• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi Saluran Pemasaran Garam Rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efisiensi Saluran Pemasaran Garam Rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI SALURAN PEMASARAN GARAM RAKYAT

DI DESA PADELEGAN, KECAMATAN PADEMAWU,

KABUPATEN PAMEKASAN, MADURA, JAWA TIMUR

CAMPINA ILLA PRIHANTINI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efisiensi Saluran Pemasaran Garam Rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec., dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 8 Mei 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

CAMPINA ILLA PRIHANTINI. Efisiensi Saluran Pemasaran Garam Rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT.

Permasalahan utama dalam usaha garam rakyat adalah sistem pembiayaan dan pemasaran. Adanya dominasi peran tengkulak membuat permasalahan produksi garam dalam negeri semakin kompleks. Tujuan utama penelitian adalah 1) mengidentifikasi karakteristik petani berdasarkan kepemilkan lahan, 2) mengestimasi rata-rata produktivitas lahan garam berdasarkan kepemilikan lahan, 3) mengestimasi rata-rata pendapatan petani garam, dan 4) mengestimasi tingkat efisensi saluran pemasaran, dan 5) mengestimasi rata-rata penerimaan dan pendapatan tengkulak dalam pemasaran garam di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. Hasil analisis menunjukkan pada umumnya petani garam rakyat Desa Padelegan berada dalam usia yang produktif untuk melakukan usaha tani dan mereka telah menamatkan pendidikan tingkat dasar, yakni Sekolah Dasar (SD). Kelompok petani dengan lahan bagi hasil (BH) lebih produktif daripada dua kelompok petani lainnya (petani dengan lahan milik sendiri dan petani dengan lahan sewa). Selanjutnya, Saluran Pemasaran (SP) 1 lebih efisien daripada Saluran Pemasaran 2 dengan nilai farmer’s share sebesar 95,83 % untuk KP 1, 94,74 % untuk KP 2, dan 94,12 % untuk KP 3. Rata-rata pendapatan kelompok petani bagi hasil (BH) merupakan rata-rata pendapatan yang paling kecil daripada dua kelompok petani lainnya. Rata-rata pendapatan petani dengan lahan bagi hasil (BH) adalah sebesar Rp 11..804.600 per orang per tahun. Rata-rata penerimaan tengkulak dalam pemasaran garam rakyat di Desa Padelegan adalah sebesar Rp 1.186.472.500 per orang per tahun dan rata-rata pendapatannya sebesar Rp 336.000.300 per orang per tahun. Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan terkait perbaikan sistem permodalan dan pemasaran garam rakyat di Desa Padelegan.

(6)
(7)

ABSTRACT

CAMPINA ILLA PRIHANTINI. The Efficiency of Salt Marketing Channels in Padelegan Village, Pademawu Subdistrict, Pamekasan Regency, Madura, East Java. Supervised bu YUSMAN SYAUKAT.

The main problem in salt production are the financing and marketing subsystem. The middleman’s dominance made the condition of salt production more complicated. The objectives of this study are 1) to identify the characteristics of farmers based on the land right, 2) to estimate the average land productivity, 3) to estimate the average income of farmers, 4) to estimate the efficiency of marketing channels, and 5) to estimate income and revenue of the middleman. Based on analysis, most of the farmers are being in productive age and they had graduated on elementary school level. The BH (Bagi Hasil) Farmer is more productive than others (MS Farmer and SW Farmer). The first marketing channel (SP 1) is more efficient than the second one, which its farmer’s share are 95,83 % for KP 1, 94,74% for KP 2, and 94,12 % for KP 3. The BH Farmer has the lowest average income than others. These farmers get avarge income about Rp 11.804.600 per person per year. Every middleman in Padelegan Village got avarage revenue Rp 1.186.472.500 per year and their average income was Rp 336.000.300 per year per person. The result of this study can be a basic to make a policy about salt financing and marketing system in Padelegan Village.

(8)
(9)

EFISIENSI SALURAN PEMASARAN GARAM RAKYAT

DI DESA PADELEGAN, KECAMATAN PADEMAWU,

KABUPATEN PAMEKASAN, MADURA, JAWA TIMUR

CAMPINA ILLA PRIHANTINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 dengan judul Efisiensi Saluran Pemasaran Garam Rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur.

Penulis mengucapkan terimakasih yang kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penulisan dan penyelesaian tugas akhir ini, terutama kepada :

1. Ayahanda tercinta (Bambang Setiawan, S.Pt.), Ibu tercinta (Lailatul Hairiyah), Nenek tercinta (Hj. Sutimah), dua adik tersayang (Niswah Saffanah Mauludina dan Nauval Barikh Shaabir), serta keluarga besar yang tak henti-hentinya mencurahkan kasih-sayang kepada saya.

2. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. sebagai pengganti sosok ayah dan selaku dosen pembimbing skripsi saya yang telah memberikan waktu, kesempatan, motivasi, bimbingan, dan ilmu yang in sya Allah bermanfaat hingga akhir hayat saya.

3. Bapak Novindra, S.P., M.Si. dan Bapak Kastana Sapanli, S.Pi., M.Si. selaku dosen penguji utama dan dosen penguji Departemen ESL FEM IPB atas saran, kritik, dan bimbingannya selama ujian sidang berlangsung. 4. Bapak Ir. Ujang Sehabudin, M.Si. yang pernah menjadi dosen

pembimbing skripsi saya atas saran dalam penemuan topik penelitian saya. 5. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T. selaku dosen pembimbing akademik saya yang juga telah memberikan banyak motovasi, bimbingan, dan ilmu kepada saya.

6. Bapak Muhammad Jakfar, Bapak Nurul Hidayat dari PT Garam (Persero), Bapak Yanto, Bapak/Ibu perangkat Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Bapak/Ibu di jajaran Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pamekasan, dan Bapak/Ibu yang telah bersedia menjadi responden dan membagi ilmu selama waktu penelitian.

7. Seluruh dosen di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB yang telah banyak memberikan ilmu, pengalaman, dan bimbingan selama masa kuliah.

8. Saudara saya dalam satu bimbingan skripsi (Anis, Aida, Erlin, Gita, Tommy, Nurul, dan Relita) yang tak henti-hentinya untuk saling mengingatkan dan menguatkan.

9. Saudara saya dalam satu rumah OMDA GASISMA yang selalu mendukung saya sejak pertama menginjakkan kaki di IPB.

10. Rekan-rekan saya dalam kepengurusan BEM FEM IPB Kabinet Prioritas dan Simfoni, Manajemen AgriSocio, Sekolah PascaSarjana EPN 2014, grup ULTAH, liqo’, dan praktikan Ekonomi Umum yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada saya.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 8 Mei 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saluran Pemasaran ... 7

2.2 Fungsi Lembaga Pemasaran ... 7

2.3 Konsep Efisiensi Saluran Pemasaran ... 8

2.3.1 Konsep Marjin Pemasaran ... 8

2.3.2 Konsep Farmer’s Share ... 9

2.4 Analisis Pendapatan Usahatani ... 10

2.4.1 Struktur Penerimaan Usahatani ... 11

2.4.2 Struktur Biaya Usatani ... 11

2.4.3 Keuntungan Usahatani ... 11

2.5 Usaha Garam Rakyat ... 11

2.6 Status Petani Berdasarkan Kepemilikan Lahan Garam ... 13

2.7 Penelitian Terdahulu ... 14

2.8 Kebaruan Penelitian ... 14

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Operasional ... 19

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 21

4.3 Penentuan Jumlah Responden ... 21

4.3.1 Penentuan Jumlah Reponden Petani Garam Rakyat ... 21

4.3.2 Penentuan Jumlah Responden Tengkulak... 21

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 22

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 22

4.5.1 Analisis Deskriptif Kualitatif-Kuantitatif Usaha Garam Rakyat ... 22

4.5.2 Analisis Penerimaan Tengkulak ... 23

4.5.3 Analisis Rata-rata Pendapatan Usahatani Garam Rakyat ... 24

4.5.3.1 Struktur Penerimaan Usaha Garam Rakyat ... 24

4.5.3.2 Struktur Biaya Usaha Garam Rakyat ... 25

4.5.3.3 Keuntungan Usaha Garam Rakyat ... 27

4.5.4 Analisis Saluran dan Efisiensi Saluran Pemasaran ... 27

(16)

4.5.4.2 Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran dengan Farmer’s Share 28 BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Desa Padelegan ... 31

5.3 Kondisi Usaha Garam Rakyat di Desa Padelegan ... 32

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Klasifikasi Petani Garam Berdasarkan Kepemilikan Lahan ... 35

