• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI TARI MONCAK PADA MASYARAKAT TAPANULI SELATAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EKSISTENSI TARI MONCAK PADA MASYARAKAT TAPANULI SELATAN."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI TARI MONCAK PADA MASYARAKAT

TAPANULI SELATAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

INA REFIDA DAULAY

NIM. 2113340023

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

INA REFIDA DAULAY, NIM 2113340023. Eksistensi Tari Moncak Pada Masyarakat Tapanuli Selatan. Jurusan Sendratasik Program Studi Pendidikan Tari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan, 2016.

Penelitian ini merupakan kajian mengenai Eksitensi Tari Moncak pada Masyarakat Tapanuli Selatan. Tujuan pnelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Eksitensi Tari Moncak pada Masyarakat Tapanuli Selatan.

Dalam pembahasan penulisan ini, digunakan teori-teori yang berhubungan dengan topik penulisan, seperti pengertian Tari Moncak, sejarah Tari Moncak, dan teori eksistensi.

Metode yang digunakan untuk membahas ekistensi Tari Moncak pada Masyarakat Tapanuli Selatan adalah metode deskriptif kualitatif. Populasi pada penelitian ini sekaligus menjadi sampel penelitian yaitu tokoh adat, seniman dan penari. Teknik pengumpulan data meliputi studi kepustakaan, wawancara, observasi dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil Penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Tari

Moncak pada Masyarakat Tapanuli Selatan merupakan kronologis dari sebuah

pristiwa seseorang yang bernama Siraja Lottung yang bertarung dengan babiat (harimau). Sejauh ini, belum diketahui pasti pada abad berapa Moncak ini mulai ada di Tapanuli Selatan, belum dapat ditemukan catatan-catatan tentang awal mula kehadiran Moncak di Tapanuli Selatan. Akan tetapi para orang tua atau seniman tokoh masyarakat Tapanuli Selatan mengatakan Moncak sudah ada sebelum Islam masuk kedaerah Tapanuli Selatan yaitu pada abad ± 800 tahun. Dan pada ± 1960 tahun samapai dengan ±1980 tahun Moncak dihadirkan sebagai sarana hiburan dan diperkenalkan kepada masyarakat Tapanuli Selatan. Pada pertarungan ini lawan dari Pamoncak (pemain Moncak) bukan lagi bertarung dengan babiat (harimau) tetapi bertarung dengan manuasia yaitu sesama pemain

Moncak. setelah perkembangan zaman Moncak dihadirkan menjadi tari yaitu Tari Moncak yang memiliki alur cerita dan iringan musik, dimana Masyarakat

Tapanuli Selatan sendiri tidak mengetahui siapa yang menggarap Moncak ini menjadi Tari Moncak dan pada tahun berapa Moncak dihadikan menjadi Tari

Moncak. Acara tari Moncak ini sering dipergelarkan sebagai sarana hiburan rakyat

ditanah lapang sebuah desa pada hari raya Idul Fitri. Pergelaran ini dilakukan pada sore hari dihari pertama Idul Fitri setiap hari hingga sekitar sepekan lamanya. Ada beberapa orang pemuda yang sering-sering disebut dengan pamoncak (seorang yang mahir atau hobbi sebagai ahli Moncak).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan. Kehadirat Allah SWT yang senantiasa menganugerahkan nikmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulisan dapat menyelesaikan penelitian ini dengan menjadikannya dalam bentuk Skripsi.

Namun demikian, penulis tetap berupaya semaksimal mungkin untuk

dapat menyelesaikan penulisan ini dengan judul “Eksisteni Tari Moncak Pada

Masyarakat Tapanuli Selatan”. Terselesaikannya penulisan ini adalah berkat

dukungan serta bantuan dari semua pihak yang membantu penulis baik dari awal penulisan sampai pada akhir penulisan ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan. 2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni. 3. Uyuni Widiastuti, M.Pd selaku Ketua Jurusan Sendratasik.

4. Sitti Rahmah, S.Pd, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Tari dan Dosen Pembimbing sekaligus Penguji.

5. Drs. Inggit Prastiawan, M.Sn selaku Dosen Pebimbing Skripsi I Dra. Dilinar Adlin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi II.

