• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Angka Reduksi Momen Inersia Terhadap Distribusi Gaya-Gaya Dalam Pada Struktur Beton Bertulang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Angka Reduksi Momen Inersia Terhadap Distribusi Gaya-Gaya Dalam Pada Struktur Beton Bertulang"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN ANGKA REDUKSI MOMEN INERSIA TERHADAP

DISTRIBUSI GAYA-GAYA DALAM PADA STRUKTUR BETON

BERTULANG

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan

Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian

Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

050404049

ASROI BENNY NOOR HARAHAP

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya hingga selesainya Tugas Akhir ini dengan judul ” Kajian

Angka Reduksi Momen Inersia Terhadap Distribusi Gaya-Gaya Dalam Pada

Struktur Beton Bertulang ”.

Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus

dipenuhi dalam Ujian Sarjana Teknik Sipil Bidang Studi Struktur pada Departemen

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari

bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak baik moril maupun materil.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima

kasih yang setulusnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir.Teruna Jaya, M.Sc., selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT selaku pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada

hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Teristimewa buat Ayahanda Khoiruddin Harahap dan Ibunda Nurmala Siregar

tercinta atas segala dukungan, pengorbanan, cinta, kasih sayang, kepercayaan

serta do’a yang tiada batas untuk penulis. Baktiku takkan dapat membalas

segalanya...I’ll always love you, no matter what. Buat kakakku tercinta Nita

(3)

Neny Asnizar Harahap beserta keluarga besar saya, terima kasih kuucapkan

kepada semuanya. Tanpa kalian sulit rasanya menjalani hari-hari yang berat

selama kuliah.

5. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

6. Teman-teman sipil angkatan 2005, khususnya hidrolic community : ibnu’jabut’,

nasrul, mizan, yudo, jimek, bdee, uje’, afrijal, rio, iqbal(aceh dan binje), faiz,

bibi, batam, ahmad, edo(padang dan medan), kawan kp(mamak icut dan ahmad

tanjung), rhini, wida, tanti, eni, ida, nisa, heni, icha, vika, kace, buaya, mumu,

widi, pesi, sakinah, emon, ari, ajil, nandana, doni, takur, fahmi, kiki,

internisti(reja, andri, boni) dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima

kasih telah membuat kampus ini lebih bewarna.

7. Abang-abang angkatan 2004(b’mabrur, b’aswin, b’nailul, b’ilham, b’faisal),

angkatan 2003, angkatan 2002, dan adik-adik angkatan 2006, 2007 dan 2008

terima kasih atas support yang telah diberikan.

8. IMASOTAMA (Ikatan Mahasiswa Orang Tapsel – Madina) 2000( b’rusli

harahap,dkk), 2002( tulangi Roy Sultan Siregar, b’Ali Mashur Tanjung, b’Rajab

Asri Nasution, b’Ahmad Afif Nasution, b’Ahmad Soleman

Tanjung),2003(b’sahdan,dkk), 2004(b’Indra Husein Lubis, b’ Soleman

Dalimunthe, b’Muhammad Yusuf, b’Rangga Putra Angkola Siagian,dkk), 2005

(Mizan, Bangun, Luthfi, Fauzan),2006 (Sawal, Ali Husin, Royhan,

Sa’i,dkk),2007(Iskandar, Arsyad Hrp & Srg, Bajora, Incen, dkk)

9. Saudara ”77 Groups” : abangi (Fuddin Harahap, Azis Siregar, Mr.Rudi Harahap,

(4)

Salman) Mora atw anakboru (sahut, aji, zul regari, menengah surya, sukron,

yakubiyah, munte carlo) mangido moof muda adong namartinggalanda.

10.Specially to My Honey Dena Marisa

11.Alumni SMAN I Padang Bolak 2005

12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu

penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan tugas

akhir ini, semoga Allah SWT membalas semua budi dengan limpahan kebaikan.

Amin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih jauh dari

sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dari penulis,

untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis dapat

meningkatkan kemampuan menulis pada masa yang akan datang. Akhir kata, semoga

tugas akhir ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pengetahuan bagi yang

membacanya.

Medan, September 2010

05 0404 049

(5)

ABSTRAK

Elemen-elemen struktur beton bertulang akan mengalami keretakan ketika dikenai beban layan dan pengaruh dari faktor time dependent, seperti susut dan rangkak. Adanya keretakan pada elemen struktur beton bertulang menyebabkan momen inersianya berkurang. Untuk perencanaan terhadap beban gempa, diperbolehkan menggunakan momen inersia efektif. Namun, dari peraturan yang ada, angka momen inersia efektif untuk elemen-elemen struktur berbeda satu sama lain.

Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui besarnya distribusi gaya-gaya dalam yang terjadi setelah dimasukkan angka reduksi momen inersia. Metodologi yang digunakan untuk mengerjakan tugas akhir ini adalah melakukan kajian literatur dan menganalisa perilaku penampang elemen-elemen struktur terhadap beban. Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SAP 2000 dan kemudian diselesaikan dengan perhitungan. Reduksi momen inersia yang didapat dari hasil analisis dan peraturan digunakan dalam model struktur dan dilihat kinerja strukturnya.

Reduksi momen inersia hasil analisis dan reduksi momen inersia dari peraturan-peraturan yang ada berbeda satu sama lainnya. Perbedaan reduksi momen inersia antara peraturan SNI 2847-2002 dan hasil analitis 59,35% untuk balok dan 13,59% untuk kolom akibat beban mati, sedangkan akibat beban gempa 50,91% untuk balok dan 35,71% untuk kolom. Selisih maksimum gaya-gaya dalam yang terjadi yaitu untuk akibat beban mati pada balok 20,344% momen, 22,193% lintang, dan 4,272% normal dan pada kolom yaitu 3,044% momen, 0,759% lintang, 2,924% normal. Sedangkan akibat beban gempa untuk balok yaitu 99,639% momen, 88,839% lintang, dan 89,286% normal, dan pada kolom yaitu 91,108% momen, 19,904% lintang, 90,813% normal.

Kata kunci: Reduksi momen inersia, beban, faktor time dependent, probabilitas

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

ABSTRAK ...iv

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR TABEL ...x

BAB I. PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang………….. ...1

1.2. Maksud dan Tujuan ...3

1.3. Lingkup Pembahasan ...4

1.4. Batasan Masalah ...4

1.5. Metodologi ...5

1.5. Sistematika Pembahasan ...6

BAB II. TEORI DASAR ...7

2.1. Beton dan Beton Bertulang ……….. ...7

2.2. Kelebihan Beton Bertulang Sebagai Suatu Bahan Struktur… ..7

2.3. Kelemahan Beton Bertulang Sebagai Suatu Bahan Struktur. ...9

2.4. Sifat-Sifat Beton Bertulang . ...10

2.4.1 Kuat Tekan ...10

2.4.2 Modulus Elastisitas Statis ...13

2.4.3 Modulus Elastisitas Dinamis ...14

(7)

2.4.5 Kuat Tarik ...15

BAB III. STUDI KASUS DAN PEMODELAN ...35

3.1 Keretakan Beton ...35

3.6 Momen Kurvature ...47

3.7 Deformasi Lentur...50

3.8 Faktor Modifikasi Kekakuan...51

(8)

3.10 Pemodelan Elemen Struktur ...54

3.10.1 Pembebanan ...54

3.10.1.1 Beban Mati ...54

3.10.1.2 Beban Hidup ...54

3.11.1.3 Beban Gempa...55

3.10.1.4 Kombinasi Pembebanan ...55

3.10.2 Pemodelan Balok dan Kolom ...55

BAB IV. ANALISIS PENAMPANG DAN PEMBAHASAN ...77

4.1. Balok ...77

4.1.1 Analisa Balok ...78

4.2. Kolom ...86

4.2.1 Analisa Kolom ...87

4.3. Distribusi Gaya-Gaya Dalam ...93

4.3.1 Balok ...93

4.3.1 Kolom...95

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...93

5.1. Kesimpulan ...93

5.2. Saran ...94

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Lempeng Tektonik ... 1

Gambar 2.1 Kurva Tegangan-Regangan Beton yang Umum ... 12

Gambar 2.2 Uji Pembelahan Silinder ... 18

Gambar 2.3 Kurva Tegangan-Regangan ... 19

Gambar 2.4 Kurva Tegangan-Regangan untuk Berbagai Kekuatan Beton .. 20

Gambar 2.5 Wilayah Gempa di Indonesia ... 23

Gambar 2.6 Ilustrasi Beban Gempa Statik Ekivalen ... 26

Gambar 2.7 Respon Spektra Wilayah Gempa 4 ... 29

Gambar 2.8 Distribusi Tahanan dan Beban Vs Frekuensi... 30

Gambar 2.9 Kurva Defenisi Kegagalan Struktur ... 31

Gambar 2.10 Flow Chart Analisis Angka Reduksi Momen Inersia ... 34

Gambar 3.1 Ilustrasi Keretakan Beton Akibat Beban Layan ... 36

Gambar 3.2 Tahap Beton Tanpa Retak ... 36

Gambar 3.3 Beton Mulai Retak-Tahap Tegangan Elastis ... 38

Gambar 3.4 Tulangan Baja Diganti Luas Beton ... 39

Gambar 3.5 Tahap Tegangan Ultimit ... 40

Gambar 3.6 Diagram Momen-Kurvature yang Mengalami Retak ... 41

Gambar 3.7 Kurva Momen Vs Kurvature ... 45

Gambar 3.8 Variasi Kekakuan Lentur dengan Momen ... 48

Gambar 3.9 Diagram Momen Kurvature Balok Tumpuan Sederhana ... 49

Gambar 3.10 Defleksi Akibat Lentur Pada Sebuah Elemen ... 50

Gambar 3.11 Respon Spektra Wilayah Gempa 4 ... 51

Gambar 3.12 Prototipe Sistem Struktur ... 52

Gambar 3.13 Denah Prototipe Sistem Struktur ... 53

(10)
(11)

