• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pengelolaan air bumi untuk irigasi dengan operasi pompa tunggal dan ganda kasus sub DAS data, kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model pengelolaan air bumi untuk irigasi dengan operasi pompa tunggal dan ganda kasus sub DAS data, kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PENGELOLAAN AIRBUMI UNTUK IRIGASI

DENGAN OPERASI POMPA TUNGGAL DAN GANDA:

Kasus Sub DAS Data, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan

SUHARDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul :

“Model Pengelolaan Airbumi untuk Irigasi dengan Operasi Pompa Tunggal dan Ganda: Kasus Sub DAS Data, Kab. Wajo, Sulawesi Selatan

adalah benar merupakan karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini.

Bogor, Juli 2008

(3)

iii

ABSTRACT

SUHARDI. 2008. Groundwater Management Model for Irrigation Using Single and Multiple Pump Operations: A Case for Data Sub-watershed, District of Wajo, South Sulawesi Province. Under the Supervision of HIDAYAT PAWITAN, BUDI INDRA SETIAWAN and ROH SANTOSO BUDI WASPODO.

One of the causes of decreasing rice production is due to the increase in land conversion rate either at the land high productivity particularly in having limitation land like rain-fed paddy fields. The paddy fields in the District of Wajo, one of the rice production centers in the eastern part of Indonesia, are mostly rain-fed. To increase the productivity of the rain-fed paddy fields, the utilization of groundwater as the source of irrigation water is one of the methods applied by farmers. However, this method can cause environmental damage and costly. Optimal management of the groundwater is a method that can be used to prevent the problem. Some optimization models have been developed but none has taken any consideration the aspects of environment and economy simultaneously. The objectives of this research were: 1) to know the characteristics of aquifer and the groundwater potential; 2) to develop models for estimating the groundwater head spatially through the operations of single and multiple pumps; 3) to conduct simulation for obtaining profitable condition in order to be sustainable; and 4) to conduct model simulation in order to determine the optimal discharge rate based on the aquifer bearing capacity for fulfilling crop water requirement at minimum feasible land area.

The characteristics of the aquifer was identified by means of interpretation of lithologic map, infiltration with flownet, whereas the groundwater potential with Darcy formula. The minimum feasible land area was determined based on the regression line between the minimum feasible land area and duration of irrigation per season. Recovery test was conducted by continuously pumping until steady sate condition was reached, and then stopped, followed by the measurement of groundwater head change. The optimization model was made on: 1) objective functions for maximizing total discharge; and 2) constraint function representing the groundwater flow at steady state condition, crop water requirement and minimum head. Research results indicated that the aquifer was of sandy layer, at a depth of 3 m from the soil surface with a thickness of about 15 m. The aquifer hydraulic conductivity was 16.13 m/d, specific yield 0f 0.32 and porosity of 0.46. The infiltration source was from the western side of the watershed and flowing eastward with a potential of 14,517 m3/d or 168.02 l/s. The validation test indicated that the groundwater flow model was valid with a coefficient of determination (R2) of 0.85.

The relation between the minimum feasible land area and the duration of irrigation per season was in the form of exponential function (y = 0,0192x0,7242), wherey = minimum area and x = duration of irrigation; while, for two cropping season per year is y=0,0074 x0,8408. Based on recovery test, the groundwater could recover in less than 5 d with a decrease in groundwater head up to 5.00 m from the initial groundwater head. The optimization model indicated that the highest optimal discharge was 1,268.33 m3/d for irrigating 27.58 ha and the lowest was 279.54 m3/d for irrigating 6.08 ha with the assumption that the crop water requirement was 4.60 mm/d. The optimal distance between wells that is 479.18 m or one well for irrigating 22.96 ha with pumping rate equal to 1,056.01 m3/d.

(4)

iv SUHARDI. 2008. Model Pengelolaan Airbumi untuk Irigasi dengan Operasi Pompa Tunggal dan Ganda: Kasus Sub DAS Data, Kab. Wajo, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN, BUDI INDRA SETIAWAN dan ROH SANTOSO BUDI WASPODO.

Salah satu penyebab penurunan produksi beras nasional adalah meningkatnya laju konversi lahan, baik pada lahan produktifitasnya tinggi terlebih pada lahan yang memiliki pembatas seperti sawah tadah hujan. Kabupaten Wajo yang merupakan sentra produksi beras di Indonesia Bagian Timur sebagian besar sawah yang ada berupa tanah hujan yaitu sekitar 76,36% dari 86.142 ha. Untuk meningkatkan produktivitas sawah tadah hujan, salah satu cara yang banyak dilakukan oleh petani adalah menggunakan airbumi sebagai sumber air irigasi. Penggunaan airbumi untuk irigasi banyak dilakukan karena potensi airbumi yang cukup besar yaitu sekitar 379 juta m3/thn dan berada pada akifer bebas dan dangkal, sehingga pengambilan dapat dilakukan hanya dengan menggunakan pompa. Namun penggunaan airbumi dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan membutuhkan biaya yang mahal sehingga dapat mengakibatkabn kerugian dalam usahatani. Untuk mencegah hal ini dapat dilakukan dengan cara mengelola airbumi secara optimal. Beberapa model optimisasi yang telah dikembangkan, namun belum mempertimbangkan aspek lingkungan dan ekonomi secara bersama-sama.

Penelitian ini bertujuan: 1) Mengetahui karakteristik akifer dan potensi airbumi, 2) Memperoleh model yang dapat digunakan untuk mengestimasi muka airbumi secara spasial melalui operasi pompa tunggal dan ganda, 3) Menentukan luas minimum layak agar usahatani irigasi airbumi menguntungkan melalui simulasi, dan 4) Mengetahui besarnya debit optimal dalam kegiatan irigasi airbumi berdasarkan daya dukung akifer dan kebutuhan air tanaman sehingga usahatani berkelanjutan.

(5)

v asumsi: 1) akifer seragam (aliran homogeneus), 2) aliran isotropik, 3) aliran airbumi hanya terjadi secara horizontal (asumsi Dupuit), dan 4) Aliran dalam kondisi tidak tunak (unsteady state). Usahatani dengan irigasi airbumi dinyatakan layak jika selisih antara pendapatan dengan total biaya produksi > 30% dari biaya pokok produksi. Luas minimum layak ditentukan berdasarkan pada persamaan garis hubungan antara luas minimum layak terhadap lama pengairan per musim. Uji kekambuhan dengan melakukan pemompaan secara terus menerus hingga kondisi tunak, kemudian dihentikan, selanjutnya perubahan muka airbumi diukur setiap saat. Model optimisasi disusun atas: 1) fungsi tujuan yaitu memaksimumkan total debit, dan 2) fungsi konstran yaitu aliran airbumi dalam kondisi tunak, kebutuhan air tanaman, luas minimum layak dan head minimum. Jarak antar sumur ditentukan berdasarkan debit optimal, dengan melakukan simulasi untuk menentukan persamaan garis hubungan antara jarak antar sumur dengan debit optimal dan persamaan garis hubungan antara jarak antar sumur dengan debit besarnya debit yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman untuk luasan tertentu. Kedua persamaan garis tersebut disamakan.

(6)

vi terkecil 279,54 m3/hari untuk mengairi 6,08 ha dengan asumsi kebutuhan air tanaman 4,60 mm/hari. Sedangkan untuk sumur tunggal, debit optimal yang dapat diperoleh adalah 1.268,33 m3/hari dapat mengairi 27,58 ha. Jarak antar sumur yang optimal yaitu 479,30 m atau untuk satu sumur mengairi sawah seluas 22,97 ha dengan debit pompa sebesar 1.056,39 m3/hari.

(7)

vii

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

viii

Kasus Sub DAS Data, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan

SUHARDI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

ix Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.Sc.

(10)

x DAS Data, Kab. Wajo, Sulawesi Selatan

Nama Mahasiswa : Suhardi Nomor Pokok : A262030061

Disetujui:

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, M.Sc. K e t u a

Prof.Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr Anggota

Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, M.T Anggota

Diketahui : Ketua Program Studi

Pengelolaan DAS,

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc.