6.2 Karakteristik Petani Garam Berdasarkan Kepemilikan Lahan ... 36

6.3 Rata-rata Produktivitas Lahan Garam ... 40

6.4 Analisis Tingkat Pendapatan Petani Garam Rakyat ... 40

6.5 Analisis Saluran Pemasaran Garam Rakyat ... 43

6.5.1 Saluran Pemasaran ... 43

6.5.2 Fungsi Pemasaran ... 46

6.6 Analisis Efiensi Saluran Pemasaran Garam Rakyat ... 49

6.6.1 Kualifikasi Garam Rakyat ... 49

6.6.2 Sistem Pembelian Garam oleh Tengkulak ... 49

6.6.3 Penentuan Harga Garam ... 50

6.6.4 Marjin Pemasaran ... 51

6.6.5 Farmer’s Share ... 53

6.7 Estimasi Penerimaan dan Pendapatan Tengkulak dalam Saluran pemasaran Garam Rakyat ... 56

6.7.1 Estimasi Penerimaan Tengkulak dalam Saluran Pemasaran Garam Rakyat ... 57

6.7.2 Estimasi Pendapatan Tengkulak dalam Saluran Pemasaran Garam Rakyat ... 59

BAB VII PENUTUP 7.1 Simpulan ... 63

7.2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN ... 67

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Produksi dan Konsumsi Garam Nasional 2007-2011 ... 1

1.2 Jumlah Produksi Garam di Empat Kabupaten Pulau Madura... 2

1.3 Banyaknya Penambang Garam dan Luas Areal Pertambangan Garam Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Pamekasan Tahun 2013 ... 2

1.4 Harga Garam di Tingkat Petani Garam di Kecamatan Pademawu Tahun 2014 ... 4

2.1 Matriks Penelitian Terdahulu ... 15

4.1 Matriks Metode Analisis Data ... 22

6.1 Karakteristik Petani Lahan MS dan Petani Lahan BMS ... 38

6.2 Rata-rata Produktivitas Petani Garam Rakyat ... 39

6.3 Faktor Penyusutan Setiap Input Produksi Garam Rakyat ... 40

6.4 Rata-rata Pendapatan Petani Garam Rakyat ... 41

6.5 Fungsi Lembaga Pemasaran Garam Rakyat ... 46

6.6 Marjin Pemasaran Garam Rakyat KP 1 ... 51

6.7 Marjin Pemasaran Garam Rakyat KP 2 ... 52

6.8 Marjin Pemasaran Garam Rakyat KP 3 ... 53

6.9 Farmer’s Share Saluran Pemasaran Garam Rakyat ... 54

6.10 Analisis Penerimaan Tengkulak dari Kualitas Garam ... 57

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 2.1 Contoh Saluran Pemasaran ... 7 2.2 Kurva Marjin Pemasaran ... 9 3.1 Kerangka Pemikiran Operasional ... 20 6.1 Saluran Pemasaran Garam Rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Penelitian untuk Petani Garam ... 69

2. Kuesioner Penelitian untuk Tengkulak ... 76

3. Karakteristik Petani dan Struktur Pendapatan Petani Lahan Milik Sendiri .. 81

4. Karakteristik Petani dan Struktur Pendapatan Petani Lahan Sewa ... 86

5. Karakteristik Petani dan Struktur Pendapatan Petani Lahan Bagi Hasil ... 91

6. Penentuan Rata-rata Biaya Produksi Garam Berbagai KP ... 108

(20)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara kepulauan di dunia. Kepemilikan garis pantai terpanjang di dunia, yakni 95.181 km adalah bukti nyata Indonesia sebagai salah satu negara maritim. Bukan hanya itu, luas lautan Indonesia adalah sekitar 70 persen (5,8 juta km2) dari luas wilayah Indonesia secara keseluruhan. Sumberdaya alam dan hayati yang terkandung di dalam lautan Indonesia tentu sangat beragam. Sumberdaya alam dan hayati ini tentu memberikan dampak yang luar biasa dalam sektor perdagangan dan industri berbasiskan kelautan dan wilayah pesisir-pantai. Salah satunya adalah industri garam.

Garam merupakan salah satu kebutuhan pokok yang memiliki peranan penting dalam dunia pangan dan industri. Industri penggaraman merupakan industri yang strategis dan terus berkembang, sehingga permintaannya, baik jenis maupun penggunaannya, terus meningkat. Data mengenai terus berkembangnya jumlah garam yang diminta, disajikan dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Konsumsi dan Produksi Garam Nasional 2007-2011 (Ton)

Tahun Konsumsi Garam Produksi Garam Volume Impor

2007 2.706.300 1.352.400 1.661.488 2008 2.742.000 1.199.000 1.657.548 2009 2.783.250 1.371.000 1.701.418 2010 2.870.000 30.600 2.083.343 2011 3.405.000 1.113.118 2.835.871 Sumber : Kementerian Perindustrian dan WITS (2012)

Tabel 1.1 menyajikan informasi mengenai konsumsi garam nasional yang terus meningkat setiap tahunnya. Konsumsi garam nasional mencerminkan jumlah permintaan garam nasional. Jumlah produksi garam rakyat bersifat fluktuatif dalam upaya memenuhi kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun. Produksi garam rakyat tahun 2010 hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi garam nasional sekitar 1,07 persen saja. Hal ini terjadi karena panjangnya musim hujan yang membuat musim produksi garam menjadi singkat. Impor garam dilakukan untuk memenuhi kebutuhan garam industri (Kemala 2013). Volume garam impor dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan.

Empat sampai lima tahun terakhir, industri penggaraman di Indonesia tengah mengalami keterpurukan. Sejak tahun 2010 hingga 2013 industri ini menjadi topik pembicaraan para pakar ekonomi nasional. Puncaknya adalah tahun 2012 dimana pemerintah mendeklarasikan program Swasembada Garam Nasional di tahun 2012 (Apriliana 2013). Program ini bertujuan untuk mengurangi dan menghapuskan impor garam dari luar. Namun program tersebut belum mampu terlaksana hingga saat ini1. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Faktor teknis misalnya adalah minimnya kesiapan petani garam rakyat dan kelembagaan yang berperan penting di dalamnya. Petani garam rakyat yang masih menggunakan metode tradisional dan sangat bergantung pada faktor alam

1

(21)

menyebabkan mereka memiliki banyak hambatan dalam upaya pencapaian program tersebut. Selain itu, faktor permodalan dan pemasaran juga turut menjadi momok dalam kegiatan produksi garam rakyat.

Salah satu produsen garam nasional adalah Provinsi Jawa Timur. Jawa Timur sebagai salah satu pemasok garam terbesar di Indonesia, yakni sekitar 47 persen. Dari angka tersebut dapat disimpulkan hampir 50 persen kebutuhan garam nasional ditopang dan dipasok oleh provinsi Jawa Timur, lebih tepatnya adalah Pulau Madura. Tiga dari empat kabupaten di Pulau Madura adalah produsen garam, yakni Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep. Jumlah produksi garam di empat kabupaten di Pulau Madura disajikan dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Jumlah Produksi Garam di Empat Kabupaten Pulau Madura

Kabupaten Produksi (Ton)

2007 2008 2009 2011

Bangkalan 4.000 0 0 3.515

Sampang 189.000 180.000 230.000 321.441 Pamekasan 64.000 88.000 99.000 65.238 Sumenep 99.000 94.000 105.750 154.275 Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan (2012)

Tabel 1.2 memperlihatkan perkembangan produksi garam di empat kabupaten di Pulau Madura. Kabupaten Pamekasan mengalami peningkatan produksi pada tahun 2007 hingga tahun 2009. Tahun 2011, produksi garam di Kabupaten Pamekasan mengalami penurunan. Berbeda dengan dua kabupaten penghasil garam, yakni Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Sampang dimana keduanya mengalami penurunan jumlah produksi garam pada tahun 2008. Kabupaten Bangkalan tidak terlalu tinggi jumlah produksi garanya disebabkan luas lahan garam di kabupaten ini juga rendah dibandingkan tiga kabupaten lainnya.

Kecamatan Pademawu merupakan salah satu produsen garam di Kabupaten Pamekasan. Kecamatan ini memiliki potensi untuk dilakkan pengembangan industri garam, yakni lahan garam yang cukup luas dan jumlah tenaga kerja yang cukup tinggi jumlahnya. Tabel 1.3 menyajikan informasi mengenai luas lahan dan jumlah penambang garam tiga kecamatan di Kabupaten Pamekasan.

