PENGARUH ABU CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI
BAHAN TAMBAHAN PADA PEMBUATAN BATAKO
SKRIPSI
FITRIYANI
050801033
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH ABU CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA PEMBUATAN BATAKO
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
FITRIYANI 050801033
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH ABU CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA
PEMBUATAN BATAKO Kategori : SKRIPSI
Nama : FITRIYANI Nomor Induk Mahasiswa : 050801033
Program Studi : SARJANA (SI) FISIKA Departemen : FISIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di
Medan, 9 Maret 2010
Diketahui/Disetujui Oleh
Ketua Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing
PERNYATAAN
PENGARUH ABU CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA PEMBUATAN BATAKO
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja sendiri,kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya
Medan, 9 Maret 2010
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Penyayang atas Rahmat, kekuatan dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul “PENGARUH ABU CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA PEMBUATAN BATAKO”.
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada Prof.M.Syukur,MS, selaku pembimbing dan Rimson Saragih selaku pembimbing lapangan pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga saya ajukan kepada ketua dan sekretaris departemen Fisika FMIPA USU DR.Marhaposan Situmorang dan Dra.Yustinon,MS, Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada teman-teman saya Wulan, Shinta, Ayu, Dian, Izkar, serta rekan-rekan fisika stambuk 2005 terimakasih atas semangat dan motivasinya. Teman-teman dikos lasara Ve, qorin, Seneng, Riza.
Terimakasih yang tak terhingga dan yang teristimewa penulis ucapkan kepada Ayahanda Ngasiman dan Ibunda Misni yang telah berjuang dengan sekeras tenaga dan tidak pernah bosan berdoa untuk penulis serta selalu memberikan harapan kepada penulis sejak lahir sampai sekarang sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terimakasih kepada kakakku Irma Damai Yanti, Abangku Syahrul Abdi, Abang Iparku Prasmianto, Keponakanku tercinta dan tersayang Haizzah Prasenja, serta sanak keluarga atas kasih sayang dan dukungannya dalam menemani penulis dalam suka dan duka.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam melengkapi kekurangan serta kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
ABSTRAK
INFLUENCE OF OIL PALM SHELL ASH AS AN ADDITIVE IN CONBLOCK MAKING
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
BAB I Pendahuluan
1.1latar Belakang 1
1.2Batasan Masalah 3
1.3Tujuan penelitian 3
1.4Manfaat Penelitian 4
1.5Tempat Penelitian 4
1.6Sistematika Penelitian 4
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Kelapa sawit 6
2.2 Cangkang Kelapa Sawit 7 2.3 Abu Cangkang Kelapa Sawit 7
2.4 Batako 8
2.4.1 Jenis-Jenis Batako 10
2.5 Semen 13
2.5.1 Jenis-Jenis Semen 15 2.6 Agregat 18 2.6.1 Jenis-jenis Agregat 18 2.6.2 Karakteristik Agregat 19
2.7 Kekuatan Agregat 20
2.8 Air 21
2.9 Syarat Umum Air 21
2.10 Bahan Tambah 22
2.10.1 Bahan Tambah Mineral 25 BAB III Metodologi Penelitian
3.1 Alat dan Bahan 26
3.1.1 Peralatan 26
3.1.2 Bahan-bahan 26
3.2 Diagram alir Penelitin 27 3.3 Prosedur Penelitian 28
3.4 Pengukuran Sampel 28
3.4.1 Daya Serap Air 28
3.4.2 Densitas 29
3.4.4 Kekerasan 31
BAB IV Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil 33
4.1.1 Pengukuran Daya Serap Air 33 4.1.2 Pengukuran Densitas 34 4.1.3 Pengujian Kuat Tekan 35 4.1.4 Pengujian Kekerasan 36
4.2 Pembahasan 37
4.2.1 Pengukuran Daya Serap Air 37 4.2.2 Pengukuran Densitas 38 4.2.3 Pengujian Kuat Tekan 39 4.2.4 Pengujian Kekerasan 40
BAB V Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 41
5.2 Saran 42
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Unsur Kimia Abu Cangakang Kelapa Sawit 8 Tabel 2.2 Persyaratan Kuat tekan minimum batako pejal
menurut SNI-3-0349-1989 10 Tabel 4.1 Data hasil pengukuran Daya serap air sampel batako 33 Tabel 4.2 Data hasil pengukuran densitas sampel batako 34 Tabel 4.3 Data hasil pengujian kuat tekan batako dengan waktu
pengeringan selama 28 hari 35 Tabel 4.4 Data hasil pengujian kekerasan batako dengan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Grafik Penyerapan Air Batako terhadap Komposisi
Abu cangkang kelapa sawit 37 Gambar 4.2 Grafik Densitas Batako terhadap Komposisi
Abu cangkang kelapa sawit 38 Gambar 4.3 Grafik Kuat Tekan Batako terhadap Komposisi
ABSTRAK
INFLUENCE OF OIL PALM SHELL ASH AS AN ADDITIVE IN CONBLOCK MAKING
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Kerusakan lahan pertanian yang disebabkan oleh pembuatan batu bata dan
kebutuhan yang semakin meningkat menjadikan permintaan akan bahan bangunan
juga semakin meningkat. Batako sebagai alternatif pengganti bata merah untuk
bangunan dinding diharapkan mampu mengatasi permasalahan tersebut. Batako
merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata
yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen portland dan air. Batako difokuskan
sebagai konstruksi-konstruksi dinding bangunan non struktural.
Salah satu kendala dalam pengadaan bahan baku untuk proses pembuatan
batako saat ini adalah ketersediannya yang secara pasti akan berkurang dan harganya
mahal, sehingga daya beli masyarakat turun, padahal kebutuhan akan barang tersebut
terus meningkat. Di daerah seperti Sumatera di mana potensi kelapa sawitnya sangat
melimpah, diharapkan dengan penemuan ini dapat menghasilkan batako dengan abu
cangkang kelapa sawit yan lebih bermutu lagi.
Batako mempunyai kelebihan yaitu memiliki sifat kekuatan yang tinggi,
namun lemah dalam sifat kekuatan tariknya. Nilai kekuatan tariknya berkisar 9%-15%
saja dari kuat tekannya. Untuk itu dibutuhkan bahan tambah ke dalam adukan yang
dapat memperbaiki karakteristik batako yang berkualitas. Sifat batako berubah karena
sifat dari bahan-bahan pembuat batako yaitu pasir, semen, batu, air, maupun
Bahan tambahan lain pada campuran batako normal merupakan bahan
alternatif untuk meningkatkan kekuatan dan kinerja batako dengan biaya yang murah
tanpa mengurangi mutunya separti pemanfatan limbah buangan abu sekam padi,
ampas tebu, sisa kayu, limbah gergajian, abu
cangkang kelapa sawit, abu terbang (fly ash),mikrosilika (silica fume) dan lain-lain
dengan kandungan silika cukup tinggi yang berpeluang meningkatkan kekuatan bahan
tersebut.
Limbah merupakan sisa hasil produksi yang oleh masyarakat dan pemerintah
dianggap merupakan material yang menggangu kehidupan manusia. Untuk itu perlu
dimanfaatkan semaksimal mungkin agar dapat bermanfaat bagi kelangsungan hidup
manusia sehingga limbah bukan lagi sebagai penggangu kehidupan manusia.
Limbah cangkang kelapa sawit selain dimanfaatkan sebagai pengeras jalan
juga dapat digunakan sebagai bahan pengisi batako, setelah terlebih dahulu dibakar
dan hasil bakaran dihaluskan. Pembakaran cangkang kelapa sawit dalam jangka waktu
yang relatif lama menghasilkan abu dengan ukuran butiran yang halus, dimana abu ini
dapat dibuat menjadi bahan pengisi batako untuk menguragi sebagian persentase
massa pasir.
