TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil
Oleh:
PRIHATINNI
07 0404 007
BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Analisis Sistem Pendistribusian Air Bersih pada Bangunan Bertingkat dengan Software EPANET 2.0”.
Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu:
1. Bapak Dr.Ir.A.Perwira Mulia, M.Sc selaku pembimbing I, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak Zaid Perdana, ST, MT selaku pembimbing II, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Bapak Muhammad Faisal, ST, MT, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.
8. Buat kedua orang tuaku, Ayahanda Suarman dan Ibunda Sariani yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, nasehat, kasih sayang dan telah mengorbankan materil serta do’a yang selalu mengiringi setiap langkahku. 9. Kakak dan abangku Cahyadi, Sendra Sistra, Wahana Diniyanti, Rahmat
Syahputra Lubis, Kartika Ariani, Waskito dan seluruh keluarga besar yang telah banyak membantu saya baik dalam hal dukungan moral maupun material.
10. Buat Nurma Rahmani Nasution (ncit), yang telah memberikan kasih sayang sehingga selalu membuatku tegar melangkah serta do’amu yang selalu mengiringi langkahku.
11. Buat Gina Cynthia R Hsb dan Imasari Hrp, yang banyak memberikan motivasi dan do’a dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
13. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas dukungannya yang sangat baik.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahamahan saya dalam hal ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Januari 2012
ABSTRAK
Sistem distribusi air bersih umumnya merupakan suatu jaringan perpipaan yang tersusun atas sistem pipa, pompa dan perlengkapan lainnya. Pendistribusian air bersih pada gedung-gedung bertingkat memerlukan suatu instalasi pendistribusian yang mampu memenuhi kebutuhan akan air bersih secara merata ke seluruh tempat pada gedung.
Dalam penulisan skripsi ini dirancang suatu pendistribusian air bersih pada gedung, dimana perancangan ini meliputi kebutuhan total air bersih, ukuran dan jenis pipa yang digunakan, reservoir, pompa, dan tangki air. Analisa yang digunakan dalam perancangan ini menggunakan perhitungan manual secara step by step dengan rumus Darcy-Weisbach dengan kajian pembanding software EPANET 2.0.
Perhitungan yang dilakukan merupakan analisa nilai head pada masing-masing pipa. Dimana kebutuhan air pada gedung adalah 15.000 liter per hari. Dimana nilai head didapat dari pengurangan head dengan kerugian head. Dengan elevasi gedung 15 meter dan pipa yang digunakan PVC dengan diamater 4 inci, 3 inci, 2 inci, 1½ inci, ¾ inci, ½ inci. Dan menganalisa jenis pompa sesuai spesifikasinya.
Hasil perhitungan manual dibandingkan dengan output EPANET 2.0 memiliki perbandingan head pada masing-masing pipa dengan jumlah 1,343 persen. Berdasarkan perhitungan maka didapat persen ralat rata-rata yaitu sebesar 0,096 persen. Maka hal ini menunjukkan bahwa pada perhitungan secara manual menggunakan rumus Darcy Weisbach dan EPANET 2.0 tidak jauh berbeda.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR NOTASI ... ix
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Maksud dan Tujuan ... 4
1.3. Ruang Lingkup ... 5
1.4. Metodologi Penelitian ... 5
1.5. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Metode Pendistribusian Air ... 10
2.1.1. Sistem Gravitasi ... 10
2.1.2. Sistem Pemompaan ... 10
2.1.3. Sistem gabungan keduanya ... 10
2.2. Kecepatan dan Kapasitas Aliran Fluida ... 11
2.3. Jenis Aliran Fluida ... 12
2.4. Energi dan Head ... 14
2.5. Kerugian Head ... 15
2.5.1. Kerugian Head Minor ... 16
2.5.2. Kerugian Head Mayor ... 17
2.6. Persamaan Bernoulli ... 21
2.7. Persamaan Empiris untuk Aliran di dalam Pipa ... 23
2.8. Sistem Perpipaan Ganda ... 24
2.8.1. Sistem Pipa Seri ... 24
2.8.2. Sistem Pipa Paralel ... 25
2.9. Dasar Perencanaan Pompa ... 26
2.9.1. Penentuan Kapasitas Pompa ... 29
BAB III PERANCANGAN PERPIPAAN PADA GEDUNG ... 11
3.1. Kondisi Gedung Perencanaan ... 11
3.2. Kondisi Sistem Perpipaan/Plumbing danPompa ... 11
3.3. Jumlah Pemakaian Air ... 38
3.3.1. Kebutuhan air bersih untuk Gedung Bertingkat ... 38
3.4. Kebutuhan Air Maksimm pada Gedung Bertingkat 3 (tiga) ... 40
BAB IV METODOLOGI ... 34
4.1. Pengolahan Data ... 34
4.2. Analisa Perhitungan ... 46
4.3. Perancangan Jaringan dengan Software EPANET 2.0 ... 47
4.3.1. Tahapan menggunakan EPANET 2.0 ... 48
4.3.2. Masukan Data (Input) ... 48
4.4. Proses Ekesekusi Program ... 58
4.5. Keluaran Data (Output) ... 60
4.6 Perbandingan Head ... 62
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
5.1. Pemilihan Jenis Pompa ... 41
5.2. Pemilihan Dimensi Pipa ... 66
5.3. Tangki Air Bersih ... 72
5.3.1. Reservoir ... 72
5.3.2. Tangki Air ... 73
BAB VI ANALISA PERANCANGAN DISTRIBUSI AIR DENGAN SOFTWARE EPANET 2.0 ... 74
6.1 Masukan Data (Input) ... 74
6.1.1. Node (Junction) ... 74
6.1.2. Pipa (pipe) ... 76
6.1.3. Pompa (pump) ... 79
6.1.4. Tangki Air (tank) ... 80
6.1.5. Reservoir ... 82
6.2 Proses Ekesekusi Program ... 83
6.3 Keluaran Data (Output) ... 84
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kecepatan Aliran Melalui Saluran Tertutup ... 11
Gambar 2.2 Kecepatan Melalui Saluran Terbuka ... 11
Gambar 2.3 Diagram Moody ... 17
Gambar 2.4 Ilustrasi Persamaan Bernoulli ... 22
Gambar 2.5 Pipa Yang Dihubungkan Secara Seri ... 24
Gambar 2.6 Pipa Yang Dihubungkan Secara Paralel... 25
Gambar 2.7 Tampilan EPANET ... 32
Gambar 3.1 Denah lantai I dan lantai II ... 37
Gambar 3.2 Denah lantai III dan Atap Bangunan ... 37
Gambar 3.3 Grafik estimasi pemakaian air ... 41
Gambar 4.1 Jaringan instalasi air dari pmpa ... 45
Gambar 4.2 Grafik Kurva Pompa ... 47
Gambar 4.3 Tampilan Map Options ... 49
Gambar 4.4 Tampilan Map Dimensions ... 50
Gambar 4.5 Tampilan Defaults ... 51
Gambar 4.6 Input Junction ... 52
Gambar 4.7 Input Pipa ... 54
Gambar 4.8 Input Reservoir ... 55
Gambar 4.9 Input pompa... 55
Gambar 4.10 Input kurva pompa ... 56
Gambar 4.11 Input tangki air ... 57
Gambar 4.12 Input kurva tangki air ... 58
Gambar 4.13 Contoh tabel hasil Run pada Link ... 59
Gambar 4.14 Pipe Headloss Formulas ... 61
Gambar 5. Pompa Air Jet Pump Grundfos (JDBasic 3)... 41
Gambar 5.2 Grafik Kurva Pompa ... 66
Gambar 6.1 Tampilan Input Junction ... 76
Gambar 6.2 Input Pipa ... 79
Gambar 6.3 Input pompa... 79
Gambar 6.4 Input kurva pompa ... 80
Gambar 6.5 Input Tangki Air ... 81
Gambar 6.6 Input kurva tangki air ... 81
Gambar 6.7 Input kurva tangki air ... 82
DAFTAR NOTASI
i kemiringan atau slope garis tengah D diameter pipaQ debit aliran
hf kehilangan energy akibat gesekan dalam pipa f koefisien gesek Darcy – Weisbach
L panjang pipa
g kecepatan gravitasi bumi A luas penampang aliran ρ massa jenis fluida
v kecepatan aliran fluida viskositas dinamik fluida W berat fluida
z beda ketinggian k koefisien kerugian
€ Equivalent Roughness
C Hazen – Williams Coefficient
h tinggi head
Re Bilangan Reynolds viskositas zat cair
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai koefisien kerugian untuk beberapa kelengkapan pipa ... 16
Tabel 2.2 Nilai kekasaran dinding untuk berbagai pipa komersil ... 18
Tabel 2.3 Koefisien kekasaran pipa Hazen – Williams ... 20
Tabel 3.1 Rata-rata kebutuhan air per orang per hari ... 38
Tabel 3.2 Estimasi pemakaian air per hari ... 40
Tabel 3.3 Pemakaian air pada periode I (00.00-08.00) WIB ... 40
Tabel 3.4 Pemakaian air pada periode II (08.00-16.00) WIB ... 40
Tabel 3.5 Pemakaian air pada periode III (16.00-24.00) WIB... 41
Tabel 3.6 Pemakaian air pada setiap periode ... 41
Tabel 4.1 Data Volume Tangki Air ... 57
Tabel 5.1 Data Karakteristik Pompa ... 64
Tabel 5.2 Koefisien Minor Headloss ... 64
Tabel 5.3 Kapasitas dan Head Pompa ... 65
Tabel 5.4 Nilai koefisien gesek pipa ... 68
Tabel 5.5 Total Head pada Pipa Lantai I... 70
Tabel 5.6 Total Head pada Pipa Lantai II ... 70
Tabel 5.7 Total Head pada Pipa Lantai III ... 71
Tabel 6.1 Input Elevation Junction ... 74
Tabel 6.2 Input Base Demand Junction ... 75
Tabel 6.3 Input Panjang Pipa ... 77
Tabel 6.4 Input Diameter Pipa ... 78
Tabel 6.5 Nilai head output EPANET... 84
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Manusia membutuhkan air dalam kuantitas dan kualitas tertentu dalam melakukan aktivitas dan menopang kehidupannya. Di beberapa daerah, meningkatnya kebutuhan akan air bersih tidak diikuti dengan peningkatan kapasitas jaringan, penyediaan, dan pelayanan air dengan baik. Hal tersebut telah menimbulkan suatu kesulitan di mana air bersih yang tersedia tidak cukup bagi manusia yang membutuhkannya.