Tabel 1.3 Banyaknya Penambang Garam dan Luas Areal Pertambangan Garam Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Pamekasan Tahun 2013

Kecamatan

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pamekasan (2014)

(22)

dimiliki oleh Kecamatan Pademawu berada di urutan kedua dengan luas 764,88 Ha. Luasan ini berbeda dengan Kecamatan Galis yang luasnya mencapai 1.261,94 Ha namun luas lahan tersebut sudah termasuk lahan PT Garam (Persero) Kabupaten Pamekasan. Dengan demikian, usaha garam rakyat di Kecamatan Pademawu juga perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Usaha garam rakyat di Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan sangat bergantung pada dua hal, yakni permodalan dan pemasaran. Dua hal tersebut dapat dikatakan sebagai dua permasalahan utama dalam usaha garam rakyat. Pemain utama dalam permodalan maupun pemasaran adalah tengkulak. Hal ini membuat peran tengkulak menjadi sangat dominan dalam usaha garam rakyat. Dampaknya adalah penguasaan harga dan terjadi permainan harga dalam saluran pemasaran garam rakyat oleh tengkulak. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa saluran pemasaran yang tidak efisien, dimana tengkulak mengambil share

pemasaran yang lebih banyak dari petani garam rakyat.

1.2 Perumusan Masalah

Usaha garam rakyat di Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan terbagi menjadi dua kelompok utama berdasarkan kepemilikan lahannya. Perbedaan kepemilikan lahan garam ini membuat status petani garam juga berbeda. Petani garam rakyat juga terbagi menjadi dua kelompok petani, yakni petani garam dengan lahan sendiri dan petani garam lahan bukan milik sendiri. Pembedaan petani garam rakyat ini menjadi salah satu hal menarik untuk dikaji mengenai usaha garam rakyat yang dilakukan selama satu musim terakhir.

Pada umumnya, petani garam rakyat menjual hasil produksinya kepada tengkulak. Hampir seluruh petani, baik petani dengan lahan garam sendiri, petani dengan lahan garam sewa, maupun petani dengan lahan garam bagi hasil, memasarkan hasil produksinya kepada tengkulak. Sistem pemasaran ini telah terjadi secara turun-temurun. Hal ini membuat saluran pemasaran garam rakyat begitu pendek. Saluran pemasaran yang pendek seharusnya dapat mencerminkan efisiensi saluran pemasaran. Saluran pemasaran dikatakan efisien jika mampu memberikan manfaat yang sama (equal) kepada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran. Namun, saluran pemasaran garam rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu diduga belum efisien karena terdapat lembaga pemasaran yang belum memperoleh manfaat yang sama. Salah satunya adalah petani garam rakyat sendiri. Indikator dari dugaan ini adalah adanya permainan harga yang dilakukan oleh tengkulak.

Tengkulak dalam usaha garam rakyat di Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan memiliki peran yang sangat besar. Pertama adalah dalam sistem pemasaran garam rakyat. Tengkulak berperan sebagai pedagang pengumpul dalam pemasaran garam rakyat, dimana hampir seluruh petani memasarkan hasil produksinya kepada tengkulak. Hal ini membuat perannya dalam saluran pemasaran tidak dapat dihindari dan menimbulkan adanya dominansi tengkulak. Dominansi tengkulak digambarkan dengan adanya permainan harga garam rakyat. Masing-masing tengkulak menetapkan harga jual garam yang berbeda kepada setiap petani. Bukan hanya itu, masing-masing desa di Kecamatan Pademwu juga memiliki harga jual garam yang berbeda pula. Informasi mengani perbedaan harga garam di tiga desa di Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan disajikan dalam Tabel 1.4.

(23)

Tabel 1.4 Harga Garam di Tingkat Petani Garam di Kecamatan Pademawu Tahun

Sumber : Data Primer (Wawancara) dari Petani Garam Rakyat Kecamatan Pademawu (2014)

Tabel 1.4 menyajikan informasi mengenai harga jual yang diterima oleh petani garam rakyat. Data di atas didasarkan pada hasil wawancara pra-survei yang dilakukan kepada beberapa petani garam di Kecamatan Pademawu. Masing-masing desa di Kecamatan Pademawu juga memiliki trend harga yang berbeda. Perbedaan harga garam yang diterima petani bahkan memiliki trend terendah dan tertinggi, yakni di Desa Padelegan. Fenomena ini merupakan hal yang lumrah terjadi dan seolah menjadi rahasia umum antara petani garam, tengkulak, maupun perusahaan garam. Adanya permainan harga yang dilakukan oleh tengkulak menggambarkan ketidakefisienan saluran pemasaran garam rakyat di Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan.

Peran kedua dari tengkulak adalah dalam sistem permodalan. Tengkulak yang telah menguasai sistem pemasaran juga cenderung menguasai sistem permodalan. Tengkulak menempatkan dirinya sebagai pemberi pinjaman modal dalam kegiatan produksi garam rakyat. Petani dengan lahan garam bagi hasil cenderung menggantungkan dirinya kepada tengkulak dalam hal permodalan. Penyediaan modal yang diberikan oleh tengkulak pada umumnya adalah lahan produksi dan modal uang tunai.

Berdasarkan uraian dan penjelasan diatas, maka permasalahan yang akan dianalisis adalah :

1) Bagaimana karakteristik petani dan rata-rata produktivitas lahan garam di Desa Padelegan berdasarkan kepemilikan lahan garam?

2) Bagaimana rata-rata pendapatan petani garam rakyat di Desa Padelegan? 3) Bagaimana tingkat efisiensi saluran pemasaran garam rakyat di Desa

Padelegan?

4) Bagaimana rata-rata pendapatan tengkulak dalam sistem pemasaran garam rakyat di Desa Padelegan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penelitian ini memiliki tujuan umum memberikan rekomendasi saluran pemasaran garam rakyat yang paling efisien sehingga dapat mengurangi dominansi tengkulak dalam usaha garam rakyat di Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi karakteristik dan rata-rata produktivitas lahan garam di Desa Padelegan berdasarkan kepemilikan lahan garam.

(24)

3) Mengestimasi tingkat efisiensi saluran pemasaran garam rakyat di Desa Padelegan.

4) Mengestimasi pendapatan total dan rata-rata pendapatan tengkulak dalam pemasaran garam rakyat di Desa Padelegan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi berbagai pihak, terlebih bagi peneliti. Bukan hanya itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat, ilmu pengetahuan, dan pemerintah sebagai pembuat dan pengambil kebijakan. Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat dalam berbagai hal, antara lain :

1) Bagi peneliti, penelitian ini merupakan tugas akhir dalam usaha mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

2) Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu rujukan pustaka dalam penulisan ilmiah selanjutnya.

3) Bagi petani garam rakyat di Pulau Madura, khususnya petani garam rakyat di Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani garam rakyat.

4) Bagi pemerintah, baik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pamekasan maupun pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan selaku pembuat dan pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu rekomendasi dalam sistem permodalan dan pemasaran garam rakyat.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi empat hal, yakni :

1) Petani garam yang menjadi objek dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok yang didasarkan pada kepemilikan lahan garam. Dua kelompok tersebut adalah a) petani lahan milik sendiri (MS) dan b) petani lahan bukan milik sendiri (BMS). Petani lahan BMS juga terbadi mnjadi dua kelompok, yakni a) petani dengan lahan sewa dan b) petani dengan lahan bagi hasil. 2) Objek penelitian selanjutnya adalah tengkulak. Tengkulak adalah pedagang

yang menjadi pihak atau lembaga yang membeli hasil produksi garam rakyat dari petani. Tengkulak yang dipilih adalah tengkulak yang memang melakukan pembelian dan memiliki lahan di Kecamatan Pademwu.

3) Tingkat efisiensi saluran pemasaran hanya dihitung hingga tingkat perusahaan garam. Hal ini disebabkan terlalu banyak data yang harus dikumpulkan jika meneliti hingga ke tingkat konsumen akhir. Selanjutnya, dianalisis saluran pemasaran seperti apakah yang paling efisien jika didasarkan pada sistem kepemilikan lahan garam di atas.

4) Analisis pendapatan digunakan untuk melihat sistem kepemilikan lahan garam seperti apakah yang paling menguntungkan bagi petani garam rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan.

(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Saluran Pemasaran

Limbong dan Sitorus (1987) menjelaskan bahwa pemasaran atau tataniaga adalah kegiatan atau aktivitas yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen hingga ke tangan konsumen. Selama proses perpindahan tersebut, terjadi proses-proes yang kemudian merubah bentuk produk dengan tujuan tertentu, seperti mempermudah penyalurannya, meningkatkan nilai, atau meningkatkan kepuasan konsumen.