Berdasarkan materi diatas, sangat cocok apabila abu cangkang kelapa sawit
yang selama ini di jadikan limbah yang tidak terpakai lagi sebagai bahan tambah pada
pencampuran batako. Limbah cangkang kelapa sawit ternyata memiliki potensial yang
besar untuk dipergunakan kembali. Pemanfaatan limbah cangkang kelapa sawit
selama ini hanya dipakai sebagai pengeras jalan maupun sebagai arang aktif. Namun
kenyataannya potensial dari abu cangkang kelapa sawit dapat dimanfaatkan lebih
besar lagi.
Abu cangkang kelapa sawit ini mengandung unsur silica (SiO2) cukup tinggi
sebesar 58%. Jika unsur silika (SiO2) ditambahkan dalam campuran batako, maka
unsur silika tersebut akan bereaksi dengan kapur bebas Ca(OH)2 yang merupakan
unsur lemah dalam batako menjadi gel CSH baru. Gel CSH merupakan unsur utama
semen dan agregat dan kekuatan batako. Penambahan abu cangkang kelapa sawit
dalam campuran batako akan meningkatkan workability batako. Karena semakin
tinggi persentase penambahan abu cangkang kelapa sawit dalam batako, nilai slump
yang diperoleh makin besar.
Untuk memanfaatkan limbah pabrik kelapa sawit tersebut, penulis mencoba
untuk membuat batako dengan menambahkan abu cangkang kelapa sawit sebagai
bahan pengganti sebagian pasir dengan bahan pengikatnya semen yang diharapkan
dapat meningkatkan kualitas batako.
1.2BATASAN MASALAH
Adapun batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Menerangkan secara rinci pembuatan sampel batako menggunakan abu
cangkang kelapa sawit.
2. Untuk mengetahui penggunaan abu cangkang kelapa sawit yang dijadikan
sebagai bahan alternatif pembuatan batako
3. Pengujian fisik dan mekanik pada batako setelah berumur 28 hari.
1.3TUJUAN PENELITIAN
a. Membandingkan kekuatan batako normal dengan batako campuran abu
cangkang kelapa sawit.
b. Mengamati dan menganalisa bagaimana pengaruh penambahan abu
cangkang kelapa sawit yang divariasikan persen komposisi batako dengan
abu cangkang kelapa sawit berdasarkan pengujian fisik dan mekanik
sampel batako yang meliputi :
• Uji daya serap air
• Uji Densitas
• Uji kuat tekan
1.4MANFAAT PENELITIAN
a. Hasil penelitian ini akan menjadi sumber informasi tentang sifat fisis dan
mekanis pada batako dengan memanfaatkan abu cangkang kelapa sawit.
b. Sumber informasi bahwa limbah, khususnya abu cangkang kelapa sawit
dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan batako,
sehingga dapat mengurangi limbah pabrik kelapa sawit dan memberikan
pengetahuan kepada masyarakat mengenai pengembangan dan
pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit.
1.5TEMPAT PENELITIAN
Balai Riset dan Standarisasi Industri, Tanjung Morawa (MEDAN)
1.6SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan masing-masing bab adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, tujuan penelitian, batasan
masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian
BAB III Metodologi Penelitian
Bab ini membahas tentang diagram alir penelitian, peralatan,
bahan-bahan, pembuatan sampel uji, pengujian sampel.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan menganalisis data yang
BAB V Kesimpulan Dan Saran
Menyimpulkan hasil-hasil yang didapat dari penelitian dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) merupakan tumbuhan tropis yang
diperkirakan berasal dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama kali ditemukan di
hutan belantara negara tersebut.Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun
1848, dibawa dari Mauritius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Bibit
kelapa sawit yang berasal dari kedua tempat tersebut masing-masing berjumlah dua
batang dan pada tahun itu juga ditanam di Kebun Raya Bogor. Hingga saat ini dua
dari empat pohon tersebut masih hidup dan diyakini sebagai nenek moyang kelapa
sawit yang ada di Asia Tenggara (Hadi,Mustafa,2004).
Kelapa sawit termasuk
apabila masak, berwarn
buahnya mengandungi
sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan
sebagai bahan bakar dan
tumbuh di daera
menyukai tanah yang subur dan tempat terbuka, dengan kelembapan tinggi.
Kelembapan tinggi itu antara lain ditentukan oleh adanya curah hujan yang tinggi,
sekitar 2,000-2,500 mm setahun.(wikipedia,2009).
Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial
Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budi
daya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan
kelapa sawit di Indonesia.Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai
berkembang.
2.2 Cangkang Kelapa Sawit
Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak
kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak.
Tempurung buah kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif
dimanfaatkan oleh berbagai industri, antara lain industri minyak, karet, gula dan
farmasi. Selain itu tempurung kelapa sawit digunakan hanya sebagai bahan bakar
pembangkit tenaga uap dan bahan pengeras jalan.(Fauzi,Yan &dkk,2002)
Prinsip pemisahan biji dari cangkangnya adalah karena adanya perbedaan
berat jenis antara inti dan cangkang. Caranya adalah dengan mengapungkan biji-biji
yang telah dipecahkan dalam larutan lempung yang mempunyai berat jenis 1,16.
Dalam keadaan ini inti kelapa sawit akan mengapung dalam larutan dan cangkang
akan mengendap di dasar. Inti dan cangkang diambil secara terpisah kemudian dicuci
sampai bersih. Alat yang digunakan untuk memisahkan inti dari cangkangnya disebut
hydrocyclone separator.Inti buah dimasukkan ke silo dan dikeringkan pada suhu 800
C. Selama pengeringan harus selalu dibolak-balik agar keringnya merata.
2.3 Abu Cangkang Kelapa Sawit
Dalam pemrosesan buah kelapa sawit menjadi ekstrak minyak
sawit,menghasilkan limbah padat yang sangat banyak dalam bentuk serat, cangkang
dan tandan buah kosong, dimana untuk setiap 100 ton tandan buah segar yang
diproses ,akan di dapat lebih kurang 20 ton cangkang, 7 ton serat dan 25 ton tandan
kosong. Untuk membantu pembuangan limbah dan pemulihan energi,cangkang dan
penggilingan minyak sawit.setelah pembakaran dalam ketel uap,akan dihasilkan 5%
abu (oil palm ashes) dengan ukuran butiran yang halus . Abu hasil pembakaran ini
biasanya dibuang dekat pabrik sebagai limbah padat dan tidak dimanfaatkan.
Jika unsur silika (SiO2) ditambahkan dengan campuran beton, maka unsur
silika tersebut akan bereaksi dengan kapur bebas Ca(OH)2 yang merupakan unsur
lemah dalam beton menjadi gel CSH baru. Gel CSH merupakan unsur utama yang
mempengaruhi kekuatan pasta semen dan kekuatan beton.
Hasil uji komposisi unsur kimia dari abu cangkang kelapa sawit yang telah
dilakukan oleh Hutahaean,B (2007) dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Unsur kimia abu cangkang kelapa sawit
Unsur kimia Persentase (%)
SiO2
Menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (1982) pasal 6,
“Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi
Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif
pengganti batu bata. Batako difokuskan sebagai konstruksi-konstruksi dinding
bangunan non struktural.
Batu batuan atau batu cetak yang tidak dibakar (batako) dari tras dan kapur,
kadang-kadang juga dengan sedikit semen portland, sudah mulai dikenal oleh
masyarakat sebagai bahan bangunan dan sudah pula dipakai untuk pembuatan rumah
dan gedung (Frick,H.,1996).
