• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi Dan Daya Saing Usahatani Jagung Pada Lahan Kering Dan Sawah Di Kabupaten Sumbawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efisiensi Dan Daya Saing Usahatani Jagung Pada Lahan Kering Dan Sawah Di Kabupaten Sumbawa"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

DI KABUPATEN SUMBAWA

MUHAMMAD NURSAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Efisiensi dan Daya Saing Usahatani Jagung pada Lahan Kering dan Sawah di Kabupaten Sumbawa adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain pada tesis ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir tesis.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Muhammad Nursan

(3)
(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD NURSAN. Efisiensi dan Daya Saing Usahatani Jagung pada Lahan Kering dan Sawah di Kabupaten Sumbawa. Dibimbing oleh SRI HARTOYO dan ANNA FARIYANTI.

Kabupaten Sumbawa merupakan sentra produksi jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Akan tetapi, produktivitas jagung yang masih tergolong rendah dikarenakan penggunaan input produksi yang tidak optimal sehingga berpengaruh terhadap efisiensi dan daya saing usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa.

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung pada lahan kering dan sawah, (2) menganalisis tingkat efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani jagung pada lahan kering dan sawah, (3) menganalisis tingkat efisiensi alokatif dan ekonomi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah, (4) menganalisis pengaruh efisiensi terhadap daya saing dan tingkat daya saing usahatani jagung pada lahan kering dan sawah. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penentuan daerah penelitian menggunakan metode purposive sampling dan pengambilan sampel dilakukan dengan metodesimple random sampling untuk mengumpulkan 70 petani jagung. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung kepada petani responden denganmenggunakan kuesioner. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan fungsi produksiCobb-Douglas stochastic frontier, fungsi biayafrontierdanPolicy Analysis Matrix (PAM).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel luaslahan, benih, pupuk N, dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada lahan kering dan sawah. Tingkat efisiensi teknis usahatani jagung pada lahan kering dan sawah sudah efisien dengan nilai rata-rata efisiensi teknis sebesar 0.89. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap inefisiensi teknis usahatani jagung pada lahan kering dan sawah adalah tingkat pendidikan dan dummy akses kredit. Sedangkan untuk efisiensi alokatif dan ekonomi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah masih belum efisien. Hal ini dikarenakan masih terdapat harga input yang mahal dan harga jual jagung yang masih rendah. Nilai rata-rata efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa masing-masing sebesar 0.57 dan 0.50.

Usahatani jagung pada lahan kering dan lahan sawah di Kabupaten Sumbawa sudah memiliki daya saing dengan nilai private cost ratio (PCR) dan

domestic resources cost ratio(DRCR) kurang dari 1 yaitu masing-masing sebesar 0.3902 dan 0.3096 pada lahan kering dan sebesar 0.4168 dan 0.3354 pada lahan sawah. Daya saing usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa masih dapat ditingkatkan, dengan cara meningkatkan efisiensi ekonomi melalui pengurangan penggunaan input usahatani jagung seperti pupuk urea sesuai dosis rekomendasi petugas penyuluh pertanian.

(5)

MUHAMMAD NURSAN. Efficiency and Competitiveness of Dry and Wetland Maize Farming in Sumbawa Regency. Supervised by SRI HARTOYO and ANNA FARIYANTI.

Sumbawa Regency is centre of maize production in West Nusa Tenggara Province. Although, the productivity of maize is still low because input production used is not optimally so can be affected to efficiency and competitiveness of dry and wetland maize farming in Sumbawa Regency.

This study aims: (1) to analyze the factors that influence the production of dry and wetland maize farming (2) to analyze the level of technical efficiency and factors that influence the technical inefficiency of dry and wetland maize farming (3) to analyze the level of allocative and economic efficiency of dry and wetland maize farming (4) to analyze the competitiveness of dry and wetland maize farming. The study was carried out in Sumbawa Regency, West Nusa Tenggara Province. The purposive sampling method was used to select area study andsimple random sampling technique was used to collect 70 maize farmers in the study area. Data were collected by interviewfrom the farmersusing questionnaire. The method used to analyze data are the stochastic frontier Cobb-Douglas production function, frontier cost function and Policy Analysis Matrix (PAM).

Results showed that variables such as land, seed, N fertilizer, and labor had expected signs significantly to the production of dry and wetland maize farming. The level of technical efficiency of dry and wetland maize farming was efficient with average technical efficiency values of 0.89. Education level and dummy Access credit was significantly affecting level technical inefficiency of dry and wetland maize farming. However, the allocative and economic efficiency of dry and wetland maize farming were inefficient due to price of inputs are expensive and price of maize are cheap. The average value of allocative and economic efficiency of dry and wetland maize farming were each of 0.57 and 0.5.

Dry and wetland maize farming in this area have the competitiveness level with values of Private Cost Ratio (PCR) and Domestic Resources Cost Ratio (DRCR) less than 1 were each of 0.3902 and 0.3096 for dry maize farming and were each of 0.4168 and 0.3354for wetland maize farming. The competitiveness level of dry and wetland maize farming can be increased with increasing the level of economic efficiency with reduce more use of inputs factor such as fertilizer urea that appropriate with the recommendation of agricultural extension.

(6)

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

DI KABUPATEN SUMBAWA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Mei 2014 ini adalah tentang efisiensi dan daya saing dengan judul Efisiensi dan Daya Saing Usahatani Jagung pada Lahan Kering dan Sawah di Kabupaten Sumbawa. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir dari tugas belajar pada Program Magister Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak atas bantuan dan dukungan sehingga tesis ini dapat terselesaikan yaitu kepada:

1. Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir Anna Fariyanti, M.Si sebagai Anggota Pembimbing, Dr IrRatna Winandi Asmarantaka, MS dan Dr Meti Ekayani,S.Hut,M.Sc sebagai Penguji Luar Komisi yang telah membimbing dengan baik dan memberikan banyak masukan demi kesempurnaan tesis ini.

2. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor atas segala ilmu yang diberikan selama proses perkuliahan dan Insya Allah ilmu yang telah diberikan akan menjadi bekal dan diamalkan oleh penulis. Begitu juga kepada Kepala Tata Usaha Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian beserta staff atas pelayanan akademik dan kemahasiswaan.

3. Pengahargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada keluarga yaitu orang tua penulis Bapak H. Syahabuddin, HM dan Ny. Sahoda, Kakanda Muhammad Ikhsan/Istri, Nurhasanah, S.Pd/Suami, dan Hasni Puswati, S.Pd/Suami serta Adinda Rizki Wahistina, S.Km atas doa, semangat dan kasih sayang yang tak terhingga.

4. Dr Ir Agus Purbatin Hadi, M.Si dan Muhammad Emil, SE.,M.M yang telah banyak membantu dan berdiskusi yang membuka wawasan penulis serta memberikan bantuan buku dan yang lainnya terkait penelitian dan pendidikan.

5. Teman-teman Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) khususnya S2 angkatan 2012 dan juga kepada teman-teman S2 EPN angkatan 2011, 2013 serta S3 EPN 2012, 2013 dan 2014 atas diskusi dan semangat yang diberikan kepada penulis.

6. Teman-teman di Asrama NTB, Bogor Science Club (BSC-IPB), Oganisasi Mahasiswa Daerah NTB dan masyarakat sekitar Masjid Al-Baroqah Desa Ciherang Kabupaten Bogor-Jawa Barat.

Semoga tesis ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya dan yang memerlukannya untuk kepentingan yang lebih baik.

Bogor, Januari 2015

(11)

DAFTAR ISI

Hubungan antara Efisiensi dan Daya Saing Penelitian-Penelitian Terdahulu

Analisis Efisiensi Alokatif dan Efisiensi Ekonomi Analisis Daya Saing

Analisis Policy Analysis Matrix (PAM) Penentuan Harga Bayangan

(12)

DAFTAR ISI (lanjutan)

Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Usahatani Jagung Pemilihan Model Fungsi Produksi

Pendugaan Fungsi Produksi Stochastic Frontier Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Petani Jagung

Efisiensi Alokatif Petani Jagung Efisiensi Ekonomi Petani Jagung Analisis Daya Saing Usahatani Jagung

Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial Keunggulan Kompetitif dan Komparatif Analsis sensitivitas Terhadap Daya Saing Jagung

(13)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan permintaan jagung untuk konsumsi dan industri pakan Indonesia tahun 2001-2010

2 Perkembangan produksi, permintaan dan impor jagung Indonesia tahun 2001-2010

3 Perkembangan luas lahan, produktivitas dan produksi jagung Indonesia tahun 2001-2010

4 Jumlah luas lahan, produktivitas dan produksi jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2011

5 Luas panen, produktivitas dan produksi jagung di Kabupaten Sumbawa tahun 2011

6 Konstruksi model policy analysis matrix

7 Alokasi biaya produksi berdasarkan komponen biaya domestik dan asing

8 Keadaan iklim di Kabupaten Sumbawa tahun 2011 9 Penggunaan lahan di Kabupaten Sumbawa tahun 2011

10 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan kepadatan penduduk di Kabupaten Sumbawa tahun 2011

11 Mata pencaharian penduduk di Kabupten Sumbawa tahun 2011 12 Sebaran petani responden berdasarkan umur, tingkat pendidikan,

pengalaman dan jumlah anggota keluarga di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

13 Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan garapan diKabupaten Sumbawa tahun 2013

14 Akses kredit petani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

15 Pola tanam petani pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

16 Jumlah petani yang menggunakan input pupuk untuk usahatani jagung lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

17 Rata-rata penggunaan input dan produksi jagung pada usahatani lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 18 Harga rata-rata input dan output dari petani jagung pada lahan

kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

19 Analisis keuntungan usahatani jagung pada lahan sawah dan kering di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

20 Hasil pendugaan fungsi produksi jagung pada lahan kering, sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013gabungan tanpa

(14)

DAFTAR TABEL (lanjutan)

21 Hasil pendugaan fungsi produksi stochastic frontier pada usahatani jagung lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

22 Hasil efisiensi teknis petani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

23 Hasil pendugaan parameter model efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier petani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

24 Hasil efisiensi alokatif petani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

25 Hasil efisiensi ekonomi petani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

26 Hasil analisis PAM keuntungan privat dan sosial usahatani jagung pada lahan kering di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 27 Hasil analisis PAM keuntungan privat dan sosial usahatani

jagung pada lahan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 28 Hasil analisis PAM daya saing usahatani jagung pada lahan

kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

29 Hasil PAM analisis sensititivitas terhadap daya saing usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

30 Peningkatan efisiensi ekonomi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

31 Hasil analisis PAM keuntungan privat dan sosial usahatani jagung pada lahan sawah setelah peningkatan efisiensi ekonomi di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

32 Hasil analisis PAM daya saing usahatani jagung pada lahan kering dan sawah setelah peningkatan efisiensi ekonomi di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

2 Efisiensi teknis dan alokatif dari sisi input 3 Alur kerangka pemikiran

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji statistik penggunaan input dan produksi rata-rata yang dihasilkan oleh petani jagung lahan kering dan lahan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

2 Listing program menggunakan program SAS 9.13 untuk pendugaan Fungsi produksi jagung pada usahatani jagung lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 menggunakan metode OLS

3 Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani jagung pada lahan kering di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 dengan metode OLS menggunakan program SAS 9.13

4 Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani jagung pada lahan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 dengan metode OLS menggunakan program SAS 9.13

5 Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 tanpa dummy dengan metode OLS menggunakan program SAS 9.13 6 Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani jagung pada lahan

kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 pakai dummy dengan metode OLS menggunakan program SAS 9.13 7 Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani jagung pada lahan

kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 pakai tanpa dummy teretriksi dengan metode OLS menggunakan program SAS 9.13

8 Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 pakai dummy teretriksi dengan metode OLS menggunakan program SAS 9.13

9 Analisis varians untuk pengujian kesamaan koefesien regresi usahatani jagung lahan sawah dan kering di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

10 Hasil pendugaan fungsi produksi dan inefisiensi teknis usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 dengan metode MLE menggunakan Program Frontier 4.1

11 Tingkat efisiensi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

12 Tingkat efisiensi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 setelah simulasi penurunan pupuk urea menjadi 200 kg per hektar

(16)

DAFTAR LAMPIRAN (lanjutan)

13 Perhitungan harga bayangan pada usahatani jagung pada lahan kering di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

14 Perhitungan harga bayangan pada usahatani jagung lahan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

15 Analisis finansial, ekonomi dan PAM usahatani jagung pada lahan kering di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

16 Analisis finansial, ekonomi dan PAM usahatani jagung pada lahan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

92

94

96

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian masih merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2012 sebesar 14.44 persen (BPS Indonesia 2013). Menurut Daryanto (2009), sektor pertanian memiliki peran sebagai sektor yang dapat menghasilkan pangan dan bahan baku untuk peningkatan sektor industri dan jasa, menghasilkan atau menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau substitusi impor, pasar yang potensial bagi produk-produk industri, transfer surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri, dan sektor pertanian mampu menyediakan modal bagi pengembangan sektor-sektor lainnya (a net outflow of capital for invesment in others sectors). Mengingat pentingnya peran sektor pertanian tersebut bagi perekonomian, maka pembangunan pertanian harus terus dikembangkan supaya dapat terciptanya sistem pertanian yang unggul dan produk pertanian yang memiliki daya saing sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan hidup petani. Mahfudz et al. (2004) mengemukakan bahwa arah pengembangan sektor pertanian dapat dilakukan melalui pengembangan agribisnis, peningkatan kualitas dan kuantitas produksi, penganekaragaman komoditas unggulan, peningkatan nilai tambah produk dan perluasan pasar.

Salah satu subsektor pertanian yang masih menjadi prioritas pembangunan sektor pertanian adalah subsektor tanaman pangan. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya kontribusi tanaman pangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2012 sebesar 8.08 persen (BPS Indonesia 2013). Salah satu komoditas subsektor tanaman pangan yang berperan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia adalah jagung. Jagung merupakan salah satu tanaman yang sangat penting di Indonesia karena selain sebagai bahan pangan utama (food) juga digunakan sebagai kebutuhan pakan ternak (feed) dan dibuat tepung jagung (cornstarch) untuk produk-produk makanan, minuman, pelapis kertas dan farmasi serta sebagai penghasil sumber energi terbarukan (renewable) untuk keperluan bahan bakar (Daryanto 2009).

Adanya pengembangan biofuel saat ini dari bahan baku jagung menyebabkan permintaan jagung dunia meningkat seperti di Amerika Serikat pada tahun 2006 mengalokasikan sekitar 55 000 000 ton jagung untuk kebutuhan industri biofuel (Daryanto 2009). Selain Amerika Serikat di Asia, Jepang merupakan negara dengan jumlah permintaan jagung terbesar di dunia. Rata-rata impor jagung pipilan kering Jepang selama periode tahun 2006 – 2010 mencapai sebesar US$ 3.95 milyar atau 12.24 persen terhadap total impor jagung pipilan kering dunia. Negara berikutnya sebagai negara pengimpor jagung terbesar di dunia adalah Rep. Korea dan Meksiko dengan rata-rata impor masing-masing sebesar US$ 1.91 milyar atau 5.91 persen dan US$ 1.62 milyar atau 5.02 persen dari total impor jagung dunia pada tahun 2006 – 2010 (Kementerian Pertanian 2013).

(18)

jelas pada Tabel 1 dimana selama periode tahun 2001-2010 rata-rata konsumsi jagung sebesar 9 118 300 ton dan rata-rata sebesar 834 900 ton untuk pakan dengan jumlah permintaan rata-rata jagung domestik selama periode tahun 2001-2010 sebesar 13 914 200 ton.

Tabel 1 Perkembangan permintaan jagung untuk konsumsi dan industri pakan Indonesia tahun 2001-2010

Rata-rata 9 118 834 13 914

Keterangan : Angka1)pada kolom yang sama masing-masing dikali 1000 Sumber: Kementerian Pertanian 2011

Permintaan jagung yang masih tinggi baik untuk pakan maupun konsumsi yang tidak diimbangi oleh jumlah produksi jagung dalam negeri menyebabkan pemerintah masih harus mengimpor jagung untuk memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri. Berdasarkan Tabel 2 selama periode tahun 2001-2010 jumlah rata-rata impor jagung Indonesia sebesar 1 482 488.3 ton, sedangkan produksi jagung dalam negeri hanya sebesar 13 081 139 ton.

Tabel 2 Perkembangan produksi, permintaan dan impor jagung Indonesia tahun 2001-2010

(19)

Dengan melihat rata-rata permintaan jagung dalam negeri yang semakin meningkat, maka diperlukan upaya untuk mengatasi masalah kesenjangan antara produksi dan permintaan jagung supaya pemerintah tidak selalu tergantung kepada impor jagung. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan produksi jagung melalui perluasan lahan dan peningkatan produktivitas jagung di Indonesia. Saat ini produktivitas jagung di Indonesia masih tergolong rendah yakni rata-rata 4 ton per hektar dengan jumlah produksi rata-rata sebesar 13 081 138 ton dan rata-rata luas lahan tanaman jagung sebesar 3 602 430 hektar pada tahun 2001-2010 seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perkembangan luas lahan, produktivitas dan produksi jagung Indonesia tahun 2001-2010

Rata-rata 3 602 4 13 081

Keterangan : Angka1)pada kolom yang sama masing-masing dikali 1000 Sumber: Kementerian Pertanian 2011

(20)

Tabel 4 Jumlah luas lahan, produktivitas dan produksi jagung di Provinsi Nusa

Lombok Barat 3 458 4.94 17 091

Lombok Tengah 3 244 5.12 16 593

Lombok Timur 15 584 5.28 82 282

Sumbawa 26 065 5.09 132 554

Dompu 16 999 5.12 86 978

Bima 11 299 5.17 58 443

Sumbawa Barat 5 284 5.02 26 432

Lombok Utara 2 4.50 9

Kota Mataram 1 357 5.23 7 097

Kota Bima 6 015 4.89 29 436

Jumlah 89 307 5.17 456 915

Sumber: BPS NTB 2012

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari sepuluh kabupaten yang ada di Provinsi NTB. Kabupaten Sumbawa merupakan kabupaten yang memiliki luas lahan dan produksi jagung tertinggi yaitu 26 065 hektar dan produksi sebesar 132 554 ton. Dilihat dari sisi produktivitas, produktivitas usahatani jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 5.17 ton per hektar dan Kabupaten Sumbawa yang hanya 5.09 ton per hektar masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan produktivitas jagung secara nasional yaitu sebesar 4 ton per hektar, Namun masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan produktivitas usahatani di Provinsi Jawa Timur sebesar 5.7 ton per hektar dan di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan yang berkisar 5.4-6.3 ton per hektar (Subandiet al.2005).

Usaha untuk meningkatkan produksi jagung di Indonesia telah banyak dilakukan akan tetapi hasilnya masih belum memuaskan hal ini dikarenakan masih terdapat masalah efisiensi dalam melakukan usahatani. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah kesenjangan antara produksi dan permintaan jagung di dalam negeri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani jagung. Menurut Solahuddin (1999), untuk meningkatkan produksi jagung perlu adanya ekstensifikasi pertanian dimana tidak hanya bisa dilakukan pada lahan-lahan sawah irigasi atau lahan-lahan yang intensif, melainkan juga pada lahan-lahan seperti lahan kering, dan lahan gambut. Selain itu, peningkatan produksi jagung dapat dilakukan dengan cara meningkatkan efisiensi usahatani jagung dengan cara menggunaan input-input usahatani jagung dengan optimal sehingga akan memberikan hasil produksi jagung yang maksimal.

(21)

sehingga dapat menurunkan biaya transportasi petani yang akan berdampak pada perolehan harga output yang lebih baik dan harga input dapat dikurangi akibat adanya efisiensi ekonomi. Di sisi konsumen, total harga yang dibayar konsumen akan lebih rendah (WTO 2004).

Perumusan Masalah

Kabupaten Sumbawa merupakan daerah yang dijadikan sebagai sentra penghasil jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dari sepuluh kabupaten/kota yang ada di Provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa memiliki jumlah produksi dan luas areal panen yang paling tinggi. Dimana pada tahun 2011 produksi jagung di Kabupaten Sumbawa mencapai sebesar 132 554 ton dengan luas areal panen sebesar 26 065 hektar. Selain itu, jika dilihat dari potensi lahan yang dapat digunakan untuk produksi jagung, Kabupaten Sumbawa yang terdiri dari 24 kecamatan ini memiliki potensi pengembangan lahan jagung (lahan kering dan sawah) yang cukup besar yaitu sebesar 285 678 hektar dengan produksi 1 456 957.8 ton (BPS Sumbawa 2012).

Tabel 5 Luas panen, produktivitas dan produksi jagung di Kabupaten Sumbawa 2011

Labuhan Badas 698 5.0 3 459

Unter Iwes 234 4.9 1 162

Moyohilir 15 4.9 74

Plampang 4 322 5.2 22 440

Labangka 9 691 5.2 49 926

Maronge 435 5.1 2 220

Empang 585 5.0. 2 951

Tarano 472 5.1 2 395

Jumlah 26 065 5.1 132 554

(22)

Tabel 5 menunjukkan bahwa produktivitas jagung di Kabupaten Sumbawa berkisar 4.7-5.1 ton per hektar masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan produktivitas jagung di daerah lain di Indonesia seperti di Jawa Timur. Menurut Suprapto (2006), produktivitas jagung di Provinsi Jawa Timur mencapai 5.7 ton per hektar. Selain di Jawa Timur produktivitas jagung di Kabupaten Sumbawa juga masih berada di bawah Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan yang berkisar 5.4-6.3 ton per hektar (Subandiet al.2005).

Oleh karena itu, produktivitas jagung di Kabupaten Sumbawa yang masih rendah yaitu sebesar 5.1 ton per hektar perlu ditingkatkan mengingat jagung merupakan komoditas unggulan daerah. Peningkatan produksi jagung di Kabupaten Sumbawa dapat dilakukan dengan meningkatkan areal tanam dan produktivitas usahatani jagung. Peningkatan produksi melalui perluasan areal tanam jagung dapat dilakukan dengan menanam jagung tidak hanya pada lahan kering tetapi juga dapat ditanami pada lahan sawah, gambut dan lain sebagainya. Menurut Badan Litbang Pertanian (2005), jagung dapat diusahakan pada lingkungan yang beragam yaitu dari lahan kering, sawah tadah hujan hingga sawah beririgasi. Areal pertanaman jagung telah mengalami pergeseran pada tahun 1980-an dominan sebesar 78 persen ditanam pada lahan kering dan sisanya sebesar 12 persen pada lahan sawah irigasi dan 10 persen pada sawah tadah hujan. Namun, saat ini diperkirakan areal pertanaman jagung pada lahan sawah irigasi dan tadah hujan meningkat berturut-turut sebesar 10 sampai 15 persen dan 20 sampai 30 persen terutama di daerah produksi jagung komersial. Seiring dengan hal tersebut petani di Kabupaten Sumbawa juga melakukan usahatani jagung pada lahan kering dan lahan sawah. Pada musim penghujan petani menanam jagung pada lahan kering karena sangat mengandalkan air hujan sebagai penyedia sumber air sedangkan pada musim kemarau petani biasa menanam jagung pada lahan sawah karena memiliki sumber air dari irigasi teknis, setengah teknis maupun non teknis.

Peningkatan produksi jagung melalui peningkatan produktivitas usahatani jagung dapat dilakukan dengan cara melakukan efisiensi terhadap usahatani jagung. Menurut Farrel (1957); Lau dan Yotopoulos (1971) dalam usahatani konsep efisiensi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) efisiensi teknis (technical efficiency), (2) efisiensi harga (price efficiency), dan (3) efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis merupakan kemampuan suatu usahatani untuk menghasilkan output yang maksimum dari penggunaan input-input usahatani dan efisiensi alokatif merupakan kemampuan dari suatu usahatani menggunakan input-input secara proporsional pada tingkat harga dan teknologi produksi masing-masing. Kombinasi antara efisiensi teknis dan alokatif disebut efisiensi ekonomi.

(23)

produksi dapat dihemat dan output yang dihasilkan dapat maksimal sehingga akan meningkatkan efisiensi dalam melakukan usahatani jagung.

Selain faktor efisiensi, dalam melakukan usahatani jagung hal yang harus diperhatikan juga adalah daya saing sistem komoditas tersebut. Menurut Daryanto (2009), daya saing merupakan kemampuan dari suatu sektor, industri, atau perusahaan untuk bersaing dengan sukses sehingga mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan di dalam lingkungan global selama biaya imbangannya (opportunity cost) lebih rendah dari penerimaan sumberdaya yang digunakan. Suatu komoditas dikatakan memiliki daya saing apabila biaya oportunitas (opportunity cost) yang relatif rendah dan efisiensi dalam usahatani dapat dikatakan sebagai indikator daya saing suatu sistem usahatani.

Konsep daya saing tidak lepas dari konsep keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Sedangkan keunggulan kompetitif merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual. Suatu komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial (Daryanto 2009).

Analisis daya saing (keunggulan komparatif dan kompetitif) dapat mencakup tiga orientasi perdagangan, yaitu substitusi impor (SI), perdagangan antar daerah (PAD) dan promosi ekspor (PE). Pada analisis substitusi impor (SI), manfaat yang diperoleh dari kegiatan produksi adalah devisa yang dihemat akibat berkurangnya impor. Pada analisis perdagangan antar daerah (PAD) manfaat yang diperoleh berupa penghematan devisa, karena impor dari luar negeri digantikan oleh perdagangan antar daerah. Sedangkan pada analisis promosi ekspor (PE), manfaat yang diperoleh adalah nilai devisa yang bertambah jika hasil produksi di ekspor.

Menurut Kementerian Pertanian (2013), Jagung Indonesia masih kurang berdaya saing pada pasar internasional atau dunia. Harga jagung di pasar domestik masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga jagung dunia yakni sebesar Rp 3 177 per kilogram untuk harga di tingkat produsen dan Rp 5 542 per kilogram untuk harga di tingkat konsumen sedangkan harga jagung dunia sebesar Rp 2 587 per kilogram. Hal tersebut dikarenakan produktivitas jagung Indonesia yang masih rendah yaitu sebesar 4 ton per hektar.

Jika produktivitas jagung tinggi dan efisien dalam melakukan usahatani jagung maka akan tercipta daya saing jagung yang mampu bersaing di pasar domestik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan di pasar internasional untuk diekspor. Menurut Sumbodo (2005), produktivitas dan efisiensi merupakan penentu tingkat daya saing suatu komoditas. Suatu komoditas akan mampu bersaing di pasar bila memiliki daya saing yang tinggi.

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa?

(24)

mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa?

3. Apakah secara alokatif dan ekonomi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa sudah efisien?

4. Apakah pengaruh efisiensi terhadap daya saing dan bagaimanakah tingkat daya usahatani usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa

2. Menganalisis tingkat efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa

3. Menganalisis tingkat efisiensi alokatif dan ekonomi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa

4. Menganalisis pengaruh efisiensi terhadap daya saing dan tingkat daya saing usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan usahatani jagung di Kabupaten Sumbawa sebagai daerah sentra produksi jagung terutama sebagai acuan dalam membuat kebijakan bagi pemerintah Kabupaten Sumbawa dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Bagi petani, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau acuan dalam melakukan usahatani jagung supaya tercapai efisiensi dan produktivitas usahatani jagung yang tinggi sehingga dapat meningkatan pendapatan petani. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dijadikan sebagai acuan atau sumbangan pemikiran.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi kegiatan yang terdiri dari: (1) analisis faktor-faktor produksi jagung (2) analisis tingkat efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, analisis tingkat efisiensi alokatif dan ekonomi usahatani jagung (3) analisis pengaruh efisiensi terhadap daya saing dan daya saing usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa.

(25)

Keterbatasan Penelitian

1. Variabel lahan, benih, tenaga kerja, pupuk (N, dan PK), dan pestisida yang dimasukkan ke dalam fungsi produksi stochastic frontier berpengaruh positif terhadap produksi jagung. Variabel yang pengaruhnya negatif tidak dapat dimasukkan ke dalam model karena penurunan fungsi produksi ke fungsi biayadual frontiertidak dapat dilakukan.

2. Pengukuran efisiensi dilakukan dari sisi input.

3. Tingkat daya saing yang diukur adalah dari keunggulan komparatif (keuntungan sosial) dan kompetitif (keuntungan privat).

2 TINJAUAN PUSTAKA

Fungsi Produksi Pertanian

Fungsi produksi menjelaskan hubungan teknis yang mentransformasikan input-input (sumberdaya) menjadi output (Debertin 1986). Dimana output yang dihasilkan akan maksimum dengan penggunaan input-input tersebut (Coelliet al.

1998). Fungsi produksi frontier adalah jenis fungsi produksi yang sering digunakan untuk menggambarkan produksi maksimal yang dapat diperoleh dari kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu (Doll dan Orazem 1984). Pengukuran fungsi produksi frontier secara umum dibedakan atas 4 cara yaitu: (1) deterministic nonparametric frontier, (2) deterministic parametric frontier, (3) deterministic statistical frontier, dan (4) stochastic statistical frontier (stochastic frontier).

Dari keempat model pengukuran fungsi produksi frontier tersebut, model

stochastic frontier adalah model pengukuran yang paling baik karena dapat mengukur efek-efek tak terduga (stochastic effects) pada fungsi produksifrontier.

Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis yang dapat menggambarkan produksi maksimal yang diperoleh dari variasi kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu (Doll dan Orazem 1984). Fungsi produksi frontier diturunkan dengan menghubungkan titik-titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input. Jadi fungsi tersebut mewakili kombinasi input-output secara teknis paling efisien. Model produksi stochastic frontier merupakan perluasan dari model asli deterministik frontier untuk mengukur efek-efek yang tak terduga (stochastic effects) di dalam batas produksi.

Model fungsi produksi stochastic frontier pertama kali dikemukakan oleh Aigner et al. (1977); Meeusen dan van den Broeck (1977). Variabel acak vi

dimasukkan untuk menghitung error dan faktor-faktor yang tidak pasti seperti cuaca, serangan hama dan sebagainya di dalam nilai variabel output, bersama-sama dengan efek gabungan dari variabel input yang tidak terdefinisi di dalam fungsi produksi. Aigner et al. (1977) mengasumsikan bahwa variabel acak vi

(26)

rataan (μ i) bernilai 0 dan variansnya konstan atau N(0,δV2), simetris serta bebas

dari ui. Variabel acak ui yang dimasukkan merupakan variabel acak non negatif

dan diasumsikan terdistribusi secara bebas. Variabel ui ini juga disebut one-side

disturbance yang berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi. Adapun model persamaan fungsi produksi stochastic frontier dapat dituliskan sebagai berikut (Coelliet al. 1998):

Ln (Yi) = Xiβ + vi-ui i= ,2,……..,N………..(2.2)

keterangan: Yi= output jagung

Xi= input jagung

vi= variabel acak

ui= variabel acak non negatif

Model Persamaan 2.2 disebut fungsi produksi stochastic frontier karena nilai-nilai output dibatasi diatas oleh variabel stochastic (acak) exp(xiβ+vi). Variabel acak dapat bernilai positif atau negatif sehingga keragaman output

stochastic frontier merupakan bagian deterministic dari model frontier exp(xiβ). Struktur dasar model fungsistochastic frontierdigambarkan seperti pada Gambar 1. Penggunaan input-input direpresentasikan pada sumbu horizontal (x) dan output pada sumbu vertikal (y). Komponen frontier dari model stochastic frontier=exp(xβ) digambarkan dengan asumsi memiliki karakteristik skala kenaikan yang menurun.

Pada Gambar 1 diamati input-input dan output dari dua petani. Petani i menggunakan input sebesat xi dan memperoleh output sebesar yi. Akan tetapi

output batasnya dari petani i adalah yi, melampaui nilai pada batas dari fungsi

produksi yaitu yi = exp(xiβ+vi). Hal ini bisa terjadi karena aktivitas produksinya

dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan seperti cuaca yang baik, penggunaan input yang efisien dan lain sebagainya, sehingga variabel vibernilai positif. Sementara itu petani j menggunakan input sebesar xj dan memperoleh

hasil sebesar yj. Akan tetapi output batas dari petani j adalah yj, berada di bawah

bagian batas dari fungsi produksiyaitu yj=exp(xjβ+vj). Kondisi ini terjadi karena

produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan seperti serangan hama dan penyakit, bencana alam dan lain sebagainya, sehingga vi bernilai

negatif.

Output stochastic frontier tidak dapat diamati karena nilai random error

tidak teramati. Bagian deterministik dari model stochastic frontier terlihat di antara output stochastic frontier. Output yang diamati dapat menjadi lebih besar dari bagian deterministic dari frontier apabila random error yang sesuai lebih besar dari efek inefisiensinya (misalnya yi>exp (xiβ) jika vj>ui) (Coelli et al.

1998).

Model stochastic frontier memiliki kelemahan yaitu model ini belum mengetahui bentuk penyebaran yang pasti dari variabel-variabel ui bentuk

(27)

Sumber: Farrel 1957; Coelliet al. 1998; Bravo-Ureta dan Pinheiro 1997 Gambar 1 Fungsi produksistochastic frontier

Parameter-parameter yang dimasukkan pada fungsi produksi stochastic frontier kemudian diestimasi menggunakan metode Maximum-likelihood estimation (MLE). Metode estimasi parameter ini dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode odinary least square(OLS) untuk menduga parameter teknologi dan input produksi (βm). Tahap kedua menggunakan metode

MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi (βm), intersep (β0)

dan varian dari kedua komponen kesalahan vidan ui(σv2dan σu2).

Fungsi produksi frontier diturunkan dari fungsi produksi Cobb-Douglas, menurut Teken dan Asnawi (1981), peubah-peubah yang terdapat dalam fungsi Cobb-Douglas dinyatakan dalam bentuk logaritma, maka fungsi tersebut akan menjadi fungsi linear additive. Dengan demikian untuk mengukur tingkat efisiensi usahatani jagung dalam penelitian ini digunakan fungsi produksi

stochastic frontier Cobb-Douglas. Pilihan terhadap bentuk fungsi produksi ini diambil berdasarkan alasan sebagai berikut: (1) bersifat homogen sehingga dapat digunakan menurunkan fungsi biaya dari fungsi produksi, (2) lebih sederhana, dan (3) jarang menimbulkan masalah multikolinieritas.

Konsep Efisiensi Usahatani

Petani dalam mengelolah usahataninya dituntut untuk berproduksi secara efisien. Efisien dalam artian penggunaan faktor-faktor produksi optimum untuk menghasilkan output yang maksimal. Selain itu juga penggunaan biaya atau korbanan yang minimal dalam menghasilkan output yang maksimal juga dikatakan efisien dalam berproduksi. Dengan demikian efisiensi usahatani sangat berkaitan dengan keuntungan yang akan diterima oleh petani. Semakin efisien petani dalam berproduksi maka akan mengurangi biaya usahatani sehingga keuntungan yang diterima akan semakin besar.

(28)

efficiency), (2) efisiensi harga (price efficiency), dan (3) efisiensi ekonomis (economic efficiency).

Farrel (1957) menyatakan bahwa efisiensi teknis merupakan kemampuan suatu usahatani untuk menghasilkan output yang maksimum dari penggunaan input-input usahatani. Petani secara teknis dikatakan lebih efisien dibandingkan petani lain, apabila dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama, diperoleh output fisik yang lebih tinggi. Efisiensi harga atau efisiensi alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marginal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marginalnya (Lau dan Yotopoulos 1971) atau menunjukkan kemampuan usahatani untuk menggunaan input dengan proporsi yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki. Sedangkan efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi harga (Farrell 1957).

Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada

isoquant batas, sedangkan alokatif mengacu pada kemampuan untuk berproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan rasio input pada biaya yang minimum. Sebaliknya, inefisiensi teknis mengacu pada penyimpangan dari

isoquant frontier, sedangkan inefisiensi alokatif mengacu pada penyimpangan dari rasio input pada biaya minimum.

Efisiensi ekonomi dapat diukur dengan menggunakan kriteria keuntungan maksimum (profit maximization) dan kriteria biaya minimum (cost minimization). Efisiensi ekonomi akan tercapai bila kenaikan hasil sama dengan nilai penambahan faktor-faktor produksi atau nilai marginal (NPM) dari faktor-faktor produksi sama dengan biaya korbanan marginalnya (BKM). Dengan kata lain, menurut Bravo-Ureta dan Pinheiro (1993), efisiensi ekonomi merupakan rasio nilai produk marginal sama dengan harga input.

Pengukuran Efisiensi dari Sisi Input

Farrel (1957) menyatakan bahwa konsep efisiensi usahatani dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) efisiensi teknis (technical efficiency), (2) efisiensi harga (price efficiency), dan (3) efisiensi ekonomis (economic efficiency). Pengukuran tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi usahatani tersebut dapat diukur dari dua sisi yaitu pengukuran efisiensi usahatani dari sisi input dan pengukuran efisiensi usahatani dari sisi output. Pada penelitian ini digunakan konsep pengukuran efisiensi usahatani dari sisi input.

Pada Gambar 2, kurva isoquant frontierSS’ menunjukkan kombinasi input per output (x1/y dan x2/y) yang efisien secara teknis untuk menghasilkan output.

Setiap kombinasi input pada isokuan seperti pada titik Q atau Q’ merupakan

kombinasi yang secara teknis efisien. Sedangkan kombinasi input yang berada diatas isokuan seperti pada titik P merupakan kombinasi yang tidak efisien. Inefisiensi teknis dalam usahatani dapat digambarkan oleh jarak QP. Hal ini disebabkan pengurangan kombinasi input dari P ke Q dapat dilakukan tanpa harus mengurangi outputnya. Ratio QP/OP menggambarkan persentase input-input yang dapat dikurangi untuk mencapai produksi yang efisien secara teknis. Sehingga efisiensi teknis (ETi) usahatani dapat dinyatakan sebagai ratio OQ/OP, dimana

(29)

Sumber: Coelliet al. (1998)

Gambar 2 Efisiensi teknis dan alokatif dari sisi input

Jika harga input tersedia, maka efisiensi alokatif (AEi) dapat ditentukan.

Garis isocost (AA’) digambarkan menyinggung isoquant SS’ di titik Q’ dan memotong garis OP di titik R. Titik R menunjukkan rasio input-output optimal yang meminimumkan biaya produksi pada tingkat output tertentu karena slope

isoquant sama dengan slope garis isocost. Titik Q secara teknis efisien tetapi secara alokatif inefisien karena usahatani di titikQberproduksi pada tingkat biaya yang lebih tinggi dari pada di titik Q’. Jarak OR-OQ menunjukkan adanya penurunan biaya produksi jika produksi terjadi di titik Q’ (efisien secara alokatif dan teknis), sehingga efisiensi alokatif (AEi) usahatani adalah rasio OR/OQ.

Menurut Farrell (1957), efisiensi alokatif ini sering juga disebut sebagai efisiensi harga (price efficiency). Sedangkan untuk menghitung efisiensi ekonomi (EEi)

merupakan kombinasi antara efisiensi teknis (ETi) dan alokatif (EAi) yaitu:

EEi = ETix AEi

EEi = OQ/OP x OR/OQ

EEi = OR/OP

Efisiensi usahatani mempunyai nilai berkisar antara 0 dan 1. Angka yang bernilai 1 menunjukkan bahwa suatu usahatani sudah mencapai efisiensi yang tertinggi.

Konsep Daya Saing

(30)

diartikan sebagai keunggulan kompetitif yang merupakan hasil kombinasi dari adanya distorsi pasar dan keunggulan komparatif (Daryanto 2009).

Menurut Daryanto (2009), daya saing merupakan kemampuan dari suatu sektor, industri, atau perusahaan untuk bersaing dengan sukses sehingga mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan di dalam lingkungan global selama biaya imbangannya (opportunity cost) lebih rendah dari penerimaan sumberdaya yang digunakan. Daya saing suatu komoditas sering diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Asian Development Bank (1992) menyatakan bahwa keunggulan komparatif adalah kemampuan suatu wilayah atau negara dalam memproduksi satu unit dari beberapa komoditas dengan biaya yang relatif lebih rendah dari biaya imbangan sosialnya dari alternatif lainnya. Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang diterapkan suatu negara untuk membandingkan beragam aktivitas produksi dan perdagangan di dalam negeri terhadap perdagangan dunia. Dari definisi tersebut, terlihat bahwa biaya produksi dinyatakan dalam nilai sosial dan harga komoditas diukur pada tingkat harga di pelabuhan yang berarti juga berupa harga bayangan.

Keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur keuntungan privat (private profitability) dan dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai tukar uang resmi (Asian Development Bank 1992). Harga pasar adalah harga yang benar-benar dibayar produsen untuk faktor produksi dan harga yang benar-benar-benar-benar mereka terima dari hasil penjualan outputnya. Selain itu dinyatakan pula bahwa keunggulan kompetitif dapat juga dijadikan suatu indikator untuk membandingkan antar negara dalam menghasilkan suatu komoditi. Dengan asumsi adanya sistem tataniaga dan intervensi pemerintah, maim suatu negara akan dapat bersaing di pasar internasional, jika negara tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dalam menghasilkan suatu komoditi.

Konsep keunggulan komparatif dan kompetitif juga dikemukakan oleh Daryanto (2009) yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Sedangkan keungguan kompetitif merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual. Suatu komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial.

(31)

Policy Analysis Matrix (PAM)

Policy analysis matrix (PAM) merupakan sebuah metode analisis ekonomi dalam menilai proyek-proyek investasi publik serta kebijakan publik di sektor pertanian. PAM sering digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif (kelayakan ekonomi) dan keunggulan kompetitif (kelayakan finansial) dari suatu sistem usahatani. Monke dan Pearson (1989) mengemukakan bahwa policy analysis matrix (PAM) digunakan untuk menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap tingkat daya saing dari beberapa komoditi unggulan tanaman pangan. Kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi sektor pertanian dapat dibagi menjadi tiga yaitu: kebijakan harga, kebijakan makroekonomi dan kebijakan investasi publik. Pada penelitian ini menggunakan metode policy analysis matrix

(PAM) untuk menganalis daya saing usahatani jagung.

Menurut Pearson et al. (2005) metode PAM sangat membantu pengambil kebijakan baik di pusat maupun di daerah untuk menelaah tiga isu sentral analisis kebijakan pertanian. Adapun tiga isu tersebut diantaranya:

1. Dampak kebijakan harga dan teknologi terhadap daya saing suatu sistem usahatani pada tingkat harga aktual (harga pasar) yang diukur dengan tingkat keuntungan privat (private profitability).

2. Dampak kebijakan investasi publik dalam bentuk infrastruktur baru terhadap tingkat efisiensi sistem usahatani yang diukur dengan tingkat keuntungan sosial (social profitability).

3. Dampak kebijakan investasi baru dalam bentuk riset atau teknologi pertanian terhadap tingkat efisiensi suatu sistem usahatani yang diukur dengan tingkat keuntungan sosial (social profitability).

Dalam menggunakan analisis policy analysis matrix (PAM) Terdapat tiga asumsi yang digunakan yaitu:

1. Perhitungan berdasarkan harga privat (private cost) yaitu harga yang benar-benar terjadi dan diterima oleh produsen dan konsumen atau harga yang terjadi setelah adanya kebijakan pemerintah.

2. Perhitungan berdasarkan harga sosial (social cost) atau harga bayangan (shadow price) yaitu harga pada kondisi pasar persaingansempurna atau harga yang terjadi bila tidak ada kebijakan pemerintah. Pada kondisi tradabel harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.

3. Output bersifat tradabel sedangkan input dapat dipisah berdasarkan komponen tradabel (asing) dan non tradabel (faktor domestik)

Tabel 6 Konstruksi modelpolicy analysis matrix(PAM)

Uraian Penerimaan

(32)

keterangan:

A = Pendapatan privat

B = Biaya privat input tradabel C = Biaya privat faktor domestik D = Kentungan privat atau A-(B+C) E = Pendapatan sosial

F = Biaya sosial input tradabel G = Biaya sosial faktor domestik H = Keuntungan sosial atau E-(F+G) I = Output transfer atau (A-E) J = Input transfer atau (B-F)

K = Transfer faktor domestik atau (C-G)

L = Net transfer atau transfer bersih (D-H) atau I-(J+K)

Dari konstruksi model PAM pada Tabel 6 tersebut dapat diketahui bahwa PAM terdiri dari dua identitas yaitu:

1. Identitas tingkat keuntungan (profitability identity)

Identitas keuntungan pada sebuah model PAM adalah hubungan perhitungan lintas kolom dari matriks. Keuntungan didefinisikan sebagai pendapatan dikurangi biaya. Keuntungan tersebut terdiri dari keuntungan privat dan keuntungan sosial.

2. Identitas penyimpangan (divergences identity)

Identitas penyimpangan adalah hubungan lintas baris matriks. Divergensi menyebabkan harga privat suatu komoditas berbeda dengan harga sosialnya. Divergensi meningkat bisa disebabkan oleh pengaruh kebijakan yang distortif atau karena kekuatan pasar yang gagal menghasilkan harga efisiensi.

Hubungan antara Efisiensi dan Daya Saing

Sumbodo (2005) menyatakan bahwa efisensi sangat menentukan daya saing suatu komoditas. Demikian juga Coelli et al. (2005) melihat bahwa efisiensi adalah bagian utama dari daya saing suatu komoditas.

Menurut Curtiss (2001), Inefisiensi ekonomi dalam memproduksi suatu komoditas akan terjadi jika terdapat ruang untuk mengoptimalkan penggunaan dan pengalokasian sumber daya, atau terdapat ruang untuk meningkatkan profitabilitas dan kesejahteraan. Jika hanya satu faktor, misalnya perbedaan dalam potensi manajemen diasumsikan menyebabkan inefisiensi ekonomi, maka ada hubungan sempurna antara efisiensi ekonomi (efisiensi teknis dan alokatif) terhadap daya saing. Namun, jika terjadi kegagalan pasar maka akan ada deviasi antara efisiensi teknis dan daya saing. Hal ini dikarenakan efisiensi alokatif lebih sensitif dalam memfungsikan pasar daripada efisiensi teknis (Mathijs dan Vranken 1999). Peningkatan efisiensi teknis dapat berpengaruh signifikan terhadap peningkatan efisiensi produksi dan akan menjamin efek yang sama pada tingkat profitabilitas dan secara simultan akan meningkatkan keunggulan komparatif suatu komoditas (Curtiss 2001).

(33)

perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Sedangkan keungguan kompetitif merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual. Suatu komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial.

Penelitian-Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai aspek efisiensi dan daya saing usahatani telah banyak dilakukan terutama di negara berkembang seperti di Indonesia maupun di negara lainnya. Adapun hasil penelitian-penelitan terdahulu yaitu:

Penelitian Terdahulu Tentang Efisiensi Usahatani

Penelitian tentang pengukuran efisiensi usahatani telah banyak dilakukan seperti Fadwiwati (2013); Situmorang (2013); Kurniawan (2008); Isaac (2011); Kibaara (2005); Bravo-Ureta dan Pinheiro (1997); Oyewo dan Fabiyi (2008); (2012); Essilfie et al. (2011); Msuya et al. (2008); Daryanto (2000); Myint dan Kyi (2005).

Fadwiwati (2013) menganalisis tentang pengaruh penggunaan varietas unggul jagung terhadap efisiensi petani jagung di Provinsi Gorontalo menggunakan metode fungsi produksi stochastic frontier. Variabel lahan, benih, urea, phonska, pupuk pelengkap cair, pestisida, tenaga kerja, dan dummyvarietas dimasukan kedalam fungsi untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung di provinsi Gorontalo. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa varietas unggul berpengaruh terhadap tingkat efisiensi petani jagung. Dimana petani yang menggunakan varietas unggul baru (VUB) memiliki tingkat efisiensi usahatani lebih tinggi dari pada petani yang masih menggunakan varietas unggul lama (VUL). Rata-rata tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi petani jagung VUB masing-masing sebesar 0.82, 0.53, dan 0.44. Sedangkan rata-rata tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi petani jagung VUL masing-masing sebesar 0.78, 0.46 dan 0.36. Selain itu juga ditemukan bahwa akses kredit, keanggotaan kelompok tani, pendidikan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi usahatani jagung di Provinsi Gorontalo.

Situmorang (2013) meneliti tentang analisis efisiensi usahatani jagung pada lahan kering di Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara. Metode yang digunakan untuk menghitung tingkat efisiensi usahatani jagung adalah fungsi produksi stochastic frontier. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa Usahatani jagung di Kabupaten Dairi belum efisien disebabkan proporsi penggunaan input yang tidak sesuai dengan kebutuhan yaitu penggunaan pupuk Phonska yang berlebihan. Dimana dari rata-rata nilai efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi sebesar 0.68, 0.60, dan 0.38. Selain itu, frekuensi penyuluhan pertanian ternyata dapat menurunkan inefisiensi teknis pada usahatani jagung karena penyuluhan sangat penting dalam melatih dan membimbing petani untuk menggunakan input-input produksi sesuai anjuran sehingga petani dapat berproduksi secara efisien.

Kurniawan (2008) menganalisis tingkat efisiensi pada usahatani jagung pada lahan kering di Kabupaten Tanah Laut menggunakan fungsi produksi

(34)

organik, pupuk anorganik, pestisida, tenaga kerja dan dummy pengolahan tanah dimasukkan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi jagung. Dari hasil penelitian mengenai pengukuran efisiensi teknis dengan manggunakan fungsi produksi stochastic frontier diperoleh bahwa usahatani jagung sudah efisien secara teknis karena nilai rata-rata efisiensi teknis lebih besar dari 0.8 yaitu 0.887 dengan nilai terendah 0.614 dan nilai tertinggi 0.970. Meskipun efisien dari sisi teknis, dari hasil analisis efisiensi alokatif dan ekonomi menggunakan fungsi dual biaya usahatani jagung masih belum efisien. Hal ini dikarenakan penggunaan input seperti pupuk nitrogen masih berlebihan.

Essilfie et al. (2011) menemukan tingkat efisiensi teknis pada produksi jagung skala kecil di Kota Mfantseman Ghana dengan menggunakan fungsi produksi Stochastic Frontier. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi teknis rata rata produksi jagung skala kecil adalah 58 persen dengan kisaran 17 sampai 99 persen. Selain itu faktor pendidikan formal, usia petani, ukuran rumahtangga dan pendapatan off farm berdampak pada efisiensi teknis. Pendugaanmarginal physical products menunjukan bahwa, ceteris paribus, setiap tambahan unit benih jagung meningkatkan output 31 kg (0.31 bags). Pupuk juga meningkatkan output 12 kg (0.12 bags), tenaga kerja meningkatkan output 29 kg (0.29 bags). Pendugaan return to scale adalah 1.49 menunjukkan adanya peningkatan atas skala produksi jagung di daerah penelitian (increasing return to scale).

Kibaara (2005) juga melakukan penelitian tentang efisiensi teknis pada produksi jagung di Kenya. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa tingakt efisiensi teknis berada pada kisaran 49 persen, selanjutnya ditemukan bahwadummykredit dan pembelian benih hibrida bertanda negatif, mengindikasikan bahwa kredit mengurangi inefisiensi teknis. Hubungan ini nyata pada tingkat kepercayaan 1 persen. Penemuan ini sejalan dengan penelitian Bravo-Ureta dan Pinheiro (1997) pada petani kecil di Paraguay Timur, mereka menemukan bahwa kredit mempunyai dampak positif terhadap efisiensi teknis.

Efisiensi teknis produksi jagung juga diteliti oleh Isaac (2011) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dari usahatani jagung adalah luas lahan usahatani jagung dan jumlah benih nyata pada taraf 10 persen dan 1 persen. Pendugaan parameter gamma adalah 0.12 yang mengindikasikan bahwa 12 persen dari total variasi output jagung disebabkan oleh inefisiensi teknis. Rata-rata efisiensi teknis adalah 0.961 sedangkan return to scale (RTS) adalah 0.59. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kesempatan untuk meningkatkan produksi jagung sebasar 0.39 persen dengan teknologi yang ada sekarang. Studi ini mengkonfirmasi bahwa lebih banyak lahan yang terbuka untuk produksi jagung di daerah tersebut dengan tingkat input saat digunakan.

Oyewo dan Fabiyi (2008) melakukan penelitian efisiensi teknis usahatani jagung di Area Oyo State Nigeria, menemukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi jagung adalah luas lahan dan jumlah benih yang digunakan, sedangkan faktor yang menurunkan inefisiensi adalah lama pendidikan dan pengalaman berusahatani. Rata-rata tingkat efisiensi teknis yang dicapai sebesar 60 persen dan nilai gamma sebesar 0.56.

(35)

antara 1.1 persen sampai 91 persen dengan nilai rata-rata efisiensi teknis sebesar 60.6 persen, nilai gamma sebesar 0.96. Faktor yang mempunyai pengaruh negatif terhadap efisiensi teknis yaitu pendidikan rendah, tidak mengakses kredit, keterbatasan kapital, fragmentasi lahan, ketidaktersediaan input, dan tingginya harga input. Petani yang mempunyai pendapatan di luar usahatani lebih efisien, dan petani yang menggunakan pestisida kimia kurang efisien dalam mengusahakan usahataninya.

Selain itu, pada jenis usahatani yang berbeda seperti penelitian Daryanto (2000) yang menggunakan analisis stochastic frontier untuk menganalisis efisiensi teknis petani padi yang menggunakan beberapa sistem irigasi pada tiga musim tanam berbeda di Provinsi Jawa Barat. Sistem irigasi yang dibandingkan teridiri dari sistem irigasi teknis, setengah teknis, sederhana dan desa. Fungsi produksi dugaan yang digunakan adalah fungsi produksi translog stochastic frontier, dengan model efek inefisiensi teknis non-netral. Variabel-variabel penjelas yang disertakan di dalam model efek inefisiensi teknis terdiri dari: (1) logaritma luas lahan, (2) rasio tenaga kerja yang disewa terhadap total tenaga kerja, dan (3) partisipasi petani di dalam program intensifikasi.

Hasil penelitiannya menunjukkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Model fungsi produksi stochastic frontier yang digunakan, secara signifikan dapat diterima. Dengan kata lain, fungsi produksi rata-rata tidak cukup menggambarkan efisiensi dan inefisiensi teknis yang terjadi di dalam proses produksi.

2. Rata-rata nilai inefisiensi teknis dari petani sampel berada pada kisaran 59 persen hingga 87 persen, dan terdapat pada setiap petani sampel disemua sistem irigasi dan musim tanam.

3. Semua variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam model efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier, secara signifikan mempengaruhi inefisiensi teknis.

4. Ukuran lahan dan rasio tenaga kerja, memberikan pengaruh yang tidak sama terhadap inefisiensi teknis petani di setiap sistem irigasi dan musim tanam.

Selain itu, Di Negara lain juga telah dilakukan penelitian mengenai analisis efisiensi usahatani seperti Myint dan Kyi (2005) melakukan penelitian tentang analisis efisiensi teknis pada sistem produksi usahatani padi sawah beririgasi di Myanmar, dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic frontier. Faktor-faktor yang dimasukkan sebagai variabel penjelas adalah luas areal, tenaga kerja keluarga, jumlah benih, jumlah pupuk, biaya tenaga kerja sewa, dan dummy penggunaan pupuk kandang. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi usahatni padi adalah umur petani, dummy tingkat pendidikan, dandummypenyuluhan.

(36)

kerja keluarga, serta tingkat pendidikan melalui peningkatan keterampilan melalui pendidikan dan pelatihan.

Penelitian Terdahulu Tentang Daya Saing Usahatani

Penelitian tentang analisis daya saing terhadap suatu komoditas juga telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Sadikin (1999); Kurniawan (2008); Mayrita (2007); dan Situmorang (2013).

Penelitian Sadikin (1999) yang mengkaji tentang keunggulan komparatif dan dampak kebijakan pemerintah pada komoditas jagung di Provinsi Bengkulu dengan menggunakan metode policy analysis matrix (PAM) menemukan bahwa secara ekonomi memproduksi jagung di Provinsi Bengkulu sudah efisien dan menguntungkan. Pengembangan usahatani jagung sebaiknya diarahkan pada daerah-daerah yang memiliki keunggulan komparatif supaya dapat mengurangi impor jagung Indonesia.

Kemudian penelitian Mayrita (2007) yang menambah jenis lahan dari penelitian sebelumnya yang mengkaji analisis daya saing pada usahatani jagung lahan kering dan lahan sawah di Provinsi Sumatera Utara dengan metode policy analysis matrix (PAM), meyimpulkan bahwa secara finansial usahatani jagung pada lahan kering dan lahan sawah di Provinsi Sumatera Utara mampu memberikan keuntungan masing-masing sebesar Rp 1 330 000 per hektar pada lahan kering dan Rp 1 830 000 per hektar pada lahan sawah. Selain itu, usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Provinsi Sumatera Utara telah memiliki keunggulan komparatif (daya saing) karena nilai domestic resources cost ratio

(DRCR) kurang dari 1 yaitu masing-masing 0.57 dan 0.58.

Kurniawan (2008) yang menganalisis tentang daya saing usahatani jagung pada lahan kering di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan dengan menggunakan metode policy analysis matrix (PAM) juga menemukan bahwa usahatani jagung di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan memiliki daya saing. Hal ini dikarenakan bahwa usahatani jagung mampu membiayai seluruh input domestiknya baik pada harga privat maupun pada harga sosial dimana diperoleh nilaiprivate cost ratio(PCR) dandomestic resources cost ratio

(DRCR) masing-masing sebesar 0.56 dan 0.61.

Penelitian Situmorang (2013) yang menganalisis juga tentang daya saing usahatani jagung di Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara yang menggunakan metode analisis policy analysis matrix (PAM) menemukan bahwa usahatani jagung di Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara memiliki daya saing yang rendah karena memiliki nilaiprivate cost ratio(PCR) dandomestic resources cost ratio(DRCR) masing-masing sebesar 0.8 dan 0.76.

Kerangka Pemikiran

(37)

Usahatani jagung di Kabupaten Sumbawa sangat dipengaruhi oleh faktor ketersediaan input seperti lahan, tenaga kerja, pupuk, pestisida, faktor umur petani, jumlah anggota keluarga, pendidikan dan pengalaman petani. Faktor-faktor tersebut dianalisis dengan menggunakan fungsi Cobb-Douglas stochastic frontier

dengan metode penduga parameter menggunakan maximum-likelihood untuk mengetahui efisiensi teknis, alokatif maupun ekonomis. Jika tercapai efisiensi, maka usahatani akan dapat mendatangkan output dan keuntungan yang maksimum bagi petani. Efisiensi akan dapat tercapai jika penggunaan input-input tersebut optimal sehingga biaya produksi minimal.

Sumber daya yang terbatas ketersediaannya harus dialokasikan secara optimal untuk kegiatan-kegiatan pertanian yang sangat diprioritaskan seperti kegiatan pertanian yang dapat menghasilkan produk-produk unggulan yang berdaya saing tinggi. Suatu komoditas dapat dikatakan memiliki daya saing apabila biaya oportunitas (opportunity cost) yang relatif rendah dari penerimaan sumberdaya yang digunakan dan efisiensi dalam usahatani dapat dikatakan sebagai indikator daya saing suatu sistem usahatani.

Analisis daya saing suatu komoditi pertanian dapat didekati dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Kedua aspek tersebut sangat menentukan harga (baik harga output maupun harga input), dimana harga merupakan faktor yang sangat berpengaruh secara langsung terhadap daya saing dari suatu produk atau komoditi. Analisis daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif) mencakup tiga orientasi perdagangan, yaitu substitusi impor (SI), perdagangan antar daerah (PAD) dan promosi ekspor (PE). Pada analisis substitusi impor (SI), manfaat yang diperoleh dari kegiatan produksi adalah devisa yang dihemat akibat berkurangnya impor. Pada analisis perdagangan antar daerah (PAD) manfaat yang diperoleh berupa penghematan devisa, karena impor dari luar negeri digantikan oleh perdagangan antar daerah. Sedangkan pada analisis promosi ekspor (PE), manfaat yang diperoleh adalah nilai devisa yang bertambah jika hasil produksi di ekspor.

Pada penelitian ini, suatu komoditi dianggap memiliki tingkat daya saing apabila komoditi tersebut memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Keunggulan kompetitif dapat dilihat dari private cost ratio (PCR). Nilai private cost ratio(PCR) menggambarkan banyak sistem komoditas tersebut dapat menghasilkan untuk membayar faktor domestik dan tetap dalam kondisi kompetitif yakni break event setelah membayar keuntungan normal. Jika nilai PCR>1, berarti sistem komoitas tersebut tidak mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat. Sebaliknya jika nilai PCR < 1, maka sistem komoditas tersebut mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat.

(38)

Gambar 3 Alur kerangka pemikiran Usahatani

Jagung

Produktivitas rendah, alokasi input yang berlebihan, dan impor

jagung tinggi

Efisiensi alokatif Efisiensi ekonomi

Keuntungan privat Keuntungan sosial

Keunggulan komparatif Keunggulan kompetitif Faktor-faktor Produksi:

Luas lahan, benih, pupuk (N dan PK) pestisida, tenaga kerja

Umur, pendidikan,

pengalaman usahatani,

jumlah anggota

keluarga dan dummy

akses kredit

Harga output

Efisiensi teknis Harga

(39)

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk (N dan PK) dan pestisida, berpengaruh positif terhadap produksi jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa.

2. Tingkat efisiensi yang dicapai petani jagung pada lahan kering dan sawah efisien secara teknis karena Kabupaten Sumbawa merupakan sentra jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

3. Usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa menguntungkan dari sisi finansial dan ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.

4. Semakin efisien usahatani jagung pada lahan kering dan sawah maka semakin berdaya saing sistem usahatani jagung di Kabupaten Sumbawa

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2014 di Kabupaten Sumbawa, dengan pertimbangan bahwa kabupaten tersebut merupakan sentra produksi jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan jumlah produksi 132 554 ton dan luas areal panen sebesar 26 065 hektar (BPS Sumbawa 2012).

Pemilihan daerah sampel dilakukan dengan cara bertahap (multi-stage) dan

purposive sampling. Daerah sampel pada penelitian ini adalah Kabupaten Sumbawa karena merupakan daerah sentra jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dari tingkat kabupaten selanjutnya dipilih dua kecamatan yaitu Kecamatan Labangka dan Kecamatan Utan. Kedua kecamatan tersebut dipilih karena daerah tersebut merupakan daerah sentra jagung di Kabupaten Sumbawa. Kecamatan Labangka merupakan sentra produksi jagung pada lahan kering dan Kecamatan Utan merupakan sentra produksi jagung pada lahan sawah. Kemudian dari kedua kecamatan tersebut dipilih masing-masing dua desa yang merupakan desa yang memiliki produksi dan luas areal tanam tertinggi yaitu Desa Jaya Makmur dan Desa Labangka di Kecamatan Labangka dan Desa Orong Bawa dan Desa Pukat di Kecamatan Utan.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah datacross sectionyang berupa data kualitatif dan kuantitatif. Menurut Sinaga (2013) menyatakan bahwa data kualitatif adalah data yang ukuran (measurement) besarnya (magnitude) tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka (numbers), sedangkan data kuantitatif adalah data yang ukuran (measurement) besarnya (magnitude) dapat dinyatakan dalam angka-angka (numbers).

Gambar

Tabel 1 Perkembangan permintaan jagung untuk konsumsi dan industri pakanIndonesia tahun 2001-2010
Tabel 3 Perkembangan luas lahan, produktivitas dan produksi jagung Indonesia
Tabel 4 Jumlah luas lahan, produktivitas dan produksi jagung di Provinsi NusaTenggara Barat tahun 2011
Tabel 5 Luas panen, produktivitas dan produksi jagung di Kabupaten Sumbawa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian tugas akhir saya, saya mohon kesediaan dari Saudara/i untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pada lembar angket

Pasal 33 UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah disebutkan bahwa penilaian besarnya nilai ganti kerugian oleh penilai dilakukan bidang per bidang tanah,

Ekstrak etanol 70% daun kelor ( Moringa oleifera Lam.) dengan dosis 300 dan 600 mg/KgBB mempunyai aktivitas yang sama dalam menurunkan kadar trigliserida darah

Siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran sebanyak 4 siswa, yang tuntas 20 siswa dengan persentase ketuntasan belajar 83,3% Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan pembelajaran

Fumigasi sebagai perlakuan karantina tumbuhan bertujuan untuk membebaskan media pembawa dari organisme pengganggu tumbuhan. Sesuai dengan maksud dan tujuan

jamban di Kelurahan Tanjung Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima • Memenuhi syarat jika semua KK (100% KK) sudah memiliki jamban dan laik digunakan • Tidak memenuhi

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka saran yang diberikan kepada Dosen dan mahasiswa di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yaitu dapat menerapkan

lebih dari itu, Maria juga membagi rahmat dari Puteranya dan Penyelamat kita yang berkarya atas pikiran dan keinginan manusia. Dengan alasan ini, paus menetapkan