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(11)

xi

PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbil ’Alamin

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga disertasi ini dapat terselesaikan. Disertasi ini berjudul “Model Pengelolaan Airbumi untuk Irigasi dengan Operasi Pompa Tunggal dan Ganda: Kasus Sub DAS Data, Kab. Wajo, Sulawesi Selatan”, sebagai salah satu syarat untuk penyelesaian studi Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, M.Sc., Ketua Komisi Pembimbing, atas

arahan dan sarannya sejak penyusunan proposal, penelitian dan dalam penyelesaian tulisan ini

2. Prof.Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr., Anggota Komisi Pembimbing, atas arahan dan sarannya selama penyusunan proposal, penelitian dan dalam penyelesaian tulisan ini

3. Dr.Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, M.T., Anggota Komisi Pembimbing, atas arahan dan sarannya selama penyusunan proposal, penelitian dan dalam penyelesaian tulisan ini

4. Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc., Ketua Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, beserta staf yang telah memberikan bantuan dan kemudahan selama penulis mengikuti kegiatan akademik

5. Bapak/Ibu dosen/staf pengajar pada Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, atas ilmu dan teladan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan

6. Dr. H. Abd. Rauf Patong, Koordinator Kopertis Wilayah IX Sulawesi, dan Ir. Andi Sederhana, Ketua STIP Prima Sengkang yang telah memberikan izin dan kesempatan mengikuti pendidikan di PPs-IPB

7. Pimpinan proyek BPPS Ditjen Dikti Depdiknas yang telah memberikan beasiswa program pascasarjana

8. Pimpinan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri atas bantuannya berupa dana penulisan Disertasi.

(12)

xii 11. Pak Udin dan Mbak Winta, atas bantuannya selama penulis mengikuti

kegiatan akademik

12. Secara khusus penulis menghaturkan terimakasih dan hormat yang mendalam kepada ayahanda Durusi dan Ibunda Andi Buddi, saudara-saudaraku (Arifuddin, Syamsuddin, dan Saharuddin), dan kepada segenap keluargaku yang selalu mendoakan dan mendukung setiap langkahku untuk menjadi orang yang berguna

13. Secara khusus pula penulis menghaturkan terimakasih yang mendalam kepada istri tercinta Fajriyati Mas’ud, serta kepada kedua ananda tersayang Mutiara Khairunnisa dan Muhammad Khadafi, atas cinta, doa, dan kesabarannya selama penulis menempuh pendidikan

14. Teman-teman mahasiswa PPs PS DAS angkatan 2002, 2003, 2004, dan lainnya yang senantiasa bersama dalam suka dan duka, serta senantiasa memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama menempuh pendidikan

15. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan, dan untuk penyelesaian tulisan ini

Penulis sekali lagi mengucapkan Alhamdulillahi Rabbil ’Alamin, dan menghaturkan terimakasih kepada Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr., dan Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, M.T., berkat petunjuk dan bimbingannya sehingga melalui penelitian ini penulis turut serta sebagai pemakalah pada International Symposium and Workshop on Current Problem In Groundwater Management and Related Water Resources Issues di Bali dan makalah kami masuk duabelas besar terbaik.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis persembahkan karya tulis ini kepada para pembaca dengan harapan dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan. Terimakasih.

(13)

xiii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengo, Kab. Bone, Sulawesi Selatan pada tanggal 10 Agustus 1971 sebagai anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Durusi dan Andi Buddi. Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Bone, kemudian pendidikan S-1 ditempuh pada Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar dan lulus tahun 1995. Pada tahun ajaran 1996/1997 penulis mendapat beasiswa URGE DIKTI untuk menempuh pendidikan jenjang S-2 pada program studi Mekanisasi Pertanian (Teknik Pertanian) pada Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2003 penulis diterima pada program Doktor Pascasarjana IPB Bogor pada Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS).

(14)

xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

GLOSARIUM ... xx

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 6

1.3. Kerangka Pikir ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Kebaruan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Perihal Airbumi ... 12

2.2. Simpanan Air Bawah Permukaan sebagai Airbumi ... 13

2.3. Aliran Air Bawah Permukaan ... 17

2.4. Faktor-faktor Kendali Persamaan Aliran Airbumi ... 19

2.5. Estimasi Resapan Airbumi ... 23

2.6. Metode Beda Hingga ... 24

2.7. Model Airbumi, Uji Kalibrasi dan Kesahihan ... 25

2.8. Model Optimasi denganSolver ... 26

2.9. Pengelolaan Airbumi untuk Irigasi ... 27

2.10. Hubungan Irigasi dan Produksi ... 30

2.11. Kebijakan Pemerintah Tentang Produksi Gabah ... 31

2.12. Analisa Finansial dan Kelayakan Usahatani ... 33

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 35

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 35

3.2. Bahan dan Alat ... 35

3.3. Kebutuhan Data ... 36

3.4. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 36

3.5. Analisa Data ... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1. Identifikasi dan Deskripsi Sistem Akifer Daerah Penelitian .... 39

4.1.1. Latar Belakang ... 39

4.1.2. Tujuan Penelitian ... 39

4.1.3. Metode Penelitian ... 39

4.1.4. Hasil dan Pembahasan ... 42

4.1.5. Kesimpulan ... 51

4.1.6. Saran ... 52

4.2. Model Aliran Airbumi ... 52

(15)

xv

4.2.2. Tujuan Penelitian ... 52

4.2.3. Metode Penelitian ... 52

4.2.4. Hasil dan Pembahasan ... 54

4.2.5. Kesimpulan ... 64

4.3. Analisis Finansial Usahatani Irigasi Airbumi ... 65

4.3.1. Latar Belakang ... 65

4.3.2. Tujuan Penelitian ... 65

4.3.3. Metode Penelitian ... 65

4.3.4. Hasil dan Pembahasan ... 70

4.3.5. Kesimpulan ... 75

4.3.6. Saran ... 75

4.4. Optimasi Pengelolaan Airbumi untuk Irigasi Sawah Tadah Hujan 76 4.4.1. Latar Belakang ... 76

4.4.2. Tujuan Penelitian ... 76

4.4.3. Metode Penelitian ... 76

4.4.4. Hasil dan Pembahasan ... 79

4.4.5. Kesimpulan ... 91

4.4.6. Saran ... 91

4.5. Pembahasan Umum ... 92

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

5.1. Kesimpulan ... 97

5.2. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100

(16)

xvi

1 Beberapa model optimasi penggunaan airbumi dan tanaman . ... 10

2. Pengaruh jumlah air yang diberikan terhadap hasil dan efisiensi penggunaan air ... 30

3. Hasil tanaman padi irigasi dari berbagai sumber air ... 31

4. Konduktivitas hidraulik tiap pengamatan ... 48

5. Perhitungan transmisivitas tiap pengamatan ... 48

6. Perubahan biaya tetap akibat luas pengairan dan jumlah musim tanam . 70 7. Total biaya mesin per jam per tahun untuk satu dan dua musim tanam . 71 8. Biaya air irigasi per hektar ... 72

9. Pendapatan setiap 1 dan 2 musim tanam pada luasan 3, 5 dan 7 ha ... 73

10. Persamaan garis biaya dan pendapatan ... 74

11. Luas minimum layak untuk satu dan dua musim tanam per tahun ... 74

12. Kebutuhan air irigasi untuk masa tanam awal ... 83

13. Kebutuhan air irigasi untuk masa tanam tengah ... 84

14. Kebutuhan air irigasi untuk masa tanam akhir ... 86

15. Debit dan luasan yang dapat diairi setiap sumur berdasarkan hasil optimisasi ... 87

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema kerangka pikir ... 8

2. Skema analisis aliran airbumi yang digunakan untuk irigasi dengan metode beda hingga ... 9

3. Penampang melintang skema akifer bebas dan tertekan ... 13

4. Diagram penurunan persamaan kontinyuitas untuk aliran airbumi ... 20

5. Hubungan antara hasil spesifik, retensi spesifik dan ukuran partikel ... 23

6. Konsep pembangunan irigasi berkelanjutan dalam cakupan pembangunan berkelanjutan ... 28

7. Curah hujan Kab. Wajo, Stasiun Sengkang, tahun 2001-2006 ... 33

8. Peta lokasi penelitian ... 35

9. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 37

10. Diagram alir program perhitungan debit pengambilan optimal ... 38

11. Skema variabel persamaan konduktivitas hidraulik dan transmisivitas . 41 12. Model akifer daerah penelitian ... 46

13. Profil muka airbumi saat pemompaan ... 47

14. Hubungan antara hasil spesifik, retensi spesifik dan porositas ... 49

15. Jejaring aliran airbumi dalam sistem DAS ... 50

16. Gradien aliran airbumi ... 51

17. Kondisi batas lokasi penelitian ... 58

18. Muka airbumi pengukuran dan model untuk setiap hari pengamatan pada sumur 4 (SM4) ... 59

19. Hubungan antara penurunan muka airbumi model dengan pengukuran ... 60

20. Hasil simulasi model untuk hari ke-50 ... 61

21. Kontur muka airbumi berdasarkan simulasi untuk hari ke-50 ... 61

22. Profil melintang titik koordinat (65,45) dan (67,45) untuk hari ke-50 . 62 23. Tiga dimensi titik koordinat (65,45) dan (67,45) untuk hari ke-50 ... 63

24. Kontur titik kordinat (65,45) dan (67,45) untuk hari ke-50 ... 63

25. Hubungan antara debit dengan penurunan muka airbumi ... 64

26. Biaya tetap untuk satu dan dua musim tanam ... 71

27. Grafik luas minimum layak untuk setiap jam operasi pompa/mesin ... 74

(18)

xviii 31. Kebutuhan air tanaman pagi untuk masa tanam awal ... 82 32. Kebutuhan air tanaman pagi untuk masa tanam tengah ... 84 33. Kebutuhan air tanaman pagi untuk masa tanam akhir ... 85 34. Profil muka airbumi pada kondisi debit optimal untuk sumur tunggal .. 87 35. Profil muka airbumi pada kondisi debit optimal untuk sumur ganda ... 88 36. Hubungan antara jarak antar sumur dengan debit yang dibutuhkan dan

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta geologi Kabupaten Wajo ... 106

2. Peta sebaran airbumi Kabupaten Wajo ... 107

3. Penampang melintang potongan A-B berdasarkan peta litologi ... 108

4. Penampang melintang potongan C-D berdasarkan peta litologi ... 109

5. Konstruksi sumur uji dan sumur pantau ... 110

6. Respon kesalahan model untuk setiap pengukuran ... 111

7. Kebutuhan biaya irigasi untuk setiap 720, 1080 dan 1440 jam/musim untuk satu dan dua musim tanam per tahun ... 112

8. Total biaya pokok produksi usahatani padi sawah menggunakan irigasi airbumi ... 113

(20)

xx

Istilah Arti

Airbumi adalah air yang berada antara pori tanah atau celah batuan pada kondisi jenuh. Istilah lain: air tanah.

