• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Pengungkapan Diri dengan Kesepian pada Individu yang Menikah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan antara Pengungkapan Diri dengan Kesepian pada Individu yang Menikah"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENGUNGKAPAN DIRI TERHADAP PASANGAN DENGAN KESEPIAN PADA INDIVIDU YANG MENIKAH

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

Sondang R. P. Hutajulu 031301007

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Mei 2008

Sondang R. P. Hutajulu : 031301007

Hubungan antara Pengungkapan Diri dengan Kesepian pada Individu yang Menikah

xii+90 halaman

Bibliografi (1986-2007)

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengungkapan diri terhadap pasangan dengan kesepian pada individu yang menikah. Pengungkapan diri adalah individu memberitahukan pikiran, perasaan, dan informasi dirinya kepada pasangan sebagai reaksi individu terhadap situasi yang dihadapinya. Sedangkan, kesepian adalah perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya kesenjangan antara hubungan yang diharapkan dengan hubungan yang dimiliki bersama pasangan.

Subjek penelitian berjumlah 100 orang individu yang menikah. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan analisa korelasi Pearson Product Moment. Alat ukur yang digunakan adalah skala pengungkapan diri yang disusun peneliti berdasarkan dimensi pengungkapan diri yang dikemukakan Devito (1986) dan skala kesepian yang disusun peneliti berdasarkan perasaan kesepian yang dikemukakan Rubenstein, Shaver, dan Peplau (dalam Brehm et al, 2002).

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengungkapan diri terhadap pasangan dengan kesepian pada individu yang menikah dengan nilai korelasi (rxy) sebesar -0,772 dan p = 0,000 yang artinya semakin baik pengungkapan diri yang dilakukan individu menikah terhadap pasangan maka semakin rendah tingkat kesepian yang dirasakan individu menikah. Sebaliknya, semakin buruk pengungkapan diri yang dilakukan individu menikah terhadap pasangan maka semakin tinggi tingkat kesepian yang dirasakan individu menikah. Kontribusi pengungkapan diri terhadap kesepian pada individu yang menikah adalah sebesar 60%. Hal ini dapat dilihat dari nilai R-Square yang diperoleh dari hubungan pengungkapan diri terhadap kesepian sebesar 0,60.

Hasil tambahan penelitian menunjukkan perasaan kesepian yang paling tinggi dirasakan sampai yang paling rendah adalah self-deprecation, desperation,

impatient-boredom, dan depression. Dimensi pengungkapan diri yang paling tinggi sampai yang paling rendah adalah amount, valence, intention, accuracy/honesty, dan intimacy. Hasil tambahan juga menunjukkan ada perbedaan yang signifikan kesepian ditinjau dari dari tingkat pendidikan namun tidak ada perbedaan yang signifikan kesepian ditinjau dari jenis kelamin; usia; status pekerjaan; dan tingkat penghasilan. Selain itu, ada perbedaan yang signifikan pengungkapan diri ditinjau dari usia dan tingkat pendidikan, namun tidak ada perbedaan yang signifikan pengungkapan diri ditinjau dari jenis kelamin, status pekerjaan, dan tingkat penghasilan.

(3)

KATA PENGANTAR

How great is our God! Terima kasih Allah untuk kasih dan kesetiaan yang selalu saya terima dalam hidup ini. Saya bersyukur atas satu lagi kesempatan yang Tuhan berikan dalam hidup saya yaitu dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Hubungan antara Pengungkapan Diri terhadap Pasangan dengan Kesepian pada Individu yang Menikah.”

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.A (K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara beserta Pembantu Dekan I, II, dan III.

3. Ibu Rodiatul Hasanah Siregar, M. Si selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas semua waktu, bimbingan, saran, dan dukungan yang diberikan selama peneliti mengerjakan skripsi.

4. Ibu Lili Garliah, M. Si selaku dosen pembimbing akademik.

5. Ibu Josetta M. R. T, M. Si dan Ibu Arliza J. Lubis, M. Si selakuk dosen penguji seminar. Terima kasih atas bimbingan dan sarannya.

6. Dosen-dosen Fakultas Psikologi USU atas semua pelajaran yang telah diberikan selama saya mengikuti perkuliahan dan karyawan administrasi

(4)

8. Adik yang saya sayangi dan banggakan yaitu Samuel. Terima kasih untuk semua dukungan, semangat, kritik, dan omelan yang membuat saya terpacu untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman fide gracia yaitu Kak Shanti, Bang Ando, Bang Dapot, Samuel Hutajulu, Samuel Sinambela, Kak Widdy, dan Wita. Suatu pengalaman yang sangat menyenangkan bisa mengenal dan menjalani hari-hari bersama kalian. Terima kasih untuk pengalaman berharga yang dibagikan.

10. Teman-teman Eklesia Fellowship yaitu Kak Devi, Naomi, Corry, Lestari, dan Melda. Terima kasih untuk dukungan emosional yang diberikan dan juga kesediaan untuk menjadi tempat curhat yang membuat saya lega.

11. Teman-teman secret_8mire yaitu Astry, Lawina, Rospita, Herna, Corry, Meilosa, dan Fitri. Saya berharap persahabatan ini bisa tetap ada. Terima kasih untuk semangat dan desakan yang diberikan sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi yaitu Rospita, Corry, Naomi, Devi, Jayanti, Nina, Linda, Kak Geryn, Mimi, Nike, dan Kak Titin. Tetap semangat ya!

Penyelesaian skripsi ini masih jauh dari sempurna. Peneliti moon maaf atas semua kekurangan dan kesalahan dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2008

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.A.Latar Belakang Masalah ... 1

I.B.Tujuan Penelitian ... 9

I.C. Manfaat Penelitian ... 9

I.D. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

II.A. Kesepian ... 13

II.A.1. Pengertian Kesepian ... 12

II.A.2. Tipe-Tipe Kesepian ... 13

II.A.3. Faktor-Faktor Penyebab Kesepian ... 15

II.A.4. Perasaan Kesepian ... 19

II.A.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesepian ... 20

II.A.6. Reaksi terhadap Perasaan Kesepian ... 22

II.A.7. Karakteristik Orang yang Kesepian... 23

II.B. Pengungkapan Diri ... 24

II.B.1. Pengertian Pengungkapan Diri ... 24

II.B.2. Dimensi-Dimensi Pengungkapan Diri ... 27

(6)

II.B.5. Prinsip-Prinsip Pengungkapan Diri ... 32

II.B.6. Manfaat Pengungkapan Diri ... 34

II.B.7. Bahaya Pengungkapan Diri ... 36

II.C. Hubungan antara Pengungkapan Diri terhadap Pasangan dengan Kesepian pada Individu yang Menikah ... 37

II.D. Kerangka Berpikir Penelitian ... 40

II.E. Hipotesa Penelitian ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

III.A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 41

III.B. Definisi Operasional Variabel ... 41

III.B.1. Kesepian ... 41

III.B.2. Pengungkapan Diri ... 42

III.C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 45

III.C.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 45

III.C.2. Teknik Pengambilan Sampel ... 46

III.D. Metode Pengumpulan Data ... 47

III.D.1. Skala Kesepian ... 47

III.D.2. Skala Pengungkapan Diri ... 49

III.E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 50

III.E.1. Validitas Alat Ukur ... 50

III.E.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 51

III.E.3. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 52

III.E.3.a. Hasil Uji Coba Skala Kesepian ... 52

(7)

III.F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 56

III.F.1. Tahap Persiapan Penelitian ... 56

III.F.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 57

III.F.3. Pengolahan Hasil Penelitian ... 57

III.G. Metode Analisis Data ... 58

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ... 60

IV.A. Gambaran Subjek Penelitian ... 60

IV.A.1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

IV.A.2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 61

IV.A.3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 62

IV.A.4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan ... 62

IV.A.5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Penghasilan ... 63

IV.B. Hasil Uji Asumsi ... 64

IV.B.1. Uji Normalitas ... 64

IV.B.2. Uji Linieritas ... 65

IV.C. Hasil Utama Penelitian ... 65

IV.D. Kategorisasi Data Penelitian ... 67

IV.D.1. Kategorisasi Skor Kesepian ... 67

IV.D.2. Kategorisasi Skor Pengungkapan Diri ... 69

(8)

IV.E.1. Gambaran Perasaan-Perasaan Kesepian ... 71

IV.E.2. Gambaran Dimensi-Dimensi Pengungkapan Diri ... 72

IV.E.3. Kesepian Ditinjau dari Jenis Kelamin ... 72

IV.E.4. Kesepian Ditinjau dari Usia ... 73

IV.E.5. Kesepian Ditinjau dari Tingkat Pendidikan ... 74

IV.E.6. Kesepian Ditinjau dari Status Pekerjaan ... 75

IV.E.7. Kesepian Ditinjau dari Tingkat Penghasilan ... 75

IV.E.8. Pengungkapan Diri Ditinjau dari Jenis Kelamin ... 76

IV.E.9. Pengungkapan Diri Ditinjau dari Usia ... 77

IV.E.10. Pengungkapan Diri Ditinjau dari Tingkat Pendidikan ... 78

IV.E.11. Pengungkapan Diri Ditinjau dari Status Pekerjaan .. 79

IV.E.12. Pengungkapan Diri Ditinjau dari Tingkat Penghasilan ... 79

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ... 80

V.A. Kesimpulan ... 81

V.B. Diskusi ... 83

V.C. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(9)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Mei 2008

Sondang R. P. Hutajulu : 031301007

Hubungan antara Pengungkapan Diri dengan Kesepian pada Individu yang Menikah

xii+90 halaman

Bibliografi (1986-2007)

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengungkapan diri terhadap pasangan dengan kesepian pada individu yang menikah. Pengungkapan diri adalah individu memberitahukan pikiran, perasaan, dan informasi dirinya kepada pasangan sebagai reaksi individu terhadap situasi yang dihadapinya. Sedangkan, kesepian adalah perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya kesenjangan antara hubungan yang diharapkan dengan hubungan yang dimiliki bersama pasangan.

