• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN INTERVAL PERAWATAN KOMPONEN- KOMPONEN MESIN VERTICAL DRYER. DENGAN MENGGUNAKAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE DI PT.PLATINUM CERAMIC INDUSTRI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERENCANAAN INTERVAL PERAWATAN KOMPONEN- KOMPONEN MESIN VERTICAL DRYER. DENGAN MENGGUNAKAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE DI PT.PLATINUM CERAMIC INDUSTRI."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

MENGGUNAKAN METODE RELIABILITY CENTERED

MAINTENANCE

DI PT.PLATINUM CERAMIC INDUSTRI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Dalam Memperoleh Gelar Sar jana Teknik J ur usan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industr i

Disusun Oleh : ARIF NUR ROHMAN

NPM. 0832015018

J URUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

(2)

MESIN VERTICAL DRYER. DENGAN MENGGUNAKAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE

DI PT.PLATINUM CERAMIC INDUSTRIES

Disusun Oleh : ARIF NUR ROHMAN

NPM. 0832015018

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industr i

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal : 23 November 2012

Tim Penguji : Pembimbing :

1. 1.

Ir. Yustina Ngatilah, MT Ir. Endang Puji W, MMT NIP. 19570306 198803 2 001 NIP. 19611130 19903 1 001

2. 2.

Enny Aryani, ST. MT Ir. Rr. Rochmoeljati, MMT

NIP. 3700 9950 0411 NIP. 19611029 199103 2 001

3.

Dr s. Pailan, Mpd

NIP. 19530405 198303 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknologi Indsutri

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

(3)

SKRIPSI

PERENCANAAN INTERVAL PERAWATAN KOMPONEN-KOMPONEN MESIN VERTICAL DRYER. DENGAN METODE RELIABILITY

CENTERED MAINTENANCE.

DI PT.PLATINUM CERAMIC INDUSTRIES SURABAYA

OLEH :

ARIF NUR ROHMAN

NPM : 0832015018

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Dalam Memperoleh Gelar Sar jana Teknik J ur usan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industr i

Sur abaya, 23 November 2012 Mengetahui,

Dosen Pembimbing I

Ir. Endang Puji W, MMT NIP. 19591228 198803 2 001

Dosen Pembimbing II

Ir. Rr. Rochmoeljati, MMT NIP. 19611029 199103 2 001

Ketua J urusan J ur usan Teknik Industri UPN “Veteran” J awa Timur

(4)

i

Segala puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat terselesaikan Tugas Akhir/Skripsi dengan judul “Perencanaan Interval Perawatan Mesin Vertical Dryer Dengan Metode RCM (Reliability Centered Maintenance) Di PT. PLATINUM CERAMIC IDUSTRIES SURABAYA“ dapat diselesaikan untuk memenuhi syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur. Atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM selaku Ketua Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur

2. Ibu Ir. Endang PW, MMT, dan Ibu Ir.Rr. Rochmoeljati, MMT selaku dosen pembimbing.

3. Bapak Harsono selaku Supervisor Teknik sekaligus pembimbing di perusahaan tempat penelitian berlangsung.

4. Keluarga yang turut memberikan support dalam pembuatan tugas akhir ini. 5. Dulur-dulur TI Sore 2008 terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun yang dapat membantu penulis di masa yang akan datang. Semoga laporan ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.

Hormat Saya,

(5)

ii

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

ABSTRAKSI... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah... 3

1.4 Asumsi ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Perawatan ... 7

2.2 Jenis-Jenis Perawatan ... 9

2.3 Kebijaksanaan Pemeliharaan ... 13

2.4 Kegagalan ... 17

2.5 Keandalan ... 19

2.6 Fungsi Keandalan ... 20

(6)

iii

2.8 Realibility Centered Maintenance ... 24

Penentuan Komponen Kritis ... 25

Functional Block Diagram... 27

Failure Modes and Effects Analysis ... 27

RCM Decision Worksheet ... 33

Mean Time To Failure ... 34

Mean Time To Repair ... 35

Distribusi Kegagalan ... 35

Biaya Pemeliharan ... 38

2.9 Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.2 Definisi dan Identifikasi Variabel ... 46

3.2.1 Identifikasi Variabel ... 46

3.2.2 Definisi Variabel ... 46

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 47

3.4 Metode Pengolahan Data ... 48

3.5 Langkah – Langkah Pemecahan Masalah ... 52

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ... 56

4.1.1 Data Mesin dan Komponennya ... 56

4.1.2 Data Waktu Antar Kerusakan dan Perbaikan ... 56

4.1.3 Data Penyebab Kegagalan Beserta Efek Yang Ditimbulkan ... 67

(7)

iv

4.2. Pengolahan Data ... 68

4.2.1 Metode Perawatan Perusahaan ... 68

4.2.2 Metode Perawatan Dengan RCM ... 68

4.2.2.1 Penentuan Komponen Kritis ... 68

4.2.3 Fungtional Block Diagram ... 73

4.2.4 Penentuan Distribusi Waktu Antar Kerusakan dan Perbaikan ... 80

4.2.5 Penentuan Interval Prawatan... 81

4.2.6 RCM Decition Worksheet ... 85

4.2.7 Penentuan Biaya Perawatan ... 87

4.3 Hasil dan Pembahasan ... 89

4.3.1 Penentuan Komponen Kritis ... 89

4.3.2 Fungtional Block Diagram ... 90

4.3.3 Failure Modes and Effects Analysis ... 91

4.3.4 Penentuan Interval Prawatan... 92

4.3.5 RCM Decition Worksheet ... 93

4.3.6 Penentuan Distribusi Waktu Antar Kerusakan dan Perbaikan ... 94

4.3.6 Penentuan Biaya Perawatan ... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 96

5.2 Saran ... 97 LAMPIRAN

(8)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Grafik Time Base Maintenance ... .11