Akifer adalah formasi geologi atau lapisan batuan yang bersifat permeabel yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan mengalirkan air dalam jumlah yang berarti.

Akifer bebas adalah akifer yang bagian atasnya tidak ditutupi oleh lapisan impermeabel. Istilah lain:phreatic aquifer, akifer dangkal

Aliran tunak adalah aliran yang sifatnya tidak berubah akibat perubahan waktu. Istilah lain: aliran mantap. Lawan arti: aliran tak tunak.

Beda hingga adalah salah satu bentuk penyelesaian numerik, dengan membagi sistem ke dalam beberapa grid atau dikenal denganfinite difference.

Cekungan airbumi adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses resapan/pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan airbumi berlangsung.

Degradasi adalah penurunan kualitas sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Hasil spesifik adalah volume air yang dilepaskan dari simpanan dalam sebuah akifer bebas per satuan luas horisontal akifer dengan satuan penurunan muka airbumi.

Irigasi adalah mengalirkan air dari sumbernya agar dapat digunakan untuk memenuhi keperluan pertanian.

Jejaring aliran adalah suatu gambaran arah aliran yang merupakan perpotongan secara tegak lurus antara isopotensial head dengan arah aliran.

Konduktivitas hidraulik

adalah suatu koefisien yang merupakan perbandingan antara laju aliran (fluks) dan gradien energi yang disebabkan oleh aliran itu sendiri.

Konversi lahan adalah perubahan fungsi lahan, misalnya dari pertanian (sawah) ke penggunaan lain seperti industri, bagunan. Muka airbumi adalah permukaan bagian atas dari zone jenuh pada

tekanan atmosfer.

(21)

xxi Permeabilitas adalah kemampuan meloloskan fluida di bawah kondisi

satu satuan gradien hidropotensial. Permukaan

pizometrik

adalah suatu permukaan imajiner yang berimpit dengan tekanan air dalam akifer.

Peta litologi adalah peta yang menggambarkan struktur batuan, posisi dan ketebalan bahan penyusun bumi.

Porositas adalah kapasitas penyimpanan atau cadangan air dalam suatu batuan yang merupakan rasio volume pori terhadap volume total akifer

Resapan adalah proses masuknya air ke dalam tanah sebagai airtanah. Istilah lain: imbuhan.

Retensi spesifik adalah perbandingan antara volume air yang tertahan setelah jenuh terhadap volume media berpori.

Solver adalah perangkat tambahan (add Ins) Microsoft Excel yang dapat digunakan untuk perhitungan nilai optimal. Sumur Pantau adalah sumur yang digunakan untuk memantau

perubahan tinggi muka airbumi saat pemompaan berlangsung

Sumur Uji adalah sumur yang digunakan untuk pengujian potensi sistem akifer

(22)

1.1. Latar Belakang

Air merupakan suatu zat kehidupan yang sangat dibutuhkan manusia. Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari air dan hampir sebagian besar aktivitas manusia sehari-hari berhubungan dengan air. Ketersediaan air tawar di bumi relatif konstan, tetapi rentang waktu dan ruang ketersediaannya cenderung tidak menentu baik karena pengaruh perubahan iklim global maupun karena faktor lokal lainnya. Di lain pihak telah terjadi peningkatan jumlah kebutuhan akan air sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat. Selain itu kualitas air di berbagai tempat khususnya pada musim kemarau semakin memburuk sehingga tidak memenuhi persyaratan baku mutu air untuk kebutuhan tertentu dan ketika itu air menjadi langka dan diperebutkan oleh banyak pihak.

Dalam kondisi demikian, airbumi (groundwater) selalu menjadi alternatif untuk pemenuhan kebutuhan akan air. Hal ini dimungkinkan karena pergerakan airbumi yang jauh lebih lambat daripada air permukaan sehingga keberadaan airbumi di dalam tanah lebih lama dibandingkan dengan air permukaan. Di samping itu, pemanfaatan airbumi lebih leluasa daripada air permukaan. Hal ini pula yang menjadi salah satu faktor pendorong besarnya pemanfaatan airbumi baik oleh industri dan atau permukiman bahkan telah berkembang penggunaannya untuk irigasi.

Airbumi yang keberadaannya di wilayah jenuh di bawah permukaan tanah mendominasi jumlah air tawar yang mungkin dapat dimanfaatkan. Secara global, dari keseluruhan air tawar yang berada dipermukaan bumi, sekitar 25% terdiri atas airbumi dan 75% lainnya berupa es dan salju dan hanya sekitar 0,638% berada pada danau, sungai, atmosfer dan lainnya (Black, 1996). Tampak bahwa peranan airbumi adalah penting dan dapat dijumpai hampir di semua tempat di bumi seperti di bawah gurun pasir yang paling kering sekalipun, demikian juga di bawah tanah yang membeku karena tertutup lapisan salju atau es.

(23)

2

wilayah Sulawesi II menunjukkan adanya 49 cekungan airbumi (CAB) yang menempati wilayah seluas 23.202 km2 atau 23% dari total wilayah Sulawesi II merupakan akifer utama. Kuantitas airbumi bebas (unconfined) di seluruh cekungan di wilayah Sulawesi II terhitung sekitar 13 ribu juta m3/tahun, sedangkan airbumi tertekan (confined) mencapai sekitar 68,5 juta m3/tahun. Dari jumlah cekungan di wilayah tersebut, 13 cekungan di antaranya berada lintas kabupaten/kota yaitu CAB Pinrang, CAB Wasopote, CAB Lelewawo, CAB Maholona, CAB Muna, CAB Lambale, CAB Lebo, CAB Pangkajene, CAB Pompanua, CAB Maros, CAB Ujungpandang, CAB Bantaeng, dan CAB Gowa. Cekungan Pompanua (Siwa-Pompanua) merupakan cekungan yang berada antara Kabupaten Bone dan Kabupaten Wajo dengan luas cekungan 939 km2 dengan debit 379 juta m3/thn (Burhanul, 2004).

Airbumi merupakan sumber air bersih yang paling banyak dieksploitasi di seluruh dunia, tak terkecuali Pulau Sulawesi, seperti di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan (Kusumayudha, 2003). Bahkan pada beberapa Negara, pemanfaatan airbumi sebagai sumber air telah melebihi dari sumber air lainnya seperti di Switzerland’s, lebih dari 80% kebutuhan air penduduk berasal dari airbumi (Hartmann dan Michel, 1992 dalam Beyerle et al., 1999). Sementara di Cuba, sekitar 70% kebutuhan air disupplai dari airbumi (Ortegaet al., 2000).

Penggunaan airbumi di kabupaten Wajo sangat berkembang terlihat dari banyaknya jumlah sumur yaitu sekitar 2.037 titik ditambah dengan 16 sumur artesis. Sumur tersebut terdiri atas sumur airbumi dangkal sebanyak 1.694 titik, sumur airbumi dalam 321 titik dan sumur bor sebanyak 22 titik (BPS KAB. WAJO, 2003). Sementara dalam rekomendasi untuk pengembangan sumber air bersih, airbumi merupakan salah satu sumber air yang direkomendasikan untuk pengembangan pemanfaatan (BAPPEDA KAB. WAJO, 2003).

(24)

oleh masyarakat maupun pelaku ekonomi dengan tanpa tindakan secara efisien dan efektif, sehingga seringkali menimbulkan dampak negatif yang serius terhadap kelangsungan dan kualitas sumber daya airbumi. Dampak negatif pemanfaatan airbumi (yang berlebihan) dapat dibedakan menjadi dampak yang bersifat kualitatif (kualitas airbumi) dan kuantitatif (pasokan airbumi).

Dampak buruk akibat pengelolaan airbumi yang tidak tepat telah terjadi di Indonesia. Sebagai contoh, penggunaan airbumi di DKI Jakarta tercatat sebesar 31 juta m3 pada tahun 1990 dan meningkat menjadi 33,8 juta m3 pada tahun 1994, sementara di cekungan Bandung, pemakaian airbumi tercatat meningkat dari 46,8 juta m3 menjadi 61 juta m3 pada periode yang sama. Dampak negatif pengambilan airbumi di DKI Jakarta dan Bandung terhadap lingkungan airbumi berupa penurunan muka airbumi, dan khusus di DKI Jakarta terjadi penurunan permukaan tanah (land subsidence), banjir genangan dan intrusi air laut (Siagian, 2003).

Pengisian airbumi yang begitu rumit dan dipengaruhi oleh beberapa faktor serta memerlukan waktu yang cukup lama, sementara pemanfaatannya semakin berkembang, maka selayaknya dalam pengelolaannya harus diikuti dengan tindakan konservasi. Pengetahuan menyeluruh tentang sistem penampungan air (water storage) dan gerakan airbumi dianggap penting untuk suatu pemahaman yang lebih baik tentang proses dan mekanisme siklus hidrologi. Air permukaan (aliran air sungai, air danau/waduk dan genangan air permukaan lainnya) dan airbumi pada dasarnya mempunyai keterkaitan yang erat serta keduanya mengalami proses pertukaran yang terus menerus.

(25)

4

setiap mandala hidrogeologi perlu dikaji untuk mengetahui karakteristiknya masing-masing.