Salah satu pusat aktivitas manusia yang membutuhkan banyak air untuk menjalankan kegiatannya adalah gedung. Dalam suatu gedung, manusia menggunakan air untuk minum, memasak, dan untuk kebutuhan di kamar mandi. Air bersih yang dibutuhkan pada suatu gedung bergantung pada jumlah orang yang melakukan aktivitas di dalamnya.
Pendistribusian air bersih pada gedung-gedung bertingkat memerlukan suatu instalasi pendistribusian yang mampu memenuhi kebutuhan akan air bersih secara merata ke seluruh tempat pada gedung. Perbedaan tinggi tiap lantai gedung dari permukaan tanah pada gedung bertingkat tidak sama, ini menyebabkan besar tekanan air bersih yang keluar dari alat plumbing pada tiap lantai tidak sama. Untuk menghasilkan tekanan dan debit air yang optimal dibutuhkan perancangan instalasi yang baik.
terhadap sistem penyediaan air bersih yang ada sekarang ini, terutama sistem jaringan pipa distribusinya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kendala-kendala yang mungkin terjadi pada jaringan pipa distribusi sehingga hal tersebut menyebabkan ketidaklancaran pendistribusian air bersih ke tiap lantai. Pasokan air ke konsumen umumnya dilakukan melalui jaringan pipa distribusi air yang biasanya sangat kompleks dalam suatu gedung.
Sistem distribusi air bersih umumnya merupakan suatu jaringan perpipaan yang tersusun atas sistem pipa, pompa dan perlengkapan lainnya. Kompleksitas dari jaringan perpipaan ini menghadirkan masalah dalam distribusi debit dan tekanan yang berkaitan dengan kriteria hidrolis yang harus terpenuhi dalam sistem pengaliran air bersih.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut diperlukan suatu model sistem jaringan pipa distribusi air yang melibatkan pengetahuan yang menyangkut persamaan-persamaan dalam hidrolika saluran tertutup. Persamaan dasar yang terkait dengan hidrolika ini adalah persamaan kontinuitas dan kekekalan energi. Di samping itu diperlukan juga persamaan lain, yaitu persamaan kehilangan tekanan (headloss).
Dengan menggabungkan persamaan-persamaan tersebut dapat dibangun suatu sistem persamaan yang menggambarkan sistem jaringan pipa distribusi air bersih.
sistem pendistribusian air pada gedung bertingkat 3 (tiga) membutuhkan koreksi dan ketelitian dalam perencanaannya, agar kontinuitas kebutuhan air setiap lantai dapat terpenuhi. Untuk mempermudah perencanaan instalasi plumbing, penulis menggunakan software EPANET 2.0.
Penulis tertarik meggunakan software EPANET 2.0 karena dengan software ini, dapat mempermudah penulis untuk menghitung debit, kapasitas aliran, kehilangan tekanan (headloss), dan kecepatan aliran. Perhitungan distribusi air menggunakan
software EPANET 2.0 dapat dilakukan dengan lebih cepat, mudah, dan akurat dibandingkan dengan melakukan perhitungan step by step secara manual.
1.2. Maksud dan Tujuan Maksud
Maksud dari tugas akhir ini adalah untuk menganalisis sistem pendistribusian air bersih pada bangunan bertingkat 3 (tiga). Analisis dilakukan dengan melihat jumlah debit aliran, tekanan, dan headloss, dari hasil perhitungan step by step dengan analisis hydraulic dan hasil perhitungan dari software EPANET 2.0.
Tujuan
Tujuan penyusunan tugas akhir ini yaitu:
a. Penerapan ilmu hidrolika khususnya mengenai saluran tertutup untuk jaringan air pada gedung bertingkat.
b. Menentukan kapasitas kebutuhan dalam suatu gedung sesuai dengan fungsinya.
c. Menentukan jenis pompa yang mampu memenuhi kebutuhan pemakaian air.
d. Dapat mengontrol nilai head perhitungan manual dengan bantuan software
1.3. Ruang Lingkup
Pada tugas akhir ini penulis akan membahas mengenai analisis pendistribusian air bersih pada bangunan bertingkat 3 (tiga). Ruang lingkup yang akan dibahas pada tugas akhir ini, yaitu:
1. Menghitung kebutuhan debit air.
2. Menghitung kebutuhan tekanan aliran air bersih pada tiap lantai. 3. Menghitung headloss yang terjadi pada tiap pipa.
4. Menganalisis pompa yang dibutuhkan pada pendistribusian air bersih.
5. Pemodelan jaringan distribusi air bersih dengan menggunakan software EPANET 2.0.
1.4. Metodologi Penelitian
Dalam menganalisis hasil studi ini maka penulis mencari bahan-bahan dan data-data yang diperlukan melalui:
1. Mengumpulkan literatur dari beberapa buku yang berkaitan dengan air bersih dan perpipaan.
2. Mengumpulkan data-data yang diperlukan terdiri dari: a. Data Primer
Merupakan data kondisi jaringan dan aliran air bersih yang direncanakan. Data primer yang dibutuhkan antara lain:
- Peta jaringan pipa air bersih
- Ukuran dan jenis pipa yang digunakan - Volume reservoir
b. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari perencanaan bangunan bertingkat 3 (tiga). Data sekunder ini meliputi:
- Denah bangunan - Potongan bangunan
- Jumlah karyawan, dan lain-lain. 3. Pengolahan Data
Untuk pengolahan data dalam tugas akhir ini, hasil perencanaan akan dimasukkan dalam analisis hidraulik dengan menggunakan software EPANET 2.0. Secara umum tahapan dalam analisis jaringan pipa memakai formula Hazen - Williams, Darcy - Weisbach, dan Chezy - Manning, yang juga digunakan dalam EPANET2.0.
a. Hazen – Williams
Persamaan Hazen – Williams dapat ditulis sebagai:
Q = CuCHWd 2.63
i0.54 ... (1.1) Dengan Cu= 0.2785, atau persamaan dapat ditulis sebagai:
Q = 0.2785CHWd 2.63
i0.54 ... (1.2) dengan,
CHW : koefisien Hazen - Williams. Harga CHWberkisar antara 110 hingga 140 untuk pipa normal dan baru. Untuk pipa yang sudah kropos (tuberculoted), harga CHWturun mencapai 90 atau 80 atau bahkan 50 untuk pipa baja dengan lapisan. Satuan CHW = m0.37/s.
D : diameter pipa
Q : debit aliran
Kehilangan energi berdasarkan persamaan Hazen – Williams dapat ditulis dalam satuan matrik sebagai:
... (1.3)
b. Persamaan Darcy – Weisbach Dengan rumus Chezy:
V = C √ ... (1.4)
Dengan S = hf /L, R = d /4 untuk pipa dan nilai C =√ ⁄ , maka dapat menghasilkan persamaan:
...(1.5)
dimana, hf = kehilangan energi akibat gesekan dalam pipa,
f = koefisien gesek Darcy – Weisbach (nilai harga f bergantung pada nilai Re), L = panjang pipa, d = diameter dalam pipa,
V = kecepatan rata-rata aliran dalam pipa, g = kecepatan gravitasi bumi.
Kehilangan energi berdasarkan persamaan Darcy - Weisbach dapat ditulis dalam satuan matrik sebagai:
c. Penggunaan software EPANET 2.0.
