• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi menggalang partisipasi publik dalam peningkatan mutu pendidikan melalui Komite Sekolah pada SMA Negri I Liwa lampung Barat:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi menggalang partisipasi publik dalam peningkatan mutu pendidikan melalui Komite Sekolah pada SMA Negri I Liwa lampung Barat:"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

DAMAN NASIR.

Strategi Menggalang Partisipstsi Publik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui bmite Sekolah Pada SMA Negei-i

1

Liwa Lampung Barat. Dibhbing oleh HAMANTO

dan

LUKMAN M

BAGA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan mutu pendidikan yang ada di

SMAN

1 Liwa. Secara mum penelitian

ini

bntujuan untuk mengetahui sejauhmana peran Komite

SekoIah

yang ada di SMAN 1

Liwa untuk

berpartisipasi dalam peningkabn rnultu pendidikan di SMAN 1 Liwa, haiisis partisipasi yang diukur dalam penelitian

ini meliputi

partisipasi masyarakat (orang tua siswa), gum, d m Komite Sekolah. Bidang partispasi yang menjadi

pengukuran dalam analisis ini meliputi: partisipasi ddam perencanam, par~isipasi

dalam

pelaksanaan, dan partisipasi dalam pengawasan; Adapun pengumpulan data

dilakukan

dengan teknik wawancitfa, yang kemudian hasil wawancara tersebut

sebagai b&an untuk melaladcan Focus Group Discussion VGD) yang bertujuan untuk meriganalisis dan sekaligus rnenghasilkan strategi d m rancangan program

untuk peningkatan partisipasi masyaraka~ guru, dan Komite Sekolah yang

Eelah di

sepakati secara bersama.

Dari hasil penelitian di peroleh bahwa 1) Masalah-masdah dalam

peningkatkan mutu pendidikan di

SMAN

I Liwa adalah kurang optimdnya peranan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa dm rendabnya partisipmi masyardcat

dalam penyusunan

kebijakan

sekolah, pelaksanaan dm evaluasi kegiatan

di

sekolah*; 2) Secxa umum partisipasi masyarakat daIam perenemaan, pelaksanaan dm pengawasan mas& rendah. Masyarakat (orang tua siswa) juga cendermg pasif
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)

DAMAN NASIR.

Strategi Menggalang Partisipstsi Publik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui bmite Sekolah Pada SMA Negei-i

1

Liwa Lampung Barat. Dibhbing oleh HAMANTO

dan

LUKMAN M

BAGA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan mutu pendidikan yang ada di

SMAN

1 Liwa. Secara mum penelitian

ini

bntujuan untuk mengetahui sejauhmana peran Komite

SekoIah

yang ada di SMAN 1

Liwa untuk

berpartisipasi dalam peningkabn rnultu pendidikan di SMAN 1 Liwa, haiisis partisipasi yang diukur dalam penelitian

ini meliputi

partisipasi masyarakat (orang tua siswa), gum, d m Komite Sekolah. Bidang partispasi yang menjadi

pengukuran dalam analisis ini meliputi: partisipasi ddam perencanam, par~isipasi

dalam

pelaksanaan, dan partisipasi dalam pengawasan; Adapun pengumpulan data

dilakukan

dengan teknik wawancitfa, yang kemudian hasil wawancara tersebut

sebagai b&an untuk melaladcan Focus Group Discussion VGD) yang bertujuan untuk meriganalisis dan sekaligus rnenghasilkan strategi d m rancangan program

untuk peningkatan partisipasi masyaraka~ guru, dan Komite Sekolah yang

Eelah di

sepakati secara bersama.

Dari hasil penelitian di peroleh bahwa 1) Masalah-masdah dalam

peningkatkan mutu pendidikan di

SMAN

I Liwa adalah kurang optimdnya peranan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa dm rendabnya partisipmi masyardcat

dalam penyusunan

kebijakan

sekolah, pelaksanaan dm evaluasi kegiatan

di

sekolah*; 2) Secxa umum partisipasi masyarakat daIam perenemaan, pelaksanaan dm pengawasan mas& rendah. Masyarakat (orang tua siswa) juga cendermg pasif
(90)

1.1. Latar Belakang

Kebijakan

otwiloini

daemh berdsarlian Uadmg-UIlrlaag

No.

22

taRtiii

1999 telah perbaharui dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, memposisikan kabupatenfkota sebagai pemegang kewenangan dalam tanggungjawab pembangunan berbagai sektor, termasuk penyelenggaraan bidang pendidikan, Pelaksanaan pendidikan di daerah tidak hanya diserahkan kepada kabupatenlkota, melainkan juga diberikan kepada satuan pendidikan, baik jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah, Dengan demikian, keberhasilan penyelenggaraan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah provinsij kabupatenkota, pihak sekolah, dan masyarakat atau stakeholders pendidikan. Hal ini relevan dengan konsep partisipasi berbasis masyarakat (community based development participation) dan manajemen berbasis sekolah (school based management) (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002);

Salah satu masalah mendasar dalam bidang pendidikan Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah (Direktorat Jenderal P e n d i d i i Dasar dan Menengah, 2001); Mutu pendidikan di Indonesia selama ini masih belum mengalami peningkatan yang signifikan dan merata. Sebagian sekolah, terutarna di kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembiian, namun sebagian besar laimya masih memprihatinkan. Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasx dan Menengah (2001) terdapat sedikitnya tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata, yaitu:

I . Pendekatan education production function atau input & ouput analisis yang digunakan dalam kebijakan pendidikan di Indonesia tidak dilaksanakan secara konsekuen.

(91)

3. Peranserta masyarakat, khususnya orangtua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim;

Partisipasi masyarakat diperlukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, Partisipasi masyarakat yang selama ini umumnya lebih banyak bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas), Berkaitan dengan akuntabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orangtua siswa, sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan Pirektorat Jenderal P e n d i d i i Dasar dan Menengah, 2001).

Untuk menampung dan menyalurkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, maka dibentuktah suatu wadah yang diberi nama Komite Sekolah. Komite sekolah adalah suatu badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mu@ pemerataan, dan efesiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra satuan pendidikan, jalur pendidikan satuan p e n d i d i i maupun jalur pendidikan luar satuan pendidikan. Komite Sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non profit clan non politis, dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokrasi oleh para stakeholders pendidikan pada tingkat satuan pendidiian sebagai representasi dan berbagai unsur yang beitanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses dari hasil pendidikan (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001)

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasiona No. 044NI 2002, tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dikatakan bahwa Komite Sekolah merupakan dampak wujud dari otonomi pendidiian, melalui demokratisasi pendidikan. Wujud dari kebijaksanaan ini adalah kesempatan masyarakat untuk berperan aktif dalam menumbuhkembangkan pendidikan. Hal ini, sejalan dengan apa yang disebut dengan communify based education, dan secara tidak langsung imbas dari school based management.

(92)

Komite Sekolah sebagai suatu organisasi masyarakat satuan pendidikan sebagai berikut:

a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan satuan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.

b. Meningkatkan tanggungjawab clan peranserta masyarakat dalarn penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

c,

Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidiian yang bermutu di satuan pendidiian,

1.2. Perurnusan Masalah

Perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi juga membuka peluang masyarakat

untuk

meningkatkan peranserta dalam pengelolaan pendidikan. Salah satu upaya untuk mewujudkan peluang tersebut adalah melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002

tentang Dewan P e n d i d i i dan Komite Sekolah (Direktorat Jendera P e n d i d i i Dasar dan Menengah, 2002). SMAN 1 Liwa sebagai salah satu lembaga pendidikan mengalami pennasalahan dalam mutu pendidiian. Perolehan NEM rata-rata SMAN 1 Liwa mulai

tahun

2000 sampai 2002 statis dan cenderung mengalami p e n m a n . Berdasarkan kondisi tersebut maka pertanyaan yang muncul dalam penelitian ini adalah "Bagaimanakah peranan Komite Sekolah dalam kegiatan meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa?"
(93)

Diharapkan keberadaan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa memberikan kontribusi yang signifikan bagi peningkatan NEM rata-rata SMAN 1 Liwa pada tahun-tahun mendatang. Oleh karena itu perlu pengoptimalan peranan Komite Sekolah dan partisipasi dari masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidian di SMAN 1 Liwa. Berdasarkan uraian tersebut maka pertanyaan berikutnya adalah "Bagaimana strategi dan program Komite Sekolah dalam peningkatan partisipasi masyarakat untuk peningkatan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa?"