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian
batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang
pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir,
semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan abu cangkang kelapa
sawit sebagai bahan pengisi antara campuran tersebut atau bahan tambah lainnya
(additive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk
balok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui
pembakaran serta dalam pemeliharaannya ditempatkan pada tempat yang lembab atau
tidak terkena sinar matahari langsung atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak
sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk
pasangan dinding.
Berdasarkan SNI-3-0349-1989, persyaratan kuat tekan minimum batako pejal
Tabel 2.2 Persyaratan kuat tekan minimum batako pejal menurut SNI-3-0349-1989
Mutu Kuat tekan minimum (MPa)
I 9,7
II 6,7
III 3,7
IV 2
Berdasarkan SNI 03-0349-1989 tentang bata beton (batako), persyaratan nilai
daya serap air maksimum adalah 25%.(Sumber: Sumaryanto, &dkk, 2009)
2.4.1 Jenis-jenis Batako
Batako merupakan batu cetak yang tidak dibakar, berdasarkan bahan bakunya
batako dibedakan menjadi 2, yaitu: batako tras/putih dan batako semen.
a. Batako Tras/Putih
Batako putih terbuat dari campuran tras, batu kapur, dan air, sehingga sering
juga disebut batu cetak kapur tras. Tras merupakan jenis tanah yang berasal dari
lapukan batu-batu yang berasal dari gunung berapi, warnanya ada yang putih dan ada
juga yang putih kecokelatan. Ukuran batako tras yang biasa beredar di pasaran
memiliki panjang 20cm – 30cm, tebal 8cm – 10cm, dan tinggi 14cm – 18cm.
b. Batako Semen
Batako semen dibuat dari campuran semen dan pasir abu batu. Ukuran dan
model lebih beragam dibandingkan dengan batako putih. Batako ini biasanya
menggunakan dua lubang atau tiga lubang disisinya untuk diisi oleh adukan pengikat.
yaitu pres mesin dan pres tangan. Secara kasat mata, perbedaan pres mesin dan tangan
dapat dilihat pada kepadatan permukaan batakonya. Di pasaran ukuran batako semen
yang biasa ditemui memiliki panjang 36cm – 40cm, tinggi 18cm – 20cm dan tebal
8cm – 10cm (Susanta,G.,2007).
Ada beberapa keuntungan dan kerugian apabila menggunakan batako sebagai
pengganti batu bata.
Keuntungan pemakain batako adalah sebagai berikut:
1. Tiap m2 pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika
dibandingkan dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif terdapat
suatu pengurangan.
2. Pembuatan mudah dan ukuran dapat dibuat sama.
3. Ukurannya besar, sehingga waktu dan ongkos pemasangan juga lebih hemat.
4. Khusus jenis yang berlubang, dapat berfungsi sebagai isolasi udara.
5. Apabila pekerjaan rapi, tidak perlu diplester.
6. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan potongan.
7. Sebelum pemakaian tidak perlu direndam air.
Kerugian pemakaian batako adalah sebagai berikut:
1. Karena proses pengerasannya butuh waktu yang cukup lama (± 3 minggu),
maka butuh waktu yang lama untuk membuatnya sebelum memakainya.
2. Bila diinginkan lebih cepat membantu/mengeras perlu ditambah dengan semen,
sehingga menambah biaya pembuatan.
3. Mengingat ukurannya cukup besar, dan proses pengerasannya cukup lama
mengakibatkan pada saat pengangkutan banyak terjadi batako pecah.
Batako mempunyai beberapa keuntungan yaitu pemakaian bila dibandingkan
dengan bata merah, terlihat penghematan dalam beberapa segi, misalnya setiap m2
luas dinding lebih sedikit jumlah batu yang dibutuhkan, sehingga kuantitatif terdapat
poenghematan. Terdapat pula penghematan dalam pemakaian adukan sampai 75 %.
Berat tembok diperingan dengan 50 %, dengan demikian fondasinya bisa berkurang.
dan jika kualitas batako baik, maka tembok tidak perlu diplester dan sudah cukup
menarik.(Frick,H,1996).
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pnggunaan batako
untuk bahan bangunan mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungan
menggunakan batako dalam bangunan adalah Tiap m2 pasangan tembok,
membutuhkan lebih sedikit batako jika dibandingkan dengan menggunakan batu bata,
berarti secara kuantitatif terdapat suatu pengurangan keuntungan lain dari penggunaan
batako adalah akan mengurangi efek kerusakan lingkungan khususnya lahan pertanian
yang dijadikan sebagai pembuatan batu bata. Sedangkan kerugiannya meliputi proses
membuatnya membutuhkan waktu lama kurang lebih 3 minggu, pengangkutan bisa
membuat pecah dan retak, karena ukurannya yang cukup besar dan proses
membatunya cukup lama.
Berat jenis beton dengan agregat ringan yang kering udara sangat bervariasi,
tergantung pada pemilihan agregatnya, apakah pasir alam atau agregat pecah yang
ringan halus, yang dipergunakan. Berat jenis sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap
sebagai batasan atas dari beton ringan yang sebenarnya, meskipun nilai ini
kadang-kadang melebihi.(Murdock,L.J,1991).
Secara garis besar bila diringkas pembagian penggunaan beton ringan dapat
dibagi tiga yaitu:
(1) Untuk nonstruktur dengan berat jenis antara 240 kg/m3 sampai 800 kg/m3 dan kuat
tekan antara 0.35 MPa sampai 7 MPa yang umumnya digunakan seperti untuk dinding
pemisah atau dinding isolasi.
(2) Untuk struktur ringan dengan berat jenis antara 800 kg/m3 sampai 1400 kg/m3 dan
kuat tekan antara 7 MPa sampai 17 MPa yang umumnya digunakan seperti untuk
dinding yang juga memikul beban.
(3) Untuk struktur dengan berat jenis antara 1400 kg/m3 sampai 1800 kg/m3 dan kuat
tekan lebih dari 17 MPa yang dapat digunakan sebagaimana beton normal.
Proses pembuatan batako antara lain yaitu:
1. Pasir diayak untuk mendapatkan pasir yang halus dengan menggunakan mesin
2. Pasir tanpa diayak dan semen diaduk sampai rata dengan menggunakan mesin
pengaduk dan setelah rata ditambahkan air.
3. Adonan pasir, semen dan air tersebut diaduk kembali sehingga didapat adukan
yang rata dan siap dipakai.
4. Adukan yang siap dipakai ditempatkan di mesin pencetak batako dengan
menggunakan sekop dan di atasnya boleh ditambahkan pasir halus hasil ayakan
(bergantung pada jenis produk batako yang akan dibuat).
5. Dengan menggunakan lempengan besi khusus tersebut dipres/ditekan sampai padat
dan rata mekanisme tekan pada mesin cetak.
6. Batako mentah.yang sudah jadi tersebut kemudian dikeluarkan dari cetakan dengan
cara menempatkan potongan papan di atas seluruh permukaan alat cetak.
7. Berikutnya alat cetak dibalik dengan hati-hati. Skala produksi dan keunggulan
produk akhir sehingga batako mentah tersebut keluar dari alat cetaknya.
8. Proses berikutnya adalah mengeringkan batako mentah dengan cara
diangin-anginkan atau di jemur di bawah terik matahari sehingga didapat batako yang sudah
jadi.(Waluya,2008).
2.5 Semen
Semen adalah bahan anorganik yang mengeras pada pencampuran dengan air.
Yang paling sering digunakan sebagai perekat pada bahan bangunan adalah semen
portland. Semen portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi
utamanya adalah kalsium dan aluminium silikat. Penambahan air pada mineral ini
menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti
batu. (Surdia,T.,1999).
