• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Pertunjukan Makyong Cerita Putri Ratna Oleh Sinar Budaya Group Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Deskriptif Pertunjukan Makyong Cerita Putri Ratna Oleh Sinar Budaya Group Medan"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI DESKRIPTIF PERTUNJUKAN MAKYONG

CERITA PUTRI RATNA OLEH SINAR BUDAYA GROUP MEDAN

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : KASIRO A NAINGGOLAN NIM : 050707012

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

(2)

STUDI DESKRIPTIF PERTUNJUKAN MAKYONG

CERITA PUTRI RATNA OLEH SINAR BUDAYA GROUP MEDAN

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : KASIRO A NAINGGOLAN NIM : 050707012

Pembimbing I Pembimbing II

Drs.Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D Drs. Fadlin, M.A

NIP.1965122119911031001 NIP. 196102201989031003 Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang Ilmu Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(3)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1Latar Belakang Masalah……… 1

1.2Pokok Permasalahan………. 14

1.3Tujuan Dan Manfaat Penelitian……… 14

1.3.1 Tujuan Penelitian………. 14

1.3.2 Manfaat Penelitian………... 14

1.4 Teori Dan Konsep Yang Digunakan……… 15

1.4.1 Konsep……… 15

1.4.2 Teori………. 16

1.5 Metode Penelitian……… 19

1.5.1 Pemilihan Lokasi Penelitian……… 20

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data……….. 21

1.5.2.1 Studi Kepustakaan……… 21

(4)

1.5.4 Metode Penulusuran Data Online ………. 24

1.5.5 Perekaman.……….. 25

1.5.6 Pemotretan……….. 26

1.5.7 Kerja Laboratorium………. 26

BAB II DESKRIPSI UMUM EKSISTENSI SINAR BUDAYA GROUP MEDAN.. 27

2.1 Sejarah berdirinya Sinar Budaya Group………. 27

2.2 Organisasi Sinar Budaya Group………. 32

2.3 Kepemimpinan dan Keanggotaan……….. 35

2.4 Materi Pertunjukan………. 52

2.4.1 Pemilihan Materi Pertunjukan………. 52

2.4.2 Penciptaan Materi Seni Pertunjukan……… 52

2.4.3 Materi Yang Berkaitan dengan Saat Pertunjukan………... 54

2.4.4 Materi-materi pertunjukan SBG………. 55

2.5 Proses Latihan……… 60

2.6 Uji Kendali Mutu……….. 61

2.7 Persiapan Pertunjukan……… 62

2.8 Sistem Pendanaan……….. 62

BAB III DESKRIPTIF PERTUNJUKAN MAKYONG CERITA PUTRI RATNA OLEH SINAR BUDAYA GROUP MEDAN………. 66

(5)

3.2 Cerita Putri Ratna……….. 70

3.2.1 Tokoh-Tokoh Dalam Cerita……… 71

3.2.2 Lagu-lagu Berdasarkan Fungsionalnya……… 72

3.3 Kostum………. 75

3.4 Karakter Topeng……….. 76

3.5 Tarian………. 80

3.6 Proses-proses Persiapan Pertunjukan……… 84

3.6.1 Panggung………. 84

3.6.2 Instrumen Musik……….. 85

3.6.2.1 Rebab……… 85

3.6.2.2 Serunai……….. 88

3.6.2.3 Gendang Panjang………. 90

3.6.2.4 Gendang Gedombak……… 92

3.6.2.5 Gong………. 93

3.6.2.6 Talempong……… 94

3.6.2.7 Canang………. 94

3.6.2.8 Akordion………. 96

3.6.3 Properti……… 97

3.7 Proses teknis pelatihan……… 101

3.7.1 Pemusik……… 102

3.7.2 Penari……… 102

3.7.3 Tokoh dalam cerita………... 103

(6)

3.8.1 Bagian Awal………. 103

3.8.2 Bagian Isi………. 105

3.8.3 Bagian Akhir……… 110

BAB IV STRUKTUR MUSIK PERTUNJUKAN MAKYONG CERITA PUTRI RATNA OLEH SINAR BUDAYA GROUP MEDAN……….. 112

4.1 Pengantar……….. 112

4.2 Struktur Melodi Lagu……….. 113

4.2.1 Tangga Nada ………... 117

4.2.2 Nada Pusat atau Nada Dasar………... 118

4.2.3 Wilayah Nada………. 123

4.2.4 Jumlah Nada……….. 124

4.2.5 Penggunaan Interval……….. 125

4.2.6 Pola-pola Kadensa………. 126

4.2.7 Formula Melodi………. 128

4.2.8 Kontur……… 129

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 131

5.1 Kesimpulan……….. 131

5.2 Saran………. 134

DAFTAR PUSTAKA……….. 135

DAFTAR INFORMAN………... 139

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih kepada Allah Bapa Maha Baik dan Tuhan Yesus Kristus

yang telah memberikan berkat dan kasih-Nya yang selalu menyertai penulis serta bunda Maria

yang mendoakan penulis sehingga penulis dapat menyajikan satu karya ilmiah berupa Skripsi

Sarjana. Skripsi yang berjudul “ Studi Deskriptif Pertunjukan Makyong Cerita Putri Ratna

oleh Sinar Budaya Group Medan “ ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Seni (S.Sn) pada Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada

kedua orangtua tercinta : Bapak A Nainggolan dan mamak R Sianipar, dan saudaraku terkasih

Faska H Nainggolan A.md yang banyak sekali memberikan dorongan moril dan materil serta

selalu mendoakan penulis setiap hari terutama dalam penyelesaian skripsi ini .

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Dekan Fakultas Ilmu Budaya Dr.

Syahron Lubis. M.A, dan kepada bapak Drs. Muhammad Takari. M.Hum, Ph.D selaku

pembimbing I sekaligus Ketua Jurusan Etnomusikologi, serta kepada bapak Drs. Fadlin. M.A

selaku pembimbing II yang telah membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini saya sadari

begitu banyak bantuan yang bapak berikan. Dan kepada bapak dan ibu dosen yang banyak

berperan dalam penyelesaian skripsi ini dan tak lelah terus bertanya pada setiap kesempatan

dalam pengerjaan skripsi ini serta staf pegawai di Jurusan Etnomusikologi yang telah membantu

(8)

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada Alm. Tengku Luckman Sinar.

S.H, Ibu T. Mira Rozana Sinar. S.Sos, bapak T. Syahruwardi, serta bang Yul Andhana yang

banyak memberikan informasi yang sangat penulis perlukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dan kepada informan lainnya yang telah memberikan informasi dan penjelasan, penulis

mengucapkan banyak terimakasih.

Penulis juga ucapkan terima kasih kepada keluarga besar stambuk 05 ( Alm. Benny

Simon Siahaan, Tulus Abraham Lincoln Nainggolan , Henry Nick Donald Situmeang, Ivan

Rocky Sianipar, Chandra Cipta Pasaribu, Dippu Zeklyn Sihombing S.Sn, Reza Gunawan

Simanjuntak, Zaini Elhudaya Dalimunte, Agus Freddy Simamora S.Sn, Agus Tarigan S.Sn,

Seridah Ginting S.Sn, Astri Siagian S.Sn, Rendy Petrus Sirait, David Andartua Simanungkalit,

Basar S Purba) banyak pelajaran yang cukup berharga sudah kita jalani bersama. Kebersamaan

yang sudah kita bangun bersama janganlah kita lupakan sampai kapanpun.

Tak lupa kepada rekan-rekan keluarga besar IME, teman-teman stambuk 2004 ( Saidul

Irfan Hutabarat S.Sn “makasih uda mau bantu transkrip ya dul” , Franseda Sitepu S.Sn “ makasih

juga ya anak tua da mau bantu-bantu dikos mu ampe semalaman “, Markus Bona Tua Sirait

S.Sn). Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada abangnda Octavianus Matondang S.Sn,

Tahan Perjuangan S.Sn, Frendi Sirait S.Sn, Ahmad Arif Tarigan S.Sn “makasih curhat-curhat

nya bang”.

Juga kepada rekan-rekan stambuk 2006 (Ucok Haleluya Silalahi” cepat nyusul cok”, Tety

Ginting “makasih uda mau jadi notulen ya”), rekan-rekan 07 ( Freddy Purba, Tumpal Saragih,

Batoan Sihotang, Salmon, Adi Suranta, Fuad Simarmata, Winka Silaban, Jaya Surbakti, Yakub

Sinulingga, Rizky Reza,) rekan-rekan stambuk 2008, stambuk 2009, stambuk 2010, keluarga

(9)

skripsi. Rekan-rekan di Jln. Rebab No 76 A ( Vordinan Limbong A.md, Efrina Sinaga A.md,

Leli Rulita Sinaga S.Sos, Aquarina Limbong A.md), tak terkecuali kawan-kawan yang lain yang

tidak penulis sebutkan terima kasih Tuhan yang membalas semua bantuan yang sudah diberikan.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pacarku tersayang Helen

Sitinjak. A.md.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih terdapat banyak

kekurangan-kekurangan yang mungkin karena keterbatasan penulis dalam penyajiannya. Untuk itu penulis

mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata,

semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 28 Juni 2011

Penulis

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan berperadaban. Budaya dipikirkan,

dilakukan, dan diciptakan oleh manusia, yang berdasar kepada tuntunan Tuhan Yang Maha

Kuasa. Budaya manusia ini mencakup aspek-aspek seperti: sistem religi, bahasa, organisasi

sosial, teknologi, pendidikan, ekonomi, dan kesenian. Kesemuanya ini terbentuk dalam tiga

wujud kebudayaan, yaitu: ide atau gagasan, kegiatan atau aktivitas, dan benda-benda atau

artefak.