Langkah penggunaan software EPANET 2.0 dengan menggambar jaringan pipa, memasukkan jenis pipa yang digunakan, dan parameter-parameter lain (seperti volume reservoir, head pompa, jari-jari elbow dan lain-lain). Selanjutnya kita melakukan eksekusi pada software dan software akan melakukan analisis data-data yang di-input dan menghasilkan parameter-parameter yang diinginkan antara lain debit, tekanan aliran air, headloss yang terjadi, analisis pompa yang dibutuhkan, dll.
1.5. Sistematika Penulisan 1. Pendahuluan
Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup pembahasan dan metodologi penulisan.
2. Tinjauan Pustaka
Merupakan penguraian berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian. Di dalamnya meliputi tentang air bersih, perpipaan, dan perhitungan sistem jaringan pipa.
3. Gambaran Objek Studi
Merupakan deskripsi dari kondisi fisik bangunan yang direncanakan, meliputi instalasi/sistem plumbing. Dalam hal ini akan diuraikan mengenai jumlah karyawan dan debit yang dibutuhkan untuk menjalankan aktivitasnya.
4. Metodologi Penelitian
Merupakan penguraian mengenai instalasi pipa air bersih dan perhitungan debit air yang dikeluarkan, serta jenis perpipaan yang digunakan.
5. Hasil dan Pembahasan
Memaparkan analisis dan hasil yang diperoleh dari evaluasi jaringan distribusi pipa air bersih, dengan software EPANET 2.0.
6. Kesimpulan dan Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metode Pendistribusian Air
Di dalam pendistribusian air diperlukan suatu metode pendistribusian agar air dapat mengalir dari sumber air ke semua pemakai air. Adapun metode pendistribusian air terdiri dari tiga tipe sistem yaitu Sistem Gravitasi, Sistem Pemompaan, dan Sistem Gabungan.
2.1.1. Sistem Gravitasi
Metode pendistribusian dengan sistem gravitasi bergantung pada topografi sumber daya air yang ada dan daerah pendistribusiannya. Biasanya sumber air ditempatkan pada daerah yang lebih tinggi dari daerah distribusinya, agar air yang didistribusikan dapat mengalir dengan sendirinya tanpa pompa. Adapun keuntungan dengan sistem ini yaitu energi yang dipakai tidak membutuhkan biaya dan sistem pemeliharaannya murah.
2.1.2. Sistem Pemompaan
Metode ini menggunakan pompa dalam mendistribusikan air menuju lokasi pemakaian air. Pompa langsung dihubungkan dengan pipa yang menangani pendistribusian. Dalam pengoperasiannya pompa terjadwal untuk beroperasi sehingga dapat menghemat pemakaian energi. Keuntungan dari metode ini yaitu tekanan pada daerah distribusi dapat terjaga.
2.1.3. Sistem gabungan keduanya
2.2. Kecepatan dan Kapasitas Aliran Fluida
Penentuan kecepatan di sejumlah titik pada suatu penampang memungkinkan untuk membantu dalam menentukan besarnya kapasitas aliran sehingga pengukuran kecepatan merupakan fase yang sangat penting dalam menganalisa suatu aliran
fluida. Kecepatan dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap waktu yang dibutuhkan suatu partikel untuk bergerak sepanjang jarak yang telah ditentukan.
Besarnya kecepatan aliran fluida pada suatu pipa mendekati nol pada dinding pipa dan mencapai maksimum pada tengah-tengah pipa seperti terlihat pada Gambar 2.1. Kecepatan dipengaruhi oleh penampang aliran. Bentuk kecepatan yang digunakan pada aliran fluida umumnya menunjukkan kecepatan yang sebenarnya jika tidak ada keterangan lain yang disebutkan.
Gambar 2.1Kecepatan Aliran Melalui Saluran Tertutup
Gambar 2.2Kecepatan Melalui Saluran Terbuka
Kapasitas aliran (Q) untuk fluida yang inkompresibel (Ihwanda,2000). yaitu:
Q = A . v ... (2.1)
Di mana: Q = laju aliran volume (m3/s), A = luas penampang aliran (m2), v = kecepatan aliran fluida (m/s)
Untuk nilai kecepatan searah gaya gravitasi, maka kecepatan dihitung berdasarkan
tinggi jatuh air atau √ , maka diperoleh persamaan:
√ � ... (2.2)
Laju aliran berat fluida (W) dirumuskan sebagai:
W = γ . A . v ... (2.3)
Di mana: W = laju aliran berat fluida (N/s),γ = berat jenis fluida (N/m3) Laju aliran massa (M) dinyatakan sebagai:
M = ρ . A . v ... (2.4)
Di mana: M = laju aliran massa fluida (kg/s),ρ = massa jenis fluida (kg/m3)
2.3. Jenis Aliran Fluida
Aliran fluida dapat dibedakan atas 3 jenis yaitu aliran laminar, aliran transisi, dan aliran turbulen. Jenis aliran ini didapat dari hasil eksperimen yang dilakukan oleh Osborne Reynold tahun 1883 yang mengklasifikasikan aliran menjadi 3 jenis. Jika air mengalir melalui sebuah pipa berdiameter d dengan kecepatan rata-rata V maka dapat diketahui jenis aliran yang terjadi. Berdasarkan eksperimen tersebut maka didapatkan bilangan Reynold di mana bilangan ini tergantung pada kecepatan fluida, kerapatan, viskositas, dan diameter.
tiap partikel fluida bergerak mengikuti lintasan sembarang di sepanjang pipa dan hanya gerakan rata-rata saja yang mengikuti sumbu pipa. Aliran ini terjadi apabila kecepatan besar dan kekentalan zat cair kecil.
Bilangan Reynold (Re) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: ... (2.5) Di mana: ρ = massa jenis fluida (kg/m3), d = diameter pipa (m), V = kecepatan aliran
fluida (m/s), μ = viskositas dinamik fluida (Pa.s)
Karena viskositas dinamik dibagi dengan massa jenis fluida merupakan viskositas kinematik (v) maka bilangan Reynold dapat juga dinyatakan:
v sehingga
v d.V Re
... (2.6)
Nilai viskositas kinematik air (Setiawan,2008) pada temperatur standard (27ºC) adalah m²/s.
Berdasarkan percobaan aliran di dalam pipa, Reynolds menetapkan bahwa untuk angka Reynolds di bawah 2000, gangguan aliran dapat diredam oleh kekentalan zat cair maka disebut aliran laminar. Aliran akan menjadi turbulen apabila angka Reynolds lebih besar dari 4000. Apabila angka Reynolds berada di antara kedua nilai tersebut (2000 < Re < 4000) disebut aliran transisi. Angka Reynolds pada kedua nilai di atas (Re = 2000 dan Re = 4000) disebut dengan batas kritis bawah dan atas.
.d.V2.4. Energi dan Head
Energi biasanya didenefisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja. Kerja merupakan hasil pemanfaatan tenaga yang dimiliki secara langsung pada suatu jarak tertentu. Energi dan kerja dinyatakan dalam satuan N.m (Joule).
Setiap fluida yang sedang bergerak selalu mempunyai energi. Dalam menganalisa masalah aliran fluida yang harus dipertimbangkan adalah mengenai energi potensial, energi kinetik dan energi tekanan.
Energi potensial menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu aliran fluida
karena adanya perbedaan ketinggian yang dimiliki fluida dengan tempat jatuhnya. Energi potensial (Ep) (Ihwanda,2000) dirumuskan sebagai:
Ep = W . z ... (2.7) Di mana: W = berat fluida (N), z = beda ketinggian (m)
Energi kinetik menunjukkan energi yang dimiliki oleh fluida karena pengaruh kecepatan yang dimilikinya. Energi kinetik dirumuskan sebagai:
... (2.8)
Di mana: m = massa fluida (kg), v = kecepatan aliran fluida (m/s2)
jika:
...
(2.9)maka: ... (2.10)
Besarnya energi yang disebabkan tekanan (Ef) dirumuskan sebagai:
Ef = p . A . L ... (2.11) Di mana: p = tekanan fluida (N/m2), A = luas penampang aliran (m2), L = panjang pipa (m)
Besarnya energi tekanan menurut dapat juga dirumuskan sebagai berikut:
... (2.12) Di mana: γ = berat jenis fluida (N/m3), W = berat fluida (N)
Total energi yang terjadi merupakan penjumlahan dari ketiga macam energi diatas dirumuskan sebagai:
... (2.13)
Persamaan ini dapat dimodifikasi untuk menyatakan total energi dengan head
(H) dengan membagi masing-masing variabel di sebelah kanan persamaan dengan W
(berat fluida) dirumuskan sebagai:
... (2.14)
Dengan: z = head elevasi (m),
= head kecepatan (m), = head tekanan (m)
2.5. Kerugian Head
Kerugian head adalah merupakan kerugian energi dan setiap fluida yang mengalir melalui saluran pipa, total energi yang dimiliki cenderung menurun pada arah aliran kapasitas. Kerugian head umumnya terdiri dari dua tipe yaitu Kerugian
Head Minor dan Kerugian Head Mayor.