Perhatian lebih khusus kaitannya dengan pengelolaan airbumi untuk irigasi ditujukan pada persoalan besar bangsa Indonesia ke depan yaitu ketersediaan pangan, pertanian on farm belum menguntungkan, produktivitas padi melandai, diversifikasi pangan gagal, jumlah penduduk semakin banyak, sementara konversi lahan terus berlangsung. Berdasarkan data BPS, konversi lahan sawah ke penggunaan lain dari tahun 1999 – 2003 seluas 563.150 ha1). Pengalihan lahan sulit dicegah selama hasil tanaman padi tidak memberi keuntungan yang memadai bagi petani. Pengalihan lahan sangat mungkin terjadi pada lahan yang kurang efektif seperti sawah tadah hujan dan sawah pasang surut.

Jika konversi lahan terus berlangsung, maka hal ini menjadi dilema karena akan mengancam ketahanan pangan nasional. Di satu sisi, kebutuhan pangan nasional terus meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk2). Dengan demikian, maka sangat wajar jika pemerintah pada tahun 2007 memprogramkan peningkatan produksi dari 54,66 juta ton GKG (2006) menjadi 58,18 juta ton, guna menambah produksi 2 juta ton beras3). Produktivitas lahan merupakan suatu program yang sangat mendesak, terlebih akhir-akhir ini harga beras dunia semakin meningkat, sehingga pemenuhan kebutuhan pangan nasional sulit diharapkan import. Menurut Rahim (2008), bahwa harga beras dunia menyentuh 700 Dollar AS per ton.

Untuk meningkatkan produktivitas lahan dan menahan laju konversi lahan, pemerintah Kabupaten Wajo melalui dinas pertanian melakukan program pompanisasi menggunakan beberapa sumber air seperti air sungai, danau dan airbumi. Pelaksanaan program pompanisasi dilatarbelakangi mengingat Kab. Wajo sebagian besar sawah yang ada didominasi oleh sawah tadah hujan. Menurut DISTAN KAB. WAJO (2004), bahwa luas lahan sawah di Kab. Wajo sebesar 86.142 ha yang terdiri atas sawah irigasi teknis seluas 9.012 ha atau 10,46%, irigasi sederhana/pompanisasi seluas 11.350 ha atau 13,18% dan tadah hujan seluas 65.780 ha atau 76,36%. Program pompanisasi telah berhasil

1

Konservasi Lahan Melaju. Kompas, Rabu 4 April 2007: 18 kol 4-7

2

Kontroversi Impor Beras.Investor Daily,2 Mar 2007: 4 kol 3-7)

(26)

meningkatkan produktivitas lahan seperti yang terjadi pada tahun 2003 di mana sebagian sawah tadah hujan dapat ditanami sebanyak dua kali setahun.

Salah satu strategi yang dilakukan dalam peningkatan produktivitas adalah penggunaan airbumi dangkal sebagai sumber air irigasi terutama pada dataran rendah yang memiliki potensi airbumi besar. Program peningkatan produktivitas diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional. Menurut Adam (2008), bahwa tingkat produktivitas padi di Indonesia relatif tinggi yaitu sebanyak 4,69 ton per hektare pada 2007 dan cenderung terus meningkat. Selanjutnya Alimpeso (2008), mengatakan bahwa diperkirakan Indonesia mengalami surplus 2 juta ton setara beras pada tahun 2008 dan Indonesia kembali swasembada beras. Swasembada dapat dicapai karena produktivitas lahan cukup Indonesia tinggi, yaitu 4.611 kg/ha pada 2006, dan jika dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand (3.249 kg/ha) dan Filipina (3.684 kg/ha) tidak kalah dan hanya terlampaui oleh Vietnam yang mencapai 4.890 kg/ha. Tingkat produktivitas yang tinggi tersebut dapat dicapai meskipun rata-rata kepemilikian lahan petani hanya sekitar 0,5 hingga 1 hektar masing-masing petani.

Dampak penggunaan airbumi sebagai sumber irigasi selain dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, juga memiliki resiko timbulnya kerugian akibat penggunaan yang tidak tepat. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan tanaman terutama dalam hal penentuan awal masa tanam. Kesalahan penentuan awal masa tanam akan mengakibatkan pelaksanaan irigasi berlangsung lama sehingga membutuhkan biaya yang besar yang akan mngakibatkan kerugian. Hal ini dipengaruhi oleh besar dan distribusi curah hujan. Berdasarkan data curah hujan, pada daerah penelitian memiliki distribusi curah hujan yang singkat serta tidak merata sepanjang tahun. Pada kondisi demikian, tanah tidak dapat menyediakan lengas tanah yang efektif untuk tanaman sepanjang pertumbuhan. Oleh karena itu, diperlukan irigasi sebagai upaya pemenuhan kebutuhan air tanaman.

(27)

6

tanaman akan mengalami defisit air sehingga produktivitas lahan menurun dan pada akhirnya keuntungan tidak optimal. Demikian halnya dengan jarak antara sumur, sangat penting kaitannya dengan keberlangsungan usahatani dengan pompanisasi menggunakan airbumi. Jika jarak antar sumur terlalu dekat, maka saling pengaruh antar sumur sangat besar sehingga sebuah sumur tidak dapat mencapai debit maksimal. Di samping itu, kerusakan lingkungan berupa pemampatan akifer dapat terjadi. Akifer yang mampat tidak dapat menyediakan air yang maksimal, sehingga produktivitas sumur akan menurun. Akibatnya yaitu penggunaan airbumi untuk irigasi selanjutnya tidak dapat memberikan keuntungan karena luasan yang dapat diairi sudah pasti menyusut.

Berdasarkan kenyataan di lapangan, penggunaan airbumi untuk irigasi di Kabupaten Wajo belum mempertimbangkan hal-hal tersebut, sehingga penggunaan airbumi tidak optimal dan berpeluang terjadinya kerusakan lingkungan dan usahatani yang tidak menguntungkan. Dengan dasar tersebut, maka dilakukan penelitian model dua dimensi aliran airbumi dengan operasi pompa tunggal dan ganda. Model ini dipilih sebagai suatu cara untuk mempelajari karakteristik airbumi, karena di samping biaya yang relatif murah, pelaksanaannya mudah dan memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Dengan demikian, maka pemanfaatan airbumi untuk irigasi sesuai dengan karakteristik akifer dan kebutuhan tanaman sehingga usahatani menguntungkan dan lingkungan tidak mengalami degradasi sehingga usahatani berkelanjutan.

1.2. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang, maka penelitian yang dilakukan bertujuan untuk:

1. Mengetahui karakteristik akifer dan potensi airbumi pada daerah penelitian. 2. Memperoleh suatu model yang dapat digunakan untuk mengestimasi muka

airbumi secara spasial melalui operasi pompa tunggal dan ganda.

3. Menentukan luas minimum layak agar usahatani irigasi airbumi dapat menguntungkan melalui simulasi model.

(28)

1.3. Kerangka Pikir

Di antara beberapa jenis penggunaan air, irigasi merupakan jenis penggunaan air yang paling besar. Sehingga dalam usaha budidaya pertanian, sumber air merupakan pertimbangan utama, terutama budidaya tanaman padi. Beberapa sumber air untuk tanaman diantaranya air hujan, air permukaan dan airbumi. Kabupaten Wajo sebagai salah satu sentra produksi beras di Indonesia Timur sebagian besar sawah berupa tadah hujan, sebagian petani memanfaatkan airbumi sebagai sumber air irigasi. Hal ini disebabkan karena sumber air permukaan untuk irigasi sulit diperoleh dan curah hujan tidak dapat memenuhi kebutuhan air tanamn akibat distribusi hujan yang tidak merata.

Penggunaan airbumi untuk irigasi di Kabupaten Wajo cukup berkembang, terlihat dengan banyaknya sumur pengambilan untuk irigasi. Hal ini dimungkinkan karena potensi airbumi cukup besar dan tinggi muka airbumi yang dangkal, sehingga pengambilannya cukup mudah, yaitu hanya dengan pompa yang digerakkan oleh motor diesel. Hal ini diusahakan oleh petani secara perorangan. Namun dalam pengoperasiannya memerlukan biaya yang tinggi. Di samping itu, kemungkinan terjadinya kerusakan lingkungan akibat pengambilan yang berlebih dapat terjadi, mengingat sistem pengambilan yang belum mempetimbangkan karakteristik akifer dan kapasitas resapan serta aspek kelayakan berdasarkan tinjauan ekonomi. Atas dasar tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan kerangka pikir seperti pada Gambar 1.

Mengingat peranan airbumi dalam siklus hidrologi cukup penting, maka dalam pengkajian pengelolaan airbumi untuk irigasi dilakukan pendekatan hidrologi dengan akifer sebagai suatu sistem. Air yang diperoleh melalui pemompaan akan mengurangi volume air dalam akifer, di samping pengurangan akibat air kapiler dan rembesan (discharge) ke tempat lain dan dalam waktu bersamaan pengisian airbumi terus berlangsung. Sumber pengisian airbumi seperti perkolasi dari sawah atau resapan dari tempat lain. Secara skematis, siklus air dalam sistem ini seperti pada Gambar 2.

(29)

8

berdasarkan pada data sekunder. Beberapa model optimasi penggunaan airbumi yang telah dikembangkan disajikan pada Tabel 1. Model yang sudah ada belum mempertimbangkan aspek biaya dan keuntungan penggunaan airbumi untuk irigasi maupun karakteristik hadraulik akifer secara terpadu.

Gambar 1 Skema kerangka pikir.

