• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Atas Klaim Dari Pemilik Barang Kepada Freight Forwarder / UJPT ( Usaha Jasa Pengangkutan Dan Transportasi) Khusus Dibidang Perairan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Atas Klaim Dari Pemilik Barang Kepada Freight Forwarder / UJPT ( Usaha Jasa Pengangkutan Dan Transportasi) Khusus Dibidang Perairan"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KLAIM DARI PEMILIK

BARANG KEPADA

FREIGHT FORWARDER /

UJPT

( USAHA JASA PENGANGKUTAN DAN TRANSPORTASI)

KHUSUS DIBIDANG PERAIRAN

TESIS

Oleh

ADHEE MUHD IKHSAN 087005074/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KLAIM DARI PEMILIK

BARANG KEPADA

FREIGHT FORWARDER /

UJPT

( USAHA JASA PENGANGKUTAN DAN TRANSPORTASI)

KHUSUS DIBIDANG PERAIRAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

dalam Program Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ADHEE MUHD IKHSAN 087005074/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KLAIM DARI

PEMILIK BARANG KEPADA FREIGHT

FORWARDER / UJPT ( USAHA JASA PENGANGKUTAN DAN TRANSPORTASI) KHUSUS DIBIDANG PERAIRAN

Nama Mahasiswa : Adhee Muhd Ikhsan Nomor Pokok : 087005074

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) Anggota Anggota

Ketua Program Studi D e k a n

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 21 Mei 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH

2. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

3. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM

(5)

ABSTRAK

Era kontainerisasi di dalam pengangkutan laut telah banyak manfaat yang diberikan termasuk di dalamnya adalah meminimalisir kerusakan dan atau kerugian terhadap kargo yang diangkut di dalamnya. Akan tetapi seringkali terjadi kerugian (loss) yang berupa kehilangan barang (shortage claim). Sering kali

consignee sebagai buyer tidak menerima barang dalam jumlah yang disepakati di dalam sales and purchase contract atau seperti yang dideklarasikan oleh seller

sebagai shipper kepada pengangkut di dalam packing list. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pengaturan Freight Forwarder UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi) di Indonesia? Bagaimanakah bentuk Klaim dokumen dan barang serta cara penanganannya? Serta Bagaimanakah perlindungan Hukum atas Klaim dari Pemilik Barang kepada Freight Forwarder

UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi)?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process)

Pengaturan hukum pengangkutan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang jasa pengangkutan. Istilah peraturan hukum (rule of law) dalam defenisi ini meliputi semua ketentuan: a.Undang-undang pengangkutan, b. Perjanjian pengangkutan, c.Konvensi internasional tentang pengangkutan;d. Kebiasaan dalam pengangkutan kereta api, darat, perairan, dan penerbangan. Peraturan hukum tersebut meliputi juga asas hukum, norma hukum, teori hukum, dan praktik hukum pengangkutan. Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Nomor 98 Tahun 1992) diundangkan tanggal 17 September 1992, dan sekarang telah diubah dengan UU no.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, yang menyatakan bahwa pengangkutan perairan diselenggarakan oleh Perusahaan Pengangkutan Perairan yang menjalankan kegiatan usaha khusus di bidang pengangkutan perairan. Usaha pengangkutan perairan diselenggarakan berdasarkan izin pemerintah.tatacara mengurus kekurangan atau kerusakan barang klaim adalah sebagai berikut :

Bukti kekurangan barang dan Bukti Pendapat/bukti kerusakan

(6)

ABSTRACT

Kontainerisasi era in marine transportation has many benefits provided by including in it is to minimize the damage and or loss of cargo are transported in it. But often there is a loss (loss) in the form of lost goods (shortage claim). Often times the consignee as the buyer does not receive the goods in such quantity in the sales and purchase contract or as declared by the seller as shipper to the carrier in the packing list. The problem in this research is How settings UJPT Freight Forwarder (Transportation Service Business and Transportation) in Indonesia? How Claim forms of documents and goods as well as how to handle? And How Legal protection of Claims of the Owner of the Goods to the Freight Forwarder UJPT (Business Shipping and Transportation)?

The method used in this research is normative. Normative research method known as doctrinal studies (doctrinal research) is a study that analyzed the law both written in the book (law as it is written in the book), or the law that was decided by the judge through the court process (law it is decided by the judge through a judicial process)

Legal arrangements are the overall transportation regulations governing transportation services. The term rule of law (rule of law) in this definition includes all of the provisions: a.Undang transportation legislation, b. Transportation agreement, international c.Konvensi about transportation; d. Habits in railway transport, land, water, and aviation. Rule of law also includes legal principles, rule of law, legal theory, and practice of transportation law. According to the provisions of Act No. 21 of 1992 on Shipping (State Gazette No. 98 of 1992) promulgated on 17 September 1992, and now has been amended by Law No.17 of 2008 on Shipping, which states that the transport of water held by the Company Freight waters run specific business activities in the field of water transportation. Marine transportation business conducted under the authorization pemerintah.tatacara care of shortage or damage to goods claim is as follows: Evidence of shortage of goods and Evidence Comments / evidence of damage

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Selawat beriring salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW dan beserta kepada pengikut-pengikutnya.

Tesis ini diberi judul “PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KLAIM DARI

PEMILIK BARANG KEPADA FREIGHT FORWARDER / UJPT ( USAHA

JASA PENGANGKUTAN DAN TRANSPORTASI) KHUSUS DIBIDANG

PERAIRAN“

Penulis menyadari bahwa, uraian yang terdapat dalam tesis ini belumlah merupakan hasil pemikiran yang bersifat final dan menyeluruh, tetapi disadari bahwa masih mengandung kekurangan, kelemahan dan ketidaksempurnaan, baik dalam untaian kata dan kalimatnya maupun substansi yang menjadi topik bahasan. Oleh karena itulah diharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak sehingga segala kekurangan dan ketidaksempurnaan dimaksud dapat diatasi dan diminimalisir. Atas sumbangsih kritik dan saran yang membangun tersebut penulis ucapkan terima kasih.

(8)

Ucapan terima kasih khusus secara pribadi perlu kiranya dikemukakan dengan tidak mengurangi penghargaan kepada berbagai pihak, mereka itu adalah: 1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syharil Pasaribu,

DTM&H, M.Sc (CTM), SpA(K)

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Komisi pembimbing I Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, yang telah banyak memberikan arahan dan perhatian serta banyak meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan penulis.

4. Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum, Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH,MH sekaligus Pembimbing II yang telah memberikan perhatian penuh, mendorong dan membekali penulis dengan ilmu yang bermanfaat dalam menyelesaikan studi 5. Komisi Pembimbing III Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, yang telah banyak memberikan arahan dan perhatian serta banyak meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada seluruh guru besar dan dosen pada Program Magister Ilmu Hukum khususnya dan Universitas Sumatera Utara pada umumnya.

