• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Kadar Air, Aktivitas Air, dan Ketahanan Benturan Ransum Komplit Domba Bentuk Pelet Menggunakan Daun Kelapa Sawit sebagai Substitusi Hijauan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Kadar Air, Aktivitas Air, dan Ketahanan Benturan Ransum Komplit Domba Bentuk Pelet Menggunakan Daun Kelapa Sawit sebagai Substitusi Hijauan"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KADAR AIR, AKTIVITAS AIR, DAN KETAHANAN

BENTURAN RANSUM KOMPLIT DOMBA BENTUK PELET

MENGGUNAKAN DAUN KELAPA SAWIT SEBAGAI

SUBSTITUSI HIJAUAN

SKRIPSI

PRAMADITA SURYANAGARA

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

Pramadita Suryanagara. D02400077. 2006. Uji Kadar Air, Aktivitas Air, dan Ketahanan Benturan Ransum Komplit Domba Bentuk Pelet Menggunakan Daun Kelapa Sawit Sebagai Substitusi Hijauan. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Lidy Herawati, MS.

Pembimbing Anggota 1 : Dr. Ir. Rachjan G. Pratas, MSc. Pembimbing Anggota 2 : Ir. Sindu A., MM.

Daun kelapa sawit merupakan salah satu limbah kebun kelapa sawit yang tersedia pada setiap dilakukan pemangkasan buah dan diduga berpotensi sebagai pakan ternak. Beberapa kendala pemanfaatan daun kelapa sawit adalah voluminous, kualitas nutrisinya rendah, kandungan lignin dan selulosanya tinggi serta lokasi produksinya jauh dari lokasi peternakan. Pelet merupakan salah satu teknologi pengolahan pakan yang dapat mengatasi permasalahan tersebut sekaligus meningkatkan mutu daun kelapa sawit sebagai sumber hijauan ternak ruminansia.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2005 di Laboratorium Industri Makanan Ternak, Fakultas Peternakan , Institut Pertanian Bogor dan Peternakan Rakyat di Parung, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui taraf terbaik penggunaan daun sawit sebagai pengganti hijauan di dalam ransum lengkap domba bentuk pelet melalui pengujian secara fisik.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Ransum terdiri dari lima macam perlakuan, yaitu: 1) ransum mengandung 30% rumput lapang + 70% konsentrat (R1), 2) ransum mengandung 22,5% rumput lapang + 7,5% daun sawit + 70% konsentrat (R2), 3) ransum mengandung 15% rumput lapang + 15% daun sawit + 70% konsentrat (R3), 4) ransum mengandung 7,5% rumput lapang + 22,5% daun sawit + 70% konsentrat (R4), 5) ransum mengandung 30% daun sawit + 70% konsentrat (R5). Data yang terkumpul di analisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1995).

Substitusi rumput lapang menggunakan daun sawit tidak mempengaruhi ketahanan pelet terhadap gesekan namun nyata (P<0,05) meningkatkan kadar air, ketahanan benturan ransum, dan sangat nyata (P<0,01) meningkatkan aktivitas air ransum.

(3)

ABSTRACT

Test of Water Content, Water Activity, and Resistance to Collision on Complete Ration for Sheep in Pellet Shape Using Oil Palm Leaf as Forage

Substitution.

Suryanagara P., L. Herawati, R. G. Pratas, S. Akahadiarto

Oil palm leaf is one of oil palm by-product which are found during harvesting procces and asumed as a potential feed for ruminant. Several obstacles that might found in oil palm usage are voluminous, low nutrition quality, high lignin and selulose content and also there is long distance from oil palm planted area to the animal farm. Pellet is one of the technology of feed processing which can handle those problems an also increase the quality oil palm leaf it self as forage source for ruminant animals

This research used Completely Randomized Design with five treatments and three replications. The treatments were: 1) ration contain 30% native grass and 70% concentrate (R1), 2) ration contain 22.5% native grass, 7.5% oil palm frond and 70% concentrate (R2), 3) ration contain 15% native grass, 15% oil palm frond and 70% concentrate (R3), 4) ration contain 7.5% native grass, 22.5% oil palm frond and 70% concentrate (R4), and 5) ration contain 30% oil palm frond and 70% concentrate (R5). The data were analysed by ANOVA and continued with Contras Ortogonal Test (Steel and Torrie, 1995).

(4)

UJI KADAR AIR, AKTIVITAS AIR, DAN KETAHANAN

BENTURAN RANSUM KOMPLIT DOMBA BENTUK PELET

MENGGUNAKAN DAUN KELAPA SAWIT SEBAGAI

SUBSTITUSI HIJAUAN

PRAMADITA SURYANAGARA

D02400077

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan

Pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

UJI KADAR AIR, AKTIVITAS AIR, DAN KETAHANAN

BENTURAN RANSUM KOMPLIT DOMBA BENTUK PELET

MENGGUNAKAN DAUN KELAPA SAWIT SEBAGAI

SUBSTITUSI HIJAUAN

Oleh

PRAMADITA SURYANAGARA

D02400077

Skripsi ini telah disetujui dan akan disidangkan di hadapan

Komisi Ujian Lisan pada tanggal 1 Februari 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota 1 Pembimbing Anggota 2

(Ir. Lidy Herawati, MS) (Dr. Ir. Rachjan G. Pratas, M.Sc) (Ir. Sindu A., MM)

NIP. 131 671 600 NIP. 130 517 038 NIP. 680 001 682

Mengetahui Dekan

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1981 di Lampung. Penulis adalah anak ke-3 dari pasangan Bapak Mulyono H.S. dan Ibu Nina S.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1993 di SD Taman Siswa Bandar Lampung, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1996 di SMP Negeri 1 Teluk Betung dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 1999 di SMU Negeri 2 Bandar Lampung.

Pada tahun 1999 penulis tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pada tahun 2000, Penulis masuk IPB melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Nutrisi Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillaahhirrahmaanirrahim

Alhamdulillaahirabbil’alamiin. Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat serta Hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Uji Kadar Air, Aktivitas Air, Ketahanan Benturan, dan Palatabilitas Ransum Komplit Domba Bentuk Pelet menggunakan Daun Kelapa Sawit sebagai Substitusi Hijauan” sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat beliau.

Salah satu faktor pembatas dalam pengembangan usaha peternakan ruminansia di Indonesia adalah penyediaan pakan hijauan, hal ini disebabkan luasan lahan untuk hijauan makanan ternak semakin terbatas dan harga hijauan makanan ternak semakin mahal. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut diantaranya melakukan eksplorasi sumber bahan makanan baru (non konvensional) yang murah, tersedia dalam jumlah melimpah, berkesinambungan, bernilai gizi tinggi dan keberadaannya tidak bersaing dengan manusia. Daun kelapa sawit merupakan salah satu produk kebun kelapa sawit yang tersedia setiap dilakukan pemangkasan buah dan diduga berpotensi sebagai pakan ternak.

Skripsi ini ditulis untuk mengetahui apakah daun kelapa sawit dapat dijadikan sumber serat alternatif selain rumput lapang untuk memenuhi kebutuhan ternak ruminansia.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkannya.