2.5.1. Kerugian Head Minor
Pada suatu jalur pipa terjadi kerugian karena kelengkapan pipa seperti belokan, siku, sambungan, katup dan sebagainya yang disebut dengan kerugian kecil (minor losses).
Besarnya kerugian minor akibat adanya kelengkapan pipa dirumuskan (Ram S. Gupta,1989) sebagai:
... (2.15)
Di mana: k = koefisien kerugian (dari lampiran koefisien minor losses peralatan pipa), v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
Besarnya nilai koefisien kerugian minor untuk beberapa kelengkapan pipa dapat dilihat pada Tabel 2. 1.
Tabel 2. 1 Nilai koefisien kerugian untuk beberapa kelengkapan pipa
Item Loss Coefficient, K
Entrance loss from tank to pipe
Flush connection 0.5
Projecting connection 1.0 Exit loss from pipe to tank 1.0 Sudden contraction
d1/d2= 0.5 0.37
d1/d2 = 0.25 0.45
d1/d2 = 0.10 0.48
Sudden enlargement
d1/d2= 2 0.54
d1/d2= 4 0.82
d1/d2= 10 0.90
Fittings
90º bend – screwed 0.5-0.9 90º bend – flanged 0.2-0.3
Tee 1.5-1.8
Gate valve (open) 0.19
Check valve (open) 3.00
Glove valve (open) 10.00
Butterfly valve (open) 0.30
2.5.2. Kerugian Head Mayor
Aliran fluida yang melalui pipa akan selalu mengalami kerugian head. Hal ini disebabkan oleh gesekan yang terjadi antara fluida dengan dinding pipa atau perubahan kecepatan yang dialami oleh aliran fluida (kerugian kecil).
Kerugian head akibat gesekan dapat dihitung dengan menggunakan salah satu dari dua rumus berikut, yaitu:
1. Persamaan Darcy – Weisbach yaitu:
... (2.16)
Di mana: hf= kerugian head karena gesekan (m), f = faktor gesekan (diperoleh dari
diagram Moody Gambar 2.3), d = diameter pipa (m), L = panjang pipa (m),
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s), g = percepatan gravitasi (m/s2)
Sumber: Bruce R. Munson, Donald F. Young, Theodore H. Okiishi. Mekanika Fluida . Erlangga. Jakarta. 2005, hal. 45.
Tabel 2. 2 Nilai kekasaran dinding untuk berbagai pipa komersil
Pipe Material Equivalent Roughness, € (ft)
Hazen – Williams Coefficient, C Brass, copper, aluminium 3.3 x 140
PVC, plastic 5 x 150
Cast Iron
New 8.0 x 130
Old - 100
Galvanized iron 5.0 x 120
Asphalted iron 4.0 x -
Wrought iron 1.5 x -
Commercial and welded steel 1.5 x 120
Riveted steel 60.0 x 110
Concrete 40.0 x 130
Wood stave 20.0 x 120
Sumber : Ram S. Gupta. Hydrology and Hydraulic Systems. Prentice Hall. London. 1989. Chapter 11, hal. 550
Diagram Moody telah digunakan untuk menyelesaikan permasalahan aliran
fluida di dalam pipa dengan menggunakan faktor gesekan pipa (f) dari rumus Darcy – Weisbach. Untuk dapat menentukan besarnya nilai f dari diagram Moody harus
diketahui besarnya bilangan Reynolds dan perbandingan antara kekasaran dinding
pipa dengan diameter pipa tersebut ( ). Nilai kekasaran dinding pipa diberikan pada
Tabel 2. 1. Untuk aliran laminar dimana bilangan Reynold kurang dari 2000, faktor gesekan dihubungkan dengan bilangan Reynold, dinyatakan dengan rumus:
... (2.17)
Faktor gesekan untuk aliran turbulen dalam pipa didapatkan dari hasil eksperimen, antara lain:
1. Untuk daerah complete roughness, rough pipes yaitu:
√ ... (2.18)
2. Untuk pipa halus, hubungan antara bilangan Reynold dan faktor gesekan dirumuskan sebagai:
a. Blasius :
... (2.19)
untuk Re = 4000 < Re < 105
b. Von Karman :
√ [ √
] ... (2.20)
= ( √ ) ... (2.21)
untuk Re sampai dengan 3.106.
3. Untuk pipa kasar yaitu:
Von Karman :
√ ... (2.22)
dimana harga f tidak tergantung pada bilangan Reynold.
4. Untuk Pipa antara kasar dan halus atau dikenal dengan daerah transisi yaitu:
Corelbrook – White :
√ [ ⁄
√ ] ... (2.23)
2. Persamaan Hazen – Williams
Rumus ini pada umumnya dipakai untuk menghitung kerugian head dalam pipa yang relatif sangat panjang seperti jalur pipa penyalur air minum.
Bentuk umum persamaan Hazen – Williams yaitu:
... (2.25)
Di mana: hf = kerugian gesekan dalam pipa (m), Q = laju aliran dalam pipa (m3/s), L
= panjang pipa (m), C = koefisien kekasaran pipa Hazen – Williams (diperoleh dari tabel 2.3), d = diameter pipa (m)
[image:31.595.108.533.389.753.2]Adapun besarnya koefisien kekasaran pipa Hazen-Williams dapat dilihat pada Tabel 2. 3 berikut ini.
Tabel 2. 3 Koefisien kekasaran pipa Hazen – Williams
Material Koefisien Hazen-Williams ( C )
ABS - Styrene Butadiene Acrylonite 130
Aluminium 130 -150
Asbes Semen 140
Lapisan Aspal 130 – 140
Kuningan 130 – 140
Brick selokan 90 – 100
Cast Iron baru tak bergaris (CIP) 130
Cast iron 10 tahun 107 – 113
Cast iron 20 tahun 89 – 100
Cast iron 30 tahun 75 – 90
Cast iron 40 tahun 64 – 43
Cast Iron aspal dilapisi 100
Cast Iron semen 140
Cast Iron aspal berjajar 140
Cast Iron laut berlapis 120
Cast Iron tempa polos 100
Semen lapisan 130 – 140
Beton 100 -140
Beton berjajar, bentuk-bentuk baja 140 Beton berjajar, bentuk kayu 120
Beton tua 100 – 110
Tembaga 130 – 140
Corrugated Metal 60
Ulet Besi, semen berbaris 120
Serat 140
Pipa Fiber Glass (FRP) 150
Besi berlapis seng 120
Kaca 130
Pipa Metal -sangat halus 130 – 140
Plastik 130 – 150
Polyethylene, PE, Peh 140
Polivinil klorida, PVC, CPVC 130
Pipa halus 140
Baja baru tak bergaris 140 – 150
Baja bergelombang 60
Baja dilas dan mulus 100
Baja membatu, terpaku spiral 90 – 110
Timah 130
Vitrifikasi Clay 110
Besi tempa, polos 100
Kayu 120
Kayu Stave 110 – 120
Sumber : Http : // Engineering tool box.com/ Hazen William-Cofficients-d798.html.
2.6. Persamaan Bernoulli
Penurunan Persamaan Bernoulli untuk aliran sepanjang garis arus didasarkan pada hukum Newton II. Persamaan ini diturunkan dengan anggapan bahwa:
a. Zat cair adalah ideal, jadi tidak mempunyai kekentalan (kehilangan energi akibat gesekan adalah nol).
b. Zat cair adalah homogen dan tidak termampatkan (rapat massa zat cair adalah konstan).
c. Aliran adalah kontiniu dan sepanjang garis arus.
d. Kecepatan aliran adalah merata dalam suatu penampang.
e. Gaya yang bekerja hanya gaya berat dan tekanan.
Energi yang ditunjukkan dari persamaan energi total di atas, atau dikenal sebagai
lain sepanjang aliran fluida tersebut. Hal ini berlaku selama tidak ada energi yang ditambahkan ke fluida atau yang diambil dari fluida.
Konsep ini dinyatakan ke dalam bentuk persamaan yang disebut dengan persamaan Bernoulli, (Bambang Triatmodjo,1996) yaitu:
... (2.26)
[image:33.595.144.517.343.570.2]Di mana: p1 dan p2 = tekanan pada titik 1 dan 2, v1 dan v2 = kecepatan aliran pada titik 1 dan 2, z1 dan z2 = perbedaan ketinggian antara titik 1 dan 2, g = percepatan gravitasi = 9,806 m/s2, γ = berat jenis fluida.