Gambar 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan pemeliharaan...17

Gambar 2.3 Karakteristik Kegagalan Komponen ... .19

Gambar 2.4 Kurva Bathub ... .22

Gambar 2.5 Grafik Failure Rate ... .24

Gambar 2.6 Diagram Pareto ... .27

Gambar 2.7 Functional Block Diagram ... .28

Gambar 2.8 Kurva Total Cost of Maintenance ... .41

Gambar 3.1 Flowchart Langkah-Langkah Penelitian dan Pemecahan Masalah .55 Gambar 4.1 Diagram Pareto presentase downtime pada mesin Vertical Dryer . .61 Gambar 4.2 Diagram Pareto downtime pada komponen Stang mandril ... .63

Gambar 4.3 Diagram Pareto Downtime pada komponen Mekanik Spindle ... .64

Gambar 4.4 Diagram Pareto Downtime pada komponen Up-Down Belt ... .65

Gambar 4.5 Diagram Pareto Downtime pada komponen Mekanik Keranjang .. .66

(9)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Rating Severity Dalam FMEA ... 31

Tabel 2.2 Rating Occurrance Dalam FMEA ... 32

Tabel 2.3 Rating Detection Dalam FMEA ... 33

Tabel 2.4 FMEA (Faiure Modes and Effect Analysis) ... 35

Tabel 2.5 RCM Decition Worksheet ... 37

Tabel 2.6 Informasi dalam Sistem Produksi dan Sistem Perawatan ... 43

Tabel 4.1 Presentase Downtime pada mesin Vertical Dryer ... 60

Tabel 4.2 Presentase Downtime pada Stang Mandril ... 63

Tabel 4.3 Presentase Downtime pada Mekanik Spindle ... 64

Tabel 4.4 Presentase Downtime pada Up-Down Belt... 65

Tabel 4.5 Presentase Downtime pada Mekanik Keranjang Tile ... 66

Tabel 4.6 Failure Modes and Effect Analysis pada Stang Mandril ... 69

Tabel 4.7 RCM Decition Worksheet pada Stang Mandril ... 73

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Distribusi ... 74

Tabel 4.9 Hasil Nilai MTTR ... 75

Tabel 4.10 Biaya Penggantian karena Perawatan ... 77

Tabel 4.11 Biaya Penggantian karena Kerusakan ... 78

Tabel 4.12 Interval Perawatan ... 79

Tabel 4.13 Biaya Perawatan Berdasarkan Interval Perawatan ... 81

Tabel 4.14 Efisiensi Biaya Perawatan ... 81

Tabel 4.15 Functional Failure, Failure Mode dan Failure Effect ... 84

Tabel 4.16 Jenis Kegiatan dan Interval Perawatan mesin Vertial Dryer ... 85

(10)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Gambaran umum perusahaan.

Lampiran B : Data waktu kerusakan dan waktu lama perbaikan mesin Vertical Dryer

Lampiran C : Perhitungan Presentase Downtime pada mesin Vertical Dryer dan Komponen-komponen kritis mesin Vertical Dryer

Lampiran D : Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) Lampiran E : RCM Decision Diagram

Lampiran F : RCM Decision Worksheet

Lampiran G : Penentuan Distribusi Waktu Antar Kerusakan dan Waktu Antar Perbaikan menggunakan Minitab 14

Lampiran H : Perhitungan Biaya penggantian karena perawatan (CM) dan Biaya penggantian karena kerusakan (CF).

Lampiran I : Perhitungan Interval perawatan (TM)

(11)

Tingkat keandalan suatu mesin dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya yang terpentig adalah kegiatan perawatan yang optimal. Dengan menerapkan kegiatan perawatan yang tepat pada mesin, maka resiko terjadinya downtime produksi akibat kerusakan mesin akan dapat diminimalisir.

PT.PLATINUM CERAMIC INDUSTRI (PT. PCI) adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi pembuatan produk ubin keramik untuk lantai, dinding dan dekorasi. Salah satu mesin yang digunakan PT. PCI adalah Mesin Vertikal Dryer yaitu mesin yang digunakan untuk menurunkan kadar air ubin mentah yang baru keluar dari Mesin Press Hidrolik. Salah satu permasalahan di PT PCI yang berhubungan dengan mesin adalah tingginya tingkat korektif pada mesin Vertical Dryer hingga sering menimbulkan downtime pada saat proses produksi sedang berlangsung

Dengan adanya permasalahan tersebut di atas, pihak perusahaan bertujuan untuk membuat perencanaan interval perawatan yang optimal pada mesin Vertical Dryer agar kemungkinan terjadinya kerusakan dapat ditekan seminimal mungkin. Sehingga dapat menjaga kelancaran proses produksi yang juga ditinjau dari aspek ekonomis. Untuk itu digunakan metode Realibility Centered Maintenance (RCM). RCM merupakan serangkaian proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan agar aset-aset fisik dapat berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya. Metode ini digunakan untuk menentukan interval perawatan berdasarkan RCM Decision Worksheet sesuai dengan fungsi dan sistem dari mesin Vertical Dryer dan FMEA digunakan untuk mengidentifikasi penyebab kegagalan serta efek yang ditimbulkan dari kegagalan tersebut.