Bogor, Februari 2006

(8)
(9)

Aktivitas Air (Syarief dan Halid, 1993)... 16

Ketahanan Pelet terhadap Benturan (Balagapolan et al., 1988).. 17

Ketahanan Pelet terhadap Gesekan (Fairfield, 1994) ... 17

Palatabilitas ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Kandungan Zat Makanan... 18

Kondisi Umum Pelet... 19

Kadar Air ... 19

Aktivitas Air ... 20

Ketahanan Pelet terhadap Benturan ... 21

Ketahanan Pelet terhadap Gesekan... 21

Uji Palatabilitas... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

Kesimpulan ... 23

Saran ... 23

UCAPAN TERIMA KASIH ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Zat Makanan Rumput Lapang (% BK) ... 4

2. Nilai Aw Minimum dari Beberapa Mikroba... 9

3. Komposisi Zat Makanan Rumput Lapang dan Daun Kelapa Sawit ... 13

4. Formulasi dan Komposisi Zat Makanan Hasil Perhitungan ... 15

5. Komposisi Zat Makanan Hasil Analisa (%BK)... 18

6. Rataan Nilai Kadar Air ... 19

7. Rataan Aktivitas Air ... 20

8. Rataan Ketahanan Benturan... 21

9. Rataan Nilai Uji Ketahanan Benturan dan Gesekan ... 21

(11)

UJI KADAR AIR, AKTIVITAS AIR, DAN KETAHANAN

BENTURAN RANSUM KOMPLIT DOMBA BENTUK PELET

MENGGUNAKAN DAUN KELAPA SAWIT SEBAGAI

SUBSTITUSI HIJAUAN

SKRIPSI

PRAMADITA SURYANAGARA

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

Pramadita Suryanagara. D02400077. 2006. Uji Kadar Air, Aktivitas Air, dan Ketahanan Benturan Ransum Komplit Domba Bentuk Pelet Menggunakan Daun Kelapa Sawit Sebagai Substitusi Hijauan. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Lidy Herawati, MS.

Pembimbing Anggota 1 : Dr. Ir. Rachjan G. Pratas, MSc. Pembimbing Anggota 2 : Ir. Sindu A., MM.

Daun kelapa sawit merupakan salah satu limbah kebun kelapa sawit yang tersedia pada setiap dilakukan pemangkasan buah dan diduga berpotensi sebagai pakan ternak. Beberapa kendala pemanfaatan daun kelapa sawit adalah voluminous, kualitas nutrisinya rendah, kandungan lignin dan selulosanya tinggi serta lokasi produksinya jauh dari lokasi peternakan. Pelet merupakan salah satu teknologi pengolahan pakan yang dapat mengatasi permasalahan tersebut sekaligus meningkatkan mutu daun kelapa sawit sebagai sumber hijauan ternak ruminansia.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2005 di Laboratorium Industri Makanan Ternak, Fakultas Peternakan , Institut Pertanian Bogor dan Peternakan Rakyat di Parung, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui taraf terbaik penggunaan daun sawit sebagai pengganti hijauan di dalam ransum lengkap domba bentuk pelet melalui pengujian secara fisik.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Ransum terdiri dari lima macam perlakuan, yaitu: 1) ransum mengandung 30% rumput lapang + 70% konsentrat (R1), 2) ransum mengandung 22,5% rumput lapang + 7,5% daun sawit + 70% konsentrat (R2), 3) ransum mengandung 15% rumput lapang + 15% daun sawit + 70% konsentrat (R3), 4) ransum mengandung 7,5% rumput lapang + 22,5% daun sawit + 70% konsentrat (R4), 5) ransum mengandung 30% daun sawit + 70% konsentrat (R5). Data yang terkumpul di analisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1995).

Substitusi rumput lapang menggunakan daun sawit tidak mempengaruhi ketahanan pelet terhadap gesekan namun nyata (P<0,05) meningkatkan kadar air, ketahanan benturan ransum, dan sangat nyata (P<0,01) meningkatkan aktivitas air ransum.

(13)

ABSTRACT

Test of Water Content, Water Activity, and Resistance to Collision on Complete Ration for Sheep in Pellet Shape Using Oil Palm Leaf as Forage

Substitution.

Suryanagara P., L. Herawati, R. G. Pratas, S. Akahadiarto

Oil palm leaf is one of oil palm by-product which are found during harvesting procces and asumed as a potential feed for ruminant. Several obstacles that might found in oil palm usage are voluminous, low nutrition quality, high lignin and selulose content and also there is long distance from oil palm planted area to the animal farm. Pellet is one of the technology of feed processing which can handle those problems an also increase the quality oil palm leaf it self as forage source for ruminant animals

This research used Completely Randomized Design with five treatments and three replications. The treatments were: 1) ration contain 30% native grass and 70% concentrate (R1), 2) ration contain 22.5% native grass, 7.5% oil palm frond and 70% concentrate (R2), 3) ration contain 15% native grass, 15% oil palm frond and 70% concentrate (R3), 4) ration contain 7.5% native grass, 22.5% oil palm frond and 70% concentrate (R4), and 5) ration contain 30% oil palm frond and 70% concentrate (R5). The data were analysed by ANOVA and continued with Contras Ortogonal Test (Steel and Torrie, 1995).

(14)

UJI KADAR AIR, AKTIVITAS AIR, DAN KETAHANAN

BENTURAN RANSUM KOMPLIT DOMBA BENTUK PELET

MENGGUNAKAN DAUN KELAPA SAWIT SEBAGAI

SUBSTITUSI HIJAUAN

PRAMADITA SURYANAGARA

D02400077

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan

Pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(15)

UJI KADAR AIR, AKTIVITAS AIR, DAN KETAHANAN

BENTURAN RANSUM KOMPLIT DOMBA BENTUK PELET

MENGGUNAKAN DAUN KELAPA SAWIT SEBAGAI

SUBSTITUSI HIJAUAN

Oleh

PRAMADITA SURYANAGARA

D02400077

Skripsi ini telah disetujui dan akan disidangkan di hadapan

Komisi Ujian Lisan pada tanggal 1 Februari 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota 1 Pembimbing Anggota 2

(Ir. Lidy Herawati, MS) (Dr. Ir. Rachjan G. Pratas, M.Sc) (Ir. Sindu A., MM)

NIP. 131 671 600 NIP. 130 517 038 NIP. 680 001 682

Mengetahui Dekan

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1981 di Lampung. Penulis adalah anak ke-3 dari pasangan Bapak Mulyono H.S. dan Ibu Nina S.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1993 di SD Taman Siswa Bandar Lampung, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1996 di SMP Negeri 1 Teluk Betung dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 1999 di SMU Negeri 2 Bandar Lampung.

Pada tahun 1999 penulis tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pada tahun 2000, Penulis masuk IPB melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Nutrisi Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

(17)

KATA PENGANTAR

Bismillaahhirrahmaanirrahim

Alhamdulillaahirabbil’alamiin. Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat serta Hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Uji Kadar Air, Aktivitas Air, Ketahanan Benturan, dan Palatabilitas Ransum Komplit Domba Bentuk Pelet menggunakan Daun Kelapa Sawit sebagai Substitusi Hijauan” sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat beliau.