Subjek penelitian berjumlah 100 orang individu yang menikah. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan analisa korelasi Pearson Product Moment. Alat ukur yang digunakan adalah skala pengungkapan diri yang disusun peneliti berdasarkan dimensi pengungkapan diri yang dikemukakan Devito (1986) dan skala kesepian yang disusun peneliti berdasarkan perasaan kesepian yang dikemukakan Rubenstein, Shaver, dan Peplau (dalam Brehm et al, 2002).

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengungkapan diri terhadap pasangan dengan kesepian pada individu yang menikah dengan nilai korelasi (rxy) sebesar -0,772 dan p = 0,000 yang artinya semakin baik pengungkapan diri yang dilakukan individu menikah terhadap pasangan maka semakin rendah tingkat kesepian yang dirasakan individu menikah. Sebaliknya, semakin buruk pengungkapan diri yang dilakukan individu menikah terhadap pasangan maka semakin tinggi tingkat kesepian yang dirasakan individu menikah. Kontribusi pengungkapan diri terhadap kesepian pada individu yang menikah adalah sebesar 60%. Hal ini dapat dilihat dari nilai R-Square yang diperoleh dari hubungan pengungkapan diri terhadap kesepian sebesar 0,60.

Hasil tambahan penelitian menunjukkan perasaan kesepian yang paling tinggi dirasakan sampai yang paling rendah adalah self-deprecation, desperation,

impatient-boredom, dan depression. Dimensi pengungkapan diri yang paling tinggi sampai yang paling rendah adalah amount, valence, intention, accuracy/honesty, dan intimacy. Hasil tambahan juga menunjukkan ada perbedaan yang signifikan kesepian ditinjau dari dari tingkat pendidikan namun tidak ada perbedaan yang signifikan kesepian ditinjau dari jenis kelamin; usia; status pekerjaan; dan tingkat penghasilan. Selain itu, ada perbedaan yang signifikan pengungkapan diri ditinjau dari usia dan tingkat pendidikan, namun tidak ada perbedaan yang signifikan pengungkapan diri ditinjau dari jenis kelamin, status pekerjaan, dan tingkat penghasilan.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

I. A. Latar Belakang Masalah

”Saya sudah menikah selama dua tahun. Sebelumnya kami berpacaran selama 10 tahun. Sewaktu pacaran hubungan kami sangat romantis. Satu hal, suami saya orangnya gampang sekali tersinggung. Waktu pacaran juga begitu tapi karena mungkin tidak bertemu setiap hari jadi tidak terlalu jadi masalah. Saya lebih memilih untuk menghindar karena saya malas bicara kalau dia sedang tersinggung. Kami sudah dikarunia satu orang anak. Semenjak anak kami lahir, hubungan kami tidak romantis lagi, dia hanya seperti seorang teman bagi saya. Saya tidak lagi nyaman berada didekatnya karena sifat pemarahnya. Saya stress harus menjalani pernikahan yang hambar ini.” (www.wismacinta.com).

Pernikahan adalah komitmen bersama antara dua individu yang dibuat untuk diakui oleh masyarakat atau individu lain sebagai suatu kesatuan yang stabil, pasangan suami isteri, dan keluarga (Corsini, 2002). Pada sebuah pernikahan terdapat janji nikah yaitu suatu pernyataan dihadapan umum sebagai persetujuan legal dan komitmen dua individu untuk membentuk hubungan suami isteri (Laswell & Laswell, 1987).

(11)

mewujudkan pernikahan sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan (Gunarsa, 2002).

Pasangan suami isteri akan menghadapi berbagai masalah dalam memelihara hubungan. Walaupun pasangan suami isteri sudah saling mengenal sebelumnya, namun perbedaan-perbedaan dapat menjadi sumber kekesalan; pertengkaran; dan menimbulkan masalah. Secara umum ada tiga jenis masalah yang dapat muncul, yaitu: masalah pribadi suami isteri yang meliputi masa lampau dan masa depan yang akan dijalani misalnya hobi individu sebelum menikah dilanjutkan tanpa mengikutsertakan pasangan atau tanpa meminta persetujuan pasangan, masalah pribadi suami isteri yang saling memasuki lingkungan keluarga baru misalnya sikap kakek yang terlalu memanjakan cucu, dan masalah yang berhubungan dengan keluarga yang dibentuk meliputi perkembangan dan pendidikan anak misalnya pengeluaran anak yang semakin besar (Gunarsa, 2003).

(12)

perlu mengungkapkan diri untuk mencari titik temu sehingga permasalahan dapat diselesaikan (Sadarjoen, 2005).

Pengungkapan diri berarti individu memberitahu pasangan tentang pikiran dan perasaannya untuk menciptakan keterbukaan dalam hubungan pernikahan (Hendrick & Hendrick, 1992). Pengungkapan diri individu hendaknya melibatkan kehadiran pasangan untuk mengetahui pikiran dan perasaan individu sehingga dapat membentuk pemahaman terhadap diri individu (Sadarjoen, 2005). Kehadiran disini bukan kedekatan secara fisik melainkan pertalian batin antara dua individu dimana masing-masing individu mampu berpartisipasi dalam hidup pasangan melalui keterbukaan (Mathias, 1994).

Pengungkapan diri membuat individu dapat mengetahui sikap dan pendapat pasangan. Individu yang memiliki pengetahuan terhadap sikap dan pendapat pasangan akan mampu membicarakan suatu ketidaksetujuan secara langsung dan mampu memberikan perhatian terhadap perasaan pasangan. Meskipun tidak berhasil menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi, pasangan suami isteri tetap berusaha untuk menyelesaikan kemarahan dan kembali membentuk keakraban dalam hubungan tersebut. Sedangkan, individu yang kurang memiliki pengetahuan terhadap sikap dan pendapat pasangan cenderung untuk menghentikan diskusi bila dalam diskusi terdapat suatu ketidaksetujuan dan cenderung memiliki sedikit perhatian terhadap perasaan pasangan selama diskusi berlangsung (Saks & Krupat, 1988).

(13)

untuk memperkirakan bagaimana pasangan akan berperilaku, nilai-nilai apa yang diyakini, atau apa yang mungkin dirasakan pasangan dalam situasi tertentu. Individu juga membutuhkan pasangan untuk dapat melengkapi kebutuhannya dan individu perlu mengungkapkan diri agar pasangan dapat mengetahui kebutuhan atau keinginan individu. Dengan demikian, pasangan suami isteri dapat saling memenuhi kebutuhan atau keinginan melalui pengungkapan diri (Mclean, 2005).

Semakin banyak informasi yang didapat individu melalui pengungkapan diri membuat pemahaman individu terhadap pasangan menjadi semakin jelas (Supratiknya, 1995). Semakin baik suatu hubungan maka individu semakin terbuka untuk mengungkapkan dirinya sehingga semakin benar persepsi individu tentang pasangan dan tentang dirinya. Individu tidak akan dapat memahami pasangan dengan benar jika pasangan tidak mau mengungkapkan bagaimana perasaan dan pikirannya. Persepsi individu tentang pasangan akan terganggu bila pasangan tidak mengungkapkan diri (Jalaludin, 2003).

Proses timbal balik menjadi hal yang penting dalam pengungkapan diri. Pada umumnya, individu akan lebih menyukai pasangan yang mampu mengungkapkan diri dan mau menerima pengungkapan diri individu (Sears, Freedman, Peplau, 1999). Dindia menyatakan bahwa pengungkapan diri pasangan dapat menimbulkan rasa suka terhadap individu, rasa suka membuat individu ingin mengungkapkan diri kepada pasangan dan akhirnya terjadi proses timbal balik pengungkapan diri (dalam Tubbs, 2003).

(14)

mengulangi perilaku pengungkapan diri. Dalam keadaan seperti ini, pengungkapan diri membuat individu dan pasangan dapat semakin saling mengenal serta memiliki kesempatan untuk membentuk keakraban. Pengungkapan diri menjadi komponen untuk membentuk keakraban yang diharapkan (Taylor, Sears, Peplau, 2000).

Penting untuk menunjukkan perhatian baik secara verbal maupun nonverbal ketika pasangan mengungkapkan diri. Perhatian ini bukan berarti individu menyetujui semua isi dari pengungkapan diri pasangan, namun untuk menunjukkan dukungan terhadap perilaku pengungkapan diri yang dilakukan dan juga menunjukkan penerimaan terhadap diri pasangan secara keseluruhan. Individu yang merasa tidak mendapat dukungan saat melakukan pengungkapan diri akan cenderung membatasi perilaku pengungkapan dirinya (Devito, 1986). Kondisi ini juga dapat membuat pola pengungkapan diri semakin memburuk yang ditandai dengan adanya penurunan dalam keluasan dan kedalaman pengungkapan diri (Baxter dalam Weiten & Lloyd, 2006). Penelitian yang dilakukan Komarovsky membuktikan bahwa pasangan kurang menginginkan pengungkapan diri individu yang lebih banyak mengungkapkan hal-hal negatif tentang pasangan (Hendrick & Hendrick, 1992). Jika tidak ada simpati pada pengungkapan diri yang dilakukan maka perilaku pengungkapan diri akan semakin berkurang (Feldman, 1995).