Hasil penelitian didapatkan interval perawatan pada komponen-komponen mesin Vertical Dryer yang memiliki tingkat kegagalan potensial diantaranya adalah;

Reducer dengan interval waktu perawatan 898,5 jam, Motor Break dengan interval waktu perawatan 1.213,8 jam, Row Spindle dengan interval waktu perawatan 537,6 jam, Rantai dengan interval waktu perawatan 390,9 jam, Van Belt dengan interval waktu perawatan 434,1 jam, Valve Hidrolic dengan interval waktu perawatan 801,9 jam, Roll dengan interval waktu perawatan 426,3 jam dan Rantai dengan interval waktu perawatan 429,3 jam. Total biaya perawatan berdasarkan pada interval perawatan pada mesin Vertical Dryer adalah Rp 5.012.532,- dengan Reliability adalah 4 tahun, sedangkan total biaya perawatan awal pada perusahaan adalah Rp 6.882.518,- dengan Reliability adalah 4 tahun. Efisiensi biaya perawatan sesuai pada biaya perawatan awal dengan biaya perawatan usulan adalah 27,15%.

(12)

The reliability of a machine is affected by several things, one of which is an activity terpentig optimal care. By implementing proper maintenance activities on the machine, then the risk of production downtime due to engine damage will be minimized.

PT.PLATINUM CERAMIC INDUSTRIES (PT PCI) is a company engaged in the production of manufacturing of ceramic tiles for floors, walls and decorations. One of the machines used by PT. PCI is Vertical Dryer Machine is a machine used to reduce the moisture content of raw tiles coming out of the Hydraulic Press Machine. One of the problems in the PT PCI-related machinery is a high level of corrective Vertical Dryer machine often lead to downtime during the production process is underway.

With the above problems, the company aims to make planning the optimal treatment interval Vertical Dryer machine that impairment can be minimized. So as to maintain smooth production process that is also economical in terms of aspects. For that use methods realibility Centered Maintenance (RCM). RCM is a series of processes that are used to determine what should be done to physical assets can be run properly in accordance with its function. This method is used to determine maintenance intervals based RCM Decision Worksheet in accordance with the functions and systems of machines Vertical Dryer and FMEA is used to identify the cause of the failure and the effects of failure.

The results obtained in the treatment interval components of Vertical Dryer machine that has the potential failure include; Reducer with 898.5 hours of treatment time intervals, Motor Break with interval 1213.8-hour care, Row Spindle with treatment time interval 537.6 hours, Chain with 390.9 hours of treatment time interval, Van Belt with 434.1 hours of treatment time intervals, Valve Hidrolic with 801.9 hours of treatment time intervals, Roll with 426.3 hours of treatment time intervals and time intervals Chain with 429 care , 3 hours. Total cost of care based on the engine maintenance intervals Vertical Dryer is Rp 5,012,532, - with Reliability is 4 years old, while the total cost of initial treatment in the company is Rp 6,882,518, - with Reliability is 4 years old. The efficiency cost of care according to the initial treatment costs with the cost of care proposed is 27.15%.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam era persaingan global saat ini, perusahaan dituntut untuk melakukan peningkatan produktivitas dalam rangka untuk menghasilkan output yang maksimal. Dalam hal ini terutama produktivitas pada system produksi perusahaan. Seperti yang kita ketahui bahwa kelancaran system atau proses produksi didukung oleh banyak sekali aspek, salah satunya adalah aspek keandalan (realiability) mesin yang ada dalam system produksi tersebut. Penggunaan mesin secara kontinyu dapat mengakibatkan penurunan tingkat keandalan mesin itu sendiri. Dalam usaha untuk menjaga tingkat keandalan mesin agar hasil produksi tetap terjamin, maka dibutuhkan kegiatan perawatan mesin (maintenance task). Dalam hal ini kegiatan perawatan sendiri yaitu serangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu hasil yang dapat mengembalikan atau mempertahankan suatu peralatan pada kondisi yang selalu dapat berfungsi (Service Able), termasuk didalamnya yaitu inspeksi dan penentuan kondisi.

(14)

kerja mesin agar dapat bertahan lama maka dilakukan langkah berupa penjadwalan perawatan.

Sehubungan dengan hal tersebut, penentuan kegiatan perawatan yang tepat merupakan suatu hal yang sangat penting dalam mendukung terciptanya produktivitas perusahaan yang baik. Pada penelitian ini digunakan metode Reliability Centered Maintenance (RCM), yaitu metode yang digunakan untuk

menentukan kegiatan perawatan yang optimal bagi perusahaan. RCM merupakan serangkaian proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa aset-aset fisik dapat berjalan dengan baik dalam menjalankan fungsi yang dikehendaki oleh pemakainya dalam hal ini adalah perusahaan.

Salah satu permasalahan yang ada pada mesin di PT PCI yang berkaitan dengan perawatan adalah tingginya korektif pada mesin Vertical Dryer, yaitu sering terjadinya kerusakan pada beberapa komponen mesin, Komponen-komponen tersebut diantaranya adalah; Stang Mandril, Mekanik Spindle, Up-Down Belt dan Mekanik Keranjang Tile. Mesin Vertikal Dryer sendiri adalah mesin yang digunakan untuk menurunkan kadar air ubin mentah yang baru keluar dari Mesin Press Hidrolik. Tujuan dari pengurangan kadar air ini agar didapat ubin mentah yang tidak mudah pecah dan memiliki temperature yang sesuai untuk proses produksi selanjutnya.