Contoh konkrit kebudayaan ini, pada masyarakat Melayu terdapat sistem kosmologi

tentang alam yang diekspresikan dalam konsep kembali ke alam, atau belajar ke alam. Orang

Melayu juga memiliki sistem teknologinya seperti panggunaan okik alat menyongket kain,

teknologi membuat perahu, membuat rumah, sistem perbintangan, dan lain-lain. Begitu juga

dengan kesenian seperti ronggeng, hadrah, rodat, dabus, senandung, gubang, mendu, jikei,

makyong, dan lainnya. Semua ini memberikan identitas khas kepada kebudayaan Melayu.

Agak berbeda jika dibandingkan dengan etnik-etnik lain di Nusantara, yang biasanya

menentukan kelompok etniknya berdasarkan keturunan atau hubungan darah, maka etnik Melayu

atau masyarakat Melayu menentukan etniknya berdasarkan budaya. Siapa pun boleh masuk

Melayu, dengan syarat mengikuti kebudayaan Melayu. Dengan demikian Melayu ini bisa

(11)

Melayu. Kalau dipandang secara rasial, maka orang Melayu tersebar di kawasan Asia Tenggara,

Pasifik, sampai ke Madagaskar dan Afrika bahagian Selatan. Dengan demikian ras Melayu ini

memiliki kekuatan besar baik dalam kuantitas maupun kualitas sosiobudayanya. Kebudayaan ras

Melayu ini dalam kajian keilmuan lazim disebut sebagai Polinesia atau

Melayu-Austronesia (lihat Haziyah Hussein 2008). Indonesia dalam konteks ini dipandang sebagai

bahagian dari Dunia Melayu atau Alam Melayu-Polinesia, bersama Malaysia, Thailand,

Singapura, Brunai Darussalam, Filipina, dan beberapa diaspora Melayu di Asia Tenggara.

Masyarakat Melayu yang terbesar adalah di Indonesia. Dengan keadaan yang seperti ini dapat

dilihat bagaimana identitas kebudayaan Melayu. Salah satu di antaranya adalah melalui kesenian.

Kesenian ini sendiri ada yang berupa seni pertunjukan musik, tari, dan teter—juga seni rupa,

arsitektur, dan lain-lainnya.

Di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara, saat ini, banyak terdapat bentuk kesenian.

Mulai dari kesenian tradisional hingga kesenian yang dianggap modern atau yang telah

mengalami kontak budaya dari luar negeri. Beberapa kesenian tradisional yang hingga pada saat

ini telah mengalami kepunahan dan tidak dapat dilestarikan lagi yang karena kurangnya

perhatian dari masyarakat pemiliknya dan dari pihak pemerintah yang terkait.

Salah satu bentuk kesenian yang ada pada kebudayaan Melayu di daerah Sumatera Utara

khususnya di Medan yakni kesenian tradisional yang yang dinamakan kesenian teater makyong.1

1

Penulisan kata ini dengan huruf miring atau italuic hanya dimunculkan dan diterapkan pada saat pemunculan pertama ini saja, yang mengindikasikan ini adalah istilah yang dipakai dalam bahasa Melayu. Untuk pemunculan istilah atau terminologi kata ini berikutnya baik di Bab I ini atau bab-bab berikut tidak ditulis miring, untuk mengefektifkan penulisan. Skripsi ini bertema tentang makyong pada Sinar Budaya Group Medan, tentu saja akan muncul terus menerus istilah ini di semua tempat di dalam skripsi ini. Dalam tulisan-tulisan berbahasa Melayu atau Indonesia, kata makyong ini ada yang ditulis terpisah yaitu Mak Yong atau mak yong, dan ada pula yang ditulis menyatu yaitu makyong. Ini menggambarkan bahwa istilah tersebut belum dibakukan. Dalam skripsi ini penulis

(12)

Patani (Thailand Selatan) pada abad ke-15 Masehi. Lalu makyong menyebar ke Kelantan dan

Pahang (Malaysia) kemudian masuk ke Indonesia melalui Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat

(Luckman Sinar 1990).

Makyong2 adalah seni

menggabungkan berbagai unsur-unsur ritual (persembahan menghadap rebab), sandiwara, tari,

musik dengan vokal atau instrumental. Tokoh utama pria dan wanita keduanya dibawakan oleh

penari wanita dan menggunakan topeng.

Pada masa awal perkembangannya (diperkirakan di masa Budha), pertunjukan makyong

diadakan sebagai pertunjukan untuk acara doa ucapan syukur saat masa panen, acara pernikahan,

perayaan ulang tahun raja, upacara penyelamatan yang digunakan dalam pertunjukan main

puteri3

1. Raja Muda Lembek,

yang merupakan upacara penyembuhan penyakit secara tradisional.

Peran dalam teater makyong dilaksanakan oleh pemeran yang berjumlah antara 8 hingga

25 orang tergantung cerita yang dipersembahkan. Dalam pertunjukan makyong diperankan oleh

wanita dan jika ada peran pria maka yang berperan tersebut harus menggunakan topeng atau

setidaknya mengecat wajahnya. Beberapa tokoh-tokoh dalam teater makyong di antaranya

adalah seperti daftar berikut ini.

2. Putri Ratna,

3. Raja Jemala Indra,

2

Parafrase tulisan ini dikutip dari laman web yan

pada 3 Maret 2010.

3

Perrtunjukan boneka yang diisi roh yang dipandu oleh dukun (bomoh). Dalam kebudayaan Melayu pada umumnya, unsure seni pertunjukan yang berkaitan dengan dunia gaib di antaranya adalah main puteri seperti diuraikan di ats. Di beberapa negeri Melayu, seperti di Perak dan Perlis terdapat upacara pengobatan secara spiritual dengan melibatkan jembalang (makhluk halus), pada genre seni ulik mayang. Di Riau upacara pengobatan seperti ini disebut dengan belian. Sementara di kawasan Serdang dan Bedagai terdapat seni gebuk, untuk mengobati penyakit akibat gangguan makhluk halus.

(13)

4. Awang Pengasuh,

Pertunjukan makyong biasanya diiringi alat-alat musik seperti sepasang gendang;

tawak-tawak yang kini umumnya digantikan dengan talempong; serunai sebagai pengganti rebab, juga

ditambah kesi (simbal kecil); sepasang canang; breng-breng (gong China); dua pasang batang

bambu, dan gendang gedombak (semacam darbukeh dari Arab). Terjadinya variasi instrumentasi

ini diakibatkan penyesuaian dengan perkembangan waktu. Beberapa lagu-lagu dalam makyong

diantaranya; Lagu Menghadap Rebab, Lagu Memberi Arahan, Lagu Berjalan, Lagu Mengulit,

Lagu Bersedih, Lagu Khusus, Lagu Sedayong Pakyong. Makyong juga diiringi dengan tari-tarian

yang mendukung plot cerita seperti: Tari Menghadap Rebab, Pakyong Berjalan, Tari Inai, dan

lain-lain. (Ben Pasaribu 1984:1).

Persembahan makyong diawali dengan ritual pembuka salam dan doa dari pawang

dimana hal ini dilaksanakan dengan tujuan agar acara pertunjukan dari awal hingga akhir

pertunjukan dapat berlangsung dengan baik. Setelah pawang membacakan mantra ritual lalu

musik pembuka dimulai para penari dan tokoh-tokoh dalam cerita masuk ke panggung

bersamaan dengan pemain rebab lalu adegan cerita pun dimulai.

Di Kota Medan terdapat salah satu group kesenian yang masih tetap melestarikan

pertunjukan makyong hingga saat ini. Grup tersebut adalah Sinar Budaya Group. Penulis

(14)

mementaskan pertunjukan makyong. Sinar Budaya Group beralamatkan di Jalan Abdullah Lubis

No.47/42 Medan yang dibentuk pada tahun 1998 oleh Tengku Luckman Sinar, S.H;4

Sinar Budaya Group (SBG) ini pada tahun 1994 sampai 1998 lebih sering disebut

MABMI Cultural Group atau Lembaga Kesenian MABMI.

Drs.

Fadlin, dan seniman-seniman lainnya yang tergabung dalam Sinar Budaya Group .

Terbentuknya Sinar Budaya Group diawali keprihatinan Tengku Luckman Sinar atas

semakin hilangnya jati diri kesenian Melayu dengan masuknya pengaruh modernisasi dari

negara-negara maju. Sehingga dengan terbentuknya Sinar Budaya Group ini diharapkan dapat

memelihara dan menumbuhkan jati diri kesenian Melayu, dan dengan demikian Sinar Budaya

Group dapat menjadi wadah apresiasi dan kreativitas peminat seni budaya Melayu khususnya

dan seni budaya Indonesia umumnya.

