SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH RISIKO LIKUIDITAS TERHADAP
RETURN ON ASSET (ROA) PERBANKAN
(STUDI KASUS BANK MANDIRI)
OLEH
GIPSON HUTAHAEAN
080501118
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH RISIKO LIKUIDITAS TERHADAP
RETURN ON ASSET
(ROA) PERBANKAN
(STUDI KASUS BANK MANDIRI)
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh risiko likuiditas yang terdiri dari Likuiditas Total Asset (LTA), Likuiditas Asset Deposit (LAD) dan Financial Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On Asset (ROA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh risiko likuiditas terhadap besarnya ROA pada Bank Mandiri.
Pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari publikasi resmi yang berhubungan dengan penelitian dan dari laporan bulanan Bank Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series Januari 2006 sampai Desember 2011. Metode yang digunakan adalah Ordinary Least Squared (OLS), model kelambanan (lag), dan analisis dummy musiman.
Hasil estimasi memperlihatkan bahwa dalam analisis regresi OLS
diperoleh bahwa ketiga variabel bebas (LTA, LAD dan FDR) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (ROA) pada tingkat kepercayaan 1%. Pada model kelambanan (lag) menunjukkan bahwa hanya FDR yang memiliki pengaruh signifikan pada tingkat probabilitas 5% dan 10% yaitu pada bulan mey sampai november. Sedangkan LTA dan LAD tidak signifikan mempengaruhi. Dan dari hasil regresi dummy musiman diperoleh bahwa terdapat pengaruh signifikan ketiga variabel bebas (LTA, LAD, dan FDR) terhadap ROA bank Mandiri, dimana dilihat dari tingkat probabilitas yang signifikan pada tingkat kepercayaan 1% dan 10%.
ABSTRACT
LIQUIDITY RISK ANALYSIS OF EFFECT OF RETURN ON
ASSET (ROA)
(
BANKING
CASE STUDY
MANDIRI BANKING)
Formulation of the problem in this study is how the effect of liquidity risk Liquidity total assets (LTA), Asset Liquidity Deposit (LAD) and the Financial Deposit Ratio (FDR) of the Return On Asset (ROA). The purpose of this study was to determine whether there is the effect of liquidity risk to the amount of ROA at Bank Mandiri.
The collection of secondary data obtained from official publications relating to research and from the monthly report of Bank Indonesia. The data used are time series data Desenber January 2006 until 2011.
The method used is a model of Ordinary Least Squared (OLS), inertia (lag), and seasonal dummy. Estimation results show that the OLS regression analysis found that three independent variables (LTA, LAD and FDR) have a significant effect on the dependent variable (ROA) at the 1% level of confidence. In the model of inertia (lag) showed that only FDR who had a significant effect on the probability level of 5% and 10% are in mey until november. While the LTA and the LAD is not significantly affected. And of seasonal dummy regression results obtained that there are three significant effects of independent variables (LTA, LAD, and FDR) against the ROA Bank Mandiri, which viewed from a significant level of probability on the confidence level of 1% and 10%.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus
karena atas anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna
memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana di program Strata Satu
(S1) Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh Risiko Likuiditas terhadap Return
On Asset (ROA) Perbankan (studi kasus Bank Mandiri)’’. Penulis telah banyak
menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan,
yaitu kepada:
Dengan kasih dan kerendahan hati Penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih dan hormat yang sedalam-dalamnya kepada Ayahanda tercinta
W.Hutahaean dan Ibunda tercinta R.br Pasaribu dan opung tersayang yang telah
berjerih lelah, memberikan motivasi baik moril maupun materil, serta mendoakan
penulis selama masa perkuliahan hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Serta kepada abang, kakak dan lae penulis yang telah juga ikut serta membantu
penulis baik dalam hal motivasi, moril maupun materil sampai selesainya skripsi
ini yaitu abangku Pak Lionel/mak lionel Hutahaean, kakakku mak Gerrard
Hutahaean/lae manurung, mak Zevania Hutahaean/lae manik, kak Nova
Hutahaean /lae silalahi, dan kak Rimbun Olifia Hutahaean.
Pada kesempatan ini, Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
bimbingan, saran dan menjadi inspirasi bagi Penulis selama masa perkuliahan
maupun dalam penyusunan skripsi ini, antara lain :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Wahyu Ario Utomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak
Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara dan Bapak
Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi
Pembangunan.
4. Bapak Syarief Fauzie, SE, M.Ak, Ak selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai
dengan selesainya skripsi ini.
5. Bapak Drs. A.Samad Zaino, Ms selaku Dosen Pembaca Penilai.
6. Seluruh Dosen Pengajar di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik dan
memberikan banyak ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi
penulis.
7. Seluruh Staf Administrasi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
8. Teman – teman mahasiswa Ekonomi Pembangunan 2008 serta UKM
KMK USU, UKM KMK UP FE USU, dan NHKBP Padang Bulan yang
telah banyak membantu dan memberikan dukungan Doa kepada penulis
untuk penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Juli 2012
Penulis
3.6.1.2 Uji Asumsi Klasik ... 45
3.6.2Model Kelambanan (Distributed Lag) ... 47
3.6.3 Model Analisis Musiman (Dummy) ... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50
4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia ... 50
4.2 Gambaran Umum Perbankan Indonesia ... 51
4.3 Gambaran Umum Bank Mandiri ... 53
4.3.1 Gambaran Umum ROA Bank Mandiri ... 55
4.3.2 Gambaran Umum LTA Bank Mandiri ... 58
4.3.3 Gambaran Umum LAD Bank Mandiri ... 60
4.3.4 Gambaran Umum FDR Bank Mandiri ... 63
4.4 Analisis Data ... 66
4.4.1 Ordinary Least Square (OLS) ... 66
4.4.1.1 Interpretasi Model ... 66
4.4.1.2 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 67
4.4.1.3 Uji Asumsi Klasik ... 71
4.4.2 Uji Kelambanan (lag) ... 73
4.4.3 Analisis Pengaruh Musiman ... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
5.1 Kesimpulan ... 77
5.2 Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 81
DAFTAR TABEL
No. TABEL JUDUL HALAMAN
2.1 Aktivitas terkait Risiko versus Hasil... 12
3.1 Lag untuk Variabel Bebas ... 45
4.1 Bank-Bank yang dilikuidasi Pemerintah ... 52
4.2 ROA Bank Mandiri ... 56
4.3 LTA Bank Mandiri ... 59
4.4 LAD Bank Mandiri ... 61
4.5 FDR Bank Mandiri ... 63
4.6 Regresi OLS ... 66
4.7 Multikolinearitas ... 71
4.8 Lag LTA ... 74
4.9 Lag LAD ... 75
4.10 Lag FDR ... 75
DAFTAR GAMBAR
No. GAMBAR JUDUL HALAMAN
2.1 Kerangka Konseptual... 39
3.1 Grafik Uji DW... 48
4.1 Grafik Uji t-Statistik LTA... 68
4.2 Grafik Uji t-Statistik LAD... 69
4.3 Grafik Uji t-Statistik FDR... 70
4.4 Grafik Uji f... 71
DAFTAR LAMPIRAN
No.Lampiran JUDUL
Halaman
1 Data Variabel Penelitian ... 81
2 Hasil Regresi linier LTA, LAD dan FDR.... 83
3 Hasil Regresi Uji Multikolinearitas ... 84
4 Hasil Regresi Model Kelambanan LTA... 85
5 Hasil Regresi Model Kelambanan LAD ... 86
6 Hasil Regresi Model Kelambanan FDR... 87
7 Hasil Regresi musiman... 88
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH RISIKO LIKUIDITAS TERHADAP
RETURN ON ASSET
(ROA) PERBANKAN
(STUDI KASUS BANK MANDIRI)
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh risiko likuiditas yang terdiri dari Likuiditas Total Asset (LTA), Likuiditas Asset Deposit (LAD) dan Financial Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On Asset (ROA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh risiko likuiditas terhadap besarnya ROA pada Bank Mandiri.
Pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari publikasi resmi yang berhubungan dengan penelitian dan dari laporan bulanan Bank Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series Januari 2006 sampai Desember 2011. Metode yang digunakan adalah Ordinary Least Squared (OLS), model kelambanan (lag), dan analisis dummy musiman.