Tabel 4.30 Bidang Momen Pada Balok ... 86

Tabel 4.31 Bidang Lintang Pada Balok ... 87

Tabel 4.32 Bidang Normal Pada Balok ... 88

Tabel 4.33 Perbedaan Gaya-Gaya Dalam Pada Balok ... 89

Tabel 4.34 Bidang Momen Pada Kolom ... 90

Tabel 4.35 Bidang Lintang Pada Kolom ... 90

Tabel 4.36 Bidang Normal Pada Kolom ... 91

(12)

ABSTRAK

Elemen-elemen struktur beton bertulang akan mengalami keretakan ketika dikenai beban layan dan pengaruh dari faktor time dependent, seperti susut dan rangkak. Adanya keretakan pada elemen struktur beton bertulang menyebabkan momen inersianya berkurang. Untuk perencanaan terhadap beban gempa, diperbolehkan menggunakan momen inersia efektif. Namun, dari peraturan yang ada, angka momen inersia efektif untuk elemen-elemen struktur berbeda satu sama lain.

Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui besarnya distribusi gaya-gaya dalam yang terjadi setelah dimasukkan angka reduksi momen inersia. Metodologi yang digunakan untuk mengerjakan tugas akhir ini adalah melakukan kajian literatur dan menganalisa perilaku penampang elemen-elemen struktur terhadap beban. Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SAP 2000 dan kemudian diselesaikan dengan perhitungan. Reduksi momen inersia yang didapat dari hasil analisis dan peraturan digunakan dalam model struktur dan dilihat kinerja strukturnya.

Reduksi momen inersia hasil analisis dan reduksi momen inersia dari peraturan-peraturan yang ada berbeda satu sama lainnya. Perbedaan reduksi momen inersia antara peraturan SNI 2847-2002 dan hasil analitis 59,35% untuk balok dan 13,59% untuk kolom akibat beban mati, sedangkan akibat beban gempa 50,91% untuk balok dan 35,71% untuk kolom. Selisih maksimum gaya-gaya dalam yang terjadi yaitu untuk akibat beban mati pada balok 20,344% momen, 22,193% lintang, dan 4,272% normal dan pada kolom yaitu 3,044% momen, 0,759% lintang, 2,924% normal. Sedangkan akibat beban gempa untuk balok yaitu 99,639% momen, 88,839% lintang, dan 89,286% normal, dan pada kolom yaitu 91,108% momen, 19,904% lintang, 90,813% normal.

Kata kunci: Reduksi momen inersia, beban, faktor time dependent, probabilitas

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan potensi gempa yang sangat besar. Hal ini

disebabkan lokasi Indonesia yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik

utama, yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pasifik, dan Philipine sebagaimana

terlihat pada Gambar 1.1 di bawah. Pertemuan empat lempeng tersebut

mengakibatkan mekanisme tektonik dan geologi Indonesia menjadi lebih rumit.

Indonesia juga memiliki struktur island-arc dengan karakteristik physiografik yang

unik seperti palung samudera yang dalam, geanticlines belt, volcanic inner arc, dan

marginal basin. (Irsyam, 2005)

Gambar 1. 1 Indonesia dengan Empat Lempeng Tektonik Utama (Irsyam, 2005)

Gempa Aceh yang mengakibatkan terjadinya tsunami pada akhir tahun 2004

dan gempa-gempa yang terjadi di Sumatera beberapa bulan berikutnya telah

(14)

Gedung-gedung pertokoan, perkantoran, serta fasilitas umum banyak yang rusak dan

hancur. Kerugian material yang diakibatkan gempa tersebut sangat besar. Oleh sebab

itu, infrastruktur-infrastruktur yang ada di Indonesia mesti direncanakan terhadap

beban gempa.

Dalam merencanakan suatu struktur dengan beban gempa, banyak aspek yang

mempengaruhi, diantaranya adalah periode bangunan. Periode bangunan ini sangat

dipengaruhi oleh massa struktur serta kekakuan struktur tersebut. Kekakuan struktur

sendiri dipengaruhi oleh kondisi bahan, serta dimensi struktur yang digunakan.

Sebuah bangunan beton yang telah berdiri cukup lama biasanya akan terdapat

retakan-retakan. Hal itu mengindikasikan bahwa tulangan di dalam beton telah

bekerja menahan beban yang terjadi pada bangunan tersebut. Keretakan pada struktur

bangunan pun dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat time-dependent,

seperti susut dan rangkak. Semakin banyak retakan yang terjadi, maka kekakuan

bangunan tersebut akan berkurang sehingga bangunan tersebut menjadi lebih

flexible. Semakin tinggi tingkat ke flexible-an suatu gedung, maka makin tinggi pula

periode bangunan tersebut. Dengan demikian, ketika terjadi gempa, pada nilai

periode struktur tertentu, percepatan gempa yang melewati bangunan tersebut akan

menjadi lebih kecil. Dengan kata lain gaya akibat gempa yang dialami bangunan

tersebut akan semakin kecil.

Sangat tidak realistis jika dalam merencanakan bangunan terhadap beban

gempa menggunakan momen inersia utuh (gross). Indonesia memiliki peraturan

yang mengatur tentang perencanaan struktur gedung yaitu: SNI 2847-2002 yang

(15)

inersia, reduksi terhadap kolom (70%) berbeda dengan reduksi terhadap balok

(35%).

Pengambilan angka reduksi yang tepat sangatlah penting. Jika angka reduksi

yang diambil lebih besar dibandingkan seharusnya, maka diasumsikan bahwa

momen inersia berkurang dengan angka yang besar. Hal itu akan memberikan

kekuatan yang bagus bagi bangunan. Tapi di lain pihak, deformasi yang timbul akan

lebih besar dari perhitungan awal. Begitu juga sebaliknya, jika angka reduksi yang

diambil lebih kecil, maka kekuatan struktur yang dapatkan akan lebih kecil dari

asumsi awal, namun deformasi yang terjadi akan lebih kecil dari asumsi awal.

Mengingat pentingnya angka reduksi yang tepat dan adanya perbedaan

koefisien reduksi dalam SNI, maka dalam Tugas Akhir ini akan dilakukan kajian

perilaku penampang apakah koefisien reduksi yang terdapat dalam SNI 2847-2002

cukup realistis untuk dapat dipertanggungjawabkan dalam tataran suatu gedung yang

menahan beban yang kemungkinan akan terjadi pada gedung tersebut.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui distribusi

gaya-gaya dalam pada struktur beton bertulang akibat dari reduksi momen inersia

menurut peraturan SNI 2847-2002 dan hasil analitis, sedangkan tujuan penulisan

tugas akhir ini adalah:

1. Memahami teori mengenai pengaruh keretakan beton pada elemen

(16)

2. Mengevaluasi distribusi gaya-gaya dalam yang terjadi terhadap struktur

setelah dilakukan reduksi terhadap momen inersia berdasarkan peraturan

dan hasil analitis.

1.3. Lingkup Pembahasan

Elemen struktur yang menjadi konsentrasi pada tugas akhir ini adalah:

1.Balok.

2.Kolom.

Pemilihan elemen struktur tersebut karena keduanya merupakan elemen yang vital

dalam suatu bangunan. Sehingga ketika gempa terjadi, kerusakan yang terjadi pada

kedua elemen tersebut tidak akan menyebabkan bangunan runtuh.

1.4. Batasan Masalah

Dalam penyelesaian tugas akhir ini ada beberapa batasan yang dipakai untuk

menganalisa maupun mengkajinya, diantaranya :

1. Mutu beton f’c 30 Mpa, Mutu Baja fy 400 Mpa

2. Tebal plat atap yaitu 10 cm dan plat lantai seragam yaitu 12 cm

3. Bangunan struktur yang akan ditinjau diasumsikan berada pada zona 4

4. Fungsi bangunan yaitu sebagai perkantoran

5. Karakteristik tanah yaitu tanah sedang

6. Bangunan 4 lantai dengan tinggi tiap lantai 4m

7. Denah bangunan 21 x 12 m, jumlah bentang dalam arah x dan y

adalah sama yaitu 3 bentang

(17)

9. Diagram tegangan linear

10.Dimensi balok dan kolom

Lantai

Dimensi Balok

(cm)

Dimensi Kolom

(cm) Balok Induk Balok Anak

4 30 x 60 20 x 40 60 x 60

3 30 x 60 20 x 40 50 x 50

2 30 x 60 20 x 40 50 x 50

1 30 x 60 20 x 40 50 x 50

1.5. Metodologi

Metodologi yang digunakan untuk mengerjakan tugas akhir ini adalah

melakukan kajian literatur dan menganalisa perilaku penampang elemen-elemen

struktur terhadap beban. Kajian literatur meliputi pembahasan mengenai gaya gempa

pada bangunan serta pengaruh yang diperhitungkan, pembebanan pada bangunan,

dan perhitungan momen inersia.