5

4

Pada tahun 1998 ini, beliau belum lagi menjadi Sultan Serdang. Saat itu jabatan Sultan Serdang dipegang dan dikendalikan oleh Tuanku Abu Nawar Sinar. Selain sebagai sultan beliau juga menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupatehn Deli Serdang. Selepas Tuanku Abu Nawar Sinar meninggal dunia tahun 2003, maka berdasarkan kerapatan adat Serdang, pemegang tampuk kekuasaan Kesultanan Serdang adalah Tuanku Luckman SInar Basharshah II, S.H. Kemudian pada hari Jumat 4 januari 2011 yang baru lalu, Tuanku Luckman Sinar Bashasrshah II meninggal dunia di salah satu rumah sakit di Kuala Lumpur Malaysia. Beliau dimakamkan di Perbaungan dekat dengan makam ayahandanya Tuanku Sulaiman Syariful Alamsyah. Berdasarkan kerapatan adat Kerajaan Serdang maka terpilihlah Tuanku Drs. Ahmad Thala’a menjadi Sultan Serdang.

5

MABMI merupakan singkatan dari Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia. Ini adalah lembaga formal yang mewadahi budaya dan adat Melayu Sumatera Utara. Pendiri MABMI di antaranya adalah Raja Syahnan dan Tengku Amin Ridwan. Beberapa dekade, lembaga ini dipimpin oleh Tengku Amin Ridwan, yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Kemudian dipimpin selama satu periode tahun 1999 sampai 2004. Kemudian dipimpin oleh H. Syamsul Arifin, S.E., mantan bupati Kabupaten Langkat. Kini adalah gubernur Sumatera Utara. Namun ia sedang menjalani hukuman akibat skandal korupsi semasa menjabat bupati Langkat, yang diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada juga beberapa pejabat di Sumatera Utara ini yang mengalami kasus yang sama dengan Syamsul Arifin, seperti mantan Walikota Medan Drs. Abdillah, mantan Wakil Walikota Medan Dr. Ramli, M.M. dan lain-lainnya. Semua ini adalah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, sebagai tekad bangsa Indonesia dalam memberantas korupsi.

Bedanya di masa Lembaga

Kesenian Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia ini, mereka merupakan gabungan dari Sri

Indera Ratu di bawah pimpinan Dra. Tengku Sitta Syaritsah, juga Lia Grup di bawah pimpinan

(15)

Serdang dan Deli. Namun sejak 1998, Tengku Luckman Sinar mendirikan sendiri Sinar Budaya

Grup, akibat dari pergesekan internal di Lembaga Kesenian MABMI.

Kelompok seni SBG ini adalah grup kesenian yang melakukan beberapa kegiatan seni,

yang didukung oleh para seniman dengan bidang-bidang keahlian dan kekhususan sebagai

berikut ini.

1. Ahli pantun Melayu,

2. Pemain debus (Aceh),

3. Pemain teater tradisional Melayu makyong,

4. Pemain pertunjukan silat Melayu,

5. Pemain musik kompang atau hadrah,

6. Pemain band yang memainkan genre musik tradisional Melayu, Batak,

Mandailing, Simalungun, Nias, Karo , Jawa, dan lain-lain, serta

7. Penari pria dan wanita yang menarikan tari-tarian Melayu, Batak, Karo, Nias,

Simalungun, Mandailing, Aceh, Padang, Jawa, Bali, China Muslim serta tari

kreasi baru kontemporer.

Personil Sinar Budaya Group berjumlah sekitar 40 orang yang terdiri dari pimpinan,

pemusik, penari, artis, dan petugas. Pada saat pertunjukan, Sinar Budaya Group menampilkan

kesenian berdurasi selama 2 jam non-stop. Sinar Budaya Group juga menyelenggarakan

pertunjukan kesenian untuk acara pesta perkawinan dan acara tari massal.

Adapun menurut penjelasan para informan, berbagai pertunjukan kesenian yang

ditampilkan oleh Sinar Budaya Group terdiri dari genre-genre sebagai berikut.

1. Teater tradisional Melayu Makyong (teater tradisional Melayu),

(16)

3. Tari Indonesia Bersatu (Indonesia in Unity),

9. Tari Piring (Sumatera Barat),

10. Tari Lenggok Jakarta (Betawi),

11.Tari Jaranan ( Jawa),

12.Tari Kipas (Sulawesi),

13.Tari Zapin Ya Salam ( Kalimantan),

14.Tari Bambu (Maluku),

15.Tari Payembrame ( Bali),

16.Tari Joget Pahang (Malaysia),

17.Tari Gulayim (Tiongkok Islam dari Sinjiang),

18.Tari Gorokinaka (India), dan

19.Pasukan Adat Kesultanan Adat Tombak Berambu, dan lain-lain.

Dari tahun 1998 sampai 2003, pemimpin Sinar Budaya Grup adalah Tengku Luckman

Sinar, dengan wakilnya Drs. Fadlin, sekretaris Drs. Muhammad Takari, M.Hum., bendahara

Tengku Syahruwardi, Performing Art Manager Syainul Irwan, disertai beberapa penari dan

pemusik, yang sifatnya ada yang tetap dan ada pula yang cabutan. Di masa mereka ini berbagai

pergelaran pertunjukan dilakukan baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Di antaranya

(17)

1. The OPEC International Culture Festival di Caracas Venezuela, tanggal 11 -17

September 2000,

2. Festival Gendang Nusantara I s/d XIII di Melaka, Malaysia Tahun 1997 – 2009,

3. Festival “Persatuan dan Kesenian Melayu – Polenesia” di Kuala Lumpur, Tahun

2002,

4. Festival tari Melayu Nusantara I – IV di Palembang , Tahun 2002 – 2005,

5. Festival Kraton Nusantara I – IV di Cirebon, Yogyakarta dan Solo, Tahun 2002 –

2006,

Kemudian tahun 2003 dan seterusnya, tampuk kepemimpinan Sinar Budaya Group

dipegang oleh Tengku Mira Sinar dan telah membawa SBG ke berbagai event di dalam dan di

luar negeri, seperti ke Qatar, Portugal, Malaysia, Singapura, dan lain-lain.

Penghargaan-penghargaan yang pernah diterima oleh Sinar Budaya Group adalah pada

event-event seni berikut ini.

1. The OPEC International Cultural Festival di Caracas Venezuela pada tanggal

11-17 September 2000,

2. Festival Gendang Nusantara – I s/d XIII di Melaka, Malaysia pada tahun 1997

s/d 2009,

3. Festival “Persuratab dan Kesenian Melayu-Polenesia” di Kuala Lumpur, pada

tahun 2002,

4. Festival tari Melayu Nusantara I-IV di Palembang, tahun 2002-2005.

5. Festival Keraton I-IV, di Cirebon, Yogyakarta dan Solo, pada tahun

2002-2006,

(18)

7. Festival Budaya Melayu Dunia Islam di Melaka - Malaysia, tahun

2002-2006,

8. Malam Budaya Indonesia di Songkla-Thailand , tahun 2000,

9. Moslem Consumer Showcase in Singapore, pada tahun 2000,

10.Indonesian Night In Mumbay and New Delhi, pada tahun 2003,

11.Global Village Expo in Dubai, pada tahun 2005,

12.Indonesian Art’s Performance in Doha-Qatar, pada tahun 2005,

13.Bintan Art’s Festival, Tanjung Pinang-Bintan Island, pada tahun 2005,

14.Indonesian Art’s Performance in Doha-Qatar pada tahun 2006,

15.Indonesian Cultural and Culinary Show in Sana’a – Yaman, 2006,

16.Indonesian Art’s Performance in Portugal, pada tahun 2008,

17.Indoensian Cultural Night in France, pada tahun 2008, dan

18.Sumatera Utara Night in Thailand, pada tahun 2010.

Sinar Budaya Group juga memiliki pakar-pakar sejarah yang menjadi dosen di

Universitas Sumatera Utara yang mana telah mengadakan pertunjukan kesenian dan juga

menyertai berbagai seminar mengenai kebudayaan dibeberapa provinsi di Indonesia seperti,

Riau, Aceh, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jakarta, Yogyakarta dan juga dibeberapa negara

seperti: Malaysia, Singapura, Thailand, India, Eropa, Venezuela, Dubai, Qatar, dan Yaman.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa SBG aktif dalam memperkenalkan dan memungsikan

seni Melayu dan Sumatera Utara dalam lingkup dalam negeri maupun luar negeri, termasuk

makyong yang menjadi tumpuan kajian dalam skripsi ini.

Pertunjukan makyong pada saat ini masih dianggap fenomenal dan tetap dilestarikan

(19)

pertunjukan yang tadinya biasa berlangsung selama berjam-jam bahkan semalaman suntuk,

namun sekarang dalam pementasan pertunjukan Makyong cukup dipentaskan selama berdurasi

sekitar 1,5 jam dan dapat disesuaikan dengan kondisi keadaan. Bahasa dalam dialog dan lelucon

pun pada pertunjukan makyong, kini sudah diubah dan disesuaikan dengan dialek Melayu

sekarang.