Saluran pemasaran atau saluran tataniaga dapat diartikan sebagai kumpulan atau himpunan perusahaan atau perorangan yang mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari tangan produsen menuju tangan konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Saluran pemasaran dapat dicirikan dengan memperhatikan banyaknya tingkat saluran. Dalam saluran pemasaran terdapat panjang saluran pemasaran yang ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh suatu barang atau jasa. Gambar 2.1 menunjukkan beberapa saluran pemasaran yang panjangnya berbeda-beda.

Sumber : Limbong dan Sitorus (1987)

Gambar 2.1 Contoh Saluran Pemasaran

Saluran nol tingkat (zero level channel) menunjukkan bahwa tidak ada perantara antara prodesen terhadap konsumen. Artinya, produsen langsung menjual kepada konsumen. Saluran ini disebut juga sebagai saluran langsung. Saluran satu tingkat (one level channel) menunjukkan bahwa terdapat satu perantara anatar produsen dan konsumen. Perantara ini dapat berupa pengecer atau agen penjualan. Selanjutnya, saluran dua tingkat (two level channel). Saluran ini menunjukkan bahwa terdapat dua perantara. Perantara ini adalah grosir dan pengecer ataupun distributor. Saluran tiga tingakat (three level channel) adalah saluran pemasaran dengan tiga perantara.

2.2Fungsi Lembaga Pemasaran

Saluran pemasaran memiliki begitu banyak lembaga pemasaran. Masing-masing lembaga pemasaran memiliki fungsi dan peranan yang berbeda. Fungsi dan peranan tersebut juga mempengaruhi tingkat efisiensi saluran pemasaran. Di

Produsen Konsumen

Produsen Pengecer Konsumen

Pengecer

Perusahaan Garam Produsen

Petani Garam Rakyat

Grosir

Tengkulak

Konsumen

(26)

samping itu, penelitian ini juga akan menganalisis fungsi dan pengaruh tengkulak dalam saluran pemasaran. Menurut Limbong dan Sitorus (1987) yang menjelaskan bahwa dalam proses perpindahan barang atau jasa dari tangan produsen menuju tangan konsumen terdapat fungsi-fungsi tertentu yang diperankan oleh pihak perantara. Asmarantaka (2012) menyebutkan bahwa fungsi ini didekati melalui pendekatan fungsi pemasaran, yakni :

a. Fungsi Pertukaran

Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang berkaitan dengan perpindahan hak milik barang atau jasa yang dipasarkan. Fungsi ini terdiri atas fungsi pengumpulan, fungsi pembelian dan fungsi penjualan.

b. Fungsi Fisik

Fungsi fisik merupakan aktivitas penanganan, pergerakan, dan perubahan fisik dari produk / jasa serta turunannya. Fungsi ini berkaitan dengan semua aktivitas yang berhubungan langsung dengan barang atau jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, waktu, dan bentuk. Fungsi ini dibagi menjadi fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, fungsi pengolahan, fungsi pabrikan, dan fungsi pengemasan.

c. Fungsi Fasilitas

Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yng berhubungan dengan tindakan yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi ini terdiri atas fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan resiko, fungsi standarisasi dan grading, fungsi informasi pasar, fungsi komunikasi, dan fungsi promosi (iklan).

2.3 Konsep Efisiensi Saluran Pemasaran

Dalam proses perpindahan barang atau jasa dari tangan produsen menuju tangan konsumen, efisiensi perlu untuk diperhatikan. Semakin tinggi tingkat keefisienan saluran pemasaran, maka saluran pemasaran tersebut semakin baik. Hal ini karena tingkat keefisienan saluran pemasaran mencerminkan besarnya biaya transaksi yang harus dikeluarkan oleh masing-masing pelaku ekonomi.

Indikator ukuran efisiensi saluran pemasaran produk agribisnis (pangan dan serat) dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis (Kohls dan Uhl, 2002) yaitu efesiensi operasional dan efiseiensi harga (Asmarantaka, 2012). Kohls dan Uhls (2002) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis pendekatan efisiensi operasional, yakni marjin pemasaran dan farmer’s share.

2.3.1 Konsep Marjin Pemasaran

Konsep marjin pemasaran pernah dikemukakan oleh Kohls dan Uhls (2002) yang mendefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir (Pr) dengan harga yang diterima oleh petani (Pf). Kohls dan Uhls juga menyatakan bahwa marjin pemasaran tersebut terdiri dari dua komponen, yakni besarnya biaya pemasraan dan keuntungan pemasaran. Fokus utama saluran pemasaran garam dalam penelitian ini hanya sampai di tengkulak. Jadi, marjin pemasaran akan dihitung hingga di tingkat tegkulak saja.

Konsep tersebut menggambarkan bahwa terdapat perbedaan harga yang diterima oleh masing-masing pelaku ekonomi. Adanya perbedaan harga ini menjelaskan bahwa terdapat biaya dalam pendistribusian barang atau jasa dari produsen hingga ke tangan konsumen. Penjelasan mengenai konsep marjin pemasaran disajikan dalam Gambar 2.2.

(27)

Sumber : Khols dan Uhls (2002)

Gambar 2.2 Kurva Marjin Pemasaran Keterangan

Q = Jumlah barang

Pr = Harga tingkat tengkulak Pf = Harga tingkat petani

Sr = Kurva penawaran tingkat tengkulak Sf = Kurva penawaran tingkat petani Dr = Kurva permintaan tingkat tengkulak Df = Kurva permintaan tingkat petani

= Nilai marjin pemasaran

Konsep lain juga dikemukakan oleh Tomeck dan Robinson (1990) yang menyatakan bahwa analisis marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi biaya dari setiap aktivitas pemasaran dan keuntungan dari setiap lembaga perantara serta bagian harga yang diterima petani. Atau dengan kata lain analisis marjin pemasaran dilakukan untuk mengetahui tingkat kompetensi dari para pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran atau distribusi. Dalam penelitian ini, fokus utama saluran pemasaran garam hanya sampai di tengkulak. Jadi, marjin pemasaran akan dihitung hingga di tingkat tegkulak saja. Secara matematis marjin pemasaran dihitung dengan formulasi sebagai berikut (Tomeck dan Robinson 1990) :

MP = Pr – Pf Keterangan

MP = Marjin pemasaran (Rupiah)

Pr = Harga tingkat tengkulak (Rupiah/Ton) Pf = Harga tingkat petani (Rupiah/Ton) 2.3.2 Konsep Farmer’s Share

Konsep efisiensi saluran pemasaran yang kedua adalah farmer’s share. Masih dalam konsep yang diajukan oleh Kohls dan Uhls (2002), farmer’s share dinyatakan sebagai persentase harga yang diterima oleh petani (Pf) terhadap harga yang diterima di tingkat konsumen (Pr). Dalam penelitian ini, fokus utama hanya sampai di tingkat tengkulak. Jadi, marjin pemasaran akan dihitung hingga di tingkat tegkulak saja. Secara matematik dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Df Dr Sr

Sf

P

Q Pr

Pf

Qr,f

(28)

FS = (Pf / Pr) x 100 % Keterangan

FS = Besarnya Farmer’s Share (dalam persen (%)) Pf = Harga tingkat petani (Rupiah)

Pr = Harga tingkat pedagang pengumpul / tengkulak (Rupiah)

2.4 Analisis Pendapatan Usahatani

Salah satu indikator keberhasilan dalam pola kemitraan antara petani garam dan mitranya adalah adanya peningkatan pendapatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani membutuhkan dua keterangan pokok, yakni keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama usahatani tersebut dijalankan dalam waktu yang tidak dapat ditetapkan. Sebenarnya, tidak hanya istilah pengeluaran dan pendapatan saja, terdapat beberapa istilah yang sering digunakan dalam analisis pendapatan usahatani. Soekartawi (1986) menjelaskan penggunaan beberapa istilah tersebut, antara lain :

1. Penerimaan usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain dari istilah ini adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Istilah ini mencakup penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai.

2. Penerimaan tunai atau penerimaan usahatani adalah nilai uang yang diterima dari usahatani yang berbentuk benda.

3. Penerimaan tidak tunai adalah pendapatan bukan dalam bentuk tunai, misalnya hasil produksi yang dikonsumsi sendiri, hasil produksi yang digunakan untuk bibit atau pakan ternak, hasil produksi yang digunakan untuk pembayaran, hasil produksi yang disimpan di gudang, dan pembayaran dalam bentuk benda.

4. Biaya total usahatani adalah semua input yang habis teRupiahakai atau dikeluarkan selama kegiatan produksi. Biaya usahatani total mencakup biaya tunai dan biaya tidak tunai.

5. Biaya tunai merupakan pengeluaran berdasarkan nilai uang sehingga seluruh keluaran untuk keperluan usahatani dibayar dalam bentuk tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.

6. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang, misalnya nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau kredit.

7. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani. Istilah ini digunakan untuk mengukur imbalan yang diperoleh petani dari penggunaan faktor-faktor produksi.

Analisis pendapatan usahatani memiliki dua tujuan utama, yakni 1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usahatani dan 2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan yang telah atau akan dilakukan (Soeharjo dan Patong 1973). Petani yang melakukan suatu kegiatan usahatani dapat dikatakan mendapatkan keuntungan jika selisih antara penerimaan dengan pengeluaran bernilai positif. Begitu pula sebaliknya, petani tersebit memperoleh kerugian jika selisih antara penerimaan dengan pengeluaran bernilai negatif.

(29)

Shinta (2011) menyebutkan bahwa dalam analisis usahatani terdapat tiga komponen utama, yakni struktur penerimaan, struktur biaya, dan keuntungan usahatani.

2.4.1 Struktur Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang dihasilkan dengan harga jual. Secara metematis dirumuskan sebagai berikut :

TRi = Yi . Pyi

Bila komuditi yang dihasilkan lebih dari satu jenis, maka rumusnya menjadi : TR = ∑ Y. Py

Keterangan

TRi = Total Revenue dari komuditi ke-I (Rupiah) Yi = Jumlah produksi ke-i yang dihasilkan (Ton) Pyi = Harga komuditi ke-I (Rupiah/Ton)

2.4.2 Struktur Biaya Usahatani

Biaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Total Fixed Cost (TFC) adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan atau

petani yang besarannya tidak mempengaruhi hasil output (produksi). Berapapun jumlah output yang dihasilkan, biaya tetatp itu sama saja. Misalnya, sewa tanah, pajak, alat pertanian, atau iuran irigasi.

2. Total Variable Cost (TVC) adalah biaya yang besarnya berubah dengan

berubahnya jumlah output yang dihasilkan.

3. Total Cost (TC) merupakan hasil penjumlahan dari Total Fixed Cost dan Total Variable Cost. Total Cost memeneuhi persamaan berikut :

TC = TFC + TVC 2.4.3 Keuntungan Usahatani

Keuntungan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya usahatani. Soekartawi et al (1986) menyatakan bahwa selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran usatani disebut sebagai penadapatan tunai usahatani dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Ukuran ini berguna sebagai langkah permulaan untuk menilai hutang usahatani yang mungkin terjadi. Shinta (2011) merumuskan keuntungan usahatani sebagai berikut :

Π = TR – TC

Keterangan

Π = Keuntungan atau pendapatan usahatani (Rupiah) TR = Total Revenue atau penerimaan usahatani (Rupiah) TC = Total Cost atau biaya total usahatani (Rupiah)

2.5 Usaha Garam Rakyat

Garam adalah benda padat berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa yang didominasi kurang lebih 80 persen oleh

Natrium Chlorida (NaCl) serta senyawa lainnya, seperti Magnesium Chlorida

(MgCl), Magnesium Sulfat (MgS), Calsium Chlorida (CaCl), dan lainnya. Komponen-komponen yang terdapat dalam garam ini memiliki peranan penting bagi tubuh manusia sehingga diperlukan konsumsi garam dengan ukuran yang tepat untuk menunjang kesehatan manusia (Sukesi, 2011).

(30)

Usaha garam rakyat adalah usaha garam yang dihasilkan atau diproduksi oleh rakyat. Artinya, rakyatlah yang melakukan kegiatan produksi. Lahan yang digunakan dalam kegiatan produksi tersebut adalah milik pribadi. Garam rakyat adalah bahana baku utama garam konsumsi dan garam industri. Masa produksi garam hanya dilakukan pada musim kemarau, yakni sekitar empat sampai lima bulan dari bulan Juni hingga Oktober. Setelah musim penghujan tiba, tambak yang biasa digunakan untuk produksi garam beralih fungsi menjadi tempat budidaya ikan (Burhanuddin, 2001).

Terdapat dua produsen garam krosok atau garam rakyat, yakni petani atau masyarakat umum dan PT Garam (Persero). PT Garam (Persero) merupakan perusahaan milik pemerintah yang secara khusus di bidang industri penggaraman. Dua produsen ini memiliki perbedaan terkait dengan garam hasil produksinya. Garam milik PT Garam (Persero) cenderung lebih baik kualitasnya jika dibandingkan dengan garam produksi masyarakat umum. Hal ini bisa terjadi karena PT Garam (Persero) menggunkan teknologi yang lebih canggih dan modern dalam memproduksi garam. Selain itu, teknologi tersebut juga mempengaruhi produktivitas yang dihasilkan. Tentu, PT Garam (Persero) memiliki produktivitas yang lebih tinggi daripada masyarakat umum (Nurdiani, 2013). Menurut Kementerian Perdagangan (2011), mutu atau kualitas garam rakyat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. KP 1 yaitu kualitas prodksi garam terbaik yang ememnuhi syarat untuk bahan industri dan kosumsi. Secara fisik berwarna putih dan bersih. Sedangkan komposisi kimiawinya adalah NaCl 94,70 % , CaCl2 0,72 % , SaSO4 0,41 % , MgSO4 0.04 % , H2O 0,63 %.

2. KP 2 yaitu kualitas produksi garam di bawah KP 1.Secara fisik, KP 2 memiliki warna agak kecokelatan akibat sedikit trcampur dengan tanah saat pemanenan. Untuk memenuhi standar sebagai bahan baku industri, garam KP 2 harus dikurangi kadar berbagai zat yang dikandungnya. 3. KP 3 yaitu garam dengan kualitas terendah. Garam ini merupakan hasil

pengerukan garam lapisan paling bawah sehingga campuran tanah atau lumpurnya lebih tinggi disbanding garam KP 2. Begitu pula tampilan fisik garam KP 3 berwarna cokelat.

Usaha garam rakyat terkadang selalu identik dengan usaha yang dilakukan oleh masyarakat pesisir. Kajian yang dilakukan oleh Sukesi (2011) menyebutkan bahwa masyarakat pesisir lebih dikenal sebagai masyarakat yang tertinggal. Hal ini dikarenakan daerah pesisir adalah pusat kemiskinan. Petani garam rakyat adalah salah satu dari masyarakat pesisir yang masih sangat kurang diperhatikan oleh pemerintah dalam kegitan penanggulangan kemiskinan. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan qualitative research ini menemukan bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh petani garam rakyat di Pasuruan adalah di bidang pemasaran dan permodalan (Nurdiani, 2013).

Permasalahan pemasaran masih saja menjadi momok utama karena adanya dominansi tengkulak dalam saluran pemasaran garam. Peranan tengkulak begitu besar sehingga petani tidak mampu meningkatkan posisi tawarnya. Suherman et al (2011) menyatakan dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pemasaran Garam Rakyat di Desa Kertasada, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep bahwa marjin pemasaran dikuasai oleh tengkulak dan pabrik. Artinya, keuntungan yang seharusnya diterima oleh petani justru diterima oleh mereka.

(31)

Permasalahan permodalan berkaitan dengan minimnya peranan koperasi dalam perekonomian para petani garam. Koperasi yang diharapkan dapat memberikan bantuan pinjaman modal menjadi kurang berperan. Alhasil, petani garam harus kembali mengandalkan pedagang pengumpul atau tengkulak dalam hal penyediaan modal. Begitu seterusnya perputaran ini. Antara petani garam dan pedagang pengumpul atau tengkulak seolah menjadi lingkaran setan yang tidak dapat lagi diputus mata rantainya (Nurdiani, 2013).

Selain permasalahan pemasaran dan permodalan, petani garam juga harus menghadapi masalah mengenai kualitas produksi garam yang rendah. Rata-rata garam produksi petani adalah kualitas 2 atau KP 2. Hal ini dikarenakan teknologi yang digunakan oleh petani masih sangat sederhana dan konvensional dimana masih sangat bergantung pada faktor alam (Nurdiani, 2013).

2.6 Status Petani Berdasarkan Kepemilikan Lahan Garam

Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang strategis dalam dunia pertanian. Tanpa keberadaan lahan garam, petani garam tentu tidak dapat berproduksi. Kepimilikan lahan garam juga memberikan pengaruh nyata terhadap hasil produksi garam di Kecamatan Pademawu. Kepemilikan lahan garam disini menjelaskan siapa pemilik lahan dan seperti apa hubungan yang terjadi antar pelaku dalam kegiatan industri garam rakyat. Nurdiani (2013) dalam tesisnya menjelaskan bahwa terdapat empat jenis petani status petani garam, yakni :

1. Pemilik lahan, adalah orang yang memiliki lahan tambak garam tetapi tidak mengerjakan sendiri melainkan dikerjakan oleh orang lain.