(9)

bosan-bosan memberikan doa dan restu, bimbingan dan selalu bersikap tegas serta menanamkan kedisiplinan kepada penulis sampai sekarang ini.

7. Saudara kandung (Mbak) dan Abang Ipar yang tercinta ( Neneng Yoerikha Hanoem,Sp dan Edy Malon Dolok Saribu, Sp ) yang selalu

doa restu dan memberikan semangat serta bimbingan kepada penulis.

8. Abah dan Mama Orang tua angkat di Lhokseumawe (H. Tarmizi Jalil dan Hj. Lisa Kepala PT. Jamsostek Persero Cabang Lhokseumawe) yang selalu

memberikan nasehat, kritik dan saran kepada penulis.

9. Ayah dan Mama di Kisaran (H. Ir. Sofian Ibrahim, M.Sp dan Hj. Nengsiwaty) yang selalu memberikan semangat dan doa restu kepada penulis.

10.Elsyah Putri, S.Psi, M.Psi (calon pendamping) yang selalu memberikan pengertian, kasih sayang dan dorongan serta memberikan semangat kepada penulis.

11.Kakek, Nenek dan saudara-saudara saya yang selalu memberikan saran dan dorongan semangat kepada penulis.

12.Terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum dan rekan-rekan sejawat pada Sumatera Utara yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan dan pengadaan data-data yang dibutuhkan penulis dalam pembahasan tesis ini.

(10)

tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan tersebut berlipat ganda.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi diri penulis khususnya dan bermanfaat kepada pembaca tesis ini.

Medan, 21 Mei 2011 Penulis,

(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Adhee Muhd Ikhsan.

Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 05 Oktober 1984 Jenis Kelamin : Laki – Laki

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Karya IV Dusun I No.17, Desa Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Kota Deli Serdang.

PENDIDIKAN FORMAL

a. Sekolah Dasar IKAL-Medan, Tahun 1994

b. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I8 Medan, Tahun 2000

c. Sekolah Menengah Umum Kartika I-2 Medan, Tahun 2003

d. Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara Medan, Tahun 2007

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ...vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Keaslian Penulisan ... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16

G. Metode Penelitian ... 26

BAB II : PENGATURAN FREIGHT FORWARDER/ UJPT (USAHA JASA PENGANGKUTAN DAN TRANSPORTASI) DI INDONESIA ……….. 32

A. Pengertian Freight Forwarder ... 32

B. Pengaturan Freight Forwarder UJPT(Usaha Jasa Pengangkutan Dan Transportasi) Di Indonesia ...34

1. Dalam KUHD ... 34

2. Di Luar KUHD... 36

C. Perjanjian Pengangkutan antara pemilik Barang dengan UJPT(Usaha Jasa Pengangkutan Dan Transportasi) ... 42

1. Bentuk Perjanjian ... 42

(13)

3. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Pengangkutan ... 52

BAB III : BENTUK KLAIM DOKUMEN DAN BARANG SERTA CARA PENANGANANNYA ... 69

A. Mekanisme Pengangkutan Barang Melalui Perairan ……... 69

B. Sengketa dan Penyelesaian dalam Pengangkutan Barang di Perairan... 86

1. Sengketa yang Muncul dalam Pengangkutan Barang di Perairan... 86

2. Kerugian yang Terjadi ... 88

3. Penyelesaian Sengketa yang Terjadi ... 88

C. Bentuk Klaim Dokumen Dan Barang ... 91

1. Syarat Pengajuan Klaim………...……….…91

2. Mekanisme Pengajuan Klaim…………...………... 93

BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KLAIM DARI PEMILIK BARANG KEPADA FREIGHT FORWARDER/ UJPT (USAHA JASA PENGANGKUTAN DAN TRANSPORTASI) ... 98

A. Resiko dalam Pengangkutan Barang ...98

B. Ganti Kerugian Atas Resiko ...104

C. Batasan Pertanggungjawaban Freight Forwarder/ UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi) dalam Pengangkutan Barang... 122

D. Perlindungan Hukum Atas Klaim dari Pemilik Barang Pengangkutan Barang melalui laut ...124

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ...144

A. Kesimpulan ...144

B. Saran ...148

(14)

ABSTRAK

Era kontainerisasi di dalam pengangkutan laut telah banyak manfaat yang diberikan termasuk di dalamnya adalah meminimalisir kerusakan dan atau kerugian terhadap kargo yang diangkut di dalamnya. Akan tetapi seringkali terjadi kerugian (loss) yang berupa kehilangan barang (shortage claim). Sering kali

consignee sebagai buyer tidak menerima barang dalam jumlah yang disepakati di dalam sales and purchase contract atau seperti yang dideklarasikan oleh seller

sebagai shipper kepada pengangkut di dalam packing list. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pengaturan Freight Forwarder UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi) di Indonesia? Bagaimanakah bentuk Klaim dokumen dan barang serta cara penanganannya? Serta Bagaimanakah perlindungan Hukum atas Klaim dari Pemilik Barang kepada Freight Forwarder

UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi)?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process)

Pengaturan hukum pengangkutan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang jasa pengangkutan. Istilah peraturan hukum (rule of law) dalam defenisi ini meliputi semua ketentuan: a.Undang-undang pengangkutan, b. Perjanjian pengangkutan, c.Konvensi internasional tentang pengangkutan;d. Kebiasaan dalam pengangkutan kereta api, darat, perairan, dan penerbangan. Peraturan hukum tersebut meliputi juga asas hukum, norma hukum, teori hukum, dan praktik hukum pengangkutan. Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Nomor 98 Tahun 1992) diundangkan tanggal 17 September 1992, dan sekarang telah diubah dengan UU no.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, yang menyatakan bahwa pengangkutan perairan diselenggarakan oleh Perusahaan Pengangkutan Perairan yang menjalankan kegiatan usaha khusus di bidang pengangkutan perairan. Usaha pengangkutan perairan diselenggarakan berdasarkan izin pemerintah.tatacara mengurus kekurangan atau kerusakan barang klaim adalah sebagai berikut :

Bukti kekurangan barang dan Bukti Pendapat/bukti kerusakan

(15)

ABSTRACT

Kontainerisasi era in marine transportation has many benefits provided by including in it is to minimize the damage and or loss of cargo are transported in it. But often there is a loss (loss) in the form of lost goods (shortage claim). Often times the consignee as the buyer does not receive the goods in such quantity in the sales and purchase contract or as declared by the seller as shipper to the carrier in the packing list. The problem in this research is How settings UJPT Freight Forwarder (Transportation Service Business and Transportation) in Indonesia? How Claim forms of documents and goods as well as how to handle? And How Legal protection of Claims of the Owner of the Goods to the Freight Forwarder UJPT (Business Shipping and Transportation)?

