• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu Pemberian Pakan Buatan Yang Tepat Untuk Larva Ikan Patin (Pangasionodon Sp.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Waktu Pemberian Pakan Buatan Yang Tepat Untuk Larva Ikan Patin (Pangasionodon Sp.)."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

WAKTU PEMBERIAN PAKAN BUATAN YANG TEPAT UNTUK

LARVA IKAN PATIN (

Pangasionodon

sp.)

RICKY RAMADHAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Waktu Pemberian Pakan Buatan yang Tepat untuk Larva Ikan Patin (Pangasionodon sp.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Ricky Ramadhan

(4)

ABSTRAK

RICKY RAMADHAN. Waktu Pemberian Pakan Buatan yang Tepat untuk Larva Ikan Patin (Pangasionodon sp.). Dibimbing oleh MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI dan DEDI JUSADI.

Ketersediaan cacing sutra pada musim penghujan sebagai pakan alami larva ikan patin sangat terbatas. Ini menjadi kendala dalam pemeliharaan larva. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi umur larva patin Pangasionodon sp. yang tepat untuk diberi pakan buatan. Pertumbuhan, kelangsungan hidup dan aktivitas enzim dijadikan sebagai parameter evaluasi. Ikan dipelihara dengan kepadatan 11 ekor per liter selama 14 hari. Empat perlakuan dan tiga ulangan digunakan dalam penelitian ini yaitu pemberian pakan alami tanpa pakan buatan, pemberian pakan buatan mulai hari ke tiga, enam dan sembilan (d3, d6 dan d9) Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pakan buatan mulai d3 memiliki pertumbuhan panjang yang terkecil dibandingkan perlakuan lain dan perberian pakan buatan menstimulasi sekeresi enzim pencernaan yang lebih tinggi. Sedangkan tingkat kelangsungan hidup larva tidak berbeda nyata (p>0,05) antar perlakuan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pakan buatan dapat digunakan pada saat larva umur sembilan hari setelah pertama kali makan.

Kata kunci: cacing sutra, larva ikan patin, pakan buatan.

ABSTRACT

RICKY RAMADHAN. Apropriate Feeding Time of Artificial Feed for Catfish larvae (Pangasionodon sp.). Supervised by MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI and DEDI JUSADI.

Availability of Tubifex as natural feed are limited during rainy season. It becomes a limiting factor for catfish larvae rearing. This research was conducted to evaluate apropriate feeding time of artificial feed for catfish larvae (Pangasionodon sp.) rearing. Day old larvae were used in this experiment. Larvae were stock at the density of 11 larvae and rear for 14 days. Four treatments; without artificial feed, giving artificial feed start from third, sixth and ninth-days (d3, d6, and d9). Each treatment were tripilicate. Total length, survival and digestive enzyme activity were used as evaluating parameters. The results showed that d3 has the lowest total length and feeding artificial feed stimulate higher higher digestive enzime secretion. There is no difference on survival rate of larvae (p>0,05). It can be concluded that artificial feed can be fed to the larvae nine days after first feeding.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

WAKTU PEMBERIAN PAKAN BUATAN YANG TEPAT

UNTUK LARVA IKAN PATIN (

Pangasionodon

sp.)

RICKY RAMADHAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini yang berjudul “Waktu Pemberian Pakan Buatan yang Tepat Pada untuk Larva Ikan Patin (Pangasionodon sp.)”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Februari 2014 di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Berbagai pihak telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Ruslan dan Sorianum Siregar, BA yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, do’a dan dukungan yang tiada henti. Kakak Rika Rusianum, S.Pd dan Adik Khairunnisa yang senantiasa memberikan motivasi, nasihat dan semangat kepada penulis.

2. Dr. Ir. Muhammad Agus Suprayudi M.Si selaku Pembimbing I dan Dr. Ir. Dedi Jusadi, M.Sc selaku Pembimbing II atas segala masukan dan dukungannya selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini. 3. Ir. Irzal Effendi, M.Si selaku Pembimbing Akademik atas bimbingannya

selama penulis menempuh pendidikan sarjana.

4. Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S selaku Dosen Penguji Tamu pada Ujian Akhir Skripsi.

5. Teknisi hacthery patin Pak Aam, Pak Henda, Pak Devi, Pak Arman dan Laboran Lab. Nutrisi Ikan Pak Wasjan dan Mbak Retno.