(15)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka Permasalahan yang dihadapi PT. PCI dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Bagaimana menentukan interval waktu perawatan yang tepat pada komponen-komponen mesin Vertical Dryer agar diperoleh biaya perawatan yang minimum

dengan tingkat keandalan yang efektif?”

1.3 Batasan Masalah

Agar pembahasan tidak meluas dan berjalan sesuai dengan alurnya, maka diberikan batasan sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan pada departemen produksi bagian press.

2. Peralatan yang menjadi obyek penelitian adalah mesin Vertikal Dryer.

3. Penentuan interval waktu perawatan hanya pada komponen-komponen mesin Vertikal Dryer yang memiliki tingkat keandalan yang rendah.

Komponen-komponen tersebut adalah:

- Stang Mandril - Up-Down Belt

- Mekanik Spindle - Mekanik Keranjang Tile

1.4 Asumsi

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(16)

2. Dengan proses berjalannya mesin secara kontinyu, maka komponen pengganti maupun personel maintenance selalu siap apabila mesin atau peralatan mengalami masalah.

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Untuk menentukan interval waktu perawatan yang tepat pada

komponen-komponen mesin Vertical Dryer

2. Untuk menentukan biaya perawatan yang optimal pada mesin Vetical Dryer

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat digunakan sebagai studi perbandingan bagi perusahaan yang selama ini masih menggunakan metode yang lama dan dapat pula digunakan sebagai masukan bagi perusahaan untuk perbaikan pada system perawatan pada mesin Vertikal Dryer.

2. Dengan diterapkannya metode RCM pada peraawatan mesin Vertikal Dryer diharapkan dapat menjaga system secara keseluruhan agar dapat berfungsi sesuai dengan tingkat performasi yang diinginkan.

1.7 Sistemetika Penulisan

(17)

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai apa yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian serta permasalahan apa yang akan diteliti dan dibahas. Selain itu juga diuraikan tujuan dan manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian serta batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II : TINJ AUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang teori-teori yang diambil dari beberapa literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Teori-teori tersebut menjadi acuan atau pedoman dalam melakukan langkah-langkah penelitian agar benar-benar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ke tiga ini menjelaskan urutan langkah-langkah secara sistematis dalam setiap tahapan penelitian yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah. Urutan langkah-langkah yang telah ditetapkan tersebut merupakan suatu kerangka yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan penelitian.

BAB IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

(18)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisikan kesimpulan dari laporan secara keseluruhan dan saran-saran yang diberikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak instansi yang terkait.

DAFTAR PUSTAKA

(19)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Perawatan

Secara alamiah tidak ada barang yang dibuat oleh manusia yang tidak bisa rusak, tetapi usia kegunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan berkala dengan suatu aktivitas yang dikenal dengan istilah perawatan.

Menurut Corder (2002), perawatan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima.

Sedangkan menurut Assauri (2004), perawatan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penggantian yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan.

(20)

Menurut Supandi (2001), tujuan dari manajemen perawatan adalah untuk menunjang aktivitas dalam bidang perawatan, yaitu:

1. Memperpanjang waktu pengoperasian fasilitas industri yang digunakan semaksimal mungkin, dengan biaya perawatan yang seminimum mungkin dan adanya proteksi yang aman dan investasi modal.

2. Menyediakan modal biaya tertentu dan informasi-informasi lainnya yang dapat menunjang penuh dalam bidang perawatan.

3. Menentukan metode evaluasi prestasi kerja yang dapat berguna untuk manajemen secara umum dan bagi pengawas (supervisor) perawatan khususnya.

4. Membantu dalam menciptakan kondisi kerja yang aman, baik untuk bagian operasi maupun personil perawatan lainnya dengan menetapkan dan menjaga standar perawatan yang benar.

5. Meningkatkan keterampilan para pengawas dan para operator perawatan melalui latihan.

Adapun tujuan utama dari fungsi perawatan (maintenance) menurut Corder (2002) adalah:

1. Untuk memperpanjang usia kegunaan asset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan dan isinya).

2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang; untuk produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return of investment) maksimum yang mungkin.

(21)

4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

2.2 J enis-J enis Per awatan

Secara umum, menurut Supandi (2001) ditinjau dari saat pelaksanaan pekerjaan perawatan dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu :

1. Planned Maintenance

Pengorganisasian pekerjaan perawatan yang dilakukan dengan pertimbangan ke masa depan, terkontrol dan tercatat..

2. Unplanned Maintenance

Cara pekerjaan perawatan darurat yang tidak direncanakan (unplanned emergency maintenance).

Kegiatan perawatan atau maintenance menurut Assauri (2004) yang dilakukan dalam suatu perusahaan pabrik dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Preventive Maintenance (Time Base Maintenance)

Merupakan kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada. Waktu proses produksi.

a. Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari.

b. Periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang

(22)

2. Corrective Maintenance

Adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralaun. sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.

3. Improvement Maintenance

Suatu sistem perawatan yang dilakukan untuk merubah sistem suatu alat menjadi miksimal penggunaannya. Tujuan dari improvement maintenance adalah :

a. Memudahkan operasi dari suatu mesin. b. Memudahkan pemeliharaan.

c. Menaikan hasil kapasitas produksi.

d. Memperkecil biaya pemeliharaan akibat ketidakefisienan dari penggunaan suatu mesin.

e. Meningkatan keselamatan kerja.

Menurut Blanchard (2004) Selain jenis perawatan diatas, juga terdapat jenis perawatan lain sebagai berikut:

1. Predictive Maintenance (Condition Base Maintenance), sering berhubungan dengan memonitor kondisi program perawatan preventif dimana metode memonitor secara Iangsung digunakan untuk menentukan kondisi peralatan secara teliti.