Sejarah keberadaan teater makyong di Sumatera Utara6

6

Sumber data tertulis dari Ibu Tengku Mira Rozanna Sinar, S.Sos, 2011. Beliau lebih suka diberi pertanyaan dan menjawab secara tertulis tentang apa saja yang berkaitan dengan Sinar Budaya Group dan

, tepatnya di Istana Kota Galuh

Kesultanan Serdang, merupakan “buah tangan” dari perjalanan Sultan Sulaiman Syariful

Alamsyah (Sultan Serdang ke V) ketika melawat ke Perlis dan Kedah pada Tahun 1898. Ketika

itu Tengku Mahmud dari Regent Kedah menghadiahkan seperangkat peralatan musik Makyong

lengkap dengan para pemainnya.

Sejak tahun 1945, makyong sudah jarang dipentaskan. Namun pada tahun 1970, Tengku

Luckman Sinar Basarsyah-II, SH (Sultan Serdang ke VIII) mengangkat kembali pertunjukan

Makyong dan diberi nuansa baru sesuai zaman sekarang, seperti penggarapan ide cerita baru.

Dan untuk pertama kalinya pertunjukan Makyong kembali dipentaskan pada Pekan Budaya

Melayu di Medan pada tahun 1989 yang dibawakan oleh Sinar Budaya Group Kesultanan

Serdang. Lalu pada tahun 2003 Sinar Budaya Group mengadakan pementasan keliling makyong

pada Kongres Kebudayaan Indonesia di Padang Panjang.

Pada acara Pekan Produk Budaya (Kreatif) Indoensia pada 25-28 Juni tahun 2009 yang

dibuka oleh Presiden Republik Indonesia di Jakarta Convention Center, Sinar Budaya Group

juga turut mementaskan makyong pada acara tersebut. Makyong yang dipentaskan tersebut

(20)

Makyong yang berjudul Putri Ratna berkisah tentang kaul (nazar)7

7

Kaul atau nazar adalah suatu janji manusia kepada Penguasa (Tuhan) semesta alam. Nazar ini biasa dilakukan untuk mencapai sesuatu, atau menyelesaikan sesuatu. Misalnya seseorang yang bertahun-tahun sakit dan tidak sembuh-sembuh, sudah lelah berusaha mengobatinya. Akhirnya ia bernazar kepad Tuhan, bahwa kalau sembuh ia akan mendirikan rumah yatim dan mengasuh anak yatim. Atau sepasang suami dan isteri yang telah opuluhan tahun menikah tetapi tidak dikaruniai anak. Maka mereka bernazar, apabila memperoleh anak, laki-laki atau perempuan, mereka akan mendirikan mushala di kampungnya. Banyak lagi nazar-nazar yang lain. Intinya adalah janji untuk melaksanakan sesuatu apabila dikaruniai sesuatu.

dari ayah Raja Muda

Lembek yang tidak dilaksanakan oleh Raja Muda Lembek untuk pergi bertapa ke Gunung

Burma. Akibat dari perbuatan Raja Muda Lembek tersebut maka Raja Muda Lembek menjadi

sakit lumpuh. Lalu Awang Pengasuh yang telah diusir Raja Muda Lembek mengingatkan

kembali Sang Raja Muda Lembek agar melaksanakan kaul (nazar) ayah dari Raja Muda Lembek

dilaksanakan agar Raja Muda Lembek bisa sembuh.

Akhirnya Raja Muda Lembek melaksanakan kaul (nazar) tersebut dan sembuhlah Raja

Muda Lembek. Ketika Raja Muda Lembek pergi bertapa, kepengurusan kerajaan dititipkan

kepada Putri Ratna yang merupakan adik Raja Muda Lembek. Selama Putri Ratna memegang

kepemimpinan, kerajaan Putri Ratna selalu diganggu oleh Gergasi (raksasa). Lalu Putri Ratna

diselamatkan oleh Raja Jemala Indra (sahabat Raja Muda Lembek) dari gangguan gergasi, dan

berlanjut menjalin cinta antara Putri Ratna dan Raja Jemala Indra dan diakhiri pernikahan

mereka.

Yang menarik di dalam pertunjukan teater makyong oleh Sinar Budaya Grup Medan ini

terdapat plot cerita, musik iringan yang khas, dan tari-tarian. Sebahagian ada yang benar-benar

tradisi dan sebahagian ada yang merupakan garapan baru. Ada juga genre tarian dan nyanyian

dalam teater ini yang mereka masukkan dan menjadi ciri khas dalam konteks ini. Misalnya

dengan masukknya lagu Zapin Serdang, yang berakar dari tradisi zapin di Serdang, khususnya

(21)

Dengan demikian, secara keilmuan, pertunjukan teater (yang di dalamnya terdapat musik

dan tari) sangat menarik untuk didekati dengan disiplin ilmu etnomusikologi, sebagai latar

belakang ilmu penulis selama ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Alan P. Merriam tentang

etnomusikologi sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound.8

Dari kutipan paragraf di atas, menurut Merriam para pakar etnomusikologi membawa

dirinya sendiri kepada benih-benih pembahagian ilmu, untuk itu selalu dilakukan

percampuran dua bagian keilmuan yang terpisah, yaitu musikologi dan etnologi.

Kemudian menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka

mencampur kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu

bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini,

dapat ditandai dari literatur-literatur yang dihasilkannya--seorang sarjana menulis secara teknis

8

(22)

tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih

untuk memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan

sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Pada saat yang sama, beberapa

sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk

mengasumsikan kembali suatu aura reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan

teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks

etnologisnya. Di sini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding

dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam

kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih

luas.

Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Nettl yaitu terdapat kemungkinan

karakteristik "aliran-aliran" etnomusiko-logi di Jerman dan Amerika, yang sebenarnya

tidak persis sama. Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik

dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif

awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang

bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana

Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik. Dari kutipan di atas tergambar

dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari dua disiplin dasar yaitu etnologi dan

musikologi, walau terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing

ahlinya. Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik

(23)

Berdasarkan uraian dan pemikiran di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan suatu

kajian ilmiah tentang Makyong dan menuangkan kedalam tulisan yang berjudul Studi Deskriptif

Pertunjukan Makyong Cerita Putri Ratna oleh Sinar Budaya Group Medan.

1.2Pokok Permasalahan

Pokok permasalahan yang penulis akan lakukan berdasar kepada pertanyaan: Bagaimana

pertunjukan cerita Putri Ratna oleh kelompok kesenian Sinar Budaya Group. Pokok

permasalahan ini akan dijawab dengan melakukan uraian dalam bentuk deskripsi pertunjukan

makyong Sinar Budaya Group untuk cerita dimaksud. Kemudian menganalisis jalannya

pertunjukan tersebut, dengan menotasikan musik, mentranskripsi dialog-dialog, dan kemudian

menuliskannya dalam bentuk skripsi.

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan, maka tujuan utama dari penulisan

dan penelitian ini adalah,

1. Untuk mengetahui bagaimana pertunjukan Makyong oleh Sinar Budaya Group mulai

dari latihan sampai pementasan, khususnya untuk cerita Putri Ratna.

2. Untuk melengkapi persyaratan meraih gelar kesarjanaan dari Fakultas Ilmu Budaya

(24)

3. Sekaligus nantinya tulisan ini dapat menjadi referensi bagi rekan-rekan yang lain

yang hendak membahas pertunjukan Makyong dimasa yang akan datang.

1.3.2 Manfaat

Manfaat penulisan ini adalah :

1. Sebagai sumbangan bagi dokumentasi, referensi, dan analisis kebudayaan Melayu

Sumatera Utara secara umum

2. Dapat digunakan oleh peneliti-peneliti dimasa yang akan datang sebagai suatu

langkah awal untuk memulai ataupun melanjutkan penelitian kesenian pertunjukan

Makyong kebudayaan Melayu Sumatera Utara secara khusus.

1.4 Konsep dan Teori yang Digunakan 1.4.1 Konsep

Koentjaraningrat (1980:207), menyebutkan bahwa konsep adalah suatu sistem pedoman

hidup dan cita-cita yang akan dicapai oleh banyak individu dalam suatu masyarakat.

Masing-masing suku bangsa mempunyai istilah dalam menyebut musik yang berbeda dengan suku lain.

Dalam tulisan ini perlu dikemukakan konsep-konsep yang berkaitan dengan judul skripsi Studi

Deskriptif Pertunjukan Makyong Cerita Putri Ratna oleh Sinar Budaya Group Medan.

Dalam konteks penelitian ini, penulis akan menjelaskan pengertian secara harfiah

beberapa kata kunci yang menjadi bingkai masalah penelitian, yaitu: deskriptif, pertunjukan,

(25)

(a) Deksriptif, berasal dari deskripsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2005:258), deskripsi berarti pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara

jelas dan terperinci sedangkan deskriptif berarti besifat deskripsi.

(b) Menurut Murgianto (1996:156), pertunjukan adalah sebuah komunikasi yang

dilakukan satu orang atau lebih, pengirim pesan marasa bertanggung jawab pada

seseorang atau lebih penerima pesan, dan kepada sebuah tradisi yang mereka pahami

bersama melalui seperangkat tingkah laku yang khas.