6. Teman-teman seperjuangan Nutrikids 47 : Sadam, Agas, Dio, Endang, Bagus, Kurnia, Ella, Ria, Astrid, Aini, Saki, Zahra, dan Ranty.

7. Teman-teman dan sahabat seperjuangan BDP 47 atas semangat, motivasi, kebersamaan, dan kenangan.

8. Dwi Cahyani, S.Pi yang tiada lelah memberikan dukungan, dorongan, dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, ilmu pengetahuan, masyarakat, dan seluruh pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... ..1

Latar Belakang ... ..1

Tujuan ... ..2

METODE ... ..2

Pemeliharaan Larva ... ..2

Pakan dan Pemberian Pakan ... ..3

Pemanenan dan Pengamatan ... ..4

Analisis Kimia ... ..4

Analisis Data ... ..4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... ..5

Hasil ... ..5

Pembahasan ... ..7

SIMPULAN ... ..9

DAFTAR PUSTAKA ... ..9

LAMPIRAN ... 11

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kualitas air media budidaya ikan selama penelitian ... 2 Tabel 2 Hasil analisa proksimat (% bobot basah) pakan ... 3 Tabel 3 Jadwal pemberian pakan selama masa pemliharaan ... 3

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kelangsungan hidup larva ikan patin yang dipelihara selama 14 hari 5 Gambar 2 Panjang larva ikan patin di akhir penelitian (d14) ... 6 Gambar 3 Aktivitas enzim protease larva ikan patin pada akhir penelitian (d14) 6 Gambar 4 Aktivitas enzim lipase larva ikan patin pada akhir penelitian (d14) ... 7

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembenihan adalah suatu tahap kegiatan dalam budidaya dalam menghasilkan benih dan selanjutnya benih yang dihasilkan akan menjadi komponen input bagi kegitan pendederan dan pembesaran. Kegiatan yang dilakukan pada usaha pembenihan ikan patin yaitu pemeliharaan telur yang telah menetas sampai benih ukuran sekitar 1 inci, dan di tahun 2014 berubah menjadi 1,7 cm. Kegiatan tersebut sangat bergantung pada ketersediaan cacing sutra, karena pakan yang digunakan setelah pemberian pakan artemia hanya cacing sutra. Menurut informasi, hatchery patin Stasiun Lapangan, Departemen Budidaya Perairan, Kampus IPB Dramaga, pada tahun 2013 setiap siklusnya memproduksi 170.000 ekor benih ukuran sekitar 1 inci dengan membutuhkan cacing sutra sebanyak 59 kg. Dengan demikian, kebutuhan cacing sutra dalam setahun (7 siklus) di hatchery tersebut untuk produksi benih patin ukuran 1 inci adalah sebanyak 413 kg.

Ketersediaan pakan alami berupa (cacing sutra) di alam sangat terbatas dan sangat dipengaruhi oleh musim. Pada saat musim penghujan cacing sutra tidak selalu tersedia yang menyebabkan pasokan cacing berkurang dikarenakan hasil tangkapan di alam turun. Hal ini menyebabkan salah satu kendala dalam pembenihan ikan patin. Pada periode musim penghujan, biasanya proses produksi benih patin tidak berjalan. Di sisi lain, cacing sutra juga digunakan sebagai pakan larva ikan lele dan berbagai jenis ikan hias. Selain itu, cacing juga sebagai pembawa penyakit (carier), oleh sebab itu pemberian pakan yang lebih awal perlu dilakukan untuk mencegah penyakit yang dibawa oleh cacing.

(12)

2

(2000) pada saat aktivitas enzim sudah tinggi dapat diindikasikan secara fisiologi larva siap untuk memperoleh pakan dari luar.

Tujuan

Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi umur larva patin Pangasionodon

sp. yang tepat mulai diberi pakan buatan menggantikan cacing sutra. Evaluasi Stasiun Lapangan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Larva ditebar dengan kepadatan 100 ekor/ akuarium ke dalam 12 akuarium kaca berukuran 30x20x20 cm3 yang diisi air setinggi 15 cm. Akuarium tersebut digunakan untuk memelihara larva dalam empat perlakuan awal pemberian pakan buatan dengan tiga ulangan. Sebelum larva ditebar, air akuarium diberi elbaju sebanyak 5 mg/l. Untuk menjaga kandungan oksigen terlarut, setiap akuarium diberi aerasi yang bersumber dari blower. Untuk menjaga kualitas air tetap baik, dilakukan dengan cara membersihkan kotoran melalui penyifonan dan pergantian air sebanyak 70% setiap pagi.

