berfikir

Televisi adalah merupakan bagian dari perlengkapan rumah yang kerap kali dicerca namun sering pula dicintai secara berlebihan. Dalam hal ini televisi amat besar pengaruhnya terhadap anak. Adalah suatu ha! yang tidak dapat disangkal, bahwa acara-acara yang disuguhkan di televisi sangat mempelajarai perkembangan anak. Televisi

merangsang anak untuk mempelajari hal-hal yang baru. Merangsang anak untuk selalu berfikir dan ber:tanya, semua ini dengan sendirinya akan memperkaya kehidupan intelektualnya. Lewat televisi, anak juga dapat mempelajari tingkah laku yang baik seperti belajar mengenal dan menerapkan berbagai norma. Akan tetapi, di samping itu pula tingkah laku yang negatif dapat diperoleh dari menonton televisi (Sobur, 1985).

Dalam banyak penelitian, televisi.adalah benda yang sangat

(76)

Dari data tersebut diperoleh hasil yang signifikan yaitu t-hitung sebesar = 3.360 dan t-tabel sebesar = 2.14 (tanda minus dihilangkan karena memakai two tailed test) dengan demikian ada perbedaan antara pretest kelompok

eksperimen dengan posttest kelompok eksperimen.

[image:76.595.87.495.130.505.2]

2. Perbandingan Pretest-Posttest kelompok kontrol dengan menggunakan rumus Paired Samples Test adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6: Hasil Perbandingan Pretest-Posttest

Kelompok Kontrol

Kel. Kontrol n Mean

SD

t p< .05

Pretest 15 27,1333 5,81705 .491 .631 sig. (2 tailed)

Posttest 15 26,7333 5,35146

(77)

3. Perbandingan Pretest kelompok eksperimen-kelompok kontrol dengan menggunakan rumus Independent Samples Tes adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7: Hasil Perbandingan Pretest Kelompok

Eksperimen-Kelompok Kontrol

.. _"

Pretest n Mean

SD

t p< .05

Kel. Eksperimen 15 29,2000 2,98089 1,225 .231 sig. (2 tailed) Kel. Kontrol 15 27, 1333 5,81705

Analisa data untuk membandingkan pretest pada kelompok eksperimen dan pretest kelompok kontrol dengan

menggunakan analisa statistik Independent Samples Test dan diketahui t-hitung sebesar 1.225 dan t-tabel sebesar =

2.05.

[image:77.595.84.508.144.522.2]
(78)
[image:78.595.86.500.183.542.2]

Tabel 4.8: Hasil Perbandingan Posttest Kelompok

Eksperimen-kelompok Kontrol

Posttest n Mean

SD

t p< .05

Kel. Eksperimen 15 30,7333 3,80726 2,359 .026 sig. (2 tailed) Kel. Kontrol 15 26,7333 5,35146

Sedangkan perbandingan posttest kelompok eksperimen dan posttest kelompok kontrol memperoleh t-hitung sebesar = 2.359 dan I-label sebesar = 2.05 dengan demikian ada perbedaan yang signifikan antara posttest kelompok eksperimen dan posttest kelompok kontrol.

Untuk menjawab hipotesa statistik yang diajukan oleh

peneliti adalah hasil perbandingan antara posttest kelompok

eksperimen dengan posttest kelompok kontrol dan seperti yang telah kita ketahui bahwa nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel untuk itu penelitian ini menolak Ho, atau dengan kata lain ada pengaruh film superhero terhadap pemecahan masalah dalam bersosialisasi pada anak SD.

(79)

-2. Pengaruh Film Superhero Terhadap Pemecahan Masalah

dalam Bersosialisasi pada Anak

Setelah penyebaran nilai responden didapatkan, ternyata ada pengaruh film superhero terhadap pemecahan masalah pada anak, itu dilihat dari nilai t-hitung yang lebih besar dari t-tabel pada perbandingan pretest dan posttest kelompok eksperimen dan t-tabel tidak sama dengan t-hitung pada pretest dan posttest kelompok kontrol.