2. Pemilik sekaligus penggarap, adalah orang yang memiliki lahan tambak garam dan mengolah/menggarap lahannya sendiri.

3. Pemilik lahan dengan sistem sewa, adalah orang yang menyewa lahan tambak garam dari orang lain dalam jangka waktu tertentu.

4. Penggarap sistem bagi hasil, adalah orang yang tidak memiliki lahan tambak garam dan hanya menggarap lahan tambak milik orang lain. Dalam hal ini, pemilik lahan dan penggarap memiliki kesepakatan untuk bagi hasil.

Penelitian ini akan menganalisis pengaruh kepemilikan lahan garam terhadap pemasaran atau penjualan hasil produksi. Hasil wawancara singkat dengan petani garam rakyat di Kecamatan Pademawu dapat disimpulkan status petani garam berdasarkan kepemilikan lahan garam adalah sebagai berikut : a. Petani Lahan Milik Sendiri (MS)

Petani kelompok ini adalah petani yang memiliki lahan garam sendiri dan mengolah atau menggarap lahan tambaknya sendiri. Petani ini cenderung memiliki modal pertanian yang cukup dan cenderung tidak memiliki hubungan yang mengikat dirinya dengan tengkulak.

b. Petani Lahan Bukan Milik Sendiri (BMS)

Kelompok petani ini terdiri atas dua kelompok, yakni : 1) Petani dengan Lahan Garam Sewa (SW)

Petani kelompok ini menyewa lahan tambak garam dengan biaya sendiri ataupun melakukan peminjaman untuk dapat menyewa tambak garam. Penyewaan dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Sitem pemasaran atau penjualan hasil produksi dari petani ini masih beragam. Namun, cnderung

(32)

tidak ada hubungan yang mengikat antara petani ini dengan tengkulak maupun dengan pihak atau lembaga yang menyewakan tambak garam. 2) Petani dengan Lahan Garam Bagi Hasil (BH)

Petani kelompok ini adalah petani yang cenderung hanya sebagai penggarap seaja. Dia menggarap tambak garam milik orang tertentu biasanya adalah seorang tengkulak. Petani jenis ini biasanya memiliki hubungan yang erat dengan tengkulak yang tidak lain adalah pemilik lahan yang digarap. Hasil produksi juga cenderung dipasarkan atau dijual kepada tengkulak.

2.7 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai referensi dalam penelitian adalah Nurdiani (2013), Apriliani (2012), Hidayati (2000), dan Riyanto (2005). Penelitian terdahulu ini berkaitan dengan penelitian mengenai usaha garam rakyat di beberapa produsen garam di Indonesia dan penelitian mengenai saluran pemasaran beberapa usahatani di Indonesia. Penjelasan penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referrensi tersaji dalam Tabel 2.1.

2.8 Kebaruan Penenlitian

Terdapat beberapa perbedaan dan kebaruan mengenai penelitian ini. Penelitian usaha garam rakyat yang dilakukan di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan jarang dilakukan bahkan dapat dikatakan belum pernah dilakukan. Penelitian ini menganalisis saluran pemasaran dan menganalisis pendapatan petani garam rakyat berdasarkan dua kelompok kepemilikan lahan garam, yakni :

a) petani lahan milik sendiri

b) petani lahan bukan milik sendiri 1) petani dengan lahan sewa 2) petani dengan lahan bagi hasil

Selain itu, penelitian ini juga melihat dan menganalisis saluran pemasaran mana yang paling efisien dan tipe kepemilikan lahan garam seperti apa yang mampu memberikan tingkat pendapatan yang optimal bagi petani garam rakyat. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis perilaku tengkulak memalui fungsi lembaga pemasaran serta mengestimasi pendapatan yang diperoleh oleh tengkulak dalam saluran pemasaran garam rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan.

Selanjutnya, hasil-hasil estimasi dan analisis ini akan diajukan sebagai salah satu dasar dalam rekomendasi kebijakan kepada pihak terkait, terlebih kepada petani garam rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan dalam mengambil keputusan melakukan usaha garam rakyat.

(33)

Tabel 2.1 Matriks Penelitian Terdahulu

No. Penelitian dan Judul Tujuan Metode Hasil

1. Nida Nurdianti (2012)/Pola Kemitraan Usaha Garam Rakyat (Studi Kasus Kabupaten Sumenep, Madura-Jawa Timur).

1) Menganalisis pola kerjasama yang telah dilakukan oleh petani garam dengan berbagai pihak 2) Merumuskan dan

memberikan rekomendasi pola kemitraan yang sesuai guna

meningkatkan posisi tawar dan

kesejahteraan petani garam di Kabupaten Sumenep

Analisis deskriptif, analisis pendapatan usahatani garam, dan analisis biaya transaksi dan biaya penyusutan

1) Beberapa bentuk kerjasama yang telah dilakukan dalam kegiatan usahatani garam rakyat di Kabupaten Sumenep adalah 1) Kerjasama antara PT Garam (Persero) dengan petani garam penyewaan lahan tambak garam, 2) Kerjasama antara penyewa lahan dengan penggarap, pola yang diterapkan sistem bagi hasil sebesar 4 : 6, yakni 4 bagian untuk petani penggarap dan 6 untuk penyewa lahan, 3) Kerjasama antara petani garam dengan pemilik lahan perorangan, sistem yang digunakan sama, yakni 4 : 6 dengan 4 bagian untuk petani penggarap dan 6 untuk pemilik lahan, dan 4) Kerjasama antara petani garam dengan pedagang pengumpul dengan sistem yang berlaku adalah sistem ijon.

2) Pola kemitraan petani garam yang dibangun

(34)

Tabel 2.1 Lanjutan

No. Penelitian dan Judul Tujuan Metode Hasil

2. Apriliana (2012)/Dampak Program Pemberdayaan

1) Rata-rata umur sampel rumahtangga yaitu suami dan isteri masih tergolong produktif. Curahan kerja rumahtangga petani garam untuk kegiatan usaha garam dan non usaha garam memiliki peranan yang sama pentingnya dalam perekonomian petani garam, karena dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga. Pengeluaran rumahtangga paling besar dialokasikan untuk konsumsi pangan. Berdasarkan status penguasaan lahan, pemberian bantuan langsung masyarakat dapat meningkatkan pendapatan petani garam dan pendapatan yang paling besar didapatkan oleh petani pemilik penggarap.

(35)

Tabel 2.1 Lanjutan

No. Penelitian dan Judul Tujuan Metode Hasil

3. Dewi Nuruliana Hidayati (2000)/Analisis Sistem Pemasaran Bawang Daun (Studi Kasus Desa Suka Mulya Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi)

1) Mengetahui sistem pemasaran bawang daun di lokasi penelitian dilihat dari lembaga dan saluran pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, analisis marjin pemasaran, dan keterpaduan pasar

Analisis Marjin Pemasaran dan Model Keterpaduan Pasar

1) Saluran pemasaran bawang daun dari Desa Suka Mulya, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi disalurkan ke Pasar Induk Keramat Jati (PIKJ) dan Pasar Ramayana Bogor (PRB) melelui lembaga-lembaga pemasaran yaitu Tengkulak I, Tengkulak II, Pedagang Grosir, Pedagang Pengecer, Konsumen.

2) Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat adalah fungsi

pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas.

3) Struktur pasar untuk petani, tengkulak, dan pengecer adalah pasar bersaing dan pedagang grosir adalah pasar oligopoli.

4) Penentu harga antara petani dan tengkulak adalah tengkulak namun tetap mengikuti harga pasar. Antara tengkulak dan grosir berdasarkan pada harga pasar, dan antara grosir dan pengecer ditentukan oleh grosir. 5) Saluran Tiga relatif lebih efisien dibandingkan tiga

saluran lainnya.

(36)

Tabel 2.1 Lanjutan

No. Penelitian dan Judul Tujuan Metode Hasil

4. Riyanto (2005)/Analisis Pendapatan Cabang Usahatani dan Pemasaran Padi (Kasus : Tujuh Desa, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah)

1) Menganalisis usahatani padi

2) Menganalisis efisiensi saluran pemasaran padi di Kecamatan Salem

Analisis pendapatan dan analisis efisiensi saluran pemasaran

1) Usahatani padi yang dikembangkan oleh petani di Tujuh Desa, Kecamatan Salem memberikan keuntungan karena nilai pendapatan atas biaya tunai dan biaya totalnya bernilai positif. Nilai R/C ratio atas biaya total dan nilai R/C ratio atas biaya tunai yang diperoleh lebih besar dari satu.