Larva ikan patin dipelihara sampai berumur 14 hari (d14). Selama masa budidaya, larva diberi pakan sesuai dengan perlakuannya. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan dengan menggunakan alat berupa thermometer, pH-meter dan DO-meter. Pengukuran pH dan oksigen terlarut (DO) dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan, sedangkan pengukuran suhu dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB. Tabel 1 Kisaran kualitas air media budidaya ikan selama penelitian

(13)

3 Tabel 2 Hasil analisis proksimat (% bobot basah) pakan yang digunakan di dalam

penelitian

Komposisi Jenis Pakan

Artemia Cacing Sutra Pakan Buatan

Serat kasar 0,82 0,44 0,44

Artemia. Artemia ditetaskan terlebih dahulu dengan cara merendam siste pada air bersalinitas 30 – 35 g/L selama ±24 jam, kemudian dipanen. Artemia hasil penetasan diberikan dengan frekuensi 12 kali sehari dengan selang waktu 2 jam. Sedangkan cacing sutra dan pakan buatan diberikan pada hari yang berbeda tiap perlakuannya (Tabel 3). Pemberian pakan tersebut dilakukan sebanyak enam kali sehari dengan selang waktu empat jam setiap pemberian pakan. Cacing sutra yang diberikan dicincang halus dan dicuci bersih terlebih dahulu. Setiap pergantian jenis pakan, baik dari artemia ke cacing maupun dari cacing ke pakan buatan, dilakukan pengadaptasian pakan dengan cara mencampur ke dua jenis pakan tersebut. Pemberian pakan buatan diberikan sesuai dengan perlakuan yang diberikan yaitu diawali pada hari ke-3, ke-6, dan ke-9. Pemberian pakan tersebut dilakukan dengan metode ad-libitum.

Tabel 3 Jadwal pemberian pakan selama masa pemliharaan

(14)

4

Pemanenan dan pengamatan

Pamanenan dilakukan pada akhir pemeliharaan (d14) pada sore hari dimulai pukul 16.00 WIB. Jumlah larva yang ada di setiap akuarium dihitung untuk menentukan tingkat kelangsungan hidupnya. Perhitungan panjang larva dilakukan dengan mengambil sampel di setiap akuarium sebanyak 20 ekor. Setelah dilakukan pemanenan, dilakukan pengamatan dengan mengukur panjang total larva. Panjang total larva diukur menggunakan penggaris dengan ketelitian 0,1 cm.

Analisis Kimia

Analisis kimia yang dilakukan terdiri dari analisis proksimat pakan uji dan analisis enzim. Analisis proksimat mengikuti Takeuchi (1988), prosedur selengkapnya di Lampiran 1. Analisa enzim protease dan enzim lipase diawali dengan pembuatan preparasi sampel (Lampiran 2). Kemudian setelah preparasi sampel selesai, dilakukan pengukuran terhadap aktivitas enzim protease dan enzim lipase. Perhitungan aktivitas enzim protease diketahui dari jumlah absorbansi sampel dan blanko yang diukur menggunakan spektrofotometer, sedangkan aktivitas enzim protease diketahui dari volume titrasi sampel dan blanko. Pengukuran enzim protease dilakuakan dengan penambahan substrat kasein 20 mg/mL pH 7 dan inkubasi pada suhu 37 oC lalu di ukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada λ 578 nm (Bergmeyer dan Grassi 1983 dalam

Ahmad 2007). Aktivitas protease dapat diukur dengan menggunakan formula berikut ini:

Aktivitas protease (unit/mg protein) =

Pengukuran aktivitas lipase dengan menambahkan substrat minyak zaitun sebanyak 1,5 ml. kemudian ditambahkan 1 mL Tris-HCl 0.1 M pH 8.0 dan 1 mL contoh. Lalu di inkubasi pada suhu 370C selama 6 jam. Selanjutnya dilakukan titrasi menggunakan NaOH 0,005 N Satu unit aktivitas lipase didefinisikan sebagai volume 0.05 N NaOH yang dibutuhkan untuk menetralisir asam lemak yang dihasilkan selama 6 jam inkubasi dengan substrat dan setelah dikoreksi dengan blanko (Borlongan 1990 dalam Yulintine 2012). Aktivitas lipase dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Aktivitas lipase (unit/mg protein) =

Analisis Data

(15)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil pengamatan terhadap kelangsungan hidup larva ikan patin menunjukkan bahwa setiap perlakuan memiliki kelangsungan hidup yang tidak berbeda nyata. Pengamatan dilakukan secara visual dengan menghitung jumlah larva yang hidup pada akhir pemeliharaan. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan patin dapat dilihat pada Gambar 1. Tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan pemberian pakan alami, pemberian pakan buatan mulai d3, d6 dan d9 berturut-turut adalah 63,67±2,28 %, 64,67±0,72 %, 70±1,90 % dan 76±1,60 % dan tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan (p>0,05).

Gambar 1 Kelangsungan hidup larva ikan patin yang dipelihara selama 14 hari.

Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05).

Hasil pengamatan terhadap panjang akhir larva ikan patin selama pemeliharaan mengalami perbedaan secara signifikan antar perlakuannya (Gambar 2). Panjang total larva di akhir penelitian pada perlakuan tanpa pakan buatan, pemberian pakan buatan mulai d3, d6 dan d9 berturut-turut adalah 1,87±0,03 cm, 1,22±0,03 cm, 1,51±0,15 cm dan 1,66±0,10 cm. Panjang total larva ikan patin yang diberi cacing sutra tanpa pakan buatan memiliki panjang yang tertinggi. Semakin cepat periode pemberian pakan buatan untuk menggantikan cacing, menghasilkan pertumbuhan larva yang semakin rendah, dicirikan dengan panjang total larva yang semakin rendah (p<0,05).

(16)

6

Gambar 2 Panjang larva ikan patin di akhir penelitian (d14).

Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05).

Larva patin yang telah dipanen kemudian dilakukan uji aktivitas enzimnya. Aktivitas enzim yang diuji meliputi enzim protease dan lipase. Aktivitas protease terlihat hasil yang bervariasi antar setiap perlakuan. Pada perlakuan tanpa pakan buatan, pemberian pakan buatan mulai d3, d6 dan d9 memiliki aktivitas enzim protease berturut-turut adalah 0,0161±0,0074 unit/mg protein, 0,0373±0,0096 unit/mg protein, 0,0334±0,0047 unit/mg protein dan 0,0260±0,0093 unit/mg protein. Aktivitas enzim protease larva ikan patin yang diberi cacing sutra tanpa pakan buatan memiliki nilai aktivitas protease yang paling rendah (p<0,05). Semakin cepat periode pemberian pakan buatan, untuk menggantikan cacing, menghasilkan aktivitas enzim potease yang semakin tinggi (Gambar 3).

Gambar 3 Aktivitas enzim protease larva ikan patin pada akhir penelitian (d14).

Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05).

c

b

ab

a

(17)

7 Aktivitas enzim lipase menunjukkan hasil yang berbeda antara perlakuan yang tanpa pakan buatan dengan pakan buatan (p<0,05). Pada perlakuan yang tanpa pakan buatan memiliki aktivitas lipase yaitu sebesar 5,1618±0,3699 unit/mg protein. Sedangkan perlakuan pakan buatan ketiganya memliki aktivitas enzim yang relatif sama yaitu pemberian pakan buatan mulai d3 sebesar 9,6477±0,8139 unit/mg protein, d6 sebesar 9,6207±1,4748 unit/mg protein dan d9 sebesar 9,9938±1,3081 unit/mg protein. Ketiga perlakuan pakan buatan ini memiliki akitivitas enzim lipase yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pakan buatan (Gambar 4).

Gambar 4 Aktivitas enzim lipase larva ikan patin pada akhir penelitian (d14)

Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05).