Berikut adalah skema untuk menganalisis aliran airbumi yang digunakan untuk irigasi menggunakan pompa dengan metode beda hingga (finite difference).

Penggunaan Airbumi untuk Irigasi :

Biaya relatif tinggi

Sistem pengambilan belum efisien.

Ketersediaan airbumi sulit diprediksi

Penggunaan Airbumi semakin meningkat : Jumlahnya besar

Pengambilan lebih leluasa dan mudah Ketersediaan lebih lama

Kualitas lebih baik

Dampak penggunaan airbumi :

v Penurunan muka airbumi v Penurunan permukaan tanah v intrusi air laut

Menuju Pengelolaan Airbumi untuk

Irigasi dengan Pompa yang berkelanjutan

Menyusun Model Pengelolaan Airbumi untuk irigasi yang: - Dapat menjelaskan karakteristik akifer

- Penggunaan airbumi efisien dan efektif - Tidak terjadi kerusakan lingkungan - Pendapatan petani meningkat

(30)
[image:30.792.71.724.129.471.2]

Gambar 2 Skema analisis aliran airbumi yang digunakan untuk irigasi dengan metode beda hingga.

Akifer dangkal

Hujan Evapotranspirasi

Air kapiler Sumur

Debit ke air permukaan

Sawah

Perkolasi dari sawah

Resapan dari air permukaan

Po

m

pa ke

lahan s

aw

ah

Resapan dari tempat lain

Legenda:

(31)

10

Tabel 1 Beberapa model optimasi penggunaan airbumi dan tanaman

Parameter No Model optimasi

Q h A C U T R Sy r f he p hj e sr

Airbumi

1 Gorelick (1983) X X X X X 2 Willis dan Liu 1984) X X X X X -3 Kinzelbach (1986) X X X X -4 Heckele (1988) X X X X -5 Mays dan Tung

(1986) X X X

-6 Finneyet al. (1992) X X X X X -7 Herlina et al.

(1997) X X X X

-8 Nishikawa (1998) X X X X X -Tanaman

9 IRRI (1990) X X X X X X X

-10 Waspodo (1993) X X X X X X X -11 Ardani (1997) X X X X X X X -12 Waspodoet al.

(2001) X X X X X X X X X X X

-Sumber : Waspodo, 2001

13 Yang dikembangkan X X X X X X X X X X X X X X X Keterangan : X = parameter yang digunakan

- = parameter yang tidak digunakan Q = debit sumur bor (lt/dt)

h = tinggi muka airbumi (m) A = luas lahan (ha)

C = biaya (harga) airbumi (Rp/m3) U = keuntungan (Rp/ha)

T = transmisivitas (m2/dt) R = resapan (m3/thn) Sy = hasil spesifik

r = jari-jari pengaruh sumur (m) f = keperluan air tanaman padi (m) he = curah hujan efektif (mm/hari)

p = kebutuhan air untuk pengolahan tanah (mm/hari) hj = curah hujan (mm/hari)

e = efisiensi total sr = sumber resapan. 1.4. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan antara lain:

(32)

2. Menjadi dasar dalam penentuan luas minimum yang harus diairi oleh suatu sumur sehingga usahatani menguntungkan.

3. Menunjang program pemerintah dalam peningkatan produksi beras nasional. 1.5. Kebaruan Penelitian

Beberapa model optimasi pengelolaan airbumi untuk irigasi yang sudah dikembangkan seperti (IRRI, 1990; Waspodo, 1993; dan Ardani, 1997 dalam Waspodo, 2001) namun model tersebut tidak mempertimbangkan karakteristik akifer. Dan oleh Waspodo (2001), model optimasi yang dikembangkan mempertimbangkan karateristik akifer, namun aspek biaya tidak diperhitungkan. Dengan demikian, model yang telah dikembangkan peneliti sebelumnya belum terdapat pendekatan model dengan mempertimbangkan aspek karakteristik akifer dan aspek ekonomi secara bersamaan, sedangkan keberlanjutan dapat dicapai jika pemanfaatan airbumi secara optimal dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan kebutuhan irigasi bagi tanaman serta aspek ekonomi.

Aspek ekonomi ditinjau dengan menggunakan suatu persamaan yang belum pernah digunakan oleh peneliti sebelumnya yaitu persamaan untuk menentukan luas minimum layak agar usahatani dengan irigasi airbumi menggunakan pompa dinyatakan layak. Persamaan yang dimaksud adalah

(

YBYC

)

≥0.

Ditemukan suatu hubungan antara luas minimum layak dengan lamanya jam operasi pompa per musim, yaitu berupa hubungan fungsi pangkat. Dimana hubungan tersebut belum pernah ada peneliti yang mengungkapkannya.

(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perihal Airbumi (Groundwater)

Airbumi adalah air yang berada dalam tanah pada zona jenuh dibawah zona aerasi (vadose water) dengan tekanan lebih besar dari tekanan atmosfir (Dingman, 2002). Hidrologi airbumi adalah ilmu yang mempelajari kejadian, penyebaran dan pergerakan air bawah permukaan tanah (Todd, 1995). Sedangkan model airbumi dapat dibedakan atas dua yaitu model aliran airbumi yang membahas tentang distribusi muka airbumi airbumi dan model pengangkutan zat terlarur (transport solute) yang membahas tentang konsentrasi larutan sebagai dampak dari pergerakan zat terlarut oleh aliran airbumi, penyebaran dan reaksi kimia (Anderson dan Woessner, 1992).

Pengisian airbumi (recharge) dapat terjadi baik secara vertikal maupun horizontal (seepage) dari badan air permukaan, (Dingman, 2002). Pengisian airbumi melalui proses perkolasi dari zona tidak jenuh masuk ke zona jenuh (akifer). Permukaan air jenuh disebut muka airbumi (water table atau phreatic surface), (Wilson, 1993).

Menurut Irianto (2007) bahwa airbumi dangkal adalah airbumi yang berada kurang dari 30 m dari pemukaan tanah. Sedangkan airbumi dalam adalah airbumi yang berada sekitar 100 m atau lebih dari permukaan tanah (Kartasapoetra et al. 1994).

Airbumi mengalir pada suatu media berpori (porous) yang dipengaruhi oleh energi yang berasal dari energi yang tinggi ke energi yang rendah. Tiga jenis energi yang mempengaruhi aliran airbumi yaitu energi elevasi (elevation energy), energi tekanan (pressure energy) dan energi kecepatan (velocity energy), (Anderson dan Elliot, 1995).

(34)
[image:34.612.131.507.376.617.2]

Sedangkan klasifikasi akifer airbumi dapat dibagi atas dua (Dingman, 2002) yaitu akifer bebas (unconfined aquifer) dan akifer tertekan (confined aquifer). Aliran pada aquifer bebas dicirikan dengan batas atas aliran airbumi (muka airbumi) adalah permukaan air pada tekanan atmosfir, p=0 dan total head sama dengan elevasi tertinggi dari datum, resapan terjadi dari perkolasi secara vertikal hingga muka airbumi, dan perubahan elevasi muka airbumi diakibatkan oleh bervariasinya akifer yang dilalui oleh aliran dan dapat dianalogkan dengan aliran air permukaan pada sungai. Aliran pada akifer tertekan dicirikan oleh akifer jenuh yang dibatasi oleh formasi dengan konduktivitas hidraulik yang kecil (yang disebut lapisan tekan atau akuiklude) pada bagian atas dan bawah akifer tersebut, muka airbumi dapat naik hingga melebihi batas atas akifer, resapan terjadi sebagai hasil infiltrasi dari bagian atas akifer dan mengalir masuk akifer secara tidak tertekan dan permukaannya sebagai muka airbumi, aliran air tidak berubah oleh waktu dan analog dengan aliran dalam pipa.

Gambar 3 Penampang melintang skema akifer bebas dan tertekan (Todd, 1995)

2.2. Simpanan Air Bawah Permukaan sebagai Airbumi

(35)

14

bebas dan simpanan spesifik atau koefisien simpanan untuk akifer tertekan. Parameter dasar penomena airbumi adalah porositas (Gupta, 1989).

a. Porositas

Dalam elemen tanah, dibagi dalam tiga fase yaitu udara, air dan padatan. Porositas didefisikan sebagai rasio volume pori terhadap volume total yang dirumuskan (Hillel, 1980):

t v V V

=

η ……… (1)

Rasio pori (void ratio) adalah rasio volume pori terhadap volume padatan yang dirumuskan:

s v V V

e= ……… (2)

Hubungan antara porositas dengan void rasio dituliskan:

η η − =

1

e ……… (3)

Kerapatan jenis kering tanah adalah massa padatan tanah per satuan volume tanah, dan kerapatan partikel tanah adalah massa padatan tanah per satuan volume padatan tanah. Untuk massa yang sama padatan tanah dirumuskan:

t d

V 1

ρ dan

s s

V 1

ρ ………… (4)

Hubungan antara porositas terhadap kerapatan dapat dituliskan:

s d

ρ ρ

η=1− …………. (5)

Porositas menunjukkan ukuran kapasitas akan air dari suatu formasi. Namun tidak hanya porositas yang dipertimbangkan dalam mengambil dan memindahkan air tetapi juga ukuran pori dan luas, hubungannya dengan kemungkinan terbuka dan tertutupnya pori. Sebagai contoh, liat mempunyai pori yang banyak tetapi merupakan akifer yang memiliki pori berukuran medium yang sedikit.

b. Retensi Spesifik (Specific Retention)