Gambar 2. 4Ilustrasi Persamaan Bernoulli
Persamaan di atas digunakan jika diasumsikan tidak ada kehilangan energi antara dua titik yang terdapat dalam aliran fluida, namun biasanya beberapa head losses
terjadi diantara dua titik lihat Gambar 2. 4. Jika head losses ini tidak diperhitungkan maka akan menjadi masalah dalam penerapannya di lapangan. Jika head losses
dinotasikan dengan “hl” maka persamaan Bernoulli di atas dapat ditulis menjadi
... (2.27)
Persamaan di atas dapat digunakan untuk menyelesaikan banyak permasalahan tipe aliran, biasanya untuk fluida inkompresibel tanpa adanya penambahan panas atau energi yang diambil dari fluida. Namun, persamaan ini tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan aliran fluida yang mengalami penambahan energi untuk menggerakkan fluida oleh peralatan mekanik, misalnya pompa, turbin, dan peralatan lainnya.
2.7. Persamaan Empiris untuk Aliran di dalam Pipa
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa permasalahan aliran fluida
dalam pipa dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan Bernoulli, persamaan Darcy dan diagram Moody. Penggunaan rumus empiris juga dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan aliran. Dalam hal ini digunakan dua model rumus yaitu persamaan Hazen – Williams dan persamaan Manning.
1. Persamaan Hazen – Williams dengan menggunakan satuan internasional yaitu: ... (2.28) Di mana: v = kecepatan aliran (m/s), C = koefisien kekasaran pipa Hazen –
Williams, R = jari-jari hidrolik untuk pipa bundar, S = slope dari
gradient energi (head losses/panjang pipa) =
2. Persamaan Manning dengan satuan internasional yaitu:
⁄ ⁄ ... (2.29)
Persamaan Hazen – Williams umumnya digunakan untuk menghitung
headloss yang terjadi akibat gesekan. Persamaan ini tidak dapat digunakan untuk
liquid lain selain air dan digunakan khusus untuk aliran yang bersifat turbulen. Persamaan Darcy – Weisbach secara teoritis tepat digunakan untuk semua rezim aliran semua jenis liquid. Persamaan Manning biasanya digunakan untuk aliran saluran terbuka (open channel flow).
2.8. Sistem Perpipaan Ganda
Analisa suatu sistem perpipaan yang terdiri dari berbagai pipa atau jalur harus mengikuti beberapa aturan dasar. Suatu sistem perpipaan ganda membentuk suatu rangkaian. Berbagai kemungkinan membangun sistem perpipaan ganda yang sederhana terdiri dari:
a. Sistem perpipaan susunan seri b. Sistem perpipaan susunan paralel
2.8.1. Sistem Pipa Seri
Bila dua pipa atau lebih yang ukuran atau kekasarannya berlainan dihubungkan sedemikian rupa seperti Gambar 2.5 sehingga fluida mengalir melalui sebuah pipa dan kemudian melalui pipa yang lain, dikatakan bahwa pipa-pipa itu dihubungkan seri.
Jika dua buah pipa atau lebih dihubungkan secara seri maka pipa akan dialiri oleh aliran yang sama. Total kerugian head pada seluruh sistem adalah jumlah kerugian pada setiap pipa dan perlengkapan pipa dirumuskan sebagai:
Q = Q1 = Q2 = Q3 ... (2.30)
Q= A1V1 = A2V2 = A3V3
Σhf = hf1 + hf2 + hf3 ... (2.31)
Persoalan aliran yang menyangkut pipa seri sering dapat diselesaikan dengan mudah dengan menggunakan pipa ekuivalen, yaitu dengan menggantikan pipa seri dengan diameter yang berbeda-beda dengan satu pipa ekuivalen tunggal. Dalam hal ini, pipa tunggal tersebut memiliki kerugian head yang sama dengan system yang digantikannya untuk laju aliran yang spesifik.
2.8.2. Sistem Pipa Paralel
Kombinasi dua atau lebih pipa yang dihubungkan seperti Gambar 2.6, sedemikian rupa sehingga alirannya terbagi antara pipa-pipa itu kemudian berkumpul lagi adalah sistem pipa paralel. Dalam analisa sistem pipa paralel, diasumsikan bahwa kerugian-kerugian kecil ditambahkan pada panjang masing-masing pipa sebagai panjang ekivalen.
Jika dua buah pipa atau lebih dihubungkan secara paralel, total laju aliran sama dengan jumlah laju aliran yang melalui setiap cabang dan rugi head pada sebuah cabang sama dengan pada yang lain, menurut dirumuskan sebagai:
Q0 = Q1 + Q2 + Q3 ... (2.32)
Q0 = A1V1 + A2V2 + A3V3
hf = hf1 = hf2 = hf3 ... (2.33) Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa persentase aliran yang melalui setiap cabang adalah sama tanpa memperhitungkan kerugian head pada cabang tersebut.
Rugi head pada setiap cabang boleh dianggap sepenuhnya terjadi akibat gesekan atau akibat katup dan perlengkapan pipa, di – ekspresi kan menurut panjang pipa atau koefisien losses kali head kecepatan dalam pipa dirumuskan sebagai:
( ∑ ) ( ∑ ) ( ∑ )
Diperoleh hubungan kecepatan :
√
⁄⁄ ∑ ∑ ... (2.34)2.9.Dasar Perencanaan Pompa
Pompa merupakan pesawat konversi energi yang digunakan untuk memindahkan sejumlah fluida tak mampu mampat (inkompresibel) dari suatu tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi atau dari tempat yang tekanannya lebih rendah ke tempat yang tekanannya lebih tinggi.
ditentukan oleh kesempurnaan pemipaan. Karena itu pemipaan harus direncanakan untuk mendapatkan performansi pompa yang optimal dan pemasangan harus dilakukan dengan benar.
Dalam perencanaan pompa untuk memindahkan fluida dari suatu tempat ke tempat lain dengan head tertentu diperlukan beberapa syarat utama, antara lain:
a. Kapasitas
Kapasitas pompa adalah jumlah fluida yang dialirkan oleh pompa per satuan waktu. Kapasitas pompa ini tergantung pada kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan fungsi pompa yang direncanakan.
b. Head Pompa
Head pompa adalah ketinggian dimana kolom fluida harus naik untuk memperoleh jumlah yang sama dengan yang dikandung oleh satuan bobot
fluida pada kondisi yang sama. Head ini ada dalam tiga bentuk, yaitu Head
Potensial, Head Kecepatan dan Head Tekanan.
... (2.35)
- Head Potensial
Didasarkan pada ketinggian fluida di atas bidang banding (datum plane). Jadi suatu kolom air setinggi Z mengandung sejumlah energi yang disebabkan oleh posisinya atau disebut fluida mempunyai head
sebesar Z kolom air.
- Head Kecepatan
- Head Tekanan
Head tekanan adalah energi yang dikandung fluida akibat tekanannya dan dinyatakan dengan P/γ . Head total pompa diperoleh dengan menjumlahkan head yang disebut di atas dengan kerugian-kerugian yang timbul dalam instalasi pompa (Head mayor dan Head minor).
c. Sifat Zat Cair
Sifat-sifat fluida kerja sangat penting untuk diketahui sebelum perencanaan pompa.
Pada perencanaan ini, temperatur air dianggap sama dengan temperatur kamar.
d. Unit Penggerak Pompa
Pada perancangan ini direncanakan pompa yang mempunyai konstruksi kokoh dan dapat menjamin tidak terjadinya kebocoran sama sekali. Hal ini direncanakan dengan merancang sistem penggerak pompa dan bagian utama poros sebagai satu unit kesatuan. Umumnya unit penggerak pompa yang biasanya dipakai adalah motor bakar, motor listrik dan turbin uap.
Bila pipa dipasangkan dengan pompa maka akan ada penambahan energi sebesar Hp. Head pompa itu sendiri merupakan energi yang harus ditambahkan pompa ke dalam fluida untuk memindahkan fluida tersebut dari tempat yang memiliki head rendah ke tempat dengan head yang tinggi. Untuk menyelesaikan persoalan di atas digunakan persamaan Bernoulli, yaitu:
... (2.36)
... (2.37)
Di mana : adalah perbedaan head tekanan,
adalah perbedaan head
kecepatan, adalah perbedaan head statis, Hf adalah head losses total. Dimana: , sehingga diperoleh persamaan berikut:
∑ ... (2.38)
Untuk menghitung besarnya daya yang dibutuhkan pompa sebagai berikut:
... (2.39)
dimana: NP = Daya pompa (kW), γ = Berat jenis fluida (N/m3), Q = Laju aliran
fluida (m3/s), Hp = Headpompa (m), ηp = Efisiensi pompa
2.9.1. Penentuan Kapasitas Pompa
Dalam menentukan jumlah pompa dan kapasitas pompa, perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
Kapasitas maksimum pompa yang dapat diproduksi saat ini.
Bila kebutuhan air berubah-ubah, sebaiknya dipakai beberapa unit pompa
yaitu sebesar konsumsi minimum. Atau dapat juga digunakan beberapa unit pompa dengan kapasitas berbeda.
Usahakan pompa bekerja pada titik operasi yang menghasilkan efisiensi
terbaik.
Bila kapasitas yang akan dipompakan besar, sebaiknya digunakan pompa
Sebaiknya pompa-pompa yang digunakan sama, agar penyediaan suku
cadang lebih mudah.