Modul bangunan yang dirancang adalah bangunan 4 lantai dengan struktur

utama kolom dan balok. Setelah modul bangunan ditetapkan, pertama kali akan

dilakukan analisis sensitivitas elemen struktur terhadap perubahan inersia

penampang. Analisis ini berguna untuk melihat seberapa besar pengaruh reduksi

momen inersia yang akan mempengaruhi kinerja elemen-elemen struktur dalam

menahan beban-beban yang bekerja. Analisis ini dilakukan dengan bantuan Program

(18)

1.5. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan tugas akhir ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi gambaran secara umum mengenai latar belakang permasalahan, tujuan

tugas akhir, ruang lingkup, dan sistematika laporan.

BAB II DASAR TEORI

Berisi ilmu-ilmu dasar yang diperlukan dalam bahasan,

pertimbangan-pertimbangan sebelum melakukan analisis struktur. Selain itu akan ditampilkan

studi-studi yang telah dilakukan berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

BAB III STUDI KASUS DAN PEMODELAN

Berisi gambaran umum kasus struktur yang akan ditinjau, deskripsi elemen

struktur, data-data parameter desain, dan beban-beban yang bekerja.

BAB IV ANALISIS PENAMPANG DAN PEMBAHASAN

Berisi pembahasan mengenai studi kasus yang ditinjau. Pada bab ini, akan

didapatkan perilaku penampang model-model elemen struktur yang telah didesain

dengan peraturan yang ada terhadap beban-beban rencana.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Menyajikan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan tugas akhir dan

(19)

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Beton dan Beton Bertulang

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau

agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat

dari semen dan air membentuk suatu massa mirip-batuan. Terkadang, satu atau lebih

bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu,

seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan.

Seperti substansi-substansi mirip batuan lainnya, beton memiliki kuat tekan

yang tinggi dan kuat tarik yang sangat rendah. Beton bertulang adalah suatu

kombinasi antara beton dan baja dimana tulangan baja berfungsi menyediakan kuat

tarik yang tidak dimiliki beton.

2.2 Kelebihan Beton Bertulang Sebagai Suatu Bahan Struktur

Beton bertulang boleh jadi adalah bahan konstruksi yang paling penting.

Beton bertulang digunakan dalam berbagai bentuk untuk hampir semua struktur,

besar maupun kecil – bangunan, jembatan, perkerasan jalan, bendungan, dinding

penahan tanah, terowongan, jembatan yang melintasi lembah (viaduct), drainase

serta fasilitas irigasi, tangki, dan sebagainya.

Sukses besar beton sebagai bahan konstruksi yang universal cukup mudah

dipahami jika dilihat dari banyaknya kelebihan yang dimilikinya. Kelebihan tersebut

antara lain :

(20)

kebanyakan bahan lain.

2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air,

bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak

bersentuhan dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas

rata-rata, batang-batang struktur dengan ketebalan penutup beton yang

memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada

permukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan.

3. Struktur beton bertulang sangat kokoh.

4. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.

5. Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang sangat

panjang. Dalam kondisi-kondisi normal, struktur beton bertulang dapat

digunakan sampai kapan pun tanpa kehilangan kemampuannya untuk

menahan beban. Ini dapat dijelaskan dari kenyataannya bahwa kekuatan

beton tidak berkurang dengan berjalannya waktu bahkan semakin lama

semakin bertambah dalam hitungan tahun, karena lamanya proses

pemadatan pasta semen.

6. Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk

pondasi tapak, dinding basement, tiang tumpuan jembatan, dan

bangunan-bangunan semacam itu.

7. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak menjadi

bentuk yang sangat beragam, mulai dari pelat, balok, dan kolom yang

sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar.

8. Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang

(21)

semen dan tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari

daerah lain.

9. Keahlian buruh yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi beton

bertulang lebih rendah bila dibandingkan dengan bahan lain seperti

struktur baja.

2.3 Kelemahan Beton Bertulang Sebagai Suatu Bahan Struktur

Untuk dapat mengoptimalkan penggunaan beton, perencana harus mengenal

dengan baik kelemahan-kelemahan beton bertulang disamping

kelebihan-kelebihannya. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain :

1. Beton mempunyai kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan

penggunaan tulangan tarik.

2. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap di

tempatnya sampai beton tersebut mengeras. Selain itu, penopang atau

penyangga sementara mungkin diperlukan untuk menjaga agar bekisting

tetap berada pada tempatnya, misalnya pada atap, dinding, dan

struktur-struktur sejenis, sampai bagian-bagian beton ini cukup kuat untuk

menahan beratnya sendiri. Bekisting sangat mahal. Di Amerika Serikat,

biaya bekisting berkisar antara sepertiga hingga dua pertiga dari total

biaya suatu struktur beton bertulang, dengan nilai sekitar 50%. Sudah

jelas bahwa untuk mengurangi biaya dalam pembuatan suatu struktur

beton bertulang, hal utama yang harus dilakukan adalah mengurangi biaya

(22)

3. Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan beton

bertulang menjadi berat. Ini akan sangat berpengaruh pada

struktur-struktur bentang-panjang dimana berat beban mati beton yang besar akan

sangat mempengaruhi momen lentur.

4. Sifat-sifat beton sangat bervariasi karena bervariasinya

proporsi-campuran dan pengadukannya. Selain itu, penuangan dan perawatan

beton tidak bisa ditangani seteliti seperti yang dilakukan pada proses

produksi material lain seperti struktur baja dan kayu.

2.4 Sifat-sifat Beton Bertulang

Pengetahuan yang mendalam tentang sifat-sifat beton bertulang sangat

penting sebelum dimulai mendesain struktur beton bertulang. Beberapa sifat-sifat

beton bertulang antara lain :

2.4.1 Kuat Tekan

Kuat tekan beton (f’c) dilakukan dengan melakukan uji silinder beton dengan

ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pada umur 28 hari dengan tingkat

pembebanan tertentu. Selama periode 28 hari silinder beton ini biasanya ditempatkan

dalam sebuah ruangan dengan temperatur tetap dan kelembapan 100%. Meskipun

ada beton yang memiliki kuat maksimum 28 hari dari 17 Mpa hingga 70 -140 Mpa,

kebanyakan beton memiliki kekuatan pada kisaran 20 Mpa hingga 48 Mpa. Untuk

aplikasi yang umum, digunakan beton dengan kekuatan 20 Mpa dan 25 Mpa,

sementara untuk konstruksi beton prategang 35 Mpa dan 40 Mpa. Untuk beberapa

(23)

tingkat tinggi, beton dengan kekuatan sampai 60 Mpa telah digunakan dan dapat

disediakan oleh perusahaan-perusahaan pembuat beton siap-campur (ready-mix

concrete).

Nilai-nilai kuat tekan beton seperti yang diperoleh dari hasil pengujian sangat

dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk dari elemen uji dan cara pembebanannya. Di

banyak Negara, spesimen uji yang digunakan adalah kubus berisi 200 mm. untuk

beton-beton uji yang sama, pengujian terhadap silinder-silinder 150 mm x 300 mm

menghasilkan kuat tekan yang besarnya hanya sekitar 80% dari nilai yang diperoleh

dari pengujian beton uji kubus.

Kekuatan beton bisa beralih dari beton 20 Mpa ke beton 35 Mpa tanpa perlu

melakukan penambahan buruh dan semen dalam jumlah yang berlebihan. Perkiraan

kenaikan biaya bahan untuk mendapatkan penambahan kekuatan seperti itu adalah

15% sampai 20%. Namun untuk mendapatkan kekuatan beton diatas 35 atau 40 Mpa

diperlukan desain campuran beton yang sangat teliti dan perhatian penuh kepada

detail-detail seperti pencampuran, penempatan, dan perawatan. Persyaratan ini

menyebabkan kenaikan biaya yang relatife lebih besar.

Kurva tegangan-regangan pada gambar dibelakang menampilkan hasil yang

dicapai dari uji kompresi terhadap sejumlah silinder uji standar berumur 28 hari yang

kekuatannya beragam.

• Kurva hampir lurus ketika beban ditingkatkan dari niol sampai kira-kira

1

/3 - 2/3 kekuatan maksimum beton.

(24)

mengakibatkan beberapa masalah ketika kita melakukan analisis

struktural terhadap konstruksi beton karena perilaku konstruksi tersebut

juga akan nonlinear pada tegangan-tegangan yang lebih tinggi.

• Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah kenyataan bahwa berapapun besarnya kekuatan beton, semua beton akan mencapai

kekuatatan puncaknya pada regangan sekitar 0,002.

• Beton tidak memiliki titik leleh yang pasti, sebaliknya kurva beton akan tetap bergerak mulus hingga tiba di titik kegagalan (point of rupture) pada

regangan sekitar 0,003 sampai 0,004.

• Banyak pengujian yang telah menunjukkan bahwa kurva-kurva tegangan-regangan untuk silinder-silinder beton hampir identik dengan kurva-kurva

serupa untuk sisi balok yang mengalami tekan.

• Harus diperhatikan juga bahwa beton berkekuatan lebih rendah lebih daktail daripada beton berkekuatan lebih tinggi – artinya, beton-beton

yang lebih lemah akan mengalami regangan yang lebih besar sebelum

mengalami kegagalan.

(25)

2.4.2 Modulus Elastisitas Statis

Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti. Nilainya bervariasi

tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, dan karakteristik dan

perbandingan semen dan agregat. Sebagai tambahan, ada beberapa defenisi mengenai

modulus elastisitas :

a. Modulus awal adalah kemiringan diagram tegangan-regangan pada titik

asal dari kurva.

b. Modulus tangen adalah kemiringan dari salah satu tangent (garis

singgung) pada kurva tersebut di titik tertentu di sepanjang kurva,

misalnya pada 50% dari kekuatan maksimum beton.

c. Kemiringan dari suatu garis yang ditarik dari titik asal kurva ke suatu

titik pada kurva tersebut di suatu tempat di antara 25% sampai 50% dari

kekuatan tekan maksimumnya disebut Modulus sekan.

d. Modulus yang lain, disebut modulus semu (apparent modulus) atau

modulus jangka panjang, ditentukan dengan menggunakan tegangan dan

regangan yang diperoleh setelah beban diberikan selama beberapa waktu.

Peraturan ACI menyebutkan bahwa rumus untuk menghitung modulus

elastisitas beton yang memiliki berat beton (wc) berkisar dari 1500-2500 kg/m3.

Ec = wc1,5(0,043) 2.1

Dimana :

wc : berat beton (kg/m3)

(26)

Ec : modulus elastisitas (Mpa)

Dan untuk beton dengan berat normal beton yang berkisar 2320 kg/m3

Ec = 4700 2.2

Beton dengan kekuatan diatas 40 Mpa disebut sebagai beton mutu-tinggi.

Pengujian telah menunjukkan bahwa bila persamaan ACI yang biasa

digunakan untuk menghitung Ec dipakai untuk beton mutu tinggi , nilai

yang didapat terlalu besar. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan di

Cornell University, persamaan berikut ini direkomendasikan untuk

digunakan pada beton dengan berat normal yang memiliki nilai fc’ antara

40 Mpa dan 80 Mpa, dan untuk beton ringan dengan fc’ 40 dan 60 Mpa.

Ec = (3,32 + 6895)

2.3

2.4.3 Modulus Elastisitas Dinamis

Modulus elastisitas dinamis, yang berkorespondensi dengan

regangan-regangan sesaat yang sangat kecil, biasanya diperoleh dari uji sonik. Nilainya

biasanya lebih besar 20%-40% daripada nilai modulus elastisitas statis dan kira-kira

sama dengan modulus nilai awal. Modulus elastisitas dinamis ini biasanya dipakai

pada analisa struktur dengan beban gempa atau tumbukan.

2.4.4 Perbandingan Poisson

(27)

berkurang tingginya tetapi juga mengalami ekspansi (pemuaian) dalam arah lateral.

Perbandingan ekspansi lateral dengan pendekatan longitudinal ini disebut sebagai

Perbandingan Poisson(Poisson’s ratio). Nilainya bervariasi mulai dari 0,11 untuk

beton mutu tinggi dan 0,21 untuk beton mutu rendah, dengan nilai rata-rata 0,16.

Sepertinya tidak ada hubungan langsung antara nilai perbandingan ini dengan

nilai-nilai, seperti perbandingan air-semen, lamanya perawatan, ukuran agregat, dan

sebagainya.

Pada sebagian besar desain beton bertulang, pengaruh dari perbandingan

poisson ini tidak terlalu diperhatikan. Namun pengaruh dari perbandingan harus

diperhatikan ketika kita menganalisis dan mendesain bendungan busur, terowongan,

dan struktur-struktur statis tak tentu lainnya.

2.4.5 Kuat Tarik

Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya. Alasan

utama dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton dipenuhi oleh

retak-retak halus. Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila beton menerima beban

tekan karena beban tekan menyebabkan retak menutup sehingga memungkinkan

terjadinya penyaluran tekanan. Jelas ini tidak terjadi bila balok menerima beban

tarik.

Meskipun biasanya diabaikan dalam perhitungan desain, kuat tarik tetap

merupakan sifat penting yang mempengaruhi ukuran beton dan seberapa besar retak

yang terjadi. Selain itu, kuat tarik dari batang beton diketahui selalu akan

mengurangi jumlah lendutan. (Karena kuat tarik beton tidak besar, hanya sedikit

(28)

berdasarkan informasi yang terbatas ini, diperkirakan bahwa nilai modulus elastisitas

tarik beton sama dengan modulus elatisitas tekannya.)

Selanjutnya, anda mungkin ingin tahu mengapa beton tidak diasumsikan

menahan tegangan tarik yang terjadi pada suatu batang lentur dan baja yang

menahannya. Alasannya adalah bahwa beton akan mengalami retak pada regangan

tarik yang begitu kecil sehingga tegangan-tegangan rendah yang terdapat pada baja

hingga saat itu akan membuat penggunaannya menjadi tidak ekonomis.

Kuat tarik beton tidak berbanding lurus dengan kuat tekan ultimitnya fc’.

Meskipun demikian, kuat tarik ini diperkirakan berbanding lurus terhadap akar

kuadrat dari fc’. Kuat tarik ini cukup sulit untuk diukur dengan beban-beban tarik

aksial langsung akibat sulitnya memegang spesimen uji untuk menghindari

konsentrasi tegangan dan akibat kesulitan dalam meluruskan beban-beban tersebut.

Sebagai akibat dari kendala ini, diciptakanlah dua pengujian yang agak tidak

langsung untuk menghitung kuat tarik beton. Keduanya adalah uji modulus

keruntuhan dan uji pembelahan silinder.

Kuat tarik beton pada waktu mengalami lentur sangat penting ketika kita

sedang meninjau retak dan lendutan pada balok. Untuk tujuan ini, kita selama ini

menggunakan kuat tarik yang diperoleh dari uji modulus-keruntuhan. Modulus

keruntuhan biasanya dihitung dengan cara membebani sebuah balok beton persegi

(dengan tumpuan sederhana berjarak 6 m dari as ke as) tanpa-tulangan berukuran

15cm x 15cm x 75cm. hingga runtuh dengan beban terpusat yang besarnya sama

pada 1/3 dari titik-titik pada balok tersebut sesuai dengan yang disebutkan dalam

(29)

pada bagian balok yang mengalami tarik. Modulus keruntuhannya fr ditentukan

kemudian dari rumus lentur. Pada rumus-rumus berikut ini :

fr = 2

Tegangan yang ditentukan dengan cara ini tidak terlalu akurat karena dalam

menggunakan rumus lentur kita mengasumsikan beton berada dalam keadaan elastis

sempurna dengan tegangan yang berbanding lurus terhadap jarak dari sumbu netral.

Asumsi-asumsi ini tidak begitu baik.

Berdasarkan beratus-ratus hasil pengujian, peraturan ACI menyebutkan nilai

modulus keruntuhan fr sama dengan 7,5 dimana fc’dalam satuan psi.

Kuat tarik beton juga dapat diukur dengan melakukan uji

pembelahan-silinder. Sebuah silinder ditempatkan di posisinya pada mesin penguji dan kemudian

suatu beban tekan diterapkan secara merata di seluruh bagian panjang dari silinder di

dasarnya. Silinder akan terbelah menjadi dua dari ujung ke ujung ketika kuat tariknya

tercapai. Kuat tarik pada saat terjadi pembelahan disebut sebagai kuat

pembelahan-silinder (split-cylinder strength) dan dapat dihitung dengan rumus berikut ini:

(30)

dimana : P = gaya tekan maksimum

L = panjang

D = diameter silinder

Meskipun digunakan bantalan di bawah beban-beban tersebut, beberapa

konsentarsi tegangan lokal tetap terjadi selama pengujian dilakukan. Selain itu,

terbentuk pula sejumlah tegangan yang membentuk sudut siku-siku terhadap

tegangan-tegangan tarik. Akibatnya, nilai-nilai kuat-tarik yang diperoleh tidak terlalu

akurat.

(31)

2.4.6 Kuat Geser

Melakukan pengujian untuk memperoleh keruntuhan geser yang betul-betul

murni tanpa dipengaruhi oleh tegangan-tegangan lain sangatlah sulit. Akibatnya,

pengujian kuat geser beton selama bertahun-tahun selalu menghasilkan nilai-nilai

leleh yang terletak di antara 1/3 sampai 4/5 dari kuat tekan maksimumnya.