(36)

dankohesi (gaya antara molekul air), di mana lebih besar dari perbedaan tekanan antara tekanan udara dan tekanan air. Perbedaan tekanan air dan tekanan udara disebut tekanan kapiler (Pc). Volume air yang ditahan lebih oleh gaya gravitasi dibandingkan dengan volume total batuan (tanah) yang ditentukan oleh retensi spesifik. Retensi spesifik juga dikenal sebagai kapasitas lapang atau kapasitas pengikatan air. Hal ini digunakan untuk mengukur kapasitas retensi air pada suatu media porous. Retensi spesifik tergantung pada karakteristik pori dan faktor tekanan permukaan seperti suhu, viskositas, dan komposisi mineral air, dsb. c. Hasil Spesifik (Specific Yield)

Hasil spesifik adalah volume air yang dilepaskan dari simpanan dalam sebuah akifer bebas per satuan luas horisontal akifer dengan satuan penurunan muka airbumi. Sama dengan koefisien simpanan untuk akifer tertekan, meskipun pada akifer tertekan tidak dapat dikeluarkan memalui drainase tetapi sebagai hasil tekanan akifer dan perubahan kerapatan air. Hasil spesifik dihitung dengan persamaan :

dh dv A

Sy = 1 ……….. (6)

di mana, Sy = hasil spesifik, A = luas formasi tanah, dv = volume air yang dikeluarkan, dandh = perubahan muka air

Dalam suatu tanah, jumlah hasil spesifik merupakan selisih antara porositas dengan retensi spesifik, yang dirumuskan:

r

y S

S = η− ……… (7)

di mana,Sy = hasil spesifik danSr = retensi spesifik.

Muka airbumi suatu akifer, jumlahnya diperoleh dari akifer dan perubahan kerapatan air. Koefisien simpanan untuk muka airbumi suatu akifer adalah total hasil spesifik dan sifat fraksi. Koefisien simpanan umumnya digunakan dalam hubungannya dengan akifer tertekan.

d. Koefisien Simpanan atau Simpanan spesifik

(37)

16

saat, pelepasan air tidak dapat dilakukan dengan melalui drainase seperti pada akifer bebas. Dalam akifer tertekan, pengeluaran atau penambahan air diperoleh dengan perubahan tekanan pori.

Dalam kondisi kesetimbangan, gaya berat formasi akifer dan beban lainnya dari puncak sebanding dengan butir tanah (skeleton) dan air di dalam pori akifer. Hasil pemadatan butiran akifer dan pengembangan air disebut elastisitas. Proses pengisian kembali ke dalam suatu ruang disebut resapan (recharge).

Gambaran di atas termasuk lebar akifer yang mana tidak mungkin konstan untuk sebuah akifer. Suatu bentuk lain yang dikenal sebagai simpanan spesifik yang tidak memasukkan b (b=1) di dalam persamaan di atas. Simpanan spesifik sifatnya konstan pada suatu akifer dan ia merupakan parameter dasar. Simpanan spesifik adalah volume air yang dikeluarkan dari simpanan persatuan penurunan head tekanan dengan satuan volume akifer, atau:

b S

Ss = ……… (8)

di mana, Ss = Simpanan spesifik.

Air yang terinfiltrasi ke dalam tanah dapat mengalir secara cepat sebagai aliran antara (interflow), berperkolasi ke lapisan batuan di bawahnya dan tampungan airbumi, atau disimpan sementara waktu sebagai lengas tanah. Lengas tanah memainkan fungsi yang vital dalam melarutkan unsur-unsur hara dan menyokong kehidupan tanaman, akan tetapi secara hidrologi lengas tanah merupakan suatu reservoir penyimpanan yang naik turun secara cepat, di mana air diserap oleh akar-akar tanaman untuk transpirasi.

Air bawah permukaan (airbumi) terdapat pada celah-celah kerak bumi atau zona pecahan batuan. Udara dan air terdapat pada rongga-rongga segmen bagian atas, zona aerasi, yang mencakup tanah dan lapisan batuan di bawahnya yang merupakan air tersuspensi (vadose). Airbumi terdapat pada zona kejenuhan, yang bagian atasnya disebut muka airbumi (water table) (Lee, 1986).

(38)

maupun pada ruang-ruang yang besar pada pecahan batuan dan saluran-saluran resapan. Formasi geologi yang dapat menyimpan dan meneruskan jumlah air yang cukup besar disebut akifer, jika sebaliknya disebut akuiklude. Airbumi dikatakan bebas jika batas atasnya adalah permukaan airbumi yang mendukung pinggiran kapiler (pada tekanan atmosfir), tertekan (confined) atau artesian jika dilapisi suatu akuiklude dan menggantung suatu akifer yang dilapisi oleh akuiklude yang tidak kontinyu di atas suatu kawasan yang sangat luas namun terletak di atas tubuh airbumi utama (perched aquifer).

Airbumi merupakan komponen simpanan daerah tangkapan yang terbesar, namun secara hidrologi besaran mutlaknya kurang penting dibandingkan immobilitas nisbinya. Gerakan airbumi berfluktuasi lambat sehubungan dengan presipitasi dan masukan (inflow) perkolasi, dan dengan keluaran (outflow) perembesan yang menyebabkan adanya mata air dan aliran dasar dalam sungai, akibatnya cadangan airbumi mengurangi pengaruh-pengaruh ekstrim presipitasi, menyimpan kelebihan-kelebihan periodik yang dilepaskan secara berangsur-angsur selama periode-periode kekeringan (Lee, 1986).

2.3. Aliran Air Bawah Permukaan (Airbumi)

Di samping simpanan air bawah permukaan, suatu akifer juga akan mengalirkan air dari energi yang tinggi ke energi yang lebih rendah. Perbedaan energi bervariasi terhadap tempat yang disebabkan oleh proses yang secara kontinyu yaitu infiltrasi dan pengeluaran air di bawah tanah. Parameter dasar yang berhubungan dengan pergerakan air melalui media berpori diantaranya koefisien permeabilitas atau konduktivitas hidraulik (Gupta, 1989) dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Konduktivitas Hidraulik

(39)

18

dengan istilah permeabilitas intrinsik (spesifik). Jika sifat fluida dikombinasikan dengan permeabilitas intrinsiknya maka disebut koefisien permeabilitas atau konduktivitas hidraulik yang dirumuskan (Viessmanet al., 1977):

µ γ

k

K = ……….. (9)

di mana: K = konduktivitas hidraulik k = permeabilitas intrinsik

γ = berat spesifik fluida

µ = viskositas dinamik fluida

Hubungan aliran dan gradien energi, diketahui melalui hukum Darcy’s di mana konduktivitas hidraulik dianggap sebagai konstanta pembanding yang didefinisikan sebagai:

q = K.i ……… (10)

atau

i q

K = ……….. (11)

di mana: q = aliran spesifik atau aliran persatuan luas penampang aliran i = gradien hidraulik =∆h/l

h =perubahan muka airbumi setiap panjangl

Suatu medium dikatakan memiliki konduktivitas hidraulik 1 (satuan panjang per satuan waktu) jika ia mengalirkan satu unit aliran melalui suatu unit luas penampang suatu gradien hidraulik per satuan perubahan head melalui unit panjang aliran.

Nilai konduktivitas hidraulik dapat ditentukan dengan rumus empiris dari pengukuran laboratorium dan dari uji lapangan.

b. Transmisivitas

Transmisivitas menentukan kemampuan sebuah akifer untuk melewatkan air pada ketebalan tertentu. Pada suatu akifer tertentu dengan ketebalan seragam dapat dituliskan:

b K

T = ……….. (12)

di mana: T = transmisivitas

(40)

Ketika konduktivitas hidraulik merupakan fungsi kontinyu terhadap kedalaman, maka dapat dituliskan:

= bKzdz

b K

0

1

……… (13)

Ketika medium berlapis, dua kondisi yang mungkin yaitu arah aliran adalah paralel terhadap lapisan atau normal. Ketika arah aliran paralel terhadap lapisan, nilai konduktivitas hidraulik rata-rata dapat dituliskan :

(

K b K b K b Knbn

)

b

K = 1 1 1+ 2 2+ 3 3+...+ ………. (14)

Untuk aliran yang tegak lurus terhadap lapisan, konduktivitas aliran rata-rata dapat dituliskan :

n n K b K b K b K b b K / ... / /

/ 1 2 2 3 3

1 + + + +

= ……… (15)

2.4. Faktor-faktor Kendali Persamaan Aliran Airbumi

Penulisan persamaan pengatur aliran airbumi dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor kendali aliran airbumi. Secara umum, aliran airbumi menggunakan persamaan aliran dalam tanah berdasarkan hukum Darcy’s (Todd, 1995) dan dikombinasikan dengan hukum konservasi massa fluida (persamaan kontinyuitas) (Dingman, 2002).

a. Hukum Darcy’s:

dx h K A Q q hx x x ∂ − =

≡ ... (16)

Untuk arahy, analog dengan arahx.

Persamaan aliran tersebut, jika dituliskan dalam bentuk transmisivitas untuk akifer yang tidak tertekan akan menjadi (Mays dan Tung, 1992):

l h h T q ∂ ∂ −

= ... ………. (17)

di mana: T = transmisivitas, h = tebal akifer. b. Persamaan kontinyuitas

Jumlah air yang masuk dikurangi dengan jumlah air yang keluar dalam waktu tertentu pada suatu sistem sama dengan besarnya tampungan.