Hasil estimasi memperlihatkan bahwa dalam analisis regresi OLS
diperoleh bahwa ketiga variabel bebas (LTA, LAD dan FDR) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (ROA) pada tingkat kepercayaan 1%. Pada model kelambanan (lag) menunjukkan bahwa hanya FDR yang memiliki pengaruh signifikan pada tingkat probabilitas 5% dan 10% yaitu pada bulan mey sampai november. Sedangkan LTA dan LAD tidak signifikan mempengaruhi. Dan dari hasil regresi dummy musiman diperoleh bahwa terdapat pengaruh signifikan ketiga variabel bebas (LTA, LAD, dan FDR) terhadap ROA bank Mandiri, dimana dilihat dari tingkat probabilitas yang signifikan pada tingkat kepercayaan 1% dan 10%.
ABSTRACT
LIQUIDITY RISK ANALYSIS OF EFFECT OF RETURN ON
ASSET (ROA)
(
BANKING
CASE STUDY
MANDIRI BANKING)
Formulation of the problem in this study is how the effect of liquidity risk Liquidity total assets (LTA), Asset Liquidity Deposit (LAD) and the Financial Deposit Ratio (FDR) of the Return On Asset (ROA). The purpose of this study was to determine whether there is the effect of liquidity risk to the amount of ROA at Bank Mandiri.
The collection of secondary data obtained from official publications relating to research and from the monthly report of Bank Indonesia. The data used are time series data Desenber January 2006 until 2011.
The method used is a model of Ordinary Least Squared (OLS), inertia (lag), and seasonal dummy. Estimation results show that the OLS regression analysis found that three independent variables (LTA, LAD and FDR) have a significant effect on the dependent variable (ROA) at the 1% level of confidence. In the model of inertia (lag) showed that only FDR who had a significant effect on the probability level of 5% and 10% are in mey until november. While the LTA and the LAD is not significantly affected. And of seasonal dummy regression results obtained that there are three significant effects of independent variables (LTA, LAD, and FDR) against the ROA Bank Mandiri, which viewed from a significant level of probability on the confidence level of 1% and 10%.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan arus globalisasi yang luar biasa derasnya yang diakselerasi oleh
perkembangan teknologi informasi, komunikasi, dan komputerisasi yang tidak
terbayangkan sebelumnya, sektor perbankan menjadi sektor dengan eksposur
risiko yang tinggi. Lalu lintas dana bisa berpindah dari satu kota ke kota lain, dari
satu negara ke negara lain, dari satu benua ke benua lain hanya dalam hitungan
detik. Mengakibatkan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan
sehingga meningkatkan kebutuhan praktek tata kelola perbankan yang sehat
(Good Corporate Goverment)(Dendawijaya Lukman, 2000).
Otoritas dan analisis keuangan dunia telah mengamati dengan cermat
krisis yang terjadi di Asia pada tahun 1998 yang secara keseluruhan
melumpuhkan perekonomian banyak negara termasuk Indonesia. Dan masalah
tersebut tidak terlepas dari dunia perbankan. Tingkat kepercayaan masyarakat
akan dunia perbankan sebagai lembaga intermediasi berkurang drastis,
mengakibatkan para pemilik dana menarik dananya secara besar-besaran (rush),
yang otomatis mengganggu sistem kinerja perbankan, sehingga persediaan dana
untuk disalurkan kembali ke masyarakat minim atau dalam arti bank tidak
sanggup lagi memenuhi permintaan masyarakat akan kebutuhan dana, terkhusus
dana jangka pendek (likuid) yang mengakibatkan timbulnya banyak risiko yang
harus di hadapai oleh perbankan sendiri. Penarikan dana yang tidak wajar
menyebabkan terganggunya likuiditas suatu bank, yang berpengaruh terhadap
berpengaruh terhadap perekonomian nasional dan bahkan secara global
berpengaruh terhadap perekonomian dunia.
Namun dengan berjalannya waktu, sebagai suatu institusi bisnis,
perbankan di indonesia mulai berbenah diri, belajar dari kesalahan sebelumnya,
dan berusaha kembali untuk menjadi satu-satunya lembaga kepercayaan
masyarakat yang walaupun memerlukan waktu yang cukup panjang.
Dalam perjalanannya, perbankan nasional, baik milik pemerintah maupun
swasta telah memberi andil yang amat penting dalam pembangunan nasional,
khususnya pembangunan disektor ekonomi. Seiring dengan itu, berkembang pula
aspek keilmuan yang menjadikan perbankan sebagai bidang kajian, yang makin
memperkaya khazanah keilmuan kita (Sugiharto, 2007)
Perbankan adalah industri yang sarat peluang sekaligus sarat risiko pada
sisi lain. Perbankan bukan tempat yang tepat bagi penghindar risiko. Tetapi
sebaliknya, perbankan penuh dengan risiko. Bank sebagai institusi yang memiliki
izin untuk melakukan banyak aktivitas, memiliki peluang yang sangat luas dalam
memperoleh pendapatan (income). Namun didalam menjalankan aktivitasnya,
untuk memperoleh pendapatan perbankan selalu dihadapkan pada risiko. Pada
dasarnya risiko melekat pada seluruh aktivitas bank, produk dan layanan terkait
dengan uang. Sehingga sektor perbankan jelas sangat memerlukan adanya sebuah
distribusi risiko yang efisien. Tingkat efisiensi dalam distribusi risiko inilah yang
nantinya menentukan alokasi sumber daya dana di dalam perekonomian. Oleh
karena itu, pelaku sektor perbankan dituntut untuk mampu secara efektif
kerugian bagi bank jika tidak dideteksi serta tidak dikelola sebagaimana mestinya.
Untuk itu bank harus mengerti dan mengenal risiko-risiko yang mungkin timbul
dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Eksekutif dalam manajemen bank serta
seluruh pihak terkait harus mengetahui risiko-risiko yang mungkin timbul dalam
melaksanakan kegiatan usahanya, serta mengetahui bagaimana dan kapan risiko
tersebut muncul untuk dapat mengambil tindakan yang tepat. Suatu risiko tidak
harus selalu dihindari pada semua keadaan, namun semestinya dikelola dengan
baik tanpa harus mengurangi hasil yang ingin dicapai. Perbankan dihadapkan
pada berbagai risiko usaha yang harus dikelola sehingga dapat meminimalisir
potensi kerugian. Risiko yang dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat
didalam menghasilkan laba yang lebih baik (Kasidi, 2010).
Tuntutan pengelolaan risiko semakin besar dengan adanya penetapan
standar-standar internasional oleh Bank For Internasional Settlements (BIS)
dalam bentuk Basel 1 dan Basel 2 Accord. Perbankan indonesia mau tidak mau
harus mulai masuk ke dalam era pengelolaan risiko secara terpadu. Jelas hal ini
merupakan sebuah transisi yang tidak mudah, sebuah transisi yang memerlukan
investasi besar, terutama dalam pembangunan sistem internal pengelolaan risiko,
serta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan teknologi informasi
dan komputerisasi di bidang risiko. Sehingga dalam kegiatan operasionalnya,
bank dihadapkan pada dua sisi yaitu bank harus menjaga penarikan dana dari
sumber daya yang dititipkan (funding), seperti giro, tabungan dan simpanan
lainnya. Sementara disisi lainnya bank harus menjaga penarikan permintaan dana
cakap dalam mengelola kinerja keuangan, agar terhindar dari risiko-risiko
perbankan sehingga menjadi lembaga keuangan yang dipercayakan masyarakat
sebagai lembaga intermediasi (Idroes Ferry dan Sugiarto, 2006).
Oleh karena itu bank wajib menyediakan likuiditas dengan cukup dan
mengelolanya dengan baik, karena apabila likuiditas tersebut terlalu kecil maka
akan mengganggu kegiatan operasional bank, namun demikian likuiditas juga
tidak boleh terlalu besar, karena apabila jumlah liku
Likuiditas adalah perhatian utama dalam lingkungan perbankan. Bank
tanpa likuiditas yang cukup untuk memenuhi penarikan dana para deposan
menyebabkan kerugian bahkan risikonya berdampak kepada ketidakpercayaan
nasabah, yang berakibat pada penarikan dana besar-besaran.
iditas terlalu besar maka akan
menurunkan efisiensi bank sehingga berdampak pada rendahnya tingkat
profitabilitas.
Setiap bank mempunyai kemampuan yang berbeda-beda didalam menjaga
setiap risiko yang mungkin akan terjadi. Banyak teknik dan strategi pengelolaan
yang dilakukan setiap bank, yang otomatis memberikan dampak yang
berbeda-beda juga terhadap tingkat profitabilitasnya. Ada bank yang sudah mapan, dan
ada juga yang dalam proses pembelajaran, yaitu dapat kita lihat dari segi
kemampuan bank tersebut didalam pencapaian labanya. Salah satu bank yang ada
dalam tingkat perolehan laba tertinggi di indonesia adalah bank Mandiri sebagai
salah satu badan usaha milik negara (BUMN).
Bank Mandiri sebagai bank persero milik pemerintah memiliki sejarah
1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan
oleh pemerintah Indonesia. Pada bulan Juli 1999, empat bank pemerintah, yaitu
bank Bumi Daya, bank Dagang Negara, bank Exim and Bapindo, dilebur menjadi
bank Mandiri. Masing-masing dari keempat bank tersebut memainkan peran yang
tak terpisahkan dalam pembangunan perekonomian Indonesia.
Sama seperti bank-bank konvensional lainnya, didalam mengemban fungsi
sebagai lembaga kepercayaan masyarakat, bank Mandiri pastinya tidak terhindar
dari risiko-risiko perbankan. Didalam menciptakan manajemen keuangan yang
baik, bank Mandiri tidak terlepas dari kegagalan-kegagalan.
Seiring dengan berjalannya waktu, bank Mandiri menjadi sebuah BUMN
yang mampu berbenah diri, memiliki kinerja terbaik saat ini, dan menjadi bank
terbaik di indonesia, dimana dilihat dari permodalannya. Semuanya itu tidak
terlepas dari sistem manajemen perusahaan yang baik, pengelolaan risiko yang
bagus, yang menciptakan kinerja perusahaan yang baik. Kinerja yang bagus
adalah mencakup segala sesuatunya didalam perbankan, tentang nasabah,
pembiayaan, rasio-rasio dan juga risiko-risiko yang pastinya akan timbul.
Salah satu dari risiko tersebut yang sangat krusial adalah risiko likuiditas.
Risiko likuiditas timbul sebagai akibat dari terjadinya penarikan besar-besaran
dalam waktu yang singkat utang-utang bank (liability withdrawals). Liquidity risk
ini dapat juga terjadi dalam situasi yang normal, khususnya apabila terjadi
mismatced atau kesenjangan antara sisi aktiva dan passiva bank dalam jangka
waktu yang pendek. Untuk itu bank harus memiliki suatu kebijakan dan praktek
memonitor serta mengendalikan risiko likuiditas sehingga dapat meminimalisir
dampaknya pada tingkat yang dapat ditoleransi (risk tolerance).
Terdapat suatu trade off antara kebutuhan likuiditas dan profitabilitas bank.
Kekurangan likuiditas bank akan mengakibatkan bank mengalami kebangkrutan
lebih cepat, sedangkan jika kelebihan likuiditas juga berbahaya, yaitu
profitabilitas yang rendah, yang pada akhirnya berujung pada hal yang sama (Riki
Antariksa, 2005).
Untuk melihat berapa besar risiko likuiditas terhadap Return On Asset
(ROA) bank Mandiri, adalah dengan menggunakan tiga indikator yaitu
Likuididtas Total Aset (LTA), Likuiditas Aset Deposit (LAD) dan Financial
Deposit Ratio (FDR). Dan selanjutnya melalui analisis regresi akan diketahui
apakah variabel bebas menyebabkan ROA bertambah/positip atau sebaliknya
berkurang/negatif yang dilihat dari kinerja perusahaan melalui laporan keuangan
bulanan. Analisis pengaruh risiko likuiditas (LTA, LAD dan FDR) terhadap
Return On Asset bank Mandiri merupakan hal yang penting bagi manajemen
risiko bank Mandiri. Likuiditas bank Mandiri sebagian besar sangat tergantung
pada perolehan dana pihak ketiga baik berupa investment account maupun current
account, yang akan disalurkan kedalam berbagai bentuk pembiayaan sesuai
peraturan-peraturan perbankan konvensional sebagai lembaga intermediasi.
Setiap risiko yang terjadi merupakan hal yang harus diketahui dengan benar
sehingga pihak manajemen risiko mampu meminimalisasi pengaruh dari sebuah
risiko dan bahkan dengan adanya risisko akan semakin menumbuhkan semangat
Dalam ilmu ekonomi, ketergantungan suatu variabel Y (variabel terikat)
atas variabel X (variabel bebas) jarang bersifat seketika. Sangat sering terjadi Y
bereaksi dengan X dengan suatu selang waktu (lag). Jika pengaruh variabel bebas
tersebut selama beberapa periode waktu, maka model yang terbentuk disebut
dengan model distributed-lag (Gujarati, 2004). Tingkat signifikansi pengaruh
dalam selang waktu tersebut tentu berbeda-beda. Selain itu, dalam ilmu ekonomi
terdapat pembahasan gejala adanya deret waktu ekonomi yang didasarkan pada
data bulanan atau triwulanan yang menunjukkan pola musiman yang teratur
(Gujarati, 2004). Contohnya pada musim kemarau penjualan minuman dingin
meningkat, dan pada musim panen harga hasil pertanian menurun. Jika pola ini
diketahui berubah dalam waktu lama, maka berbagai keputusan yang
menguntungkan dapat diambil.
Dari uraian di atas, jika ada pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas
(ROA), maka dapat diperkirakan tidak akan terjadi seketika. Alasannya adalah,
diperlukan waktu untuk memperoleh likuiditas dan mengalihkannya menjadi
kegiatan yang menghasilkan keuntungan (profit), sehingga dibutuhkan suatu
tenggang waktu (time lag). Sedangkan untuk mempertajam analisis, dengan
mengetahui pola musim yang ada, maka diharapkan pengambilan keputusan dapat
lebih terarah, misalnya pada bulan berapa pengaruh risiko likuiditas lebih tinggi
daripada bulan lainnya (musiman).
Pada umumnya rasio-rasio finansial diklasifikasikan menjadi 4 macam yaitu
rasio likuiditas atau liquidity risk, rasio laverage, rasio aktivitas atau activity risk,
Rasio profitabilitas mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil
pengembalian yang dihasilkan dari pinjaman dan investasi. Indikator yang bisa
digunakan untuk mengukur kinerja profitabilitas bank adalah ROE (return on
equity) dan ROA (return on assets). Dan dalam penelitian ini menggunakan
Return On Aset (ROA) sebagai variabel terikat (dependent variable).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul “Analisis Risiko Likuiditas terhadap
ROA (Return On Asset) Perbankan” (studi kasus pada PT Bank Mandiri).
1. 2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh Likuiditas Total Aset (LTA) terhadap Return On Aset
(ROA)?
2. Bagaimana pengaruh Likuiditas Aset Deposit (LAD) terhadap Return On
Aset (ROA)?
3. Bagaimana pengaruh Finansial Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On
Aset (ROA)?
4. Bagaimana pengaruh risiko likuiditas dalam bentuk kelambanan (lag)
terhadap Return On Aset (ROA)?
5. Bagaimana pengaruh musiman pada risiko likuiditas terhadap Return On
Aset (ROA)?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Apakah terdapat pengaruh Likuiditas Total Aset (LTA) terhadap Return
On Aset (ROA)
2. Apakah terdapat pengaruh Likuiditas Aset Deposit (LAD) terhadap Return
On Aset (ROA)
3. Apakah terdapat pengaruh Financial Deposit Ratio (FDR) terhadap Return
On Aset (ROA)
4. Apakah terdapat pengaruh risiko likuiditas dalam bentuk kelambanan (lag)
terhadap Return On Aset (ROA)
5. Apakah terdapat pengaruh musiman pada risiko likuiditas terhadap Return
On Asert (ROA).
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan
dalam disiplin ilmu yang peneliti tekuni.
2. Bagi peneliti selanjutnya sebagai tambahan informasi dan tambahan
literatur.
3. Sebagai tambahan informasi dan tambahan literatur bagi Mahasiswa
Departemen Ekonomi Pembangunan.
4. Bagi perusahaan perbankan sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Bank
Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan
yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito.
Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi
masyarakat yang membutuhkannya. Disamping itu, bank juga dikenal sebagai
tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam
bentuk pembayaran, setoran dan sebagainya (Rivai, Andria dan Ferry N. Idroes,
2007).
Pengertian Bank menurut pasal 1 undang-undang nomor 7 tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang nomor 10
Tahun 1998 adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat
banyak (Idroes Ferry, 2008).
Adapun pengertian Bank menurut Global Association of Risk
Professionals (GARP) dan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR, 2005)
Bank adalah suatu lembaga yang telah memperoleh izin untuk melakukan
kegiatan utama menerima deposito, memberikan pinjaman, menerima dan
Pengertian Bank menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah
Lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki
dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi
memperlancar lalu lintas pembayaran. Bank adalah lembaga keuangan, pencipta
uang, pengumpul dana dan penyalur kredit, pelaksana lalu lintas pembayaran,
stabilisator moneter serta dinamisator pertumbuhan (Hasibuan 2001).
Dari pengertian-pengertian diatas dapat dijelaskan secara luas lagi bahwa
bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan sehingga
berbicara mengenai bank tidak terlepas dari masalah keuangan. Aktivitas
perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang
dikenal dengan istilah didunia perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian
menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana dengan
cara membeli dari masyarakat luas.
Menurut Undang-Undang pokok perbankan No. 7 Tahun 1992 dan
disempurnakan dengan Undang-Undang perbankan No. 10 Tahun 1998, jenis
perbankan terdiri dari :
1. Bank Umum
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.1.2 Risiko Usaha Bank
Risiko usaha atau business risk bank merupakan tingkat ketidakpastian
mengenai pendapatan yang diperkirakan akan diterima. Pendapatan dalam hal ini
adalah keuntungan bank. Semakin tinggi ketidakpastian pendapatan yang
diperoleh suatu bank, semakin besar kemungkinan risiko dihadapi dan semakin
tinggi pula premi risiko atau bunga yang diinginkan (Idroes Ferry, 2008).
Tabel 2.1. Aktivitas Terkait Risiko Versus Hasil
Risiko menurun Risiko tetap Risiko meningkat
Hasil meningkat
Sumber: Manajemen Risiko Perbankan
Risiko usaha yang sering dihadapi bank antara lain sebagai berikut:
a. Risiko kredit (credit atau default risk)
Merupakan suatu risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah
mengembalikan jumlah pinjaman yang diperoleh dari bank beserta bunganya
sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan.
b. Risiko investasi (Investment risk)
Berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian akibat suatu
berharga lainnya yang dimiliki bank. Nilai surat-surat berharga tersebut bergerak
berlawanan arah dengan tingkat bunga umum. Bila tingkat bunga menurun,
harga-harga obligasi atau surat-surat berharga lainnya mengalami kenaikan dan
akan menaikkan nilai portofolionya, begitu pula sebaliknya.
c. Risiko likuiditas (Liquidity risk)
Merupakan risiko yang dihadapi dalam rangka memenuhi permintaan
kredit dan semua penarikan dana oleh nasabah pada suatu waktu.
d. Risiko operasional (Operating risk)
Efektifitas system, prosedur, dan pengendalian dalam menjalankan
kegiatan operasional yang berpengaruh terhadap kelancaran jalannya operasi
usaha dan tingkat pelayanan bank kepada nasabah.
e. Risiko penyelewengan (Fraud risk)
Risiko penyelewengan atau penggelapan berkaitan dengan
kerugian-kerugian yang dapat terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan, atau moral dan
perilaku yang kurang baik dari pejabat, karyawan dan nasabah bank.
f. Risiko fidusia (Fiduciary risk)
Risiko fidusia ini akan timbul akibat usaha bank dalam memberikan jasa
dengan bertindak sebagai wali amanat baik untuk individu maupun badan usaha.
Secara historis hubungan fidusia mengatur bahwa wali amanat atau trustee dalam
hal ini bank, harus melaksanakan kegiatannya secara konsisten disertai dengan
g. Risiko tingkat bunga (interest rate risk)
Risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga yang pada gilirannya
akan menurunkan nilai pasar surat-surat berharga dan pada saat yang sama, bank
membutuhkan likuiditas.
h. Risiko solvensi( Solvency risk)
Risiko yang disebabkan oleh ruginya beberapa aset yang pada gilirannya
menurunkan posisi modal bank.
i. Risiko valuta asing (Foreign currency risk)
Risiko ini terutama dihadapi oleh bank-bank devisa yang melakukan
transaksi dalam valuta asing, baik dari sisi aktiva maupun dari sisi passiva.
Perubahan nilai valuta asing terhadap rupiah misalnya dapat mempengaruhi
kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya dalam valuta asing.
j. Risiko persaingan (Competitive risk)
Produk-produk yang ditawarkan bank hampir seluruhnya bersifat
homogen, sehingga persaingan antar bank lebih berfokus pada kemampuan bank
memberikan pelayanan kepada nasabah secara professional dan paling baik.
2.1.3 Pengertian Likuiditas
Likuiditas merupakan salah satu indikator kesehatan perbankan,
merupakan penentu apakah bank tersebut mampu membayar kembali
kewajiban-kewajiban kepada deposannya. Secara teoritis, bagi perbankan likuiditas
merupakan "darah" bagi kehidupan. Apabila bank mengalami kekeringan
likuiditas, maka bank ini tengah dihadapkan pada persoalan serius yang harus
karena secara teknis bank dinilai tidak layak beroperasi (Dendawijaya Lukman,
2000).
Secara umum, pengertian Likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan
atau dalam hal ini industri Perbankan, dalam membayar semua
kewajiban-kewajiban jangka pendeknya dengan aset-aset lancar atau likuid yang dimiliki
oleh suatu industri tersebut. Secara lebih spesifik, likuiditas adalah kesanggupan
bank menyediakan alat-alat lancar seperti Kas, Giro pada bank Indonesia, Giro
pada bank lain, penempatan pada bank lain, guna membayar kembali titipan yang
telah jatuh tempo dan memberikan pinjaman kepada Masyarakat yang
memerlukan. Masalah likuiditas berhubungan dengan masalah kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang segera harus dipenuhi.
Perusahaan yang memiliki kemampuan yang baik dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya disebut perusahaan yang likuid (Riyanto, 2002).
Perusahaan yang tidak likuid mengakibatkan meningkatnya risiko
operasional, yang pada gilirannya dapat mengancam keberlangsungan usaha
perusahaan tersebut. Risiko likuiditas ini dapat dinilai oleh para investor dalam
menghitung appropriate risk-adjusted discounted rate. Hal tersebut pada
gilirannya akan mempengaruhi harga yang diberikan oleh investor terhadap
saham perusahaan tersebut (Kasidi, 2010).
Beberapa pengertian likuiditas dalam perspektif perbankan dapat
dijelaskan sebagai berikut: Josep E.Burns menyatakan likuiditas bank adalah
berkaitan dengan kemampuan suatu bank untuk menghimpun sejumlah tertentu
G. Wood,Jr menjelaskan likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi
semua penarikan dana oleh nasabah deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo,
dan memenuhi permintaan kredit tanpa ada penundaan. Dan juga William M.
Glavin menyatakan bahwa likuiditas berarti memiliki sumber dana yang cukup
tersedia untuk memenuhi semua kewajiban.
2.1.4 Jenis dan Sumber Alat Likuid
Menurut terminologi yang berlaku umum dalam dunia perbankan, dapat
disebutkan bahwa jenis-jenis aktiva lancar (likuid) yang dimiliki oleh bank
adalah:
1. Kas atau uang tunai (kertas dan logam) yang tersimpan dalam brankas
(khasanah) bank bersangkutan.
2. Saldo dana milik bank tersebut yang terdapat pada Bank Sentral (Saldo Giro
BI)
3. Tagihan atau deposito pada bank lain, termasuk bank koresponden
4. Chek yang diterima, tetapi masih dalam proses penguangan pada Bank Sentral
dan bank korespoden.
Dalam dunia perbankan, keempat jenis alat/ harta likuid tersebut sering
disebut posisi uang (money position) bank yang bersangkutan pada saat tertentu.
Adapun menurut sumbernya, suatu bank dapat memperoleh alat-alat likuid yang
diperlukan tersebut diatas dari berbagai sumber, yaitu :
a. Asset bank yang akan segera jatuh tempo
Kredit pinjaman kepada debitur atau cicilan pinjaman yang akan jatuh
kebijakan uang ketat, posisi likuiditas suatu bank akan rawan apabila keseluruhan
portofolio kreditnya masuk kategori kredit tanpa jatuh tempo ( evergreen).
Surat-surat berharga, instrumen pasar uang seperti bank Acceptance, Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), dan sertifikat deposito pada bank lain yang akan segera jatuh
tempo, dapat pula dianggap sebagai sumber likuiditas.
b. Pasar Uang
Pasar uang adalah sumber likuiditas bank. Namun harus diakui bahwa
tidak setiap bank mempunyai kemampuan untuk masuk ke pasar uang. Hal ini
sangat dipengaruhi oleh besarnya suatu bank dan persepsi pasar uang atas Credit
Worthiness bank tersebut. Dalam hal ini, para investor yang meminjamkan
uangnya ke bank akan melakukan analisa yang mendalam dan selektif terhadap
tingkat dan konsistensi perkembangan pendapatan bank, kualitas aset, reputasi
kesehatan manajemen, dan kekuatan modal bank.
c. Sindikasi kredit
Pembentukan sindikasi kredit, selain bertujuan menyiasati legal lending
limit (3L) dan menyebarkan risiko, juga bertujuan untuk menjalin hubungan
dengan bank-bank lain. Dengan demikian, ketika mengalami kesulitan likuiditas
maka bank tersebut dapat menyidikasi sebagian portofolio kreditnya kepada bank
lain untuk mengatasi masalah tersebut.
2.1.5 Cadangan likuiditas
Khusunya bank yang tidak dapat segera memperoleh dana pada saat
likuiditas biasanya dibentuk dengan cara memelihara saldo kas dan giro bank
Indonesia pada batas maksimal yang diperbolehkan (Kasidi, 2010).
Jika dilakukan klasifikasi jenis alat likuid menurut post pembukuan dalam
neraca, alat likuid yang dimasukkan kedalam pos-pos tertentu ini adalah saldo
masing-masing jenis alat likuid pada tanggal terakhir pada masa laporan
likuiditas. Dalam hal ini, jenis alat likuid dimasukkan pada pos-pos aktiva,
sedangkan kewajiban-kewajiban kepada pihak ketiga yang harus ditutup dengan
alat likuid tersebut dimasukkan pada pos-pos pasiva. Klasifikasi masing-masing
pos tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
Aktiva
Aktiva terdiri dari:
1. Kas, yang dimasukkan kedalam pos ini adalah uang kartal yang ada dalam
kas berupa uang kertas, uang logam dan commemorative coin yang
dikeluarkan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia) menurut nilai nominal
dan menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia.
2. Bank Indonesia yaitu semua simpanan/tagihan bank bersangkutan dalam
Rupiah kepada bank Indonesia, seperti saldo giro bank Indonesia dan
lainnya.
3. Surat-surat berharga dan tagihan lainnya dalam klasifikasi tersedia untuk
dijual. Yang termasuk golongan ini adalah surat-surat berharga dalam
rupiah yang dibeli atau dimiliki oleh bank bersangkutan, seperti Sertifikat
obligasi dan bukti tagihan lainnya yang belum diuangkan, termasuk
tagihan yang timbul karena akseptasi wesel dan penjualan SBPU.
4. Antar bank aktiva yaitu semua jenis simpanan dan tagihan bank
bersangkutan kepada bank atau lembaga keuangan bukan bank (LKBB)
lainnya di Indonesia, seperti Giro, Call Money, surat berharga, deposit on
call, deposito berjangka, sertifikat deposito, pinjaman yang diberikan,
pembiayaan bersama, penyertaan, dana pelunasan obligasi dan lain-lain.
Pasiva
Passiva terdiri dari:
1. Giro yaitu simpanan-simpanan dalam rupiah oleh pihak ketiga bukan bank,
yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
2. Simpanan berjangka yang kurang dari tiga bulan yaitu simpanan dalam
bentuk deposito berjangka, deposito asuransi dan deposit on call dalam
rupiah pihak ketiga bukan bank, yang penarikannya dapat dilakukan
menurut suatu jangka waktu tertentu yang disepakati.
3. Tabungan yaitu simpanan dalam rupiah yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat dan cara tertentu, misalnya dengan
menggunakan buku tabungan, slip penarikan (bukan cek) dan kartu ATM.
4. Antar bank pasiva yaitu semua jenis kewajiban bank bersangkutan dalam
mata uang rupiah kepada bank atau LKBB lainnya, seperti giro, call
money, surat berharga, deposit on call, deposito berjangka, pinjaman yang
5. Kewajiban lainnya yang segera jatuh tempo yaitu semua kewajiban dalam
rupiah yang setiap saat dapat ditagih oleh pemiliknya dan harus segera
dibayar, misalnya kiriman uang.
2.1.6 Risiko likuiditas
Secara umum risiko likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dana (Cash Flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Risiko
yang antara lain disebabkan karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang
telah jatuh tempo/waktu, terutama dana jangka pendek. Apabila bank tidak
mampu memenuhi kebutuhan dana dengan segera untuk memenuhi kebutuhan
transaksi sehari-hari, maupun guna memenuhi kebutuhan dana yang mendesak
maka muncullah risisko likuiditas . Dari sudut aktiva likuiditas, risiko likuiditas
adalah kemampuan untuk mengubah seluruh asset menjadi bentuk tunai (Cash).
Dari sudut passiva likuiditas, risiko likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi
kebutuhan dana melaui peningkatan portofolio reliabilitas (Idroes Ferry dan
Sugiarto, 2006).
Risiko likuiditas juga terjadi akibat dari adanya kesenjangan antara sumber
pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva yang pada
umumnya berjangka panjang. Apabila kesenjangan tersebut cukup besar maka
akan menurunkan kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban pada saat jatuh
tempo. Oleh karena itu untuk mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas, maka
diperlukan manajemen likuiditas. Dengan adanya manajemen likuiditas (ALMA)
tersebut, semakin disadari betapa pentingnya suatu bank mengelola likuiditas
adanya kekurangan dana sehingga dalam memenuhi kewajibannya, bank terpaksa
harus mencari dana dengan suku bunga yang lebih tinggi dari suku bunga pasar,
atau bank terpaksa menjual sebagian asetnya dengan risiko menderita rugi yang
relatif besar. Hal tersebut akan memengaruhi pendapatan bank (Idroes Ferry,
Sugiarto, 2006).
Oleh karena itu bank wajib menyediakan likuiditas tersebut dengan cukup
dan mengelolanya dengan baik, karena apabila likuiditas terlalu kecil maka akan
mengganggu kegiatan operasional bank, namun demikian likuiditas juga tidak
boleh terlalu besar, karena apabila terlalu besar akan menurunkan efisiensi bank
sehingga berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas.
2.1.7 Kategori Risiko Likuiditas
1. Risiko Likuiditas Pasar/risiko likuiditas asset (asset liquidity risk)
Risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting
potition tertentu dengan harga pasar kerena kondisi likuiditas pasar tidak
memadai atau gangguan pasar (market disruption). Risiko ini timbul adalah
ketika suatu transaksi tidak dapat dilaksanakan pada harga pasar, yang terjadi
akibat besarnya nilai transaksi relatif terhadap besarnya pasar. Likiuiditas dapat
menyebabkan pengaruh yang substansial bagi harga pasar. Suatu pasar yang
likuid memiliki sejumlah penggerak pasar dan dukungan dalam suatu volume
tinggi dsari suatu bisnis. Likuiditas yang tinggi cenderung akan menaikkan harga
2. Risiko Likuiditas Pendanaan (funding liquidity risk)
Sering juga disebut dengan cash flow risk , yaitu risiko yang timbul karena
bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber
dana lain. Atau karena ketidakmampuan memenuhi kewajiban jatuh tempo
sehingga mengakibatkan likuidasi.
Besar kecilnya risiko likuiditas ditentukan antara lain oleh:
a. Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berdasarkan prediksi
pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana, termasuk mencermati tingkat
fluktuasi dana.
b. Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana.
c. Ketersediaan aset yang siap dikonfersikan menjadi kas.
d. Kemampuan menciptakan akses kepasar antar bank atau sumber dana lainnya,
termasuk fasilitas lender of last resort. Oleh karena itu untuk mengantisipasi
terjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan manajemen likuiditas, dimana
pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas.
2.1.8 Pengukuran Risiko Likuiditas
Pengelolaan risiko likuiditas adalah kemampuan yang berkesinambungan
untuk mengakomodasi jatuh tempo dan penarikan kewajiban, serta membiayai
pertumbuhan aktiva dan untuk memenuhi kewajiban pada Suku Bunga Pasar yang
layak. Risiko Likuiditas Bank timbul dikarenakan dua hal yaitu funding risk dan
interest risk. funding risk (risiko pendanaan) terjadi apabila dana bank tidak dapat
memenuhi kewajibannya. Hal ini dikarenakan antara lain oleh rush (aktiva dan
bunga terjadi karena adanya berbagai variasi tingkat suku bunga dalam aset
maupun kewajiban dapat menimbulkan ketidakpastian tingkat keuntungan yang
akan diperoleh (Kasidi, 2010).
Risiko likuiditas dilihat dari tiga indikator sebagai berikut:
1. Likuiditas Total Aset( LTA)
Menurut Antariksa (2005) Liquid asset to Total Asset (LTA) merupakan
rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aset likuid yang ada
daritotal aset yang dimiliki. Menurut Guspiati (2008) rasio LTA mempunyai
pengaruh terhadap profitabilitas, karena jika kas yang tersedia pada sebuah bank
terlalu besar, menandakan tidak efesiensinya kondisi bank tersebut.
LTA =
Total Aset aset likuid
2. Likuiditas Aset Deposit( LAD)
Menurut Guspiati (2008) Liquid Asset to Deposit (LAD) menunjukkan
kemampuan bank untuk membayar kembali simpanan para deposan dengan
alat-alat yang paling likuid yang dimiliki pihak bank. Semakin besar rasio LAD
menunjukkan posisi likuiditas membaik yang menandakan rendahnya risiko
likuiditas, namun berdampak pada menurunnya tingkat profitabilitas bank.
LAD =
Deposit Aset likuid
3. Financing Deposit Ratio (FDR)
Menurut Gozali (2007) Financing to Deposit Ratio (FDR) mempunyai
pengaruh terhadap profitabilitas karena semakin besar pembiayaan maka
mengalami kenaikan. Meningkatnya laba, maka profitabilitas yang diproksikan
dengan Return on Asset (ROA) juga akan meningkat, karena laba merupakan
komponen yang membentuk Return on Asset (ROA)(Dewi, 2010).
Kebutuhan likuiditas setiap bank berbeda-beda tergantung antara lain pada
kekhususan usaha bank, besarnya bank dan sebagainya. Oleh karena itu untuk
menilai cukup tidaknya likuiditas suatu bank dengan menggunakan ukuran
financing deposito to ratio (FDR), yaitu dengan memperhitungkan berbagai aspek
yang berkaitan dengan kewajibannya, seperti antisipasi atas pemberian jaminan
bank yang pada gilirannya akan menjadi kewajiban pada bank. Apabila hasil
pengukuran jauh berada diatas target dan limit bank tersebut maka dapat
dikatakan bahwa bank akan mengalami kesulitan likuiditas yang pada gilirannya
akan menimbulkan beban biaya yang besar. Sebaliknya bila berada dibawah
target dan limitnya, maka bank tersebut dapat memelihara alat likuid yang
berlebihan dan ini akan menimbulkan tekanan terhadap pendapatan bank berupa
tingginya biaya pemeliharaan kas yang menganggur (idle money). Dari uraian
diatas maka dapat dikatakan Financing Deposit to Ratio (FDE) adalah
perbandingan jumlah pembiayaan yang diberikan dengan simpanan masyarakat.
FDR=
Dana masyarakat
Pembiayaan yang diberikan
2.1.9 Fungsi, tujuan dan manfaat pengelolaan likuiditas
Pengelolaan likuiditas merupakan faktor yang sangat penting dalam
operasional perbankan, bahkan sangat menentukan suatu bank untuk bertahan dan
berkembang dalam persaingan usaha yang semakin kompetitif. Tujuan dan
1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang
yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya kemampuan untuk
membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas
waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu)
2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah
kewajiaban yang berumur dibawah satu tahun atau sama dengan satu tahun,
dibandingkan dengan total aktiva lancar.
3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan persediaan dan utang
yang dianggap likuiditasnya lebih rendah.
4.Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah persediaan yang ada
dengan modal kerja perusahaan.
5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar
utang.
6. Sebagai alat perencanaan kedepan, terutama yang berkaitan
dengan perencanaan kas dan utang.
7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu
dengan membandingkannya untuk beberapa periode.
8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing
komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar.
9. Menjadikan alat pemicu bagi pihak manajemen untuk meperbaiki
Pengelolaan likuiditas merupakan faktor yang sangat penting dalam
operasional perbankan, bahkan sangat menentukan bagi kemampuan suatu bank
untuk bertahan dan berkembang dalam persaingan usaha yang semakin
kompetitif.
2.1.10 Manajemen risiko likuiditas
Likuiditas menggambarkan kemampuan bank untuk mengakomodasi
penarikan deposit dan kewajiban lain secara efisien dan untuk menutup
peningkatan dana dalam pinjaman serta portofolio investasi. Sebuah bank yang
memiliki potensi likuiditas yang memadai ketika ia dapat memperoleh dana
yang diperlukan (dengan meningkatkan kewajiban, mengamankan, atau menjual
aset) dengan segera dan dengan biaya yang masuk akal. Harga likuiditas adalah
fungsi kondisi pasar dan persepsi pasar terhadap risiko institusi peminjam.
Dalam pembukaan naskah perundingan pada juni 2008, Basel committee
on Bank Supervision menyatakan hal-hal sebagai berikut:
a. Likuiditas adalah kemampuan bank untuk mendanai peningkatan aset dan
memenuhi kewajiban yang muncul, tanpa mengakibatkan kerugian besar.
b. Peranan dasar bank dalam perubahan waktu jatuh tempo dari deposito jangka
pendek ke jangka panjang membuat bank rentan terhadap risiko likuiditas, baik
yang bersifat institusi spesifik maupun yang memengaruhi pasar secara
keseluruhan.
c. Setiap transaksi atau komitmen keuangan secara virtual memiliki implikasi
d. Manajemen risiko likuiditas yang efektif dapat memastikan kemampuan bank
untuk memenuhi kewajiban arus kas, yang tidak pasti karena kewajiban
tersebut dipengaruhi peristiwa-peristiwa eksternal dan perilaku-perilaku agen
lainnya.
e. Manajemen risiko likuiditas merupakan hal yang paling penting karena baik
buruknya manajemen risiko likuiditas di satu institusi dapat memberikan
dampak terhadap seluruh system di perbankan.
f. Perkembangan pasar keuangan pada dekade sebelumnya telah meningkatkan
kompleksitas risiko likuiditas dan manajemennya.
Manajemen risiko likuiditas menjadi pusat kepercayaan dalam system
perbankan, karena bank-bank komersial merupakan institusi yang sangat
berpengaruh dengan rasio aset dan modal inti. Oleh karena itu, manajemen risiko
likuiditas mengatasi likuiditas pasar bukan kepuasan. Implikasi risiko likuiditas
tersebut adalah : suatu bank dapat memiliki dana actual, tetapi dana tersebut
memadai untuk memenuhi kewajibannya. Risiko likuiditas biasanya dikelola oleh
Asset-Liability Manajement Committee (ALCO) bank, yang harus memiliki
pemahaman mengenai adanya hubungan antara likuiditas dan pasar lain serta
risiko kredit dalam neraca (Hennie van Greuning dan Sonja Brajovic, 2009).
2.1.11 Prinsip-prinsip Manajemen dan pengawasan risiko likuiditas yang
baik (Basel Committee on Bank Supervision)
Manajemen risiko likuiditas menjadi pusat kepercayaan dalam sistem
perbankan, karena bank-bank komersial merupakan institusi yang sangat
institusi individu, karena kerugian likuiditas di satu institusi dapat memengaruhi
keseluruhan sistem. Berikut prinsip-prinsip manajemen dan pengawasan risiko
likuiditas yang baik (Hennie van Greuning dan Sonja Brajovic, 2009):
1. Bank bertanggung jawab atas manajemen risiko likuiditas yang baik.
2. Bank harus mengungkapkan toleransi risiko likuiditas dengan tepat untuk
strategi bisnis dan perananya dalam system keuangan yang jelas.
3. Manajemen senior harus mengembangkan suatu strategi, kebijakan dan
praktik untuk mengelola risiko likuiditas dengan toleransi risiko dan untuk
memastikan bahwa bank tersebut mempertahankan likuiditas yang
memadai.
4. Bank harus menggabungkan biaya likuiditas, manfaat dan risiko dalam
harga produk, ukuran kinerja dan proses persetujuan produk baru untuk
semua aktivitas bisnis yang penting (di dalam dan diluar neraca), sehingga
mensejajarkan insentif pengambilan risiko dari setiap bisnis dengan
pemaparan risiko likuiditasnya untuk bank secara keseluruhan.
5. Bank harus memiliki proses identifikasi, pengukuran, pengawasan dan
pemeriksaan risiko likuiditas yang baik.
6. Bank harus mengelola pemaparan risiko likuiditas dan kebutuhan dana
secara aktif di dalam dan di seluruh badan hukum, aktivitas-aktivitas
bisnis dan mata uang, dengan mempertimbangkan batasan hukum,
peraturan dan operasional terhadap transferabilitas likuiditas.
7. Bank harus membangun strategi pendanaan yang memberikan
8. Bank harus aktif dalam mengatur posisi likuiditas dan risikonya untuk
memenuhi pembayaran dan pemenuhan kewajiban tepat waktu dalam
kondisi normal dan tertekan sehingga berkontribusi terhadap fungsi system
pembayaran dan penyelesaian yang lancar.
9. Bank harus aktif mengelola posisi jaminannya, dengan mebedakan antara
aset yang dibebankan dan yang tidak dibebankan.
10.Bank harus melakukan uji tekanan berdasarkan variasi scenario tekanan
yang bersifat institusi spesifik dan pasar luas untuk mengidentifikasi
sumber-sumber ketegangan likuiditas dan untuk memastikan bahwa risiko
yang terjadi tetap berada pada tingkat yang dapat ditolelir.
11.Bank harus memiliki rencana kemungkina pendanaan formal yang secara
jelas menentukan srategi untuk mengatasi kerugian likuiditas dalam situasi
darurat.
12.Bank harus mempertahankan pengamanan harta lancar yang tidak
dibebankan dan berkualitas tinggi untuk disimpan sebagai jaminan
terhadap keadaan likuiditas yang tidak aman, termasuk yang melibatkan
kerugian atau kerusakan sumber-sumber dana yang aman dan tidak aman.
13.Bank harus memberikan informasi kepada publik secara berkala sehingga
pelaku pasar mampu mebuat penilaian mengenai baik atau tidaknya
kerangka manajemen risiko likuiditas dan posisi likuiditas bank tersebut.
14.Para pengawas harus melakukan penilaian yang komprehensif mengenai
keseluruhan kerangka manajemen risiko likuiditas dan posisi likuiditas
cukup terhadap tekanan likuiditas yang diakibatkan oleh peranan bank
dalam system keuangan.
15.Para pengawas harus memperbaiki penilaian berkala mereka mengenai
kerangka manajemen risiko likuiditas dan posisi likuiditas suatu bank
dengan memantau kombinasi laporan internal, laporan prudensial dan
informasi pasar.
16.Para pengawas harus terlibat dalam tindakan perbaikan yang efektif dan
tepat waktu, yang dilakukan oleh bank untuk mengatasi efisiensi dalam
proses-proses manajemen risiko likuiditas atau posisi likuiditas bank
tersebut.
17.Para pengawas harus berkomunikasi dengan pengawas dan pihak
berwenang lainnya, seperti bank sentral, di dalam luar negeri, untuk
memfasilitasi kerjasama yang efektif berkaitan dengan pengawasan dan
kesalahan risiko likuiditas.
2.1.12 Kebijakan Manajemen Likuiditas
Dalam operasi harian, manajemen likuiditas di capai melalui manajemen
aset bank. Dalam istilah menengah, likuiditas juga di tangani melalui manajemen
struktur kewajiban bank. Tingkat likuiditas yang di anggap cukup bagi suatu
bank bisa saja tidak memadai bagi bank lain. Suatu posisi likuiditas bank tertentu
juga dapat bervariasi mulai dari yang memadai hingga tidak memadai berdasarkan
kebutuhan dana yang diantisipasi pada setiap waktu. Penilaian mengenai
kecukupan posisi likuiditas memerlukan analisis persyaratan dana historis bank,
pilihan-pilihan yang dimilikinya untuk mengurangi kebutuhan dana atau memperoleh
dana tambahan, beserta sumber dananya.
Jumlah harta atau aset lancar yang siap dipasarkan harus dimiliki oleh
suatu bank bergantung pada stabilitas struktur simpanannya dan potensi
pengembangan portofolio pinjaman cepat. Umumnya, jika deposit terdiri dari
rekening-rekening kecil yang stabil, maka suatu bank memerlukan likuiditas yang
relatif kecil. Posisi likuiditas yang lebih tinggi biasanya diperlukan ketika porsi
substansial portofolio pinjaman terdiri dari pinjaman besar jangka panjang, ketika
bank memiliki konsentrasi deposit yang cukup tinggi. Kebutuhan akan likuiditas
biasanya ditentukan oleh konstruksi tingkat jatuh tempo yang terdiri dari
pemasukan dan pengeluaran kas yang diharapkan selama periode waktu tertentu.
Perbedaan antara pemasukan dan pengeluaran dalam setiap periode ( yakni
kelebihan atau kekurangan dana) memberikan titik awal untuk mengukur
keuntungan atau kerugian likuiditas suatu bank setiap waktu (Hennie van
Greuning dan Sonja Brajovic, 2009).
Kerangka manajemen risiko likuiditas memiliki tiga aspek, yaitu:
1. pengukuran dan pengelolaan persyaratan dana bersih
2. akses pasar
3. dan rencana tak terduga.
Meramalkan peristiwa yang mungkin terjadi di masa mendatang
merupakan bagian yang terpenting dari perencanaan likuiditas dan manajemen
risiko. Analisis persyaratan dana bersih melibatkan konstruksi jenjang dan
tertentu. Bank harus mengestimasikan arus kas yang mereka harapkan secara
berkala bukan hanya berfokus pada periode kontraktual selama kas masuk atau
keluar.
Suatu evaluasi apakah suatu bank cukup lancar atau tidak bergantung pada
perilaku arus kas dalam kondisi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, manajemen
risiko likuiditas melibatkan beragam skenario. Skenario going concern ditetapkan
sebagai tolok ukur untuk neraca yang berkaitan dengan arus kas selama aliran
bisnis normal. Skenario ini biasanya diterapkan pada manajemen penggunaan
deposit oleh bank. Skenario kedua berkaitan dengan likuiditas bank dalam situasi
krisis ketika bagian signifikan dari kewajibannya tidak dapat diperbaharui
kembali atau diganti yang mengaplikasikan kontraksi neraca bank. Skenario ini
berkaitan dengan banyaknya peraturan likuiditas yang ada atau ukuran likuiditas
pengawas.
Skenario ketiga merujuk pada krisis pasar umum, dimana likuiditas
berpengaruh pada seluruh system perbankan, atau setidaknya dalam bagian
perbankan yang signifikan. Manajemen likuiditas dalam skenario ini dipredikasi
pada kualitas kredit, dengan perbedaan signifikan dalam akses dana antar bank.
Dari sudut pandang manajemen likuiditas, asumsi implisit yang mungkin muncul
adalah bank sentral akan memastikan akses terhadap dana tersebut dalam
beberapa bentuk. Malahan, bank sentral telah menanamkan suatu kepentingan
dalam mempelajari skenario ini karena kebutuhan akan hal tersebut menciptakan
dalam menyebarkan beban masalah likuiditas pada bank-bank besar (Hennie van
Greuning dan Sonja Brajovic, 2009).
2.1.13 Profitabilitas
Profit merupakan salah satu tujuan fundamental bisnis perbankan untuk
memperoleh keuntungan optimal dengan jalan memberikan layanan jasa keuangan
kepada masyarakat. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh
laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.
Dengan demikian, investor jangka panjang akan berkepentingan dengan analisis
profitabilitas, misalnya pemegang saham akan melihat keuntungan yang
benar-benar diterima dalam bentuk deviden. Profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dan dapat diukur dalam ratio. Rasio
profitabilitas merupakan salah satu bagian dari analisa laporan keuangan. Rasio
profitabilitas adalah ratio yang digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen
perusahaan secara keseluruhan, yang ditunjukkan dengan besarnya laba yang
diperoleh dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Profitabilitas menunjukkan
bagaimana kemampuan perusahaan tersebut dengan seluruh sumber daya yang
dimiliki seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, dan sebagainya
untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Ratio profitabilitas dianggap
sebagai alat yang valid dalam mengukur hasil pelaksanaan operasi perusahaan,
karena ratio profitabilitas merupakan alat pembanding pada berbagai alternatif
investasi yang sesuai dengan tingkat risiko. Efisiensi baru dapat diketahui jika
profit dibandingkan dengan kekayaan atau modal yang digunakan untuk
memperhatikan bagaimana usaha untuk memperbesar profit tetapi yang lebih
penting adalah mencari usaha untuk meningkatkan profitabilitasnya (Sartono,
2001).
Ada dua ratio yang biasa digunakan dalam mengukur besarnya
profitabilitas yaitu sebagai berikut:
Return On Assets (ROA)
Digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba
dari total aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada satu periode tertentu.
Ratio ini dapat dihitung dengan cara:
ROA = ���������
�����������x 100%
Return On Equity (ROE)
Profitabilitas merupakan dasar dari adanya keterkaitan antara efisiensi
operasasional dengan kualitas jasa yang dihasilkan oleh suatu bank. Profitabilitas
adalah ukuran spesifik dari performance sebuah bank, dimana ia merupakan
tujuan dari manajemen perusahaan dengan memaksimalkan nilai dari para
pemegang saham, optimalisasi dari berbagai tingkat return, dan meminimalisasi
risiko yang ada. Tujuan analisis profitabilitas sebuah bank adalah untuk
mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh suatu bank.
ROE menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola modal
yang tersedia untuk mendapatkan net income. Semakin tinggi return semakin
baik, berarti deviden yang dibagikan atau ditanamkan kembali sebagai retained
ROE = ���������
�����������x 100%
2.1.14 Hubungan antara Likuiditas dengan Profitabilitas
Likuiditas dan profitabilitas merupakan dua faktor yang jika dihubungkan
akan saling mempengaruhi. Beberapa pendapat mengenai hubungan antara
likuiditas dengan profitabilitas yaitu: Edward W. Reed dan Edward K. Gill (1995:
173) menyatakan bahwa profit bank yang dihasilkan tergantung pada kesehatan
ekonomi komunitas yang dilayaninya, selain itu juga dengan hasil yang diperoleh
dari aset merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan profit.
Veitzhal (2007: 719) menyatakan bahwa jika bank mampu menjaga likuiditas
maka kepercayaan masyarakat tetap terjaga sehingga nasabah tetap
mempercayakan transaksi keuangan melalui bank dan bank dapat
mempertahankan tingkat keuntungan yang optimal. Taswan (2006: 95)
menyatakan bahwa persoalan manajemen adalah persoalan dilematis, kalau bank
menghendaki untuk memelihara likuiditas yang tinggi maka profit akan turun,
begitu juga sebaliknya jika bank menginginkan memelihara likuiditas yang rendah
2.2 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Variabel Teknik Analisis Data nilai dari risiko pasar. Tapi dengan bertindak
sebagai risk-bearing
Molyneux aset yang lebih likuid atau lebih baik yang cocok dengan profil arus kas dari aktiva dan
kewajiban akan
mengurangi risiko
likuiditas, tetapi juga profitabilitas bank.
Hasil penelitian menunjukkan
hubungan negatif yang signifikan antara likuiditas dan profitabilitas.
2.3 Kerangka Konseptual
Profitabilitas adalah hal yang menggambarkan kemampuan setiap
perusahaan untuk menghasilkan laba. Performa manajerial dari suatu perusahaan
dapat dikatakan baik apabila tingkat profitabilitas perusahaan yang dikelolanya
tinggi atau maksimal, dimana profitabilitas umumnya diukur dengan
membandingkan laba yang diperoleh perusahaan dengan sejumlah perkiraan yang
menjadi tolok ukur keberhasilan perusahaan seperti jumlah aktiva perusahaan,
penjualan dan investasi. Jika kondisi perusahaan dikategorikan menguntungkan
maka banyak investor yang akan menanamkan dananya untuk membeli saham
perusahaan yang bersangkutan (Rivai, Andria dan Ferry N. Idroes, 2007).
Untuk meningkatkan profit perbankan, adalah hal yang sangat sulit
melihat sangat banyaknya risiko-risiko yang dihadapi. Risiko adalah
kerugian. Risiko tidak cukup di hindari, tapi harus di hadapi dengan cara-cara
yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Risiko dapat
datang setiap saat, sehingga untuk itu, agar risiko tidak menghalangi kegiatan
perusahaan, harus dikelola secara baik dan benar (Kasidi, 2010).
Pada dasarnya suatu perusahaan perbankan tidak akan terlepas dari yang
namanya risiko. Ketika sebuah bank menjalankan usahanya seperti melakukan
pinjaman, baik itu pinjaman jangka pendek (short term borrowing) ataupun
pinjaman jangka panjang (long term borrowing), dilain sisi perusahaan juga harus
melakukan pembiayaan baik pembiayaan jangka pendek (short term lending)
ataupun pembiayaan jangka panjang (long term lending), dan kedua hal tersebut
harus selalu diseimbangkan dengan baik, agar operasional perusahaan berjalan
dengan lancar .
Adapun risiko yang dihadapi misalnya pinjaman jangka pendek (short
term borrowing) yang segera harus dilunasi tentunya dengan menggunakan aset
lancar, dimana saat yang bersamaan, perusahaan harus melakukan pembiayaan
terkusus pembiayaan jangka pendek (short term lending) yang juga dari aset
yang sama. Kemana aset tersebut paling banyak digunakan sehingga tidak
menimbulkan banyak risiko, oleh karena itu pihak manajemen harus dengan jeli
memikirkan, berapa besar pinjaman dan berapa besar pembiayaan yang nantinya
akan berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perusahaan.
Identifikasi terhadap upaya-upaya manajemen bank didalam melakukan
pengawasan terhadap timbulnya risiko-risiko perbankan terkusus risiko likuiditas,
melalui analisis terhadap: Likuiditas Total Aset (LTA), Likuiditas Aset Deposit
(LAD), Dan Financial Deposit Ratio (FDR).
Ketiga variabel bebas, Likuiditas Total Aset (LTA), Likuiditas Aset
Deposit (LAD) dan Financial Deposit Ratio (FDR) masing – masing akan
menunjukkan bagaimana pengaruh risiko likuiditas terhadap Return On Asset
(ROA) perbankan, dan selanjutnya untuk melihat pengaruh risiko likuiditas
terhadap ROA perbankan dengan menggunakan metode distribusi lag (model
kelambanan), yaitu apakah ada pengaruh dari kelambanan tersebut terhadap profit
perbankan. Dan juga digunakan variabel musiman untuk melihat apakah terdapat
pengaruh musiman terhadap ROA bank Mandiri, dan dimusim yang mana
variabel bebas lebih signifikan pengaruhnya terhadap variabel terikat melalui
analisis dummy.
Adapun gambaran keterkaitan antara variabel terikat dengan variabel bebas
dalam penelitian ini digambarkan dalam bagan berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
LTA
LAD
FDR