Laju aliran yang menentukan besarnya kapasitas pompa, ditentukan berdasarkan pemakaian air. Kebutuhan pemakaian air ini berbeda di setiap lantai. Hal ini bergantung pada jumlah outlet tiap lantai, jumlah pengguna air dan kebutuhan air pada tiap lantai.
2.10. Pengenalan EPANET 2.0
EPANET adalah program komputer yang menggambarkan simulasi hidrolis dan kecenderungan kualitas air yang mengalir di dalam jaringan pipa. Jaringan itu sendiri terdiri dari pipa, node (titik koneksi pipa), pompa, katub, dan tangki air atau reservoir. EPANET dikembangkan oleh Water Supply and Water Resources
Divission USEPA’S National Risk Management Research Laboratory dan pertama
kali diperkenalkan pada tahun 1993 dan versi yang baru diterbitkan pada tahun 1999. EPANET didisain sebagai alat untuk mencapai dan mewujudkan pemahaman tentang pergerakan dan karakteristik kandungan air minum dalam jaringan distribusi. Juga dapat digunakan untuk berbagai analisa berbagai aplikasi jaringan distribusi. Sebagai contoh untuk pembuatan design, kalibrasi model hidrolis, analisa sisa khlor,
dan analisa pelanggan.
EPANET dapat membantu dalam me - manage strategi untuk merealisasikan kualitas air dalam suatu sistem. Semua itu mencakup:
- Alternative penggunaan sumber dalam berbagai sumber dalam suatu sistem.
- Penggunaan treatment, misal khlorinasi pada tangki. - Pentargetan pembersihan pipa dan penggantiannya.
Dijalankan dalam lingkungan windows, EPANET dapat terintegrasi untuk melakukan editing dalam pemasukan data, running simulasi dan melihat hasil
running dalam berbagai bentuk (format), Sudah pula termasuk kode-kode yang berwarna pada peta, tabel data-data, grafik, serta citra kontur.
Hasil yang didapat dari simulasi hidrolik dan performansi jaringan menggunakan EPANET yaitu keseimbangan jaringan, arah aliran, head yang terjadi. Selain itu, analisa sebuah jaringan pipa dengan menggunakan EPANET dapat membantu kita untuk memecahkan beberapa masalah diantaranya:
- Analisa terhadap jaringan baru - Analisa terhadap energi dan biaya
- Optimalisasi dari penggunaan air, kualitas air dan tekanan
Setiap formula menggunakan persamaan untuk menghitung kehilangan tekan
diantara permulaan dan akhir pada sebuah pipa, yaitu
:
... (2.40)
Gambar 2. 7 Tampilan EPANET
Tampilan EPANET 2.0. dapat dilihat pada
Gambar 2. 7. Untuk menjalankan program ini diperlukan input data yang mendukung, sehingga dihasilkan output yang menunjukkan performansi jaringan tersebut. Input yang diperlukan pada program ini yaitu:
1. Input komponen yang mendukung sebuah sistem jaringan pipa yang meliputi pipa, pompa dan reservoir.
2. Input berupa node yang menghubungkan masing-masing pipa sehingga membentuk sebuah sistem jaringan pipa.
3. Input berupa nomor masing-masing komponen baik pipa, node, pompa, dan
reservoir.
- Diameter, panjang, kekasaran bahan pipa. - Karakteristik pompa.
5. Input persamaan yang akan digunakan yang merupakan karakteristik dari hidrolik.
Dengan menggunakan data yang berupa input seperti diatas maka analisa hidrolik dapat dilakukan.
Adapun nilai koreksi epanet dapat dihitung pada masing-masing pipa dengan menggunakan rumus:
... (2.41)
Dimana : HD = Head dengan rumus Darcy Weisbach (m) He = Head perangkat lunak EPANET (m)
Setelah dihitung persen ralat masing-masing pipa maka persen ralat rata-rata dihitung menggunakan rumus:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metode Pendistribusian Air
Di dalam pendistribusian air diperlukan suatu metode pendistribusian agar air dapat mengalir dari sumber air ke semua pemakai air. Adapun metode pendistribusian air terdiri dari tiga tipe sistem yaitu Sistem Gravitasi, Sistem Pemompaan, dan Sistem Gabungan.
2.1.1. Sistem Gravitasi
Metode pendistribusian dengan sistem gravitasi bergantung pada topografi sumber daya air yang ada dan daerah pendistribusiannya. Biasanya sumber air ditempatkan pada daerah yang lebih tinggi dari daerah distribusinya, agar air yang didistribusikan dapat mengalir dengan sendirinya tanpa pompa. Adapun keuntungan dengan sistem ini yaitu energi yang dipakai tidak membutuhkan biaya dan sistem pemeliharaannya murah.
2.1.2. Sistem Pemompaan
Metode ini menggunakan pompa dalam mendistribusikan air menuju lokasi pemakaian air. Pompa langsung dihubungkan dengan pipa yang menangani pendistribusian. Dalam pengoperasiannya pompa terjadwal untuk beroperasi sehingga dapat menghemat pemakaian energi. Keuntungan dari metode ini yaitu tekanan pada daerah distribusi dapat terjaga.
2.1.3. Sistem gabungan keduanya
2.2. Kecepatan dan Kapasitas Aliran Fluida
Penentuan kecepatan di sejumlah titik pada suatu penampang memungkinkan untuk membantu dalam menentukan besarnya kapasitas aliran sehingga pengukuran kecepatan merupakan fase yang sangat penting dalam menganalisa suatu aliran
fluida. Kecepatan dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap waktu yang dibutuhkan suatu partikel untuk bergerak sepanjang jarak yang telah ditentukan.
Besarnya kecepatan aliran fluida pada suatu pipa mendekati nol pada dinding pipa dan mencapai maksimum pada tengah-tengah pipa seperti terlihat pada Gambar 2.1. Kecepatan dipengaruhi oleh penampang aliran. Bentuk kecepatan yang digunakan pada aliran fluida umumnya menunjukkan kecepatan yang sebenarnya jika tidak ada keterangan lain yang disebutkan.
[image:46.595.215.457.383.584.2]
Gambar 2.1Kecepatan Aliran Melalui Saluran Tertutup
Gambar 2.2Kecepatan Melalui Saluran Terbuka
Kapasitas aliran (Q) untuk fluida yang inkompresibel (Ihwanda,2000). yaitu:
Q = A . v ... (2.1)
Di mana: Q = laju aliran volume (m3/s), A = luas penampang aliran (m2), v = kecepatan aliran fluida (m/s)
Untuk nilai kecepatan searah gaya gravitasi, maka kecepatan dihitung berdasarkan
tinggi jatuh air atau √ , maka diperoleh persamaan:
√ � ... (2.2)
Laju aliran berat fluida (W) dirumuskan sebagai:
W = γ . A . v ... (2.3)
Di mana: W = laju aliran berat fluida (N/s),γ = berat jenis fluida (N/m3) Laju aliran massa (M) dinyatakan sebagai:
M = ρ . A . v ... (2.4)
Di mana: M = laju aliran massa fluida (kg/s),ρ = massa jenis fluida (kg/m3)
2.3. Jenis Aliran Fluida
Aliran fluida dapat dibedakan atas 3 jenis yaitu aliran laminar, aliran transisi, dan aliran turbulen. Jenis aliran ini didapat dari hasil eksperimen yang dilakukan oleh Osborne Reynold tahun 1883 yang mengklasifikasikan aliran menjadi 3 jenis. Jika air mengalir melalui sebuah pipa berdiameter d dengan kecepatan rata-rata V maka dapat diketahui jenis aliran yang terjadi. Berdasarkan eksperimen tersebut maka didapatkan bilangan Reynold di mana bilangan ini tergantung pada kecepatan fluida, kerapatan, viskositas, dan diameter.
tiap partikel fluida bergerak mengikuti lintasan sembarang di sepanjang pipa dan hanya gerakan rata-rata saja yang mengikuti sumbu pipa. Aliran ini terjadi apabila kecepatan besar dan kekentalan zat cair kecil.
Bilangan Reynold (Re) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: ... (2.5) Di mana: ρ = massa jenis fluida (kg/m3), d = diameter pipa (m), V = kecepatan aliran
fluida (m/s), μ = viskositas dinamik fluida (Pa.s)
Karena viskositas dinamik dibagi dengan massa jenis fluida merupakan viskositas kinematik (v) maka bilangan Reynold dapat juga dinyatakan:
v sehingga
v d.V Re
... (2.6)
Nilai viskositas kinematik air (Setiawan,2008) pada temperatur standard (27ºC) adalah m²/s.