2.4.7 Kurva Tegangan-Regangan

Hubungan tegangan-regangan beton perlu diketahui untuk menurunkan

persamaan-persamaan analisis dan desain juga prosedur-prosedur pada struktur

beton. Gambar dibawah memperlihatkan kurva tegangan-regangan tipikal yang

diperoleh dari percobaan dengan menggunakan benda uji silinder beton dan dibebani

tekan uniaksial selama beberapa menit. Bagian pertama kurva ini (sampai sekitar

40% dari fc’) pada umumnya untuk tujuan praktis dapat dianggap linier. Sesudah

mendekati 70% tegangan hancur, materialnya banyak kehilangan kekakuannya

sehingga menambah ketidaklinieran diagram. Pada beban batas, retak yang searah

dengan arah beban menjadi sangat terlihat dan hampir semua silinder beton (kecuali

yang kekuatannya sangat rendah) akan segera hancur.

(32)

Gambar.2.4 Kurva tegangan-regangan untuk berbagai kekuatan beton

(Daftar Pustaka no.1)

2.5 Kolom

Definisi kolom menurut SNI-T15-1991-03 adalah komponen struktur

bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial desak vertikal dengan

bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktur yang memikul

beban dari balok induk maupun balok anak. Kolom meneruskan beban dari elevasi

(33)

Keruntuhan pada suatu kolom merupakan kondisi kritis yang dapat menyebabkan

runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse)

seluruh struktur.

Kolom adalah struktur yang mendukung beban dari atap, balok dan berat

sendiri yang diteruskan ke pondasi. Secara struktur kolom menerima beban vertikal

yang besar, selain itu harus mampu menahan beban-beban horizontal bahkan momen

atau puntir/torsi akibat pengaruh terjadinya eksentrisitas pembebanan. hal yang perlu

diperhatikan adalah tinggi kolom perencanaan, mutu beton dan baja yang digunakan

dan eksentrisitas pembebanan yang terjadi.

2.6 Balok

Balok adalah bagian struktur yang berfungsi sebagai pendukung beban

vertikal dan horizontal. Beban vertikal berupa beban mati dan beban hidup yang

diterima plat lantai, berat sendiri balok dan berat dinding penyekat yang di atasnya.

Sedangkan beban horizontal berupa beban angin dan gempa.

Balok merupakan bagian struktur bangunan yang penting dan bertujuan untuk

memikul beban tranversal yang dapat berupa beban lentur, geser maupun torsi. Oleh

karena itu perencanaan balok yang efisien, ekonomis dan aman sangat penting untuk

suatu struktur bangunan terutama struktur bertingkat tinggi atau struktur berskala

besar.

2.7 Pengantar Gempa

Kerak bumi terdiri dari beberapa lapisan tektonik keras yang disebut litosfer

(34)

sehingga kerak bumi ini dapat bergerak. Teori yang dipakai untuk menerangkan

pergerakan-pergerakan kerak bumi tersebut adalah teori perekahan dasar laut (Sea

Floor Spreading Theory) yang dikembangkan oleh F. V. Vine dan D. H. Mathews

pada tahun 1963 (Irsyam, 2005).

Bersatunya masa batu atau pelat satu sama lain dicegah oleh gaya-gaya

friksional, apabila tahanan ultimate friksional tercapai karena ada gerakan kontinyu

dari fluida dibawahnya dua pelat yang akan bertumbukan satu sama lain akan

menimbulkan gerakan tiba-tiba yang bersifat transient yang menyebar dari satu titik

kesuatu arah yang disebut gempa bumi. Gempa bumi yang menimbulkan kerusakan

yang paling luas adalah gempa tektonik. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh

terjadinya pergeseran kerak bumi (lithosfer) yang umumnya terjadi didaerah patahan

kulit bumi.

Dalam beberapa dekade belakangan, para insinyur struktur mulai mengalami

kemajuan yang berarti dalam memahami perilaku struktur terhadap beban gempa.

Kemajuan ini dikombinasikan dengan hasil penelitian modern yang membuat para

insinyur struktur dapat mendesain suatu struktur yang aman ketika mengalami beban

gempa yang besar, selain itu dapat pula mendesain bangunan yang tetap dapat terus

beroperasi selama dan setelah gempa terjadi.

Struktur suatu bangunan bertingkat tinggi harus dapat memikul beban-beban

yang bekerja pada struktur tersebut, diantaranya beban gravitasi dan beban lateral.

Beban gravitasi adalah beban mati struktur dan beban hidup, sedangkan yang

termasuk beban lateral adalah beban angin dan beban gempa.

Berdasarkan SNI 1726-2002 Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah gempa

(35)

dengan kegempaan yang paling rendah dan wilayah gempa 6 adalah wilayah dengan

kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini, didasarkan atas percepatan

puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500

tahun, yang nilai rata-ratanya untuk setiap wilayah gempa ditetapkan dalam Tabel

2.1.

Gambar2.5 Wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda

ulang 500 tahun.

Tabel 2.1 Percepatan Puncak Batuan untuk Masing-masing Wilayah Gempa

(Daftar Pustaka no.6).

Wilayah Gempa

Percepatan puncak batuan

dasar (g)

1 0.03

2 0.10

3 0.15

4 0.20

5 0.25

6 0.30

(36)

mengalami pergerakan secara vertikal maupun secara lateral. Pergerakan tanah

tersebut menimbulkan percepatan sehingga struktur yang memiliki massa akan

mengalami gaya berdasarkan rumus F = m x a. Namun struktur pada umumnya

memiliki faktor keamanan yang cukup dalam menahan gaya vertikal dibandingkan

dengan gaya gempa lateral. Gaya gempa vertikal harus diperhitungkan untuk

unsur-unsur struktur gedung yang memiliki kepekaan yang tinggi terhadap beban gravitasi

seperti balkon, kanopi dan balok kantilever berbentang panjang, balok transfer pada

struktur gedung tinggi yang memikul beban gravitasi dari dua atau lebih tingkat

diatasnya serta balok beton pratekan berbentang panjang. Sedangkan gaya gempa

lateral bekerja pada setiap pusat massa lantai.

Berdasarkan UBC 1997, tujuan desain bangunan tahan gempa adalah untuk

mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa, dengan tiga

kriteria standar sebagai berikut:

a. Tidak terjadi kerusakan sama sekali pada gempa kecil

b. Ketika terjadi gempa sedang, diperbolehkan terjadi kerusakan arsitektural

tapi bukan merupakan kerusakan struktural

c. Diperbolehkan terjadinya kerusakan struktural dan non struktural pada

gempa kuat, namun kerusakan yang terjadi tidak menyebabkan bangunan

runtuh.

Beban gempa nilainya ditentukan oleh 3 hal, yaitu oleh besarnya probabilitas

beban itu dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh tingkat daktilitas struktur yang

mengalaminya, dan oleh kekuatan lebih yang terkandung didalam struktur tersebut.

Peluang dilampauinya beban nominal tersebut dalam kurun waktu umur gedung 50

(37)

periode ulang 500 tahun. Tingkat daktilitas struktur gedung dapat ditetapkan sesuai

dengan kebutuhan, sedangkan faktor kuat lebih (f1) untuk struktur gedung secara

umum nilainya adalah 1,6. Dengan demikian, beban gempa nominal adalah beban

akibat pengaruh gempa rencana yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama

didalam struktur gedung, kemudian direduksi dengan faktor kuat lebih (f1).

Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami

simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat

beban gempa diatas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama,

sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur

gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi diambang

keruntuhan.

Faktor daktilitas struktur gedung (μ) adalah rasio antara simpangan

maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai

kondisi diambang keruntuhan (δmax) dan simpangan struktur pada saat terjadinya

sendi plastis yang pertama (δy), seperti terlihat pada persamaan di bawah ini:

2.6

Untuk μ =1 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur gedung yang

berprilaku elastik penuh, seangkan μm adalah nilai faktor daktilitas maksimum yang

dapat dikerahkan oleh sistem struktur gedung yang bersangkutan.

2.7.1 Analisis Beban Gempa

Struktur beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa nominal

(38)

struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekivalen. Beban geser dasar

nominal statik ekivalen (V) yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut

persamaan di bawah ini:

Wt 2.7

Dimana C1 adalah nilai faktor respon gempa yang didapat dari respon spektra

gempa rencana untuk waktu getar alami fundamental T1, Wt adalah berat total

gedung termasuk beban hidup yang sesuai, R adalah faktor reduksi gempa, dan I

adalah faktor keutamaan.

Beban geser dasar nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur

gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen Fi yang menangkap

pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan di bawah ini:

2.8

Dimana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang

sesuai, zi adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral,

sedangkan n adalah nomor lantai tingkat paling atas. Ilustrasi dari hal tersebut dapat

dilihat pada Gambar 2.6.

(39)

Apabila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah

pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0.1 V harus dianggap

sebagai beban horizontal terpusat yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat

paling atas, sedangkan 0.9 V sisanya harus dibagikan sepanjang tinggi struktur

gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen.