(c) Menurut penjelasan Tengku Mira Rozanna Sinar (wawancara Oktober 2010) ,

makyong yang berjudul Putri Ratna adalah merupakan bentuk seni pertunjukan teater

tradisional masyarakat Melayu yang disadur dari karya Tengku Luckman Sinar

Basarsyah II, SH dimana pertunjukan tersebut berdurasi sekitar 1,5 jam yang diiringi

dengan musik, lagu, tarian tradisonal Melayu.

(d) Sinar Budaya Group merupakan sanggar seni yang didirikan oleh Tengku Luckman

Sinar Basarsah II, SH dan Drs. Fadlin pada tahun 1998, yang bertujuan untuk

melestarikan seni budaya Melayu khususnya dan seni budaya Indonesia umumnya.

Dengan melihat definisi di atas, penulis memberi kesimpulan tentang konsep atau hal

yang akan menjadi bingkai permasalahan penelitian, yaitu tulisan yang mampu memaparkan dan

menggambarkan secara jelas dan terperinci tentang pertunjukan makyong yang berjudul Putri

Ratna dari saat latihan hingga selesai pementasan.

1.4.2 Teori

Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkap konsep, definisi,

(26)

pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak

akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat 1973:10).

Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan beberapa teori

yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini.

Maka penulis menggunakan teori analisis pertunjukan oleh Edi Sedyawati (1981:48-66) yang

mengemukakan bahwa suatu analisis pertunjukan sebaiknya selalu dikaitkan dengan kondisi

lingkungan dimana seni pertunjukan tersebut dilaksanakan atau di dukung masyarakatnya,

pergeseran-pergeseran yang terdapat didalam pertunjukan, dan kemungkinan yang muncul dari

interaksi setiap orang (penyaji dan penyaji), (penyaji dan penonton) di antara variabel-variabel

wilayah yang berbeda.

Untuk mendeskripsikan pertunjukan menggunakan teori Milton Siger (dalam Jurnal

Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia 1996:164-165) juga menjelaskan bahwa pertunjukan

selalu memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini.

1. Waktu pertunjukan yang terbatas,

2. Awal dan akhir,

3. Acara kegiatan yang terorganisir,

4. Sekelompok pemain,

5. Sekelompok penonton,

6. Tempat pertunjukan, dan

7. Kesempatan untuk mempertunjukannya.

Untuk mendukung teori analisis pertunjukan, maka penulis juga menggunakan teori

(27)

Melayu, khususnya di Serdang dan lebih luas Sumatera Utara. Bagaimana makyong ini berfungsi

dalam masyarakat Melayu tersebut.

Menurut Lorimer et al., teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang

dipergunakan pada ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara

institusi-institusi dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan

bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi institusi-institusi seperti: negara, agama,

keluarga, aliran dan pasar terwujud. Sebagai contoh, pada masyarakat yang kompleks seperti

Amerika Serikat, agama dan keluarga mendukung nilai-nilai yang difungsikan untuk

mendukung kegiatan politik demokrasi dan ekonomi pasar. Dalam masyarakat yang lebih

sederhana, masyarakat tribal, partisipasi dalam upacara keagamaan berfungsi untuk

mendukung solidaritas sosial di antara kelompok-kelompok manusia yang berhubungan

kekerabatannya. Meskipun teori ini menjadi dasar bagi para penulis Eropa bada ke-19,

khususnya Emile Durkheim, fungsionalisme secara nyata berkembang sebagai sebuah teori

yang mengagumkan sejak dipergunakan oleh Talcott Parsons dan Robert Merton tahun 1950-an.

Teori ini sangat berpengaruh kepada para pakar sosiologi Anglo-Amerika dalam dekad

1970-an. Bronislaw Malinowski dan A. R. Radcliffe-Brown, mengembangkan teori ini di bidang

antropologi, dengan memusatkan perhatian pada masayarakat bukan Barat. Sejak dekad

1970-an, teori fungsionalisme dipergunakan pula untuk mengkaji dinamika konflik sosial (Lorimer

et al. 1991-112-113).

Untuk melihat fungsi pertunjukan makyong penulis menggunakan teori fungsionalisme

yang dikemukakan oleh Merriam (1964-219-226) yang memberikan contoh fungsi musik ke

dalam 10 kategori, yaitu fungsi :

(28)

(2) penghayat estetis,

(3) hiburan,

(4) komunikasi,

(5) perlambangan,

(6) reaksi jasmani,

(7) berkaitan dengan norma-norma social,

(8) pengesahan lembaga sosial,

(9) kesinambungan kebudayaan, dan

(10) pengintegrasian masyarakat.

Untuk mendeskripsikan struktur musik (baik melodi maupun ritme) yang dihasilkan

ensambel makyong ini, penulis mempergunakan teori weighted scale yaitu teori yang lazim

digunakan untuk menganalisis melodi seperti yang ditawarkan oleh William P. Malm (1977)

yang terdiri dari delapan unsur, yaitu sebagai berikut.

1. Tangga nada,

2. Wilayah nada (ambitus),

3. Nada dasar (tone center),

4. Jumlah nada-nada,

5. Distribusi interval,

6. Formula melodi,

7. Pola-pola kadensa, dan

(29)

Demikian kira-kira gambaran umum teori yang akan penulis gunakan nantinya dalam

mendeskripsikan pertunjukan makyong cerita Putri Ratna oleh Sinar Budaya Group Medan.

Termasuk konteks sosiobudaya dalam masyarakat pendukungnya, seperti yang ditawarkan oleh

para ahli teori dalam bidang seni pertunjukan dan etnpmusikologi.

1.5 Metode Penelitian

Metode peneletian adalah suatu prosedur atau urutan kerja yang akan dilaksanakan dalam

rangka penyelidikan dari suatu bidang yang bertujuan untuk memperoleh fakta-fakta. Metode

kerja yang penulis lakukan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu suatu

rangkaian kegiatan atau proses menyaring data/informasi yang bersifat sewajarnya mengenai

suatu masalah dalam bidang kehidupan tertentu pada objeknya (Bogdan dan Taylor 1975:176).

Suatu penelitian kualitatif memungkinkan kita memahami masyarakat secara personal

dan memandang mereka sendiri mengungkapkan pandangan dunianya (Bogdan 1975:4-5).

Dalam hal metode penelitian, penulis memakai metode penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Di sini penulis mencari data dilapangan dengan cara wawancara secara langsung.

Sebelum melakukan wawancara penulis hanya mempersiapkan garis-garis besar pertanyaan yang

akan ditanyakan. Seluruh data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan setiap informan

penulis kumpulkan untuk diolah dalam kerja laboratorium.

Menurut Netll (1964:62-64) ada 2 hal yang esensial untuk melakukan aktifitas penelitian

dalam disiplin etnomusikologi yaitu : kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk

(30)

pengumpulan dan perekaman data. Sedangkan kerja laboratorium meliputi pengolahan data,

menganalisis dan membuat kesimpulan dari keseluruhan data-data yang diperoleh. Namun

demikian, sebelum melakukan hal ini terlebih dahulu dilakukan studi kepustakaan yakni

mendapatkan literatur atau sumber-sumber bacaan yang berkaitan dengan pokok permasalahan.

1.5.1 Pemilihan Lokasi Penelitian

Sebagai sample kajian penelitian maka penulis memilih lokasi penelitian di jln.

Abdullah Lubis No. 47/42 Medan yang merupakan alamat Sinar Budaya Group. Alasan penulis

memilih daerah tersebut sebagai lokasi penelitian adalah dapat langsung bertemu dengan

informan dan keterbukaan dari para informan tentang pertunjukkan Makyong dimana informan

sangat respek dengan niat penulis untuk melakukan penelitian disanggar mereka. Sebagai bukti

simpati dari informan penulis diberi video Makyong yang berjudul Putri Ratna dan

catatan-catatan mengenai Sinar Budaya Group dan Makyong. Penulis juga sering melakukan pertemuan

dalam bentuk diskusi dan wawancara dengan Ibu Tengku Mira. Rozanna, S. Sos. sebagai

pengelola Sinar Budaya Group.

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penulis menjalani dua tahapan, yakni:

1. Studi kepustakaan,

2. Penelitian lapangan.

(31)

Sebelum melakukan kerja lapangan, terlebih dahulu penulis membaca beberapa literatur

yaitu berupa makalah, skripsi, buku-buku dan majalah yang berkaitan dengan objek yang diteliti.

Kemudian mencari konsep-konsep dan teori yang dapat menjadi sumber informasi bagi penulis

untuk membahas tulisan ini. Untuk mencari teori, konsep dan juga informasi yang berhubungan

dengan tulisan ini, yang dapat dijadikan landasan dalam penelitian, maka penulis terlebih dahulu

melakukan studi kepustakaan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan yang dibutuhkan

dalam melakukan penelitian lapangan.

Sumber bacaan yang dilakukan dapat berasal dari peneliti luar maupun peneliti dari

Indonesia sendiri. Selain bacaan yang dapat berupa majalah atau Koran, bulletin, buku ilmiah,

jurnal, skripsi sarjana, tesis, berita dan lain-lain, penulis juga menggunakan buku-buku yang

cukup relevan dengan topik permasalahan dalam penelitian ini, terutama yang menyangkut

pertunjukan Makyong.