Sedangkan perbandingan pretest kelompok eksperimen dan pretest kelompok kontrol diperoleh t-hitung tidak sama dengan t-tabel dan perbandingan antara posttest kelompok eksperimen dan posttest kelompok kontrol diperoleh hasil t-hitung lebih besar dari !-label. Dengan demikian ada pengaruh film

superhero terhadap pemecahan masalah dalam bersosialisasi pada anak SD, atau hipotesa alternatif diterima.

(80)
(81)
(82)

5.1

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil analisa data di alas dengan menggunakan

Paired Samples Test dengan taraf signifikansi a= 0,05 untuk melihat

perbedaan pretest dan posttest pada masing-masing kelompok adalah T-hitung (3,360) > T-tabel (2, 14) untuk kelompok eksperimen, dan untuk kelompok kontrol T-hitung (0,491)< T-tabel (2,14).

Sedangkan untuk melihat perbedaan pretest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menggunakan analisa statistik Independent Samples Test dengan taraf signifikansi a= 0,05 T-hitung

(83)

membuat takjub anak seperti kemampuan tokoh protagonis yang dia atas orang lain, tetapi identifikasi anak tertuju pada hal-hal yang esensial seperti sifat, dan tingkah lakunya. Seperti yang dikemukakan oleh Monks, dkk. (1989) pada masa kanak-kanak ini, perilaku sangat dipengaruhi oleh modelnya, atau dengan kata lain anak belajar dari proses meniru.

5.2

DISKUSI

Berdasarkan hasil penelitian dan penghitungan dapat dilihat bahwa ada pengaruh film superhero terhadap pemecahan masalah dalam bersosialisasi pada anak. Bagi anak sosialisasi adalah sesuatu yang penting sebagai salah satu etape dalam perkembangannya,

sayangnya banyak anak yang tidak dapat menjalankan kehidupan sosialnya dengan mudah dan baik. Tidak sedikit masalah yang

dihadapi anak dalam kehidupan sosialnya mulai dari masalah dengan teman sebaya sampai kepada permasalahan disekolahnya.

(84)

malas masuk sekolah dan sulit untuk mengeksplorasi diri. Film ini mampu membangkitkan kepercayaan diri anak untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya tan pa merasa khawatir dan takut karena tidak kenal sebelumnya.

Dengan adanya penelitian ini maka ditemukan hal baru dalam menyalesaikan masalah yang dihadapi anak didalam masalah sosialisasinya yaitu dengan cara menonton film superhero. Hasil penelitian ini tidak sependapat dengan hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan diantaranya dari Beckham (1999), yang melihat sisi kekerasan pada televisi memberikan pengaruh negatif bagi anak, antara lain: perilaku agresif pada anak yang bisa menetap sampai ia dewasa, dan kurangnya keterampilan Problem Solving.

Singer, dll. (1999) mengatakan bahwa film superhero akan

(85)

masalahnya, dan yang justru ia lakukan adalah mengambil tindakan kekerasan seperti yang dilakukan oleh tokoh yang ia kagumi.

Penelitian ini juga sekaligus mendukung adanya hal positif dari Televisi yaitu bisa merangsang gelombang otak anak untuk terus beraktifitas, seperti dengan anak yang melakukan kegiatan lain seperti belajar, Dr.

Reginald Clark, pengajar dan konsultan California State University di Fullerton (dalam Yahya, & Suprayipto, 1999).

5.3

SARAN

Ada baiknya film-film yang sangat digemari anak ini diteliti lebih mendalam, bukan hanya sisi negatifnya saja yang diteliti tapi aspek positif dari film tersebut jug a harus kita perhatikan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya adalah:

1. Ruang Audio Visual yang lebih baik dengan fasilitas yang lengkap, seperti: tempat duduk yang rapi, sound yang bagus, dan dengan spesial efek agar film yang ditonton dapat terlihat seperti nyata. 2. Pemberian treatment yang lebih lama lagi, agar efek yang diberikan

(86)
(87)
(88)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Azwar, Saifuddin. 1996. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Benson, Nigel C, Grove Simon. 2000. Mengena! Psiko!ogi For Beginners.

Bandung: Penerbit Mizan.