Permasalahan-permasalahan yang telah d i i u s k a n diatas pada dasarnya

akan saling terkait dan dapat mempengaruhi kinerja pendidiian di SMAN 1 Liwa. Untuk memperoleh jawaban dalam pernasalahan, maka dilakukan penelitian yang mendalam mengenai partisipasi publik dalam pendidikan.

1.3. Tujuan Penolitian

Berdasarkan permasalahan

yang

telah dimmuskan,

maka

penelitian ini secara

mum

ditujukan untuk merumuskan strategi menggalang partisipasi publik dalarn peningkatan mutu pendidiian melalui Komite Sekolah pada SMAN 1 Liwa Kabupaten Lampung Barat. Untuk mencapai tujuan umum penelitian, maka ditetapkan tujuan kajian sebagai berikut:

1. Mengevaluasi peranan Komite Sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa.

2. Mengetahui tingkat partisipasi orang tua siswa (masyarakat) dalam meningkatkan mum p e n d i d i i di SMAN 1 Liwa.

(94)

11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Partisipasi

Pengertian pattisipasi adalah ikut sertanya suatu kesatilm mtuk mengambil bagian dalarn aktivitas yang dilaksanakan oleh susunan kesatuan yang lebih besar (Poerbakawatja, 1980). Kelompok kajian Bank Dunia menjelaskan bahwa partisipasi adalah sebagai suatu proses para pemilik kepentingan (stakeholders) mempengaruhi dari berbagai pengawasan atas insiatif dan keputusan pembangunan serta sumber daya yang berdarnpak pada mereka (Lewis dan Waker, 2001). Berdasarkan sudut pandang tersebut, dapat dilihat dari tataran konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua siklus tahapan proyek, dan evaluasi kebutuhan sampai penilaian, implementasi, pemantauan dan evaluasi (Lewis dan Waker, 2001).

M i e l s e n (2001) memaparkan pengertian partisipasi adalah sebagai berikut:

1. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang tahu kelompok yang terkait, mengambil inisiatif clan menggunakan kebebasannya

untuk

melakukan hal itu.

2. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditemukannya sendiri.

3. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka,

Beberapa kriteria yang dijadikan acuan dalam penggunaan istilah partisipasi menurut Pamuji (1997) adalah sebaga berikut:

(95)

b. Terdapat kerelaan dan kesadaran dari individu untuk menjalankan peranan yang diberikan oleh kelompoknya secara ikhlas, Keikutsertaan anggota tidak ditimbulkan oleh kekuasaan yang dipunyai oleh pemimpin. Dengan demikian, mobilisasi bukan masuk kategori partisipasi.

c. Partisipasi berkonotasi kepada keterlibatan anggota perorangan dalam proses pengelolaan sesuatu kegiatan (pengambilan keputusan bersama, pengerahan sumber daya, pengawasan, dan penyesuaian).

a. Kelompok sasaran dan partisipasi adalah rakyat banyak,

Berdasarkan pengertian partisipasi clan berbagai pendapat, maka apabila dihubungkan dengan pendidikan, yang dimaksud partisipasi adalah peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari tahap penyusunan program pendidikan sekolah, pelaksanaan sampai tahap pengawasan pelaksanaan kegiatan sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

2.2. Jenis-Jenis Partisipasi Masyarakat

Menurut Madrie (1986) jenis-jenis partisipasi berdasatkan proses pembangunan suatu program dapat dielompokkan dalam bentuk kesediaan (1) menerima dan memberi, (2) menyumbangkan pemikiran, (3) merencanakan suatu kegiatan, (4) pelaksanaan pekerjaan. (5) menerima hasil pembangunan, dan

( 6 ) menilai pembangunan.

Jenis-jenis partisipasi apabila dikaitkan dengan pendidikan, terdapat jenis partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat, ~LU-U, pengurus komite sekolah

dan pihak lainnya, yaitu : partisipasi perencanaan dalam penyusunan program, pelaksanaan dan pengawasan pendidian.

Menurut Direktorat Jenderal Pendidian Dasar dan Menengah (2001) jenis partisipasi orang tua (masyamkat) dalam peningkatan mutu pendidian, terdii atas:

1. Partisipasi dalam Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu.

Unsur-unsur sekolah, guni orang tua (masyarakat), komite sekolah dan pihak

(96)

2. Partisipasi dalam Pelaksanaan Peningkatan Mutu.

Rencana dan program peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui bersama-sama oleh sekolah, orang tua siswa (masyarakat), diambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran yang telah ditetapkani

3. Partisipasi dalam Evaluasi Pelaksanaan

Program peningkatan mutu pendidikan yang sudah dilaksanakan di evaluasi untuk melihat keberhasilannya. Dalam evaluasi, Komite Sekolah, guru

benama-sama orang tua bersama-sama mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaan peningkatan mutu pendidiian. Orang tua siswa sebagai stahholders hams dilibatkan untuk menilai keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Dengan demikian sekolah mengetahui bagaimana sudut pandang pihak luar bila dibandingkan dengan pihak internal, suatu ha1 yang bisa te jadi bahwa orang tua siswa menilai suatu program gagal atau kurang berhasil, walaupun pihak sekolah menanggapinya cukup berhasil, Yang perlu disepakati adalah indikator yang perlu ditetapkan sebelum melakukan evaluasi (Direktorat Jenderal Pendidiian Dasar dan Menengah, 2001). Berdasarkan arahan Ditjen P e n d i d i i Dasar dan Menengah tersebut tampak bahwa partisipasi masyarakat dilaksanakan sejak tahapan perencanaan sampai dengan evaluasi.

2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi.

Beal (1979) seperti dikutip 01th Sahidu (1998) mengatakan bahwa partisipasi merupakan suatu bentuk perilaku. Kegiatan berpartisipasi akan dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian tertentu misalnya sikap, kemauan, keterampilan, ambisi dan lain sebagainya. Seperti dikemukakan sebagai berikut:

"

....

There are many strbtler behaviour patterns intern ofgesrures, attitudes, or manner that constitute participation" (Beal, seperti d i i t i p oleh Sahidu, 1998). Untuk dapat berperilaku tertentu ada dua hal yang mendukungnya (Oppenheim, yang d i i t i p oleh Sahidu, 1998):
(97)

b. Terdapat iklim atau lingkungan (environmenial factors) yang memungkinkan terjadinya perilaku tertentu itu,

Pasaribu dan Simanjuntak dikutip oleh Madrie (1986) mengemukakan bahwa untuk menumbuhkan partisipasi diperlukan adanya iklirn tertentu, Iklirn ini ada hubungannya dengan kesempatan untuk berpartisipasi. Pada anggota kelompok ada jaminan d i n g menghormati, ada rasa keadilan, masing-masing anggota mempunyai tenggang rasa, dapat menghargai hak dan kewajiban, bahwa keikutsertaannya terasa mempunyai arti.

Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi seperti yang dikemukakan Slamet dalam Sahidu (1998) adalah : (1) kemauan, (2) kemampuan, dan (3)

kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Apabila dikaitkan dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan sekolah maka partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyelengaraan p e n d i d i i di sekolah dipengaruhi oleh faktor-faktor, antara lain; kemauanj kesempatan dan kemampuan masyarakat,

2.4. Konscp Mutu Pendidiksn.

Secara

m u ,

mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan. Menurut Suryadi (2001) seperti d i i t i p oleh Witaputra (2003) mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga pendidikan membangun kemampuan siswa untuk belajar (building capacity of students to learn). Dalam konteks pendidikan; pengertian mutu menurut Direktorat Jenderal pendidikan D m dan Menengah (2001), mencakup input, proses dan output pendidikan.

Input pendidikan adalah sebagai sesuatu yang h a s tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu proses, Sesuatu yang dimaksud adalah sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-hampan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumber daya manusia (kepala sekolah, g q

(98)

Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam skala pendidikan berskala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengelolaan kelembagaan, proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan program, proses belajar-mengajar, dan proses belajar-mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan proses-proses lainnya.

Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah, Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektifitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kerjanya dan moral kerjanya (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan

Menengah, 2001)

2.5. Partisipasi Masyarakat dalarn Usaha Peningkatan Mutu Psndidikan

Peningkatan

mum

pendidikan sadgat dipengaruhi oleh kualitas

smber

daya manusia. Unsur-unsur yang harus terlibat dalam peningkatan mutu pendidikan antara lain: kepemimpinan kepala sekolah, kualitas guru, sarana prasarana, peranan orang tua, peranan masyarakat setempat, peranan pemerintah daerah dan pihak-pihak swasta (Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001). Adanya anggapan bahwa peningkatan kualitas surnber daya manusia merupakan wewenang lembaga pendidikan saja adalah pandangan yang keliru. Peningkatan kualitas tersebut memerlukan partisipasi masyarakat.

Partisipasi atau keterlibatan masyarakat sangat penting perannya dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara keterlibatan, kewibawaaan orang tua dalam kegiatan sekolah dan keberhasilan peserta didik (Hobson dalarn Wahjosumidjo, 2002).

Oleh karena i t - dalam usaha peningkatan mutu pendid- maka seluruh

(99)

Adanya UU No 2211999 yang telah perbaharui dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah menyebabkan daerah-daerah berusaha sernaksimal rnungkin rnemenuhi kebutuhan hidup rnasyarakat lokal melalui pembangunan fisik dan nonfisik. Sebelum adanya UU tersebut, pernbangunan bersifat sentralistik sehingga tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat lokal,

Pernberdayaan masyarakat dan partisipasi rnerupakan strategi dalam perundingan pembangunan yang berpusat pada rakyat @eople central developmeni). Pendekatan ini menyadari pentingnya kapasitas rnasyarakat untuk rneningkatkan kemandirian dan kekuatan intemal, melalui kesanggupan untuk rnelakukan kontrol intemal atas surnberdaya rnateri dan maksirnal rnelalui redistribusi modal atau kepemilikan (Kocten dalam Sahiby 1998).

2.6. Konscp Komite Sckolah

2.6.1. Pengertian Komite Sekolah

Kornite sekolah adalah suatu badan rnandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan rnutu, pernerataan, dan efesiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah rnaupun jalur pendidikan luar sekolah (Direktorat

Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002).

Komite sekolah merupakan badan atau lembaga nonproJil dan nonpolitis, dibentuk berdasarkan musyawarah yang dernokratis oleh para stakeholders pendid'ian pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002).

(100)

Dengan demikian, organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran, dan keanggotaannya sesuai dengan panduan ini atau melebur menjadi organisasi baru, yang bemama Komite Sekoah (Direktorat Jenderal Pendidian Dasar dan Menengah, 2002). Peleburan BP3 atau bentuk-bentuk organisasi lain yang ada di sekolah, kewenangannya akan berkembang sesuai kebutuhan dalam wadah Komite Sekolah.

2.6.2. Kodudukan dan Sifat

1) Kedudukan

Menurut Direktorat Jenderal P e n d i d i i Dasar dan Menengah, Departetnen Pendidikan Nasional(2002) Komite Sekolah berkedudukan di satuan pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah. Satuan pendidikan dalam berbagai jenjang, jenis, dan jalur pendidikan, dan mempunyai penyebaran lokasi yang amat

beragam. 2) Sifaat

Komite Sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan yang heararkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya Komite Sekolah dan sekolah memiliki kemandirian masing-masing, tetapi tetap sebagai mitra yang harus saling bekejasama sejalan dengan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

2.6.3. Peran dan Fungsi Komite Sekolah

1) Perm Komite Sekolah

Menurut Direktorat P e n d i d i i Dasar dan Menengah (2001), peran yang dijalankan Komite Sekolah adalah sebagai berikut:

a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.

b. Pendukung (supporting agency), baik dalanl wujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. c. Pengontrol (confrolling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas

penyelengaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

(101)

2 ) Fungsi Komite Sokolah

Menurut DireMorat Pendidikan Dasar dan Menengah (2001), Komite sekolah memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidiian yang bermutu.

b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangadorganisasi/dunia usahaldunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidiian yang diajukan oleh masyarakat.

d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:

a) Kebijakan dan program pendidiian

b) Rencana Anggaran Pendidiian dan Belanja Sekolah (RAPBS) c) Kriteria kinerja satuan pendidikan

d) Kriteria tenaga kependidikan e) Kriteria fasilitas pendidikan

e, Mendorong orang tua dan masyarakat dan berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.

f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidian di satuan pendidikan

g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Komite sekolah sesuai dengan peran dan hgsinya, melakukan akuntabilitas sebagai berikut:

a. Komite sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah kepada stakeholders secara periodii, baik yang berupa keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah.

(102)

2.6.4. Perbandingan antara Komite Sekolah dan BP3

Pada tahun 2002, Departemen Pendidiian Nasional Republik Indonesia membuat kebijakan pembentukan wadah Komite Sekolah sebagai pengganti Badan Pembantu Penyelenggara Pendidian (BP3). Keberadaan Komite Sekolah sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 0441UJ2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka Komite Sekolah diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan aktif meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

Menucut Prishardoyo (2002) terdapat perbedaan mendasar antara Komite sekolah dengan BP3. Secara garis besar BP3 cenderung top down dari proses pembentukan sampai pada pelaksanaan peranannya, sedangkan Komite Sekolah lebih aspiratif dan melibatkan berbagai stakeholders pendidikan di sekolah. Perbedaan antara Kornite Sekolah dengan BP3 dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan antara BP 3 dengan Komite Sekolah

NO

I

Indikator,

I

. . . .. HP3 , , . ,

I

Komite Sckolah

I

I

Kepengwusan -

I

Hanya mclibalkan

I

Melibatkan bcrbagai stakeholders sekolah, om& tua siswa dan

pihak sekolah

Hanya berperan dalam keterkaitan sarana dan prasarana sekolah

yaitu: p e w M a n orang tua siswa, tokoh masyafakat, alumni, dunia usaha, pakar pendidiian, organisasi profesi pendidikao, penvakilan sisha

Komite b e m a n sebami pemberi pertimbangan dalam Gneituan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan dan pendukung, baik yang bcrwujud finansial, pemikirm, meslpun tenagk &latam

penyelenggaraan p e n d i d i i . Selain ihl,

dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyclengarw dan keluaran pendidiian dan mediator antara pemerintah (eksekutif) dan

I

masyarakat.

3 1 Peranan Keoala

1

Kepala sekolah

1

Menumt prinsip transparan, akuntabilitas, Sekolah

Partisipasi Masyamkat

r: Prishardoyo (200

be$m bcsar dan memi!iki otoritas kuat karena Secara otomatis meniadi

dan dembkmt'is, kepala sekolah tidak memlli! pemn besar d m tori it as kuat, tidak

ada pembina, kepala sekolah tidak diperbolehkan meqiabat keina atau pembina B P ~

I

mcmimpin komite

Masvankat kurane I Komire lnerupskan wadah flanisi~asi selumh diiibatkan dalam pemn masyamkat daGm pendidikan. F y a n g dib" adalahl BP3, peranan

dominan dilakukan masyarakatlah yang menjadi pengelola, oleh pihak sekolah penyelenggara, sampai pengontrol sistem

endidikan sekolah

(103)

111.

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Kajian

Fenelitian ini

untuk

menggali partisipasi masyarakat dalam

usaha

peningkatan mutu pendidikan dilakukan di Kabupaten Lampung Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (jurposive) dengan pertimbangan, lokasi yang ditentukan dapat mewakili kondisi pendidikan yang ada di Kabupaten Lampung Barat.

Kajian partisipasi masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa dilakukan dalam empat tahap, yaitu:

1. Tahap pertama atau penelitian I, dengan melakukan penelitian terhadap data sekunder yang ada di SMAN 1 Liwa dan di Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Barat. Penelitian ini dilakukan pada minggu pertama bulan November 2008.

2. Tahap kedua atau penelitian 11, yang dilaksanakan pada minggu pertama bulan November 2008, dengan fokus evaluasi pelaksanaan peranan Komite Sekolah di SMAN

1

Liwa.

3. Tahap ketiga atau penelitian 111, kajian partisipasi masyarakat dalam bentuk pengumpulan data primer dan sekunder, dilakukan minggu kedua bulan November 2008,

4. Pembuatan Laporan hingga selesai, dilakukan sampai minggu ke empat bulan Desember 2008.

3.2. Prosedur Pengambilan Sampel

Penelitan ini termasuk metode survei adalah penelitian

yang

datanya

mengambil sampel dan satu populasi serta menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok, dikurnpulkan untuk mewakili seluruh populasi (Singarimbun dan Effendi, 1989).

(104)

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan terbagi dua, yaitu: a. Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan dari data statistik instansillembaga yang ada yaitu SMAN 1 Liwa, Dinas Pendidkan Kabupaten Lampung Barat dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Larnpung Barat,

b. Data Primer

Fengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan responden. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan didukung oleh observasi, yaitu melakukan pengamatan secara Iangsung pada objek kajian di lapangan. Penggunaan kuesioner mengarahkan penulis pada informasi yang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kajian partisipasi, Kuesioner kajian partisipasi terdii dan tiga bagian, yaitu partisipasi responden dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawassui kegiatan penyelenggaraan dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

3.4. Tsknik Pengolahan dan Analisis Data

Fengolahan d m analisis data dengan menggunakan data lamtitatif disajikan dengan menggunakan tabulasi silang. Analisis data kualitatif disajikan secara deskriptif untuk memperkuat argumentasi analisis kuantitatif dan menjelaskan fenomena sosial yang terkait dengan partisipasi dan kine j a peran serta h g s i komite sekolah;

3.5 Metode Analisis Masalah dan Analisis Proritas

Permusan d m pemecahan masalah kajian partisipasi masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa, mengunakan metode partisipatif

(105)

3.6. Metode Pcnyusunan Program

Metode penyusunan program meningkatan partisipasi masyarakat ( o m g tua siswa) dalam kegiatan pendidikan di

S M A N

1 Liwa dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Identifikasi potensi, masalah dan kebutuhan partisipasi masyarakat (orang tua siswa) dalam kegiatan pendidikan di SMAN 1 Liwa, sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan, melalui kondisi sosial yang mendukung penyelenggaraan pendidikan di SMAN 1 Liwa, selanjutnya melakukan observasi lapangan untuk memperoleh data partisipasi masyarakat (orang tua siswa) yang dibandingkan dengan partisipasi guru, clan pengurus komite sekolah di SMAN 1 Liwa.

2, Menyusun program kerja meningkatkan partisipasi masyarakat (orang tua siswa) dalam kegiatan di SMAN 1 Liwa, dengan melibatkan partisipasi semua pihak yang terkait (stakeholders), aitara lain: kepala sekolah, guru, masyarakat (orang tua siswa), pengurus komite sekolah dan himpunan alumni SMAN 1 Liwa. Penyusunan program mengutamakan partisipasi semua

stakeholders untuk mewujudkan m a memiliki dan tanggungjawab dalam

kegiatan di SMAN 1 Liwa, sehingga akhirnya mampu meningkatkan mutu pendidikan SMAN 1 Liwa.

3. Evaluasi penerapan program partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa, dengan menentukan indikator-indikator evaluasi, waktu pelaksanaan monitoring d m evaluasi serta penetapan pelaksana evaluasi.

Partisipasi masyarakat dalam penyusunan program, diharapkan mampu menghasilkan program yang sesuai dengan keinginan masyxakat, dan sekaligus melakukan pengawasan terhadap jalannya proses pendidikaa yang bermutu

baik.

3.7. Kerangka Pemikiran

(106)

untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui partisipasi dari masyarakat dan seluruh stakeholders pendidikan di sekolah.

Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2002) sebagai konsekuensi perluasan makna partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, maka perlu dibentuk satu wadah untuk menampung dan menyalurkannya yang di sebut Komite Sekolah. Komite Sekolah adalah suatu badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah (Direktorat

Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002).

Pelaksanaan Komite Sekolah sebagai gambaran realitas peran dan fungsi ddam kegiatan pendidikan di sekolah yang pada a y a dapat meningkatkan mutu pendidikan, Selain itu penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah membutuhkan partisipbi masyarakat (dalam ha1 ini adalah orang tua siswa) dan dibandingkan dengan h g k a t partisipasi guru d m anggota Komite Sekolah baik partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan di sekolah.

Komite Sekolah merupakan wadah penghirnpun aspirasi dan memberikan pertimbangan kebijakan kepada sekolah dalam penyelenggraan pendidikan. Pengurus Komite Sekolah terdiri atas

gury

orang tua siswa, dan tokoh masyarakat, pakar pendidikan dan siswa.

Pelaksanaan peranan Komite Sekolah serta partisipasi masyarakat (orang

(107)

Partisipasi Masyarakat: Dalam Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan

Saranadan

Keterangan :

---,

: Mempengaruhi, dan dikaji dalam penelitian --- : Mempengaruhi tetapi tidak dikaji dalarn penelitian

Gambar

1.

Kerangka Pemikiran Kajian

3.8. Definisi Operasional

Penelitim

ini

menggunakan berbagai variabel dan konsep untuk dapat menjawab permasalahan penelitian. Pada bagian di bawah ini secara ringkas dijelaskan definisi oprasional dari variabel atau konsep yang di maksud.

1. Mutu pendidikan adalah input, proses dan output penyelengaraan pendidikan di SMAN 1 Liwa.

2. Pelaksanaan peranan Komite Sekolah adalah pelaksanaan peranan Komite Sekolah SMAN

1

Liwa sebagai salah satu upaya meningkatkan mutu pendidikan.

3, Partisipmi orang tua siswa (masyarakat) adalah keterlibatan orang tua siswa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan progmdkegiatan dalam rangka meningkatkan mutu di SMAN 1 Liwa.