Pembahasan

Data parameter panjang total larva ikan patin di akhir penilitian menunjukkan nilai yang berbeda. Tinggi rendahnya nilai pertumbuhan panjang dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan dengan pemberian pakan cacing sutra tanpa pakan buatan, sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan yang diberi pakan buatan mulai hari ke-3. Semakin cepat diberikannya pakan buatan, maka pertumbuhan larva juga semakin rendah. Tingginya panjang total pada pemberian pakan alami tanpa adanya pakan buatan diduga karena pakan alami lebih mudah dicerna dibandingkan dengan pakan buatan. Hal ini disebabkan cacing kaya akan enzim yang membantu dalam proses pencernaan sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik bagi larva ikan patin. Selain itu, rendahnya pertumbuhan pada perlakuan pakan buatan diduga karena aktivitas enzim yang masih rendah. Aktivitas enzim yang rendah dipengaruhi oleh sistem saluran pencernaan yang masih sederhana. Namun, berdasarkan hasil analisis aktivitas enzim protease bahwa pada larva yang memiliki panjang palin rendah mempunyai nilai aktivitas enzim yang tinggi pada akhir masa pemeliharaan. Menurut Effendi et al. (2003) larva ikan patin sudah mulai memiliki enzim protease sehari setelah menetas. Aktivitas enzim protease ini menurun pada larva umur 3 hari, selanjutnya meningkat tajam hingga larva umur 7 hari, kemudian menurun tajam hingga larva umur 10 dan akhirnya menurun

(18)

8

landai. Aktivitas protease mencapai maksimal pada larva berumur 7 hari. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan, ikan yang memiliki panjang total yang rendah dengan aktivitas enzim protease yang tinggi disebabkan oleh ukuran panjang larva ikan patin. Ukuran panjang ikan patin pada perlakuan ini seharusnya dapat dicapai dalam waktu 7 hari sehingga dengan panjang total yang rendah memiliki aktivitas enzim yang besar walaupun larva ikan tersebut berumur 14 hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Kollovski et al. (1993) dalam Effendi et al. (2003) bahwa aktivitas enzim pencernaan lebih berkorelasi dengan panjang tubuh larva dibandingkan dengan umur. Selanjutnya semakin tinggi panjang total larva maka perkembangan saluran pencernaan sudah mulai berfungsi secara sempurna yang menyebabkan aktivitas enzim semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Cahu dan Zambomino-infante (1994) dalam Yulintine (2012), bahwa meningkatnya fungsi lambung memungkinkan aktvitas protease menurun.

Berdasarkan Haryati (2002), larva ikan betutu yang diberi pakan buatan umur 10, 15, dan 20 hari menunjukkan aktivitas enzim lebih rendah dibandingkan dengan yang diberi pakan campuran dan pakan alami berupa Brachionus. Aktivitas enzim yang rendah inilah yang membuat nutrien yang masuk ke tubuh larva ikan kurang terserap secara baik, sehingga larva kekurangan energi yang menyebabkan pembentukan organ terhambat dan menghambat proses pertumbuhan. Menurut Sugito & Asnawi (2009) pada stadia benih pakan yang sesuai untuk pertumbuhan adalah pakan alami, antara lain tubifeks, moina, dan jentik nyamuk. Pemberian pakan tubifeks dibandingkan dengan pakan buatan menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik. Larva yang diberikan tubifeks dengan waktu yang lebih lama menghasilkan pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan larva yang langsung diberikan pakan buatan setelah masa pemberian Artemia habis. Hal ini sesuai dengan pendapat Asnawi & Sugito (2009) bahwa pemberian pakan tubifeks dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih seperti pada benih ikan gurami.

Tingkat kelangsungan hidup larva ikan patin dari keempat perlakuan yang dicobakan terlihat bahwa tingkat kelangsungan hidup tidak berbeda nyata antar perlakuan. Larva ikan patin bertahan hidup dengan memakan makanan yang diberikan baik tubifeks maupun pakan buatan. Walaupun dengan pemberian pakan buatan membuat larva ikan patin mengalami pertumbuhan yang lambat, akan tetapi larva ikan patin masih bisa bertahan hidup. Pertumbuhan rendah akibat pemberian pakan buatan diduga karena larva belum mampu memanfaatkan pakan tersebut dengan baik karena enzim protease dan lipase pada alat pencernaan belum berfungsi dengan sempurna sehingga proses pencernaan di dalam tubuh larva ikan patin tidak berlangsung dengan baik. Hal ini disebabkan pakan buatan dalam lambung kurang berhasil untuk menginduksi sekresi enzim pencernaan ke dalam intestine seperti yang terjadi pada pemberian pakan buatan mikrokapsul (Cahu & Zambonino-infante 1997) dalam Yulintine (2012).