Chaplin, J. P. 1999. Kamus Lengkap Psiko!ogi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Chen, Milton. Ph.D. 1996. Anak-anak & te!evisi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Davidoff, Linda L. 1981. Psikologi Sebagai Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Gunarsa, Singgih D. 1997. Dasardan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Hartoko, Didik Suryoto, V., Widjojo S. J. Subroto. F. 2000. Bunga Rampai Psiko!ogi, Seri Menyongsong Mil!enium Ke-3. Yogyakarta:

Universitas Sanata Darma Press.

Hurlock, Elizabeth. B. 1980. Psikologi Perkembangan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Kepner, Charles & Tregoe, Benjamin B. 1981. The New Rational Manager. New Jersey: Kepner-Tregoe Inc.

Kreitner, Robert. 1980. Management A Problem Solving Process. Baste Hougton Mifflin Co.

Levine, M. 1988. Effective Problem Solving. New Jersey: Printince Hall, Engle Wood Cliff.

(89)

Rita, L. Atkinson, Richjard, E. Smith, J. Bern. 1993. Pengantar Psiko/ogi

(edisi kesebelas). Batam: lnteraksara.

Sevilla, G, Consuelo. Ochave, A. Jesus. 1993. PengantarMetodo/ogi Penelitian. Jakarta: U I Press.

Siagian, Sondang. P. 1982. Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan.

Jakarta: Haji Masagung

Sobur, Alex. 1985. Komunikasi Orang Tua dan Anak. Bandung: Angkasa. Sudjana. 1996. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Suryabrata, Sumadi. 1983. Metodo/ogi Penelitian. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Yahya, Suprayipto, L.R. 1999. Kumpulan Artike/ Psikologi Anak. Jakarta: PT. lntisari Mediatama.

Yakan, Muna Haddad. 1990. Hati-hati terhadap Media yang Merusak Anak. Jakarta: Gema lnsani Press.

SKRIPSI

ldriyani, Natris. 2001. Perbedaan Kemampuan Memecahkan Masa/ah pada Remaja ditinjau dari tipe po/a asuh orang tua. Jakarta: Fakultas

Psikologi UIN Syarif Hidayatullah.

Rabitha. Daniel. 2004. Efek Metode Berbicara di Muka Cermin terhadaJ.; Self Confidence Berpidato di Muka Umum. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah.

(90)

Gambar

Tabel 3.1: Blue Print Skala Sebelum Pilot Study
Tabel 3.2: Blue Print Setelah Pilot Study
Tabel 3.3: Rancangan Eksperimen (Randomized pretest-
Tabel 3.4: Jadual Kegiatan Penelitian Eksperimen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kajian ini dapat disimpulkan, bahwa terdapat peningkatan tingkat Serum Amiloid A di pasien stenosis koroner dibandingkan dengan yang bukan stenosis.. Kata kunci :

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penderita presbiakusis periode Januari 2012–Desember 2014, yang berobat ke Klinik Gangguan Dengar dan Bicara Bagian Ilmu Kesehatan

Application Layer merupkan tempat aplikasi-aplikasi yang menggunakan TCP / IP stack berada, contohnya antara lain SMTP (Simple Mail Transfer Protokol) adalah

Melihat berbagai kondisi tersebut, Mahkamah Agung sebagai lembaga pengadilan tertinggi berinisiatif untuk mengambil langkah guna secara bertahap memastikan tidak ada

Harapan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keinginan atau sesuatu yang dianggap benar oleh masyarakat di Desa Simpang Agung, Kecamatan Seputih Agung,

Hasil analisis menunjukkan bahwa working capital turn over atau perputaran modal kerja pada tahun 2010 sebesar 11,62 kali dan pada tahun 2011sebesar12,65 mengalami

3.4 Memahami Sad Atatayi sebagai perbuatan yang harus dihindari dalam kehidupan 3.4.3 Mengidentifikasi Bagian-bagian Sad Atatayi.. 4.4 Menyajikan ceritera singkat perilaku

Kontribusi utama dalam artikel penelitian ini antara lain: melakukan implementasi model tele-auskultasi sinyal jantung untuk transmisi data dengan menggunakan jaringan luas