Berdasarkan percobaan aliran di dalam pipa, Reynolds menetapkan bahwa untuk angka Reynolds di bawah 2000, gangguan aliran dapat diredam oleh kekentalan zat cair maka disebut aliran laminar. Aliran akan menjadi turbulen apabila angka Reynolds lebih besar dari 4000. Apabila angka Reynolds berada di antara kedua nilai tersebut (2000 < Re < 4000) disebut aliran transisi. Angka Reynolds pada kedua nilai di atas (Re = 2000 dan Re = 4000) disebut dengan batas kritis bawah dan atas.
.d.V2.4. Energi dan Head
Energi biasanya didenefisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja. Kerja merupakan hasil pemanfaatan tenaga yang dimiliki secara langsung pada suatu jarak tertentu. Energi dan kerja dinyatakan dalam satuan N.m (Joule).
Setiap fluida yang sedang bergerak selalu mempunyai energi. Dalam menganalisa masalah aliran fluida yang harus dipertimbangkan adalah mengenai energi potensial, energi kinetik dan energi tekanan.
Energi potensial menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu aliran fluida
karena adanya perbedaan ketinggian yang dimiliki fluida dengan tempat jatuhnya. Energi potensial (Ep) (Ihwanda,2000) dirumuskan sebagai:
Ep = W . z ... (2.7) Di mana: W = berat fluida (N), z = beda ketinggian (m)
Energi kinetik menunjukkan energi yang dimiliki oleh fluida karena pengaruh kecepatan yang dimilikinya. Energi kinetik dirumuskan sebagai:
... (2.8)
Di mana: m = massa fluida (kg), v = kecepatan aliran fluida (m/s2)
jika:
...
(2.9)maka: ... (2.10)
Besarnya energi yang disebabkan tekanan (Ef) dirumuskan sebagai:
Ef = p . A . L ... (2.11) Di mana: p = tekanan fluida (N/m2), A = luas penampang aliran (m2), L = panjang pipa (m)
Besarnya energi tekanan menurut dapat juga dirumuskan sebagai berikut:
... (2.12) Di mana: γ = berat jenis fluida (N/m3), W = berat fluida (N)
Total energi yang terjadi merupakan penjumlahan dari ketiga macam energi diatas dirumuskan sebagai:
... (2.13)
Persamaan ini dapat dimodifikasi untuk menyatakan total energi dengan head
(H) dengan membagi masing-masing variabel di sebelah kanan persamaan dengan W
(berat fluida) dirumuskan sebagai:
... (2.14)
Dengan: z = head elevasi (m),
= head kecepatan (m), = head tekanan (m)
2.5. Kerugian Head
Kerugian head adalah merupakan kerugian energi dan setiap fluida yang mengalir melalui saluran pipa, total energi yang dimiliki cenderung menurun pada arah aliran kapasitas. Kerugian head umumnya terdiri dari dua tipe yaitu Kerugian
Head Minor dan Kerugian Head Mayor.
2.5.1. Kerugian Head Minor
Pada suatu jalur pipa terjadi kerugian karena kelengkapan pipa seperti belokan, siku, sambungan, katup dan sebagainya yang disebut dengan kerugian kecil (minor losses).
Besarnya kerugian minor akibat adanya kelengkapan pipa dirumuskan (Ram S. Gupta,1989) sebagai:
... (2.15)
Di mana: k = koefisien kerugian (dari lampiran koefisien minor losses peralatan pipa), v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
Besarnya nilai koefisien kerugian minor untuk beberapa kelengkapan pipa dapat dilihat pada Tabel 2. 1.
Tabel 2. 1 Nilai koefisien kerugian untuk beberapa kelengkapan pipa
Item Loss Coefficient, K
Entrance loss from tank to pipe
Flush connection 0.5
Projecting connection 1.0 Exit loss from pipe to tank 1.0 Sudden contraction
d1/d2= 0.5 0.37
d1/d2 = 0.25 0.45
d1/d2 = 0.10 0.48
Sudden enlargement
d1/d2= 2 0.54
d1/d2= 4 0.82
d1/d2= 10 0.90
Fittings
90º bend – screwed 0.5-0.9 90º bend – flanged 0.2-0.3
Tee 1.5-1.8
Gate valve (open) 0.19
Check valve (open) 3.00
Glove valve (open) 10.00
Butterfly valve (open) 0.30
2.5.2. Kerugian Head Mayor
Aliran fluida yang melalui pipa akan selalu mengalami kerugian head. Hal ini disebabkan oleh gesekan yang terjadi antara fluida dengan dinding pipa atau perubahan kecepatan yang dialami oleh aliran fluida (kerugian kecil).
Kerugian head akibat gesekan dapat dihitung dengan menggunakan salah satu dari dua rumus berikut, yaitu:
1. Persamaan Darcy – Weisbach yaitu:
... (2.16)
Di mana: hf= kerugian head karena gesekan (m), f = faktor gesekan (diperoleh dari
diagram Moody Gambar 2.3), d = diameter pipa (m), L = panjang pipa (m),
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s), g = percepatan gravitasi (m/s2)
[image:52.595.112.531.392.681.2]Sumber: Bruce R. Munson, Donald F. Young, Theodore H. Okiishi. Mekanika Fluida . Erlangga. Jakarta. 2005, hal. 45.
Tabel 2. 2 Nilai kekasaran dinding untuk berbagai pipa komersil
Pipe Material Equivalent Roughness, € (ft)
Hazen – Williams Coefficient, C Brass, copper, aluminium 3.3 x 140
PVC, plastic 5 x 150
Cast Iron
New 8.0 x 130
Old - 100
Galvanized iron 5.0 x 120
Asphalted iron 4.0 x -
Wrought iron 1.5 x -
Commercial and welded steel 1.5 x 120
Riveted steel 60.0 x 110
Concrete 40.0 x 130
Wood stave 20.0 x 120
Sumber : Ram S. Gupta. Hydrology and Hydraulic Systems. Prentice Hall. London. 1989. Chapter 11, hal. 550
Diagram Moody telah digunakan untuk menyelesaikan permasalahan aliran
fluida di dalam pipa dengan menggunakan faktor gesekan pipa (f) dari rumus Darcy – Weisbach. Untuk dapat menentukan besarnya nilai f dari diagram Moody harus
diketahui besarnya bilangan Reynolds dan perbandingan antara kekasaran dinding
pipa dengan diameter pipa tersebut ( ). Nilai kekasaran dinding pipa diberikan pada
Tabel 2. 1. Untuk aliran laminar dimana bilangan Reynold kurang dari 2000, faktor gesekan dihubungkan dengan bilangan Reynold, dinyatakan dengan rumus:
... (2.17)
Faktor gesekan untuk aliran turbulen dalam pipa didapatkan dari hasil eksperimen, antara lain:
1. Untuk daerah complete roughness, rough pipes yaitu:
√ ... (2.18)
2. Untuk pipa halus, hubungan antara bilangan Reynold dan faktor gesekan dirumuskan sebagai:
a. Blasius :
... (2.19)
untuk Re = 4000 < Re < 105
b. Von Karman :
√ [ √
] ... (2.20)
= ( √ ) ... (2.21)
untuk Re sampai dengan 3.106.
3. Untuk pipa kasar yaitu:
Von Karman :
√ ... (2.22)
dimana harga f tidak tergantung pada bilangan Reynold.
4. Untuk Pipa antara kasar dan halus atau dikenal dengan daerah transisi yaitu:
Corelbrook – White :
√ [ ⁄
√ ] ... (2.23)
2. Persamaan Hazen – Williams
Rumus ini pada umumnya dipakai untuk menghitung kerugian head dalam pipa yang relatif sangat panjang seperti jalur pipa penyalur air minum.
Bentuk umum persamaan Hazen – Williams yaitu:
... (2.25)
Di mana: hf = kerugian gesekan dalam pipa (m), Q = laju aliran dalam pipa (m3/s), L
= panjang pipa (m), C = koefisien kekasaran pipa Hazen – Williams (diperoleh dari tabel 2.3), d = diameter pipa (m)
Adapun besarnya koefisien kekasaran pipa Hazen-Williams dapat dilihat pada Tabel 2. 3 berikut ini.
Tabel 2. 3 Koefisien kekasaran pipa Hazen – Williams
Material Koefisien Hazen-Williams ( C )
ABS - Styrene Butadiene Acrylonite 130
Aluminium 130 -150
Asbes Semen 140
Lapisan Aspal 130 – 140
Kuningan 130 – 140
Brick selokan 90 – 100
Cast Iron baru tak bergaris (CIP) 130
Cast iron 10 tahun 107 – 113
Cast iron 20 tahun 89 – 100
Cast iron 30 tahun 75 – 90
Cast iron 40 tahun 64 – 43
Cast Iron aspal dilapisi 100
Cast Iron semen 140
Cast Iron aspal berjajar 140
Cast Iron laut berlapis 120
Cast Iron tempa polos 100
Semen lapisan 130 – 140
Beton 100 -140
Beton berjajar, bentuk-bentuk baja 140 Beton berjajar, bentuk kayu 120
Beton tua 100 – 110
Tembaga 130 – 140
Corrugated Metal 60
Ulet Besi, semen berbaris 120
Serat 140
Pipa Fiber Glass (FRP) 150
Besi berlapis seng 120
Kaca 130
Pipa Metal -sangat halus 130 – 140
Plastik 130 – 150
Polyethylene, PE, Peh 140
Polivinil klorida, PVC, CPVC 130
Pipa halus 140
Baja baru tak bergaris 140 – 150
Baja bergelombang 60
Baja dilas dan mulus 100
Baja membatu, terpaku spiral 90 – 110
Timah 130
Vitrifikasi Clay 110
Besi tempa, polos 100
Kayu 120
Kayu Stave 110 – 120
Sumber : Http : // Engineering tool box.com/ Hazen William-Cofficients-d798.html.