M M

(41)

20

di mana Min adalah massa air yang masuk dalam volume, Mout adalah massa air yang keluar volume dan M adalah perubahan massa simpanan.

Persamaan aliran airbumi dapat diturunkan berdasarkan persamaan konservasi dengan memandang kontrol volume berbentuk segi empat (dx, dy dan dz) dalam interval waktudt.

Aliran yang masuk dapat berasal dari segala arah, dan vektor aliran paralel dengan vektor pada sisi volume Vx, Vy dan Vz. Massa air yang masuk dengan memasukkan komponen volume yang melalui sisi 1, 2 dan 3 (Gambar 4) yang dirumuskan: dt dy dx V dt dz dx V dt dz dy V

[image:41.612.167.486.314.537.2]

Min =ρ. x. . . +ρ. y. . . +ρ. z. . . ... (19) di mana = kerapatan massa air.

Gambar 4 Diagram penurunan persamaan kontinyuitas untuk aliran airbumi.

Sedangkan air yang keluar dapat dirumuskan:

(

)

( )

(

)

dz dxdydt

z V V dt dz dx dy y V V dt dz dy dx x V V M z z y y x x out . . . . . . . . . . . . . . .     ∂ ∂ + +       ∂ ∂ + +     ∂ ∂ + = ρ ρ ρ ρ ρ ρ .. (20)

Koefisien simpanan (S) pada suatu akifer dapat didefinisikan:

(42)

Sehingga perubahan massa dapat dirumuskan: dt dz dy dx t h S

M . . . .

∂ ∂ =

∆ ρ ... (21)

di manaS = simpanan spesifik.

Dengan mensubtitusi persamaan (19)-(21) ke dalam persamaan (18) dengan asumsi kerapatan massa konstan, dan menyederhanakan dalam bentuk tiga dimensi untuk interval waktudt, maka persamaan aliran airbumi menjadi:

t h S z V y V x

Vx y z

∂ ∂ − = ∂ ∂ − ∂ ∂ − ∂ ∂

− ... (22)

Jika air akan ditambahkan ke dalam kontrol volume oleh resapan atau pengurangan akibat pemompaan atau evaporasi, maka persamaan (22) menjadi:

t h S R z V y V x

Vx y z

∂ ∂ − = ± ∂ ∂ − ∂ ∂ − ∂ ∂

− ... (23)

Di mana R adalah volume air yang ditambahkan (R > 0) atau pengurangan (R< 0) per satuan volume akifer dan waktu [T-1].

Berdasarkan asumsi Dupuit bahwa pada semua titik dalam sisi x dany total muka airbumi untuk arah z adalah konstan, sehingga Vz = 0. Dengan demikian, maka tinjauan hanya dua dimensi yaitu dalam arahx dany, sehingga persamaan (23) menjadi: R t h S y V x

Vx y ±

∂ ∂ = ∂ ∂ + ∂ ∂

. ... (24)

Koefisien simpanan (S) atau hasil spesifik (Sy) untuk akifer bebas merupakan volume air yang dapat diambil dari simpanan per satuan luas akifer per satuan penurunan muka airbumi (Wang dan Anderson, 1982):

h y x V S w ∆ ∆ ∆ −

= ... (25)

Laju penurunan simpanan adalah Vw t dan dapat dituliskan menjadi -S x y h t) sementara volume yang keluar atau masuk adalah R(x,y x y. Dengan demikian persamaan (24) dapat dituliskan menjadi:

(

)

( )

(

x y

) (

R x y t

)

x y t h S x h y y q y h x x

qx y ∆ ∆ ± ∆ ∆

∂ ∂ − = ∆ ∆ ∂ ∂ + ∆ ∆ ∂ ∂ , ,

(43)

22

Dengan mensubtitusi persamaan Darcy’s untuk qx danqy dan dibagi dengan - y, maka persamaan (26) menjadi:

(

x y t

)

R t h S y h x h

T 2 , ,

2 2 2 ± ∂ ∂ =     ∂ ∂ + ∂ ∂

... (27)

Persamaan (27) menunjukkan bahwa aliran airbumi dipengaruhi oleh: 1. Gradien hidraulik (dh/dx dandh/dy),

2. Sifat akifer (transmisivitas dan storativitas), 3. Resapan (recharge),

4. Keluaran/pengambilan (discharge),

Transmisivitas akan berubah akibat perubahan muka airbumi pada akifer bebas. Atas dasar tersebut, maka transmisivitas disubtitusi dengan menggunakan konduktivitas yang merupakan sifat fisik dari akifer yang tidak berubah akibat perubahnan muka airbumi. Demikian halnya dengan penggunaan storativitas hanya diperuntukkan pada akifer tertekan, maka untuk akifer bebas digunakan hasil spesifik (Bear dan Verruijt, 1987). Hubungan antara konduktivtas dan transmisivitas yang merupakan fungsi dari muka airbumi dirumuskan sebagai berikut:

h K

T = . ... (28) Sedangkan hasil spesifik dapat ditentukan dengan menggunakan grafik hubungan antara hasil spesifik, retensi spesifik dan ukuran partikel yang ditentukan dengan pendekatan yang berdasarkan pada nilai konduktivitas. Grafik hubungan teresbut seperti pada Gambar 5.

Dengan mensubtitusi transmisivitas dengan konduktivitas dan storativitas dengan hasil spesifik, maka persamaan (27) menjadi:

(

x y t

)

R t h S y h x h h

K. 2 y , ,

2 2 2 ± ∂ ∂ =     ∂ ∂ + ∂ ∂

………. (29)

Debit pengambilan dengan pompa pada setiap titik dalam grid beda hingga dihitung dengan persamaan (Elhassanet al., 2003):

y x pp Pump

(44)
[image:44.612.132.508.93.382.2]

Gambar 5 Hubungan antara hasil spesifik, retensi spesifik dan ukuran partikel (Bear dan Verruijt, 1987).

2.5. Estimasi Resapan Airbumi

Mempelajari peluang pemanfaatan airbumi, kita harus mengetahui seberapa besar potensi suatu akifer. Potensi tersebut dapat diprediksi berdasarkan resapan secara spasial, yang dapat digunakan untuk menduga sumber resapan dan karakteristik akifer.

Beberapa metode mengestimasi laju resapan airbumi pada suatu akifer (De Silva, 2004) yaitu: (a) metode lysimeter, (b) model ketersediaan airbumi, (c) metode fluktuasi muka airbumi, (d) metode kesetimbangan airbumi pada suatu daerah tangkapan, (e) pemodelan numerik pada zona tidak jenuh dan jenuh, (f) metode Darcy, (g) metode profil tritium dan (h) metode profil cloride.

(45)

24

dibandingkan dengan estimasi resapan berdasarkan pengukuran secara langsung terhadap parameter hidrologi. Oleh Vandenbohede dan Lebbe (2003) dengan uji pompa, hasil yang diperoleh juga baik terutama dalam penentuan parameter hidraulik seperti simpanan spesifik, konduktivitas hidraulik horizontal dan vertikal. Dan oleh De Silva (2004) ditambahkan bahwa estimasi resapan secara spasial adalah sangat penting jika estimasi dilakukan dengan pengumpulan data secara akurat mengenai muka airbumi. Dengan menggunakan model dua dimensi, maka syarat secara spasial tentang muka airbumi dapat dipenuhi.

2.6. Metode Beda Hingga

Solusi numerik untuk persamaan non linier biasanya menggunakan salah satu di antara dua metode yaitu beda hingga (finite difference) atau elemen hingga (finite element). Perbedakan mendasar penggunaan kedua metode adalah ruang/diskrit skema numerik yang didasarkan pada sifat bahan/kondisi fisik dan juga batas flus obyek yang diamati. Pada diskrit yang sama, beda hingga menunjukkan suatu kesalahan yang signifikan dibandingkan dengan finite elemen (Simpson dan Clemen, 2003). Untuk mengatasi kelemahan metode beda hingga tersebut, maka dalam penggunaanya dilakukan diskritisasi yang lebih halus sehingga penyimpangan akibat diskritisasi dapat diperbaiki.

Menurut Munadi (1995), bahwa persamaan parsial yang diselesaikan dengan metode beda hingga atau elemen hingga sangat cocok menggunakan algoritma Thomas, di mana persamaan parsial tersebut diselesaikan menjadi persamaan linier simultan yang berbentuk matriks tridiaonal. Persamaan matriks tridiagonal secara umum dapat dituliskan:

AX=B atau             =                         − − n n n n n n n n b b b x x x a a a a a a a a a a M M 2 1 2 1 , 1 , , 1 3 , 3 32 3 , 2 22 21 12 11 0 0 0 0 0 0

... (31)

(46)

                =                                 − − − − − n n n n n n n n n b b b b x x x x b a c b a c b a c b 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 2 2 1 1 M M O O

O ... (32)

Matriks berukuran sangat besar dan banyak elemen berharga nol, maka metode Gauss-Seidel sangat cocok. Metode ini beroperasi dengan cara iterasi. Untuk itu, perlu diberikan harga awal dari nilai-nilai yang akan dicari di samping nilai toleransi kesalahan yang diperbolehkan. Toleransi berfungsi sebagai pengontrol presisi dan menghentikan iterasi. Proses iterasi dengan menggunakan merode Gauss-Seidel akan konvergen lebih cepat bila nilai awal mendekati nilai sebenarnya dalam batas toleransi kesalahan yang diberikan (Munadi, 1995). 2.7. Model Airbumi, Uji Kalibrasi dan Kesahihan

Menurut Mulyono (1991), model adalah abtraksi atau penyederhanaan realitas sistem yang kompleks di mana hanya komponen-komponen yang relevan atau faktor-faktor yang dominan dari masalah yang dianalisa diikutsertakan. Model matematika adalah model yang menggunakan seperangkat simbol dan atau persamaan matematik untuk menunjukkan komponen-komponen dan hubungan antara komponen dari sistem nyata.