Semen Portland adalah semen hidrolis yang terutama terdiri dari silikat-silikat
kalsium yang bersifat hidraulis bersama bahan-bahan tambahan yang biasa digunakan
Semen portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi
utamanya adalah kalsium atau batu kapur (CaO), Alumunia (Al2O3), Pasir silikat
(SiO2) dan bahan biji besi (FeO2) dan senyawa-senyawa MgO dan SO3, penambahan
air pada mineral ini akan menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan
mempunyai kekuatan seperti batu.(Nawy.G.Edward, 1990).
Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat (adhesif) dan kohesif
(cohesive) yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu
massa yang padat. Meskipun definisi ini dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan,
semen yang dimaksudkan untuk konstruksi beton bertulang adalah bahan jadi dan
mengeras dengan adanya air yang dinamakan semen hidrolis (hidrolic cements).
(Chu-Kia Wang, 1994)
Dari beberapa pendapat tentang sifat semen dapat diambil pengertian bahwa
semen portland adalah suatu bahan pengikat yang mempunyai sifat adhesif dan
kohesif yang memungkinkan fragmen-fragmen mineral saling melekat satu sama lain
apabila dicampur dengan air dan selanjutnya mengeras membentuk massa yang padat.
Semen hidrolis meliputi semen portland, semen putih dan semen alumunia. Untuk
pembuatan beton digunakan semen portland dan semen portland pozzoland. Semen
portland merupakan semen hidrolis yang dihasilkan dari bahan kapur dan bahan
lempung yang dibakar sampai meleleh, setelah terbentuk klinker yang kemudian
dihancurkan, digerus dan ditambah dengan gips dalam jumlah yang sesuai. Sedangkan
semen portland pozzoland adalah semen yang dibuat dengan menggilang
bersama-sama klinker semen portland dan bahan yang mempunyai sifat pozzoland.
Semen portland yang digunakan sebagai bahan struktur harus mempunyai kualitas
yang sesuai dengan ketepatan agar berfungsi secara efektif. Pemeriksaaan dilakukan
terhadap yang masih berupa bentuk kering, pasta semen yang telah keras, dan beton
Adapun komponen–komponen bahan baku semen portland yang baik yaitu:
(1) Batu kapur (CaO) = 60 – 67%
(2) Pasir Silika (SiO2) = 17 – 25%
(3) Alumina (Al2O3) = 0,3 – 0,8%
(4) Tanah Liat (Al2O3) = 0,3 – 0,8%
(5) Magnesia (MgO) = 0,3 – 0,8%
(6) Sulfur (SO3) = 0,3 – 0,8%
Pada dasarnya dapat disebutkan 4 unsur yang paling penting dari Portland
Cement adalah:
(1) Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2
(2) Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2
(3) Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3
(4) Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.FeO3
(Wisnuwijanarko,2008)
Perbandingan air semen menentukan kekuatan beton atau batako. Air yang
berlebihan hanya akan mengambil tempat dan menghambat ikatan, karena air yang
berlebihan tersebut tidak turut reaksi hidrasi. Bila air yang berlebihan tersebut
menguap, retak halus akan tertinggal. Oleh karena itu perbandingan air semen dibuat
serendah mungkin. Meskipun demikian air harus cukup, agar beton mudah dicor, dan
dapat mengisi ruangan tanpa kekosongan. Getaran akan mempercepat proses
pengisian. Kekosongan berbentuk bulat ini tidak akan melemahkan beton. Cacat yang
terjadi setelah kelebihan air menguap yang dapat mengurangi kekuatan beton
(Vlack,V.,1981).
2.5.1 Jenis-Jenis Semen
Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campurn serta
a. Semen non-hidrolik
Semen non hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air,akan
tetapi dapat mengeras di udara.Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur.
Kapur dihasilkan oleh proses kimia dan mekanis di alam. Jenis kapur yang
baik adalah putih yaitu yang mengandung kalsium oksida yang tinggi ketika masih
berbentuk kapur tohor (belum berhubungan dengan air) dan akan mengandung banyak
kalsium hidroksida ketika telah berhubungan dengan air. Kapur tersebut dihasilkan
dengan membakar batu kapur atau kalsium karbonat bersama beserta bahan-bahan
pengotornya, yaitu magnesium, silikat, besi, alkali, alumina dan belerang.
b. Semen hidrolik
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di
dalam air. contoh dari semen hidrolik yaitu:
1. Kapur hidrolik
Kapur hidrolik dibuat dengan cara membakar batu kapur yang mengandung
silika dan lempung sampai menjadi kliker dan mengandung cukup kapur dan silikat
untuk menghasilkan kapur hidrolik.
2.Semen Pozollan
Pozollan adalah sejenis bahan yang mengandung silisium atau aluminium,
yang tidak mempunyai sifat penyemenan. Butirannya halus dan dapat bereaksi dengan
kalsium hidrosikda pada suhu ruang serta membentuk senyawa-senyawa yang
mempunyai sifat-sifat semen.
Semen pozollan adalah bahan ikat yang mengandung silikat amorf, yang
apabila dicampur dengan kapur akan membentuk benda padat yang keras. Bahan yang
mengandung pozollan adalah teras, semen merah, abu terbang, dan buukan terak tanur
3. Semen Terak
Semen terak adalah semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu
campuran seragam serta kuat dan terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor. Sekitar
60% beratnya berasal terak tanur tinggi. Campuran ini biasanya tidak dibakar.
4.Semen alam
Semen alam dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang mengandung
lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengeras. Hasil pembakaran kemudian
digiling menjadi serbuk halus. Kadar silika, alumina dan oksida besi pada serbuk
cukup untuk membuatnya bergabung dengan kalsium oksida sehingga membentuk
senyawa kalsium silikat dan aluminat yang dapat dianggap mempunyai sifat hidrolik.
5.Semen portland
Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam
pekerjaan beton. Semen portland di defenisikan sebagai semen hidrolik yang
dihasilkan dengan menggiling kliker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik,yang
umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan
yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
Semen portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat
SII.0013-81 atau Standar Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus memenuhi
persyaratan yang di tetapkan dalam standar tersebut.
6.Semen portland Pozzolan
Semen portland pozollan adalah campuran semen portland dan bahan-bahan
yang bersifat pozollan seperti terak tanur tinggi dan hasil residu PLTU. Semen jenis
ini biasanya digunakan untuk beton yang diekspos terhadap sulfat. Semen
portland-pozollan dihasilkan dengan mencampurkan bahan semen portland dan portland-pozollan
(15-40% dari berat total campuran), dengan kandungan SiO2 + Al203 + Fe2 O3 dalam
7.Semen Putih
Semen putih adalah semen portland yang kadar oksida besinya rendah, kurang
dari 0,5%. Bahan baku yang digunakan harus kapur murni, lempung putih yang tidak
mengandung oksida besi dan pasir silika. Semen putih digunakan untuk membuat siar
ubin/keramik dan benda yang lebih banyak nilai seninya, tetapi biasanya tidak
digunakan untuk bangunan struktur. Semen putih telah diproduksi secara massal di
pabrik.
8.Semen Alumina
Semen alumina dihasilkan melalui pembakaran batu kapur dan bauksit yang
telah digiling halus pada temperatur 16000C. Hasil pembakaran tersebut berbentuk
kliker dan selanjutnya dihaluskan hingga menyerupai bubuk. Jadilah semen alumina
yang berwana abu-abu. (Mulyono,T.,2004)
2.6 Agregat
Agregat adalah bahan-bahan campuran beton yang saling diikat oleh perekat
semen. Agregat yang umum dipakai adalah pasir; kerikil dan batu-atu pecah.
Pemilihan agregat tergantung dari:
• Syarat-syarat yang ditentukan beton
• Persedian lokasi pembuatan beton
• Perbandingan yang telah ditentukan antara biaya dan mutu (Sagel,R.&dkk,1997)
2.6.1 Jenis-jenis Agregat
Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat kasar dan agregat
1. Agregat Kasar
Agregat disebut agregat kasar apabila ukurannya sudah melebihi ¼ in.(6 mm).