Buku-buku tersebut antara lain ialah, Kebudayaan Melayu Sumatera Timur, tulisan

Tuanku Luckman Sinar Basarsyah II. SH dan Wan Syaifuddin. M.A, The Anthropology of

Music, tulisan Alan P. Merriam, 1964; Theory and Method in Ethnomusicology, karya Bruno

Nettl, 1864; Pokok-pokok Antropologi Budaya, karya T.O. Ihromi, 1987; serta buku-buku

pendukung lainnya yang dianggap relevan dengan topik penelitian ini.

1.5.2.2 Penelitian Lapangan

Dalam penelitian lapangan penulis mengadakan observasi langsung dan wawancara

langsung. Adapun observasi langsung ini dilakukan untuk mendapatkan secara langsung

(32)

kegiatan dari observasi langsung ini penulis dapat langsung menentukan orang-orang yang

dianggap mampu menjadi narasumber dalam pengumpulan data-data yang dibutuhkan penulis.

Pengamatan atau observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yang kemudian digunakan

untuk menyebut jenis observasi, yaitu :

a. Observasi non-sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan

instrumen pengamatan.

b. Observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman

sebagai instrumen pengamatan.

Dalam metode pengamatan setidaknya ada 3 (tiga) macam metode, yaitu :

1. Metode pengamatan bebas. Metode ini menggunakan teknik pengamatan yang

mengharuskan si peneliti tidak boleh terlibat dalam hubungan-hubungan emosi

pelaku yang menjadi sasaran penelitiannya. Si peneliti dalam hal ini tidak ada

hubungan apapun dengan para pelaku yang diamatinya.

2. Metode pengamatan terkendali. Dalam pengamatan terkendali, si peneliti juga tidak

terlibat hubungan emosi dan perasaan dengan yang ditelitinya, seperti halnya dengan

pengamatan biasa. Yang membedakannya adalah pada pengamatan terkendali para

pelaku yang akan diamati diseleksi dan kondisi-kondisi yang ada dalam ruang atau

tempat kegiatan pelaku itu diamati dan dikendalikan oleh si peneliti.

3. Metode pengamatan terlibat. Melalui metode pengamatan terlibat si peneliti

mempunyai hubungan dengan para pelaku yang diamatinya dalam melakukan

pengumpulan bahan-bahan yang diperlukan. Sasaran dalam metode pengamatan

(33)

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode pengamatan terlibat.

Disini penulis bertindak sebagai pengamat total yang dapat masuk ke suatu tempat dan

melakukan pengamatan sebagai seorang peneliti. Melalui pengamatan ini peneliti dalam

mengumpulkan bahan keterangan yang diperlukan tidak perlu bersembunyi tapi juga tidak

mengakibatkan perubahan oleh kehadirannya pada kegiatan yang diamati. Dalam hal ini, peneliti

harus berusaha memperoleh kepercayaan penuh dari orang-orang yang menjadi sasaran

penelitiannya.

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara, jawaban responden akan dicatat atau

direkam dengan alat perekam (tape recorder) (Suhartono, 1995:67). Teknik wawancara yang

dilakukan oleh penulis adalah seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1985:138-140)

mengatakan bahwa wawancara dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Wawancara berfokus : pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu dan selalu berpusat

kepada satu pokok permasalahan

2. Wawancara bebas : pertanyaan yang diajukan tidak hanya berpusat pada pokok

permasalahan tetapi beraneka ragam selama masih berkaitan dengan objek penelitian.

3. Wawancara sambil lalu : pertanyaan dalam hal ini diajukan kepada nara sumber dalam

situasi yang tidak terkonsep ataupun tanpa persiapan. Dengan kata lain informan

dijumpai secara kebetulan.

Adapun wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara bebas. Wawancara bebas

adalah wawancara yang lebih santai dan fleksibel.

Kendala yang penulis alami dalam wawancara hanya berkisar dari informan yang merasa

(34)

dari peralatan tersebut hal ini segera dapat diatasi. Sebelum wawancara secara terfokus penulis

membuat kerangka pertanyaan, hal ini sengaja penulis lakukan agar disaat wawancara dapat

melakukan wawancara sesuai dengan yang penulis inginkan dan hasilnya sesuai dengan yang

diharapkan.

1.5.3 Pemilihan Informan

Dalam melaksanakan penelitian ini penulis terlebih dahulu menentukan informan pangkal

sebagai sumber informasi yang dibutuhkan penulis. Ini merupakan titik awal bagi penulis untuk

mencari informan lainnya. Untuk memulai peneletian ini penulis menetapkan Ibu Tengku Mira

Rozanna Sinar,S.Sos sebagai informan pangkal. Adapun informan pangkal tersebut merupakan

pengelola dari Sinar Budaya Group yang mana pada saat ini beliau salah satu orang yang masih

melestarikan kesenian pertunjukan Makyong. Untuk informan lainnya berasal dari personil

Sanggar Sinar Budaya Group.

1.5.4 Metode Penelusuran Data Online

Perkembangan Internet yang sudah semakin maju pesat serta telah mampu menjawab

berbagai kebutuhan masyarakat saat ini memungkinkan para akademisi mau ataupun tidak

menjadikan media online seperti Internet sebagai salah satu medium atau ranah yang sangat

bermanfaat bagi penelusuran berbagai informasi, mulai dari informasi teoritis maupun data-data

primer ataupun sekunder yang diinginkan oleh peneliti untuk kebutuhan penelitian.

“Pada mulanya banyak kalangan akademisi meragukan validitas data Online

sehubungan apabila data atau informasi itu digunakan dalam karya-karya ilmiah, seperti

(35)

berkembang begitu pesat dengan sangat akurat, maka keraguan itu menjadi sirna kecuali

bagi kalangan akademisi konvensional –ortodoks yang kurang memahami perkembangan

teknologi informasi sajalah yang masih mempersoalkan akurasi media online sebagai

sumber data maupun sumber informasi teori. Hal ini disebabkan karena saat ini begitu

banyak publikasi teoritis yang disimpan dalam bentuk online dan disebarkan melalui

jaringan Internet. Begitu pula saat ini, berbagai institusi telah menyimpan data mereka pada

server-server yang dapat dimanfaatkan secara Intranet maupun Internet. Dengan demikian

polemic tentang keabsahan dan validitas data-informasi online menjadi sesuatu yang kuno,

tergantung pada bagaimana peneliti dapat memilih sumber-sumber data online mana yang

sangat kredibel dan dikenal banyak kalangan”.

Dengan demikian, Burhan Bungin menjelaskan bahwa metode penelusuran data

online yang dimaksud adalah tata cara melakukan penelusuran data melalui media online

seperti Internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas online sehingga

memungkinkan peneliti dapat memanfaatkan data informasi online yang berupa data

maupun informasi teori, secepat atau semudah mungkin, dan dapat dipertanggungjawabkan

secara akademis.

1.5.5 Perekaman

Ada dua jenis perekaman yang penulis lakukan yaitu perekaman audio dan perekaman

video audio. Hal perekaman audio digunakan tape perekam merk Sony sensitif audio,camera

digital IXUS 8015 Canon 8.0 megapixels, michrophone laptop merk Keenion Mic-309, dan

(36)

digunakan kamera video Sony Handycam Wide LCD DCR/DVD808 dengan menggunakan

MinicDVD Maxel 60 Minute.

1.5.6 Pemotretan

Untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar maka penulis menggunakan

kamera digital merk Canon, 8 megapixel. Data digital ini kemudian dipindahkan ke dalam

bentuk data komputer dalam format bmp (bitmap picture graphics), yang kemudian diinsert ke

tempat-tempat analisis yang memerlukan data visual ini.

1.5.7 Kerja Laboratorium

Kerja laboratoroium yang penulis lakukan adalah bertujuan mengolah data yang telah

terkumpul dari pengamatan dan wawancara. Demua data diklasifikasikan sesuai dengan jenis

yang dibutuhkan oleh penulis dengan melihat relevansi dari data tersebut. Pengklasifikasian

bertujuan untuk menghindari data yang bertumpang tindih dan untuk mempermudah penulis

untuk mengolah data tersebut.

Rekaman musik juga dianalisa untuk melihat hubungan music dengan pola gerak tari

pertunjukan Makyong, juga melihat reportoar-reportoar dalam mengiringi pertunjukan tersebut.

Data-data dioalah sesuai materi permasalahan. Hasil dari data yang telah diolah tersebut penulis

(37)

BAB II

DESKRIPSI UMUM

EKSISTENSI SINAR BUDAYA GROUP MEDAN

Pada Bab II ini penulis akan mendeskripsikan keberadaan kelompok kesenian Sinar

Budaya Group, baik dari sisi historis, aktivitas, dan pengelolaannya. Tuajuannya adalah

memberikan gambaran dan wawasan kepada para pembaca, bagaimana sebuah keompok

kesenian tumbuh, berkembang, bertahan, dan mencari terobosan-terobosan dalam rangka

melestarikan seni. Materi deskripsi pada Bab II ini disunting dari skripsi Astri Ismiralda yang

memfokuskan perhatian pada manajemen Sinar Budaya Group di era 1990-an. Selain ini data

dilengkapi dengan wawancara kepada para informan, dan pengamatan lapangan.