(108)

kegiatan sekolah dan menyampaikan usul dalam rapat rencana kegiatan sekolah. Pengukuran partisipasi responden dalam perencanaan dibagi ke dalam empat kategori, dengan membagi 0%-100% kedalam empat bagian yang sama, yaitu:

a. Tinggi, apabila total skor jawaban partisipasi responden 275 %. b. Sedang apabia total skor jawaban partisipasi responden 50%-75%. c. Rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden 25%-49 %. d. Sangat rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden < 25% 5. Partisipasi dalam pelaksanaan adalah pengukuran partisipasi responden dalam

pelaksanaan kegiatan di SMAN 1 Liwa, Indikator partisipasi stakeholders

SMAN 1 Liwa (guru, pengurus Komite Sekolah dan orang tua) dalam pelaksanaan, yaitu: (1) Terlibat dalam pelaksanaan kegiatan sekolah; (2) Memberikan sumbangan uang dalam kegiatan sekolah, dan

(3) Memberikan ban- tenaga dalam kegiatan sekolah, (4) Mendorong siswa dalam pembimbingan belajar, (5) Mendorong siswa untuk aktif dalam kegiatan sekolah, pengukuran partisipasi responden dalam perencanaan dibagi ke dalam empat kategori, dengan membagi 0%-100% ke dalam empat bagian yang sama, yaitu:

a. Tinggi, apabila total skor jawaban partisipasi responden >75 %.

b.

Sedang apabia total skor jawaban partisipasi responden 50%-75%. c. Rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden 25%-49 %. d. Sangat rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden < 25% 6. Partisipasi dalam pengawasan adalah partisipasi m u r SMAN 1 Liwa (guru,

orang tua dan pengurus komite sekolah) dalam pengawasan terdiiri atas dua indiikator, yaitu (1) ikut serta dalam pengawasan kegiatan sekolah,(2) menegur apabila ada yang menyimpang dalam kegiatan sekolah. Pengukuran partisipasi responden dalam perencanaan dibagi ke dalam empat kategori, dengan membagi 0%-100% kedalam empat bagian yang sama, yaitu:

a. Tinggi, apabila total skor jawaban partisipasi responden 275 %.

(109)

7. Indentifikasi Masalah adalah upaya analisis permasalahan yang terkait partisipasi masyarakat (orang

tua)

dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, serta menyangkut kinerja peran dan fungsi komite sekolah dalam kegiatan di sekolah.
(110)

IV. KEADAAN UMUM PENELITIAN DAN SMAN 1 LIWA

LAMPUNG BARAT

4.1 Gambaran Kabupaten Lampung Barat

Kabupaten Lampung Barat dengan

Ibukota

Liwa adalah salah satii drsi sepuluh kabupatedkoti di wilayah Provinsi Lampung. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Noi 6 Tahun 1991 tertanggal 16 Juli 1991 dan diundangkan pada tanggal 16 Agustus 1991, dengan batas :

ai Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bengblu Selatan (Propinsi Bengkulu) dan Kabupaten OKU Selatan (Propinsi Sumatera Selatan); b, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten

Way Kanan, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Lampung Tengah;

ci Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda dan Kabupaten

Tanggamus;

d.

Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Adapun penibagian wilayah Kabupaten Lampung Barat disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Luas Wilayah Kabupaien Lampung Barat per Kecamatan

(111)

Wilayah Kabupaten Lampung Barat memiliki luas sebesar 4.950,40 ICm2

atau 13,99% dari Luas Wilayah Provlnsi Lampung, dengan rnata pencaharian pokok sebagian besar penduduknya sebagai petani. Wilayah Kabupaten Lampung Barat secara Administratif meliputi 17 (tujuh belas) Kecamatan dan terdii dari enam Kelurahan dan 195 Desa (Pekon) dan m e ~ p a k a n satu bagian dari pernekaran Kabupaten Lampung Utafa. Secara geogafis wilayah Kabupaten Lampung Barat berada pada koordinat 4'47'16"

-

5'56'42" Lintang Selatan dan

103°335'8"

-

104e33'51" Bujur T i u r ,

4.2. Pcnduduk

Dari hasil pengumpulan data Diaas Kepeadudukan Kabupatea Lampiung Barat didapatkan bahwa jumlah penduduk pada tahun 2007 bejumlah 410.723 orang dengan kepadatan per km2 sebesar 82,97 orang/km2. Terjadi p e n m a n jumlah penduduk pada tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2006, namun

dernikian secara keseluruhan dari tahun 2003 sampai 2007 di dapatkan kesimpulan bahwa perhunbuhan penduduk di Kabupaten Lampung Barat mengalami kenaikan. Adapun untuk mengetahui perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada Tabel 3.

Pada Tabel 3 terlihat bahwa jumlah pendprduk rerbesar terdapat di Kecamatan Suoh yaitu sebanyak 44.113 jiwa dan di posisi kedua berpenduduk terbanyak terdapat pada Kecamatan Way Tenong sebanyak 39,194 jiwa. Sedangkan kecamatan yang memilii penduduk sediit berada pada Kecamatan Bengkunat sebanyak 8.049 jiwa dan Kecamatan Pesisir Utara sebanyak 9.024 jiwa.

(112)

Tabel 3. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan

Berdasarkan struktur umur penduduk menggambarkan struktur penduduk berdasarkan usia balita (0-4), usia sekolah (5-19), usia produktif (20-64) dan usia lanjut diatas 65 tahun. Pada tahun 2007 jumlah kelompok usia terbanyak adalah 5-9 tahun 43.824 jiwa, disusul oleh kelompok usia 10-14 tahun dengan jumlah 43.044 jiwa, sedangkan jumlah terkecil pada kelompok usia 65-69 tahun yaitu berjumlah 7.804 jiwa Struktur umur penduduk di Kabupaten Lampung Barat

(113)

Tabol4. Jurnlah Ponduduk Msnurut Umur

Sumber: Lampung Barat dalam Angka Tahun 2009

Berdasarkan letak geografis dan sumberdaya alam yang di miliki oleh Kabupaten Lampung Barat, dapat juga d'ietahui mata pencaharian penduduk Kabupaten Lampung Barat. Berdasarkan SUSNAS 2006 didapatkan mata pencaharian penduduk Kabupaten Lampung Barat sebagian besar berprofesi sebagai petani, swasta dan Pegawai Negeri Sipil (Tabel 5).

(114)

Dari Tabel 5 didapatkan bahwa mata pencaharian penduduk Kabupaten Lampung Barat adalah di sektor pertanian yang sebesar 79,79 persen atau sebanyak 140.512 orang. Di posisi kedua mata pencaharian penduduk adalah di sektor perdagangan, restoran dan hotel yang sebesar 8,09 persen atau sebanyak 14.247 orang. Besarnya penduduk yang bermata pencaharian di sektor pertanian menggambarkan bahwa kondisi perekonomian Kabupaten Lampung Barat banyak di sumbang dari sektor pertanian dan sektor perdagangan, restoran dan hotel.

4.3. Mata Pencaharian Orang Tua Siswa

Seperti mata pencaharian penduduk pada umumnya di Kabiipaten Lampung Barat yang bekeja di sektor pertanian dan sektor perdagangan, restoran dan hotel. Mata pencaharian orang tua siswa di SMAN 1 Liwa adalah seperti pada Tabel 6.

Dari Tabel 6, didapatkan bahwa rata-rata mata pencaharian orang tua siswa SMAN 1 Liwa bekerja di pertanian, ada sebanyak 527 orang atau sebanyak 65 persen dan orang tua siswa yang bermata pencaharian sebagai PNS sebanyak 162 orang atau sebanyak 20 persen. Sedangkan orang tua siswa yang bermata pencaharian sebagai pengusahdwirausaha sebanyak 110 orang atau sebesar 13,s persen, kemudian untuk mata pencaharian orang tua yang bekeja sebagai Tentara Nasional Indonesia

(TNI)

sebanyak 12 orang atau sebesar 1,5 persen.

Tabel 6. Mata Pencaharian Orang Tua Siswa SMAN 1 Liwa

Persentase

65,O 20,O 13,5

1,s

Sumber: Data Sekunder SMAN 1 Liwa.

Jumlah Orang Tua V i a

527 162 110 12 No 1 2 3 4 Mata Pencaharian Pertanian

(115)

4.4. Perekonomian Kabupaten Lampung Barat

Berdasarkan dan kontribusi masing-masing sektor (lapangan usaha) dalam pembentukan PDRB, tarnpak bahwa perekonomian daerah Kabupaten Lampung Barat masih didominasi oleh sektor primer, dimana sektor peaanian mmih m e ~ p a k a n sektor unggulan (leading sector). Dua sektor utama penyumbang PDRB Kabupaten Lampung Barat adalah sektor PerZanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, dengan masing-masing menyumbang sebesar 60,64% dari PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2007, sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbang PDRB sebesar 16,07% dari PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2007. Adapun sektor-sektor lainnya masih relatif kecil, yaitu hanya 8% atau kurang.

Tabel 7. PDRB Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007

Lapangan Usaha

Sumber: Lampung Barat dalam Angka Tahun 2007

(116)

2000. Dengan demikian setelali sektor primer, maka penyumbang PDRB terbesar hanyalah sektor perdagangan, hotel dan restauran, dengan demikian penggiatan sektor pariwisata yang baik di harapkan sektor tersebut dapat meningkatkan kontribusinya kepada PDRB Kabupaten Lampung Barat Data mengenai PDRB Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 disajikan pada Tabel 7.

4.5. Jumlah Sekolah

Fembang~fian di bidang pendidikan merupakan salah satu jalur utama dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia bagi pembangunan. Sesuai dengan Pola Dasar Pembangunan Daerah, titik berat pembangunan pendidikan Kabupaten Lampung Barat diletakkan pada peningkatan mutu pada setiap jenjang dan jenis pendidian, Titik berat juga dilakukan pada perluasan pada pada jenjang pendidikan menengah dalam rangka ikut mensukseskan program wajib belajar sembilan tahun. Adapun jumlah sekolah dan

pembagian berdasarkan tingkat pendidikan dapat di lihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah Sekolah Menurut Tingkatan Pendidikan Per Kecamatan Tahun 2007

Gcdung Surian

Lampung Usrat ZW7RW8

2 0 W 0 0 7 2 0 0 ~ t ~ 0 0 6

(117)

Sumber daya manusia berkaitan erat dengan kualitas manusia, baik keadaan fisik, mental, intelektual, dan sifat sosial serta kondisi sprituahya yang baik. Jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2007 berjurnlah 566 unit yang terdiri dari sekolah TK sebanyak 89 sekolah, sekolah SD sebanyak 357 sekolah

,

sekolah SMP Negeri sebanyak 44 sekolah, sekolah SMP Swasta sebanyak 52 sekolah, sekolah SMA Negeri sebanyak 18 sekolah dan sekolah SMA Swasta sebanyak enam sekolah. Pembangunan di bidang pendidikan sangat dipengaruhi oleh penyebaran dan pemerataan fasilitas pendidikan yang ditunjang dengan tenaga pengajar pada semua jenjang d m jenis pendidikan. Berdasarkan data yang di peroleh dari Kabupaten Lampung dalam Angka tahun 2007 di dapatkan bahwa penyebaran sekolah di Kabupaten Lampung Barat dapat diiatakan cukup merata, narnun masih ada salah satu kecamatan yang tidak memiliki sekolah untuk tingkat pendidikan SMA yaitu Kecamatan Gedung Surian. Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Barat saat ini di kecamatan tersebut telah masuk ke dalam perencanaan pembangunan dalam pengadaan sekolah SMAN di Kecamatan Gedung Surian.

4.6. Jumlah Siswa

Kesadaran

akan

pentingnya pendidikan di daerah Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat dari semakin bertambahnya anak-anak yang di sekolahkan oleh orang W y a setiap tahunnya. Pesatnya pertarnbahan siswa tidak terlepas dari peran seluruh stakeholders dalam terus memberikan pengertian kepada masyarakat luas akan pentingnya pendidikan. Selain itu meningkatnya siswa juga di sebabkan oleh adanya kemudahan-kemudahan dalam mengikuti pendidikan seperti halnya SPP gratis, banyaknya bantuan untuk oprasional sekolah (BOS),

dan biasiswa sehingga tidak membebani orang tua siswa dan lain sebagainya. Adapun jumlah siswa per tingkat pendidikan per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9.

Berdasarkan Tabel 9 di atas maka di dapatkan bahwa jumlah Siswa TK sebanyak 5.902 orang, dimana siswa TK mengalami lonjakan kenaikan yang cukup tinggi dari tahun sebelumnya taitu tahun 2006 yang hanya sebanyak 1.694

(118)

pada tahun 2007 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang kenaikannya berkisar 300-an orang. Siswa SMPN di Kabupaten Lampung Barat sebanyak 13.256 orang dan untuk siswa SMP yang tidak dapat di tampung di SMPN maka dapat bersekolah di SMP Swasta, dimana jumlah siswa yang bersekolah di SMP swasta tahun 5.845 orang meningkat tajam dibandingkan pada tahun sebelumnya 2006 yang hanya sebesm 1.838 orang.

Tabel 9. Jumlah Siswa B~rdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2007

Sumbec Lampung Bamt dalam Angka Tahun 2007

(119)

4.7. Jumlah Guru

Mutu suatu pendidikan tidak terlepas dari

peran

pendidik a m guru, kesesuaian jumlah guru dengan peserta didii atau siswa menjadi suatu penentu tingkat kualitas pendidiian. Kurangnya jurnlah guru yang tidak sebanding dengan jumlah siswa menjadi permasalahan Bangsa Indonesia saat ini, dalam rangka untuk memajukan mutu pendidikan. Adapun jumlah guru di masing-masing tingkat pendidikan yang ada di Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 seperti pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah Guru Per Kecamatan Per Tingkatan Pendidikan

Sumber: Lampung Barat dalam Angka Tahun 2007

Saat ini perhatian serius Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat

adalah meningkatkan jumlah

guru

dan sekaliys meningkatkan kesejahteraan

guru

(120)

guru oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat dengan cara mengangkat guru-guru honorer menjadi PNS, mengangkat gum dari jalur m u m , dan memeratakan penenmpatan guru kepelosok Kabupaten Lampung Barat untuk pemerataan pendidikan. Pengangkatan dan penempatan guru hingga ke pelosok daerah akan memberikan pemerataan dan sekaligus meningkatkan mutu p e n d i d i i di seluruh Kabupaten Lampung Barat.

4.8 Profil S M A N 1 Liwa

4.8.1. Sejarah Berdifinya SMAN 1 C i a

Pada tahun 1981 berdiri SMA Persiapan Liwa Lampung Utara dengan kepala sekolah dijabat oleh Bp. Mursid Ali yang pada wak* itu menjabat sebagai Kepala SMP Negeri 1 Liwa. Pada tahun 1982 Bp. Mursid Ali sebagai kepala SMPN 1 Liwa digantikan oleh Bp. Haidir Anwar sekaligus juga menjadi kepala SMA Negeri 1 Liwa.

Pada tahun 1983, berdasarkan keputusan Menteri Pendidiim d m Kebudayaan Republik Indonesia No. 0473/0/1983 tanggal 9 November 1983, tentang pembukaan, penggolongan dan penegrian SMA, SMA Negeri 1 Liwa resmi berdiri dengan PLH kepala sekolah Kakandep Dikbud Cam Balik Bukit yaitu Bp. Ahmad Barazi.

Pada awalnya SMA Negeri 1 Liwa berlokasi di Desa Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit, dengan terjadi peristiwa gempa bumi di Liwa Tahun 1994 yang merobohkan sejumlah bangunan SMA Negeri 1 Liwa, maka sejak tahun 1995 SMA Negeri 1 Liwa pindah lokasi di Desa Way Empulau Ulu Kecamatan Balik Bukit. Adapun nama-nama kepala sekolah yang pernah memimpin SMAN 1 Liwa seperti dicantumkan di Tabel 1 1.

Tobel 11. s6jarah Kepemimpinan Sekolah SMAN 1 Liwa

(121)

4.8.2. Siswa

Jumlah siswa di SMAN 1 Liwa trendnya tems menurun ha1

ini

diiarenakan SMAN 1 Liwa berkeinginan untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar yang efektif dengan membatasi setiap mang kelas maksiial sebanyak 40 siswa. Adapun jumlah siswa di SMAN 1 Liwa mulai tahun 2003 sampai 2008 disajikan pada tabel 12.

Tabel 12. Jumlah Siswa dari Tahun 2003-2008

Suber data: Sekunder SMAN I Liwa

Berdasarkan Tabel 12 di atas di dapatkan bahwa jumlah siswa pada tahun 2008 sebanyak 810 siswa menurun dari

tahun

sebelumnya. Trend menurumya jumlah siswa ini dimulai sejak tahun pelajaran 2005-2006, dimana pada tahun tersebut pihak sekolah bersama komite sekolah dan perwakilan orang tua siswa sepakat untuk menurnnkan jumlah siswa demi terjadinya efektivitas dalam proses belajar mengajar.

4.83. Alumni

(122)

Tabel13 Lulusan SMAN 1 Liwa Sejak Tahun 2003-2007

Sumber data: sekunder SMAN 1 Liwa

Berdasarkan Tabel 13 didapatkan bahwa jumlah lulusan tahun pelajaran 2007-2008 sebanyak 285 orang atau lebih banyak satu orang bila dibandingkan tahun pelajaran sebelumnya yang sebanyak 284 orang. Rata-rata Alumni SMAN 1 Liwa yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri baik tes maupun non tes 24% setiap tahunnya, perguntan tinggi swash 30% dan lainnya memasuki lapangan pekerjaan.

4.8.4. Sekolah Percontohan

Sejak tahun 200312004 sanlpai dengan 2005/2006, SMAN 1 Liwa menjadi salah satu sekolah yang ditunjuk menjadi sekolah percontohan terbatas pelaksanaan kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan sejak Tahun Pelajaran 200612007 telah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada semua jenjang kelas, serta ditunjuk menjadi salah satu sekolah Pelaksana Program Rintisan Sekolah Standar Nasional (SSN) Menuju Rintisan Sekolah Nasional Bertaraf Intemasional (SNBI) Tahun 2010/2011

4.8.5. Visi dan Misi Sekolah

Dalarn rangka terpenuhinya mutu pendidikan yang baik, maka SMAN 1 Liwa menetapkan visi dan misi sekolah yang bertujuan agar proses pendidikan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Adapun visi dan misi ShGW 1 Liwa adalah sebagai berikut.

Visi Sekolsh

Adapun visi dari sekolah SMAN 1 Liwa adalah:

(123)

Misi S~kolah

Dengan adanya visi tersebut di atas maka sekolah SMAN 1 L i l a menjabarkan visi tersebut ke dalam lima misi yang harus di jalankan demi tercapainya visi yang telah ditetapkan, adapun misi dari SMAN 1 Liwa adalah:

1. Melaksanakan pembelajaran dan bimbiigan yang efektif dan efisien berdasar Kurikulum Tingkat Satuan P e n d i d i i (KTSP).

2.

Mengembangkan potensi warga sekolah dalarn bidang akademis, non akademis (ekshakurikuler) dan life skill.

3. Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan agama dan budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalarn bertindak.

4. Menerapkan managemen partisipatif dengan seluruh warga sekolah dan kelompok kepentingan (stackholder) sehinggat tercipta masyarakat belajar yang kondusif dan sejalitera.

5. Memenuhi kebutuhan tenaga guru dan administrasi yang profesional serta sarana prasarana dan dana sekolah yang memadai.

Untuk terlaksananya misi dan tercapainya visi yang telah di tetapkan sebelumnya maka SMAN 1 Liwa menyusun perangkan pendukung yaitu struMur kepengurusan sekolah yang akan melaksanakan misi yang telah di tetapkan dan mewujudkan visi. Adapun untuk struktur kepengurusan dari sekolah SMAN 1 Liwa adalah sebagai berikut:

4.8.6. Keadaan Fasilitas, Sarana dan Prasarana Sckolah

Mutu layman sekolah

akan

ditentukan oleh halitas d m k-mtit%

sumberdaya manusianya. Namun tanpa sarana dan prasarana yang memadai, maka sulit diharapkan pehgkatan mutu pendidiikan dilakukan. Dibagian bawah ini disampaikan keadaan fasilitas, sarana dan prasarana daerah pada SMAN 1 Liwa

a. Tanah

SMAN 1 Liwa berdiri di atas lahan seluas 19.660 m2 dengan Sertifikat No.AQ442066 yang diieluarkan oleh BPN Kantor Pertanahan Lampung

(124)

b. Bangunan

Terdapat 36 ruang yang ada di SMAN 1 Liwa, ruangan tersebut terdiri antara lain seperti ruang guru, mang kelas, mang laboratorium Mushollah dan perpustakaan, adapun pembagian mang yang ada di SMAN 1 Liwa seperti terdapat pada Tabel 14.

Tabel 14. Daftar Ruangan di SMAN 1 Liwa

Kondisi ruangan yang saat ini masih relatif dalam kondisi baik, sehingga jalannya proses belajar dan mengajar semakin efektif yang di karenakan kondisi prasarana yang baik.

c. Peralatan Dan Media Pembelajaran

(125)

36

Tabel 15. Pcralatan dan Media Pembolajaran

2 Unit

9. l ~ u k u Perpustakaan

(

11.231 Eks

I

519 Judul

Kondisi sarana untuk proses belajar dan mengajar yang relatif lengkap di SMAN 1 Liwa memberikan semangat belajar siswa di sekolah. Hal ini di karenakan dengan ketersediaan sarana yang memadai maka proses transfer ilrnu

antara guru dan siswa akan berjalan secara efektif.

4.8.7. Ekstra Kurikul~r

Untuk mengembangkan minat d m bakat siswa SMAN 1 Liwa, maka pihak sekolah membentuk beberapa ekstra Mikuler. Pelaksanaan ekstra M i M e r ini dilakukan diliar jam sekolah, sehingga di harapkan adanya aktivitas siswa yang posistif dan sekaligus menghindarkan aktivitas siswa yang negatif

di

luar jam sekolah. Adapun ekstra kurikuler SMA Negeri 1 Liwa terdiri 18 ekstra kurikuler, sedangkan ekstra Mikuler yang mendapatkan prestasi seperti pada Tabel 16.
(126)

Tabel 16. Ektra K u l i e r dan Prestasi yang di Capai SMAN 1 Liwa

I N O

1

EktiB PieStasi

f

T a l ~ u ~ i

1

I

I

I

b. Juara I SKJ tahun

I

2006

2007

I

Kulikuler

I

A. Bidang Ilmiah

I I

/

c Juara I Tenir Meja Putri H Lambar

I

1

2

2002-2006

I I

3

1

Korsik B. Bidang Olahraga

I

I

I

d. Juara I1 Taekwondo Kelas Welter UNILA CUP

I

4

I I

I

Lampuug Barat

I

e. Juara I1 Sepakbola HAORNAS 2003 Kab. English

Club KIR

I I

(

f. Juara 11 Volley Ball Putri Hardiias

I

a. Juara I dm 111 Lomba Karya Tulis Lingkungan Hidup

b. Juara 11 LKlR Tk. Kabupriten

Olahmga a. Juam Umum PORSENI Kabupaten I-V

I

I

b. Peserta Pertikaranas di Cibubur

I

g, Jum I Volley Ball Putri HUT RI Kec. Balik

Bukit

b. POPSMA tahun 2007 : 5 emas , 4 per& dan 2

perunggu

C. Pramuka

I

I

I

c. Juata I Putri KlBAR V

I

1

I

I

d. Juara I11 Butra KI$AR El

I

a, Peserta Rgimuna Nasional di Yogyakarta

5

I I

I

e. Juara III Putra dan Putri KIBAR VI

I

P m u k a

I

I

I

f. Juara Harapan I KIBAR I n

I

I

I

I

g. Juara I Putra LABBS

I

I I I

Qt Pencich A!am

6

1

Sispala

I

a. Juara fft Putra dan Putri KBAR 11 2002

I

I

I

b. Juara I1 Putra dm Putri KIBAR III

1

2003

I

I

I

c. J W ~ I ~ u t r i dm J U11 ~ LABBS

1

2003

I

I

I

d. Juara 111 Putri KIBAR N

1

2004

e. Juara I Putri LABI)S 2004

(127)

V.

PELAKSANAAN PERANAN KOMITE SEKOLAH

5.1. Proses Pembentukan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa

Sebelum Komite Sekolah dibentuk, organisasi wadah untuk menyalurkan aspirasi masyarakat di SMAN 1 Liwa adalah Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). BP3 dibentuk oleh sekolah bersama-sama dengan kepala sekolah, guru dan orang tua siswa. Namun dalam pelaksanaannya, wadah BP3 cenderung top down, artinya sejak terbentuknya, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan BP3 didominasi oleh pihak sekolah. Selain itu BP3 hanya berperan memberikan kontribusi kebijakan sarana dan prasarana di SMAN 1 Liwa, dan tidak memiliki peranan dalam kebijakan peningkatan mutu p e n d i d i i di SMAN

1 Liwa.

Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan oleh sekolah, dan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu, pemerataan, efisiensi penyelenggaraan pendidikan diperlukan dukurigan dan peranserta masyarakat untuk bersinergi dalam suatu wadah yang tidak sekedar lembaga pengumpul dana pendidikan dari orang tua siswa (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan menengah, 2002). Pada tahun 2002, dibuat kebijakan oleh pemerintah tentang pembentukan wadah Komite Sekolah sebagai pengganti BP3.

(128)

membantu SMAN 1 Liwa dalam proses pembentukan kepengurusan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa. Hasil pertemuan tersebut sepakat untuk niengadakan pertemuan lanjutan dengan seluruli orang tua siswa dan Sekaligus memilih ketua Komite Sekolah, akhirnya disepakati Kepala Sekolah dan pengurus BP3 pada minggu kedua Bulan Januari 2006 untuk mensosialisasikan wadah Komite Sekolah kepada orang tua siswa bertepatan pada pengambilan rapor siswa semester ganjil. Dalam pertemuan tersebut kepala sekolah dan ketua pengums BP3 mensosialisasikan keberadaan Komite Sekolah dan sekaligus acara perpisahan pengurus BP3. Dalam acara perpisahan, Ketua BP3 (Burhanudin) mengatakan bahwa dirinya tidak iugin lagi menjabat sebagai pengurus di wadah organisasi Komite Sekolah SMAN 1 Liwa, dengan alasan memberikan kesempatan kepada yang lain, Burhanuddin tetap berkomitmen untuk membantu SMAN 1 Liwa. Pertemuan tersebut sepakat untuk mengundang kembali o m g tua siswa dalam acara pembentukan Komite Sekolah. Pada tanggal 20 Februari 2006 pihak sekolah mengundang seluruh orang tua siswa SMAN 1 Liwa namun yang hadir 124 orang, Pertemuan tersebut sepakai memilih 1r.Kuswanto (orang tua siswa) sebagai ketua Komite Sekolah dan memilih pengurus Komite Sekolah lainnya dari orang tua siswa (dua orang), pemakilan guru, dan tokoh masayarakat. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan pembentukan pengurus Komite Sekolah SMAN 1 Liwa periode 200612010.

5.2. Struktur Organisasi Komite Srtkolah SMAN 1 Liwa

Komite Sekolah SMAN 1 Liwa dibentuk tanggal 20

Februari

2006 berdasarkan Surat Keputusan Kepala SMAN 1 Liwa No. 2.2204112006 tentang Susunan Kepengurusan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa periode 200612010, Susunan kepengurusan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa periode 200612010 disajikan dalam Tabel 17.
(129)

Tabel 17. Susunan Kepengurusan Komite Sekolah S M . 1 Liwa Periode 2006/2010

Tabel 17, memperlihatkan bahwa kepengurusan Komite Sekolah di SMAN 1 Liwa terdiri dan pemakilan orang tua siswa sebanyak lima orang

(41,66 persen), tokoh mayarakat empat orang (33,33 persen) dan unsur dewan guru tiga orang (25 persen).

5.3 Pelaksanaan Peranan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa

Menurut Direktomt Pendidikan Dasar d m Menengah (2001), perman ymg dijalankan Komite Sekolah adalah, a). Pemberi pertimbangan (advisory agencyl, b). penddmg ('supporting agency), c). pengontrol (controlling agency) d m d). mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat.

Berdasarkan realitas sosial di SMAN 1 Liwa, pelaksanaan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa dijelaskan sebagai bedcut:

a. Pemberi Pertimbangan (advisory agency)

(130)

namun peran sebagai pemberi pertimbangan kebijakan sekolah sudah bejalan. Peran konkrit dalam pemkri kebijakan yang dilakukan oleh Komite Sekolah SMAN 1 Liwa adalah pertimbangan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan

di

SMAN 1 Liwa. Pada Bulan Juli 2006, kepala SMAN 1 Liwa mengajukan usul dalam pengadaan sarana dan prasarana sekolah berupa meja dan kursi sebanyak 75 buah, Komite Sekolah SMAN 1 Liwa menyetujui usul kepala sekolah SMAN 1 Liwa, namun jumlahnya sebanyak 50 buah yang berasal dan sumbangan orang tua siswa siwa SMAN 1 Liwa.

Peranan Komite Sekolah lainnya memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai: 1). Kebijakan dan program pendidikan, 2). Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAF'BS), 3). Kriteria kineja satuan pendidikan, 4)- Kriteria tenaga kependidiian,

5). Kriteria fasilitas pendidikan. Pelaksanaan fungsi yang dilakukan oleh Komite Sekolah SMAN 1 Liwa tersebut masih rendah. Hal tersebut disebabkan Komite Sekolah baru melaksanakan fungsi dalam kriteria fasilitas pendidikan.

b). Pendukung (supporting agency)

Gambar

Tabel  1.  Perbedaan antara  BP  3 dengan Komite Sekolah
Gambar  1.  Kerangka Pemikiran Kajian
Tabel  3. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan
Tabel  5.  Maia Pencaharian Penduduk Kabupaten Lampung  Barat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013 (Riskesdas 2013) menyajikan informasi yang signifikan dalam hal

Izvleček Geografski vidiki izvajanja Sheme šolskega sadja in zelenjave Shema šolskega sadja in zelenjave SŠSZ je kompleksen ukrep EU, v izvajanju od leta 2009, ki ima za cilj

Diagnosis mencakup kriteria sebagai berikut: gagal hati kronis lanjut disertai dengan hipertensi portal; kreatinin serum melebihi 1,5 mg/dL atau kreatinin serum 24-jam &lt;

4.3 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung. Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 89

Selain itu, variasi juga ditunjukan antara sekuens sampel tumbuhan Syzygium dengan sekuens kerabat yang diperoleh dari basis data GenBank yaitu adanya perbedaan 2-3

Until present, several therapeutic modalities were available to treat Achalasia, among them was pharmacology therapy, botulinum toxin injection via endoscopy, pneumatic

Pemberian mulsa bagas populasi cacing tanah lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa mulsa bagas pada pengamatan 3 BST pada lahan pertanaman tebu tahun ke-5, tidak terdapat