(15)

pasangan. Individu berkata: ”saya tidak mempercayai kemampuan pasangan untuk menanggapi pernyataan saya yang jujur dan saya kuatir pasangan akan memberi reaksi negatif.” Sikap tersebut merupakan cara yang dipakai individu untuk menghindari masalah. Namun, bila dibiarkan terus menerus sikap ini sebenarnya akan membuat masalah menjadi semakin rumit. Misalnya, kekecewaan yang dibiarkan menumpuk sewaktu-waktu dapat meledak dalam bentuk kemarahan besar. Menghindari pengungkapan diri membuat individu dan pasangan tidak dapat benar-benar saling mengenal dan tidak dapat mengalami indahnya keakraban yang berasal dari pengungkapan diri yang terbuka, jujur, dan membangun. Individu harus memiliki keberanian untuk berterus terang kepada pasangan, mengungkapkan semua masalah; keprihatinan; serta kecemasan bila individu ingin memiliki hubungan yang akrab bersama pasangan (Wahlroos, 2002).

(16)

Jourard menyatakan adalah hal yang memuaskan ketika individu dan pasangan dapat saling mengungkapkan diri. Kemampuan individu untuk mengungkapkan diri akan dapat membentuk keakraban yang diharapkan sedangkan ketidakmampuan individu untuk membentuk keakraban yang diharapkan bersama pasangan melalui pengungkapan diri akan membuat individu merasa kesepian (Myers, 1999).

Penelitian yang dilakukan Ross pada individu yang menikah menemukan bahwa kesepian memiliki hubungan negatif dengan keakraban (dalam Demir & Fisiloglu, 1999). Bila individu memiliki hubungan yang akrab dengan pasangan maka individu tidak akan merasa kesepian. Dalam hubungan pernikahan, keakraban bersama pasangan merupakan kebutuhan utama. Kebutuhan akan keakraban yang tidak terpenuhi dalam pernikahan serta kurangnya kesempatan individu untuk menyalurkan kebutuhan akan keakraban dapat menghasilkan perasaan kesepian (Strong & DeVault, 1995).

(17)

kesejahteraan anak-anak daripada dirinya. Dengan demikian, individu lebih mengutamakan keterikatan dalam status pernikahan meskipun mengalami kekurangan atau tidak merasakan kepuasan dalam hubungan pernikahan (Sears, Freedman, Peplau,1999). Individu menikah yang kesepian tersebut kurang memiliki kontak dengan pasangan (Strong & DeVault, 1995).

Kesepian yang dirasakan terhadap pasangan membuat individu kurang memiliki pertemuan kontak psikis dengan pasangan sehingga tidak akan dapat membentuk keserasian psikis. Bila keadaan ini terus menerus dibiarkan akan membuat perbedaan perkembangan kehidupan psikis mengalami jarak yang semakin membesar sehingga individu dan pasangan tidak dapat saling memenuhi kebutuhan psikis melalui hubungan pernikahan. Kerenggangan kontak psikis membuat individu dan pasangan memilih jalan hidupnya masing-masing walaupun tinggal bersama (Gunarsa, 2003). Dengan demikian, kebutuhan emosional individu akan kehadiran pasangan tidak dapat terpenuhi. Barbour (dalam Demir & Fisiloglu, 1999) berpendapat bahwa kesepian dalam kehidupan pernikahan ditandai dengan ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan sosial dan emosional pasangannya.

(18)

dirinya sebagai seseorang yang telah mengalami kegagalan dalam pernikahan dan dapat menimbulkan kemerosotan harga diri (Sears, Freedman, Peplau, 2002).

Dari uraian diatas, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan negatif antara pengungkapan diri terhadap pasangan dengan kesepian pada individu yang menikah.

I. B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan negatif antara pengungkapan diri terhadap pasangan dengan kesepianpada individu yang menikah.

I. C. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi khususnya pada bidang psikologi klinis, psikologi sosial, psikologi komunikasi, dan psikologi keluarga. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya berkaitan dengan topik kesepian dan pengungkapan diri pada individu yang menikah.

2. Manfaat Praktis

(19)

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para psikolog keluarga dalam menanggapi masalah kesepian yang dapat berkembang dalam kehidupan pernikahan

c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada individu yang belum menikah sehingga individu dapat mengetahui dan mengantisipasi masalah yang mungkin muncul ketika individu menjalani kehidupan pernikahan

I. D. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini berisi tinjauan teoritis yang sesuai dengan variabel-variabel dalam penelitian yaitu kesepian dan pengungkapan diri, hubungan antar variabel, kerangka berpikir, dan hipotesa penelitian.

BAB III : Metodologi Penelitian

(20)

BAB IV : Analisa dan Interpretasi Data

Bab ini berisi pengolahan data penelitian meliputi gambaran umum subjek penelitian, hasil utama penelitian, dan hasil tambahan penelitian.

BAB V : Kesimpulan, Saran, dan Diskusi

(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

II. A. Kesepian

II. A. 1. Pengertian Kesepian

Perlman & Peplau (dalam Brehm et al, 2002) mendefinisikan kesepian sebagai perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya kesenjangan antara hubungan sosial yang diharapkan dengan hubungan sosial yang dimiliki. Setiap individu memiliki kebutuhan hubungan sosial yang berbeda-beda dan ketika individu merasa tidak puas dengan kuantitas atau kualitas hubungan sosial yang dimiliki, individu akan merasa kesepian (Weiten & Lloyd, 2006).

Bruno (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mendefenisikan kesepian sebagai suatu keadaan mental dan emosional yang dicirikan oleh adanya perasaan-perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain. Kegagalan individu dalam memperoleh hubungan yang bermakna dapat membuat individu merasa kesepian walau individu sedang berada dalam keramaian orang (Brehm et al, 2002).

(22)

2000) terhadap individu yang telah menikah menyimpulkan bahwa pasangan merupakan orang yang memiliki keakraban paling tinggi dengan individu.

Feldman (1995) mendefinisikan kesepian sebagai ketidakmampuan individu untuk tetap mempertahankan keakraban hubungan seperti yang diharapkan. Kesepian muncul ketika keakraban hubungan yang dimiliki saat ini tidak dapat memenuhi keakraban hubungan yang diharapkan.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kesepian merupakan perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya kesenjangan antara hubungan yang diharapkan dengan hubungan yang dimiliki bersama pasangan.

II. A. 2. Tipe-Tipe Kesepian

Weiss (dalam Brehm et al, 2002) menyatakan ada dua tipe kesepian, yaitu: 1. Isolasi sosial

Individu menginginkan suatu hubungan sosial, tetapi tidak memiliki jaringan teman atau kerabat. Individu tidak puas dan merasa kesepian karena kurangnya jaringan teman atau kenalan.

2. Isolasi emosional

Individu menginginkan hubungan yang akrab dengan seseorang, namun tidak dapat memilikinya sehingga individu tidak puas dan merasa kesepian.

(23)

(isolasi sosial). Kesepian yang mereka rasakan tidak dapat diringankan dengan hubungan akrab yang mereka miliki. Begitu pula sebaliknya, individu yang memiliki jaringan sosial luas dan sangat aktif dalam kehidupan sosialnya dapat juga mengalami kesepian ketika individu tidak dapat memiliki hubungan akrab dengan seseorang seperti yang diinginkannya. Russell; Peplau; dan Cutrona (dalam Brehm et al, 2002) menjelaskan walaupun dua tipe kesepian ini muncul secara bersamaan, individu akan memiliki dua pengalaman yang berbeda terhadap isolasi sosial dan isolasi emosional yang dirasakan sehingga isolasi sosial yang dirasakan individu kurang dapat diringankan dengan adanya hubungan akrab dengan seseorang, begitu juga sebaliknya.

Young (dalam Weiten & Lloyd, 2006) membagi kesepian menurut durasi waktu individu merasakan kesepian yang terdiri atas tiga bagian, yaitu:

1. Kesepian sementara (transient loneliness): perasaan kesepian yang datang sesekali saja.

2. Kesepian transisi (transitional loneliness): individu sudah memiliki hubungan seperti yang diharapkan, namun dapat merasa kesepian ketika terjadi suatu gangguan dalam hubungan tersebut. Gangguan ini bisa disebabkan oleh kematian pasangan, perceraian, perpindahan tempat tinggal, dan lain sebagainya. Perasaan kesepian dapat muncul saat individu menghadapi perubahan tersebut.