(37)

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan memiliki potensi yang cukup menjanjikan, seperti luas lahan tambak garam, tenaga kerja yang memadai, iklim yang mendukung, dan kegiatan investasi yang tinggi. Potensi yang dimiliki ini diharapkan dapat terus mempertahankan status Kabupaten Pamekasan sebagai salah satu sentra garam terbesar di Indonesia. Selanjutnya, potensi ini perlu dukungan dari berbagai pihak agar produksi dan produktivitas usaha garam rakyat dapat terus meningkat setiap tahunnya. Bukan hanya itu, peningkatan kualitas dan pemasaran diharapakan dapat terus ditingkatkan agar produk garam Kecamatan Pademawu dapat terus bersaing dengan produk garam impor yang dihasilkan oleh negara luar.

Pemasaran merupakan hal yang penting dalam usaha garam rakyat di Kecamatan Pademwu. Selama ini, tengkulak dapat dikatakan menjadi salah satu aktor penting yang paling dominan dalam pemasaran garam rakyat di Kecamatan Pademawu. Hasilnya, terdapat beberapa hal yang nampaknya kurang menguntungkan bagi petani garam rakyat, salah satunya adalah kecilnya posisi tawar petani dalam penurunan harga jual garam hasil produksinya. Informasi yang dimiliki oleh tengkulak tidak sesempurna informasi yang diterima oleh petani garam rakyat. Hal ini membuat pendapatan yang diterima oleh petani garam kecil. Sebaliknya, tengkulak justru memperoleh keuntungan yang lebih besar. Keuntungan tengkulak itu selanjutnya diestimasi melalui analisis penerimaan.

Pemasaran garam selama ini pada umumnya hanya terjalin antara petani garam dan pedagang pengumpul atau tengkulak. Selanjutnya, perusahaan garam (PT Garam (Persero)) membeli garam rakyat melalui tengkulak. Harga yang diterima oleh petani jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan harga yang diterima oleh tengkulak. Status petani dalam kepemilikan lahan garam juga turut mempengaruhi harga yang diterima oleh petani. Terlebih bagi petani dengan lahan bagi hasil, tengkulak seolah berkuasa penuh dalam penentuan harga garam yang diterima oleh petani tersebut. Oleh sebab itu, masing-masing kepemilikan lahan akan distimasi tingkat efisisensi saluran pemasarannya. Hasil estimasi tersebut, peneliti dapat menyimpulkan saluran mana yang paling efisien jika didasarkan pada kepemilikan lahan garam.

Selanjutnya, dilakukan analisis pendapatan usahatani garam rakyat untuk menghitung tingkat pendapatan yang diterima oleh masing-masing petani dengan didasarkan pada status kepemilkan lahan garam. Analisis ini dilakukan melalui analisis pendapatan dengan menghitung keuntungan yang diperoleh petani garam rakyat berdasarkan kepemilikan lahan garam.

(38)

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Operasional Peningkatan Kebutuhan Garam Nasional

Peningkatan Produksi Garam Dalam Negeri melalui Program PUGAR

Peningkatan Volume Garam Impor

Adanya Dominasi Peran Tengkulak dalam

Permodalan dan Pemasaran

Petani Tengkulak

Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran

Garam Rakyat Karakteristik Petani

dan Aanalisis Produktivitas Lahan

Garam

Analisis Pendapatan Petani Berdasarkan Kepemilikan Lahan

Analisis Pendapatan Tengkulak dalam Saluran Pemasaran Permainan Harga Oleh Tengkulak

Dominasi Peran Tengkulak Berkurang

Dasar Rekomendasi Kebijakan Mengenai Permodalan dan Pemasaran

(39)

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Pemilihan tempat penelitian didasarkan pada latar belakang dimana terdapat perbedaan harga garam. Di samping itu, Desa Padelegan merupakan salah satu desa dengan produktivitas lahan tertinggi di antara desa lainnya di Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. Kabupaten Pamekasan sendiri merupakan salah satu pemasok garam terbesar setelah Kabupaten Sampang dan Kabupaten Sumenep di Pulau Madura. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2015.

4.2Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada para responden yang merupakan petani garam rakyat di Kecamatan Pademawu. Data primer juga diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada tengkulak yang terdapat di Desa Padelegan.

Data sekunder diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pamekasan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pamekasan, Pemerintah Kabupaten Pamekasan. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Pusat Statistik, dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

4.3Penentuan Jumlah Responden

Penetuan responden terbagi menjadi dua jenis responden. 4.3.1 Penentuan Jumlah Responden Petani Garam Rakyat

Responden pertama adalah petani garam rakyat dengan kepemilikan lahan yang berbeda. Seperti yang telah disebutkan di atas, petani garam rakyat terbagi menjadi dua jenis, yakni 1) petani lahan garam milik sendiri dan 2) petani lahan garam bukan milik sendiri. Penentuan jumlah responden berupa petani dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Jumlah responden adalah sebanyak 70 orang terdiri atas petani lahan Milik Sendiri (MS) sembilan orang dan petani lahan Bukan Milik Sendiri (BMS) 61 orang. Petani garam tersebut merupakan petani penerima bantuan Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR).

Seluruh responden berasal dari Desa Padelegan. Penetapan jumlah responden ini didasarkan pada ukuran sample minimal n ≥ 30 orang. Dengan demikian, harapannya jumlah responden sejumlah 70 orang mampu menyebar normal. 4.3.2 Responden Jumlah Responden Tengkulak

(40)

4.4Metode Pengumpulan Data

Data dan informasi dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada responden yang telah memenuhi syarat. Kuesioner terbagi menjadi dua, yakni Kuesioner 1 (Lampiran 2) dan Kuesioner 2 (Lampiran 3). Responden ini adalah petani lahan garam milik sendiri (MS), petani lahan garam bukan milik sendiri (BMS), dan tengkulak. Pengisian kuesioner oleh responden tersebut dilakukan dengan teknik wawancara secara langsung. Selain itu, informasi lainnya mengenai hal-hal terkait pemasaran, permodalan, dan produksi garam rakyat dilakukan melalui wawancara secara langsung kepada stakeholder yang terkait, seperti pegawai PT Garam (Persero), pegawai dari Dinas Perdagangan Kabupaten Pamekasan, pegawai dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pamekasan, Perangkat Desa di Kecamatan Pademawu, dan sebagainya.

4.5Metode Pengolahan dan Analisis Data

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka penelitian ini menggunakan alat analisis data sesuai dengan kebutuhan dan data dan informasi yang telah diperoleh dari responden. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Matriks Metode Analisis Data

No. Tujuan Penelitian Jenis Data dan Sumber dari BPS dan dinas terkait di Kabupaten Pamekasan.

4.5.1 Analisis Deskriptif dan Kuantitatif Usaha Garam Rakyat

(41)

antar fenomena yang digambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan kejadian yang sedang terjadi di masyarakat di masa sekarang. Analisis kuantitatif adalah metode yang memerlukan pengujian hipotetis terlebih dahulu untuk mendapatkan data.

Analisis deskriptif-kualitatif dalam penelitian ini menggambarkan karakteristik petani garam rakyat di Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. Sedangkan analisis deskriptif-kuantitatif menunjukkan perbedaan produktivitas lahan garam dari setiap jenis petani. Variabel-variabel yang yang digunakan dalam memperoleh data dan informasi didasarakan pada hasil wawancara dari tiga jenis petani yakni petani dengan lahan garam sendiri, petani dengan lahan garam sewa, dan petani dengan lahan garam bagi hasil. Selanjutnya, data dan informasi yang diperoleh dianalisis dengan cara tabulasi. Variabel yang digunakan adalah :

1. Luas Lahan Garam (Ha) 2. Output / Hasil Produksi (Ton) 3. Sumber Modal Produksi

4. Produktivitas Lahan Garam (Ton/Ha)

Produktivitas lahan dapat dihitung dengan membagi jumlah output atau hasil produksi dan luas lahan yang dimiliki. Jumlah output merupakan total produksi garam baik KP 1, KP 2, dan KP 3. Secara matematis dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut :

Produtivitas =

Keterangan

Y1 = Jumlah output / hasil produksi garam KP 1 (Ton) Y2 = Jumlah output / hasil produksi garam KP 2 (Ton) Y3 = Jumlah output / hasil produksi garam KP 3 (Ton)