2. Maintenance Prevention merupakan usaha mengarahkan maintenance five design yang digunakan dalam konsep Total Predictive Maintenance (TPM). 3. Adaptive Maintenance menggunakan software computer untuk memproses

(23)

4. Perfective Maintenance, meningkatkan kinerja, pembungkusan atau pengepakan atau pemeliharaan dengan menggunakan software computer.

Gambar 2.1 Time Base Maintenance dan Condition Bas Maintenance Sumber : Pemeliharaan Instrumentasi Nuklir (Prajitno, 2005)

Perawatan merupakan fungsi yang sangat penting dalam suatu perusahaan untuk menjamin kelancaran proses produksi. Menurut Hamsi (2004) pada dasarnya tugas dari bagian perawatan meliputi:

1. Perencanaan dan penugasan 2. Pemeriksaan dan pengawasan 3. Pengawasan bahan

4. Pekerjaan lapangan 5. Pekerjaan bengkel

Sedangkan kegiatan-kegiatan perawatan, menurut Assauri (2004) dapat digolongkan dalam lima pokok berikut:

1. Inspeksi (inspections)

Meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala (Routine Schedule Check) bangunan dan peralatan pabrik sesuai dengan rencana serta

(24)

2. Kegiatan Teknik (Engineering)

Meliputi kegiatan pcrcobaan atas peralatan yang baru dan kegiatan pengembangan peralatan atau komponen peralatan yang perlu diganti.

3. Kegiatan Produksi

Kegiatan produksi ini merupakan kegiatan untuk memperbaiki dan mereparasi mesin dan peralatan, melaksanakan pekerjaan yang disarankan atau diusulkan dalam kegiatan in, peksi dan teknik, melaksanakan kegiatan servis dan pelumasan (lubrication).

4. Pekerjaan Administratif

Kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan mengenai biaya. yang berhubungan kegiatan pemeliharaan, komponen yang dibutuhkan, waktu yang dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut, dan komponen yang tersedia di bagian pemeliharaan.

5. Pemeliharaan Bangunan (House Keeping)

Kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya, meliputi pembersihan dan pengecatan gedung dan kegiatan pemeliharaan peralatan lain yang tidak termasuk dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian perawatan.

Adapun tujuan pokok dari kegiatan pemeliharaan yang diadakan, yaitu: 1. Untuk mengoptimumkan: efisiensi, ketersediaan dan MTBF (Mean Time

Between Failure) dengan cara :

(25)

c. Melaksanakan manajemen instrument (monitoring pemakaian peralatan, kebijakan suku cadang, pelatihan)

2. Untuk meningkatkan kendali mutu (Quality Control) pekerjaan di lab. dengan cara:

a. Mempersiapkan dokumen SOP (Standard Operation Procedures)

b. Mempersiapkan dokumen SPMP (Standard Preventive Maintenance Procedures) dan Pengendalian mutu (Quality Control).

c. Melaksanakan manajemen pemeliharaan d. Menyelenggarakan pelatihan

Selain itu berhasil tidaknya kegiatan pemeliharaan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan dapat dinilai melalui pengamatan atau pengevaluasian sebagai berikut:

1. Kenaikan masa pakai operasi peralatan yang diukur pada MTBF (Mean Time Between Failure) yaitu : Selang waktu rata-rata diantara dan saat kerusakan

atau kegagalan peralatan.

2. Pengurangan pada nilai kerugian, yang dilihat pada MTTR (Mean Time To Repair) yaitu : Selang waktu rata-rata yang diperlukan untuk mereparasi

instrument, termasuk waktu untuk menunggu pengadaan suku cadang.

2.3 Kebijaksanaan Pemeliharaan

(26)

Tujuan ini dapat lebih mudah dicapai bila alasan-alasan untuk kebijaksanaan pemeliharaan telah dimengerti dan dipahami. Bila kebijaksanaan pemeliharaan hendak dilaksanakan, faktor-faktor berikut harus diperhatikan :

a. Operational Requirements

Faktor OR sangat penting dalam menentukan kebijaksanaan pemeliharaan. Dengan OR dimaksudkan agar fungsi suatu peralatan harus dapat ditunjukkan dan dibawah kondisi yang bagaimana ia harus menunjukan fungsinya tersebut. Dan tujuan dari organisasi pemeliharaan adalah untuk menjamin bahwa operasional dapat dicapai dengan biaya minimum.

b. Equipment Characteristics (EC)

EC mencakup bagaimana suatu alat dibuat secara elektrik dan mekanik. dan cara bagaimana ia bisa bekerja secara memuaskan dan memenuhi operasional yang dikehendaki. Semakin besar kekomplekan suatu alat semakin sulit tugas pemeliharaan, karena akan semakin sulit pula mengisolir kegagalan. Bila tugas tersebut semakin sulit, maka kebutuhan untuk pelatihan yang baik atau alat-alat bantu untuk pelaksanaan tugas akan semakin meningkat kepentingannya. Adalah sangat penting memperhatikan persyaratan-persyaratan awal (precaution) operasi suatu alat untuk keperluan keselamatan yang mencakup

(27)

c. Aids to maintenance

Peralatan bantu untuk pemeliharaan adalah tools, peralatan untuk pengujian dan informasi yang menyangkut alat tsb. (catalog, operation manuals, service manuals) untuk keperluan pemeliharaan.