(24)

II. A. 3. Faktor-Faktor Penyebab Kesepian

Brehm et al (2002) menjelaskan beberapa penyebab kesepian sebagai berikut:

1. Ketidakadekuatan hubungan yang dimiliki

Ada beberapa alasan mengapa individu merasa tidak puas terhadap hubungan yang dimiliki. Rubenstein & Shaver (dalam Brehm et al, 2002) membagi alasan individu merasa kesepian dalam lima kategori, yaitu:

a. Tidak memiliki keterikatan (being unattached): tidak memiliki pasangan, tidak memiliki pasangan secara seksual, perceraian dengan pasangan, perpisahan dengan orang yang dicintai

b. Asing (alienation): merasa berbeda, merasa tidak dimengerti, merasa tidak dibutuhkan, tidak memiliki sahabat

c. Sendiri (being alone): pulang ke rumah tanpa ada yang menyambut, hidup sendiri

d. Terisolasi (forced isolation): terkurung dirumah, dirawat di rumah sakit, tidak dapat pergi kemana-mana

e. Berpisah dari lingkungan sosial yang lama (dislocation): pergi merantau, memulai pekerjaan atau sekolah baru, pindah rumah, sering melakukan perjalanan

(25)

2. Perubahan terhadap apa yang diinginkan individu dari suatu hubungan

Kesepian dapat berkembang karena adanya perubahan terhadap apa yang diinginkan dari suatu hubungan. Hubungan dapat terus berlanjut tetapi tidak memuaskan karena individu telah merubah keinginannya terhadap hubungan tersebut dan individu tidak mampu mewujudkannya. Peplau (dalam Brehm et al, 2002) menyatakan bahwa perubahan tersebut muncul dari beberapa sumber, yaitu:

a. Perubahan suasana hati

Harapan individu terhadap suatu hubungan dapat berubah ketika suasana hati berubah. Harapan individu terhadap hubungan yang dimilikinya akan berbeda pada saat merasa senang dan merasa sedih.

b. Usia

Proses perkembangan yang dialami individu sepanjang rentang kehidupan akan mempengaruhi hubungan sosial yang diinginkan. Sebagai contoh, hubungan persahabatan yang dianggap individu memuaskan pada saat berumur 15 tahun dapat menjadi kurang memuaskan pada saat berumur 25 tahun.

c. Perubahan situasi

Banyak orang tidak mau membentuk hubungan yang akrab dengan seseorang pada saat memulai karir, namun setelah karir terbentuk individu mengharapkan adanya suatu hubungan akrab dengan seseorang.

(26)

3. Harga diri (self-esteem)

McWhirter, Rubenstein, Shaver (dalam Brehm et al, 2002) menyatakan bahwa kesepian berhubungan dengan harga diri yang rendah. Individu yang kesepian cenderung menilai dirinya sebagai orang yang tidak berharga dan tidak dicintai. Kurangnya harga diri tersebut membuat individu merasa tidak nyaman berada dalam situasi sosial. Perasaan tidak nyaman itu mendorong individu untuk mengurangi kontak sosial yang sebenarnya dibutuhkan individu untuk membangun suatu hubungan dalam mengatasi kesepian yang dirasakan.

4. Perilaku interpersonal

Perilaku interpersonal individu akan menentukan keberhasilan individu dalam membangun hubungan yang diharapkan. Bila dibandingkan dengan individu yang tidak kesepian, individu yang kesepian lebih menilai orang lain secara negatif (Jones et. al, dalam Brehm et al, 2002), sulit untuk tertarik kepada orang lain (Rubenstein & Shaver, dalam Brehm et al, 2002), tidak mempercayai orang lain (Vaux, dalam Brehm et al, 2002), menginterpretasikan perilaku dan niat orang lain secara negatif ( Hanley-Dunn, dalam Brehm et al, 2002), serta menunjukkan sikap yang bermusuhan (Check, dalam Brehm et al, 2002).

(27)

untuk melanjutkan percakapan (Hansson & Jones, dalam Brehm et al, 2002). Individu yang kesepian tampak ragu atau menolak dalam mengembangkan keakraban hubungan yang dimiliki dan menunjukkan tingkat pengungkapan diri yang buruk dalam berkomunikasi (Davis et. al, dalam Brehm et al, 2002).

Sikap dan perilaku negatif individu yang kesepian dapat mendatangkan reaksi yang negatif dari orang lain. Pasangan dalam berinteraksi melaporkan bahwa dirinya tidak dapat mengenal dengan baik individu yang kesepian (Solano, dalam Brehm et al, 2002) dan pasangan menilai individu yang kesepian tersebut tidak kompeten (Spitzberg, dalam Brehm et al, 2002).

5. Atribusi penyebab (causal attribution)

Menurut pandangan Peplau dan Perlman (dalam Brehm et al, 2002) perasaan kesepian muncul sebagai kombinasi dari adanya kesenjangan hubungan sosial pada individu ditambah dengan atribusi penyebab. Atribusi penyebab dibagi atas komponen internal-eksternal dan stabil-tidak stabil. Contohnya adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Penjelasan Kesepian Berdasarkan Atribusi Penyebab Penyebab (locus of causality)

Kestabilan Internal Eksternal

Stabil Saya kesepian karena saya tidak dicintai.

Saya tidak akan pernah dicintai

Orang-orang disini tidak menarik. Tidak satu pun dari mereka yang mau berbagi. Saya rasa saya akan pindah. Tidak Stabil Saya kesepian saat ini,

tapi tidak akan lama. Saya akan meng-hentikannya dengan pergi dan bertemu orang baru

Semester pertama memang selalu buruk, saya yakin segalanya akan menjadi baik di waktu yang akan datang

(28)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa individu yang mempersepsi kesepian secara internal dan stabil menganggap dirinya adalah penyebab kesepian tersebut sehingga individu lebih sulit untuk keluar dari perasaan kesepian itu. Sedangkan, individu yang mempersepsi kesepian secara eksternal dan tidak stabil berharap sesuatu dapat merubah keadaan menjadi lebih baik sehingga lebih memungkinkan untuk keluar dari perasaan kesepian.

II. A. 4. Perasaan Kesepian

Rubenstein, Shaver, dan Peplau (dalam Brehm et al, 2002) menjelaskan ada empat jenis perasaan yang dirasakan oleh orang yang kesepian, yaitu:

1. Desperation

Yaitu suatu keadaan dimana individu merasakan kehilangan harapan dan ketidakberdayaan dalam dirinya sehingga dapat menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan nekat. Perasaan-perasaan yang muncul dalam keadaan ini adalah putus asa, tidak berdaya, takut/khawatir, tidak memiliki harapan, merasa ditinggalkan/dibuang, merasa diejek.

2. Impatient boredom

Yaitu suatu keadaan dimana individu merasakan kebosanan pada dirinya sebagai akibat yang muncul dari kejenuhan dalam dirinya. Perasaan-perasaan yang muncul dalam keadaan ini adalah tidak sabar, bosan, ingin berada ditempat lain, gelisah, marah, tidak dapat berkonsentrasi.

3. Self-deprecation

(29)

muncul dalam keadaan ini merasa diri tidak menarik, rendah diri, merasa bodoh, malu, merasa tidak aman.

4. Depression

Yaitu suatu keadaan dimana individu merasakan kesedihan yang dalam atau individu merasa tertekan. Perasaan-perasaan yang muncul dalam keadaan ini adalah sedih, tidak semangat, merasa kosong, terkucil, menyesali diri, murung, merasa asing, rindu seseorang yang istimewa.

II. A. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesepian

Beberapa faktor yang mempengaruhi kesepian adalah (Brehm et al, 2002): 1. Jenis kelamin

(30)

2. Usia

Analisis yang dilakukan Perlman menunjukkan bahwa individu yang paling merasa kesepian berada pada usia remaja dan dewasa dini dimana kesepian akan menurun seiring dengan bertambahnya usia dan meningkat kembali ketika individu memasuki usia lansia. Para remaja dan individu dewasa dini menghadapi banyak tugas-tugas sulit untuk menemukan identitas sebagai individu dimana tanpa ketetapan diri yang kokoh akan sangat mudah bagi individu untuk merasa tidak dihargai dan tidak dicintai oleh orang lain. Pada usia itu, individu juga banyak mengembangkan hubungan yang baru dalam berbagai situasi dimana setiap situasi baru itu memungkinkan individu mengalami kesepian. Individu dewasa dini lebih memiliki pengharapan yang besar terhadap hubungan yang dimiliki yaitu keinginan dan pemahaman akan kesempurnaan serta kesesuaian dalam hubungan dibandingkan individu usia tua yang belajar untuk hidup dengan kekurangan yang ada dalam suatu hubungan.

3. Status pernikahan

(31)

menikah juga dapat memiliki risiko mengalami kesepian ketika individu merasa tidak bahagia dalam perkawinannya (Demir & Fisiloglu dalam Brehm et al, 2002).

4. Status sosial ekonomi

Weiss (dalam Brehm et al, 2002) melaporkan fakta bahwa individu dengan tingkat penghasilan yang rendah cenderung mengalami kesepian lebih tinggi daripada individu dengan tingkat penghasilan tinggi.

5. Pendidikan

Weiss (dalam Brehm et al, 2002) juga melaporkan bahwa pendidikan memiliki hubungan yang negatif dengan kesepian. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka kecenderungan kesepian yang dirasakan akan semakin rendah; dan sebaliknya. Latar belakang pendidikan ikut mempengaruhi pola pikir serta memperluas wawasan dan cara pandang individu, sehingga individu mampu untuk melihat dari sudut pandang pribadi maupun sudut pandang yang lain secara lebih positif sehingga mampu mengatasi dan mencari solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi (Long et. al dalam Pujiastuti & Retnowati, 2004).