2.6. Persamaan Bernoulli
Penurunan Persamaan Bernoulli untuk aliran sepanjang garis arus didasarkan pada hukum Newton II. Persamaan ini diturunkan dengan anggapan bahwa:
a. Zat cair adalah ideal, jadi tidak mempunyai kekentalan (kehilangan energi akibat gesekan adalah nol).
b. Zat cair adalah homogen dan tidak termampatkan (rapat massa zat cair adalah konstan).
c. Aliran adalah kontiniu dan sepanjang garis arus.
d. Kecepatan aliran adalah merata dalam suatu penampang.
e. Gaya yang bekerja hanya gaya berat dan tekanan.
Energi yang ditunjukkan dari persamaan energi total di atas, atau dikenal sebagai
lain sepanjang aliran fluida tersebut. Hal ini berlaku selama tidak ada energi yang ditambahkan ke fluida atau yang diambil dari fluida.
Konsep ini dinyatakan ke dalam bentuk persamaan yang disebut dengan persamaan Bernoulli, (Bambang Triatmodjo,1996) yaitu:
... (2.26)
Di mana: p1 dan p2 = tekanan pada titik 1 dan 2, v1 dan v2 = kecepatan aliran pada titik 1 dan 2, z1 dan z2 = perbedaan ketinggian antara titik 1 dan 2, g = percepatan gravitasi = 9,806 m/s2, γ = berat jenis fluida.
Gambar 2. 4Ilustrasi Persamaan Bernoulli
Persamaan di atas digunakan jika diasumsikan tidak ada kehilangan energi antara dua titik yang terdapat dalam aliran fluida, namun biasanya beberapa head losses
terjadi diantara dua titik lihat Gambar 2. 4. Jika head losses ini tidak diperhitungkan maka akan menjadi masalah dalam penerapannya di lapangan. Jika head losses
dinotasikan dengan “hl” maka persamaan Bernoulli di atas dapat ditulis menjadi
... (2.27)
Persamaan di atas dapat digunakan untuk menyelesaikan banyak permasalahan tipe aliran, biasanya untuk fluida inkompresibel tanpa adanya penambahan panas atau energi yang diambil dari fluida. Namun, persamaan ini tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan aliran fluida yang mengalami penambahan energi untuk menggerakkan fluida oleh peralatan mekanik, misalnya pompa, turbin, dan peralatan lainnya.
2.7. Persamaan Empiris untuk Aliran di dalam Pipa
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa permasalahan aliran fluida
dalam pipa dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan Bernoulli, persamaan Darcy dan diagram Moody. Penggunaan rumus empiris juga dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan aliran. Dalam hal ini digunakan dua model rumus yaitu persamaan Hazen – Williams dan persamaan Manning.
1. Persamaan Hazen – Williams dengan menggunakan satuan internasional yaitu: ... (2.28) Di mana: v = kecepatan aliran (m/s), C = koefisien kekasaran pipa Hazen –
Williams, R = jari-jari hidrolik untuk pipa bundar, S = slope dari
gradient energi (head losses/panjang pipa) =
2. Persamaan Manning dengan satuan internasional yaitu:
⁄ ⁄ ... (2.29)
Persamaan Hazen – Williams umumnya digunakan untuk menghitung
headloss yang terjadi akibat gesekan. Persamaan ini tidak dapat digunakan untuk
liquid lain selain air dan digunakan khusus untuk aliran yang bersifat turbulen. Persamaan Darcy – Weisbach secara teoritis tepat digunakan untuk semua rezim aliran semua jenis liquid. Persamaan Manning biasanya digunakan untuk aliran saluran terbuka (open channel flow).
2.8. Sistem Perpipaan Ganda
Analisa suatu sistem perpipaan yang terdiri dari berbagai pipa atau jalur harus mengikuti beberapa aturan dasar. Suatu sistem perpipaan ganda membentuk suatu rangkaian. Berbagai kemungkinan membangun sistem perpipaan ganda yang sederhana terdiri dari:
a. Sistem perpipaan susunan seri b. Sistem perpipaan susunan paralel
2.8.1. Sistem Pipa Seri
Bila dua pipa atau lebih yang ukuran atau kekasarannya berlainan dihubungkan sedemikian rupa seperti Gambar 2.5 sehingga fluida mengalir melalui sebuah pipa dan kemudian melalui pipa yang lain, dikatakan bahwa pipa-pipa itu dihubungkan seri.
Jika dua buah pipa atau lebih dihubungkan secara seri maka pipa akan dialiri oleh aliran yang sama. Total kerugian head pada seluruh sistem adalah jumlah kerugian pada setiap pipa dan perlengkapan pipa dirumuskan sebagai:
Q = Q1 = Q2 = Q3 ... (2.30)
Q= A1V1 = A2V2 = A3V3
Σhf = hf1 + hf2 + hf3 ... (2.31)
Persoalan aliran yang menyangkut pipa seri sering dapat diselesaikan dengan mudah dengan menggunakan pipa ekuivalen, yaitu dengan menggantikan pipa seri dengan diameter yang berbeda-beda dengan satu pipa ekuivalen tunggal. Dalam hal ini, pipa tunggal tersebut memiliki kerugian head yang sama dengan system yang digantikannya untuk laju aliran yang spesifik.
2.8.2. Sistem Pipa Paralel
Kombinasi dua atau lebih pipa yang dihubungkan seperti Gambar 2.6, sedemikian rupa sehingga alirannya terbagi antara pipa-pipa itu kemudian berkumpul lagi adalah sistem pipa paralel. Dalam analisa sistem pipa paralel, diasumsikan bahwa kerugian-kerugian kecil ditambahkan pada panjang masing-masing pipa sebagai panjang ekivalen.
Jika dua buah pipa atau lebih dihubungkan secara paralel, total laju aliran sama dengan jumlah laju aliran yang melalui setiap cabang dan rugi head pada sebuah cabang sama dengan pada yang lain, menurut dirumuskan sebagai:
Q0 = Q1 + Q2 + Q3 ... (2.32)
Q0 = A1V1 + A2V2 + A3V3
hf = hf1 = hf2 = hf3 ... (2.33) Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa persentase aliran yang melalui setiap cabang adalah sama tanpa memperhitungkan kerugian head pada cabang tersebut.
Rugi head pada setiap cabang boleh dianggap sepenuhnya terjadi akibat gesekan atau akibat katup dan perlengkapan pipa, di – ekspresi kan menurut panjang pipa atau koefisien losses kali head kecepatan dalam pipa dirumuskan sebagai:
( ∑ ) ( ∑ ) ( ∑ )
Diperoleh hubungan kecepatan :
√
⁄⁄ ∑ ∑ ... (2.34)2.9.Dasar Perencanaan Pompa
Pompa merupakan pesawat konversi energi yang digunakan untuk memindahkan sejumlah fluida tak mampu mampat (inkompresibel) dari suatu tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi atau dari tempat yang tekanannya lebih rendah ke tempat yang tekanannya lebih tinggi.
ditentukan oleh kesempurnaan pemipaan. Karena itu pemipaan harus direncanakan untuk mendapatkan performansi pompa yang optimal dan pemasangan harus dilakukan dengan benar.
Dalam perencanaan pompa untuk memindahkan fluida dari suatu tempat ke tempat lain dengan head tertentu diperlukan beberapa syarat utama, antara lain:
a. Kapasitas
Kapasitas pompa adalah jumlah fluida yang dialirkan oleh pompa per satuan waktu. Kapasitas pompa ini tergantung pada kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan fungsi pompa yang direncanakan.
b. Head Pompa
Head pompa adalah ketinggian dimana kolom fluida harus naik untuk memperoleh jumlah yang sama dengan yang dikandung oleh satuan bobot
fluida pada kondisi yang sama. Head ini ada dalam tiga bentuk, yaitu Head
Potensial, Head Kecepatan dan Head Tekanan.
... (2.35)
- Head Potensial
Didasarkan pada ketinggian fluida di atas bidang banding (datum plane). Jadi suatu kolom air setinggi Z mengandung sejumlah energi yang disebabkan oleh posisinya atau disebut fluida mempunyai head
sebesar Z kolom air.
- Head Kecepatan
- Head Tekanan
Head tekanan adalah energi yang dikandung fluida akibat tekanannya dan dinyatakan