6. Irwansyah, M.Sn selaku Penguji.

(8)

8. Teristimewa Penulis ucapkan terimakasih kepada orang tua Ayahanda Muhammad Syarif Daulay serta Ibunda Zuraida Hasibuan yang telah memberikan kasih sayang, serta dukungan baik serta moral maupun materil, motivasi dan doa. Serta kepada abang Jefri dan Leman beserta kakak Fitriyani Daulay, Pratiwi Daulay, Hartati Daulay, dan adik Hotimah Putri Daulay yang telah memberikan semangat dan doa yang tiada hentinya.

9. Hilman Sukri Lubis yang telah membantu dalam menyelesaikan Skripsi ini dan memberikan motivasi serta doa yang tiada hentinya.

10.Kepada keluarga besar Burhan Simatupang yang telah memberikan penulis fasilitas penginapan dan transportasi selama penulis meneliti di Kelurahan Sitinjak Kabupaten Tapanuli Selatan.

11.Adam Simatupang, Parenta Siregar, Sultan Rambe sebagai Narasumber yang telah memberikan banyak informasi kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini.

12.Sahabat-sahabat penulis Dila Nurmalita, Afriana Nasution, Mandayarni, Ike Wilda Yusni, Novinta Sari yang telah memberikan motivasi, bantuan moral kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

Semoga Skripsi ini berguna bagi kita semua.

Medan, 6 Januari 2016 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

B. Indentifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL ... 11

A. Landasan Teori ... 11

B. Kerangka Konseptual ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

A. Metode Penelitian... 20

D. Teknik pengumpulan Data ... 23

1. Observasi ... 23

1. Lokasi dan keadaan Geografis ... 29

2. Sistem Religi ... 31

3. Sistem Kekerabatan ... 32

(10)

5. Kesenian dalam Upacara adat Masyarakat Tapanuli Selatan ... 36

B. Sejarah Tari Moncak pada masyarakat Tapanuli Selatan ... 37

C. Eksistensi Tari Moncak Pada Masyarakat tapanuli Selatan ... 39

D. Bentuk Penyajian Tari Moncak ... 41

1. Tema ... 41

2. Gerak ... 42

3. Musik Pengiring Tari ... 57

4. Kostum atau Busana ... 58

5. Tata Rias... 58

6. Pola Lantai ... 59

7. Properti ... 61

BAB V PENUTUP ... 63

1. Kesimpulan ... 63

2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 68

(11)

DAFTAR TABEL

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Tapanuli Selatan ... 29

Gambar 4.2 Benteng Penjagaan ... 43

Gambar 4.3 Motif Gerak Pembuka ... 44

Gambar 4.4 Ragam Gerak Isi ... 44

Gambar 4.5 Motif Gerak Isi ... 45

Gambar 4.6 Motif Gerak Isi ... 45

Gambar 4.7 Motif Gerak Isi ... 46

Gambar 4.8 Motif Gerak Penutup ... 46

Gambar 4.9 Motif Gerak Penutup ... 47

Gambar 4.10 Kostum atau Busana ... 58

Gambar 4.11 Pola Lantai I ... 59

Gambar 4.12 Pola Lantai II ... 60

Gambar 4.13 Pola Lantai III... 60

Gambar 4.14 Pola Lantai IV ... 61

Gambar 4.15 Podang (pedang) ... 61

Gambar 4.16 Tombak ... 62

Gambar 4.17 Gordang Sambilan ... 69

Gambar 4.18 Suling ... 70

Gambar 4.19 Ogung ... 71

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Provinsi Sumatera Utara adalah salah Provinsi yang terletak di Negara Indonesia. Sumatera Utara memiliki keanekaragaman suku dan budaya. Suku yang berada di daerah Sumatera Utara ada 8 etnis yaitu: Mandailing, Melayu, Tapanuli Tengah, Pak-pak Dairi, Batak Simalungun, Karo, dan Batak Toba. Dimana setiap etnis masing-masing memiliki kesenian yang bebeda, setiap etnis tersebut memiliki masing-masing budaya tersendiri, yang mencerminkan kebiasaan hidup masyarakat dimasing-masing suku.

(14)

Menurut Koentjaraningrat (2004:1) dalam arti yang sempit kebudayaan adalah kesenian, sebaliknya dalam arti yang sangat luas kebudayaan yaitu seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinnya, karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar. Karena demikian luasnya, maka guna keperluan analisa konsep kebudayaan itu perlu dipecah lagi ke dalam unsur-unsurnya. Unsur-unsur terbesar

terjadi karena pecahan terhadap tahap pertama disebut “unsur-unsur kebudayaan yang meliputi: kesenian, ilmu pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat. Kesenian sebagai salah satu unsur-unsur kebudayaan merupakan tiang yang menopang keberadaan masyarakat dalam berbagai upacara yang terdapat di tengah-tengah masyarakat. Kesenian tersebut terbagi atas seni musik, seni rupa, seni tari, seni sastra dan lain sebagainya.