2.1 Sejarah Berdirinya Sinar Budaya Group

Di kota Medan terdapat berbagai kelompok kesenian, yang memiliki ciri-ciri budaya

masing-masing, yang mempertunjukan mulai dari kesenian tradisional (termasuk didalamnya

kreativitas seni yang berakar dari nilai-nilai tradisi) dan kesenian modern (yang mengadopsi

kesenian dari Barat) atau gabungan dari kesenian tradisional dan kesenian modern. Diantara

kesenian tradisional ada yang bersifat hanya mengekspresikan satu budaya kelompok etnik saja

atau berbagai kelompok etnik. Kesenian modern bersifat mengekspresikan budaya populer dan

kontemporer. Di antara kelompok kesenian itu salah satunya adalah kelompok kesenian Sinar

Budaya Group.

Sinar Budaya Group adalah salah satu kelompok seni pertunjukan yang mengekspresikan

(38)

mengadopsi semangat kontemporer sekaligus. Awalnya Sinar Budaya Group berasal dari

LKMABMI (Lembaga Kesenian Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia) yang berakar budaya

pertunjukan Melayu. Dimana LKMABMI (Lembaga Kesenian Majelis Adat Budaya Melayu

Indonesia) didirikan pada tahun 1987 dan yang menjadi ketuanya adalah Tengku Luckman

Sinar, sekretaris Tengku Sjahruwardi, manajer pertunjukan Fadlin, koreografer Syainul Irwan,

kemudian bekerja sama dengan Lia Group dibawah pimpinan Hajjah Dahlia Abu Kasim Sinar.

Gambar2.1: Sekretariat dan sanggar Sinar Budaya Group

Jalan Abdullah Lubis No. 47/42 Medan

Para seniman tarinya adalah: Riri Virzan Puteri, Ade Ira Carla, Titin, Vina, Tengku

Mahzura, Romi Ghazali Maghribi Aziz, Tommy Hariawan Maghribi Aziz, Hendra Januar,

Rahmad Dani dan Pofo. Syainul Irwan sebagai koreografer juga ikut menari. Sebagai pemain

alat musiknya adalah: Ahmad Setia, Fadlin, Muhammad Zulfahmi, Darmansyah, Buyung, Cicik,

Tengku Syafick Sinar, Roisyam, Zulham Zais, Yossy Tanjung, dan Abraham. Kadangkala

(39)

lainnya. Lembaga ini membidangi seni pertunjukan Melayu. LKMABMI telah mengadakan

pertunjukan seperti di Medan, Kalimantan, dan Malaysia. Untuk di Malaysia sendiri LKMABMI

telah mengisi berbagai acara di televisyen 3, seperti Jejak Melayu Serantau yang menceritakan

keberedaan Melayu Sumatera Timur, dan Sri Sumatera yang mengisi pertunjukan musik dan tari

di Kuala Lumpur. Kadangkala LKMABMI juga bergabung dengan kelompok Sri Indra Ratu

dalam mengisi pertunjukan-pertunjukan tertentu.

Pada tahun 1995 LKMABMI terjadi konflik internal yaitu antara Hajjah Dahlia Abu Kasim

Sinar dengan Fadlin, dimana ketua umum MABMI (Majlis Adat Budaya Melayu Indonesia)

Prof. Amin Ridwan, Ph.D memberhentikan Fadlin dengan hormat dari LKMABMI, selanjutnya

Hajjah Dahlia Abu Kasim dengan Lia Groupnya tampaknya ingin menjadi alur utamanya.

Sehingga LKMABMI “terpecah” menjadi dua kelompok.

Kemudian pada tahun 1998 Tengku Luckman Sinar yang merasa “ditinggalkan” oleh

Hajjah Dahlia Abu Kasim Sinar bersama kembali dengan Fadlin menggiatkan LKMABMI yang

dinilai vakum oleh mereka. Kemudian tak lama setelah itu mereka kembali mengadakan

pertunjukan di Malaysia, Singapura, dan Thailand. Pada saat itu pula Fadlin mengajak rekannya

Muhammad Takari sesama dosen di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas

Sumatera Utara untuk masuk kedalam group ini. Begitu juga dengan pemain “cabutan” seperti

Zulfan Effendi dan Muhammad Jamil Konong.

Kemudian pimpinan dan para seniman dan ilmuwan yang tergabung didalamnya

mempunyai pemikiran perlu adanya suatu pembentukan kelompok kesenian yang didalamnya

bukan hanya seni budaya Melayu saja tetapi juga seni budaya yang lain terutama di Sumatera

Utara dan di Nusantara. Maka mereka sepakat membentuk Sinar Budaya Group (SBG) pada

(40)

Group jika kesenian yang disajikan multietnik, dan memakai nama LKMABMI jika yang

disajikan pertunjukan kesenian Melayu saja, terutama dalam acara yang bersuasana Melayu,

seperti perkawinan adat budaya Melayu, menyambut tamu-tamu Melayu dan sejenisnya.

Tahun 2000 Sinar Budaya Group dipercaya oleh Pemerintah Republik Indonesia, untuk

mewakili Indonesia dalam mengisi acara Pekan Kebudayaan dalam Rangka Konferensi Tingkat

Tinggi Kedus OPEC (Organization Petrolium Exportir Countries) di Caracas Venezuela,

Amerika Latin. Pada saat itu Sinar Budaya Group terdiri dari dua puluh orang, yaitu: Tengku

Luckman Sinar sebagai Ketua, kemudian para pemusik Hebo Simbolon, Martogi Sitohang,

Zulfan Effendi, Muhammad Takari, Fadlin dan Syainul Irwan, sedangkan penarinya Rahmat

Dani, Romi Maghgribi Gazali Azis, Tomy Hariawan Gazali Aziz, Hendra Januar, Elviyana,

Sylvia Vianty Ranita, Nurhabibah Tanjung, Riri Virzan Putri, dan Ade Ira Carla ditambah

Tengku Eliza Norhan yang mengurusi tata busana dan Ludfi Taher di bidang make-up.

Para anggota Sinar Budaya Group juga silih berganti, terutama penari dan pemusik. Pada

tahun 2002 masuk lah penari wanita yaitu Tengku Mira Rozanna (anak Tengku Luckman Sinar),

Merry Permata Hadi, Lala, ditambah dengan penyanyi Laili Hamnizar. Sinar Budaya Group juga

tampaknya memperhatikan generasi, terutama penari. Misalnya dari Gerakan Angkatan Muda

Melayu Indonesia (GAMMI) beberapa wanitanya dilatih untuk menjadi penari, namun karena

bakat yang kurang maka mereka tidak dapat menjadi penari seperti yang diharapkan karena

umumnya seorang penari harus mempunyai bakat sebagai penari.

Setelah Sinar Budaya Group terbentuk, perkembangan yang dialami semakin pesat. Hal ini

terlihat dengan permintaan pertunjukan yang dalam sebulan bisa mencapai empat pertunjukan

atau bahkan bisa lebih. Namun tidak bisa dipastikan dengan pasti tiap bulannya selalu banyak

(41)

pertunjukan minimal sebulan sekali pertunjukan. Pertunjukan tersebut untuk kepentingan yang

berbeda-beda. Misalnya untuk cara perkawinan, acara kesenian budaya, acara hiburan, dan lain

sebagainya. Itu dikarenakan Sinar Budaya Group berfokus pada satu kesenian etnik saja.

Walaupun kenyataannya permintaan untuk etnik Melayu lebih banyak dibandingkan dari etnik

lain karena Sinar Budaya Grou bercikal bakal dari budaya etnik Melayu. Lokasi tempat dimana

Sinar Budaya Group menampilkan pertunjukan pun bermacam-macam. Baik didalam negeri

maupun di luar negeri, seperti di Jakarta, Pekan Baru, Palembang, Kalimantan, Malaysia, Brunei

Darussalam, Venezuela, Singapura, Thailand dan lain-lain.

Perkembangan yang terjadi di Sinar Budaya Group tentunya didukung dengan suatu

pengelolaan (manajemen) yang layak yang mereka lakukan. Selain itu pengelolaan tersebut

dilakukan seperti apa adanya dan fleksibel, tanpa berpatokan pada satu pengelolaan yang

sifatnya terikat seperti pada perusahaan atau organisasi lain pada umumnya. Hal penting dalam

pengelolaan Sinar Budaya Group adalah sistem musyawarah untuk mencapai mufakat. Setiap

keputusan apapun selalu dimusyawarahkan. Setiap anggota mempunyai hak dan kewajiban

sesuai dengan tugas yang diberikan kepada masing-masing anggota.

Di era tahun 2000-an, Sinar Budaya Group memperluas kerjasamanya dengan berbagai

instansi dan individu yang dianggap memiliki kebijakan dalam mengembangkan kesenian, baik

di Sumatera Utara sendiri, provinsi-provinsi lain, ibukota Jakarta, dan luar negeri seperti

Malaysia, Sinagpura, Thailand, dan Brunei Darussalam.

2.2 Organisasi Sinar Budaya Group

Dalam mengelola organisasi, Sinar Budaya Group memakai prinsip-prinsip organisasi.

(42)

suatu organisasi yang bentuknya, strukturnya dan bagian-bagiannya disesuaikan dengan

kebutuhan sekelompok orang yang terikat secara formal dan terus menerus berinteraksi satu

sama lain dalam usaha pencapaian tujuan bersama. Fungsi pengorganisasian berkaitan erat

dengan sikap dan perilaku para anggotanya dalam pemanfaatan organisasi tersebut.