Salah satu faktor pembatas dalam pengembangan usaha peternakan ruminansia di Indonesia adalah penyediaan pakan hijauan, hal ini disebabkan luasan lahan untuk hijauan makanan ternak semakin terbatas dan harga hijauan makanan ternak semakin mahal. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut diantaranya melakukan eksplorasi sumber bahan makanan baru (non konvensional) yang murah, tersedia dalam jumlah melimpah, berkesinambungan, bernilai gizi tinggi dan keberadaannya tidak bersaing dengan manusia. Daun kelapa sawit merupakan salah satu produk kebun kelapa sawit yang tersedia setiap dilakukan pemangkasan buah dan diduga berpotensi sebagai pakan ternak.

Skripsi ini ditulis untuk mengetahui apakah daun kelapa sawit dapat dijadikan sumber serat alternatif selain rumput lapang untuk memenuhi kebutuhan ternak ruminansia.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkannya.

Bogor, Februari 2006

(18)
(19)

Aktivitas Air (Syarief dan Halid, 1993)... 16

Ketahanan Pelet terhadap Benturan (Balagapolan et al., 1988).. 17

Ketahanan Pelet terhadap Gesekan (Fairfield, 1994) ... 17

Palatabilitas ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Kandungan Zat Makanan... 18

Kondisi Umum Pelet... 19

Kadar Air ... 19

Aktivitas Air ... 20

Ketahanan Pelet terhadap Benturan ... 21

Ketahanan Pelet terhadap Gesekan... 21

Uji Palatabilitas... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

Kesimpulan ... 23

Saran ... 23

UCAPAN TERIMA KASIH ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(20)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Zat Makanan Rumput Lapang (% BK) ... 4

2. Nilai Aw Minimum dari Beberapa Mikroba... 9

3. Komposisi Zat Makanan Rumput Lapang dan Daun Kelapa Sawit ... 13

4. Formulasi dan Komposisi Zat Makanan Hasil Perhitungan ... 15

5. Komposisi Zat Makanan Hasil Analisa (%BK)... 18

6. Rataan Nilai Kadar Air ... 19

7. Rataan Aktivitas Air ... 20

8. Rataan Ketahanan Benturan... 21

9. Rataan Nilai Uji Ketahanan Benturan dan Gesekan ... 21

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Daun Kelapa Sawit ... 3 2. Skema Hubungan Beberapa Faktor Dalam Proses Pelleting

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Spesifikasi Mesin Penelitian ... 29

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu faktor pembatas dalam pengembangan usaha peternakan ruminansia di Indonesia adalah penyediaan pakan hijauan, hal ini disebabkan luasan lahan untuk hijauan makanan ternak semakin terbatas dan harga hijauan makanan ternak semakin mahal. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut diantaranya melakukan eksplorasi sumber bahan makanan baru (non konvensional) yang murah, tersedia dalam jumlah melimpah, berkesinambungan, bernilai gizi tinggi dan keberadaannya tidak bersaing dengan manusia.

Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar kedua setelah Malaysia. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dewasa ini semakin dikembangkan, oleh karena itu hasilnyapun semakin meningkat. Demikian pula dengan limbah yang dihasilkannya. Salah satu limbah dari perkebunan kelapa sawit yang dapat dijadikan sumber hijauan bagi ternak ruminansia adalah daun kelapa sawit.

Daun kelapa sawit merupakan salah satu limbah kebun kelapa sawit yang tersedia pada setiap dilakukan pemangkasan buah dan diduga berpotensi sebagai pakan ternak. Daun kelapa sawit telah banyak digunakan sebagai pakan hijauan untuk ternak ruminansia di Malaysia (Zahari et al., 2003). Di Indonesia sepertinya masih belum banyak dilakukan pemanfaatan daun kelapa sawit sebagai salah satu pakan hijauan alternatif untuk ternak ruminansia. Produksi daun kelapa sawit dilaporkan mencapai 103,6 kg bahan kering per hektar per hari (Hassan dan Ishida, 1991), yang merupakan potensi yang perlu dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang kebutuhan pakan hijauan uminansia.

(24)

komposisi pakan. Kendala ransum komplit yang menggunakan hijauan seperti rumput lapang atau daun kelapa sawit adalah sulit untuk dipelet karena memiliki kandungan serat yang cukup tinggi.

Perumusan Masalah

Rumput lapang merupakan sumber serat yang penting bagi ternak ruminansia di Indonesia. Namun ketersediaannya terkadang menjadi kendala bagi peternakan yang lahannya jarang ditumbuhi rumput. Daun kelapa sawit diharapkan dapat digunakan sebagai substitusi dari rumput lapang sebagai bahan pakan terutama untuk peternakan yang berlokasi didekat dengan perkebunan kelapa sawit. Pemanfaatan daun kelapa sawit yang merupakan limbah dari perkebunan kelapa sawit dapat mengurangi biaya pakan.

Tujuan

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Daun Kelapa Sawit

Di Indonesia areal kebun kelapa sawit cukup luas dan terus meningkat. Hasil utamanya berupa minyak sawit yang merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia. Daun kelapa sawit yang dipanen setiap hari 1 – 2 helai perpohon, merupakan potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Kelapa sawit sering disebut juga sebagai kelapa seribu karena jumlah pertandannya yang sangat banyak. Nama latinnya

Elaeis guineensis. Dalam susunan taksonominya kelapa sawit tergolong dalam : Phillum : Angiospermae

Divisi : Monocotyledonae Ordo : Palmae

Famili : Arecaceae Tribe : Cocoineae Genus : Elaeis

Species : Guineensis (Surbakti, 1982)

Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 2690,40 ribu hektar pada tahun 2002 (Badan Pusat Statistik, 2002). Daun kelapa sawit, merupakan salah satu produk kebun kelapa sawit yang tersedia setiap dilakukan pemangkasan buah dan diduga berpotensi sebagai pakan ternak. Produksi daun kelapa sawit dilaporkan mencapai 103,6 kg bahan kering per hektar perhari (Hassan dan Ishida, 1991). Gambar daun kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1.

(26)

Daun kelapa sawit adalah salah satu limbah perkebunan yang melimpah. Hampir semua daun yang dipangkas dibuang dilahan perkebunan, terutama untuk daur ulang nutrisi untuk konservasi tanah. Daun kelapa sawit memiliki potensi yang sangat besar untuk digunakan sebagai sumber hijauan atau sebagai komponen dalam ransum komplit untuk ternak ruminansia. Banyak penelitian yang dilakukan oleh Malaysian Agriculture Research and Development Institute (MARDI), tentang pemanfaatan daun kelapa sawit untuk pakan ternak, baik dalam bentuk segar maupun yang diproses dalam bentuk pelet atau silase (Hassan et al., 1995). Pemangkasan dilakukan pada daun-daun yang tua didasar tandan buah untuk mengurangi naungan sehingga memudahkan terjadinya penyerbukan (Mansyur, 1980). Berdasarkan Zahari

et al. (2003), daun sawit memiliki potensi sebagai sumber hijauan atau sebagai komponen dalam ransum komplit untuk ternak ruminansia.