Untuk struktur gedung tidak beraturan, pengaruh gempa rencana terhadap

struktur gedung tersebut harus ditentukan melalui analisis respons dinamik 3

dimensi. Untuk mencegah terjadinya respons struktur gedung terhadap pembebanan

gempa yang dominan dalam rotasi, dari hasil analisis vibrasi bebas 3 dimensi, paling

tidak gerak ragam pertama (fundamental) harus dominan dalam translasi.

Daktilitas struktur gedung tidak beraturan harus ditentukan yang representatif

mewakili daktilitas struktur 3D. Tingkat daktilitas tersebut dapat dinyatakan dalam

faktor reduksi gempa (R) representatif, yang nilainya dapat dihitung sebagai nilai

rata-rata berbobot dari faktor reduksi gempa untuk 2 arah sumbu koordinat ortogonal

dengan gaya geser dasar yang dipikul oleh struktur gedung dalam masing-masing

arah tersebut sebagai besaran pembobotnya menurut persamaan ini:

2.9

Dimana Rx danVx0 adalah faktor reduksi gempa dan gaya geser dasar untuk

pembebanan gempa dalam arah sumbu-x, sedangkan Ry dan Vy0 adalah faktor

reduksi gempa dan gaya geser dasar untuk pembebanan gempa dalam arah sumbu-y.

Metoda ini hanya boleh dipakai, apabila rasio antara nilai-nilai faktor reduksi gempa

(40)

dinamik struktur gedung terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh

Gempa Rencana dalam suatu arah tertentu, tidak boleh diambil kurang dari 80% nilai

respons ragam yang pertama. Bila respons dinamik struktur gedung dinyatakan

dalam gaya geser dasar nominal V, maka persyaratan tersebut dapat dinyatakan

menurut persamaan berikut:

V ≥ 0,8 V1 2.10

Dimana V1 adalah gaya geser dasar nominal sebagai respons ragam yang

pertama terhadap pengaruh Gempa Rencana menurut :

2.11

2.7.2. Respon Spektra

Untuk menentukan pengaruh gempa rencana pada struktur gedung, yaitu

berupa beban geser dasar nominal statik ekivalen pada struktur gedung beraturan

atau gaya geser dasar nominal sebagai respon dinamik ragam pertama pada struktur

gedung tidak beraturan, untuk masing-masing wilayah gempa ditetapkan respon

spektra gempa rencana.

Respon spektra adalah suatu diagram yang memberi hubungan antara

percepatan respon maksimum suatu sistem Satu Derajat Kebebasan (SDK) akibat

suatu gempa masukan tertentu, sebagai fungsi dari faktor redaman (dumping) dan

waktu getar alami sistem SDK tersebut (T).

Bentuk respon spektra yang sesungguhnya menunjukkan suatu fungsi acak

yang untuk waktu getar alami (T) meningkat menunjukkan nilai yang mula-mula

meningkat dulu sampai suatu nilai maksimum, kemudian turun lagi secara asimtotik

(41)

(diidealisasikan) sebagai berikut: untuk 0 ≤ T ≤ 0.2 det ik, C meningkat secara linier

dari percepatan puncak muka tanah (A0) sampai Am; untuk 0.2 detik ≤ T ≤ Tc, C

bernilai tetap C=Am; untuk T > Tc, C mengikuti fungsi hiperbola C = AT/T. Dalam

hal ini Tc disebut waktu getar alami sudut. Berbagai hasil penelitian menunjukkan,

bahwa Am berkisar antara 2A0 dan 3A0, sehingga Am = 2,5 A0 merupakan nilai

rata-rata yang dianggap layak untuk perencanaan. Contoh gambar respon spektra

untuk wilayah gempa 4 dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Respon Spektra Wilayah Gempa 4(Daftar Pustaka no.6)

Mengingat pada kisaran waktu getar alami pendek 0 ≤ T ≤ 0.2 detik terdapat

ketidak-pastian, baik dalam karakteristik gerakan tanah maupun dalam tingkat

daktilitas strukturnya, faktor respon gempa (C) dalam kisaran waktu getar alami

pendek tersebut nilainya tidak diambil kurang dari nilai maksimumnya untuk jenis

tanah yang bersangkutan.

2.8 Falsafah Pembebanan LRFD

Metode ASD (Allowable Strength Design) telah digunakan selama kurun

waktu 100 tahun, dan dalam 20 tahun terakhir telah bergeser ke metode perencanaan

(42)

berdasarkan konsep probabilitas.

Keadaan batas adalah kondisi struktur diatas ambang kemampuan dalam

memenuhi fungsi-fungsinya. Keadaan batas dibagi dalam dua kategori yaitu tahanan

dan kemampuan layan. Keadaan batas tahanan (keamanan) adalah perilaku struktur

saat mencapai tahanan plastis. Keadaan batas kemampuan layan berkaitan dengan

kenyamanan penggunaan bangunan, antara lain masalah lendutan, getaran,

perpindahan permanen, dan retak-retak. Kriteria penerimaan (acceptence criteria)

harus mencakup kedua keadaan batas tersebut. Konsep probabilitas dalam mengkaji

keamanan struktur adalah metode keandalan mean value first-order second-moment

dimana pengaruh beban (Q) dan tahanan (R) dianggap sebagai variabel acak yang

saling tak bergantung, dengan frekuensi distribusi tipikal yang dapat dilihat pada

Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Distribusi Tahanan dan Beban Vs Frekuensi (Mangkoesoebroto,2007)

Agar lebih sederhana maka digunakan variabel R/Q atau ln(R/Q) dengan ln(R/Q) < 0

(43)

G

ambar 2. 9 Kurva Definisi Kegagalan Struktur(Mangkoesoebroto,2007)

Besaran β σln(R/Q) menjadi definisi kegagalan. Variabel β disebut indeks kegagalan

(reliability index), dan bermanfaat untuk beberapa hal sebagai berikut:

a. Menunjukkan konsistensi perencanaan berbagai jenis komponen struktur.

b. Dapat digunakan untuk menemukan metode baru dalam perencanaan

komponen struktur.

c. Dapat digunakan sebagai indikator dalam mengkalibrasi tingkat factor

keamanan komponen struktur.

Secara umum, suatu struktur atau komponen struktur dikatakan aman bila hubungan

pada Persamaan 2.12 dan Persamaan 2.13 dapat terpenuhi,

Ru ≤ φ Rn 2.12

φRn ≥ ∑γ iQi 2.13

Dimana: Ru adalah tahanan ultimate

φ adalah faktor tahanan,

(44)

γi adalah faktor beban

Qi adalah (pengaruh) beban,

φRn adalah tahanan rencana,

ΣγiQi adalah (pengaruh) beban terfaktor.

2.8.1 Probabilitas Beban

Besaran angka beban yang terdapat pada peraturan pembebanan Indonesia

(PBI) adalah angka nominal, yang didapat dari probabilitas beban-beban yang

bekerja pada bangunan. Angka tersebut didapatkan dengan analisis pembebanan

LRFD, seperti yang dijelaskan di atas dengan memperhitungkan faktor luas tributary

bangunan. Angka tersebut biasanya merupakan angka maksimum atau angka terbesar

yang pernah terjadi pada bangunan. Pada saat mendesain, beban inilah yang kita

jadikan ukuran, karena akan memberikan faktor beban yang lebih besar

dibandingkan jika kita menggunakan besaran beban yang lebih kecil.

PBI tidak menjelaskan karakteristik beban beban nominal yang tercantum,

apakah merupakan 10% upper tail, atau 5% upper tail. Juga tidak dijelaskan standar

deviasi atau koefisien korelasi bagi tiap beban.

Ketika bangunan berada pada masa layannya, maka yang patut menjadi

perhatian adalah beban rata-rata yang terjadi, bukan beban maksimal yang mungkin

terjadi. Oleh karena itu, untuk analisa elemen struktur bangunan pada masa layan,

diperlukan informasi mengenai beban rata-rata.

2.9 Metode Analisis

(45)

melakukan kajian literatur dan menganalisa perilaku penampang elemen-elemen

struktur terhadap beban. Kajian literatur meliputi pembahasan mengenai gaya gempa,

pembebanan pada bangunan, dan perhitungan momen inersia.

Setelah modul bangunan sudah ditetapkan, pertama kali akan dilakukan

analisis elemen struktur terhadap perubahan inersia penampang. Analisa penampang

dilakukan dengan menghitung gaya-gaya dalam yang terjadi dengan menggunakan

bantuan program komputer SAP 2000. Setelah gaya-gaya dalam diketahui kemudian

dilakukan analisi untuk perhitungan reduksi inersia.

Angka reduksi inersia dianalisis yaitu dengan menghitung tegangan terjadi

akibat gaya-gaya dalam tersebut, tegangan yang terjadi ini akan dibandingkan

dengan batas tegangan tarik beton. Tegangan yang melebihi tegangan tarik beton

akan diabaikan sehingga didapatkan penampang yang baru. Dari penampang tersebut

akan didapatkan inersia baru, inersia baru ini akan dibandingkan dengan inersia

semula(Ig) sehingga didapat reduksi momen inersia.