Kesenian merupakan ekspresi dan kreativitas dari manusia yang dituangkan melalui gerak, bunyi, gambar, atau sesuatu yang dapat digunakan oleh manusia itu sendiri. Kesenian juga merupakan warisan yang tidak boleh dilupakan, melainkan harus dikembangkan karena dapat menjadi ciri khas dari suatu daerah tersebut. Kesenian bisa digunakan dalam ritual, upacara adat, hiburan, dan pertunjukan sehingga keseniaan itu sendiri tidak lepas dari aktivitas masyarakat.

(15)

musik pengiring tari yang berfungsi sebagai penambah suasana. Totor adalah

somba do mulo ni tortor yang artinya asal mula tortor adalah sembah. Sombah

(sembah) atau persembahan ditunjukan kepada roh-roh leluhur (begu) yang dipercayai memiliki kekuatan gaib dan pengaruh besar terhadap aspek kehidupan masyarakat Tapanuli Selatan. Sedangkan Sarama adalah sebuah tarian, pengertian

kata “babiat” adalah harimau, Sarama babiat adalah sebuah tarian ritual yang dilakukan sibaso untuk menghormati harimau yang telah mati dibunuh. Karena menurut kepercayaan masyarakat Tapanuli Selatan hariamau adalah binatang yang disucikan. Dari beberapa kesenian yang terdapat pada masyarakat Tapanuli Selatan maka penulis sangat tertarik dengan Tari Moncak. Secara umum Moncak menggambarkan seni bela diri. Seni bela diri dan tari merupakan satu ekspresi yang berkaitan dan saling mengisi, karena keduanya menggunakan tubuh manusia sebagai materi pokok dan mengandung unsur gerak dari seluruh tubuh yang harmonis.

(16)

Pertarungan pamoncak ini dilakukan diperbatasan sawah atau yang sering disebut dengan beteng sawah.

Dan penulis juga mendapat informasi dari penari Moncak bernama (Parenta Siregar wawancara 13 Mei 2015) yang mengatakan bahwa Moncak adalah seni bela diri yang dahulunya seorang datuk atau dukun bernama Sirajja Lottung yang melawan dengan menundukkan atau menaklukkan babiat (harimau). Pertarungan Moncak bisa dilakukan selama setengah hari atau kurang lebih 12 jam. Ini dikarenakan kekuatan ilmu dan jurus yang sama-sama hebat. Karena Sirajja Lottung dan babiat (harimau) sama-sama hebat akan kekuatan jurus mereka, Siraja Lottung mempelajari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh

babiat (harimau). Dari sinilah adanya jurus babaiat (harimau). Karena dikampung

tersebut banyak binatang-binatang buas dan alam gaib yang sering mengganggu perkampungan tersebut. Siraja Lottung memutuskan untuk memberi jurus-jurus tersebut kepada sembilan temannya tersebut yaitu Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonga, Siregar, Sihombing, Simamora dan mereka pun dinamakan pamoncak. Karena tersohor akan kehebatan Siraja Lottung dan kesembilan temannya, seorang raja pun melindungi dirinya dengan

pamoncak (pemain bela diri) yang disebut algojo, ulu-balu (ajudan raja). Ulu balu

(ajudan raja) bertugas melindungi raja dari binatang buas, alam gaib dan para penjahat.

(17)

diri yang dipanggil oleh masyarakat Tapanuli Selatan. Akan tetapi pamoncak (pemain Moncak) ini tidak lagi bertarung dengan harimau tetapi pamoncak (pemain Moncak) bertarung dengan manusia atau sesama pemain Moncak itu sendiri. Pertarungan ini biasanya berlangsung selama setengah hari atau ± 12 jam, pertarungan Moncak dilakukan diperbatasan sawah atau masyarakat Tapanuli Selatan menyebutnya dengan perbentengan sawah. Acara Moncak ini biasanya dipertunjukkan pada saat hari-hari besar seperti hari raya Idul Fitri, ini dikarenakan pemerintah setempat selalu mengadakan silahturahmi kepada masyarakat Tapanuli Selatan pada hari raya Idul Fitri sehingga Moncak adalah salah satu hiburan dari acara tersebut.