II. A. 6. Reaksi Terhadap Perasaan Kesepian

(32)

1. Active Solitude

Reaksi terhadap kesepian berupa melakukan kegiatan-kegiatan aktif dan membangun terhadap diri sendiri seperti: belajar atau bekerja, menulis, mendengarkan musik, melakukan olahraga, melakukan hobi, pergi ke bioskop, membaca, memainkan alat musik

2. Social contact

Reaksi terhadap kesepian berupa membuat kontak sosial dengan orang lain seperti: menelepon teman, mengunjungi seseorang

3. Sad passivity

Reaksi terhadap kesepian yang sifatnya pasif seperti: menangis, tidur, duduk dan berpikir, tidak melakukan apapun, makan berlebihan, memakan obat penenang, menonton televisi, mabuk

4. Distractions

Reaksi terhadap kesepian berupa menghabiskan uang dan berbelanja.

II. A. 7. Karakteristik Orang yang Kesepian

(33)

Individu yang kesepian menunjukkan reaksi yang negatif terhadap keterbukaan dalam suatu hubungan (Rotenberg dalam Baron & Bryne, 2000) dan kemampuan interpersonal yang buruk akan semakin menghambat individu untuk dapat menampilkan dirinya (B. Bell, dalam Baron & Bryne, 2000).

Individu yang merasa kesepian cenderung menjadi orang yang pemalu, memiliki kontrol diri yang besar, tertutup, tidak asertif, dan memiliki harga diri yang rendah (Jones et. al, dalam Saks & Krupat, 1988). Karakteristik ini membatasi kesempatan individu untuk membentuk suatu hubungan dan berkontribusi terhadap ketidakpuasan dalam interaksi (Peplau & Perlman dalam Saks & Krupat, 1988). Bila dibandingkan dengan individu yang tidak kesepian, individu yang kesepian memiliki tingkat stress yang lebih tinggi dalam merespon sesuatu dan menilai dirinya sebagai orang yang tidak mampu mewujudkan apa yang dituntutnya dari dirinya sendiri (Hawkley et. al, 2003).

II. B. Pengungkapan Diri

II. B. 1. Pengertian Pengungkapan Diri

(34)

Johnson (dalam Supratiknya, 1995) menambahkan, pengungkapan diri memiliki dua sisi, yaitu bersikap terbuka kepada orang lain dan bersikap terbuka bagi orang lain. Bersikap terbuka kepada orang lain artinya individu bersedia mengungkapkan gagasan dan perasaannya untuk diketahui oleh orang lain sedangkan bersikap terbuka bagi orang lain artinya individu dapat menunjukkan bahwa dirinya memiliki perhatian terhadap gagasan dan perasaan orang lain. Pendapat Johnson ini dapat dijelaskan dalam prinsip timbal balik pengungkapan diri yang dikemukakan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor (dalam Feldman, 1995) yang mengatakan bahwa pengungkapan diri individu biasanya membuat orang lain sebagai lawan bicara ingin mengungkapkan diri juga dalam tingkatan yang sama.

Altman dan Taylor (dalam Taylor, Peplau, Sears, 2002) mengemukakan suatu model untuk menjelaskan bagaimana pengungkapan diri berpengaruh terhadap perkembangan suatu hubungan. Model ini dinamakan penetrasi sosial. Penetrasi sosial memiliki dua dimensi yaitu, kedalaman dan keluasan. Sejalan dengan perkembangan suatu hubungan mulai dari yang dangkal sampai yang sangat akrab, semakin akrab suatu hubungan memperlihatkan tingkat pengungkapan diri yang semakin besar dalam hal kedalaman dan keluasan topik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tingkat pengungkapan diri dalam suatu hubungan dapat mengindikasikan bagaimana kondisi hubungan tersebut.

(35)

bersifat deskritif artinya individu mengungkapkan fakta tentang dirinya yang mungkin belum diketahui oleh lawan bicara seperti: pekerjaan, tempat tinggal, agama, umur. Pengungkapan diri yang bersifat evaluatif artinya individu mengungkapkan pendapat atau perasaan pribadinya seperti: kecemasan terhadap ujian, mengapa individu membenci pekerjaannya. Topik-topik dalam pengungkapan diri dapat berupa informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, serta ide yang sesuai dan terdapat dalam diri individu yang bersangkutan (Dayakisni & Hudaniah, 2003).

Devito (1986) mendefinisikan pengungkapan diri sebagai salah satu tipe komunikasi dimana informasi tentang diri yang rahasia diberitahukan kepada orang lain dan orang lain akhirnya dapat mengerti informasi tersebut. Menurut Devito, informasi yang diberitahukan baru dapat dikatakan sebagai pengungkapan diri bila pendengar memang tidak mengetahui informasi tersebut sebelumnya.

Hendrick & Hendrick (1992) menyatakan pengungkapan diri berarti memberitahu pasangan tentang pikiran dan perasaan individu untuk menciptakan keterbukaan dalam hubungan pernikahan.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengungkapan diri adalah individu memberitahukan pikiran, perasaan, dan informasi dirinya kepada pasangan sebagai reaksi individu terhadap situasi yang dihadapinya.

II. B. 2. Dimensi-Dimensi Pengungkapan Diri

(36)

1. Jumlah (amount)

Jumlah dari pengungkapan diri dapat diukur dengan mengetahui frekuensi pengungkapan diri yang dilakukan individu dan juga durasi waktu yang diperlukan untuk mengutarakan pernyataan pengungkapan diri tersebut kepada orang lain. Pengungkapan diri yang baik ditandai dengan frekuensi yang banyak dan hanya membutuhkan sedikit waktu untuk dapat mengutarakan suatu pernyataan yang diinginkan.

2. Valensi (valence)

Valensi merupakan hal-hal positif atau negatif yang dinyatakan dalam pengungkapan diri. Individu dapat mengungkapkan diri mengenai hal-hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, memuji atau menjelekkan hal-hal yang ada dalam dirinya. Pengungkapan diri yang baik melibatkan penyataan hal-hal yang menyenangkan maupun hal-hal yang tidak menyenangkan oleh individu.

3. Ketepatan & kejujuran (accuracy & honesty)

(37)

4. Maksud (intention)

Kemampuan individu untuk mengungkapkan diri sesuai dengan keluasan yang diinginkan, seberapa besar kesadaran individu dalam mengontrol informasi yang akan diungkapkan kepada orang lain. Pengungkapan diri yang baik ditandai dengan kemampuan individu untuk mengungkapkan diri sesuai dengan seberapa luas informasi yang ingin diungkapkan. Semakin akrab suatu hubungan ditandai dengan semakin luasnya informasi yang diungkapkan. 5. Kedalaman (intimacy)

Seberapa besar kedalaman individu dalam mengungkapkan dirinya, apakah individu hanya mengungkapkan hal-hal yang bersifat permukaan atau juga mengungkapkan hal-hal yang bersifat sangat pribadi atau intim. Pengungkapan diri yang baik bagi suatu hubungan akrab adalah individu mampu mengungkapkan hal-hal yang bersifat sangat pribadi dan khusus tentang dirinya.

II. B. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Diri

Devito (1986) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri, yaitu:

1. Pengungkapan diri orang lain (the dyadic effect)

(38)

2. Jumlah pendengar

Sejumlah ketakutan yang dimiliki individu dalam mengungkapkan diri membuat pengungkapan diri lebih efektif dilakukan dalam jumlah pendengar yang sedikit. Dalam pengungkapan diri akan lebih mudah bagi individu untuk menghadapi reaksi satu orang daripada reaksi kelompok yang terdiri dari empat atau lima orang. Satu pendengar memudahkan individu dalam mengontrol apakah pengungkapan diri individu harus dilanjutkan atau dihentikan dibandingkan sejumlah pendengar yang memiliki sejumlah respon. Jumlah pendengar lebih dari satu akan menghasilkan variasi respon dan apa yang diungkapkan individu akan dianggap sebagai hal yang umum karena banyak orang yang tahu.

3. Topik

Sidney M. Jourard menyatakan bahwa pengungkapan diri mengenai uang, kepribadiaan, dan fisik lebih jarang dibicarakan daripada tentang minat, sikap dan pendapat, serta pekerjaan.

4. Nilai

(39)

5. Jenis kelamin

Secara umum, banyak penelitian yang mengindikasikan bahwa perempuan lebih terbuka daripada laki-laki. Namun, tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam jumlah dan tingkatan pengungkapan diri.

6. Ras, kebangsaan, dan umur

Individu kulit hitam lebih jarang mengungkapkan diri dibandingkan individu kulit putih. Dilihat dari kebangsaan, individu di USA lebih mengungkapkan diri daripada individu di Jerman, Inggris, atau Timur Tengah. Dari usia, pengungkapan diri meningkat pada usia 17-50 tahun dan menurun setelah itu. 7. Hubungan dengan penerima informasi

Seseorang yang menjadi tempat bagi individu untuk mengungkapkan diri akan mempengaruhi kemungkinan dan frekuensi pengungkapan diri. Individu cenderung mengungkapkan diri pada seseorang yang hangat, penuh pemahaman, memberi dukungan, dan mampu menerima individu apa adanya.

Faktor-faktor yang juga mempengaruhi pengungkapan diri, yaitu: 1. Status sosial ekonomi

(40)

2. Jenis kelamin

Dari studi yang dilakukan Dindia & Allen menemukan bahwa perempuan lebih mengungkapkan diri daripada laki-laki. Meskipun demikian, tidak berarti laki-laki kurang ekspresif disetiap waktu. Dalam pernikahan, perempuan dan laki-laki menunjukkan tingkat pengungkapan diri yang sama dengan kecenderungan topik yang berbeda. Perempuan lebih suka mengungkapkan kelemahannya, sedangkan laki-laki lebih cenderung mengungkapkan kekuatannya. Perempuan mengungkapkan topik-topik feminim seperti: pendapat mengenai penampilannya. Laki-laki mengungkapkan topik-topik maskulin seperti: ketika individu mengambil risiko. Pengungkapan diri individu yang tinggi menyebabkan pasangan semakin ingin mengungkapkan dirinya (Feldman, 1995).

II. B. 4. Fungsi Pengungkapan Diri

Menurut Derlega & Grzelak (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) ada lima fungsi pengungkapan diri, yaitu:

1. Ekspresi

Individu dapat saja mengalami kekecewaan atau kegembiraan dalam menjalani kehidupan dan individu akan merasa senang ketika menceritakannya pada orang yang sudah dipercaya. Dengan pengungkapan diri, individu mendapat kesempatan untuk mengekspresikan perasaan.

2. Penjernihan diri

(41)

masalah yang sedang dihadapinya sehingga pikiran individu menjadi lebih jernih dan dapat melihat inti persoalan.

3. Keabsahan sosial

Setelah individu membicarakan sesuatu pendengar biasanya akan memberikan tanggapan. Dengan demikian, individu akan mendapatkan informasi yang bermanfaat tentang kebenaran pandangan individu. Individu dapat memperoleh dukungan atau sebaliknya.

4. Kendali sosial

Individu dapat mengemukakan atau menyembunyikan informasi tentang dirinya untuk mengadakan kontrol sosial misalnya, individu akan mengatakan sesuatu yang dapat menimbulkan kesan yang baik tentang dirinya.

5. Perkembangan hubungan

Saling berbagi rasa dan informasi tentang diri kepada orang lain serta saling mempercayai penting dalam merintis suatu hubungan sehingga akan semakin meningkatkan derajat keakraban.

II. B. 5. Prinsip-Prinsip Pengungkapan Diri

Beebe, Beebe, & Redmond (dalam McLean, 2005) mengemukakan lima prinsip pengungkapan diri yang digunakan dalam berinteraksi, yaitu:

1. Pengungkapan diri bergerak dalam langkah-langkah kecil

(42)

dihabiskan dalam berinteraksi apakah semakin meningkat atau semakin menurun dan akan mempengaruhi apakah hubungan akan diteruskan atau dihentikan

2. Pengungkapan diri bergerak dari informasi yang sifatnya permukaan ke informasi yang sifatnya intim

Menurut Altman & Taylor dalam teori penetrasi sosial, informasi dalam pengungkapan diri bergerak dari informasi yang sifatnya permukaan kepada informasi yang sifatnya intim.

3. Proses pengungkapan diri adalah saling timbal balik

Individu cenderung memiliki harapan bahwa orang lain akan mengungkapkan dirinya juga ketika individu mengungkapkan dirinya dalam proses interaksi yang ada. Dalam proses interaksi ini, pengungkapan diri masing-masing individu akan mengurangi ketidakpastian dan menolong individu untuk saling mengenal.

4. Pengungkapan diri melibatkan risiko

Dengan mengungkapkan informasi tentang diri maka individu telah membuka dirinya kepada orang lain pada suatu tingkatan. Individu harus menyadari bahwa akan ada risiko penolakan saat pengungkapan diri terjadi, tetapi tanpa pengungkapan diri individu sulit untuk mengetahui dan mempercayai orang lain.

5. Pengungkapan diri membutuhkan kepercayaan

(43)

sehingga individu mau mengungkapkan dirinya. Kepercayaan didapatkan melalui proses yang diperoleh seiring dengan berjalannya suatu hubungan.

II. B. 6. Manfaat Pengungkapan Diri

Devito (1986) megemukakan enam manfaat pengungkapan diri, yaitu: 1. Pengetahuan diri

Pengungkapan diri membuat individu mendapatkan perspektif baru tentang dirinya dan pemahaman yang lebih baik tentang perilakunya.

2. Kemampuan mengatasi kesulitan

Melalui pengungkapan diri individu akan lebih mampu menanggulangi masalah atau kesulitan, khususnya perasaan bersalah. Salah satu ketakutan pada individu adalah tidak diterima lingkungan karena sesuatu yang pernah individu lakukan, perasaan dan/atau sikap tertentu yang dimiliki. Individu percaya hal itu menjadi dasar penolakan sehingga individu membangun rasa bersalah. Dengan mengungkapkan perasaan sebenarnya dan menerima dukungan, individu menjadi lebih siap untuk mengatasi perasaan bersalahnya. Penerimaan diri akan sulit tanpa pengungkapan diri. Jika individu merasa ditolak, maka individu cenderung menolak dirinya juga. Melalui pengungkapan diri dan dukungan yang didapat, individu akan menempatkan dirinya pada posisi yang lebih baik dan lebih mungkin mengembangkan konsep diri yang positif.

3. Pelepasan energi

(44)

berjaga-jaga agar rahasia tersebut tidak terbongkar. Dengan mengungkapkan diri, individu membebaskan diri dari topeng yang dipakainya.

4. Komunikasi yang efektif

Pengungkapan diri dapat memperbaiki komunikasi. Individu dapat memahami pesan orang lain ketika individu memahami orang tersebut secara individual sehingga individu tahu apakah orang itu sedang serius atau sedang bercanda. Pengungkapan diri adalah kondisi yang penting untuk mengenal orang lain. Individu dapat hidup bersama seseorang selama bertahun-tahun, tetapi jika orang itu tidak pernah mengungkapkan dirinya, individu tidak akan memahami orang itu sebagai pribadi yang utuh.

5. Kedalaman hubungan

Pengungkapan diri penting untuk membina hubungan yang bermakna diantara dua orang. Melalui pengungkapan diri, individu memberitahu orang lain bahwa individu mempercayai orang tersebut, menghargainya, serta peduli terhadap orang dan hubungan tersebut. Kondisi ini akan membuat orang lain mau membuka diri dan terbentuklah awal dari suatu hubungan yang bermakna yaitu suatu hubungan yang jujur dan terbuka bukan sekadar hubungan seadanya.

6. Kesehatan psikologis

(45)

II. B. 7 Bahaya Pengungkapan Diri

Risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam pengungkapan diri (Devito, 1986):

1. Penolakan pribadi dan sosial

Individu biasanya mengungkapkan diri pada seseorang yang individu percaya atau yang bersikap mendukung pengungkapan dirinya. Saat individu mengungkapkan diri, ada kemungkinan individu mengalami penolakan.

2. Kerugian material

Pengungkapan diri dapat menyebabkan kerugian material. Contohnya, seorang guru yang mengungkapkan bahwa ia pernah bertindak tidak senonoh pada muridnya mungkin akan dijauhi rekan-rekannya.

3. Kesulitan intrapribadi

(46)

II. C. Hubungan antara Pengungkapan Diri terhadap Pasangan dengan Kesepian pada Individu yang Menikah

Pernikahan adalah komitmen bersama antara dua individu yang dibuat untuk diakui oleh masyarakat atau individu lain sebagai suatu kesatuan yang stabil, pasangan suami isteri, dan keluarga (Corsini, 2002).

Pernikahan merupakan ikatan yang bersifat permanen sehingga hubungan suami isteri perlu dipertahankan, dipelihara, dan dikembangkan. Pasangan memerlukan kesiapan untuk terus menerus berupaya mewujudkan pernikahan sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan (Gunarsa, 2002).

Pasangan suami isteri akan menghadapi berbagai masalah dalam memelihara hubungan. Masalah dalam pernikahan merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Setiap individu memiliki pengalaman-pengalaman, memori, dan cara bertingkah laku dimasa lalu yang akan mempengaruhi cara individu memandang dan menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, pasangan suami isteri perlu mengungkapkan diri untuk mencari titik temu sehingga permasalahan dapat diselesaikan (Sadarjoen, 2005).

Pengungkapan diri berarti individu memberitahu pasangan tentang pikiran dan perasaannya untuk menciptakan keterbukaan dalam hubungan pernikahan (Hendrick & Hendrick, 1992). Semakin baik suatu hubungan maka individu semakin terbuka untuk mengungkapkan dirinya sehingga semakin benar persepsi individu tentang pasangan dan tentang dirinya (Jalaludin, 2003).

(47)

Pengungkapan diri yang mendapat respon positif berupa simpati dari pasangan membuat individu merasa dimengerti, diakui, dan dipedulikan oleh pasangan. Dalam keadaan seperti ini, pengungkapan diri membuat individu dan pasangan dapat semakin saling mengenal serta memiliki kesempatan untuk membentuk keakraban yang diharapkan (Taylor, Sears, Peplau, 2002).