Sifat agregat kasar mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya
terhadap disentegrasi beton, cuaca dan efek-efek perusak lainnya. Agregat kasar
mineral ini harus bersih dari bahan-bahan organik dan harus mempunyai ikatan yang
baik dengan gel semen (Nawy,G.E.,1990). Agregat kasar ini biasanya dinamakan
kerikil, spilit, batu pecah, kricak dan lainnya.
2. Agregat Halus
Agregat halus merupakan pengisi yang berupa pasir. Agregat halus yang baik
harus bebas dari bahan organik dan lempung.
Pasir yang digunakan dalam campuran beton jika dilihat dari sumbernya dapat
berasal dari sungai ataupun dari galian tambang (quarry). Di daerah tertentu, pasir
dapat mengandung mineral-mineral berat. Pasir kasar alami biasanya dapat memenuhi
syarat gradasi zona I dari British Standart (B.S), tetapi mineral halusnya yang
berukuran lebih kecil dari 0,3 mm tidak cukup banyak. Pasir yang masuk zona II dan
III dapat juga ditemukan dalam pasir alami, tetapi biasanya banyak mengandung silt
dan tanah liat. Agregat halus (pasir alam) yang berasal dari sumber ini biasanya
berbutir halus dan berbentuk bulat-bulat akibat proses gesekan, sehingga daya lekat
antara butirannya agak kurang. Agregat seperti ini cocok dipakai untuk campuran
plesteran karena butir-butirnya halus (Mulyono,T.,2004).
2.6.2 Karakteristik Agregat
Jika dilihat dari sumbernya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan
yaitu agregat yang berasal dari sumber alam dan agregat buatan (artificial aggregates).
Contoh agregat yang berasal dari sumber alam adalah pasir alami dan kerikil,
sedangkan agregat buatan adalah agregat yang berasal dari stone crusher, hasil residu
terak tanur tinggi (blast furnace slag), pecahan genteng, pecahan beton,fly ash dari
2.7 Kekuatan Agregat
Kekuatan beton tidak lebih tinggi dari kekuatan agregat, oleh karena itu
sepanjang kekuatan tekan agregat lebih tinggi dari beton yang akan dibuat maka
agregat tersebut masih cukup aman digunakan sebagai campuran beton. Beton mutu
tinggi yang mengalami konsentrasi tegangan lokal cenderung mempunyai tegangan
lebih tinggi dari pada kekuatan seluruh beton.
Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Agregat
Kekuatan agregat dapat bervariasi dalam batas yang besar.Butir-butir agregat
dapat bersifat kurang kuat karena dua hal:
1. Karena terdiri dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel yang kuat tetapi
tidak baik dalam hal pengikatan (interlocking). Granite misalnya, terdiri dari
bahan yang kuat dan keras yaitu kristal quarts dan feldspar, tetapi bersifat kurang
kuat dan modulus elastisitasnya lebih rendah daripada gabbros dan diabeses.Hal
ini terjadi karena butir-butir granit tidak terikat dengan baik.
2. Porositas yang besar. Porositas yang besar mempengaruhi keuletan yang
menentukan ketahanan terhadap benda kejut.
Cara Pengujian Kekuatan Agregat
Untuk menguji kekuatan agregat dapat menggunakan bejana Rudelloff ataupun
los Angelos Test. Bejana Rudelloff yang banyak digunakan di negara Inggris berupa
bejana yang berbentuk silinder baja dengan garis tengah bagian dalam 11.8 cm dan
tingginya 40 cm dengan dilengkapi stempel pada dasarnya. Cara pengujiannya butiran
agregat dimasukan kedalam silinder tersebut dan diletakkan stempel kemudian ditekan
dengan gaya tekan 20 ton selama 20 menit. Bagian yang hancur yang lebih kecil dari 2
mm kemudian ditimbang. Beratnya merupakan ukuran dari kekuatan agregat yang
dinyatakan dalam persen hancur. Semakin banyak bagian yang hancur semakin rendah
2.8 Air
Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan
semen untuk membasahi agregat dan untuk melumas campuran agar mudah
pengerjaanya. Pada umumnya air minum dapat dipakai untuk mencampur beton.
Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam,
minyak, gula, atau bahan-bahan kimia lain, bila dipakai untuk campuran beton akan
sangat menurunkan kekutannya dan dapat juga mengubah sifat-sifat semen. Selain itu,
air yang demikian dapat mengurangi kemudahan pengerjaan.
Karena karakter pasta semen merupakan hasil reaksi kimiawi antara semen
dengan air, maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total ( semen + agregat
halus + agregat kasar ) material yang menentukan, melainkan hanya perbandingan
antara air dan semen pada campuran yang menentukan. Air yang berlebihan akan
menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air
yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak seluruhnya selesai.
Sebagai akibatnya beton yang dihasilkan akan kurang kekuatannya.
(Nawi Edward,1990).
2.9 Syarat Umum Air
Air yang digunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak boleh
mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak
beton atau tulangan. Sebaiknya dipakai air tawar yang dapat diminum. Air yang
digunakan dalam pembuatan beton pra-tekan dan beton yang akan ditanami logam
aluminium (termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat) tidak boleh
mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan. Untuk perlindungan
terhadap korosi, konsentrasi ion klorida maksimum yang terdapat dalam beton yang
telah mengeras pada umur 28 hari yang dihasilkan dari bahan campuran termasuk
air,agregat,bahan bersemen dan bahan campuran tambahan tidak boleh melampaui
Air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan adalah sebagai berikut:
a) Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam
alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain yang dapat merusak
daripada beton.
b) Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke Laboratorium
Penyelidikan Bahan untuk mendapatkan pengujian sebagaimana yang dipersyaratkan.
c) Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran berat dan
harus dilakukan setepat-tepatnya.Air yang digunakan untuk proses pembuatan beton
yang paling baik adalah air bersih yang memenuhi syarat air minum. Jika
dipergunakan air yang tidak baik maka kekuatan beton akan berkurang. Air yang
digunakan dalam proses pembuatan beton jika terlalu sedikit maka akan menyebabkan
beton akan sulit untuk dikerjakan, tetapi jika air yang digunakan terlalu banyak maka
kekuatan beton akan berkurang dan terjadi penyusutan setelah beton mengeras.
(Wisniwijanarko,2008)
Dalam proses pembuatan beton, air mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Agar terjadi hidrasi, yaitu reaksi kimia antara semen dan air yang menyebabkan
campuran air semen menjadi keras setelah lewat beberapa waktu tertentu.
2. Sebagai pelicin campuran kerikil, pasir, dan semen agar memudahkan
2. Sebagai pelicin campuran kerikil, pasir, dan semen agar memudahkan pekerjaan.
3. Untuk merawat beton selama pengerasan.
2.10 Bahan Tambah
Bahan campuran tambahan (admixtures) adalah bahan yang bukan air, agregat,
maupun semen, yang ditambahkan kedalam campuran sesaat atau selama
pencampuran. Fungsi bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat beton agar menjadi
cocok untuk pekerjaan tertentu, atau ekonomis, atau untuk tujuan lain seperti
menghemat energi”. Jenis bahan tambahan yang paling utama diringkas sebagai
berikut:
1. Bahan tambahan pemercepat (accelerating admixtures).
3. Bahan tambahan pengurang air dan pengontrol pengeringan
4. Bahan tambahan penghalus gradasi (finely divided mineral admixtures)
5. Bahan tambahan untuk mengurangi/menghapus slump
6. Polimer
7. Superplastisizer
1. Bahan Tambahan Pemercepat
Bahan ini ditambahkan pada campuran beton untuk mengurangi waktu
pengeringan dan mempercepat pencapaian kekuatan. Yang paling terkenal adalah
kal;sium klorida. Bahan-bahan kimia lain yang berfungsi sebagai pemercepat antara
lain senyawa- senyawa garam seperti klorida, bromida, karbonat, silikat dan terkadang
senyawa organik lainnya seperti trietanolamin.
2. Bahan Tambah Untuk air-entraining
Bahan tambahan ini membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1
mm atau lebih kecil di dalam beton atau mortar selama pencampuran , dengan maksud
mempermudah pengerjaan campuran pada waktu pengecoran dan menambah
ketahanan awal beton.
3. Bahan Tambahan Pengurang Air dan Pengontrol Pengeringan
Bahan tambahan ini menambah kekuatan beton. Bahan ini juga mengurangi
kandungan semen yang sebanding dengan pengurangan kandungan air. Hampir
semuanya berwujud cairan. Air yang terkandung dalam bahan tambahan ini akan
menjadi bagian dari air campuran dalam beton. Jadi harus ditambahkan menjadi berat
air total dalam desain campuran.
4.Bahan Tambahan Penghalus Gradasi
Bahan ini berupa mineral yang dipakai untuk memperhalus
perbedaan-perbedaan pada campuran beton dengan memberikan ukuran butir yang tidak ada atau
kurang pada agregat. Selain itu juga dapat menaikkan mutu beton, seperti mengurangi
premeabilitas atau ekspansi, dan juga mengurangi biaya produksi beton. Bahan ini
misalnya adalah kapur hidrolis, semen slag, fly ash, dan pozzolan alam yang sudah
5. Bahan Tambahan Untuk Beton Tanpa Slump
Beton tanpa slump didefenisikan sebagai beton dengan slump sebesar 1 in
(25,4 mm) atau kurang, sesaat setelah pencampuran. Pemilihan bahan tambahan ini
bergantung pada sifat-sifat beton yang diinginkan terjadi, seperti sifat plastisitasnya,
waktu pengeringan dan pencapaian kekuatan, efek beku cair, kekuatan dan harga.
6. Polimer
Ini adalah jenis bahan tambahan baru yang dapat menghasilkan beton dengan
kekuatan tekan yang sangat tinggi, sebesar 15.000 psi atau lebih, dan kekuatan belah
tarik sebesar 1.500 psi atau lebih.Beton dengan kekuatan tinggi ini biasanya
diproduksi dengan menggunakan bahan polimer dengan cara modifikasi sifat beton
dengan mengurangi air di lapangan atau dijenuhkan dan dipancarkan pada temperatur
yang sangat tinggi di laboratorium.
Beton dengan modifikasi polimer (PMC = Polymer Modified Concrete) ini
adalah beton yang ditambah resin dan pengeras sebagai bahan tambahan. Prisipnya
adalah menggantikan air pencampur dengan polimer sehingga di dapat beton yang
berkekuatan tinggi dan mempunyai mutu-mutu baik lain. Faktor polimer-beton yang
optimum adalh sekitar 0,3 sampai 0,45 (dalam perbandingan berat) untuk mencapai
kekuatan tinggi tersebut.
7. Superplastisizer
Ini juga merupakan jenis bahan tambahan baru yang dapat disebut sebagai
bahan tambahan kimia pengurang air. Tiga jenis plastisizer adalah:
1. Kondensasi sulfonat melamin formaldehide dengan kandungan klorida
sebesar 0,005%
2. Sulfonat nafthalin formaldehid dengan kandunga klorida yang dapat
diabaikan
2.10.1 Bahan Tambah Mineral (Additive)
Bahan tambah mineral ini merupakan bahan tambah yang dimaksudkan untuk
memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah mineral ini lebih banyak
digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton, sehingga bahan tambah mineral ini
cenderung bersifat penyemenan. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozollan,
fly ash, slag, dan silica fume. Beberapa keuntungan penggunaan bahan tambah
mineral ini antara lain:
1. Memperbaiki kinerja workability
2. Mengurangi panas hidrasi
3. Mengurangi biaya pekerjaan beton
4. Mempertinggi daya tahan terhadap serangan sulfat
5. Mempertinggi daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika
6. Mempertinggi usia beton
7. Mempertinggi kekuatan tekan beton
8. Mempertinggi keawetan beton
9. Mengurangi penyusutan
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan bahan
3.1.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, yaitu:
1. Ayakan 100 Mesh
Berfungsi untuk pembutiran pasir dan abu cangkang kelapa sawit.
2. Neraca analitik
Berfungsi untuk menimbang bahan.
3. Mixer
Berfungsi mengaduk semua bahan agar homogen.
4. Universal Testing Machine (UTM)
Berfungsi menguji kekuatan tekan sampel batako.
5. Jangka sorong
Berfungsi mengukur diameter, panjang, lebar dan tinggi sampel batako.
6. Equotip hardness tester zurich switzerland SN 716-0915
Berfungsi menguji kekerasan sampel batako dengan metode brinel.
7 Cetakan berdiameter 5 cm
Berfungsi mencetak batako
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi:
1. Semen portland pozollan
2. Pasir
3. Abu cangkang Kelapa Sawit
3.2 Diagram alir Penelitian
Mulai
Penyediaan abu cangkang kelapa sawit yang sudah dibakar
Penyediaan Semen, Pasir, Abu Cangkang Kelapa Sawit (ACKS) dan air
Pencampuran
Pengadukan
Pencetakan
Pengeringan
Pengujian sampel
Densitas Kuat tekan Kekerasan Penyerapan air
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
3.3 Prosedur Penelitian
1. Dipersiapkan semua bahan: semen, pasir, abu cangkang kelapa sawit dan air.
2. Pasir dan abu cangkang kelapa sawit diayak dengan ayakan 100 mesh.
3. Bahan ditimbang sesuai dengan variasi persentase komposisi.
4. Semen dengan komposisi 20% dicampur dengan pasir 80% dan air,
selanjutnya semen dengan variasi komposisi tetap 20% dicampur dengan pasir
dan abu cangkang kelapa sawit dengan variasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%
dari massa pasir dan dicampur dengan air secukupnya.
5. Bahan yang sudah tercampur diaduk dengan mixer hingga rata selama ± 15
menit.
6. Bahan yang sudah teraduk dimasukkan ke dalam cetakan silinder dengan
diameter 5, kemudian dicetak dengan cara dipres 150 kgforce.
7. Kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dalam ruangan pada
suhu kamar (270C) selama 28 hari.
3.4 Pengukuran Sampel
3.4.1 Daya Serap Air
Pengujian daya serapan air dilakukan untuk mengetahui persentase penyerapan
air dari benda uji setelah direndam pada periode tertentu. Uji daya serapan air (water
absorbtion) menggunakan benda uji berbentuk silinder. Pengujian daya serap air
dilakukan setelah sampel batako dikeringkan selama 28 hari. Jumlah sampel batako
yang diuji terdiri dari: 3 buah sampel batako normal (20% semen dengan 80% pasir),
3 buah sampel batako dengan campuran 10% abu cangkang kelapa sawit dari massa
pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 20% abu cangkang kelapa sawit dari
massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 30% abu cangkang kelapa sawit
dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 40% abu cangkang kelapa
sawit dari massa pasir, dan 3 buah sampel batako dengan campuran 50% abu
Persentase daya serapan air dari benda uji dapat diperoleh dengan rumus:
Mk = Massa kering dari benda uji (gr)
Cara pengujiannya, yaitu:
1. Sampel yang akan diuji ditimbang beratnya (Mk).
2. Sampel direndam dalam air selama 1 hari.
3. Sampel diangkat dari rendaman, setelah permukaan sampel kering ditimbang
beratnya (Mb).
3.4.2 Densitas
Pengujian densitas dilakukan untuk mengetahui besarnya densitas yang
terdapat pada benda uji. Semakin besar densitas yang terdapat pada benda uji maka
semakin rendah porositasnya. Pengujian densitas menggunakan benda uji berbentuk
silinder. Pengujian ini dilakukan setelah sampel batako dikeringkan selama 28 hari.
Jumlah sampel batako yang diuji terdiri dari: 3 buah sampel batako normal (20%
semen dengan 80% pasir), 3 buah sampel batako dengan campuran 10% abu cangkang
kelapa sawit dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 20% abu
cangkang kelapa sawit dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran 30%
abu cangkang kelapa sawit dari massa pasir, 3 buah sampel batako dengan campuran
40% abu cangkang kelapa sawit dari massa pasir, dan 3 buah sampel batako dengan
campuran 50% abu cangkang kelapa sawit dari massa pasir.
V m
Densitas(ρ)= (3.2)
Dengan;
ρ = densitas benda uji (gr/cm2) m = massa benda uji (gr)
V = volume benda uji (cm3)
Cara Pengujiannya:
Sampel yang akan diuji diukur diameternya (d) dan tebalnya (t), kemudian ditimbang
massanya (m).
3.4.3 Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan batako dilakukan untuk mengetahui kuat tekan hancur
dari benda uji. Pengujian kuat tekan dilakukan saat batako berumur 28 hari. Jumlah
sampel batako yang diuji terdiri dari: 3 buah sampel batako normal (20% semen
dengan 80% pasir), 3 buah sampel batako dengan campuran 10% abu cangkang
kelapa sawit, 3 buah sampel batako dengan campuran 20% abu cangkang kelapa
sawit, 3 buah sampel batako dengan campuran 30% abu cangkang kelapa sawit, 3
buah sampel batako dengan campuran 40% abu cangkang kelapa sawit,dan 3 buah
sampel batako dengan campuran 50% abu cangkang kelapa sawit yang beratnya
masing-masing diambil dari massa pasir.
Kuat tekan batako dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
fc = A P
(3.3)
Dengan; fc = Kuat tekan (Mpa)
P = Beban maksimum (N)
A = Luas bidang permukaan (mm2)
Cara pengujiannya yaitu:
1. Sampel yang akan di uji diukur diameternya (d) untuk memudahkan
perhitungan.
2. Sampel diletakkan di atas bentangan penumpu dan tepat berada ditengah di
bawah penekan.
3. Jarum penunjuk pada alat UTM tersebut diatur sehingga menunjukkan angka
nol.
4. Alat dihidupkan,kemudian dicatat angka yang ditunjukan pada alat sebagai
nilai P,setelah sampai hancur.
3.4.4 Kekerasan
Kekerasan adalah tahanan yang diberikan oleh bahan terhadap penekanan ke
dalam yang tetap, disebabkan oleh benda tekan yang berbentuk tertentu karena
pengaruh gaya tertentu. Penekanan kecil (atau tidak dalam) menunjukkan kekerasan
yang besar ( Van Vliet,G.L.J.,1984).
Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui ketahanan benda uji
terhadap desakan ke dalam yang tetap. Pengujian kekerasan menggunakan benda uji
berbentuk silinder. Pengujian kekerasan terhadap sampel batako dilakukan setelah
batako dikeringkan selama 28 hari. Jumlah sampel batako yang diuji terdiri dari: 3
buah sampel batako normal (20% semen dengan 80% pasir), 3 buah sampel batako
dengan campuran 10% abu cangkang kelapa sawit, 3 buah sampel batako dengan
campuran 20% abu cangkang kelapa sawit, 3 buah sampel batako dengan campuran
30% abu cangkang kelapa sawit, 3 buah sampel batako dengan campuran 40% abu
cangkang kelapa sawit,dan 3 buah sampel batako dengan campuran 50% abu
Pengukuran kekerasan sampel batako dapat dilakukan menurut metode Brinell,
yang dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
A F
HB= 0,102. (3.5)
Dengan;
HB = Nilai kekerasan menurut metode Brinell
F = Gaya desakan (N)
A = Luas segmen bola dari desakan dalam (m2)
0,102 = Faktor perhitungan yang diperlukan.
Cara pengujian:
Pengukuran kekerasan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Brinell, dimana
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Pengukuran daya serap air
Dari hasil pengukuran daya serap air di peroleh data seperti pada tabel 4.1
berikut:
Tabel 4.1 Data hasil pengukuran daya serap air sampel batako
No Variasi campuran
4.1.2 Pengukuran densitas
Dari hasil pengukuran densitas di peroleh data seperti pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Data hasil pengukuran densitas sampel batako
4.1.3 Pengujian kuat tekan
Dari hasil pengujian kuat tekan di peroleh data seperti pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Data hasil pengujian kuat tekan batako dengan waktu pengeringan selama 28 hari
4.1.4 Pengujian kekerasan
Dari hasil pengujian kekerasan di peroleh data seperti pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Data hasil pengujian kekerasan batako dengan waktu pengeringan selama 28 hari
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengukuran Daya serap air
Pengujian daya serap air dilakukan setelah batako berumur 28 hari sejak
pengeringan. Data hasil pengujian diperoleh daya serapan air rata-rata batako normal
adalah 10,76%, batako dengan campuran 10 % abu cangkang kelapa sawit + 70 %
pasir + 20 % semen daya serap airnya sebesar 15,03 %, batako dengan campuran 20
% abu cangkang kelapa sawit + 60 % pasir + 20 % semen daya serap airnya 16,32
%,batako dengan campuran 30 % abu cangkang kelapa sawit + 50 % pasir + 20 %
semen daya serap airnya 19,92 %, batako dengan campuran 40 % abu cangkang
kelapa sawit + 40 % pasir + 20 % semen daya serap airnya 22,27 % dan batako
dengan campuran 50 % abu cangkang kelapa sawit + 30 % pasir + 20 % semen daya
serap airnya 23,13 %
0
komposisi abu cangkang kelapa sawit (%)
p
Gambar 4.1 Grafik Daya Serap Air Batako terhadap Komposisi abu cangkang kelapa sawit
Dari data hasil percobaan diperoleh bahwa batako normal (batako tanpa
campuran abu cangkang kelapa sawit) lebih kecil daya serapan airnya dari pada
batako campuran abu cangkang kelapa sawit. Hal ini disebabkan massa abu cangkang
kelapa sawit lebih ringan dari pasir, sehingga membentuk pori-pori, semakin banyak
pada batako normal adalah 10,76%, sedangkan batako dengan menggunakan abu
cangkang kelapa sawit daya serap airnya adalah 15,03% - 23,13%.
4.2.2 Pengukuran Densitas
Pengujian densitas dilakukan setelah batako berumur 28 hari sejak
pengeringan. Data hasil pengujian diperoleh densitas rata-rata batako normal adalah
1,88 g/cm3,batako dengan campuran 10 % abu cangkang kelapa sawit + 70 % pasir +
20 % semen densitas sebesar 1,69 g/cm3, batako dengan campuran 20 % abu
cangkang kelapa sawit + 60 % pasir + 20 % semen densitas sebesar 1,63 g/cm3,batako
dengan campuran 30 % abu cangkang kelapa sawit + 50 % pasir + 20 % semen
densitas sebesar 1,50 gr/cm3, batako dengan campuran 40 % abu cangkang kelapa
sawit + 40 % pasir +20 % semen densitas sebesar 1,41 gr/cm3 dan batako dengan
campuran 50% abu cangkang elapa sawit + 30 % pasir + 20 % semen densitas sebesar
1,41 gr/cm3.
komposisi abu cangkang kelapa sawit (%)
D
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa densitas batako normal lebih besar dari
batako dengan campuran abu cangkang kelapa sawit. Semakin bertambahnya
persentase campuran abu cangkang kelapa sawit maka semakin menurun pula densitas
sehingga massa batako semakin kecil dengan variasi abu cangkang kelapa sawit yang
semakin besar. Dimana semakin besar daya serapan airnya maka semakin kecil pula
densitasnya. Hasil densitas pada batako normal adalah 1,88 gr/cm3, sedangkan batako
dengan menggunakan abu cangkang kelapa sawit densitasnya adalah 1,69 gr/cm3 –
1,41 gr/cm3.