(19)

9 aktivitas lipase paling tinggi diantara semua perlakuan. Hal ini dimungkinkan karena pengaruh pemberian pakan buatan belum dapat dicerna dengan baik oleh larva. Larva ikan patin yang diberi pakan buatan memiliki saluran pencernaan yang lambat berkembang. Sehingga dalam saluran pencernaan tersebut masih memproduksi enzim lipase. Produksi enzim lipase pada saluran pencernaan meningkat disebabkan larva ikan berusaha untuk mencerna makanan. Namun pemberian pakan buatan tidak dapat memanfaatkan enzim tersebut. Sedangkan pada larva ikan yang diberi pakan alami memiliki saluran pencernaan yang sudah berkembang dicirikan dari panjang tubuhnya lebih besar. Perkembangan saluran pencernaan ini berkolerasi dengan aktivitas enzim pencernaan dalam tubuh. Semakin sempurna bentuk dari saluran pencernaan larva ikan, maka produksi enzim semakin menurun. Hal ini memungkin larva yang memiliki saluran pencernaan yang sempurna dapat mencerna pakan buatan.

SIMPULAN

Pada delapan hari pertama umur larva ikan patin, mutlak diberikan pakan alami. Pakan buatan dapat digunakan sebagai pengganti pakan alami mulai larva umur sembilan hari.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad RZ. 2007. Aktivitas kinitase dan protease pada cendawan nematofogus (Duddingtonia flagrans dan Saccharomyces cerevisiae). Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Besar Penelitian Veteriner. Effendi I, Widanarni dan Augustine D. 2003. Perkembangan enzim pencernaan

larva ikan patin, Pangasius hypophthalmus sp. Jurnal Akuakultur Indonesia. Jurusan Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Gawlicka A, Parent B, Horn MH, Ross N, Opstad I, and Torrissen OJ. 2000. Activity of digestive anzyme in yolk-sac larvae of Atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus): indication of readiness for first feeding. Jurnal Aquaculture 184 Hal: 303-314. Institute for Marine Biosciences, National Research Council Canada.

Haryati. 2002. Respon larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) terhadap pakan buatan dalam sistem pembenihan. [tesis]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Muchlisin ZA, Ahmad D, Rina F, Muhammadar dan Musri M. 2003. Pengaruh beberapa jenis pakan alami terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Biologi Vol: 3 No. 2

(20)

10

Takeuchi T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrition. In Watanabe T, ed. Fish Nutrition and Mariculture, JICA Textbook the General Aquaculture Course. Tokyo: Kanagawa internat. Fish. Training Center. P 179-229

(21)

11

LAMPIRAN

Lampiran 1 Prosedur analisis proksimat

A. Kadar Protein Tahap Oksidasi

1. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl.

2. Katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 1.5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl.

3. 10 ml H2SO4 pekat ditimbahkan ke dalam labu Kjedahl dan kemudian labu tersebut dipanaskan dalam rak oksidasi/ digestion pada suhu 400ºC selama 3-4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau bening.

4. Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destilasi 100 ml. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades sampai volume larutan mencapai 100 ml. Larutan sampel siap didestilasi.

Tahap Destilasi

1. Beberapa tetes H2SO4 dimasukkan kedalan labu, sebelumnya labu diisi setengahnya dengan akuades untuk menghindari kontaminasi oleh amonia lingkungan. Kemudian didihkan selama 10 menit.

2. Erlenmeyer diisi 10 ml H2SO4 0.05 N dan ditambahkan 2 tetes indicator methyl red diletakkan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan.

3. 5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui corong yang kemudian dibilas dengan akuades dan ditambahkan 10 ml NaOH 30% lalu dimasukkan melalui corong tersebut dan ditutup.

4. Campuran alkalin dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10 menit sejak terjadi pengembunan pada kondensor.

Tahap Titrasi

1. Larutan hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0.05 N 2. Volume hasil titrasi dicatat

3. Prosedur yang sama juga dilakukan pada blanko

(22)

12

B. Kadar Lemak Metode ekstraksi Soxhlet

1. Labu ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ºC dalam waktu 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bobot labu tersebut (X1).

2. Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram (A), dan dimasukkan ke dalam selongsong tabung filter dan dimasukkan ke dalam soxhlet dan pemberat diletakkan di atasnya.

3. N-hexan 100-150 ml dimasukkan ke dalam soxhlet sampai selongsong terendam dan sisa N-hexan dimasukkan ke dalam labu.

4. Labu yang telah dihubungkan dengan soxhlet dipanaskan di atas water bath

sampai cairan yang merendam sampel dalam soxhlet berwarna bening. 5. Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga N-hexan menguap

6. Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 60 menit, kemudian didinginkan dalam desikatot selama 30 menit dan ditimbang (X2).

Kadar Lemak (%) = x 100%

Metode Floch

1. Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram (A) dan dimasukkan ke dalam gelas homogenize dan ditambahkan larutan kloroform / methanol(20xA), sebagian disisakan untuk membilas pada saat penyaringan.

2. Sampel dihomogenizer selama 5 menit setelah itu disaring dengan vacum pump.

3. Sampel yang telah disaring tersebut dimasukkan dalam labu pemisah yang telah diberi larutan MgCl2 0.03 N (0.2xC), kemudian dikocok dengan kkuat minimal selama 1 menit kemudian ditutup dengan alumunium foil dan didiamkan selama 1 malam.

4. Labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 110 ºC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1). 5. Lapisan bawah yang terdapat dalam labu pemisah disaring kedalam labu

silinder kemudian dievaporator sampai kering. Sisa kloroform / methanol yang terdapat dalam labu ditiup dengan menggunakan vacuum.

6. Stelah sisa kloroform / methanol dalam labu habis, labu dimasukkan kedalam oven selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian di timbang (X2).

Kadar Lemak (%) = x 100%

C Kadar Air

1. Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1) 2. Bahan ditimbang 2-3 gram.

3. Cawan dan bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ºC selama 4-6 jam kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2) 4.

(23)

13

D. Kadar Abu

1. Cawan dan bahan dipanaskan dlama oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)

2. Bahan ditimbang 2-3 gram(A)

3. Cawan dan bahan dipanaskan dalam tanur pada suhu 600 ºC sampai menjadi abu kemudian dimasukkan kedalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. (X2)

Kadar Abu (%) = x 100%

E. Kadar Serat Kasar

1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110 ºC setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (X1)

2. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram (A) dimasukkan kedalam Erlemeter 250 ml

3. H2 SO4 0.3 N sebanyak 50 ml ditambahakan ke dalam erlemeyer kemudian di panaskan diatas pembakar bunsen selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1.5 N sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam Erlemeyer dan dipanaskan kembali 30 menit.

4. Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong Buchner dan hubungkan pada vacuum pump untuk memepercepat filtrasi. 5. Larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner kemudian dibilas secra

berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2 SO4 0.3 N, 50 ml air panas, dan 25 ml aseton.

6. Kertas saring dan residu bahan dimasukkan dalam cawan porselin, lalu dipanaskan dalam oven 105 – 110 ºC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (x2)

7. Setelah itu di panaskan dalam tanur 600 ºC hingga berwarna putih atau menjadi abu (±4 jam). Kemudian dimasukkan dalam oven 105-110 ºC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X3)

Kadar Serat Kasar = x 100%

Lampiran 2 Prosedur analisis enzim

A. Preparasi sampel

Usus, isi lambung,ikan kecil segar ditimbang, kemudian ditambahkan larutan buffer Tris (20 mM Tris HCl, 1 mM EDTA, 10 mM CaCl2, pH 7.5) dengan perbandingan 10%.Lalu dimasukkan kedalam tabung effendorf dan disentrifuge selama 10 menit 12.000 rpm suhu 4˚C.Diambil supernatantnya,dan dilakukan berbagai analisis enzim terhadap supernatant tersebut.