d. Training

Untuk melakukan training memerlukan waktu dan biaya, maka taining adalah merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan kebijaksanaan pemeiiharaan. Training yang dibutuhkan dapat disimpulkan dari perbedaan antara kemampuan yang dikehendaki dan kemampuan mula-mula orang yang terpilih untuk itu. Jadi kemampuan mula-mula-mula-mula plus pemberian sesuatu dalam training menghasilkan kemampuan yang dikehendaki. Adalah dimungkinkan untuk mengurangi biaya pelatihan dengan cara meningkatkan standar seleksi para teknisi dan mempersingkat masa training, atau dengan menyempurnakan alat-alat bantu untuk pemeliharaan dengan maksud untuk menyederhanakan tugas-tugas, dan mengatasi masalah kurangnya kemampuan tekniui yang ada.

e. Job Environment

Kondisi dimana para teknisi bekerja adalah juga sama pentingnya dengan kondisi dimana alat beroperasi. Diluar kepuasan fisik ruangan kerja, faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah ketersedian suku-cadang, jumlah supervisi dan bimbingan yang diberikan, waktu yang tersedia untuk melengkapi tugas dan safety precaution.

(28)

untuk menyatakan hal tersebut secara matematis. Tetapi adalah cukup bagi para teknisi untuk mengetahui bahwa kebijaksanaan pemeliharaan yang harus dilakukannya adalah merupakan hasil keseimbangan diantara faktor-faktor tersebut. Sudah tentu ketepatan kebijaksanaan yang diambil juga tergantung ketepatan informasi yang diperoleh. Hal-hal yang penting dalam hal ini adalah : 1. Data informasi keadaan alat (status alat)

2. Teknisi pemeliharaan (kemampuan, dedikasi terhadap prosedur dan system kerja, log-book). Teknisi adalah kunci dari umpan balik (feed back) proses yang diperoleh dari data hasil pengukuran dan observasinya. Semakin lengkap data yang dapat disimpulkan dan dikumpulkannya, semakin tepat kebijaksanaan yang akan dilaksanakan.

3. Informasi khusus mengenai alat dan informasi umum tentang komponen (basis data instrumen).

Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap kebijaksanaan pemeliharaan dapat diilustrasikan dalam gambar sebagai berikut:

(29)

2.4 Kegagalan (Failures)

Kegagalan dapat didefinisikan sebagai terhentinya kemampuan suatu item dapat berupa komponen sampai berupa satu system yang kompleks untuk menjalankan fungsinya. Menurut Priyanta (2000) Kegagalan dari suatu komponen dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Kegagalan Primer (primary failure)

Kegagalan primer dapat didefmisikan sebagai suatu komponen berada dalam keadaan rusak (non-working state) dimana komponen tersebut memang diperhitungkan akan mengalami kegagalan, sehingga perlu diadakan aksi perbaikan agar komponen tersebut dapat kembali berada pada keadaan siap bekerja (working state). Kegagalan primer pada komponen akan terjadi pada design envelope dari komponen, dan penyebab dari kegagalan ini adalah umur

dari komponen. Sebagai contoh kerusakan pada tangki karena kelelahan material merupakan contoh dari kegagalan primer.

2. Kegagalan Sekunder (secondary failure)

(30)

yang lain. Personel, seperti operator dan inspektor juga mungkin menyebabkan terjadinya kegagalan sekunder, jika mereka merusakkan komponen. Perlu dicatat bahwa stres yang berlebihan pada komponen tidak akan menjamin komponen akan kembali pada working-state seperti semula, karena stres yang dialami komponen akan meninggalkan kerusakan (memori) pada komponen yang direparasi.

3. Kesalahan Perintah (commandfaults)

Kesalahan perintah didefinisikan sebagai komponen berada dalam keadaan rusak (non-working state ) karena kesalahan sinyal pengontrol atau noise, seringkali aksi perbaikan tidak diperlukan untuk mengembalikan komponen pada keadaan semula.

Gambar 2.3 Karakteristik Kegagalan komponen Sumber : Keandalan dan Perawatan (Dwi Priyatna)

(31)

failure menunjukkan bahwa kegagalan komponen disebabkan oleh (1) primary

failure. (2) secondary failure atau (3) command faults. Berbagai penyebab yang

mungkin dari ketiga kategori kegagalan ini ditunjukkan oleh lingkaran terluar.

2.5 Keandalan

Pemeliharaan tidak dapat dipisahkan terhadap keandalan. Jika suatu instrumen dapat dibuat betul-betul andal, maka sama sekali tidak diperlukan pekerjaan pemeliharaan. Oleh sebab itu adalah sangat perlu bagi orang-orang pemeliharaan mengetahui tentang keandalan dan hubungannya dengan masalah pemeliharaan. Pengetahuan tentang mana komponen yang hampir seluruhnya andal, mana yang kurang andal, hal ini akan sangat membantu tugas pemeliharaan. Efek-efek terhadap keandalan dan juga terhadap maintenance dari faktor-faktor: temperatur, kelembaban dan goncangan adalah juga penting, disamping metoda khusus seperti redundansi, dimana keandalan dapat diperbaiki pada tahap desain.

Keandalan (reliability) didefinisikan sebagai probabilitas bahwa suatu komponen atau sistem akan melakukan fungsi yang diinginkan sepanjang suatu periode waktu tertentu bilamana digunakan pada kondisi-kondisi pengoperasian yang telah ditentukan. Atau dalam perkataan yang lebih singkat, keandalan merupakan probabilitas dari ketidak-gagalan terhadap waktu.

Menurut Abbas (2005) menentukan keandalan dalam pengertian operasional mengharuskan definisi diatas dibuat lebih spesifik :

(32)

2. Unit waktu yang menjadi referensi dalam penentuan keandalan harus diidentifikasikan dengan tegas.

3. Komponen atau sistem yang diteliti harus diobservasikan pada performansi normal. Ini mencakup beberapa faktor seperti beban yang didesain, lingkungan, dan berbagai kondisi pengoperasian.

2.6 Fungsi Keandalan

Dalam mengevaluasi keandalan, variabel random yang dipakai umumnya adalah waktu dengan :

R(t) = P {T ≥t}... (2.1) dimana :

R(t) > 0, R(0) = 1 dan lim ( ) 0

1→∞R t =

R(t) = Probabilitas waktu kegagalan. dimana nilainya lebih besar atau sama dengan t

Jika didefinisikan menjadi:

F(t) = 1 - R(t) = P{T < t} ... (2.2)

dimana : F(0) = 0 dan lim ( ) 1

1→∞F t =

F(t) = Probabilitas kegagalan yang terjadi sebelum waktu t

(33)

dt dF t

f( )= =-dt

t dR )(

... (2.3)

Selanjutnya disebut sebagai probability density function dimana fungsi ini menggambarkan bentuk dari failure distribution yang meliputi f (t) ≥ 0 dan f(t)dt = 1, sehingga

F(t) =

1

0

) ( dtt

f ... (2.4)

F(t) =

t dt t

f( ) ... (2.5)

2.7 Laju Kegagalan

Laju kegagalan dari suatu komponen atau sistem dapat di plot pada suatu kurva dengan variabel random waktu sebagai basis dan laju kegagalan dari komponen atau sistem sebagai ordinat. Kurva bathub ini terdiri dari tiga buah bagian utama, yaitu masa awal (burn-in period), masa yang berguna (useful life period), dan masa aus (wear out period).

Gambar 2.4 Kurva Bathub

(34)

1. Periode 0 sampai dengan t1 , mempunyai waktu yang pendek pada permulaan

bekerjanya peralatan. Kurva menunjukkan bahwa laju kerusakan menurun dengan bertambahnya waktu atau diistilahkan dengan Decreasing Failure Rate (DFR). Kerusakan yang terjadi umumnya discbabkan kesalahan dalam

proses menufakturing atau desain yang kurang sempurna. Jumlah kerusakan berkurang karena alat yang cacat telah mati kemudian diganti atau cacatnya dideteksi atau direparasi. Jika suatu peralatan yang dioperasikan telah melewati periode ini, berarti desain dan pembuatan peralatan tersebut di pabriknya sudah benar. Periode ini dikenal juga dengan periode pemanasan (burn in period). Model probabilitas yang sesuai adalah distribusi Weibull

dengan α > 1.

2. Periode t1 sampai t2 mempunyai laju kerusakan paling kecil dan tetap yang

disebut Constant Failure Rate (CFR). Periode ini dikenal dengan Useful Life Period. Kerusakan yang terjadi bersifat random yang dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan bekerjanya peralatan, sehingga periode ini merupakan periode pemakaian peralatan yang normal dan dikarakteristikkan secara pendekatan dengan jumlah kerusakan yang konstan tiap satuan waktu. distribusi yang sesuai adalah distribusi ;Eksponensial atau Weibull dengan α = 1.

3. Pada periode setelah t2 menunjukkan kenaikan laju kerusakan dengan

bertambahnya waktu yang sering disebut dengan Increasing Failure Rate (IFR). Hal ini terjadi karena proses kehausan peralatan. Model distribusi yang

(35)

Gambar 2.5 Failure Rate

Sumber: Maintenance Planning and Schedulling (Timoty C. Kister)

(36)

z(t) =

Untuk laju kegagalan yang konstan, z(t) = λ maka berubah menjadi :

R(t) = e−λt….. ... (2.12)

2.8 Reliability Centered Maintenance

Menurut Moubray (2004) Reliability Centered Maintenance adalah sebuah proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa semua aset fisik terus melakukan apa yang user ingin dilakukan dalam kondisi operasinya saat ini. Reliability Centered Maintenance berdasarkan pada paham di atas bahwa setiap aset digunakan untuk memenuhi fungsi, sehingga perawatan itu berarti melakukan apapun yang perlu untuk memastikan bahwa aset terus memenuhi fungsinya untuk kepuasan user.

Menurut Hutabarat (2003) Tujuan dari Reliability Centered Maintenance adalah:

1. Untuk mengembangkan desain yang sifat pemeliharaannya (maintainability) baik.

(37)

3. Untuk mengembangkan sistem maintenance yang dapat mengembalikan kepada Reliability dan safety seperti awal mula equipment dari deteriorasi yang terjadi setelah sekian lama dioperasikan.

4. Untuk mewujudkan semua tujuan diatas dengan biaya minimum.

Kelebihan yang dimiliki oleh Reliability Centered Maintenance ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat membuat suatu kegiatan ataupun program maintenance menjadi lebih efisien.

2. Menurunkan biaya maintenance dengan mengeliminasi kegiatan maintenance atau overhaul yang tidak perlu.

3. Pengurangan probabilitas terjadinya kegagalan pada suatu alat atau fasilitas produksi.

Ada beberapa macam metode yang biasa digunakan untuk menyajikan sebuah pendekatan terstruktur RCM, dan untuk menempatkan lebih fokus pada model keandalan dan metode dalam proses RCM, adalah sebagai berikut:

Penentuan Komponen Kritis

Penentuan komponen kritis dilakukan untuk mengetahui komponen mana saja yang sering mengalami kegagalan fungsi (functional Failure). Penenuan komponen kritis ini dilakukan dengan menggunakan Diagram Pareto.