Menurut Bear dan Verruijt (1987), secara garis besar pemodelan masalah pendugaan airbumi kaitannya dengan pengelolaan sumber daya dapat dikelompokan atas dua bagian. Pertama adalah kuantitas atau masalah keseimbangan airbumi yang bertujuan untuk memprediksi perubahan permukaan air sebagai respon atas penurunan airbumi dan resapan buatan. Dan kedua adalah masalah yang berhubungan dengan kualitas atau masalah polusi yang bertujuan untuk memprediksi perubahan kualitas air.

Kalibrasi bertujuan untuk meminimalkan kesalahan. Ada tiga metode yang umum digunakan dalam menjelaskan rata-rata perbedaan antara hasil simulasi dengan pengukuran (Anderson dan Woessner, 1992) yaitu:

a. Mean Error (ME)

(47)

26

(

)

= − = n i i s m h h n ME 1 /

1 ... (33)

di mana: n = banyaknya data, hm = muka airbumi pengukuran dan hs = muka airbumi simulasi

b. Mean Absolute Error (MAE)

Mean Absolute Error adalah rata-rata nilai absolut selisih antara pengukuran dengan simulasi yang dirumuskan sebagai:

(

)

= − = n i i s m h h n MAE 1 /

1 ... (34)

c. Root Mean Square (RMS)

. Root Mean Square (RMS) kesalahan atau standar deviasi yaitu rata-rata pangkat dua antara pengukuran dan simulasi. RMS dihitung dengan persamaan:

(

)

2 1/2 i sim ukur h h n / 1 RMS      −

=

... (35)

Uji kesahihan atau keabsahan adalah salah satu kriteria penilaian keobyektifan dari suatu pekerjaan ilmiah. Dalam pemodelan, nilai obyektifitas ditunjukkan dengan sejauhmana model dapat menirukan fakta (Muhammadiet al., 2001).

2.8. Model Optimasi denganSolver

Optimasi menggantikan proses trial-and-error dalam mengubah suatu disain dan mensimulasi kembali dengan menggunakan masing-masing perubahan disain yang baru. Dengan demikian, model optimasi secara otomatis mengubah parameter-parameter disain. Prosedur optimasi diungkapkan secara matematik yang menguraikan sistem dan tanggapannya terhadap input sistem untuk berbagai parameter disain. Ungkapan matematika tersebut merupakan batasan-batasan di dalam optimasi model. Sebagai tambahan, batasan-batasan digunakan untuk menggambarkan batas-batas variabel-variabel disain dan capaian dievaluasi melalui satu fungsi tujuan, yang bisa berupa memaksimumkan atau meminimalkan (Mays dan Tung, 1992).

(48)

Selanjutnya Arifin dan Fauzi (2007), solver dapat digunakan untuk melakukan berbagai skenario optimasi atas suatu masalah. Solver dapat menangani masalah yang melibatkan banyak sel variabel dan membantu mencari kombinasi variabel untuk meminimalkan dan memaksimalkan nilai suatu sel target. Solver memungkinkan untuk mendefinisikan sendiri suatu batasan atau kendala yang harus dipenuhi agar pemecahan masalah dianggap benar.

Menurut Yulianto dan Sutapa (2005), sebelum memasuki Solver, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendefinisikan dan memilih variabel keputusan, kendala dan fungsi tujuan dari suatu masalah. Setelah langkah pertama, yang harus dilakukan adalah memasukkan data fungsi tujuan, kendala dan variabel keputusan dalam Excel.

Selanjutnya Yulianto dan Sutapa (2005), mendefinisikan variabel keputusan, fungsi tujuan dan kendala sebagai berikut:

1) Variabel keputusan adalah variabel yang menggambarkan keputusan yang akan dibuat.

2) Fungsi tujuan adalah fungsi dari harapan atau kriteria yang ingin dicapai, yang selanjutnya akan dimaksimalkan atau diminimalkan.

3) Kendala atau batasan adalah kondisi atau syarat yang membatasi nilai-nilai dari variabel keputusan yang mungkin.

2.9. Pengelolaan Airbumi untuk Irigasi

(49)

28

Baik airbumi bebas maupun airbumi tertekan umumnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber air pengairan, terutama di daerah-daerah dataran dan daerah berteras, karena lapisan-lapisan yang mengandung air terbentuk secara teratur, demikian pula distribusinya dan pengisian airnya kembali. Pemanfaatan airbumi, terutama untuk pemenuhan kebutuhan air bagi keberhasilan usaha budidaya tanaman perlu didahului dengan penyidikan-penyidikan agar di kemudian hari tidak terjadi hal-hal yang merugikan dan dapat berlangsung secara berkelanjutan (Kartasapoetraet al., 1994).

[image:49.612.125.505.374.648.2]

Menurut Pusposutardjo (2001), bahwa konsep pengembangan irigasi berkelanjutan dapat dijelaskan dengan mengadopsi rumusan pembangunan berkelanjutan seperti pada Gambar 6. Konsep pembanguan berkelanjutan tersebut dikenal sebagai konsep Burger. Konsep Burger dalam pembangunan berkelanjutan menganut asas-asas : (1) efisensi (2) kecukupan (3) konsistensi keserasian dari elemen-elemen pembangunan dan (4) kewaspadaan.

Gambar 6 Konsep pembangunan irigasi berkelanjutan dalam cakupan pembangunan berkelanjutan.

Menurut Kartasapoetra et al. (1994), bahwa dalam rangka memenuhi kebetuhan air irigasi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka perlu dilakukan

Keberlanjutan ekologi biosfer : - Keberlanjutan

Sumber daya - Keberlanjutan

lingkungan

Bentuk dari pembangunan masyarakat :

- Keberlanjutan cultural - Keberlanjutan social - Keberlanjutan politis - Keberlanjutan institusi

Modus dari produksi sebagai pembangunan ekonomi : - Keberlanjutan ekonomis - Keberlanjutan fisik.

(50)

penyelidikan tentang kondisi sumber airbumi. Penyelidikan dilakukan terhadap banyaknya airbumi yang dapat dipompa ke luar dan kapasitas pemulihan kembali permukaan airbumi pada kedalaman semula setelah pemompaan dihentikan. Komponen penyelidikan pada umumnya dilakukan terhadap :

1) Banyak/besarnya airbumi yang keluar dari akifer,

2) Bayaknya airbumi yang keluar dengan memperhatikan uji penurunan permukaan airbumi secara bertahap (step drawdown), agar perencanaan tentang banyaknya pemompaan air dapat ditentukan secara seimbang, sebab kenyataannya apabila banyaknya pemompaan menjadi lebih besar dari nilai tertentu, kapasitas spesifik akan berkurang secara drastis dan pada akhirnya mengakibatkan ketidakmampuan suatu akifer.

Selanjutnya Kartasapoetra et al. (1994), menjelaskan bahwa untuk mencegah mengeringnya sumber airbumi, tindakan yang perlu dilakukan adalah : 1) Pemompaan airbumi dalam usaha mencukupi kebutuhan air hendaknya

dilakukan secara seimbang antara banyaknya pemompaan dengan pengisiannya kembali,

2) Pada lapisan dangkal yang diketahui sirkulasi airbuminya rendah, maka besarn

Gambar

Gambar 2  Skema analisis aliran airbumi yang digunakan untuk irigasi dengan metode beda hingga.
Gambar 3 Penampang melintang skema akifer bebas dan tertekan (Todd, 1995)
Gambar 4 Diagram penurunan persamaan kontinyuitas untuk aliran airbumi.
Gambar 5 Hubungan antara hasil spesifik, retensi spesifik dan ukuran partikel(Bear dan Verruijt, 1987).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil evaluasi model penelitian dan pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini, maka menghasilkan kesimpulan, bahwa hasil pengujian hipotesis menunjukkan

Tumbuhan pakan monyet hitam Sulawesi yang ditemukan di daerah tutupan lahan semak belukar adalah kayu sirih ( Piper aduncum ), ini disebabkan karena kayu sirih

Penelitian bersifat kualitatif, dengan pendekatan studi kasus ( case study ). Hasil penelitian ditemukan sebagai berikut : 1) Perencanaan, (a) dalam melakukan supervisi

Kepekaan pernafasan Dibawah kondisi normal untuk penggunaan yang dimaksud, bahan ini diharapkan tidak berbahaya bagi penghirupan. Gangguan kesehatan tidak diketahui atau

Mencermati pola gerakan dan aksi ISIS dapat diyakini bahwa ISIS adalah gerakkan radikalisme atau juga disebut dengan istilah garis keras yang berbahaya untuk umat Islam, tak

Sedangkan berdasarkan Visi Indonesia Sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilku

 bagian hasil in*estasi in*estasi setelah setelah dikurangi untuk dikurangi untuk pengelola dana pengelola dana (sebagai (sebagai musytarik# tersebut dibagi antara pengelola

Zamandaşlık, akan ve geçici, “düşük” şimdi -“başlangıcı veya sonu olmayan” bu “yaşam” yalnızca düşük türlerde bir temsil ko­ nusuydu. En önemlisi