Tingkat penggunaan yang optimal dari kandungan daun kelapa sawit dalam ransum berdasarkan bahan kering adalah 50 % untuk sapi potong, dan 30 % untuk sapi perah, kambing, dan domba (Hassan et al., 1995). Bagian daun kelapa sawit yang digunakan pada penelitian ini hanya anak daun bersama tulang daun. Pelepah daun tidak digunakan karena sulit untuk diolah.

Hijauan

Salah satu hijauan yang umum digunakan oleh peternak di Indonesia adalah rumput lapang. Rumput lapang adalah sumber hijauan yang sering digunakan untuk ternak ruminansia. Rumput lapang merupakan campuran dari beberapa jenis rumput lokal yang umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah (Wiradarya, 1989). Kandungan rumput lapang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Zat Makanan Rumput Lapang (% BK)* Komposisi Zat makanan (%BK) Rumput lapang

(27)

Menurut Lubis (1963), rumput lapang memiliki kandungan serat kasar yang tinggi dan protein yang rendah berkisar antara 6,47-9,71 %.

Ransum Komplit

Ransum adalah jumlah total bahan makanan yang diberikan kepada hewan untuk periode 24 jam (Hartadi et al., 1990). Ransum harus mengandung semua zat-zat makanan yang seimbang, dapat dicerna, dan palatable, sehingga dapat dikonsumsi ternak sesuai kebutuhannya.

Ransum komplit adalah makanan yang cukup gizi untuk hewan tertentu dalam tingkat fisiologi tertentu, dicampur dan dibentuk untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan dan mampu dalam merawat hidup pokok atau produksi (atau keduanya) tanpa tambahan bahan atau substansi lain kecuali air (Hartadi et al., 1990).

Ransum komplit penelitian ini ditujukan untuk pakan domba yang terdiri dari campuran antara hijauan dan konsentrat. Konsentrat merupakan suatu bahan makanan yang digunakan bersama bahan makanan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai pelengkap atau makanan lengkap. Konsentrat ransum komplit penelitian terdiri dari bungkil kedelai, bungkil kelapa, jagung kuning, dedak padi, onggok, molasses, urea serta penambahan beberapa mineral antara lain CaCO3 dan Na2SO4.

Bungkil kedelai adalah hasil sampingan dari pembuatan minyak kedelai dan banyak dimanfaatkan untuk ternak. Menurut Hartadi et al. (1990), komposisi zat makanan bungkil kedelai berdasarkan bahan kering yaitu 6,7% abu, 51,9% protein kasar, 1,3% lemak kasar, 5,1% serat kasar, 35% BETN, 0,34% Ca, 0,70% P, dan 79% TDN.

(28)

Jagung memiliki kandungan energi yang tinggi, tetapi rendah akan kandungan serat, protein dan mineral (Gohl, 1981). Jagung amat disukai ternak, mudah disimpan, dan sumber karoten. Komposisi zat makanan jagung kuning berdasarkan bahan kering yaitu 2% abu, 10,3% protein kasar, 4,7% lemak kasar, 2,5% serat kasar, 80,5% BETN, 0,03% Ca, 0,26% P, dan 86% TDN (Hartadi et al., 1990).

Dedak padi merupakan limbah dari pengolahan padi menjadi beras. Dedak padi sudah sering dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Menurut Hartadi et al. (1990), komposisi zat makanan dedak padi berdasarkan bahan kering yaitu 11,7% abu, 13,8% protein kasar, 14,1% lemak kasar, 11,6% serat kasar, 48,8% BETN, 0,12% Ca, 1,51% P, 74% TDN.

Onggok merupakan salah satu limbah padat dari industri pengolahan singkong menjadi tapioka. Onggok merupakan sumber energi dengan kandungan karbohidrat 97,29% (Halid, 1991). Komposisi onggok terdiri atas 79,8% bahan kering, 2,4% abu, 1,87% protein kasar, 0,324% lemak , 8,9% serat kasar, 86,5% BETN, dan 78,3% TDN (Sutardi, 1981).

Molasses adalah produk sampingan dari industri penyulingan gula (Cheeke, 1999). Penggunaan molasses dapat meningkatkan palatabilitas, mengurangi sifat berdebu ransum dan berfungsi sebagai sumber energi (Perry et al., 2003). Komposisi zat makanan molasses berdasarkan bahan kering yaitu 10,4% abu, 5,4% protein kasar, 0,3% lemak kasar, 10% serat kasar, 73,9% BETN, 1,09% Ca dan 0,12% P (Hartadi et al., 1990).

Urea merupakan salah satu sumber NPN (non protein nitrogen) berbentuk kristal putih dan bersifat mudah larut dalam air dan mengandung 45% nitrogen. Penggunaan urea untuk ternak ruminansia tidak boleh lebih dari 1% dalam ransum atau 5% dalam konsentrat (Parakkasi, 1999).

(29)

Pelet

Menurut Hartadi et al. (1990), pelet dikenal sebagai bentuk massa dari bahan pakan atau ransum yang dibentuk dengan cara menekan dan memadatkan melalui lubang cetakan secara mekanis. Proses pembuatan pelet dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: 1) pengolahan pendahuluan meliputi pencacahan, pengeringan, dan penggilingan, 2) pembuatan pelet meliputi pencetakan, pendinginan, dan pengeringan, dan 3) perlakuan akhir meliputi sortasi, pengepakan dan penggudangan. Tujuan pembuatan pakan dalam bentuk pelet adalah untuk meringkas volume bahan, sehingga mudah dalam proses pemindahan, dan menurunkan biaya pengangkutan. (Tjokroadikoesoemo, 1986).

Ada beberapa faktor yang menentukan kualitas pelet yang dihasilkan, yaitu bahan baku, proses variabel, sistem variabel dan perubahan fungsi pakan pada saat pembuatan pelet. Pada Gambar 2. dapat dilihat hubungan antara bahan baku, proses variabel, sistem variabel dan perubahan fungsi pakan pada saat proses pembuatan pelet.

Gambar 2. Skema Hubungan Beberapa Faktor Dalam Proses Pelleting

(Thomas et al., 1997) Proses variabel

Bahan baku

Sitem variabel Perubahan fungsi Tujuan

(30)

Menurut Thomas et al. (1997), faktor bahan baku dipengaruhi oleh sifat fisik kimia, komposisi kimia, dan komposisi fisik bahan. Sifat fisik kimia terdiri dari protein, pati, dan serat. Komposisi kimia terdiri dari kandungan bahan kering, lemak, abu, dan kandungan nitrogen. Komposisi fisik terdiri atas berat jenis dan ukuran partikel.

Proses variabel berhubungan dengan spesifikasi mesin yang digunakan seperti kecepatan putaran mesin per menit (RPM), jarak antara die dan roller, kecepatan die, penempatan pisau pemotong, dan permukaan roller. Sistem variabel berhubungan dengan lamanya bahan baku berada di dalam mesin pelet selama proses pemeletan berlangsung dan jumlah energi yang digunakan (Thomas et al., 1997). Thomas et al. (1997), juga menyatakan bahwa perubahan fungsi berhubungan dengan proses gelatinisasi pati, solubilisasi serat, dan denaturasi protein. Faktor tujuan berhubungan dengan kualitas nutrisi dari pelet yang dihasilkan (kandungan energi dan protein), kualitas fisik seperti kekerasan dan ketahanan benturan pelet, serta kualitas higienis (jumlah mikroba) pelet.