Sinar Budaya Group melakukan pembagian kerja berdasarkan kemampuan teknis artistik

seniman dan pengelolanya. Artinya orang yang ahli di bidang tari dipercayakan di bidang tari,

begitu juga musik, namun ini digabung dengan konsep perluasan kerja, misalnya bagi yang

mampu kedua bidang diperkenankan melakukannya. Mereka memiliki hak dan kewajiban dalam

organisasi.

Di dalam organisasi SBG juga dikembangkan aspek hubungan manusiawi seperti yang

ditawarkan dalam teori neoklasik. Umumnya selalu melibatkan setiap orang dalam mengambil

keputusan, dan perlu perluasan kerja bukan dalam spesialisasi. Umumnya para seniman SBG

mampu membawakan berbagai genre musik maupun tari. Misalnya Fadlin mampu bermain

berbagai macam jenis gendang dan serune Mandailing, Ahmad Setia mampu memainkan

akordion dan gendang Melayu serta menari tari-tarian Melayu, Muhammad Takari mampu

bermain gambus, berbagai macam gendang, biola, akordion, dan lainnya. Para penari selain

dapat menari berbagai tarian etnik, ada juga yang dapat bermain alat musik.

Sinar Budaya Group adalah sebuah organisasi yang memiliki konsep sebagai satu

kesatuan. Sinar Budaya Group dapat dikatakan sebagai salah satu dari jenis kelompok sosial,

dimana terbentuknya kelompok sosial disebabkan oleh kebutuhan manusia untuk hidup bersama

(43)

Gambar 2.2:

Lambang dan Logo Sinar Budaya Group

Sinar Budaya Group dapat juga dikatakan organisasi formal, tetapi ada juga unsur-unsur

informalnya. Dikatakan formal, karena mereka mempunyai struktur organisasi walaupun dapat

dikatakan tidak begitu besar, misalnya seperti ketua, sekretaris/wakl ketua, bendahara dan

anggota. Selain itu ada juga seperti penanggungjawab masing-masing seperti dalam hal

penciptaan tarian, musik dan kostum.

Sedangkan unsur informalnya lebih banyak antara lain misalnya mereka tidak diikat oleh

kontrak pertunjukan yang rutin, tetapi diminta baru mengadakan pertunjukan. Kemudian

anggotanya baik itu pemusiknya atau penari tidak juga diikat semacam kontrak oleh SBG.

Sehingga mereka bisa memiliki beberapa organisasi kesenian lainnya, tetapi dengan syarat

(44)

mereka berorganisasi dengan berdasarkan saling percaya saja yang diperoleh dari

pengalaman-pengalaman berinteraksi.

2.3 Kepemimpinan dan Keanggotaan

Sampai Februari 2002, kepemimpinan di sini dipegang oleh Bapak Tengku Luckman Sinar

sendiri dan sebagai pendukung dana utama. Tetapi walaupun beliau sebagai pimpinan disini,

beliau juga cukup terbuka menerima masukan-masukan dari para anggotanya. Sehingga tidak

berarti kekuasaan penuh berada di tangannya.

Di sini beliau juga sebagai pendukung utama pemasaran yang ada di SBG. Dikatakan

begitu karena beliau dikenal sebagai tokoh budayawan masyarakat sehingga otomatis dikenal

banyak masyarakat.. Khususnya dalam bidang budaya. Kemudian disamping itu masyarakat

tersebut mengetahui bahwa beliau mempunyai kelompok kesenian yang bisa menampilkan

kesenian dari berbagai etnis.

Dalam hal ini rasa keseniman itu juga perlu, apalagi terutama untuk beliau sebagai

pendukung dana. Maksud keseniman disini adalah tidak sekedar mempunyai seni untuk

dipertunjukan dan dibisniskan, tetapi cinta dan kesungguhan terhadap seni itu juga.

Pada tanggal 10 Februari 2002 setelah dia menjadi Sultan Deli Serdang dan Ketua Umum

Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia, kepemimpinan SBG diserahkan kepada Fadlin. Beliau

ini adalah seorang dosen tetap di Jurusan Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara yang juga

adalah Ketua Lembaga Kesenian Universitas Sumatera Utara (LKUSU), dan sarjana lulusan

Jurusan Etnomusikologi. Fadlin secara manajemen memiliki banyak pengalaman, antara lain

beliau pernah ditugasi oleh Rizaldi Siagian (Ketua LKUSU saat itu dekade 1980-an) di bidang

(45)

menjabat sebagai ketua SBG ia juga diangkat oleh Tengku Luckman Sinar sebagai manajer

pertunjukan (panggung) yang membidangi produksi dan saatnya pertunjukan.

Sekretaris SBG adalah Muhammad Takari, sarjana lulusan Jurusan Etnomusikologi

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara dan magister ilmu humaniora Jurusan Pengkajian

Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Universitas Gajah Mada, beliau juga seorang dosen tetap di

Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Beliau memiliki kelebihan

di bidang konsepsi dan pemikiran ke arah pengembangan SBG. Masalah penelitian-penelitian

kesenian ke daerah-daerah di Sumatera Utara atau Malaysia biasanya beliau yang

mengkoordinasikannya, dan kemudian menganalisisnya dalam bentuk tulisan-tulisan. Beliau

sering membantu Tengku Luckman Sinar dan Fadlin dalam rangka konsepsi kesenian dan

pengembangannya. Seminar-seminar nasional dan internasional selalu disertainya, atas nama

USU dan SBG. Di SBG ini, selain sekretaris, beliau juga sebagai pemain alat musik gambus,

gitar bas elektrik, dan gendang. Ia juga adalah seorang seniman dari Lembaga Kesenian Patria,

yang berbasis seni pertunjukan Melayu yang berpusat di Tanjung Morawa.

Syainul Irwan, adalah seorang koreografer ternama untuk tari-tarian Melayu di kawasan

ini. Beliau adalah sarjana Hukum lulusan Universitas Sumatera Utara. Beliau ini menjadi

andalan SBG dalam penciptaan tari dan pertunjukan tari. Syainul Irwan juga adalah dosen luar

biasanya di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU. Beliau mengajar mata kuliah Praktik

Tari Melayu Sumatera Timur. Beliau juga salah seorang pengurus Lembaga Kesenian USU.

Kemampuan dasar seni yang ia miliki adalah tari-tarian Melayu, namun beliau juga memiliki

kemampuan dalam mencipta dan mengkoreografikan tari yang berbasis tradisi dengan sentuhan

budaya kontemporer. Beliau juga memiliki pakaian-pakaian tari yang siap untuk disewakan

(46)

SBG beliau selalu ikut, terutama untuk mempelajari tari-tarian yang diteliti, kemudian

dikembangkan menurut citarasa seni yang dimilikinya.

Anggota senior lainnya adalah Ahmad Setia. Beliau adalah seorang pemain musik Melayu

yang profesional. Beliau begitu ahli dalam akordion gaya musik Melayu. Karena beliau bermain

akordion dan lainnya bertumpu kepada gerakan tangan kiri, maka beliau sering juga disebut

dengan Ahmad Kidal. Dari semua pemusik di SBG, beliaulah yang paling banyak banyak

menguasai repertoar lagu-lagu tradisi Melayu. Menurutnya ada ratusan lagu yang dapat

dihafalnya sampai saat ini. Ahmad Setia selalu diundang oleh beberapa kelompok seni Melayu

lainnya di Medan dan Sumatera Utara, misalnya Lia Group, Patria, dan Sri Indera Ratu. Dari

semua pemain akordion gaya musik Melayu, yang dianggap oleh para seniman Melayu paling

ahli dalam mengiringi tari Serampang Dua Belas adalah Ahmad Setia ini. Beliau juga anggota

dari sanggar seni Patria pimpina Yose Rizal Fidaus seperti halnya Muhammad Takari. Ahmad

Setia juga sebenarnya adalah penari Melayu, sehingga dengan mudah ia dapat mengiringi

tari-tarian Melayu dengan permainan akordion dan gendang Melayu. Di berbagai temat kegiatan seni

ronggeng di Sumatera Utara, biasanya selalu menggunakan jasanya untuk bermain akordion.

Datuk Ahmad Fauzi adalah seorang pemain biola gaya Melayu yang handal di kawasan ini.

Beliau adalah anak dari Almarhum Datuk Abdurrahman, yang juga adalah seorang pemain biola

handal di kawasan ini. Datuk Fauzi juga anggota dari sanggar seni Patria, yang juga adalah

seorang penari tari-tarian Melayu dan Sumatera Utara. Selain itu, ia juga adalah seorang

telangkai (pembawa acara) dalam berbagai upacara perkawinan adat Melayu. Ia juga seorang

penyanyi, yang selalu bernyanyi bersama-sama dengan beberapa penyanyi Melayu lainnya.

Muhammad Jamil Konong pula sampai tahun 1999 aktif di SBG. Ia adalah seorang pemain

Gambar

Gambar2.1: Sekretariat dan sanggar Sinar Budaya Group
Gambar 2.2:
Gambar 3.1:
Gambar 3.2:
+7

Referensi

Dokumen terkait