4.2.3 Pengujian Kuat Tekan
0
komposisi abu cangkang kelapa sawit (%)
K
Gambar 4.3 Grafik Kuat Tekan Batako terhadap komposisi abu
cangkang kelapa sawit
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin bertambah campuran abu
cangkang kelapa sawit maka kuat tekan dari batako semakin menurun. Ini
dikarenakan massa abu cangkang kelapa sawit lebih ringan dari pasir dan bersifat
tidak padat, sehingga membentuk pori-pori, semakin banyak pori-pori maka
kekosongan pada sampel juga akan semakin besar dan itu berarti kekuatan batako
akan semakin berkurang. Hasil kuat tekan pada batako normal adalah sebesar 10,06
MPa, sedangkan batako dengan menggunakan abu cangkang kelapa sawit kuat
4.2.4 Pengujian Kekerasan
komposisi abu cangkang kelapa sawit (%)
K
Gambar 4.4 Grafik Kekerasan Batako terhadap komposisi abu cangkang
kelapa sawit
Dari grafik di atas dapat dilihat kekerasan rata-rata untuk batako dengan
campuran 0% abu cangkang kelapa sawit (batako normal) sebesar 95,0 HB,
sedangkan kekerasan rata-rata untuk batako dengan campuran 10% abu cangkang
kelapa sawit sebesar 94,0 HB, kekerasan rata-rata untuk batako dengan campuran
20% abu cangkang kelapa sawit sebesar 92,0 HB, kekerasan rata-rata untuk batako
dengan campuran 30% abu cangkang kelapa sawit sebesar 90,0 HB, kekerasan
rata-rata untuk batako dengan campuran 40% abu cangkang kelapa sawit sebesar 87,0 HB
dan kekerasan rata-rata untuk batako dengan campuran 50% abu cangkang kelapa
sawi sebesar 83 HB.
Dari grafik, terlihat juga bahwa adanya penurunan nilai kekerasan batako pada
penggunaan abu cangkang kelapa sawit dengan kadar yang lebih tinggi. Ini
disebabkan abu cangkang kelapa sawit bersifat tidak padat, sehingga menbentuk
pori-pori, semakin banyak pori-pori maka kekosongan pada sampel juga akan semakin
besar dan itu berarti kekerasan batako akan semakin berkurang. Hasil kekerasan pada
batako normal adalah 95HB, sedangkan batako dengan menggunakan abu cangkang
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang diperoleh dan dari hasil pembahasan yang telah
dilakukan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pada pembuatan batako dengan menggunakan abu cangkang kelapa sawit
dimana densitas, kuat tekan, kekerasan hasilnya lebih rendah dari batako
normal akan tetapi daya serap airnya lebih besar dari batako normal. Hal ini
disebabkan massa abu cangkang kelapa sawit lebih ringan dari pasir dan
bersifat tidak padat, sehingga membentuk pori-pori, semakin banyak pori-pori
maka kekosongan pada sampel juga akan semakin besar, itu berarti kekuatan
batako akan semakin menurun dan massa batako semakin kecil akan tetapi
daya serapan airnya semakin besar.
2. Kuat tekan batako pada penggunaan 10 % dan 20% abu cangkang kelapa sawit
hampir menyamai kuat tekan pada batako normal (batako dengan campuran
semen dan pasir tanpa abu cangkang kelapa sawit). Hasil kuat tekan batako
dengan campuran abu cangkang kelapa sawit yaitu 9,85 Mpa dan pada batako
normal yaitu 10,06 Mpa.
3. Pada penelitian ini batako dengan campuran abu cangkang kelapa sawit
termasuk batako ringan, hal ini disebabkan densitas dari batako tersebut
5.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya sebaiknya abu cangkang kelapa sawit digunakan
sebagai pengganti pasir dalam pembuatan batako, karena dilihat dari hasil kuat tekan
batako dengan menggunakan abu cangkang kelapa sawit pada komposisi 10% dan
DAFTAR PUSTAKA
Chu-Kia Wang, 1994, Disain Beton Bertulang, Terjemahan oleh Binsar Hariandja, Jilid I, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta.
Fauzi,Yan., Y.E,Widyastuti., I.Satyawibawa dan R.Hartono, 2002, Kelapa Sawit, Edisi Revisi, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
Frick,H, 1996, Arsitektur dan Lingkungan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Hadi,Mustafa, 2004, Teknik Berkebun Kelapa Sawit, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.
Hutahaean,B, 2007, Pengujian Sifat Mekanik Beton Yang Dicampur Dengan Abu
Cangkang Sawit, Skripsi Jurusan Fisika, FMIPA UNIMED,Medan
Mulyono,T, 2004, Teknologi Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Murdock,L.J dan K.M,Brook, 1991, Bahan dan Praktek Beton, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta.
Nawy.G.Edward, 1990, Beton Bertulang, Penerbit P.T Eresco, Bandung.
Segel,R,., Ing P.K dan G.H,kusuma, 1997, Pedoman Pengujian Beton, Erlangga, Jakarta.
Sumaryanto, D. Satyarno,I. Dan Tjokrodimulyo,K. 2009. Batako Padi Komposit
Mortar Semen. Diakses tanggal 25 Oktober 2009.
Surdia,T, 1999, Pengetahuan Bahan Teknik, Penerbit P.T Pradnya Paramita, Jakarta.
Susanta, G., 2007, Dinding, Cetakan pertama, Penebar swadaya, Jakarta
Van Vliet, G.L.J dan Both. W., 1984, Teknologi untuk Bangunan Mesin
Bahan-bahan I, Terjemahan Haroen, Erlangga, Jakarta.
Vlack,V., 1981, Ilmu dan Teknologi Bahan, Edisi kelima, Terjemahan Sriati Djaprie, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Wisnuwijanarko, 2008, Konstruksi Landasan Teori Beton Ringan, Diakses tanggal 20 agustus 2009
LAMPIRAN I
VARIASI CAMPURAN BAHAN
NO SEMEN (gr) PASIR (gr) ABU CANGKANG KELAPA SAWIT (gr)
1. 20 80 0
2 20 72 8 ( 10 % )
3 20 64 16 ( 20 % )
4 20 56 24 (30 % )
5 20 48 32 ( 40 % )
6 20 40 40 ( 50 % )
Dalam penelitian ini dipakai perbandingan
Semen : Pasir
LAMPIRAN 2
GAMBAR ALAT–ALAT PERCOBAAN
1. UTM (Universal Teating Machine)
3.Ayakan 100 Mesh
4. Equotip hardness tester zurich switzerland SN 716-0915
6. Pengepresan
LAMPIRAN 3
GAMBAR BAHAN-BAHAN PERCOBAAN
1.Abu cangkang kelapa sawit
LAMPIRAN 4
I. Perhitungan Penyerapan Air (Water Absorption)
Contoh Perhitungan Penyerapan Air sebagai berikut :
Penyerapan Air
Untuk perhitungan penyerapan air rata-rata :
Penyerapan air rata-rata (%) =
II. Perhitungan Densitas
Contoh Perhitungan Pengujian Densitas sebagai berikut : Densitas
Untuk perhitungan densitas rata-rata :
III. Perhitungan Tekanan (Comprosive test)
Contoh perhitungan pengujian kuat tekan sebagai berikut : Tekanan
Untuk perhitungan kuat tekan rata-rata :