Kadar Air

Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering. Kadar air berdasarkan berat basah adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan berat total bahan, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan berat kering bahan tersebut (Syarif dan Halid, 1993).

Pada umumnya keawetan bahan pangan mempunyai hubungan erat dengan kadar air yang terkandung. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan

(31)

pertumbuhan mikroba, reaksi browning, hidrolisis atau oksidasi lemak dapat dikurangi, sedangkan apabila air ini dihilangkan semuanya, kadar air bahan berkisar 3-7% dan kestabilan produk suatu bahan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh, 3) tipe tiga adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar 12-25% dengan Aw kira- kira 0,8 tergantung dari jenis bahan dan suhu. Air tipe ini disebut dengan air bebas, 4) tipe empat adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni (Winarno, 1997).

Aktivitas Air

Aktivitas air bahan pakan adalah air bebas yang terkandung dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarif dan Halid, 1993). Winarno (1997), menyatakan berbagai mikroorganisme mempunyai aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri tumbuh pada Aw 0,90, khamir pada aw 0,80-0,90, dan kapang pada aw 0,60-0,70.

Suatu bahan yang akan disimpan sebaiknya memiliki aktivitas air dibawah 70% atau pada kelembaban relatif dibawah 70%( Winarno, 1997). Suatu bahan dengan kadar air dan aktivitas air yang rendah dapat lebih awet dalam proses penyimpanan dibanding dengan bahan dengan kadar air dan aktivitas air yang lebih tinggi (Syarief dan Halid, 1993). Besarnya Aw minimum untuk tumbuhnya mikroba dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Aw Minimum dari Beberapa Mikroba

(32)

Uji Kualitas Fisik Pelet

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pelet adalah :

1. Komponen penyusun bahan baku, terutama kandungan protein, pati, serat, lemak, dan bahan-bahan pengotor (debu, dan lain-lain). Bahan-bahan yang kaya akan protein jika terkena panas akan bersifat lebih plastis sehingga mudah dicetak menjadi pelet yang kuat. Pati juga akan mengalami proses gelatinisasi jika terkena panas dan bersifat sebagai perekat yang baik. Lemak tidak banyak berpengaruh terhadap kualitas pelet, tetapi di dalam proses pencetakan lemak dapat berfungsi sebagai bahan pelicin sehingga mempermudah pencetakan. 2. Kondisi bahan-bahan sebelum dicetak, yang meliputi:

a. Kelembaban Bahan. Kandungan air dalam bahan yang akan dicetak sangat membantu dalam gelatinisasi pati menjadi bahan perekat pelet selama proses pencetakan. Terutama untuk tepung-tepung yang miskin akan protein dan lemak, air juga dapat berfungsi sebagai pelicin menggantikan fungsi lemak. Namun kadar air yang tinggi dapat merugikan hasil pemeletan.

b. Ukuran partikel. Semakin halus ukuran partikel bahan yang akan dicetak, semakin kuat pelet yang akan dihasilkan. Semakin halus ukuran partikel tersebut, semakin luas juga permukaan kontak antar partikel sehingga ikatan yang terbentuk semakin kuat.

c. Suhu. Diperlukan suhu yang agak tinggi agar proses gelatinisasi dapat terjadi dengan baik yaitu sekitar 70 º C.

Menurut Balagopalan et al. (1988) ada dua uji yang dapat dilakukan utuk melihat kualitas fisik pelet, yaitu Shatter Test dan Cochcrane Test.

Uji Ketahanan Benturan Dengan Metode Shatter Test

(33)

Uji Ketahanan Benturan dan Gesekan Dengan Metode Cochcrane Test

Menurut Balagopalan et al. (1988) ketahanan pelet terhadap gesekan dapat diuji dengan menggunakan Cochcrane Test, yaitu dengan cara memasukkan pelet yang telah diketahui beratnya ke dalam sebuah drum logam yang kemudian diputar dengan kecepatan tetap selama satuan waktu. Adanya kandungan serat yang tinggi dalam bahan dapat menyebabkan pelet yang dihasilkan mudah patah. Faktor lain yang mempengaruhi durabilitas pelet adalah diameter pelet. Pelet yang memiliki diameter 3 mm lebih mudah patah dibanding dengan pelet yang berdiameter 6 mm (Thomas dan Van der Poel, 1996).

Domba

Domba merupakan salah satu ternak ruminansia yang merupakan pemenuh kebutuhan protein hewani dikarenakan populasinya yang tersebar luas di wilayah Asia. Domba mempunyai kegunaan dan nilai ekonomi yang beragam yaitu memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan (termasuk terhadap pakan yang sangat jelek), mampu mengkonversi bahan pakan berkualitas rendah seperti limbah pertanian menjadi produk bergizi tinggi (daging), bisa dipelihara sebagai tabungan yang dapat dijual dalam keadaan mendesak, menyukai hidup berkoloni, memiliki bentuk tubuh kecil shingga dapat dipelihara dilahan yang sempit (Sodiq dan Abidin, 2002).

Kebutuhan protein untuk domba berkisar antara 10-14,7 % (NRC, 1985). Hasil penelitian Ambarwati (1992), menunjukkan bahwa dengan pemberian protein diatas 20 % menghasilkan pertambahan bobot badan yang baik.

Palatabilitas

Palatabilitas merupakan daya tarik suatu pakan atau bahan pakan untuk menimbulkan selera makan dan langsung dimakan oleh ternak. Cara pengukuran palatabilitas biasanya dengan cara memberi dua atau lebih pakan kepada ternak sehingga ternak dapat memilih dan memakan pakan yang lebih disukai (Pond et al., 1995).

(34)

ad libitum. Tingkat konsumsi secara umum dipengaruhi oleh makanan yang diberikan, faktor lingkungan, dan ternak itu sendiri. Menurut Preston dan Leng (1987), palatabilitas dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, bila jenis dan ketersediaan pakan yang akan diberikan terbatas.

(35)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2005 di Laboratorium Industri Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Peternakan Rakyat di Parung, Bogor.