4.5.2 Analisis Penerimaan Tengkulak

Analisis ini digunakan untuk mengestimasi penerimaan tengkulak sebagai akibat dari adanya permainan harga yang dilakukannya. Hal ini terlihat dari adanya perbedaan harga jual yang diterima petani garam rakyat dan harga jual yang diterima tengkulak. Penerimaan tengkulak diestemasi melalui perkalian antara jumlah hasil produksi yang dijual kepada tengkulak dan perbedaan harga. Hasil produksi yang dijual dibedakan berdasarkan jenis garam, yakni KP 1 , KP 2, dan KP 3. Selanjutnya, akan dihitung penerimaan total tengkulak (TRT) Kabupaten Pamekasan. Penerimaan tengkulak ke-i dari jenis garam ke-x dapat dirumuskan sebagai berikut :

TRxi = Yxi . ∆Pyxi

Hasil produksi garam rakyat terbagi menjadi tiga jenis, KP 1, KP 2, dan KP3 . Rumusan penerimaan tengkulak ke-i menjadi :

TR1i = Y1i . ∆Py1i , ∆Py1i = Pr1i - Pf1i TR2i = Y2i . ∆Py2i , ∆Py2i = Pr2i– Pf2i TR3i = Y3i . ∆Py3i , ∆Py3i = Pr3i – Pf3i

Penerimaan total tengkulak Kabupaten Pamekasan (TRT) dirumuskan sebagai berikut :

TRT = TR1i + TR2i + TR3i

� +� +� ������ℎ��

(42)

Keterangan

TRxi = Penerimaan tengkulak ke-i dari jenis garam ke-x (Rupiah) TR1i = Penerimaan tengkulak ke-i dari jenis garam KP 1 (Rupiah) TR2i = Penerimaan tengkulak ke-i dari jenis garam KP 2 (Rupiah) TR3i = Penerimaan tengkulak ke-i dari jenis garam KP 3 (Rupiah) TRT = Penerimaan total tengkulak Kabupaten Pamekasan (Rupiah)

Yxi = Jumlah garam yang dijual ke tengkulak ke-i dari jenis garam ke-x (Ton) Y1i = Jumlah garam yang dijual ke tengkulak ke-i dari jenis garam KP 1 (Ton) Y2i = Jumlah garam yang dijual ke tengkulak ke-i dari jenis garam KP 2 (Ton) Y3i = Jumlah garam yang dijual ke tengkulak ke-i dari jenis garam KP 3 (Ton) ∆Pyxi = Perbedaan harga garam di tengkulak ke-i dari jenis garam ke-x

(Rupiah/Ton)

∆Py1i = Perbedaan harga garam di tengkulak ke-i dari jenis garam KP 1 (Rupiah/Ton)

∆Py2i = Perbedaan harga garam di tengkulak ke-i dari jenis garam KP 2 (Rupiah/Ton)

∆Py3i = Perbedaan harga garam di tengkulak ke-i dari jenis garam KP 3 (Rupiah/Ton)

Pr1i = Harga garam yang diterima tengkulak ke-i dari jenis garam KP 1 (Rupiah/Ton)

Pr2i = Harga garam yang diterima tengkulak ke-i dari jenis garam KP 2 (Rupiah/Ton)

Pr3i = Harga garam yang diterima tengkulak ke-i dari jenis garam KP 3 (Rupiah/Kg atau Rupiah/Ton)

Pf1i = Harga garam yang diterima petani ke-i dari jenis garam KP 1 (Rupiah/Ton)

Pf2i = Harga garam yang diterima petani ke-i dari jenis garam KP 2 (Rupiah/Ton)

Pf3i = Harga garam yang diterima petani ke-i dari jenis garam KP 3 (Rupiah/Ton)

4.5.3 Analisis Rata-rata Pendapatan Usaha Garam Rakyat

Analisis pendapatan usahatani garam merupakan salah satu metode yang digunakan untuk melihat dan menganalisis apakah usahatani garam yang dilakukan oleh petani garam di Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan mendapatkan keuntungan atau justru menderita kerugian. Alat ini digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan petani garam dalam melakukan produksi garam rakyat. Seperti yang telah dijelaksan di atas, dalam analisis pendapatan usahatani terdapat tiga komponen utama, yakni struktur penerimaan, struktur biaya, dan keuntungan usahatani. Begitu pula dalam usaha garam rakyat. Berikut adalah penjelasannya.

4.5.3.1Struktur Penerimaan Usaha Garam Rakyat

(43)

Secara metematis, penerimaan usaha garam dapat dihitung melalui persamaan berikut :

TR = (Y1 . Pf1i) + (Y2 . Pf2i) + (Y3 . Pf3i)

Keterangan

TR = Total penerimaan dari tiga jenis garam (Rupiah) Y1 = Jumlah output / hasil produksi garam KP 1 (Ton) Y2 = Jumlah output / hasil produksi garam KP 2 (Ton) Y3 = Jumlah output / hasil produksi garam KP 3 (Ton)

Pf1i = Harga garam yang diterima petani ke-i dari jenis garam KP 1 (Rupiah/Ton)

Pf2i = Harga garam yang diterima petani ke-i dari jenis garam KP 2 (Rupiah/Ton)

Pf3i = Harga garam yang diterima petani ke-i dari jenis garam KP 3 (Rupiah/Ton)

4.5.3.2Struktur Biaya Usaha Garam Rakyat

Struktur biaya usaha garam dapat dikatakan sama dengan struktur biaya pada usahatani secara umum. Struktur biaya tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni total biaya tetap (TFC) dan total biaya variabel (TVC). Perbedaannya terletak pada komponen biaya yang digunakan. Total biaya tetap (TFC) terdiri atas biaya lahan (baik biaya beli atau biaya sewa) dan/atau biaya gudang (baik biaya beli atau biaya sewa). Dalam usaha garam rakyat, struktur biaya adalah sebagai berikut :

TC = TFC + TVC TFC = CL + Cw

Nurdiani (2013) menjelaskan bahwa biaya total variabel (TVC) dalam usaha garam terbagi menjadi dua, yakni biaya total peralatan produksi (CK) dan biaya total tenaga kerja (CTK).

TVC = CK + CTK

Biaya total peralatan produksi (CK) adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli peralatan produksi. Perlatan produksi garam rakyat terdiri atas tiga alat utama, yaitu kincir angin, mesin pompa, dan baumeter (alat pengukur salinitas air). Selain itu, terdapat alat pendukung lainnya yakni slender (alat yang digunakan untuk meratakan lahan garam), sorkot (alat yang digunakan untuk menarik kristal garam), pencacah (alat yang digunakan untuk meracak garam agar tidak padat), sedong (alat yang digunakan untuk mengeruk garam dalam memasukkan ke dalam karung), dan beberapa alat lainnya seperti cangkul, tambang, ember, dan keranjang.

CK = CKCR + CPOM + CBAU + CSLEND + CSORK + CPENC + CSED + CLAIN CKCR = NKCR . PKCR

CPOM = NPOM . PPOM CBAU = NBAU . PBAU CSLEND = NSLEND . PSLEND

CSORK = NSORK . PSORK CPENC = NPENC . PPENC

CSED = NSED . PSED CLAIN = NLAIN . PLAIN

Gambar

Gambar 2.1 Contoh Saluran Pemasaran
Gambar 2.2 Kurva Marjin Pemasaran
Tabel 2.1 Matriks Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data tes potensi akademik (TPA) dan nilai hasil ulangan harian matematika siswa kelas XI SMA Negeri se-Kabupaten Kutai Kartanegara

Form “Evaluasi Kecukupan Pemberian Pakan” digunakan untuk mengetahui apakah pakan yang diberikan sudah mencukupi kebutuhan nutrien ternak (BK, TDN, PK, Ca dan P) pada

Dehidrasi, yaitu penghilangan dari air yang mengikat pada suhu (150-650)°C. Adanya perpindahan materi diantara butiran yang disebut proses difusi 2. Adanya sumber energi yang

Data ini menunjukkan terdapat peningkatan pendekatan bermain lempar tangkap terhadap hasil belajar servis bawah pada siswa kelas VII SMPN 1 Nanga Mahap

Kesimpulan penelitian ini adalah: 1 Implementasi pendidikan agama Islam PAI berwawasan multikultural di SMAN 8 Malang, dilakukan melalui 2 tahap, yaitu: a Kegiatan pembelajaran

Pada akhirnya yang menentukan kesan, karakter dan image seperti apa yang akan ditampilkan adalah sifat dari bisnis yang dijalankan oleh perusahaan (company profile

Dalam rangka mewujudkan penyajian nilai BMN pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang akuntabel sesuai dengan nilai wajarnya, serta dalam rangka mewujudkan

Kenaikan curah hujan bulanan akan diikuti dengan penurunan penyerapan karbondioksida atmosfer, kondisi tersebut disebabkan karena adanya waktu tunda antara hujan dengan