The method used in this research is normative. Normative research method known as doctrinal studies (doctrinal research) is a study that analyzed the law both written in the book (law as it is written in the book), or the law that was decided by the judge through the court process (law it is decided by the judge through a judicial process)

Legal arrangements are the overall transportation regulations governing transportation services. The term rule of law (rule of law) in this definition includes all of the provisions: a.Undang transportation legislation, b. Transportation agreement, international c.Konvensi about transportation; d. Habits in railway transport, land, water, and aviation. Rule of law also includes legal principles, rule of law, legal theory, and practice of transportation law. According to the provisions of Act No. 21 of 1992 on Shipping (State Gazette No. 98 of 1992) promulgated on 17 September 1992, and now has been amended by Law No.17 of 2008 on Shipping, which states that the transport of water held by the Company Freight waters run specific business activities in the field of water transportation. Marine transportation business conducted under the authorization pemerintah.tatacara care of shortage or damage to goods claim is as follows: Evidence of shortage of goods and Evidence Comments / evidence of damage

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum pertanggungan laut merupakan suatu bagian dari Hukum Dagang

dan dimuat di dalam KUHD Buku II title ke 9. Semula adanya pertanggungan di laut itu karena adanya bahaya di laut. Pada dewasa ini sehubungan dengan

pengangkutan di laut maka pertanggungan itu semakin dirasakan sebagai suatu hal yang penting demi kepentingan pemilik dan keselamatan barang-barangnya yang diangkut. Terlebih dengan meningkatnya frekuensi pengangkutan barang-barang di dalam dan dari/ ke luar negeri, maka pertanggungan atas barang-barang yang diangkut tersebut merupakan suatu kebutuhan yang semakin diperlukan.1

(17)

meringankan kerugian, bahkan kerugian dapat ditanggung orang lain asal untuk itu diperjanjikan sebelumnya. Perjanjian yang terjadi antara mereka yang memiliki barang karena khawatir akan mengalami kerugian sebagai akibat pelaksanaan pengangkutan karena ancaman bahaya di laut dengan mereka yang mau menanggung kerugian itu di sebut perjanjian pertanggungan (laut).2

Dengan diadakannya perjanjian pertanggungan itu mengakibatkan terjadinya peralihan risiko karena mungkin adanya bahaya yang akan mengancam barang-barang yang diangkut dan secara normal tidak diharapkan terjadi kepada

orang lain yang mengambil-alih risiko tersebut untuk mengganti kerugian. Di dalam praktik, perjanjian pertanggungan itu dilaksanakan di bursa melalui

makelar. Peraturan makelar terdapat di dalam Buku II KUHD title 9 bagian ke-enam meliputi Pasal 681-685, yang isinya mengatur tentang syarat-syarat atau

ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan SK Menteri Keuangan No. Kep. 457/MK/IV/5/1975 tanggal 2 Mei 1875 tentang Perizinan Usaha

Perantaraan Asuransi Kerugian jo. SK Menteri Keuangan No. Kep. 595/MK/IV/8/1969, tentang Pendaftaran semua Usaha Perantaraan dalam Bidang

Perasuransian jo SK Menteri Keuangan No. Kep. 932/MK/IV/ 12/ 1971 tanggal 2 Desember 1971 tentang Penerimaan Usaha Adjuster dalam Bidang

Asuransi Kerugian.3

1

Wiwoho Soedjono, Hukum Pertanggungan Laut, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1993), hal. 1.

2

Ibid, hal.2.

3

(18)

Di dalam perjanjian asuransi laut itu yang dipertimbangkan adalah hubungan sebab akibat antara timbulnya kerugian yang diderita oleh barang-barang yang dipertanggungkan dengan prestasi yang harus dilaksanakan oleh pihak penanggung. Jadi apabila suatu kerugian itu adalah akibat dari suatu

evenement yang ditanggung di dalam polis, maka penanggung harus mengganti kerugian. Ini berarti, bahwa tertanggung tidak dapat hanya mengatakan begitu saja secara mudah bahwa karena timbulnya suatu evenement lalu si penanggung diharuskan mengganti kerugian dengan mengadakan penyidikan lebih dahulu atau dilakukan pemeriksaan secara bersama-sama antara pemilik barang dengan pihak pengangkut dan disaksikan oleh pihak asuransi sebagai penanggung tentang kausa dari adanya kerugian tertentu itu. Hal ini perlu diketahui untuk menentukan apakah penanggung itu wajib mengganti kerugian yang timbul atau tidak.

Dari apa yang diuraikan di atas pertanggungan laut atau Marine Inssurance Act itu adalah suatu pertanggungan yang diadakan untuk menanggung adanya bahaya selama diangkut dan termasuk di dalamnya adanya bahaya yang berkaitan dengan pengangkutan di laut itu.

(19)

Di dalam praktik di jumpai beberapa badan-badan usaha yang bergerak di bidang asuransi laut yang di dalam perkembangannya yang pesat dikelola secara khusus, bahkan bentuk polis di dalam pertanggungan laut (marine insurance) yang sekarang ini telah dikenal di dalam praktik internasional sebenarnya berpangkal pada bentuk perjanjian atas polis Lloyd dari Inggris yang dibuat pada Tahun 1779.

Menurut Ocean Marine Insurance, jenis polis yang diadakan, yaitu:4

1. Hull policy

2. Cargo policy

3. Freight policy

4. Liability policy

Jenis-jenis polis itu didasarkan atas perkembangan tentang apa yang menjadi obyek yang dilindungi oleh Ocean Marine Insurance seperti:

1. rangka kapal (hull atau cascoring); 2. barang-barang (cargo);

3. biaya atau freight atau biaya angkutan dan laba yang diharapkan; dan 4. pertanggungan jawab dari pemilik barang atau seseorang yang mempunyai

kepentingan atas barang-barang atau harta kekayaan yang diangkut.5

Biasanya perusahaan pertanggungan laut itu sudah membuat suatu

standard form untuk polis perusahaan itu.

Pertanggungan pada mulanya mempunyai tujuan ekonomis semata, dalam arti seseorang yang menghendaki supaya risiko yang diakibatkan oleh sesuatu peristiwa tertentu dapat diperalihkan kepada orang lain dengan cara

4

Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya, cetakan pertama, (Jakarta: BPHN, 1980), hlm. 57.

(20)

memperjanjikan sebelumnya dengan syarat-syarat yang mereka sepakati bersama. Hal ini dijumpai pada asasnya di dalam perjanjian pertanggungan kerugian.6

Peralihan risiko kepada orang lain dengan diadakannya pertanggungan dapat terjadi untuk seluruhnya ataupun untuk sebagian sesuai dengan isi perjanjian yang dimuat oleh tertanggung dan penanggung. Ada kalanya bahwa risiko yang ditanggung itu terlalu besar untuk dipikulnya, maka risiko dapat diralihkan kepada penanggung yang lain dengan cara membagi risiko tersebut. Hal ini disebut adanya re-assuransi.7

Dari ketentuan Pasal 246 KUHD yang memberi pengertian tentang apa yang dimaksud dengan asuransi, maka di jumpai beberapa unsur sebagai berikut: 1. Asuransi sebagai suatu perjanjian

Di dalam perumusan Pasal 246 KUHD tentang arti asuransi atau pertanggungan itu ada unsur suatu perjanjian , maka dapatlah dikatakan asuransi itu juga mengikuti ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam hukum perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik (te goeder trouw good faith). Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 KUHPerdata. 2. Asuransi sebagai perjanjian ganti rugi (contract of indemnity)

6

Wiwoho, op cit, hal. 7

7Ibid

(21)

Di dalam perjanjian pertanggungan pihak penanggung terikat untuk memberikan ganti rugi kepada tertanggung sehingga sebenarnya asuransi itu merupakan perjanjian ganti rugi (contract of indemnity).

3. Di dalam asuransi juga dikenal adanya asas kepentingan (insurable interest) Salah satu syarat di dalam perjanjian pertanggungan adalah bahwa pihak tertanggung diharuskan mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan. Dalam hal ini penanggung akan memberikan ganti rugi kepada tertanggung sebagai akibat suatu kerugian yang mungkin dideritanya,

karena suatu kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Dari rumusan ini dapat disimpulkan,bahwa penggantian kerugian harus

dibayar oleh penanggung kepada tertanggung yang menderita kerugian. Hal ini dengan sendirinya akan terlaksana, apabila tertanggung benar-benar mempunyai kepentingan terhadap kerugian yang diderita tersebut; jadi harus ada hubungan hukum tertentu antara tertanggung dengan benda yang diasuransikan/ dipertanggungkan. Asas kepentingan seperti yang dimaksud tersebut dapat di jumpai dalam Pasal 250 KUHD:

“Bilamana seseorang yang mempertanggungkan untuk diri sendiri atau seseorang, untuk tanggungan siapa diadakan pertanggungan oleh seorang lain, pada waktu pertanggungan tidak mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan, maka penanggung tidak berkewajiban mengganti kerugian”.

4. Adanya unsur pembayaran premi

(22)

Pada umumnya besarnya pembayaran premi yang dibebankan kepada tertanggung jauh lebih kecil dari jumlah yang dipertanggungkan dan yang merupakan maksimum tanggung jawab penanggung untuk membayar ganti rugi bila terjadi kerusakan atau kerugian secara keseluruhan (totally lost). 5. Di dalam perjanjian pertanggungan juga dijumpai unsur peristiwa dan

kausalitas

Di dalam perjanjian pertanggungan harus ada peristiwa tertentu, peristiwa mana harus diharapkan secara normal tidak akan terjadi. Jadi dengan kata lain bahwa peristiwa itu bisa mungkin terjadi (incidents which may happen) dan bukan suatu peristiwa yang harus atau mesti terjadi (events which must happen). Atau dengan kata lain peristiwa yang dimaksudkan dalam perjanjian pertanggungan, haruslah peristiwa yang tidak diduga-duga (fortuitous accidents). Dan peristiwa yang menimbulkan kerusakan atau kerugian yang diderita tertanggung itu harus ada hubungan kausal dengan

bahaya tadi. Hubungan kausal sedemikian itu dalam praktik di jumpai di dalam pertangungan laut yang menganut doktrin kausalitas Inggris, yaitu

causa proxima non remota spectatuur” sedang Indonesia menganut ajaran kausalitas teori subjektif adequate dari Von Kriest seperti yang terdapat dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.

(23)

pasal mana sangat erat hubungan dengan Pasal 1366 KUH Perdata. Pasal 284 KUHD tersebut berbunyi:

“Penanggung yang membayar kerugian dari suatu benda yang dipertanggungkan mendapat semua hak-hak yang ada pada si tertanggung terhadap orang-orang ketiga mengenai kerugian itu, dan tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang mungkin dapat merugikan hak dari penanggung terhadap orang ketiga itu”.

Pasal 284 KUHD tersebut seperti diketahui sangat erat hubungannya dengan Pasal 1366 KUH Perdata, pasal mana berbunyi antara lain:

“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”.

(24)

Era Containerisasi di dalam pengangkutan laut telah banyak manfaat yang diberikan termasuk di dalamnya adalah meminimalisir kerusakan dan atau kerugian terhadap cargo yang diangkut di dalamnya. Akan tetapi seringkali terjadi kerugian (loss) yang berupa kehilangan barang (shortage claim). Sering kali

consignee sebagai buyer tidak menerima barang dalam jumlah yang disepakati di dalam sales and purchase contract atau seperti yang dideklarasikan oleh seller

sebagai shipper kepada pengangkut di dalam packing list.

Dasar hukum yang digunakan dalam kasus kerugian yang berupa kehilangan barang adalah perjanjian pengangkutan Bill of Lading, Haque Rules 1924/1968, Sales and purchase contract jika kerugian yang berupa kekurangan barang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari penjual (seller).

Dalam menentukan Pihak yang bertanggung jawab maka harus ditentukan Pertama ; pihak-pihak yang terlibat di dalam pengangkutan. Kedua ; apakah kondisi seal container dalam keadaan utuh (seal intact). Ketiga ; Bagaimanakah perjanjian yang disepakati oleh pengirim barang dengan pihak pengangkut yang berkaitan dengan klaim kehilangan barang.8

Proses pengangkutan adalah sebagai berikut: Pertama, eksportir akan memuat (stuffing) cargonya ke dalam container digudangnya/ gudang CFS (Container Freight Station) pihak yang terlibat disini adalah eksportir atau

Warehousing, Ke-dua, cargo dibawa dengan truk ke container yard pelabuhan

8

(25)

muat (port of loading) pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking dan Pihak Pelabuhan muat, Ke-tiga, cargo dimuat ke atas kapal dan dibongkar di container yard pelabuhan bongkar (port of discharge) yang terlibat adalah perusahaan pelayaran (Shipping Line) dan pihak pelabuhan bongkar, Ke-empat, Cargo dibawa ke Gudang dengan truk ke gudang importir/ gudang CFS pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking dan importir/warehousing. Untuk melaksanakan pengangkutan tersebut maka pihak eksportir/importir biasanya akan mensubkontrakan ke satu pihak yaitu freight forwarder dan freight forwarder

akan mensubkontrakan ke pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut dalam tahap pertama sampai dengan tahap keempat. Melihat dari proses tersebut maka potensi terjadinya kehilangan cargo ada pada setiap tahap tersebut dan pihak-pihak yg terlibat tersebut adalah pihak yang berpotensi untuk bertanggungjawab9

Untuk memperjelas proses di atas maka sebagai contoh adalah sebagai berikut Eksportir pada saat stuffing ia mendeklarasikan jumlah yang dimuat adalah 15 (lima belas) bale dengan per bale 400 (empat ratus) pcs kemudian setelah dimuat di dalam container maka container kemudian di-seal dan diangkut dengan

trucking ke container yard pelabuhan muat seterusnya sampai kontainer tersebut dibongkar di gudang consignee atau Jika shipment dari shipper adalah LCL ((muatan Less than container load) dimana konsolidasi di CFS (Container Freight Station) maka ada kemungkinan proses transhipment dimana kargo akan

9

(26)

destuffing dan di-restuffing lagi ke container baru sesuai dengan tujuan/destination dari cargo tersebut sehingga potensi terjadinya kehilangan cargo ada pada proses destuffing dan restuffing tersebut. Apabila ketika dilakukan

destuffing di gudang consignee atau CFS pelabuhan bongkar jumlah barang berkurang tidak seperti yang dideklarasikan misal hilang 3 bale maka timbullah hak tuntutan ganti rugi dari importir atau penerima barang.

Terhadap contoh kasus di atas siapakah yang harus bertanggung jawab untuk menentukan hal tersebut harus diperoleh bukti dalam kondisi seperti apakah

seal container tersebut beralih dari satu pihak ke pihak lainnya. Apabila kondisi

seal dalam penguasaan pihak trucking dalam keadaan sudah rusak kemudian diadakan survey ternyata jumlah barang berkurang maka tanggung jawab ada pada pihak trucking tersebut. Sehingga pada saat proses peralihan cargo adalah saat yang sangat penting untuk memeriksa kondisi seal, apabila kondisi seal rusak atau diganti dengan seal baru atau ada sesuatu yang tidak wajar segera dilakukan pemeriksaan dan atau survey sebelum beralih ke pihak berikutnya. Rusaknya seal

bisa disebabkan karena rough handling terhadap container dan biasanya cargo masih dalam jumlah yang utuh. Apabila rusaknya seal adalah karena tindak pencurian (pilferage) maka jumlah cargo akan berkurang.

(27)

jawab, akan tetapi terhadap hal tersebut ada kemungkinan bahwa jumlah barang yang tidak sesuai antara yang dideklarasikan shipper dengan yang diterima oleh

consignee adalah karena kesengajaan dan atau kelalaian dari shipper di dalam menghitung jumlah barang yang ia muat ke dalam container. Dalam contoh kasus di atas shipper sengaja dan atau lalai tidak memuat atau men-stuffing 3 bale

sehingga consignee hanya menerima 12 bale. Apabila shipment dari shipper

adalah LCL dan terjadi proses transshipment dimana barang di-destuffing

kemudian di-restuffing ke kontainer baru bersama cargo-cargo shipper lainnya untuk dikapalkan sesuai tujuannya (destinasinya) maka ada kemungkinan cargo hilang pada saat proses destuffing dan restuffing tersebut dengan kemungkinan karena kesengajaan dan atau kelalaian pihak consolidator di transhipent port atau karena faktor di luar itu misal tindak pencurian (pilferage). Apabila terhadap hal tersebut bisa dibuktikan maka pihak shipper atau CFS di transhipment port adalah pihak yang bertanggung jawab10.

Terhadap kasus seperti tersebut apakah tuntutan ganti rugi bisa diajukan ke pelayaran (shipping Line) sebagai carrier. Terhadap hal tersebut tentu harus mengacu pada klausul-klausul yang diatur di dalam bill of lading. Pada umumnya Pihak pelayaran menerapkan ketentuan Shipper load, count and seal yang menentukan bahwa pihak shipper lah yang memuat, menghitung dan memasang

seal terhadap muatannya sehingga carrier tidak bertanggung jawab apabila jumlah

(28)

yang dikirim berkurang karena yang melakukan pemuatan, penghitungan dan pemasangan seal adalah pihak shipper sendiri dan Pihak pelayaran tidak mengetahui hal tersebut.

Di dalam clause shipper, load, count and seal maka Pelayaran membebaskan diri dari tanggung jawab tersebut termasuk di dalamnya karena pihak pelayaran tidak mengetahui tentang tanda-tanda dan jumlah, jenis pengepakan, kualitas, kuantitas, ukuran, berat, sifat dan seterusnya dari cargo tersebut. Pihak pelayaran sebagai pengangkut hanya mengetahui dan mengakui telah menerima sejumlah barang dari pengirim, dalam keadaan baik dilihat dari luar (in apperant good order and condition) sesuai jumlah partai kemasan barang yang dimuat ke atas kapal atau sejumlah contanier yang ia terima seperti yang disebutkan di dalam bill of lading, dimana pengangkut secara nyata tidak mengetahui isi yang sebenarnya dari barang dalam kemasan (Prima Facie Evidence). Sehingga terhadap tuntutan ganti rugi hilangnya atau berkurangnya barang pihak pelayaran tidak bertanggung jawab kecuali dapat dibuktikan bahwa barang hilang atau berkurang jumlahnya karena kesengajaan dan atau kelalaian pihak pelayaran ketika barang tersebut dalam penguasaannya (Carrier’s care and custody).

(29)

berkaitan dengan Perlindungan Hukum atas Klaim dari Pemilik Barang kepada

Freight Forwarder/ UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, selanjutnya dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan Freight Forwarder/ UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi) di Indonesia?

2. Bagaimanakah bentuk Dokumen Klaim barang (muatan) serta cara penanganannya?

3. Bagaimanakah perlindungan Hukum atas Klaim dari Pemilik Barang kepada

Freight Forwarder/ UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi)?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan Freight Forwarder/ UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi) di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bentuk Dokumen Klaim barang (muatan) serta cara penanganannya.

(30)

D. Manfat Penelitian

Manfaat penulisan yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Dapat mengetahui peraturan hukum apa yang dipakai pemilik barang dan pihak-pihak yang berwenang untuk tercapainya perlindungan Hukum bagi pemilik barang kepada Freight Forwarder/ UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi di Indonesia sekarang ini.