Materi

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan ransum komplit domba adalah rumput lapang, daun kelapa sawit (anak daun dan tulang daun), dan konsentrat. Komposisi zat makanan daun sawit dan rumput lapang dapat dilihat pada tabel 3. Konsentrat yang digunakan terdiri dari jagung kuning, dedak padi, onggok, bungkil kedelai, molases, minyak, CaCO3, urea dan NaHCO3. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah BaCl2 yang digunakan untuk kalibrasi Aw meter. Rumput lapang dan daun kelapa sawit yang digunakan berasal dari kebun sekitar Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Perbandingan komposisi zat makanan rumput lapang dan daun kelapa sawit hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Zat Makanan Rumput Lapang dan Daun Kelapa Sawit Komposisi Zat makanan (%BK) Rumput lapang Daun kelapa sawit

Abu 8,52 20,44

Berdasarkan perhitungan dari persamaan regresi berganda untuk menduga TDN (Total Digestable Nutrient) ternak domba dari komposisi proksimat (Hartadi et al., 1990), yaitu sebagai berikut : TDN(%)=37,937-1,018SK-4,886L+0,173BETN+1,042PK+0,015SK2-0,058L2+0,008(SK)(BETN)+ 0,119(L)(BETN)+0,038(L)(PK)+0,003(L)2(PK)

Alat

(36)

pelet (farm pelleter machine) merk Philco, oven 105ºC, Aw meter (Aw-wert Messer),

vibrator ball mill, dan durability pellet tester. Spesifikasi mesin yang digunakan dalam penelitan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Ternak dan Kandang

Ternak yang digunakan untuk uji palatabilitas adalah domba lokal jantan sebanyak 15 ekor dengan bobot badan sekitar 30-35 kg. Kandang yang digunakan adalah kandang tipe panggung yang disekat menjadi 15 buah kandang individual dengan ukuran 1,5 x 1 x 1 m dan dilengkapi dengan bak makanan. Domba dibagi dalam tiga kelompok dengan lima perlakuan

Rancangan

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Ransum terdiri dari lima macam perlakuan, yaitu:

R1 = ransum mengandung 30% rumput lapang (RL) + 70% konsentrat (K) (kontrol) R2 = ransum mengandung 22,4% RL + 7,5% DS + 70% K

R3 = ransum mengandung 15% RL + 15% DS + 70% K R4 = ransum mengandung 7,5% RL + 22,5% DS + 70% K R5 = ransum mengandung 30% DS + 70% K

Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut: Xij = μ + τi + εij

Keterangan:

Xij = Perlakuan ke-i, ulangan ke-j μ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Eror (galat) perlakuan ke-i, ulangan ke-j

(37)

Prosedur

Pembuatan Formulasi Ransum

Formulasi dan komposisi zat makanan berdasarkan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Formulasi dan Komposisi Zat Makanan Hasil Perhitungan Perlakuan

Jagung 6,30 6,30 6,30 6,30 6,30

Dedak padi 7 7 7 7 7

Zat makanan Kandungan Zat Makanan (%BK)

Protein kasar 21,04 21,09 21,16 21,21 21,27

Rumput lapang dan daun sawit dicacah dengan menggunakan mesin chopper

(38)

2 mm. Pada proses pembuatan pelet terjadi perubahan berat antara ransum yang belum dipelet dengan ransum yang sudah dipelet. Proses pembuatan pelet dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Skema Proses Pembuatan Pelet

Pengujian Peubah

Kadar air (AOAC, 1984)

Kadar air pelet diukur dengan menggunakan oven 105ºC selama 24 jam untuk mengetahui kadar air bahan. Setiap bahan diletakkan di dalam cawan alumunium, agar penguapan air terjadi secara sempurna, antar sampel tidak boleh bertumpuk di dalam oven. Kadar air pelet dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar Air (%) =

Aktivitas Air (Syarief dan Halid, 1993)

Aw meter sebelum digunakan terlebih dahulu dikalibrasi menggunakan larutan barium klorida (BaCl2). Larutan dibiarkan selama 3 menit setelah itu jarum Aw meter ditera sampai menunjukkan angka 0,9 karena BaCl2 mempunyai kelembaban garam jenuh sebesar 90%. Pengukuran aktivitas air dilakukan dengan

Pencacahan rumput lapang dan daun sawit

Pengeringan rumput lapang dan daun sawit

Penggilingan rumput lapang dan daun sawit

Penimbangan rumput lapang, daun sawit dan konsentrat

Pencetakan pelet

(39)

cara memasukkan pelet ke dalam Aw meter sampai menutupi permukaan kemudian ditutup dan dibiarkan selama 3 menit, setelah itu pembacaan dapat segera dilakukan. Ketahanan Pelet terhadap Benturan (Balagapolan et al., 1988)

Ketahanan pelet terhadap benturan diukur dengan cara menjatuhkan pelet sebanyak 500 gram secara bersamaan dari ketinggian 1 meter ke atas sebuah lempeng besi, kemudian pelet disaring dengan menggunakan vibrator ball mill dan dilakukan penimbangan. Ketahanan pelet terhadap benturan dihitung dengan menggunakan rumus :

Ketahanan Pelet terhadap Benturan (%) =

dijatuhkan

Ketahanan Pelet terhadap Gesekan (Fairfield, 1994)

Ketahanan pelet terhadap gesekan diukur dengan cara memasukkan pelet sebanyak 500 gram ke dalam durability pellet tester selama 10 menit dengan kecepatan putaran 50 rpm. Setelah diputar selama 10 menit, pelet disaring menggunakan vibrator ball mill lalu ditimbang. Ketahanan pelet terhadap gesekan dihitung menggunakan rumus:

Ketahanan Pelet terhadap Gesekan (%) =

diputar

Palatabilitas dapat digambarkan dengan melihat tingkat konsumsi pakan pada seekor ternak. Pengukuran palatabilitas dimaksudkan hanya untuk mengetahui tingkat kesukaan ternak domba terhadap ransum yang diteliti. Palatabilitas dapat dilihat dengan memberikan pelet pada ternak secara ad libitum selama 2 hari, setelah terlebih dahulu dilakukan masa adaptasi selama 2 hari. Pemberian pelet hanya 2 hari dikarenakan ketersediaan pelet penelitian yang terbatas. Konsumsi bahan kering dihitung dengan meggunakan rumus:

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Zat Makanan

Pelet penelitian dianalisa proksimat agar dapat diketahui kualitasnya. Hasil analisa proksimat kandungan zat makanan pelet ransum komplit yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Zat Makanan Hasil Analisa (%BK)a

Kandungan Zat Makanan (%)

Keterangan: a Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2005)

b

Berdasarkan perhitungan dari persamaan regresi berganda untuk menduga % TDN ransum sumber protein dari hasil analisis proksimat (Sutardi, 1980), yaitu sebagai berikut:

% TDN = -54,820+ 1,951 SK+ 0,601 LK+ 1,602 BETN + 1,324 PK – 0,027 SK2 + 0,032 LK2 – 0,021 (SK)(BETN) + 0,018 (LK)(BETN) + 0,035 (LK)(PK) -0,0008 (LK)2(PK)

Pada Tabel 5. dapat dilihat adanya perbedaan nilai kandungan zat makanan antara hasil perhitungan dengan hasil analisis. Perbedaan diduga akibat dari perbedaan kandungan bahan makanan yang digunakan peneliti dengan Hartadi et al. (1990). Kandungan protein pelet penelitian lebih tinggi dibanding dengan rekomendasi NRC. NRC (1985), merekomendasikan kandungan protein untuk domba penggemukan adalah sebesar 14,7%. Kandungan protein itu belum memperhitungkan margin of safety, sehingga perlu ditambahkan sekitar 5-10% kebutuhan nutrisi dalam pembuatan ransum. Kandungan serat kasar pelet penelitian semakin rendah bila penggunaan daun sawit dalam ransum semakin tinggi, hal itu diduga karena kandungan serat kasar daun sawit lebih rendah dibandingkan rumput lapang.