Individu yang merasa tidak mendapat dukungan saat melakukan pengungkapan diri akan cenderung membatasi perilaku pengungkapan dirinya (Devito, 1986). Kondisi ini juga dapat membuat pola pengungkapan diri semakin memburuk yang ditandai dengan adanya penurunan dalam keluasan dan kedalaman pengungkapan diri (Baxter dalam Weiten & Lloyd, 2006).

Hambatan yang dialami individu saat ingin mengungkapkan diri adalah rasa tidak aman. Individu mencemaskan isi pesan yang disampaikan akan digunakan untuk merendahkan atau melawan individu. Pengungkapan diri yang mampu membuat individu yakin bahwa pasangan melihat dirinya dengan cara yang sama seperti individu melihat dirinya akan menghasilkan keakraban diantara pasangan (Sadarjoen, 2005).

Jourard menyatakan adalah hal yang memuaskan ketika individu dan pasangan dapat saling mengungkapkan diri. Kemampuan individu untuk mengungkapkan diri akan dapat membentuk keakraban yang diharapkan sedangkan ketidakmampuan individu untuk membentuk keakraban yang diharapkan bersama pasangan melalui pengungkapan diri akan membuat individu merasa kesepian (Myers, 1999).

(48)

antara hubungan sosial yang diharapkan dengan hubungan sosial yang dimiliki. Individu yang menikah dapat merasa kesepian ketika individu merasakan ketidakpuasan dalam hubungan pernikahan yang dijalaninya dimana individu belum mendapatkan keakraban yang diharapkannya.

Kesepian yang dirasakan terhadap pasangan membuat individu kurang memiliki pertemuan kontak psikis dengan pasangan sehingga tidak dapat membentuk keserasian psikis. Kerenggangan kontak psikis membuat individu dan pasangan memilih jalan hidupnya masing-masing walaupun tinggal bersama (Gunarsa, 2003).

(49)

II. D. Kerangka Berpikir Penelitian

Keterangan garis:

: terdapat : memerlukan

: menyebabkan

II. E. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesa dalam penelitian ini adalah ”ada hubungan negatif antara pengungkapan diri terhadap pasangan dengan kesepian pada individu yang menikah.”

Pernikahan

Masalah-masalah yang harus dihadapi

Pengungkapan Diri

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel (Hadi, 2000). Dalam bab ini akan diuraikan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, serta metode analisis data.

III. A. Identifikasi Variabel Penelitian

Untuk dapat menguji hipotesis penelitian terlebih dahulu diidentifikasi variabel-variabel penelitian. Identifikasi variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung : kesepian

2. Variabel bebas : pengungkapan diri

III. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian III. B. 1. Kesepian

Kesepian adalah perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya kesenjangan antara hubungan yang diharapkan dengan hubungan yang dimiliki bersama pasangan.

(51)

yaitu: desperation, impatient-boredom, self-deprecation, dan depression. Semakin tinggi skor skala kesepian yang diperoleh subjek penelitian menunjukkan semakin tinggi tingkat kesepian yang dirasakannya dan sebaliknya semakin rendah skor skala kesepian yang diperoleh subjek penelitian menunjukkan semakin rendah tingkat kesepian yang dirasakannya.

[image:51.595.136.498.343.448.2]

Penggolongan subjek penelitian dibagi kedalam tiga kategori yaitu: individu yang memiliki tingkat kesepian tinggi, individu yang memiliki tingkat kesepian sedang, dan individu yang memiliki tingkat kesepian rendah. Rumusan yang digunakan adalah sebagai berikut (Azwar, 2000):

Tabel 2

Pengkategorisasian Kesepian

X ≥ M + 1 SD Tinggi

M + 1 SD < X ≤ M − 1 SD Sedang M − 1 SD < X Rendah Keterangan: M : Mean

SD : Standar Deviasi

III. B. 2. Pengungkapan diri

Pengungkapan diri adalah individu memberitahukan pikiran, perasaan, dan informasi dirinya kepada pasangan sebagai reaksi individu terhadap situasi yang dihadapinya.

Pengungkapan diri dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala pengungkapan diri yang dikembangkan peneliti berdasarkan dimensi-dimensi pengungkapan diri yang dikemukakan oleh Devito (1986) terdiri dari: jumlah (amount), valensi (valence), ketepatan/kejujuran (accuracy/honesty),

(52)

Semakin tinggi skor skala pengungkapan diri yang diperoleh subjek penelitian maka semakin baik pengungkapan dirinya. Sebaliknya, semakin rendah skor skala pengungkapan diri yang diperoleh subjek penelitian menunjukkan semakin buruk pengungkapan dirinya.

[image:52.595.141.496.331.422.2]

Penggolongan subjek penelitian dibagi kedalam tiga kategori yaitu: individu yang memiliki pengungkapan diri baik, individu yang memiliki pengungkapan diri sedang, dan individu yang memiliki pengungkapan diri buruk. Rumusan yang digunakan adalah sebagai berikut (Azwar, 2000):

Tabel 3

Pengkategorisasian Pengungkapan Diri

X ≥ M + 1 SD Baik

M + 1 SD < X ≤ M − 1 SD Sedang M − 1 SD < X Buruk Keterangan: M : Mean

SD : Standar Deviasi

Setelah dijelaskan definisi operasional variabel kesepian dan variabel pengungkapan diri maka berikut ini akan dijelaskan definisi operasional untuk data tambahan:

a. Jenis Kelamin

(53)

b. Usia

Perlman (dalam Brehm et al, 2002) menunjukkan bahwa individu yang paling merasa kesepian berada pada usia dewasa dini dimana kesepian akan menurun seiring dengan bertambahnya usia dan meningkat kembali ketika individu memasuki usia lansia. Usia dalam penelitian ini akan dikelompokkan dalam 5 kelas dengan panjang kelas 10 yaitu: 20-29, 30-39, 40-49, 50-59, dan 60-69. c. Status Pernikahan

Status pernikahan merupakan keadaan apakah individu sudah menikah atau belum menikah. Dalam penelitian ini, individu yang dijadikan sampel adalah individu yang sudah menikah. Individu yang menikah tersebut masih terikat dalam lembaga pernikahan dan memiliki pasangan yang masih hidup.

d. Status sosial ekonomi

(54)

e. Pendidikan

Weiss (dalam Brehm et al, 2002) juga melaporkan bahwa pendidikan memiliki hubungan yang negatif dengan kesepian. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka kecenderungan kesepian yang dirasakan akan semakin rendah; dan sebaliknya. Penelitian ini akan mendata tingkat pendidikan subjek penelitian mulai dari tingkat pendidikan minimal Sekolah Dasar (SD) sampai tingkat Pascasarjana (S2).

III. C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel III. C. 1. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah semua individu untuk siapa hasil penelitian ini akan digeneralisasikan (Hadi, 2000). Adapun karakteristik populasi yang akan diteliti:

a. Masih dalam ikatan pernikahan dan pasangan masih hidup b. Berada dalam rentang usia 20-69 tahun

c. Tingkat pendidikan minimal Sekolah Dasar (SD) d. Tinggal di kota Medan

(55)

lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak. Semakin banyak jumlah sampel akan semakin baik karena diharapkan dapat diperoleh skor-skor yang variasinya menyebar secara normal. Jumlah subjek yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang.

III. C. 2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu agar diperoleh sampel yang dapat mewakili populasi (Hadi, 2000).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik nonrandom secara incidental yang berarti setiap anggota populasi tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk dapat terpilih menjadi anggota sampel dimana pemilihan sampel dari populasi didasarkan pada faktor kebetulan dan kemudahan dijumpainya sampel yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian (Hadi, 2000).

(56)

subjektifitas peneliti juga memiliki risiko kemungkinan terjadinya bias dalam pemilihan sampel.

III. D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala psikologi yang berbentuk skala Likert dengan empat pilihan jawaban. Skala psikologi digunakan mengingat bahwa data yang ingin diukur berupa konstrak atau konsep psikologi yang ingin diungkap secara tidak langsung melalui aspek-aspek perilaku yang diterjemahkan dalam butir-butir pernyataan. Skala psikologis memiliki kelebihan sebagai berikut (Hadi, 2000): 1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya

2. Apa yang dikatakan subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya 3. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sama dengan

apa yang dimaksudkan peneliti

Penelitian ini menggunakan dua buah skala psikologi yaitu: skala kesepian dan skala pengungkapan diri. Selain itu, peneliti juga menyediakan lembaran untuk memperoleh data diri subjek tentang jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan penghasilan individu per bulan.

III.D.1. Skala Kesepian

Skala kesepian dikembangkan oleh peneliti berdasarkan perasaan-perasaan kesepian yang dikemukakan oleh Rubenstein, Shaver, dan Peplau (dalam Brehm et al, 2002) yaitu: desperation, impatient-boredom, self-deprecation, dan

(57)

unfavourable dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian skala untuk aitem

[image:57.595.108.565.324.754.2]

favourable adalah nilai 4 untuk pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai 3 untuk pilihan jawaban Sesuai (S), nilai 2 untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai (TS) dan nilai 1 untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian skala untuk aitem unfavourable adalah nilai 4 untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS), nilai 3 untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai (TS), nilai 2 untuk pilihan jawaban Sesuai (S), dan nilai 1 untuk pilihan Sangat Sesuai (SS).

Tabel 4

Blue Print Skala Kesepian Sebelum Uji Coba

N o Perasaan-perasaan Kesepian Aitem Jlh % Favourable Unfavourable

Nomor Jlh Nomor Jlh 1. Desperation

a. Putus asa b. Tidak berdaya c. Takut/khawatir d. Tidak memiliki

harapan e. Merasa

ditinggalkan/dibuang f. Merasa diejek

9, 13 14, 41 10, 42 46, 57 11, 58 3, 71 2 2 2 2 2 2 4, 21 1, 30 2, 22 15, 43 31, 82 59, 83 2 2 2 2 2 2

24 24

2. Impatient-boredom

a. Tidak sabar b. Bosan

c. Ingin berada ditempat lain

d. Gelisah e. Marah f. Tidak dapat

berkonsentrasi 5, 12 47, 72 6, 48 8, 32 40, 73 25, 84 2 2 2 2 2 2 44, 60 45, 61 23, 62 24, 63 7, 81 33, 56 2 2 2 2 2 2

24 24

3. Self-deprecation

a. Merasa diri tidak menarik

b. Rendah diri c. Merasa bodoh d. Malu

e. Merasa tidak aman

39, 85 26, 29 86, 99 38, 74 20, 49 2 2 2 2 2 64, 87 55, 88 19, 34 65, 80 54, 89 2 2 2 2 2

(58)

4. Depression

a. Sedih

b. Tidak semangat c. Merasa kosong d. Terkucil e. Menyesali diri f. Murung g. Merasa asing

h. Rindu seseorang yang istimewa 27, 35 50, 66 67, 75 70, 100 68, 76 69, 75 28, 36 37, 93 2 2 2 2 2 2 2 2 90, 98 16, 79 17, 53 91, 97 78, 96 52, 92 77, 94 18, 51 2 2 2 2 2 2 2 2

32 32

Total 50 50 100 100

III.D.2 Skala Pengungkapan Diri

Skala pengungkapan diri dikembangkan peneliti berdasarkan dimensi-dimensi pengungkapan diri yang dikemukakan oleh Devito (1986) yaitu: jumlah

(amount), valensi (valence), ketepatan/kejujuran (accuracy/honesty), maksud

(intention), dan kedalaman (intimacy).

Skala ini berbentuk skala likert yang terdiri dari aitem favourable dan

unfavourable dengan empat pilihan jawaban. Untuk dimensi valensi (valence),

ketepatan/kejujuran (accuracy/honesty), maksud (intention), dan kedalaman

(intimacy) pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian skala untuk aitem favourable

adalah nilai 4 untuk pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai 3 untuk pilihan jawaban Sesuai (S), nilai 2 untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai (TS) dan nilai 1 untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian skala untuk aitem

unfavourable adalah nilai 4 untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS), nilai 3 untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai (TS), nilai 2 untuk pilihan jawaban Sesuai (S) dan nilai 1 untuk pilihan Sangat Sesuai (SS).

(59)
[image:59.595.110.510.266.507.2]

Penilaian skala untuk aitem favourable adalah nilai 4 untuk pilihan jawaban Selalu (SL), nilai 3 untuk pilihan jawaban Sering (S), nilai 2 untuk pilihan jawaban Kadang-kadang (K) dan nilai 1 untuk pilihan jawaban Tidak Pernah (TP). Penilaian skala untuk aitem unfavourable adalah nilai 4 untuk pilihan jawaban Tidak Pernah (TP), nilai 3 untuk pilihan jawaban Kadang-kadang (K), nilai 2 untuk pilihan jawaban Sering (S) dan nilai 1 untuk pilihan Selalu (SL).

Tabel 5

Blue Print Skala Pengungkapan Diri Sebelum Uji Coba

N o Dimensi Pengungkapan Diri Aitem Jlh % Favourable Unfavourable

Nomor Jlh Nomor Jlh

1. Jumlah

(amount)

11, 12, 21, 22

4 5, 27, 28, 33

4 8 20

2. Valensi

(valence)

1, 17, 29, 34

4 6, 13, 23, 39

4 8 20

3. Ketepatan/kejuj uran (accuracy/ honesty)

2, 10, 18, 35

4 7, 14, 24, 30

4 8 20

4. Keluasan

(intention)

3, 9, 19, 31

4 15, 25, 36, 38

4 8 20

5. Kedalaman

(intimacy)

8, 16, 20, 37

4 4, 26, 32, 40

4 8 20

Total 20 20 40 100

III. E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur III. E. 1. Validitas Alat Ukur

(60)

Validitas isi bertujuan untuk mengungkap sejauh mana aitem-aitem dalam alat ukur tersebut mencakup keseluruhan kawasan isi yang diukur. Validitas isi ini dicapai dengan melakukan validitas tampilan dan validitas logik. Validitas tampilan adalah validitas yang didasarkan pada penilaian format tampilan alat ukur yang dilakukan dengan cara membuat tampilan fisik alat ukur yang rapi, penggunaan kata, dan petunjuk pengerjaan yang sederhana agar subjek penelitian termotivasi untuk mengisi alat ukur tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti memperkuat validitas isi alat ukur melalui penilaian professional judgement yang dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi Psikologi Klinis. Sedangkan, validitas logik dilakukan untuk melihat sejauh mana isi tes tesebut merepresentasikan ciri-ciri atribut yang hendak diukur. Pada penelitian ini dilakukan melalui pembuatan

blue print setiap skala (Azwar, 2002).

Untuk validitas konstak, skala dinyatakan memiliki validitas konstrak yang baik bila aitem-aitem tidak menyimpang dan mewakili konsep yang akan diukur. Dalam validitas konstrak ini terdapat uji daya beda aitem (Azwar, 2002). Uji daya beda aitem pada suatu skala dilakukan dengan cara mengkorelasikan nilai setiap aitem dengan nilai total (corrected item total correlation). Analisa yang digunakan menggunakan bantuan aplikasi komputer SPSS versi 11.0.

III. E. 2. Reliabilitas Alat Ukur

(61)

indikator konsistensi butir-butir pernyataan dalam menjalankan fungsi ukurnya bersama-sama (Azwar, 2002).

Untuk melihat konsistensi alat ukur penelitian ini maka dilakukan pengujian dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Teknik ini cukup mudah, singkat, dan hanya memerlukan satu kali pengenaan tes pada individu

(single trial) (Azwar, 2002). Analisa data menggunakan bantuan aplikasi komputer SPSS versi 11.0. Batasan suatu skala dianggap memiliki reliabilitas yang baik adalah 0,70 (Langdridge, 2004).

III. E. 3. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur penelitian skala kesepian dan skala pengungkapan diri dilakukan terhadap 45 orang subjek individu yang menikah. Dalam uji daya beda aitem, peneliti menggunakan kriteria pemilihan aitem yang dinyatakan oleh Langdridge (2004) bahwa untuk jumlah subjek sebanyak 45 orang dan p<0,05 maka koefisien minimal adalah sebesar 0,294 dimana aitem yang memiliki korelasi minimal 0,294 dianggap sudah memuaskan.

III. E. 3. a. Hasil Uji Coba Skala Kesepian

(62)
[image:62.595.110.566.108.669.2]

Tabel 6

Blue Print Skala Kesepian Setelah Uji Coba

N o Perasaan-perasaan Kesepian Aitem Jlh % Favourable Unfavourable

Nomor Jlh Nomor Jlh 1. Desperation

a. Putus asa b. Tidak berdaya c. Takut/khawatir d. Tidak memiliki

harapan e. Merasa

ditinggalkan/dibuang f. Merasa diejek

9, 13 14, 41 10, 42 46, 57 11, 58 3, 71 2 2 2 2 2 2 4, 21 1, 30 2, 22 15, 43 31, 82 59, 83 2 2 2 2 2 2

24 24

2. Impatient-boredom

a. Tidak sa

Gambar

Tabel 1 Penjelasan Kesepian Berdasarkan Atribusi Penyebab
Tabel 2 Pengkategorisasian Kesepian
Tabel 3 Pengkategorisasian Pengungkapan Diri
Tabel 4  Skala Kesepian Sebelum Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tumpukan sampah pada TPA Antang Makassar menghasilkan pencemaran berupa lindi yang mengandung logam berat salah satunya yaitu Timbal (Pb) yang dapat mencemari air sumur

Struktur adalah hubungan antara macam-macam fungsi atau aktivitas di dalam organisasi. Organisasi adalah suatu sistem terencana mengenai usaha kerjasama dalam mana setiap

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan (field research) dengan objek penlitian adalah bisnis Nu Amoorea, dengan judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Sitem

Jumlah Saham yang ditawarkan 26.000.000.000 Saham Biasa Atas Nama dengan Nilai

Arus yang optimum berdasarkan data diatas terdapat pada arus 120 A, karena tidak terdapat cacat las pada benda kerja ke 1 dan ke 2, akan tetapi pada benda kerja ke

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh profitabilitas, tingkat leverage , devidend payout ratio, ukuran perusahaan dan pertumbuhan perusahaan

Adapun Tahapan dari penelitian ini yaitu (1) spesimen uji tarik, belah, dan geser dihaluskan permukaannya dengan abrasive cleaning ( surface grindng), serta dibersihkan

Semua desa di Kecamatan Pegajahan sudah memiliki bangunan Kantor Kepala Desa dengan dinding berwarna hijau kuning yang merupakan ciri khas dari Kabupaten Serdang