2. Secara Praktis

Manfaat penelitian ini secara praktis sebagai bahan masukan bagi aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan, dan advokat) serta pihak pelabuhan, sehingga aparat penegak hukum dan para pihak yang terlibat dalam Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi mempunyai persepsi yang sama.

Dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai dasar perlindungan Hukum atas Klaim dari Pemilik Barang kepada Freight Forwarder/ UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi).

E. Keaslian Penulisan

(31)

“Perlindungan Hukum atas Klaim dari Pemilik Barang kepada Freight Forwarder/

UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi)”, belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama, walaupun ada beberapa topik penelitian tentang UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi). Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

(32)

sekaligus fungsi hukum. Orang (termasuk dalam pengertian kelembagaan) dapat melakukan sesuatu kehendak melalui pemanfaatan hukum.11

Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice), Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of the justice to secure from enjury).12 Menurut G.W. Paton, hak yang diberikan oleh hukum ternyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan tetapi juga unsur kehendak (the element of will).13 Maka teori hukum perlindungan dan kepentingan bertujuan untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam. Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, namun dalam manifestasinya dapat berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.14

Akan tetapi menurut John Rawls ada ketidaksamaan antara tiap orang, contohnya dalam hal tingkat perekonomian, ada tingkat perekonomian lemah dan

(33)

ada tingkat perekonomian kuat. Jadi negara harus bertindak sebagai penyeimbang terhadap ketidaksamarataan kedudukan dari status ini dan negara harus melindungi hak dan kepentingan pihak yang lemah. Lalu Rawls mengoreksi juga bahwa ketidakmerataan dalam pemberian perlindungan kepada orang-orang yang tidak beruntung itu.15 Teori ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun terdapat perbedaan bangsa, kekuasaan, jabatan, kedudukan, dan lain-lain. Teori ini sangat penting terutama dalam Perlindungan

Hukum atas Klaim dari Pemilik Barang kepada Freight Forwarder/ UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi).

Dalam pembahasan mengenai Perlindungan Hukum atas Klaim dari Pemilik Barang kepada Freight Forwarder/ Freight Forwarder/ UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi), teori utama yang digunakan adalah teori Perlindungan Hukum. Teori perlindungan hukum dalam penelitian ini tentunya didasari pada teori perlindungan hukum yang dikemukakan olek Philipus M. Hardjon, dimana perlindungan hukum dapat dilakukan dalam wujud perlindungan hukum preventif. Artinya ketentuan hukum dapat dihadirkan sebagai upaya pencegahan atas tindakan pelanggaran hukum. Upaya pencegahan ini diimplementasikan dengan membentuk aturan-aturan hukum yang sifatnya normatif. Dalam bahasa lain dikenal dengan istilah insabstrakto.

15

(34)

Teori pendukung untuk meneliti Perlindungan Hukum atas Klaim dari Pemilik Barang kepada Freight Forwarder/ UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi), adalah sebagai berikut:

Teori Perlindungan yang dikemukakan oleh Telders, Vander Grinten dan Molengraaf, suatu norma baru dapat dianggap dilanggar, apabila suatu kepentingan yang dimaksudkan untuk dilindungi oleh norma itu dilanggar. Teori ini menjadi pegangan yang kuat untuk menolak suatu tuntutan dari seseorang yang merasa dirugikan kepentingannya oleh suatu perbuatan melanggar hukum.

2. Kerangka konsepsi

Penelitian tesis ini menggunakan sejumlah konsep hukum yang terkandung dalam variabel penelitian maupun dalam rumusan permasalahan penelitian. Agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai konsep-konsep tersebut, maka perlu diuraikan defenisi operasional sebagai berikut:

Pengertian Jasa Freight Forwarding pernah didefinisikan dalam PER-178/PJ/2006 (yang kemudian dicabut dengan terbitnya PER-70/PJ/2007) yaitu mengacu pada Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. KM/10 Tahun 1988 tentang Jasa Pengurusan Transportasi. Berdasarkan SK Menhub tersebut, yang dimaksud dengan Jasa Freight Forwarding adalah :

(35)

pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya.”

Perlindungan Hukum itu sendiri yaitu segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada16

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, WJS Purwadarminta edisi kedua, hal 506 klaim adalah tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak (untuk memiliki atau mempunyai) atas sesuatu, “pemerintah Indonesia akan mengajukan klaim ganti rugi kepada pemilik kapal asing itu“17

Agar dapat memahami konsep pengangkutan secara komprehensif, perlu dikaji terlebih dahulu aspek-aspek yang tersirat dalam konsep pengangkutan. Konsep pengangkutan meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu:

1. Pengangkutan sebagai usaha (business);

2. Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement); dan

3. Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process).18

Ketiga aspek pengangkutan tersebut menyatakan kegiatan yang berakhir dengan pencapaian tujuan pengangkutan. Tujuan kegiatan usaha pengangkutan

16

http:www//wikipedia.com Pengertian perlindungan hukum, diakses tanggal 3 Juni 2010

(36)

adalah memperoleh keuntungan dan/ atau laba; tujuan kegiatan perjanjian pengangkutan adalah memperoleh hasil realisasi yang diinginkan oleh pihak-pihak dan tujuan kegiatan pelaksanaan pengangkutan adalah memperoleh keuntungan dan tiba dengan selamat di tempat tujuan. Ketiga aspek pengangkutan tersebut menyatakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan pelakunya. Tanpa kegiatan tidak mungkin tujuan dapat dicapai.

Kata yang paling tepat untuk menyatakan ketiga aspek kegiatan dan hasilnya itu adalah “pengangkutan” karena sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, bukan “angkutan”. Istilah angkutan artinya hasil dari perbuatan mengangkut atau menyatakan apa yang diangkut (muatan). Jika dipakai dengan istilah hukum, yang tepat adalah “hukum pengangkutan” (transportation law), bukan “hukum angkutan”.

Ad 1. Pengangkutan sebagai Usaha ( Business )

(37)

Setiap perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengangkutan harus memperoleh izin usaha dari pemerintah sesuai dengan jasa pengangkutan yang dijalankannya. Perusahaan bidang jasa pengangkutan lazim di sebut perusahaan pengangkutan. Perusahaan pengangkutan meliputi kegiatan usaha bidang jasa: a. Pengangkutan dengan kereta api (railway);

b. Pengangkutan dengan kendaraan bermotor umum (highway);

c. Pengangkutan dengan kapal laut, kapal penyeberangan, kapal danau, dan kapal sungai (waterway); dan

d. Pengangkutan dengan pesawat udara (airway)19

ad 2. Pengangkutan sebagai Perjanjian (Agreement)

Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak, baik pengangkutan dan penumpang maupun pengirim. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang sejak tempat pemberangkatan sampai ke tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat. Sebagai imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut biaya pengangkutan. Kewajiban penumpang atau pengirim adalah membayar sejumlah uang sebagai biaya pengangkutan dan memperoleh hak atas pengangkutan tujuan dengan selamat.20

19Ibid,

hal 2.

20 Ibid,

(38)

ad 3. Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process)

Pengangkutan sebagai proses terdiri atas serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat pengangkut, kemudian dibawa oleh pengangkut menuju ke tempat tujuan yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan.

Di samping pengertian di atas ada beberapa konsep pengertian yang terdapat di dalam Undang-undang, sebagai berikut:

1. Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.21

2. Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya.22

3. Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal.23

4. Trayek adalah rute atau lintasan pelayanan angkutan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya.24

21

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849, Pasal 1 angka 1.

22

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849, Pasal 1 angka 2.

23

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849, Pasal 1 angka 3.

24

(39)

5. Agen Umum adalah perusahaan angkutan laut nasional atau perusahaan nasional yang khusus didirikan untuk melakukan usaha keagenan kapal, yang ditunjuk oleh perusahaan angkutan laut asing untuk mengurus kepentingan kapalnya selama berada di Indonesia.25

6. Usaha Jasa Terkait adalah kegiatan usaha yang bersifat memperlancar proses kegiatan di bidang pelayaran.26

7. Angkutan Multimoda adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak yang menggunakan dokumen angkutan multimoda dari satu tempat diterimanya barang oleh operator angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang tersebut.27

8. Usaha Pokok adalah jenis usaha yang disebutkan di dalam surat izin usaha suatu perusahaan.28

9. Hipotek Kapal adalah hak agunan kebendaan atas kapal yang terdaftar untuk menjamin pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain.29

25

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849, Pasal 1 angka 7.

26

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849, Pasal 1 angka 9.

27

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849, Pasal 1 angka 10.

28

(40)

10.Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.30

11.Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.31

12.Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.32

29

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849, Pasal 1 angka 12.

30

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849, Pasal 1 angka 16.

31

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849, Pasal 1 angka 17.

32

(41)

13.Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim.33

14.Perlindungan Lingkungan Maritim adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yang terkait dengan pelayaran.34

15.Mahkamah Pelayaran adalah panel ahli yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan lanjutan kecelakaan kapal.35

G. Metode Penelitian

Metode penelitian digunakan dalam suatu penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ialah penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir atau logika yang tertentu dan yang menggabungkan metode induksi (empiris), karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian empiris dan hipotesis-hipotesis atau teori yang disusun secara deduktif.36 Metode yang digunakan dalam

33

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849, Pasal 1 angka 32.

34

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849, Pasal 1 angka 57.

35

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849, Pasal 1 angka 58.

36

(42)

penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process).37 Penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.38

Adapun data yang digunakan dalam menyusun penulisan ini diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), sebagai suatu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, karya-karya ilmiah, bahan kuliah, putusan pengadilan, serta sumber data sekunder lain yang dibahas oleh penulis. Digunakan pendekatan yuridis normatif karena masalah yang diteliti berkisar mengenai keterkaitan peraturan yang satu dengan yang lainnya.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.39 Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.

37

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Grafitti Press, 2006), hal. 118.

38

(43)

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu.40 Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya, serta menganalisis fakta secara cermat tentang penggunaan peraturan perundang-undangan dalam kasus Perlindungan Hukum atas Klaim dari Pemilik Barang kepada Freight Forwarder/ UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi).

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan analitis (analytical approach). Penelitian ini menggunakan pendekatan tersebut karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.41 Analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, akan menghasilkan suatu penelitian yang akurat. Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan “Perlindungan Hukum atas Klaim

39

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 57.

40

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Prenada Media, 1997), hal. 42.

41

(44)

dari Pemilik Barang kepada Freight Forwarder/ UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan Transportasi)”.

3. Sumber Data Penelitian

Sumber-sumber penelitian dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder, serta bahan-bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini. a. Bahan Hukum Primer terdiri dari:

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Terdiri dari perundang-undangan misalnya Undang-

Undang Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Bahan hukum primer yang otoritasnya di bawah undang-undang adalah peraturan pemerintah, Peraturan Presiden atau peraturan suatu badan hukum atau lembaga negara. Putusan pengadilan merupakan konkretitasi dari perundang-undangan.

b. Bahan Hukum Sekunder:

(45)

c. Bahan hukum tersier :

Berupa bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah.43 Serta dokumen-dokumen yang diperoleh penulis dari importir/ eksportir maupun dari UJPT.

Jadi penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier sebagai sumber penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah, dan putusan-putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini.44 Selain itu juga dilakukan riset lapangangan tentang studi mengenai dokumen dari perusahaan-perusahaan seperti PT. Genta Harapan Perkasa dan PT. Cemara Cahaya Cemerlang.

42

Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramitha, 2005), hal 141.

43

(46)

5. Analisis Data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum tersebut.45 Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan dan dianalisis berdasarkan metode kualitatif.

44

Riduan, Metode & Teknik Menyusun Tesis, (Bandung : Bina Cipta,2004), hal. 97.

45

(47)

BAB II

PENGATURAN FREIGHT FORWARDER UJPT (USAHA JASA

PENGANGKUTAN DAN TRANSPORTASI) DI INDONESIA

A. Pengertian Freight Forwarder

Pengertian Jasa Freight Forwarding didefinisikan dalam PER-178/PJ/2006 (yang kemudian dicabut dengan terbitnya PER-70/PJ/2007) yaitu mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 10 Tahun 1988 tentang Jasa Pengurusan Transportasi. Berdasarkan SK Menhub tersebut, yang dimaksud dengan Jasa Freight Forwarding adalah :

Usaha Berbadan Hukum Indonesia, yang ditujukan untuk mewakili kepentingan Pemilik Barang, untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut dan udara yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaan pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, klaim asuransi, atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya.

(48)

Menurut Ensiklopedi umum terbitan Yayasan Kanisius tahun 1973 menyatakan bahwa Ekspedisi (Belanda – Expeditie) : Pengiriman barang-barang; Perusahaan Pengangkutan dan pengiriman barang; juga perlawatan barang; perlawatan kelompok penyelidik ke suatu daerah yang belum dikenal.

Menurut undang-undang Ekspeditur adalah seorang perantara yang kerjanya mengurus pengangkutan barang (dalam bahasa Inggris disebut Forwarding Agent

atau Shipping Agent).

Dalam prakteknya pekerjaan ekspedisi tidak terbatas pada mengurus pengangkutan saja, selain mengambil dari dan mengantarkannya ke tempat pengangkutan, ekspeditur juga menjadi pengusaha pengangkutan transporter (ada yang memiliki alat-alat transport sendiri), bahkan ada yang menyelenggarakan pekerjaan pergudangan (memiliki gudang sendiri) dan menjadi agen-agen perusahaan asuransi.

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.10 Tahun 1988, tanggal 26 Februari 1988, tentang Jasa Pengurusan Transportasi, Bab I Ketentuan Umum Pasal – 1 :

(49)

angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang-barang oleh yang berhak menerimanya.

B. Pengaturan Freight Forwarder UJPT (Usaha Jasa Pengangkutan dan

Transportasi) di Indonesia

1. Dalam KUHD

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Bagian ke-II tentang Ekspedisi :

Pasal – 86

Ekspedisi adalah orang yang pekerjaannya menjadi tukang menyuruhkan kepada orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan lainnya, melalui daratan atau perairan.

Ia diwajibkan membuat catatan-catatan dalam sebuah register harian berturut-turut tentang macam dan jumlah barang-barang dagangan dan lainnya yang harus diangkut, seperti harganya, manakala yang belakangan dianggap perlu.

Pasal – 87

(50)

Pasal – 88

Iapun setelah barang-barang dagangan dan lainnya itu dikirimkannya, harus menanggung segala kerusakan atau hilangnya barang-barang itu, yang mana dapat dipersebabkan karena kesalahan atau kurang hati-hati.

Pasal – 89

Ia harus menanggung pula segala ekspeditur antara yang dipakainya. Pasal - 90

Surat Angkutan merupakan persetujuan antar si pengirim atau ekspeditur pada pihak satu dan pengangkut atau juragan perahu pada pihak lain. Surat itu memuat selain apa yang kiranya telah disetujui oleh kedua belah pihak, seperti misalnya mengenai waktu dalam mana pengangkutan telah harus selesai dikerjakan dan mengenai pergantian rugi dalam hal keterlambatan, memuat juga :

1. Nama dan berat atau ukuran barang-barang yang diangkut, begitupun merek dan bilangannya

2. Nama orang kepada siapa barang-barang dikirimkannya 3. Nama dan tempat si pengangkut atau juragan perahu 4. Jumlah upahan pengangkutan

5. Tanggal

6. Tanda tangan si pengirim atau ekspeditur

(51)

2. Di Luar KUHD

Pengaturan hukum pengangkutan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang jasa pengangkutan. Istilah peraturan hukum (rule of law) dalam defenisi ini meliputi semua ketentuan:

a. Undang-undang pengangkutan yaitu UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran;

b. Perjanjian pengangkutan;

c. Konvensi internasional tentang pengangkutan Laut The Hague Rules 1924; d. Kebiasaan dalam pengangkutan kereta api, darat, perairan, dan

penerbangan.

Peraturan hukum tersebut meliputi juga asas hukum, norma hukum, teori hukum, dan praktik hukum pengangkutan46.

Menurut situs GAFEKSI (Gabungan Forwarder & Ekspedisi Indonesia) atau INFA (Indonesian Forwarders Associations) www.infa.or.id. Jasa Ekspedisi Angkutan Barang (Freight Forwarding Services) merupakan jasa yang berhubungan dengan penerimaan, angkutan, pengkonsolidasian, penyimpanan, penyerahan, Logistik dan atau distribusi barang beserta jasa tambahan dan jasa pemberian nasehat yang terkait dengannya, termasuk kegiatan kepabeanan dan perpajakan, kewajiban pemberitahuan tentang barang untuk keperluan instansi

46

(52)

pemerintah, penutupan asuransi barang dan pengutipan atau pembayaran tagihan atau dokumen yang berhubungan dengan barang tersebut.

Secara garis besar Freight Forwarding Services meliputi: 1) Ocean freight forwarder / NVOC

2) Air freight forwarder / air cargo agent

3) Customs Agent

4) Road haulier – Trucking

5) In transit warehousing / Depot Opeartors;

6) Packing / Consolidating

Manfaat Freight Forwarders’ Liability, antara lain: 1. Care Custody and Control (Penanganan dan pengawasan)

Freight Forwarders bertanggung jawab terhadap barang-barang pihak ketiga (cargo) yang berada dalam penanganan dan pengawasannya (care, custody and control) agar aman dan selamat sampai tujuan47.

2. So Many Parties

Mengangkut barang dari satu lokasi ke lokasi lainnya di seluruh Indonesia

(domestic) maupun diseluruh belahan bumi (worldwide) melibatkan banyak sekali pihak-pihak terkait mulai dari pemilik barang, sub-kontraktor, pihak angkutan

47

(53)

darat, pihak pekerja bongkar muat, pelabuhan, pihak pelayaran, bea-cukai, dan pihak ketiga lainya. Jika terjadi klaim, siapa yang bertanggung jawab?

3. So Many Claims

Klaim dapat timbul dari kontrak pengangkutan, bill of lading atau airway bill, kontrak pergudangan, maupun tanggung gugat hukum pihak ketiga lainnya yang mungkin timbul dari suatu peristiwa kecelakaan pengangkutan.

4. High Cost of Defence

Terbukti bertanggung jawab ataupun tidak, jika terjadi suatu permasalahan maka dapat dipastikan bahwa biaya investigasi dan pembelaan hukum bisa sangat mahal, biaya pengacara (lawyer) dan biaya-biaya pengadilan baik tingkat pertama, banding dan kasasi bisa sangat lama dan sangat mahal.48

Freight Forwarders’ Liabilty Insurance sebenarnya adalah persyaratan wajib (compulsory) bagi perusahaan untuk bisa beroperasi di bidang jasa freight forwarders, namun demikian yang terjadi di Indonesia FFL belumlah merupakan keharusan terkecuali jika mereka dipersyaratkan dalam suatu kontrak atau keagenan dengan perusahaan asing.

Marine Cargo Insurance dibeli dan premi dibayar oleh pemilik barang (cargo owner) untuk menjamin kerusakan atau kerugian yang terjadi pada kargo selama dalam perjalanan (transit), jika kerusakan atau kerugian cargo terjadi akibat dan berada dalam penanganan dan pengawasan (care, custody and control)

(54)

Freight Forwarders, maka pemilik cargo maupun cargo underwriters akan menuntut hak subrogasi kepada perusahaan FreightForwarders.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 1365 dan 1366)

Pasal 1365 KUH Perdata yang menyebutkan: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian itu untuk mengganti kerugian tersebut.”

Pasal 1366 KUHPerdata, yang menyebutkan: “Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatannya, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.”

Referensi

Dokumen terkait