(41)

rekomendasi National Research Council (1985) yaitu sebesar 72% untuk ransum penggemukan domba.

Kondisi Umum Pelet

Pelet hasil penelitian memiliki ukuran panjang 3 cm dan diameter 16 mm. Pada Gambar 4. dapat dilihat adanya perbedaan warna antar pellet hasil perlakuan. Semakin besar komposisi daun sawit dalam ransum penelitian menyebabkan warna pelet menjadi lebih gelap. Tekstur dan bau antar pelet tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Gambar 4. Pelet ransum komplit penelitian Kadar air

Kadar air merupakan jumlah total air yang terkandung dalam bahan pangan (Winarno et al., 1980). Jumlah kadar air sangat penting untuk diketahui karena kualitas bahan pakan ditentukan oleh jumlah air yang terkandung di dalamnya. Nilai kadar air (%) pelet ransum komplit pada setiap perlakuan tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Nilai Kadar Air

Perlakuan Kadar Air (%)

R1 9,34 ± 1,173a

R2 10,60 ± 0,49b

R3 9,68 ± 0,59a

R4 8,98 ± 0,82a

R5 10,80 ± 0,96b

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

(42)

kadar air pelet R2 dan R5. Kandungan air yang beragam diduga kareana rumput lapang dan daun kelapa sawit dikeringkan dengan cara dijemur matahari sehingga memiliki kandungan air yang tidak merata yang dapat menyebabkan kandungan air pelet ransum menjadi beragam pula. Selain itu dalam proses pencampuran sebelum dipelet dilakukan secara manual. Namun kadar air semua pelet ransum komplit memiliki nilai di bawah 14%. Bahan pakan dengan kadar air kurang dari 14% memiliki tingkat keawetan dan daya simpan yang lebih lama dibandingkan dengan keadaan segarnya yaitu pada kadar air yang lebih tinggi (Winarno et al., 1980). Selain itu pelet ransum komplit tahan terhadap jamur karena kadar air yang rendah.

Aktivitas Air

Aktivitas air adalah jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroba untuk media pertumbuhannya (Winarno, 1997). Rataan nilai aktivitas air pelet penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Dapat dilihat rataan nilai aktivitas air pelet berada pada kisaran 0,768 ± 0,002a sampai 0,783 ± 0,002b. Penggantian daun sawit terhadap rumput lapang pada pembuatan ransum komplit berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas air ransum. Pada uji lanjut terlihat rataan aktivitas air pelet R2 sangat nyata lebih rendah (P<0,01) dibandingkan rataan aktivitas air pelet lainnya. Dari rataan aktivitas air pelet dapat diduga bahwa bakteri dan khamir belum tumbuh sesuai dengan pernyataan Winarno et al. (1997) yaitu aw minimum untuk pertumbuhan bakteri adalah 0,9 dan untuk pertumbuhan khamir adalah 0,8-0,9.

(43)

Ketahanan Pelet terhadap Benturan

ShatterTest dilakukan untuk mengetahui ketahanan kualitas pelet terhadap benturan. Dari Tabel 8. dapat dilihat nilai rataan ketahanan benturan pelet.

Tabel 8. Rataan Ketahanan Benturan (%)

Perlakuan Ketahanan Benturan (%)

R1 99,067 ± 0,205a

R2 99,247 ± 0,076a

R3 99,213 ± 0,197a

R4 99,460 ± 0,164b

R5 99,473 ± 0,358b

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penggantian daun sawit terhadap rumput lapang pada pembuatan ransum komplit berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap ketahanan benturan ransum. Dari uji lanjut terlihat rataan ketahanan benturan pelet R4 dan R5 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan rataan ketahanan benturan pelet R1, R2, dan R3, hal ini diduga akibat kandungan serat kasar pada rumput lapang lebih tinggi dibanding kandungan serat kasar pada daun sawit, sesuai dengan pernyataan Thomas dan Van der Poel (1996), yaitu kandungan serat yang tinggi dapat membuat pelet menjadi lebih mudah patah.

Ketahanan Pelet terhadap Gesekan

Metode Cochcrane Test adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui ketahanan pelet terhadap benturan sekaligus gesekan. Rataan nilai uji ketahanan benturan dan gesekan pelet ransum komplit dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Nilai Uji Ketahanan Benturan dan Gesekan

Perlakuan Ketahanan Benturan dan Gesekan(%)

R1 92,538 ± 1,931

R2 89,335 ± 3,689

R3 93,267 ± 1,313

R4 91,655 ± 1,591

R5 92,031 ± 0,605

(44)

Uji Palatabilitas

Menurut Pond et al. (1995) palatabilitas dapat didefinisikan sebagai daya tarik suatu pakan atau bahan pakan untuk menimbulkan selera makan dan langsung dimakan oleh ternak. Palatabilitas dapat dilihat melalui tingkat konsumsi pakan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Konsumsi Bahan Kering Pelet Penelitian

Perlakuan Konsumsi Bahan Kering (g/ekor/hari)

R1 596,166 ± 114,473

R2 738,333 ± 256,628

R3 478,333 ± 127,899

R4 613,333 ± 70,946

R5 564,166 ± 180,525

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa level terbaik dari pemanfaatan daun kelapa sawit sebagai sumber serat dalam ransum komplit domba ditinjau dari kadar air, aktivitas air, ketahanan terhadap benturan, ketahanan terhadap gesekan dan palatabilitas adalah 22,5 % dari total ransum (R4).

Saran

(46)

UCAPAN TERIMA KASIH

Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tak terhingga Penulis sampaikan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah membesarkan, mendidik, memberikan doa, kasih sayang dan dukungan moril serta materiil dengan tulus.

Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: Ir. Lidy Herawati, MS , Dr. Ir. Rachjan G. Pratas, M.Sc dan Ir. Sindu A., MM selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, dorongan, kritik dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Lilis Khotijah, MS. selaku penguji seminar, kepada Ir. Kukuh Budi Satoto, MS. dan Ir. Moh. Yamin, M.AgrSc. sebagai penguji sidang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf Laboratorium Industri Makanan Ternak (Pak Hadi dan Pak Atip) dan staf Akademik (Bu Titin, Pak Kopaji, Pak Gandi serta Mas Rostandi) atas bantuan selama Penulis menyelesaikan studi di IPB. Tak lupa Penulis juga ucapkan terima kasih kepada tim penelitian (Rini, Fera, Dita, Sita, Ayi, Mia, Nida) atas bantuannya selama penelitian, sahabat-sahabatku Cahyo, Hamdi, Metha, Ozan, Fadil, Rikha, Afi, Risni, Nia, serta anak-anak BaseCamp INMT’37 (Dimas, Ridlo, Adji, Eko, Firman, Jundhi, Nono, Hendro, Mulyanto) dan Teman-teman INMT’37 terima kasih atas kebersamaan dan persahabatannya selama 4 tahun ini.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Balagopalan, C. , G. Padmaja, S. K.Nanda, S. N. Moorthy. 1988. Cassava in Food, Feed and Industry. Florida, IRC Press.

Cheeke, P. R. 1999. Applied Animal Nutrition. Feeds and Feeding. 2nd Ed. Prentice Hall, New Jersey.

Farfield, D. 1994. Pelleting Cost Center in Feed Manufacturing Technology IV. American Feed Industry Association Inc., Arlington.

Gohl, B. 1981. Tropical Feeds Food and Agricultural Organization of United Nations, Rome.

Gordon, C. M. 1970. Measurement and Significance of Forage Palatability. Proceeding of The National Conference of Forage Quality Evaluation and Utilization, 33rd Edition, Published by Nebraska Center for Continuiting Education Nebrasca, PP. 9-14.

Halid, I. 1991. Perubahan nilai nutrisi onggok yang diperkaya nitrogen bukan protein selama proses fermentasi dengan biakan kapang. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hartadi, H. , S. Reksohadiprojo, dan A.D Tilman. 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indoneaia. UGM Press, Yogyakarta.

Hassan, A. O. and M. Ishida. 1991. Status of utilization of selected fibrous crop residues and animal performance with emphasis on processing of oil palm frond (OPF) for ruminant feed in Malaysia livestock. Research Division Malaysian Agricultural Research and Development Institute (MARDI) Kualalumpur, Malaysia.

Hassan, A. O., M. Ishida, I. M. Shukri, and Z. A. Tajuddin. 1995. Oil palm fronds as a roughage feed source for ruminants in Malaysia. Research Division Malaysian Agricultural Research and Development Institute (MARDI). Kualalumpur. Malaysia.

Hassan, A. O., M. Ishida, and M. Shukri. 1995. Oil palm fronds (OPF) technology transfer and acceptance, a sustainable in situ utilization for animal feeding. Proceeding at the 17th Malaysian Society of Animal Production (MSAP) Annual Conference. P. 134-135.

Lubis, D. A. 1963. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke-2. PT. Pembangunan, Jakarta.

Mansjur, A. 1980. Budidaya Tanaman Panili dan Kelapa Sawit. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Parakkasi, A. 1999. Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Perry, T. W., A. E. Cullison and R. S. Lowrey. 2003. Feeds and Feeding. 6th Ed. Prentice Hall Inc., New Jersey.

(48)

Preston, T. R. and R. A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with Available Resources in The Tropics and Sub Tropics. Penambul Book, Armidale.

Sodiq, A. Dan Z. Abidin. 2002. Penggemukan Domba. Agro Media Pustaka, Jakarta.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan M. Syah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Surbakti, P. Pembibitan kelapa sawit (Elaeis guineensis jaquin) di kebun betung PTP X (Persero) Palembang untuk proyek NES (Nucleus Estate & Small Holders) IV. Laporan Praktek Lapang. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutardi T. 1981. Sapi perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Istitut Pertanian Bogor. Bogor. Syarif, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan,

Jakarta.

Thomas, M. And A. F. B. van der Poel. 1996. Physical quality of pelleted animal feed. 1. Criteria for pellet quality. Anim. Feed Sci. and Tech. 61: 89-112. Thomas, M., D. J. Van Zuilichem and A. F. B. Van der Poel. 1997. Physical quality

of pelleted animal feed 2. Contribution of process and its conditions. Anim. Feed Sci. and Tech. 64 (2) :173-192.

Thomas, M., D. J. Van Zuilichem and A. F. B. van der Poel. 1998. Physical quality of pelleted animal feed. 2. Contribution of process and its conditions. Animal Feed Science and Technology. 70: 59-78.

Thompson, K. R., L. A. Muzinic, L. S. Engler, and C. D. Webster. 2004. Evaluation of practical diets containing different protein levels, with or without fish meal, for juvenile Australian red claw crayfish (Cherax quadricarinatus). Aquaculture 244: 241-249.

Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT. Gramedia, Jakarta.

Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(49)

Wiradarya, T. R. 1991. Usaha meningkatkan produksi daging ternak domba dan kambing melalui peningkatan kadar protein ransumnya. Jurnal Pertanian Indonesia 1(1):37-44.

Wirakartakusumah, M. A., K. Abdullah dan A.M. Syarif. 1992. Sifat Fisik Pangan. Depdikbud. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(50)
(51)

Lampiran 1. Spesifikasi Mesin Penelitian

Lampiran 2. Sidik Ragam Kadar Air Pelet Penelitian

Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01

Keterangan: *Perlakuan berbeda nyata pada taraf P<0,05

Lampiran 3. Sidik Ragam Aktivitas Air Pelet Penelitian

Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01

(52)

Lampiran 4. Sidik Ragam Ketahanan Pelet terhadap Benturan

Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01

Perlakuan 4 0,3604 0,0901 1,8604 3,48 5,99

R1, R2, R3 vs R4, R5 1 0,3051 0,3051 6,2999* 4,96 10,04 R1 vs R2, R3 1 0,0533 0,0533 1,1018 4,96 10,04

R3 vs R2 1 0,0016 0,0016 0,0344 4,96 10,04

R4 vs R5 1 0,0003 0,0003 0,0055 4,96 10,04

Eror 10 0,4843 0,0484

Total 14 0,8446

Keterangan: *Perlakuan berbeda nyata pada taraf P<0,05

Lampiran 5. Sidik Ragam Ketahanan Pelet terhadap Gesekan

Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01

Perlakuan 4 26,52 6,63 1,51 3,48 5,99

R2, R4 vs R1, R3, R5 1 16,14 16,14 3,67 4,96 10,04

R2 vs R4 1 8,07 8,07 1,84 4,96 10,04

R1, R5 vs R3 1 1,93 1,93 0,44 4,96 10,04

R5 vs R1 1 0,38 0,38 0,09 4,96 10,04

Eror 10 43,93 4,39

Gambar

Gambar 1. Daun Kelapa Sawit
Tabel 1. Komposisi Zat Makanan Rumput Lapang (% BK)*
Gambar 2. Skema Hubungan Beberapa Faktor Dalam Proses Pelleting                              (Thomas  et al., 1997)
Tabel 2. Nilai Aw Minimum dari Beberapa Mikroba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mereka berdua adalah teman yang akrab dan saling menyayangi, tidak pernah bertengkar.. Dan jika salah satu tidak sengaja berbuat salah, dengan segera

Pawai Budaya dari 12 Kecamatan Lomba Nyanyi Minang Tingkat SLTA Paket Seni Sanggar Sa’ayun Jaya Bayang Paket Seni debus

ambeyen atau bisa juga disebut ambeien atau wasir adalah suatu kondisi atau keadaan dimana penderita mengalami pembengkakan yang terjadi di sekitar anus karena adanya

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kualitas audit, corporate governance (diproksikan dengan proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional dan

Untuk interval 3 jam yang ke 27 sample 3 O.AT yang ditunjukkan pada gambar 4.32, perubahan yang terjadi yaitu semen sedikit berwarna lebih gelap, butiran semen dan

(2010: 64) yang berpendapat bahwa ³'LNDWDNDQ simple (sederhana) dikarenakan pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang

Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi pihak manajemen Sekolah Dasar High/Scope Indonesia Medan, untuk mengetahui pengaruh variabel lokasi, harga, kualitas pendidikan, dan