Setelah perkembangan zaman Moncak dihadirkan menjadi tari yaitu Tari

Moncak. Tari yang gerakannya disusun menjadi gerak tari yang dimana tari

tersebut mempunyai alur cerita dan Pamoncak (pemain Moncak) tersebut tidak lagi melawan harimau tetapi manusia yang diibaratkan dengan babiat (harimau). Akan tetapi para seniman, tokoh masyarakat, masyarakat Tapanuli Selatan tidak mengetahui kapan perubahan ini terjadi dan pada tahun berapa Moncak menjadi Tari Moncak yang memiliki iringan musik dan alur cerita, masyarakat Tapanuli Selatan juga tidak mengetahui siapa tokoh yang menggarap Moncak menjadi tari yang memiliki alur cerita tersebut. Masyarakat Tapanuli Selatan menyebut

Moncak adalah seni tari yang menggambarkan bentuk bela diri. Tortor dan

Moncak adalah salah satu adat upacara masyarakat Tapanuli Selatan, tetapi tortor

(18)

disaat upcara pernikahan yang manortor (menari) adalah pihak dari keluarga yang

manortor (menari) terlebih dahulu, lalu muda mudi sesuai dengan urutan marga

dan yang terakhir pengantin yang manortor (menari) dan musik tortor yang digunakan berbeda dengan Moncak, tortor mempunyai lagu-lagu yang berisi nasehat sedangkan di Moncak tidak memiliki lagu hanya musik saja. Masyarakat Tapanuli Selatan mengatakan Tortor manjalaki dongan sedangkon Moncak

manjalaki musuh yang artinya tortor mencari kawan sedangkan Moncak mencari

musuh.

Pada awal gerak Tari Moncak diawali dengan gerak sombah, ini bermaksud untuk menghormati para penonton yang disekitarnya dan juga diakhiri dengan gerak sombah. Gerakan Tari Moncak adalah gerakan yang memiliki jurus-jurus yang sangat gesit ini terlihat pada gerak-gerak yang tajam akan mengecoh lawannya. Podang atau yang disebut dengan pedang merupakan properti yang biasanya digunakan dalam tari Moncak. Ulu balu (ajudan raja) melindungi raja dengan menggunakan senjata podang sakti (pedang sakti).

(19)

ini dengan judul EKSISTENSI TARI MONCAK PADA MASYARAKAT TAPANULI SELATAN”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, penulis melakukan identifikasi masalah tersebut. Indentifikasi ini penting dilakukan agar penulis mempunyai acuan, masalah mana yang penting untuk dicari pemecahannya atau jawabannya, yang bertujuan agar terarahnya masalah yang dibahas. Sugiono

(2008:52) menyatakan bahwa “setiap penelitian yang akan dilakukan harus selalu

berangkat dari masalah, walaupun diakui memilih masalah dalam penelitian

sering merupakan hal yang paling sulit dalam proses penelitian”. Dengan

demikian, identifikasi masalah sangat mendukung dalam suatu penelitian.

Dari uraian di atas maka permasalahan penelitian ini dapat diidentifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu :

1. Bagaimana asal-usul Tari Moncak pada masyarakat Tapanuli Selatan? 2. Bagaimana makna simbol Tari Moncak pada masyarakat Tapanuli

Selatan?

3. Bagaimana fungsi Tari Moncak pada masyarakat Tapanuli Selatan? 4. Bagaimana bentuk penyajian Tari Moncak pada masyarakat Tapanuli

(20)

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah, ternyata banyak faktor yang dapat diteliti lebih lanjut dalam permasalahan ini maka arah penelitian harus dibatasi. Hal ini dilakukan agar dalam proses penelitian dan penganalisaan data nantinya pembahasan ini tidak akan meluas dan melebar sehingga penelitian lebih terarah. Untuk itu, berdasarkan identifikasi masalah-masalah di atas maka pembatasan masalah dalam penelitian ini berhubungan dengan eksistensi tari tersebut adalah :

1. Bagaimana asal usul Tari Moncak pada masyarakat Tapanuli Selatan di Kelurahan Sitinjak?

2. Bagaimana bentuk penyajian Tari Moncak pada masyarakat Tapanuli Selatan di Kelurahan Sitinjak

D. Rumusan Masalah

Hani Halifuddin (2012:115) “Inti dari rumusan masalah adalah suatu yang belum terjawab, sehingga perlu diadakan sebuah penelitian, baik penelitian

lapangan maupun penelitian kepustakaan”. Rumusan masalah menjadi objek

utama penelitian dalam skripsi, karena rumusan masalah sebagai gambaran awal yang akan dibahas dalam skripsi, sehingga pembahasan dalam skripsi lebih terarah, dan membuat skripsi memiliki keteraturan yang baik, hal ini sesuai

(21)

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijabarkan pada latar belakang masalah, identifikasi masalah serta pembatasan masalah, adapun rumusan maslah sebagai berikut. “Bagaimana asala usul dan bentuk penyajian Tari Moncak pada

masyarakat Tapanuli Selatan”.

E. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian selalu berorientasi pada tujuan. Tanpa tujuan yang jelas, maka arah kegiatan yang akan dilakukan tidak terfokus, karena tidak tahu apa yang akan dilakukan apa yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Tujuan penelitian menjadi kerangka yang selalu dirumuskan untuk mendapatkan gamabaran yang jelas tentang hasil yang akan diperoleh. Tujuan peneliti harus benar-benar mengacu pada rumusan masalah penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan asal usul Tari Moncak pada masyarakat Tapanuli Selatan di Kelurahan Sitinjak.

2. Mendeskrifsikan bentuk penyajian Tari Moncak pada masyarakat Tapanuli Selatan di Kelurahan Sitinjak.

E. Manfaat Penelitian

(22)

membangkitkan keinginan pada generasi muda. Pada penelitian ini, peneliti mencakup kegunaan pengembangan ilmu dan manfaat, yaitu sebagai berikut :

1. Sebagai masukan bagi penulis dalam menembah pengetahuan dan wawasan mengenai Tari Moncak pada masyarkat Tapanuli Selatan. 2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat luas mengenai Tari Moncak,

khususnya masyarakat Tapanuli Selatan.

3. Sebagai bahan motivasi bagi setiap pembaca, khususnya pembaca yang menekuni bidang seni.

4. Sebagai salah satu bahan masukan di Jurusan Sendratasik khususnya Program Studi Pendidikan Seni Tari, Universitas Negeri Medan. 5. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi bagi

(23)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari semua yang sudah diteliti di lapangan dan berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan mulai dari latar belakang sampai pembahasan, maka penulis dapat memperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada awalnya Moncak adalah ilmu bela diri yang dimainkan oleh Siraja Lottung yang sering sekali bertarung dengan seekor binatang yaitu babiat (harimau). Saat pamoncak atau bermain Moncak dilakukan, dari satu desa kedesa seberang pasti mengetahuinya, ini dikarenakan pertarungan yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Tapanuli Selatan. Pertarungan pamoncak ini dilakukan diperbatasan sawah atau yang sering disebut dengan beteng sawah. 2. Pada ± 1960 tahuan samapai dengan ± 1980 tahun Moncak dihadirkan

kembali menjadi seni bela diri. Pamoncak (pemain Moncak) adalah nama pemain seni bela diri yang dipanggil oleh masyarakat Tapanuli Selatan. Akan tetapi pamoncak (pemain Moncak) ini tidak lagi bertarung dengan harimau tetapi pamoncak (pemain Moncak) bertarung dengan manusia atau sesama pemain Moncak itu sendiri. 3. Tari moncak biasanya disajikan pada saat prosesi upacara horja

(24)

pemerintah setempat kepada masyarakat dan untuk penyambutan tamu kehormatan menggunakan Tari Moncak.

4. Penyajian tari Moncak pada umumnya ditarikan lebih dari empat orang, dikarenakan dalam tari Moncak mempunyai alaur cerita dimana penari Moncak memiliki tugas yaitu sebagai benteng penjaga raja, pembersih jalan, dan melawan musuh, maka dari itu diharuskan penari lebih dari empat dan tidak boleh ganjil harus genap dikarenakan masyarakat Tapanuli Selatan mempercayai bahwa awal dari genap adalah hal yang baik.

B. Saran

Setelah melakukan penelitian mengenai Eksistensi tari Moncak pada masyarakat Tapanuli Selatan, maka muncullah beberapa saran sebagai upaya pengembangan kesenian tari Moncak pada masyarakat Tapanuli Selatan sebagai berikut:

1. Penulis berharap dengan adanya penelitian ini, masyarakat Tapanuli Selatan agar dapat menjaga, mengembangkan serta melestarikan tarian-tarian yang berada pada masyarakat Tapanuli Selatan sehingga terhindar dari kepunahan dan eksis khususnya di Kabupaten Tapanuli Selatan.

(25)

dalam maupun di luar daerah Tapanuli Selatan. Dengan demikian keberadaan bentuk kesenian tersebut akan lebih dikenal dan diapresiasi oleh berbagai kalangan.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Batomi, Suwaji.1986. Kebudayaan Apresiasi Seni Pendidikan Seni. Semarang : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Semarang

Kartika, Chika. 2014. Dalam “skripsi”, Tari Sarama Babiat Tinjauan Terhadap

Bentuk. Medan : Jurusan Sendratasi, FBS Universitas Negeri Medan.

Koentjaraningrat.2000. Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta : Rineka Cipta.

Mardiana, Alita. 2012. Dalam “skripsi”, Maknadan Simbol Taktak ghara pada Masyarakat Pakpak Bharat. Medan : Jurusan Sendratasik, FBS

Universitas Negeri Medan

Nurwani. 2007. Dalam “diktat”,Pengetahuan Seni Tari. Jurusan Sendratasik

fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

Poerwadarminta, WJS.1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka

Rahmadani, Nur. 2013. Dalam “skripsi”, Tari Mendulang Emas Pada

Masyarakat Tapanuli Selatan. Medan : Jurusan Sendratasik, FBS

Universitas Negeri Medan

RHD.Nugrahaningsih dan Yusnizar Heniwati, 2012.Tari Identitas dan Resistensi, Medan : Universitas Negeri Medan

RHD.Nugrahaningsih dan Dilinar Adlin Nasution, 2014.Tortor Mandailing dan

Pengembangannya, Medan : Universitas Negeri Medan

Sugiono, 2008.Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Supriyanto, Henry. 1980. Pengantar Studi Teater Untuk Sekolah Menengah Atas. Malang : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Surakhmad, Winano. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito Wahyuningsih, Sri. 2007. Bentuk Penyajian Paket Padat di Sanggar Tari Prigel

kabupaten Purworejo.Semarang : Universitas Negeri Semarang

Warhana, Wisnu. 1990. Pendidikan Seni Tari Buku Guru Sekolah Menengah

(27)

Wiersema, Wiliam, 1986. “Research Methods in Education; An Intrduction”.

London : Forth Edition

http://silatindonesia.com/2011/02/ibing-penca-danbeladiri-pencak-silat (http://neoinformasi.blogspot.com/2014/06/seni-budaya-mandailing.htm)

(http://kelaskaryawanblitar.sepakbola.biz/b.php?_b=infop2k&id=124128#Kesenian_Tra disiona

http://www.kabarindonesia.com

Gambar

Tabel 4.1 Jumlah presentase agama di Kelurahan Sitinjak ................................

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah, fungsi, bentuk penyajian, dan makna simbol tari Payung pada masyarakat Pesisir Sibolga di kecamatan Sibolga

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Eksistensi Tari Sufi Pada Komunitas Al Fairouz Di Kota Medan meliputi: (1) sejarah, (2) fungsi, (3) bentuk penyajian tari Sufi

Dari hasil wawancara dengan guru seni tari diperoleh penjelasan bahwa pada umumnya orang tua peserta didik kurang perhatian pada anaknya dalam kegiatan pembelajaran tari Jawa

Nama : Sutrisno Usia : 22 tahun. Cemara asri Pekerjaan : Penari.. Bagaimana sejarah yang anda ketahui tentang tari Tibet? 2. Apa saja properti penari laki-laki dan

Sebagaimana halnya seni tari dalam pandangan Antropologi, Tari Moyo merupakan suatu bentuk ekspresi diri yang didefinisikan sebagai praktik kultural sekaligus sebagai

Berbeda dengan Tari Pendet pada umumnya, Desa Pakraman Pesedahan Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem memiliki keunikan yakni Tari Pendet Lanang karena ditarikan

Berdasarkan hal ini penari terdiri dari empat orang anak-anak wanita tingkat Sekalah Dasar yang diwujudkan dalam sebuah karya tari sesuai dengan konsep garapan dan nilai-nilai yang

Busana penari Kejei tahun 1939 Sumber: curupkami.blogspot.com Busana penari Kejei sekarang Sumber: Dokumentasi Lapangan Dari berbagai macam perubahan yang terjadi pada tari Kejei