B. Enzim protease

(24)

14

2. Masukkan buffer phosphat 0.05 M pH 7 sebanyak 1 mL kedalam semua tabung reaksi.

3. Lalu masukkan larutan substrat casein 20 mg/mL pH 7 sebanyak 1 mL juga kedalam semua tabung reaksi.

4. Kemudian masukkan contoh sebanyak 0.2 mL, kedalam tabung reaksi contoh saja.

5. Masukkan 0.2 mL larutan standar Tirosin 5 mmol/L kedalam tabung reaksi untuk standar.

6. Dan masukkan 0.2 mL aquadest kedalam tabung reaksi untuk blanko. 7. Inkubasi pada suhu 37ºC selama 10 menit.

8. Tambahkan larutan TCA 0.1 M sebanyak 2 ml kedalam semua tabung. 9. Tambahkan larutan CaCl2 2 mmol/L sebanyak 0.2 mL kedalam tabung

blanko dan standar, sedangkan kedalam tabung sampel/contoh ditambahkan 0.2 mL aquadest.

10. Diamkan pada suhu 37ºC selama 10 menit.

11. Sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm.

12. Filtrat dari masing-masing tabung diambil 1.5 mL, ditambahkan 5 mL Na2CO3 0.4 M kedalam setiap tabung, lalu larutan Folin Ciaocalteau (1:1) sebanyak 1 ml.

13. Didiamkan selama 20 menit pada suhu 37ºC.

14. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada λ 578 nm.

C. Enzim lipase

1. Dipipet 1,5 mL substrat lipase murni (minyak zaitun murni), dan dimasukkan kedalam erlenmeyer ukuran 100-125 mL.

2. Kemudian ditambahkan 1 mL Tris-HCl 0.1 M pH 8.0 kedalam erlenmeyer tersebut, dan 1 mL contoh.

3. Dihomogenkan lalu diinkubasi pada suhu 37ºC selama 6 jam.

(25)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 17 Maret 1993. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Ruslan dan Sorianum Siregar, BA. Penulis mengawali pendidikan di SDN No. 068006 pada tahun 1998-2004. Melanjutkan pendidikan di MTs. Negeri 1 Model Medan pada tahun 2004-2007 dan MAN 1 Medan pada tahun 2007-2010.

Pada tahun 2010, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dan memilih Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai Anggota Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan (IMMAM) periode 2010/2011, pengurus dan anggota Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2011/2012. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pembuatan Pakan 2013/2014. Penulis juga pernah mengikuti lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI).

Selain itu, penulis juga aktif di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis pernah melaksanakan magang kerja di Balai Budidaya Air Payau Situbondo dengan mengambil komoditas udang vannamei. Penulis pernah melaksanakan praktik lapangan akuakultur (PLA) dengan judul “Pembesaran Lobster Pasir

(Panulirus homarus) di Balai Budidaya Laut Sekotong, Lombok, Nusa

Gambar

Tabel 1  Kisaran kualitas air media budidaya ikan selama penelitian
Tabel 2  Hasil analisis proksimat (% bobot basah) pakan yang digunakan di dalam penelitian
Gambar 1  Kelangsungan hidup larva ikan patin yang dipelihara selama 14 hari. Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05)
Gambar 3  Aktivitas enzim protease larva ikan patin pada akhir penelitian (d14). Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal dengan sebagai Hipertensi.. merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari

Kadar abu yang terendah terdapat pada ki pasang, sedangkan kadar abu yang tertinggi terdapat pada sempur lilin, kadar silika terendah terdapat pada ki bugang

Pada LKS berbasis pendekatan saintifik materi laju reaksi diketahui menyajikan fenomena berupa gambar, rumus kimia, dan persamaan kimia yang mengakibatkan KPS siswa

Perlakuan panas hardening adalah salah satu proses untuk mengubah struktur logam dengan jalan memanaskan benda ker- ja dalam furnace (tungku) pada temperatur yang

Manajemen dan Ilmu Komputer) di Surakarta terdapat 6 dosen matematika dengan berbagai bidang keahlian. Matematika merupakan salah satu ilmu yang menjadi dasar.. perkuliahan

Mikroba tanah diketahui menghasilkan antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen tanah.Pada penelitian Berbasis Laboratorium (2010/2011) telah berhasil

Hasil penelitian di lapangan, tergambar pada peran yang telah dilakukan terutama pada sistem pembinaan, perekrutan tenaga keolahragaan terutama terhadap guru

Menurut ketentuan Pasal 584 KUHPerdata menyebutkan bahwa “ hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan,