• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemunduran Mutu Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Pada Penyimpanan Suhu Chilling Dengan Perlakuan Cara Kematian.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemunduran Mutu Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Pada Penyimpanan Suhu Chilling Dengan Perlakuan Cara Kematian."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

KEMUNDURAN MUTU

FILLET

IKAN LELE DUMBO

(

Clarias gariepinus

) PADA PENYIMPANAN SUHU

CHILLING

DENGAN PERLAKUAN CARA KEMATIAN

Oleh

Erlangga

C34104068

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

RINGKASAN

ERLANGGA. C34104068. Kemunduran Mutu Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Pada Penyimpanan Suhu Chilling Dengan Perlakuan Cara Kematian. Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES M. JACOEB.

Ikan lele dumbo banyak dinikmati oleh masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Ikan lele diekspor ke luar negeri dalam bentuk utuh maupun bentuk fillet atau irisan daging. Untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri yang kian meningkat maka fillet ikan harus tingkat mutu yang tinggi. Akan tetapi fillet ikan merupakan produk hasil perikanan yang bersifat mudah rusak atau high perishable sehingga memerlukan penanganan yang baik. Studi mengenai pengaruh penanganan terhadap penurunan mutu serta karakteristik dari fillet ikan perlu diteliti sebagai bahan masukan dalam upaya untuk mempertahankan kesegaran serta peningkatan mutu fillet ikan. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kemunduran mutu fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada penyimpanan suhu chilling dengan perlakuan cara kematian yaitu dimatikan segera dan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air.

Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan interval waktu fase post mortem fillet ikan lele dumbo. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran fillet ikan menggunakan uji subjektif (organoleptik) dan objektif (TPC, TVB dan pH). Uji organoleptik dilakukan selama 15 hari. Uji TPC, TVB dan pH dilakukan pada jam ke-0, 78, 222 dan 360. Fillet ikan diberi perlakuan dimatikan segera dan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air. Sampel yang digunakan berasal dari kolam ikan di Sindang Barang, Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 2 kali ulangan.

Ikan lele dumbo dengan berat dan panjang total sebesar 120,70 ± 1,62 g dan 256,85 ± 7,00 mm memiliki berat dan panjang fillet sebesar 40,01 ± 0,81 g dan 184,25 ± 6,73 mm. Rendemen ikan lele dumbo adalah kepala 27,49 %,; tulang 14,61 %; jeroan 6,49 %; insang 6,06 %; sirip 3,47 %; kulit 6,06 %; daging merah 3 % dan daging putih 32,82 %. Komposisi kimia fillet ikan lele dumbo adalah kadar air 79,45 %; abu 1,65 %; lemak 0,84 %; protein 17,80 % dan karbohidrat 0,26 %.

Fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera mencapai fase pre rigor, rigor mortis, post rigor awal dan post rigor akhir pada jam ke-0, 78, 222 dan 360. Fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air mencapai fase pre rigor, rigor mortis, post rigor awal dan post rigor akhir pada jam ke-0, 72, 204 dan 336.

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kemunduran Mutu Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Penyimpanan Suhu Chilling dengan Perlakuan Cara Kematian” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Februari 2009

(4)

KEMUNDURAN MUTU

FILLET

IKAN LELE DUMBO

(

Clarias gariepinus

) PADA PENYIMPANAN SUHU

CHILLING

DENGAN PERLAKUAN CARA KEMATIAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh

Erlangga

C34104068

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(5)

Judul : KEMUNDURAN MUTU FILLET IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PADA PENYIMPANAN SUHU

CHILLING DENGAN PERLAKUAN CARA KEMATIAN Nama : Erlangga

NIM : C34104068

Menyetujui, Komisi Pembimbing,

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP 131 578 799

Tanggal lulus:

Pembimbing I

Ir. Nurjanah, MS NIP. 131 578 848

Pembimbing II

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Kemunduran Mutu Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Penyimpanan Suhu Chilling dengan Perlakuan Cara Kematian” ini dapat diselesaikan oleh penulis. Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah syarat kelulusan pada program sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak, Ibu, Kakak-Kakakku (Mas Bison, Mba Popi, Mas Danet, Mas Andi, Mba Indah, Mba Nty) dan Adikku (Iyong) atas dukungan moril dan materil, kasih sayang, serta doa selama ini kepada penulis.

2. Ibu Ir. Nurjanah, M.S dan Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran kepada penulis selama ini.

3. Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si dan Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji, atas saran serta bimbingannya kepada penulis.

4. Bapak Uju, S.Pi, M.Si sebagai pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama ini.

5. Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc yang telah meluangkan waktu untuk menjadi moderator pada saat seminar hasil penelitian.

6. Seluruh Staft Dosen dan Staft Adminstrasi THP (Mas Ipul, Mas Zaki, Bang Mail, Bu Ema, Pak Ade, Pak Jamhuri, Pak Tatang, Mba Heni dan Umi), terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis.

7. Afiat Wijaya dan Yugha Subagja, terima kasih atas pertemanan dan persahabatannya selama ini.

8. Deden dan Andi Patria yang telah banyak membantu selama ini, terima kasih. 9. Pasukan Genk Lab (Windi, Nzul, Anang, An’im, Hangga, Bucek, Bay) 10. THP “Ikhwan” (Gilang, Deri, Haris, Yudha, Dhias, Opick, Gori, Daler, Boby,

Wahyu, Dika, Ferry, Sait, Yayandi, Deboy, Ucok, Harvey, Ujang’40, Tomi’40, Windo’40, Tobi’40)

(7)

12. Segenap Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan bantuan dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Februari 2009

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Februari 1985 sebagai anak ke 7 dari 8 bersaudara dari

pasangan Bapak Soeharto (alm) dan Ibu Adawiyah. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Panaragan 1 Bogor (1991-1997), SLTP Negeri 2 Bogor (1997-2000) dan SMU Negeri 4 Bogor (2000-2003).

Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kepanitian diantaranya OMBAK (2006-2007), PORIKAN (2006-2007), GMI (2007) dan berbagai seminar. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi HIMASILKAN (2006-2007) dan Fisheries Processing Club (FPC) (2006-2008). Selain itu penulis juga menjadi asisten mata kuliah Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan (2007-2008).

(9)
(10)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 26

4.1 Penelitian Pendahuluan ... 26

4.1.1 Ukuran dan rendemen ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 26

4.1.2 Komposisi kimia fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 27

4.1.3 Penentuan fase post mortemfillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 27

4.2 Penelitian Utama ... 31

4.2.1 TPC (Total Plate Count) ... 32

4.2.2 TVB (Total Volatile Base) ... 33

4.2.3 Nilai derajat keasaman (pH)... 35

4.2.4 Uji organoleptik ... 38

4.2.4.1 Penampakan ... 38

4.2.4.2 Bau ... 39

4.2.4.3 Tekstur ... 40

4.2.5 Hubungan antar parameter kesegaran fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 41

4.2.5.1 Hubungan nilai organoleptik dengan log TPC ... 41

4.2.5.2 Hubungan nilai organoleptik dengan TVB ... 43

4.2.5.3 Hubungan log TPC dengan TVB ... 44

5. KESIMPULAN DAN SARAN... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA... 48

(11)

KEMUNDURAN MUTU

FILLET

IKAN LELE DUMBO

(

Clarias gariepinus

) PADA PENYIMPANAN SUHU

CHILLING

DENGAN PERLAKUAN CARA KEMATIAN

Oleh

Erlangga

C34104068

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(12)

RINGKASAN

ERLANGGA. C34104068. Kemunduran Mutu Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Pada Penyimpanan Suhu Chilling Dengan Perlakuan Cara Kematian. Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES M. JACOEB.

Ikan lele dumbo banyak dinikmati oleh masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Ikan lele diekspor ke luar negeri dalam bentuk utuh maupun bentuk fillet atau irisan daging. Untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri yang kian meningkat maka fillet ikan harus tingkat mutu yang tinggi. Akan tetapi fillet ikan merupakan produk hasil perikanan yang bersifat mudah rusak atau high perishable sehingga memerlukan penanganan yang baik. Studi mengenai pengaruh penanganan terhadap penurunan mutu serta karakteristik dari fillet ikan perlu diteliti sebagai bahan masukan dalam upaya untuk mempertahankan kesegaran serta peningkatan mutu fillet ikan. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kemunduran mutu fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada penyimpanan suhu chilling dengan perlakuan cara kematian yaitu dimatikan segera dan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air.

Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan interval waktu fase post mortem fillet ikan lele dumbo. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran fillet ikan menggunakan uji subjektif (organoleptik) dan objektif (TPC, TVB dan pH). Uji organoleptik dilakukan selama 15 hari. Uji TPC, TVB dan pH dilakukan pada jam ke-0, 78, 222 dan 360. Fillet ikan diberi perlakuan dimatikan segera dan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air. Sampel yang digunakan berasal dari kolam ikan di Sindang Barang, Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 2 kali ulangan.

Ikan lele dumbo dengan berat dan panjang total sebesar 120,70 ± 1,62 g dan 256,85 ± 7,00 mm memiliki berat dan panjang fillet sebesar 40,01 ± 0,81 g dan 184,25 ± 6,73 mm. Rendemen ikan lele dumbo adalah kepala 27,49 %,; tulang 14,61 %; jeroan 6,49 %; insang 6,06 %; sirip 3,47 %; kulit 6,06 %; daging merah 3 % dan daging putih 32,82 %. Komposisi kimia fillet ikan lele dumbo adalah kadar air 79,45 %; abu 1,65 %; lemak 0,84 %; protein 17,80 % dan karbohidrat 0,26 %.

Fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera mencapai fase pre rigor, rigor mortis, post rigor awal dan post rigor akhir pada jam ke-0, 78, 222 dan 360. Fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air mencapai fase pre rigor, rigor mortis, post rigor awal dan post rigor akhir pada jam ke-0, 72, 204 dan 336.

(13)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kemunduran Mutu Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Penyimpanan Suhu Chilling dengan Perlakuan Cara Kematian” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Februari 2009

(14)

KEMUNDURAN MUTU

FILLET

IKAN LELE DUMBO

(

Clarias gariepinus

) PADA PENYIMPANAN SUHU

CHILLING

DENGAN PERLAKUAN CARA KEMATIAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh

Erlangga

C34104068

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(15)

Judul : KEMUNDURAN MUTU FILLET IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PADA PENYIMPANAN SUHU

CHILLING DENGAN PERLAKUAN CARA KEMATIAN Nama : Erlangga

NIM : C34104068

Menyetujui, Komisi Pembimbing,

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP 131 578 799

Tanggal lulus:

Pembimbing I

Ir. Nurjanah, MS NIP. 131 578 848

Pembimbing II

(16)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Kemunduran Mutu Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Penyimpanan Suhu Chilling dengan Perlakuan Cara Kematian” ini dapat diselesaikan oleh penulis. Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah syarat kelulusan pada program sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak, Ibu, Kakak-Kakakku (Mas Bison, Mba Popi, Mas Danet, Mas Andi, Mba Indah, Mba Nty) dan Adikku (Iyong) atas dukungan moril dan materil, kasih sayang, serta doa selama ini kepada penulis.

2. Ibu Ir. Nurjanah, M.S dan Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran kepada penulis selama ini.

3. Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si dan Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji, atas saran serta bimbingannya kepada penulis.

4. Bapak Uju, S.Pi, M.Si sebagai pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama ini.

5. Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc yang telah meluangkan waktu untuk menjadi moderator pada saat seminar hasil penelitian.

6. Seluruh Staft Dosen dan Staft Adminstrasi THP (Mas Ipul, Mas Zaki, Bang Mail, Bu Ema, Pak Ade, Pak Jamhuri, Pak Tatang, Mba Heni dan Umi), terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis.

7. Afiat Wijaya dan Yugha Subagja, terima kasih atas pertemanan dan persahabatannya selama ini.

8. Deden dan Andi Patria yang telah banyak membantu selama ini, terima kasih. 9. Pasukan Genk Lab (Windi, Nzul, Anang, An’im, Hangga, Bucek, Bay) 10. THP “Ikhwan” (Gilang, Deri, Haris, Yudha, Dhias, Opick, Gori, Daler, Boby,

Wahyu, Dika, Ferry, Sait, Yayandi, Deboy, Ucok, Harvey, Ujang’40, Tomi’40, Windo’40, Tobi’40)

(17)

12. Segenap Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan bantuan dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Februari 2009

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Februari 1985 sebagai anak ke 7 dari 8 bersaudara dari

pasangan Bapak Soeharto (alm) dan Ibu Adawiyah. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Panaragan 1 Bogor (1991-1997), SLTP Negeri 2 Bogor (1997-2000) dan SMU Negeri 4 Bogor (2000-2003).

Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kepanitian diantaranya OMBAK (2006-2007), PORIKAN (2006-2007), GMI (2007) dan berbagai seminar. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi HIMASILKAN (2006-2007) dan Fisheries Processing Club (FPC) (2006-2008). Selain itu penulis juga menjadi asisten mata kuliah Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan (2007-2008).

(19)
(20)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 26

4.1 Penelitian Pendahuluan ... 26

4.1.1 Ukuran dan rendemen ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 26

4.1.2 Komposisi kimia fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 27

4.1.3 Penentuan fase post mortemfillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 27

4.2 Penelitian Utama ... 31

4.2.1 TPC (Total Plate Count) ... 32

4.2.2 TVB (Total Volatile Base) ... 33

4.2.3 Nilai derajat keasaman (pH)... 35

4.2.4 Uji organoleptik ... 38

4.2.4.1 Penampakan ... 38

4.2.4.2 Bau ... 39

4.2.4.3 Tekstur ... 40

4.2.5 Hubungan antar parameter kesegaran fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 41

4.2.5.1 Hubungan nilai organoleptik dengan log TPC ... 41

4.2.5.2 Hubungan nilai organoleptik dengan TVB ... 43

4.2.5.3 Hubungan log TPC dengan TVB ... 44

5. KESIMPULAN DAN SARAN... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA... 48

(21)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan lemak dan proteinnya ... 6

2. Komposisi kimia proksimat, energi dan kolesterol fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 7

3. Ciri-ciri ikan segar dan tidak segar ... 7

4. Standar Kesegaran ikan berdasarkan nilai TVB ... 8

5. Ciri-ciri fillet ikan segar dan tidak segar ... 8

6. Ukuran ikan dan fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 26

7. Komposisi kimia fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 27

8. Fase post mortem fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera ... 29

(22)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 4

2. Fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 5 3. Proses glikolisis pada daging ikan ... 11 4. Diagram alir penentuan karakteristik fillet ikan lele dumbo

(Clarias gariepinus) ... 16 15. Korelasi nilai rata-rata organoleptik dengan log TPC

dimatikan segera ... 42 16. Korelasi nilai rata-rata organoleptik dengan log TPC

dimatikan setelah 12 jam tanpa media air ... 42 17. Korelasi nilai rata-rata organoleptik dengan TVB

dimatikan segera ... 43 18. Korelasi nilai rata-rata organoleptik dengan TVB

dimatikan setelah 12 jam tanpa media air ... 43 19. Korelasi nilai TVB dengan log TPC

dimatikan segera ... 44 20. Korelasi nilai TVB dengan log TPC

(23)

DAFTAR LAMPIRAN 4. Data mentah, data transformasi, uji normalitas, grafik uji normalitas,

analisis ragam uji TPC fillet ikan lele dumbo ... 54 5. Data mentah, data transformasi, uji normalitas, grafik uji normalitas,

analisis ragam uji TVB fillet ikan lele dumbo ... 56 6. Data mentah, data transformasi, uji normalitas, grafik uji normalitas,

(24)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan sumber protein hewani yang sangat berguna bagi manusia dan dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk dunia. Oleh karena itu seiring dengan pertumbuhan populasi dunia, konsumsi ikan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini lebih kurang seperempat bagian dari ikan yang dikonsumsi oleh penduduk dunia adalah berasal dari budidaya dan persentase ini akan terus meningkat, sementara produk hasil tangkapan dari laut dan danau akan terus menurun disebabkan overfishing dan kerusakan lingkungan (Kurnia 2006).

Produksi perikanan hasil budidaya saat ini menyumbang sekitar 45 % dari total produksi ikan dunia dan negara-negara Asia Pasifik mendominasi sekitar 90 % produksi ikan budidaya dunia. Negara Cina sejauh ini memimpin produksi ikan hasil budidaya dengan menyumbang sekitar 3,4 juta ton/tahun. Kemudian diikuti oleh India 2,8 juta ton/tahun dan Indonesia diurutan ketiga dengan menyumbang sekitar 2,7 juta ton/tahun (DKPa 2007). Dalam kurun waktu 2005-2007, volume produksi perikanan budidaya Indonesia mengalami peningkatan rata per tahun sebesar 19,56 % dengan nilainya meningkat rata-rata per tahun sebesar 10,85 %, yaitu dari 2,16 juta ton senilai Rp 21,45 triliun

pada tahun 2005 meningkat menjadi 2,7 juta ton, dengan nilai sebesar Rp 26,36 triliun pada tahun 2007 (DKPb 2008).

Potensi perikanan budidaya secara nasional diperkirakan 15,59 juta hektar (ha) yang terdiri potensi air tawar 2,23 juta ha, air payau 1,22 juta ha dan budidaya laut 12,14 juta ham, sedangkan pemanfaatannya hingga saat ini masing-masing baru 10,1 % untuk budi daya air tawar, 40 % pada budi daya air payau dan 0,01 % untuk budi daya laut (DKPa 2007).

(25)

Ikan lele dumbo menjadi komoditas unggulan karena mudah dibudidayakan, dapat dipelihara dengan padat tebar yang tinggi dalam lahan terbatas di kawasan marginal dan hemat air. Selain itu, ikan lele memiliki pertumbuhan yang cepat, relatif tahan terhadap penyakit, teknologi budidaya ikan lele dumbo relatif mudah dikuasai masyarakat, modal usaha dan pemasaran relatif rendah. Sehingga ikan lele bisa diproduksi secara besar-besaran, dan bisa diekspor ke mancanegara dalam jumlah besar (Mahyuddin 2008).

Ikan lele dumbo diekspor dalam bentuk fillet atau irisan daging dengan ukuran minimal 800 g per ekor. Fillet merupakan bagian daging ikan yang diperoleh dengan penyayatan ikan utuh sepanjang tulang belakang dimulai dari belakang kepala hingga mendekati bagian ekor (Peterson 2007). Nilai ekspor untuk fillet ikan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2005 nilai ekspor fillet ikan sebesar 49 juta kg dan terus meningkat pada tahun 2006 sebesar 51 juta kg (SIMPATIK 2008)b. Untuk memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat maka fillet ikan harus memiliki tingkat mutu yang tinggi. Seperti komoditas perikanan lainnya, fillet ikan juga merupakan produk hasil perikanan yang bersifat mudah rusak atau high perishable sehingga memerlukan penanganan yang baik (Afrianto dan Liviawaty 1989). Kualitas produk hasil perikanan identik dengan kesegaran. Fillet ikan yang baik adalah fillet yang mempunyai daging yang berwarna putih, cemerlang dan bersih; bau sangat segar;

dan tekstur yang padat, kompak dan elastis (BSN 2006). Menurut Silva et al (2001), lamanya waktu perubahan yang berlangsung pada fillet ikan

tergantung dari jenis ikan, ukuran, kondisi ikan waktu hidup, dan suhu penyimpanan.

Suhu dan kelembaban yang tinggi di Indonesia menyebabkan proses kerusakan fillet ikan berlangsung dengan cepat. Proses penurunan mutu ini akan dipercepat dengan penanganan yang tidak tepat, sanitasi dan higienis yang tidak memadai serta terbatasnya sarana distribusi dan sistem pemasaran. Oleh karena itu diperlukan peningkatan sistem penanganan sehingga menghasilkan fillet ikan dengan mutu yang baik.

(26)

karakteristik dari fillet ikan juga penting untuk dikaji. Suatu komoditi dapat dijadikan sebagai standar international apabila terpenuhinya data-data mengenai deskripsi komoditi meliputi data biologi dan genetik, potensi, pengolahan, pemasaran dan evaluasi sensori.

Studi mengenai pengaruh penanganan terhadap penurunan mutu serta karakteristik dari fillet ikan tawar terutama fillet ikan lele dumbo perlu diteliti sebgai bahan masukan dalam upaya untuk mempertahankan kesegaran dan meningkatkan mutu fillet ikan. Penelitian ini merupakan kajian awal dengan harapan dimasa yang akan datang informasi-informasi yang didapat ini dapat dikembangkan dan digunakan untuk peningkatan penganganan, pengelolaan, pengolahan dan pengembangan fillet ikan lele dumbo.

1.2. Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari kemunduran mutu

fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada penyimpanan suhu chilling

dengan perlakuan cara kematian yaitu dimatikan segera dan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air.

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Mempelajari karakteristik fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) meliputi ukuran, rendemen dan komposisi kimia.

2. Mempelajari interval waktu fase post mortem fillet ikan lele dumbo

(Clarias gariepinus) yaitu fase pre rigor, rigor mortis, post rigor awal dan

post rigor akhir, pada penyimpanan suhu chilling dengan perlakuan dimatikan segera dan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air.

(27)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Klasifikasi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) Saanin (1986) adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus

Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan kulit licin. Ikan lele dumbo termasuk ke dalam genus Clarias yang memiliki ciri tubuh licin memanjang dan tidak bersisik, sirip punggung menyatu dengan sirip ekor dan sirip anus, tulang kepala keras dengan mata yang kecil dan mulut lebar yang terletak di ujung moncong, dilengkapi dengan empat pasang sungut atau kumis (Catfish). Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari (Mahyuddin 2008). Gambar ikan lele dumbo dapat dilihat pada Gambar 1.

(28)

2.2 Deskripsi Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus).

Fillet ikan adalah bagian daging ikan yang diperoleh dengan penyayatan ikan utuh sepanjang tulang belakang dimulai dari belakang kepala hingga mendekati bagian ekor (Peterson 2007). Gambar fillet ikan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).

Berbagai tipe fillet adalah fillet berkulit (skin-on fillet), fillet tidak berkulit (skinless fillet), fillet tunggal (single fillet) yaitu daging ikan yang disayat memanjang tulang belakang, dan fillet kupu-kupu (butterfly fillet) yakni dua fillet

tunggal yang dihubungkan sesamanya oleh bagian yang tidak dipotong (Ilyas 1983). Ikan juga dapat dibentuk menjadi beberapa jenis fillet, antara lain (Rogers et al 2004):

a) Block fillet, yaitu bagian daging ikan yang berasal dari kedua sisi tubuh ikan, biasanya kedua bagian daging ikan tersebut tidak putus.

b) Cross-cut fillet yaitu fillet yang berasal dari ikan yeng berbentuk pipih, dimana pada masing-masing tubuh ikan dibuat sebuah fillet.

c) Quarter-cut fillet, yaitu fillet yang berasal dari daging ikan yang berbentuk pipih, dimana bagian daging ikan dari masing-masing sisi tubuh ikan dibuat menjadi dua bagian fillet.

d) Single fillet, yaitu fillet yang berasal dari satu sisi tubuh ikan.

Jenis dan tipe fillet ikan yang biasa digunakan pada ikan lele dumbo adalah jenis single fillet dan tipe skinless fillet (Silva et al 2001). Pada umumnya

(29)

2.3 Komposisi Kimia Fillet Ikan

Daging ikan memiliki komposisi kimia yang tergantung dari jenis ikan, antar individu dalam spesies, dan antar bagian tubuh dari satu individu ikan. Variasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu umur, laju metabolisme, pergerakan ikan, makanan, serta masa memijah. Komposisi kimia daging juga dapat berbeda-beda tergantung dari umur, habitat, dan kebiasaan makan.

Komposisi kimia daging ikan umumnya terdiri dari 70-85 % kadar air, 15-25 % protein, 1-10 % kadar lemak, 0,1-1 % karbohidrat dan 1-1,5 % mineral (Okada 1990).

Kandungan protein pada daging ikan bervariasi tergantung dari jenis ikan (Salawu et al 2004). Protein daging ikan banyak mengandung asam amino essensial yang sangat mudah mengalami denaturasi, penggumpalan dan perubahan mutu yang disebabkan oleh proses pengolahan (Conceicao et al 1998). Selain protein, daging ikan juga banyak mengandung asam lemak tak jenuh (Ali dan Jauncey 2005).

Asam lemak tak jenuh dapat menyebabkan lemak pada daging ikan lebih mudah teroksidasi sehingga menyebabkan ketengikan. Ketengikan yang berlarut-larut akan membebaskan peroksida dan menurunkan mutu ikan. Ikan dapat dikelompokkan dalam 4 golongan berdasarkan kandungan lemak dan proteinnya (Stansby 1963). Penggolongan ikan berdasarkan kandungan lemak dan proteinnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan lemak dan proteinnya Golongan ikan Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%)

Lemak rendah-protein sedang <5 15-20

Lemak sedang-protein sedang 5-15 15-20

Lemak tinggi-protein tinggi >15 >15

Lemak rendah-protein tinggi <5 >20

Sumber: Stansby (1963)

(30)

Tabel 2. Komposisi kimia proksimat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Komposisi Mentah Rebus Goreng Panggang

Kadar air (%) 75,68 71,08 63,32 65,76

Protein (%) 16,80 21,14 21,82 24,28

Lemak (%) 5,70 5,90 9,30 6,88

Kadar abu (%) 1,00 1,20 2,30 2,62

Sumber : Rosa et al (2007)

2.4 Mutu Fillet Ikan

Ikan adalah bahan biologis yang sangat cepat menurun mutunya ke arah pembusukan. Sesudah dipanen, setiap spesies ikan akan mengalami proses penurunan mutu (deteriorasi) yang berlainan polanya. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi mutu ikan adalah penerapan suhu rendah (pendinginan), kecermatan, kebersihan (higiene) serta kecepatan kerja (faktor waktu) (Pearson dan Dutson 1996). Kesegaran bahan mentah ikan merupakan kriteria kualitas paling penting untuk menentukan mutu dan daya awet dari produk yang dibekukan (Ilyas 1983).

Ikan dikatakan baik jika masih dalam kondisi segar. Ikan segar adalah ikan yang baru ditangkap atau ikan yang masih memiliki sifat-sifat seperti ikan yang baru ditangkap dan belum mengalami kerusakan. Tingkat kesegaran ikan adalah tolok ukur untuk membedakan ikan yang mempunyai nilai mutu yang baik dan nilai mutu yang jelek (FAO 1995). Kriteria ikan segar dan ikan yang tidak segar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Ciri-ciri ikan segar dan tidak segar

Parameter Ikan segar Ikan tidak segar

Daging Kenyal dan dalam kondisi lentur Lunak dan tidak lentur Mata Cerah dan menonjol keluar Cekung dan terdapat rongga

Insang Merah cerah Merah gelap dan kecoklatan

Sisik Cerah dan kuat melekat Kusam dan mudah lepas

Kulit Tidak banyak lendir Banyak lendir

Bau Segar spesifik jenis Busuk menyengat

Sumber: BSN (2006)b

(31)

kesegaran ikan yang didasarkan pada menguapnya senyawa-senyawa basa. Standar kesegaran ikan berdasarkan nilai TVB-nya dapat dilihat pada Tabel4.

Tabel 4. Standar kesegaran ikan berdasarkan nilai TVB Mutu Ikan Nilai TVB (mg N/100 g daging ikan)

Sangat segar < 10 mikrobiologi, dan fisika belum mengalami perubahan yang mengarah kepada kerusakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mutu fillet ikan antara lain metode preparasi fillet, kebersihan (higiene), dan lama penyimpanan (Silva et al 2005). Kriteria mutu fillet ikan yang segar dan tidak segar dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Ciri-ciri fillet ikan segar dan tidak segar

Parameter Fillet ikan segar Fillet ikan tidak segar

Penampakan maupun linea lateralis coklat dan terbelah

Bau Bau sangat segar, spesifik jenis

Bau amoniak keras dan bau busuk

Tekstur Elastis, padat dan kompak. Sangat tidak elastis dan membubur

Sumber: BSN (2006)b

2.5 Metode Pengukuran Kesegaran Fillet Ikan

(32)

terjamin agar tidak menimbulkan efek negatif. Pemeriksaan mutu ikan dapat dilakukan dengan tiga cara (FAO 1995), yaitu:

1. Pemeriksaan organoleptik atau sensori.

2. Pemeriksaan di laboratorium (Secara fisik, kimia, dan mikrobiologis). 3. Menggunakan alat-alat seperti freshness measure, electric freshness tester.

Metode sensori (organoleptik) relatif lebih murah dan cepat dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium yang memerlukan banyak waktu dan biaya. Metode ini dapat digunakan untuk membedakan secara kasar ikan yang busuk dan ikan yang segar dengan melihat tanda-tanda pada tubuh ikan (Liviawaty 2001).

Proses kerusakan akibat aktivitas bakteri dapat dideteksi menggunakan indera manusia seperti penglihatan, peraba, penciuman, dan peraba. Panelis yang terlatih akan dapat mengenali ciri perubahan dari sampel fillet ikan yang diuji. Lembar penilaian (score sheet) digunakan pada uji organoleptik sebagai pegangan panelis dalam memberikan nilai kepada fillet ikan yang diperiksa berdasarkan keadaan fisik fillet ikan. Score sheet yang digunakan adalah yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dengan SNI 01-2346-2006. Lembar penilaian organoleptik fillet ikan segar dapat dilihat pada Lampiran1.

Penilaian secara sensori banyak menimbulkan variasi yang menyebabkan diperlukan cara untuk memperkuat penilaian tersebut yaitu dengan metode non sensori. Analisis non sensori dilakukan untuk menentukan nilai mutu ikan dengan

lebih teliti. Analisis ini meliputi metode uji mikrobiologi atau TPC (total plate count), pH, TMA, TVB (total volatile base) dan lain-lain (Sakaguchi 1990).

Tingkat kesegaran fillet ikan dapat ditentukan dengan metode total plate count (TPC), yaitu menghitung jumlah bakteri yang terdapat dalam fillet ikan. Metode pengujian ini dilakukan dengan menghitung jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada suatu media pertumbuhan bakteri (media agar) dan diinkubasi selama 24 jam (Fardiaz 1987). Batas maksimum bakteri untuk fillet ikan segar menurut SNI 01-2729-1992 sebesar 5 x 105 koloni/g.

(33)

trimetialamin, dan senyawa volatil lainnya. Berbagai macam senyawa tersebut akan terakumulasi pada daging sesaat setelah ikan mati. Akumulasi ini terjadi akibat reaksi biokimia post mortem dan aktivitas mikroba pada daging. Berbagai macam senyawa yang terakumulasi tersebut dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesegaran ikan (Sakaguchi 1990). Pengujian menggunakan metode total volatile base (TVB) merupakan salah satu indikator untuk menentukan tingkat kesegaran ikan (AOAC 1995). Nilai TVB maksimum untuk ikan segar yaitu sebesar 30 mg N/100 g (Farber 1965).

Penentuan nilai derajat keasaman (pH) merupakan salah satu indikator pengukuran tingkat kesegaran ikan. Pada proses pembusukan ikan, perubahan pH daging ikan disebabkan karena adanya proses autolisis dan penyerangan bakteri (Fardiaz 1992). Menurut Erikson dan Misimi (2008), reaksi anaerob yang terjadi setelah ikan mati akan memanfaatkan ATP dan glikogen sebagai sumber energi, sehingga jumlah ATP terus berkurang. Akibatnya, pH tubuh menurun dan jaringan otot tidak mampu mempertahankan fleksibilitasnya (kekenyalan).

2.6 Kemunduran Mutu Fillet Ikan

Peristiwa post mortem adalah salah satu indikasi kemunduran mutu pada

fillet ikan. Menurut Erikson dan Misimi (2008) fillet ikan akan mengalami pengkerutan pada bagian daging akibat tidak adanya rangka yang mampu menyangga bagian daging fillet serta kontraksi otot yang terjadi pada daging. Proses perubahan pada fillet ikan tersebut terjadi karena aktivitas enzim dan mikroorganisme. Kedua hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun (Weeber et al 2008).

Penurunan tingkat kesegaran fillet ikan terlihat dengan adanya perubahan fisik, kimia dan organoleptik pada fillet ikan. Semua proses perubahan ini akhirnya mengarah ke pembusukan. Urutan proses perubahan tersebut meliputi perubahan pre rigor, rigor mortis, aktivitas enzim, akivitas mikroba dan oksidasi (Afrianto dan Liviawaty (1989).

2.6.1 Perubahan pre rigor mortis

(34)

pada fase ini lembut dan lunak, dan secara kimiawi ditandai dengan penurunan jumlah ATP dan kreatin fosfat. Sirkulasi darah berhenti pada awal kematian ikan dan menyebabkan habisnya aliran oksigen didalam jaringan (Eskin 1990).

2.6.2 Perubahan rigor mortis

Fase rigor mortis ditandai dengan keadaaan otot yang kaku dan keras. Hilangnya kelenturan daging ikan berhubungan dengan terbentuknya aktomiosin pada awal fase rigor (Eskin 1990). Pembentukan aktomiosin ini berlangsung lambat pada tahap awal dan kemudian menjadi cepat pada tahap selanjutnya. Pada fase rigor mortis, sumber energi atau ATP akan berkurang akibat aktivitas enzim ATPase yang dikuti oleh perubahan glikogen menjadi asam laktat.

Perubahan glikogen pada daging ikan menyebabkan penurunan nilai pH. Perubahan glikogen menjadi asam laktat terjadi pada proses glikolisis (Eskin 1990). Proses glikolisis yang menguraikan glukosa menjadi asam laktat disajikan pada Gambar 3.

Heksokinase

Fosfoglukosa isomerase

Fosfofruktokinase

Aldolase

Laktat dehidrogenase

Gambar 3. Proses glikolisis pada daging ikan (Eskin 1990)

Kandungan glikogen yang tinggi dapat memperlambat proses glikolisis pada daging ikan sehingga dapat menunda datangnya proses rigor mortis. Pada fase rigor mortis, nilai pH daging ikan akan mengalami penurun menjadi 6,2-6,6

Glukosa-6-fosfat

Fruktosa-6-fosfat

Fruktosa-1,6-difosfat

Dihidroksi asetonfosfat D-gliseraldehida-3-fosfat

Asam piruvat Asam laktat

(35)

dari pH mula-mula 6,9-7,2. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam fosfat, TMAO dan basa-basa menguap. Nilai pH daging ikan akan terus naik mendekati netral setelah fase rigor mortis berakhir (Farber 1965)

2.6.3 Perubahan post rigor

Fase post rigor ditandai dengan mulai melunaknya otot ikan secara bertahap. Fase post rigor merupakan permulaan dari proses pembusukan yang meliputi autolisis dan pembusukan oleh bakteri. Proses autolisis adalah terjadinya penguraian daging ikan sebagai akibat dari aktivitas enzim dalam tubuh ikan (FAO 1995). Proses penguraian jaringan secara enzimatis (autolisis) ini berjalan dengan sendirinya setelah ikan mati. Enzim yang berperan pada tahap ini antara lain enzim katepsin (dalam daging), enzim tripsin, kemotripsin, dan pepsin (dalam organ pencernaan), serta enzim dari mikroorganisme yang ada pada tubuh ikan. Enzim-enzim yang dapat menguraikan protein (proteolitik) berperan penting dalam proses kemunduran mutu ikan (Rehbein 1979)

Proses autolisis tidak dapat dihentikan walaupun dalam suhu yang sangat rendah. Proses ini dimulai bersamaan dengan menurunnya pH. Protein dipecah menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana yang menyebabkan peningkatan dehidrasi protein. Protein terpecah menjadi protease, lalu pecah menjadi pepton, polipeptida dan akhirnya menjadi asam amino. Hidrolisis lemak juga terjadi pada

proses autolisis yang menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol (Baker dan Davies 1996). Penguraian protein dan lemak karena proses autolisis

menyebabkan perubahan rasa, tekstur dan penampakan fillet ikan.

(36)

Aktivitas bakteri dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan asam-asam amino, seperti asam glutamat, asam aspartat, lisin, histidin, dan arginin. Asam-asam amino tersebut dapat bertindak sebagai pemicu timbulnya senyawa biogenik amin. Senyawa-senyawa seperti asam amino, glukosa, lipida, trimetilamin oksida dan urea dapat diubah oleh bakteri menjadi produk yang dapat digunakan sebagai indikator pembusukan (Kristoffersen et al 2006). Jenis bakteri yang umum ditemukan pada fillet ikan antara lain Pseudomona, Achrombacter dan

Flavobacterium (Kwaadsteniet et al 2008)

Proses perubahan pada ikan dapat juga terjadi karena proses oksidasi lemak sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan dan perubahan rupa serta warna daging ke arah coklat kusam. Aroma tengik ini dapat menurunkan mutu dan daya jualnya (Liviawaty 2001).

2.7 Metode Pendinginan

Kemuduran mutu fillet ikan berlangsung dalam waktu yang sangat cepat, sehingga dibutuhkan penanganan tepat yang dapat menghambat proses pembusukan baik yang terjadi secara kimiawi maupun enzimatis (Rehbein 1979). Cara paling mudah untuk menghambat pembusukan ikan adalah dengan menggunakan suhu rendah. Penggunaan suhu rendah pada produk-produk perikanan mampu menghambat aktivitas enzim dan pertumbuhan bakteri sehingga kemunduran mutu ikan akan berjalan jauh lebih lambat dan ikan akan tetap segar dalam jangka waktu yang lama (Ilyas 1983). Menurut Stein et al (2005) fillet ikan yang diberi perlakuan penyimpanan suhu rendah dapat diperpanjang daya awetnya hingga mencapai 1-4 minggu, tergantung jenis ikan dan cara penanganannya.

Tujuan penyimpanan atau pengawetan ikan dengan suhu dingin (chilling)

adalah untuk mempertahankan kesegaran mutu ikan dan menghambat kegiatan mikroorganisme serta proses-proses fisik-kimia ikan. Suhu yang digunakan dalam penyimpanan suhu chilling adalah berkisar 0-5 0C (Ilyas 1983). Kemampuan suhu

(37)

1. Metode pendinginan dengan es atau pengesan (icing)

2. Metode pendinginan dengan udara dingin (chilling in cold air) 3. Metode pendinginan dengan air yang didinginkan (chilling in water)

Metode pendinginan dengan es atau pengesan adalah metode yang paling luas dan umum diterapkan dalam industri perikanan. Keunggulan penggunan es dalam industri perikanan antara lain, harganya yang murah, mudah diperoleh dan mudah dalam penerapannya. Fungsi es adalah untuk mempertahankan suhu ikan tetap dingin, menyediakan air es untuk mencuci lendir, sisa-sisa darah dan bakteri dari permukaan badan ikan, dan mempertahankan keadaan berudara pada ikan selama disimpan pada palka (Ilyas 1983). Es dapat dibedakan menjadi 2 jenis menurut jenis es yang dihasilkan, yaitu es balok dan es curai.

Metode pendinginan dengan udara dingin (chilling in cold air) adalah menciptakan udara dingin melalui suatu lilitan atau gulungan pipa evaporator dari suatu unit refrigerasi mekanik pada kamar dingin atau refrigerator. Untuk mempercepat pendinginan produk, refrigerator dilengkapi dengan kipas untuk menghasilkan gerakan udara dingin konveksi (Ilyas 1983). Ikan yang didinginkan dengan udara dingin akan mengalami pengeringan. Pengeringan ini terjadi karena menguapnya air dari ikan dan akan mengendap menjadi salju pada permukaan lilitan pipa evaporator. Menurut Gatlin (2001) hal ini dapat diatasi dengan menutupi ikan dengan kertas alumunium atau ditutupi dengan sedikit hancuran es.

(38)

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-November 2008 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi

Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Laboratorium Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Pangan PAU (Pusat Antar Universitas), Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan adalah timbangan analitik, alat tusuk, alat destilasi kjeldahl, buret, termomether, pH meter, pisau, alat-alat gelas, refrigerator, cawan petri, cawan conway, oven, inkubator, score sheet untuk uji organoleptik, dan kertas alumunium.

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo yang digunakan pada penelitian ini berasal dari kolam budidaya ikan lele dumbo yang beralamat di Jalan Poras Ujung RT 08/ RW 08, Sindang Barang, Bogor. Secara keseluruhan kolam budidaya ikan lele dumbo tersebut memiliki luas satu hektar dan terdapat 8 kolam yang digunakan untuk pembibitan dan pembesaran. Kolam budidaya ikan lele dumbo tersebut berada di tengah-tengah areal persawahan yang dialiri sungai-sungai kecil sebagai sumber air. Panen dilakukan setelah ikan lele dumbo berumur 2-3 bulan dengan ukuran 80-200 g/ekor. Ikan lele dumbo yang digunakan pada penelitian ini berumur 2 bulan 3 minggu dan dipanen pada bulan Juni 2008. Setelah dipanen ikan lele dumbo disortasi dan diperoleh ikan lele dumbo sebanyak 20 ekor yang memiliki panjang dan berat cukup seragam yaitu berkisar 100-130 g/ekor.

Bahan-bahan lain dalam penelitian ini adalah Natrium Agar (NA),

aquades, NaOH 2 M, garam fisiologis 0,85 % steril, HCl, K2SO4, HgO, H2SO4,

Na2S2O3, alkohol, metilen merah dan biru, buffer pH 4 dan 7, heksana,

(39)

3.3 Metode Penelitian 3.3.1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan diawali dengan penentuan karakteristik fillet ikan lele dumbo dan rentang waktu terjadinya tiap fase post mortem fillet ikan lele dumbo selama penyimpanan pada suhu chilling sebagai patokan untuk uji TPC, TVB dan pH. Penentuan karakteristik fillet ikan lele dumbo meliputi panjang total ikan, panjang baku ikan, rendemen ikan, berat total ikan, panjang fillet, berat

fillet dan komposisi kimia. Diagram alir penentuan karakteristik fillet ikan lele dumbo dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir penentuan karakteristik fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Ikan lele dumbo diberi dua perlakuan yaitu dimatikan segera dengan cara menusukkan alat penusuk pada bagian medulla oblongata dan dimatikan dengan

(40)

cara membiarkan ikan pada wadah yang tidak berisi air selama 12 jam kemudian dimatikan dengan cara ditusuk pada bagian medulla oblongata. Ikan lele tersebut diasumsikan mengalami kondisi stres sebelum mengalami kematian.

Ikan lele dumbo yang telah mati kemudian dipreparasi menjadi fillet

dengan tipe single dan skinless fillet. Fillet ikan lele dumbo tersebut dibungkus dengan kertas aluminium dan ditempatkan pada refrigerator dengan suhu penyimpanan berkisar antara 0-5 0C. Pengamatan terhadap mutu organoleptik dilakukan setiap 6 jam sekali hingga fillet ikan tersebut secara organoleptik di tolak oleh panelis sehingga didapat titik waktu post mortem fillet ikan lele dumbo meliputi pre rigor, rigor mortis, post rigor awal dan post rigor akhir. Titik-titik tersebut selanjutnya digunakan pada uji objektif pada penelitian utama. Diagram alir penentuan titik pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram alir penentuan titik pengamatan Ikan lele

Fillet ikan

Di uji secara subjektif (organoleptik) setiap 6 jam sekali hingga fillet ikan secara organoleptik ditolak dan didapat

interval fase post mortem Fillet ikan dibungkus dengan kertas

alumunium dan ditempatkan pada refrigerator dengan suhu penyimpanan

0-5 0C. Ditusuk pada bagian

medula oblongata

Dibiarkan tanpa media air selama 12 jam kemudian ditusuk pada

medula oblongata

(41)

3.3.2. Penelitian utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara kematian terhadap kemunduran mutu fillet ikan lele. Pengamatan terhadap fillet ikan lele dilakukan dengan metode subjektif dan objektif. Metode subjektif yang digunakan adalah uji organoleptik (SNI 01-2346-2006) yang dilakukan dengan melihat penampakan, bau, dan tekstur. Uji organoleptik dilakukan selama 15 hari. Metode objektif yang digunakan adalah TPC (Fardiaz 1992), pH (Apriyantono et al 1989), dan TVB (AOAC 1995). Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan penelitian pendahuluan yaitu pada jam ke-0, 78, 222 dan 360. Waktu ini merupakan titik-titik untuk fase pre-rigor, rigor mortis, post-rigor awal dan post-rigor akhir dari

fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera. Diagram alir penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram alir penelitian utama Ikan lele

Fillet ikan

(42)

3.4 Pengamatan

3.4.1 Uji organoleptik (SNI 01-2346-2006)

Metode yang digunakan untuk uji organoleptik adalah dengan menggunakan score sheet berdasarkan SNI 01-2346-2006. Pengujian organoleptik merupakan pengujian yang bersifat subjektif dengan menggunakan indera yang ditujukan pada penampakan, bau, dan tekstur.

3.4.2 TPC (Fardiaz 1992)

Untuk uji mikrobiologi dilakukan perhitungan jumlah bakteri yang ada di dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampurkan 25 g sampel dan dimasukkan ke dalam botol yang berisi 225 ml larutan garam 0,85 % steril, lalu dihomogenkan. Dari campuran tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml larutan garam 0,85 % steril sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2.

(43)

3.4.3 TVB (AOAC 1995)

Sampel fillet ikan sebanyak 15 g digiling dan ditambahkan 45 ml larutan TCA 7 % kemudian dihomogenkan selama 1 menit. Hasil yang didapat disaring dengan kertas saring sehingga filtrat yang diperoleh berwarna jernih. Larutan asam borat 1 ml dimasukkan ke dalam inner chamber cawan conway ldan tutup cawan diletakkan dengan posisi hampir menutupi cawan. Dengan menggunakan pipet lain, 1 ml filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber di sebelah kiri. Kemudian ditambahkan 1 ml larutan K2CO3 jenuh ke dalam outer chamber

sebelah kanan sehingga filtrat dan K2CO3 tidak bercampur. Cawan segera ditutup

yang sebelumnya telah diberi vaselin, kemudian digerakan memutar sehingga kedua cairan di outer chamber tercampur. Di samping itu dikerjakan blanko dengan prosedur yang sama tetapi filtrat diganti dengan larutan TCA 7 %. Kemudian kedua cawan conway tersebut disimpan dalam inkubator pada suhu 37 0C selama 2 jam. Setelah disimpan, larutan asam borat dalam inner chamber

cawan conway yang berisi blanko dititrasi dengan larutan HCl 0,032 N. Dengan menggunakan magetic stirrer diaduk sehingga berubah warna menjadi merah muda. Selanjutnya cawan conway yang berisi sampel yang berisi sampel dititrasi dengan menggunakan larutan yang sama sehingga berubah menjadi warna merah muda yang sama dengan blanko. Perhitungan nilai TVB dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan : i = volume titrasi sampel (ml) j = volume titrasi blanko FP = faktor pengenceran

3.4.4 pH (Apriyantono et al 1989)

(44)

3.4.5 Analisis proksimat 1) Kadar air (AOAC 1995)

Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 102-105 oC selama lebih kurang 10 hingga 15 menit. Kemudian cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator selama lebih kurang 30 menit, kemudian didinginkan dan ditimbang. Cawan dan fillet ikan seberat 5 g ditimbang setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven pada suhu 102-105 oC selama kurang lebih 18-20 jam. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin lalu ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai didapat berat yang konstan. Perhitungan kadar air dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:

A = Berat cawan dengan fillet ikan (g)

B = Berat cawan dengan fillet ikan setelah dikeringkan (g)

2) Kadar abu(AOAC 1995)

Metode yang digunakan pada kadar abu sama dengan yang digunakan pada kadar air, perbedaannya hanya pada rumus perhitungannya. Perhitungan kadar abu dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:

A = Berat cawan dengan fillet ikan (g)

B = Berat cawan dengan fillet ikan setelah dikeringkan (g)

3) Kadar protein (AOAC 1995)

Tahap yang dilakukan terdiri dari tahap destruksi, destilasi dan titrasi. a) Tahap destruksi

(45)

tabung Kjeldahl. Satu buah tablet Kjeldahl dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. tabung yang berisi larutan

tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai warna larutan menjadi bening.

b) Tahap destilasi

Proses destilasi terdiri dari 2 tahap yaitu:

Tahap pertama adalah tahap persiapan alat yaitu kran air dibuka dan dilakukan pengecekan alkali dan air dalam tangki, tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakan pada tempatnya. Tombol power

(pada Kjeldahl sistem) ditekan dan dilanjutkan dengan penekanan tombol

stream dan ditunggu beberapa saat sampai air di dalam tabung mendidih.

Steam dimatikan kemudian tabung Kjeldahl dan erlenmeyer dikeluarkan dari alat Kjeldahl sistem.

Tahap kedua adalah tahap persiapan sampel yaitu tabung berisi

fillet ikan yang sudah didestruksi diletakkan ke dalam Kjeldahl sistem beserta erlenmeyer yang sudah diberi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlenmeyer mencapai 200 ml.

c) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCL 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink, selanjutnya kadar protein dari fillet ikan dapat diperoleh dengan perhitungan menggunakan:

4) Kadar lemak (AOAC 1995)

Fillet ikan sampel seberat 3 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring,

(46)

soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung sohxlet dan disiram dengan pelarut lemak (petroleum benzene). Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 oC menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam tabung lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Selanjutnya labu lemak dikeringkan oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak pada fillet ikan

diketahui menggunakan rumus:

Keterangan:

W1 = Berat fillet ikan sampel (g)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (g)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 2 ulangan, dengan faktor A adalah cara mati dengan dua taraf yaitu dimatikan segera dan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air. Model rancangan yang digunakan adalah (Mattjik dan Sumertajaya 2002):

Keterangan:

Yij = Respon percobaan karena pengaruh cara mati taraf ke-i, ulangan ke-j

µ = Pengaruh umum rata-rata

Ai = Pengaruh taraf ke-i, perlakuan cara mati

= Pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh perlakuan ke-i, ulangan ke-j

(47)

berbeda nyata. Analisa non parametrik yang dilakukan dalam pengujian organoleptik adalah metode uji Kruskall Wallis (Mattjik dan Sumertajaya 2002) yaitu:

a) Merangking data dari yang terkecil hingga yang terbesar untuk seluruh perlakuan dalam satu parameter.

b) Menghitung total dan rata-ratanya untuk setiap perlakuan dengan rumus:

Keterangan:

H = Nilai Uji Kruskall Wallis

n = Jumlah total data

ni = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i

Ri =Jumlah rangking dalam contoh ke-i

T = Banyaknya pengamatan yang seri H’ = H yang terkoreksi

c) Uji lanjut Multiple Comparison dilakukan apabila uji Kruskall Wallis berbeda nyata dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Ri = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i

Rj = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j

K = Banyaknya ulangan N = Jumlah total data

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah:

(48)

H1 = Perlakuan cara mati memberikan pengaruh yang nyata terhadap mutu fillet

ikan lele dumbo

Analisis Regresi Sederhana (Simple Regression Analysis) digunakan untuk melihat hubungan antar parameter kesegaran fillet ikan lele dumbo. Analisis regresi sederhana ini juga dapat digunakan untuk melihat pengaruh antar parameter. Model regresi sederhana dapat dinyatakan sebagai persamaan linier berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2002):

yi = β0 + β1xi + εi

Persamaan untuk mengestimasi nilai β0 dan β1 digunakan metode kuadrat terkecil (least square method) berdasarkan:

ŷi = b0 + b1xi

Bentuk hipotesis untuk menguji koefisien β0 dan β1 dengan α = 0,05 adalah:

H0 : β0 = 0

H1 : β0≠ 0

H0 : β1 = 0

(49)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari fillet

ikan lele dumbo meliputi ukuran, berat dan komposisi kimia serta penentuan fase

post mortemfillet ikan lele dumbo pada penyimpanan suhu chilling.

4.1.1 Ukuran dan rendemen ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Hasil pengamatan ukuran ikan dan fillet ikan lele dumbo dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Ukuran ikan dan fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Keterangan: nilai diambil dari rata-rata 20 ekor ikan.

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa ikan lele dumbo memiliki berat fillet sekitar 30 % dari berat ikan. Menurut Liviawaty (2001), Mahyuddin (2008) dan Utama (2008), ikan lele dumbo memiliki rendemen daging sekitar 35-40 % dari keseluruhan tubuhnya. Hal ini terjadi karena ikan lele dumbo memiliki rendemen kepala dan tulang yang cukup besar yaitu sekitar 27,49 % dan 14,61 %. Rendemen bagian tubuh lele dumbo lainnya dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Diagram pie rendemen ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Parameter Nilai

Berat ikan (g) 120,70 ± 1,62

Panjang ikan (mm) 256,85 ± 7,00

Panjang baku ikan (mm) 235,60 ± 6,54

Panjang fillet (mm) 184,25 ± 6,73

(50)

4.1.2 Komposisi kimia fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Komposisi kimia setiap ikan berbeda-beda baik, jenis ikan, antar individu dalam spesies, dan antar bagian tubuh dari satu individu ikan. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu umur, laju metabolisme, pergerakan ikan, makanan, serta masa memijah. Selain itu perbedaan komposisi kimia daging juga tergantung dari umur, habitat dan kebiasaan makan. Komposisi kimia daging ikan umumnya terdiri dari kadar air 70-85 %; protein 15-25 %; lemak 1-10 %; karbohidrat 0,1-1 % dan mineral 1-1,5 % (Okada 1990). Komposisi kimia fillet

ikan lele dumbo pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi kimia fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Senyawa Jumlah (%)

Air 79,45

Abu 1,65

Lemak 0,84

Protein 17,80

Karbohidrat (by different) 0,26

Ikan dapat dikelompokkan ke dalam 4 golongan berdasarkan kadar lemak dan proteinnya (Tabel 1). Ikan digolongkan dengan lemak rendah protein sedang apabila memiliki kadar lemak <5 % dan protein 15-20 % (Stansby 1963). Komposisi kimia fillet ikan lele dumbo yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan fillet ikan lele dumbo termasuk ke dalam fillet ikan golongan lemak rendah-protein sedang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Utama (2008), Rosa et al

(2007), Salawu et al (2004), Klemeyer et al (2007) dan Robinson et al (2001) diketahui bahwa ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) memiliki komposisi kimia yaitu kadar air sebesar 75-79 %; abu 1-1,5 %; lemak 0,5-5 %; dan protein 16-17 %. Menurut Robinson et al (2001), daging ikan lele mengandung protein yang sedang, lemak dan kolesterol yang rendah.

4.1.3 Penentuan fase post mortemfillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Peristiwa post mortem adalah salah satu indikasi kemunduran mutu pada

(51)

waktu fase post mortem fillet ikan lele dumbo pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik waktu fase post mortemfillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera mencapai fase

pre rigor, rigor mortis, post rigor awal dan post rigor akhir pada jam ke-0, 78, 222, dan 360. Sedangkan fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air mencapai fase pre rigor, rigor mortis, post rigor

awal dan post rigor akhir pada jam ke-0, 72, 204, dan 336. Hal ini terjadi karena ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media akan mengalami stres sesaat sebelum mati. Menurut Stein et al (2005) perbedaan waktu fase post mortem pada ikan dikarenakan jumlah kandungan glikogen yang berbeda antara ikan yang mati normal dengan ikan yang mati stres. Fase post mortem akan berlangsung cepat jika ikan mati dalam keadaan lapar dan kandungan glikogen sedikit atau dalam keadaan stres.

(52)

Tabel 8. Fase post mortem fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan

Kurang elastis dan lunak

Post

(53)

Tabel 9. Fase post mortem fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air.

Fase Dimatikan segera

Kurang elastis dan lunak

Post

(54)

Selama penyimpanan suhu chilling, fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera mengalami fase post mortem selama 360 jam sedangkan fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air mengalami fase post mortem selama 336 jam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Utama (2008) diketahui bahwa pada penyimpanan suhu

chilling, ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera mengalami fase post mortem selama 144 jam dan ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air mengalami fase post mortem selama 120 jam. Hal ini terjadi karena fase post mortem pada ikan lele dumbo sangat di pengaruhi oleh aktifitas enzim dan bakteri yang berasal dari kulit, saluran pencernaan dan otot daging ikan, sedangkan pada fillet ikan lele dumbo hanya dipengaruhi oleh aktifitas enzim dan bakteri yang berasal dari otot daging ikan sehingga fillet ikan mengalami fase post mortem yang lebih lama dibandingkan dengan ikan utuh. Proses perubahan pada ikan terjadi karena aktifitas enzim dan mikroorganisme. Proses tersebut akan berlangsung cepat terutama pada ikan yang disimpan tanpa dibuang isi perutnya (FAO 1995).

Berdasarkan Gambar 6, Lampiran 4 dan 5 didapat titik-titik pengamatan yang akan digunakan untuk uji TVB, TPC dan pH. Titik-titik tersebut adalah jam ke-0, 72, 222 dan 360. Titik-titik tersebut akan digunakan untuk membandingkan nilai TVB, TPC dan pH antara fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera dan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air.

4.2 Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui perbedaan mutu fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan cara mati yang berbeda pada penyimpanan suhu

(55)

4.2.1 TPC (Total Plate Count)

Kesegaran ikan merupakan kriteria kualitas paling penting untuk menentukan mutu dan daya awet dari ikan yang didinginkan (Ilyas 1983). Salah satu cara mengukur tingkat kesegaran ikan yaitu dengan melihat banyaknya bakteri yang berkembang pada daging ikan (Sakaguchi 1990). Pengukuran ini menggunakan metode total plate count (TPC) yang dilakukan dengan cara menghitung jumlah bakteri yang ditumbuhkan pada suatu media pertumbuhan (media agar) dan diinkubasi selama 24 jam (Fardiaz 1992). Jumlah bakteri fillet

ikan lele dumbo pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik log TPC bakteri pada fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Daging ikan dikatakan tidak layak dikonsumsi menurut SNI 01-2729-1992 apabila jumlah bakteri lebih dari 5x105 koloni/g. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada gambar 7 diketahui bahwa fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera dan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air pada jam ke-360 dikatakan tidak layak untuk dikonsumsi karena memiliki jumlah bakteri sebesar 5,3x105 koloni/g dan 1,1x106 koloni/g.

Gambar 9 juga menunjukkan bahwa pada penyimpanan suhu chilling,

Gambar

Gambar 1. Gambar ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
Gambar 2.
Tabel  2. Komposisi kimia proksimat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
Gambar 3. Proses glikolisis pada daging ikan (Eskin 1990)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji lipat ( folding test ) kamaboko ikan Lele Dumbo ( Clarias gariepinus) dengan suhu setting yang berbeda tersaji pada Tabel 5.. Berdasarkan hasil penelitian dapat

Judul Penelitian : Deteksi Penyebaran Bakteri Aeromonas Hydrophilla Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Di Kecamatan Medan Tuntungan.. Nama :

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) YANG TERSERANG PENYAKIT DI

PERTUMBUHAN LELE DUMBO ( Clarias gariepinus ) YANG DIPELIHARA PADA KOLAM BETON MENGGUNAKAN SISTEM SIRKULASI DENGAN PADAT TEBAR

Mengetahui potensi dari penambahan teh kombucha pada pakan komersial untuk meningkatkan retensi protein daging pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Mengetahui potensi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh ekstrak daun Avicennia marina terhadap daya tetas telur ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), maka

Dari hasil penelitian tentang Pengaruh penambahan bahan pengencer sperma terhadap fertilitas spermatozoa Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus ) dengan menggunakan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Aplikasi teknologi biofloc pada budidaya ikan lele dumbo (Clarias gariepinus, Burchell) mampu meningkatkan produksi