Reduksi inersia hasil analisis akan dievaluasi ulang terhadap perubahan

gaya-gaya dalam yang terjadi, dan kemudian dianalisa ulang berapa reduksi momen

inersianya. Analisa akan dilakukan berulang-ulang kali dan berhenti apabila inersia

yang dihasilkan sama dengan inersia yang dimasukkan. Prosedur analisis dapat di

(46)

start

Angka reduksi momen inersia

Input Sap 2000

Analisis Sap 2000

Gaya-gaya dalam (Momen, Lintang, Normal)

Analisis tegangan

Angka reduksi momen inersia

Non-convergen selesai

No Yes

convergen

(47)

BAB III

STUDI KASUS DAN PEMODELAN

3.1 Keretakan Beton

Perilaku mekanik struktur sangat dipengaruhi oleh material yang digunakan.

Berdasarkan respon antara gaya tekan dengan deformasi, material dapat

dikategorikan menjadi brittle, ductile, dan quasi-brittle. Beton termasuk kedalam

material yang bersifat quarsi-brittle.

3.1.1 Retak Akibat Beban Layan

Suatu struktur dapat dikatakan gagal bila tidak memenuhi persyaratan

kemampuan layan (serviceability) dan persyaratan kekuatan (strength). Dalam

persyaratan kemampuan layan biasanya lendutan struktur dibatasi. Beberapa alasan

untuk membatasi lendutan antara lain:

a. Penampakan visual

b. Kerusakan pada elemen non-struktural

c. Mengganggu kinerja mesin yang sensitif

d. Memicu kerusakan elemen struktural

Lendutan yang terjadi ketika struktur dibebani beban ada dua jenis, yaitu:

a. Lendutan elastik (langsung terjadi)

b. Lendutan akibat beban tetap (sustained)

Lendutan akibat beban dapat menyebabkan terjadinya keretakan pada beton.

Keretakan pada elemen struktur tidak seragam disemua titik pada elemen struktur

tersebut, keretakan biasanya terjadi pada tumpuan dan tengah bentang. Ilustrasi

keretakan elemen struktur dapat dilihat pada Gambar 3.1. Beton akan mulai

(48)

Gambar 3.1 Ilustrasi Keretakan Beton Akibat Beban Layan

3.2 Analisa Lentur Pada Balok

3.2.1 Tahap Beton Tanpa Retak

Pada beban-beban yang kecil ketika tegangan-tegangan tarik masih lebih

rendah daripada modulus keruntuhan (tegangan tarik pada saat beton mulai retak),

seluruh penampang melintang balok menahan lentur, dengan tekan pada satu sisi dan

tarik pada sisi lainnya. Gambar menunjukkan variasi tegangan dan regangan untuk

beban-beban kecil.

Gambar 3.2 Tahap beton tanpa retak

3.2.2 Tahap Beton Mulai Retak-Tegangan Elastis

Karena beban terus ditingkatkan melampaui modulus keruntuhan balok, retak

(49)

terbentuk-yaitu ketika tegangan tarik di bagian bawah balok sama dengan modulus keruntuhan

disebut momen retak, Mcr. Jika beban terus ditingkatkan, retak ini mulai menyebar

mendekati sumbu netral. Retak terjadi pada tempat-tempat di sepanjang balok

dimana momen aktualnya lebih besar daripada momen retak, seperti yang

diperlihatkan dalam gambar

Karena sekarang bagian bawah balok sudah retak, terjadilah tahap selanjutnya

karena beton pada daerah yang mengalami retak tersebut jelas tidak dapat menahan

tegangan tarik-bajalah yang harus melakukannya. Tahap ini akan terus berlanjut

selama tegangan tekan pada serat bagian atas lebih kecil daripada setengah dari kuat

tekan beton fc’ dan selama tegangan baja lebih kecil daripada titik lelehnya.

Tegangan dan regangan pada kisaran ini ditunjukkan pada gambar. Pada tahap ini

tegangan tekan berubah-ubah secara linear terhadap jarak dari sumbu netral atau

sebagai sebuah garis lurus.

Variasi tegangan-tegangan garis-lurus biasanya terjadi pada balok beton

bertulang pada kondisi-kondisi beban-layan normal karena pada tingkat beban

tersebut tegangan yang terjadi biasanya lebih kecil daripada 0,5fc’. Untuk

menghitung tegangan beton dan baja pada kisaran ini, kita gunakan metode

luasan-transformasi. Beban layan atau beban kerja adalah beban-beban yang diasumsikan

sesungguhnya terjadi ketika sebuah struktur digunakan atau melakukan fungsi

layannya. Ketika menerima beban-beban ini, momen-momen yang terjadi lebih besar

(50)

Gambar 3.3 Beton mulai retak - tahap tegangan elastis

Ketika momen lentur cukup besar untuk menyebabkan tegangan tarik pada

serat beton terluar lebih besar daripada modulus keruntuhan, seluruh beton pada sisi

tarik balok diasumsikan mengalami retak sehingga harus diabaikan dalam

perhitungan lentur.

Momen retak sebuah balok biasanya cukup kecil apabila dibandingkan

dengan momen beban layannya. Karena itu ketika beban layan diterapkan, bagian

bawah balok akan mengalami retak. Tulangan pada sisi tarik balok mulai bekerja

menahan tarik yang disebabkan oleh momen yang terjadi.

Pada sisi tarik balok, diasumsikan ada ikatan yang sempurna antara tulangan

dan beton. Dengan demikian regangan pada beton dan pada tulangan baja akan

memiliki besar yang sama pada jarak yang sama dari sumbu netral. Tetapi meskipun

regangan pada kedua bahan itu sama tetapi tegangannya tidaklah sama karena beton

dan baja memiliki modulus elastisitas yang berbeda. Dengan demikian,

tegangan-tegangan tersebut akan bebanding lurus dengan perbandingan modulus elastisitasnya.

Perbandingan modulus baja terhadap modulus beton disebut perbandingan modular

(51)

n = Ec Es

Jika perbandingan modular untuk sebuah balok tertentu bernilai 10, maka

tegangan pada baja adalah 10 kali tegangan pada balok pada jarak yang sama dari

sumbu netral. Dengan kata lain ketika n=10, satu inci persegi baja akan menerima

gaya yang besarnya sama dengan yang diterima 10 in2 beton.

Untuk balok pada Gambar 3.4 tulangan-tulangan baja digantikan oleh suatu

luas beton pengganti (nAs) yang ekuivalen, yang diharapkan dapat menahan tarik.

Luas ekuivalen ini disebut sebagai luas transformasi (transformed). Penampang yang

dihasilkan atau penampang transformasi dihitung dengan menggunakan metode yang

biasa digunakan untuk balok homogen yang elastis. Diperlihatkan juga pada gambar,

sebuah diagram yang memperlihatkan variasi tegangan pada balok. Pada sisi tarik,

sebuah garis putus-putus dipakai untuk menunjukkan bahwa diagram ini terputus

(diskontinu). Disinilah beton diasumsikan mengalami retak dan tidak dapat menahan

tarik. Nilai yang diperlihatkan di depan tulangan adalah tegangan pengganti pada

beton jika beton dapat menahan tarik. Nilai ini ditunjukkan sebagai fs/n karena harus

dikalikan dengan n untuk mendapatkan tegangan baja fs.

(52)

3.2.3 Tahap Keruntuhan Balok-Tegangan Ultimat

Ketika beban terus ditambah sampai tegangan tekannya lebih besar daripada

setengah fc’ retak tarik akan merambat lebih ke atas, demikian pula sumbu netral,

sehingga tegangan beton tidak berbentuk garis lurus lagi. Untuk pembicaraan awal

ini, kita asumsikan bahwa batang-batang tulangan telah leleh. Variasi tegangan yang

terjadi adalah seperti yang diperlihatkan pada gambar.

Untuk menggambarkan lebih jauh tentang ketiga tahap perilaku balok, sebuah

diagram momen-kurvatur diperlihatkan pada Gambar 3.6. Untuk diagram ini, θ

adalah perubahan sudut balok dalam panjang tertentu yang besarnya dihitung dengan

rumus berikut ini dimana ∈ adalah regangan pada serat balok yang berjarak y dari sumbu netral balok.

Θ =

y

3.1

(53)

Gambar 3.6 Diagram momen – kurvatur untuk balok beton bertulang yang mengalami retak (Daftar Pustaka no.3)

Tahap pertama diagram adalah untuk momen-momen kecil yang lebih kecil

daripada momen retak Mcr dimana seluruh penampang melintang balok mampu

menahan lentur. Pada kisaran ini, regangan yang tejadi kecil dan diagram hampir

vertikal dan menyerupai garis lurus.

Ketika momen bertambah hingga melebihi momen retak, kemiringan kurva

akan sedikit berkurang karena balok tidak cukup kaku seperti pada tahap awal

sebelum beton mulai retak. Diagram akan mengikuti garis yang hampir lurus dari Mcr

hingga ke titik dimana tulangan mengalami tegangan sampai titik lelehnya. Agar

tulangan baja meleleh, diperlukan beban tambahan yang cukup besar untuk

meningkatkan lendutan balok.

Setelah tulangan meleleh, balok memiliki kapasitas momen tambahan yang

sangat kecil sehingga hanya sedikit saja beban tambahan yang diperlukan untuk

secara substansial meningkatkan putaran sudut dan lendutan. Kemiringan diagram

(54)

3.3 Metode Transformasi Penampang

Metode transformasi penampang untuk beton bertulang dapat dijelaskan

sebagai berikut. Luas penampang tulangan baja dan beton ditransformasikan menjadi

satu macam penampang bahan serba-sama dengan tujuan untuk menyamakan

perilaku dalam mekanisme menahan beban. Meskipun disadari bahwa sifat kedua

macam bahan sama sekali berbeda sifatnya, cara transformasi penampang

dimaksudkan sebagai langkah penyederhanaan dalam analisis lenturan menurut teori

elastisitas. Transformasi dilakukan dengan mengganti luasan penampang baja dengan

luasan beton ekivalen (luasan semu). Dengan demikian As adalah luasan penampang

tulangan baja yang diganti dengan luas beton ekivalen Abt, sedangkan fs adalah

tegangan baja tarik yang diganti dengan tegangan beton tarik ekivalen fbt.

Dalam upaya mendapatkan luas transformasi, ada dua syarat yang harus

dipenuhi. Syarat yang pertama, agar tetap berada dalam keseimbangan jumlah gaya

tarik bernilai tetap sehingga digunakan persamaan,

As fs = Abt fbt 3.2

Syarat yang kedua, agar tetap tercapai kesesuaian deformasi maka satuan regangan

perpanjangan bernilai tetap sehingga,

=

3.3

Dengan menggunakan nilai banding modulus elastisitas,

(55)

Penyelesaian persamaan-persamaan diatas menghasilkan,

Abt = nAs 3.5

Dan, fbt =

Dengan demikian luas beton ekivalen Abt adalah n kali luas penampang batang

tulangan baja, sedangkan tegangan tarik ekivalen fbt (tegangan semu) adalah 1/n kali

tegangan tarik sesungguhnya. Dalam hal ini adalah tegangan di dalam batang

tulangan baja.

Kedua persamaan terakhir sangat berguna didalam perhitungan perencanaan

metoda tegangan kerja karena penampang beton bertulang dianggap diganti dan

diperlakukan sebagai penampang dari satu macam bahan saja ialah beton ekivalen.

Dengan demikian di daerah tarik, beton ekivalen mengambil alih tugas menahan

tarikan. Perlu dicatat bahwa penggunaan penampang transformasi tersebut sangat

mudah untuk menghitung tegangan dengan menggunakan rumus lenturan selama

hubungan tegangan dan regangan linear.

3.4 Momen Retak

Persentasi luas tulangan jika dibandingkan dengan luas penampang-melintang

total suatu balok nilainya cukup kecil (biasanya 2% atau kurang), dan pengaruhnya

terhadap properti-properti balok hampir dapat diabaikan selama balok tidak retak.

Oleh karena itu, kita dapat memperoleh perhitungan perkiraan tegangan lentur untuk

(56)

Tegangan beton di semua titik yang berjarak y dari sentroid penampang melintang

dapat ditentukan dari rumus lentur berikut ini dimana M adalah momen lentur, yang

besarnya sama dengan atau lebih kecil daripada momen retak penampang, dan Ig

adalah momen inersia kotor dari penampang melintang :

f = Ig My

3.6

peraturan ACI menyatakan bahwa momen retak suatu penampang dapat

ditentukan dari rumus yang terdapat pada akhir paragraf ini, dimana fr adalah

modulus keruntuhan beton dan yt adalah jarak dari sumbu sentroid penampang ke

serat beton yang mengalami tarik paling besar. Peraturan tersebut mengatakan bahwa

fr dapat diambil sebesar 7,5 untuk beton dengan berat normal dengan fc’ dalam

psi. Momen retak dapat dihitung dengan rumus berikut ini :

Mcr =

yt frIg

3.7

3.5 Pengaruh Retak Pada Momen Inersia

Retakan pada beton menyebabkan terjadinya gap dalam beton tersebut,

sehingga tegangan tidak dapat ditransfer. Untuk menangulangi hal tersebut, dipasang

tulangan untuk menyalurkan tegangan tarik yang terjadi. Dalam batas-batas tertentu

beton masih dapat menerima tegangan tarik, fenomena ini biasa disebut kekakuan

tarik beton.

Pada bagian yang mengalami keretakan terjadi pengurangan momen inersia,

sehingga momen inersia yang digunakan adalah momen inersia retak (Icr).

(57)

Sehingga elemen struktur yang mengalami retak akibat beban layan sebenarnya

harus dianggap sebagai komponen struktur tidak perismatis. Namun untuk keperluan

praktis dilapangan telah dilakukan suatu penyederhanaan dengan menggunakan suatu

nilai momen inersia effektif (Ie).

Gambar 3.7 Kurva M Vs φ(MacGregor,2005)

Ketika kekakuan tarik beton secara konservatif diabaikan pada desain

flexibel, kekakuan tarik beton direpresentasikan sebagai ”momen inersia efektif, Ie”

dengan tujuan untuk memperhitungkan defleksi. Momen inersia efektif beton yang

tidak retak lebih besar dibandingkan momen inersia efektif beton yang telah retak.

Banyak percobaan empirik yang telah dilakukan untuk mengevaluasi nilai Ie. Yang

paling banyak digunakan adalah persamaan Branson’s dimana momen inersia efektif

dicari dengan Persamaan 3.8 dan Persamaan 3.9 sebagai berikut:

(58)

=

3.9

Dimana Icr adalah momen inersia pada penampang yang sudah retak, Ig

adalah momen inersia pada penampang yang tidak retak, Mcr adalah momen retak

dan Ma adalah momen layan yang bekerja. Meskipun persamaan Branson’s sudah

banyak diadaptasi pada berbagai peraturan, namun persamaan ini memiliki beberapa

kelemahan yaitu:

a. Persamaan didapatkan dari hasil percobaan pengujian balok dengan beban

seragam. Karena hal tersebut, persamaan ini tidak memperhitungkan

jenis pembebanan yang lainnya, hal itu dapat dibuktikan ketika dicoba

dengan melakukan pengujian menggunakan beban tidak seragam

didapatkan hasil yang tidak konsisten dan kesalahan lebih dari 100%

(Al-Shaikh dan Al-Zaid serta Ghali, 1993).

b. Perhitungan untuk mencari nilai Icr sangat kompleks dan cukup

menghabiskan waktu. Beberapa peneliti sudah mencoba untuk

mengaproximasi suatu persamaan untuk menghitung Icr (Grossman,

1981).

Karena beberapa kelemahan tersebut, beberapa peneliti mencoba mencari

alternatif yang lain dari persamaan Branson’s tersebut. Pada tahun 1981, Grossman

mengadakan simplifikasi dari persamaan Branson’s untuk mengeliminasi pengaruh

momen inersia retak (Icr). Pada tahun 1993, Al- Shaikh dan Al-Zaid

memperkenalkan suatu persamaan untuk menggantikan persamaan Branson’s, yaitu

Gambar

Gambar.2.2 Uji pembelahan silinder (Daftar Pustaka no.1)
Tabel 2.1  Percepatan Puncak Batuan untuk Masing-masing Wilayah Gempa
Gambar 2. 6 Ilustrasi Beban Gempa Nominal Stratik Ekivalen F  (Daftar Pustaka no.6)
Gambar 2.10 Flow Chart Anlisis Angka Reduksi Momen Inersia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis Linier Time History dan Static Nonlinear Pushover untuk mengetahui perilaku dinamis struktur beton bertulang dengan berbagai konfigurasi orientasi penampang

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh besarnya target perpindahan yang digunakan untuk evaluasi kinerja struktur tersebut.. Selanjutnya bagian elemen

Hasil pengukuran EDS membuktikan bahwa proses reduksi termal mempengaruhi perubahan struktur dan komposisi unsur oksigen yang terdapat pada lembaran GO, ditandai

Struktur yang dianalisis meliputi tipe 1 yaitu Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) berupa portal terbuka dan tipe 2 yaitu Sistem Rangka Bresing Konsentrik Khusus

Sistem pemikul beban lateral pada struktur yang diperluas dapat menggunakan kinerja gabungan rangka momen baja dan rangka momen beton bertulang sebagai kesatuan sistem rangka

beban, momen, gaya geser dan lendutan uang bekerja pada balok Perbandingan tulangan balok pada analisis struktur gedung utuh dengan hasil analisis balok precast in site menunjukkan

Permasalahan yang akan diidentifikasi yaitu menganalisa perhitungan, penentu simpangan horisontal dan pedetailan syarat sistem rangka pemikul momen khusus yang sesuai dengan peraturan

Perencanaan Gedung Rusunawa 10 Lantai Di Kota Yogyakarta Dengan Struktur Beton Bertulang Menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus Srpmk.. 10, No 2, Jurnal Rekayasa dan Manajemen