Diagram Pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah Penyusunan diagram pareto meliputi enam langkah :

1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data.

(38)

3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan. 4. Merangkum data dan membuat ranking kategori data tersebut dari yang

terbesar hingga terkecil.

5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulalif yang digunakan. 6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan

relative masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal, yang penting untuk mendapat perhatian.

Gambar 2.6 Diagram Pareto

Sumber : Maintainability and Maintenance Management (Joseph D. Pallon)

Menurut Ariani (2004) Tujuan dari Diagram Pareto adalah :

1. Membantu menemukan permasalahan yang paling penting untuk segera diselesaikan, sampai dengan masalah yang tidak harus segera diselesaikan. 2. Mengidentifikasi masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha

perbaikan kualitas.

(39)

4. Membandingkan kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses sebelum dan Setelah diambil tindakan perbaikan terhadap proses.

Functional Block Diagram

Funtional Block Diagram (FBD) digunakan untuk mendeskripsikan urutan

kerja dari suatu mesin maupun urutan berjalannya proses produksi. FBD memberikan pemahaman tentang keseluruhan dari operasi sistem, sehingga berfungsi sebagai dasar pengembangan prosedur operasional dan kontingensi. Hal ini dikarenakan didapat titik-titik yang perlu dilakukan perubahan dalam prosedur operasional dapat disederhanakan sistem pengoperasiannya.

Gambar 2.7 Functional Block Diagram

Dalam kasus-kasus tertentu, Functional Block Diagram alternatif dapat digunakan untuk mendapatkan cara untuk mensukseskan fungsi tertentu sampai diperoleh data yang diinginkan.

Failure Modes And Effects Analysis

Failure modes and effects analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik

(40)

dari peralatan dan meneruskannya ke sistem yang merupakan tingkat yang lebih tinggi.

FMEA sering menjadi langkah awal dalam mempelajari keandalan sistem.

Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal-seperti rne-review berbagai komponen, rakitan, dan subsistem-untuk mengidentifikasi mode-mode kegagalannya, penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk masing-masing komponen, berbagai mode kegagalan berikut. dampaknya pada sistem ditulis pada sebuah FMEA worksheet.

Secara umum tujuan dari penyusunan FMEA adalah sebagai berikut:

1. Membantu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.

2. Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat diperkirakan. berikut dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan operasional sistem telah dipertimbangkan.

3. Membuat list kegagalan potensial, serta mengidentifikasi seberapa besar dampak yang ditimbulkannya.

4. Men-develop kriteria awal untuk rencana dan desain pengujian serta untuk membuat daftar pemeriksaaan sistem.

5. Sebagai basis analisa kualitatif keandalan dan ketersediaan.

6. Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta membantu bila sewaktu-waktu terjadi perubahan desain.

7. Sebagai data input untuk studi banding.

(41)

Kegunaan dari Failure Modes and Effects Analysis adalah sebagai berikut: 1. Ketika diperlukan tindakan preventif atau pencegahan sebelum masalah

terjadi.

2. Ketika ingin mengetahui atau mendata alat deteksi yang ada jika terjadi kegagalan.

3. Pemakaian proses baru.

4. Perubahan atau pergantian komponen peralatan. 5. Pemindahan komponen atau proses kearah baru

Dalam menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim FMEA harus mendefmisikan terlebih dahulu tentang severity, occurrence, detection serta hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number (RPN). Berikut adalah penjelasan dari masing-masing definisi diatas, yaitu :

1. Severity

Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko yaitu

menghitung seberapa besar dampak atau intensitas kejadian mempengaruhi output proses. Severity adalah suatu perkiraan subyektif mengenai kerumitan suatu kegagalan dan bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan tersebut. Dampak tersebut dirancang mulai skala 1 sampai 10, dimana 10 merupakan dampak terburuk.

Tabel 2.1 Rating Severity dalam FMEA

Rating Akibat Kr iter ia ver bal Akibat pada pr oduksi

1 Tidak ada

akibat

Tidak ada akibat apa-apa (tidak ada akibat) dan tidak penyesuaian yang diperlukan.

Proses berada dalam pengendalian tanpa perlu penyesuaian.

2 Akibat sangat

ringan

Mesin tetap beroperasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan peralatan yang tidak berarti.

Proses berada dalam pengendalian hanya membutuhkan sedikit penyesuaian.

3 Akibat ringan Mesin tetap operasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan.

(42)

Rating Akibat Kr iter ia ver bal Akibat pada pr oduksi

4 Akibat minor Mesin tetap beroperasi dan aman,

namun terdapat gangguan kecil

Kurang dari 30 menit downtime atau tidak ada kehilangan waktu produksi

5 Akibat

moderat

Mesin tetap beroperasi dan aman, namun telah menimbulkan beberapa kegagalan produk

30 - 60 menit downtime

6 Akibat

signifikan

Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan kegagalan produk

1 - 2 jam downtime

7 Akibat major Mesin tetap beroperasi dan aman,

tetapi tidak dapat dijalankan

2-4 jam downtime

8 Akibat ekstrim Mesin tidak dapat beroperasi, telah kehilangan fungsi utama mesin

4-8 jam downtime

9 Akibat serius Mesin gagal beroperasi, serta tidak sesuai dengan peraturan keselamatan kerja

> 8 jam downtime

10 Akibat

berbahaya

Mesin tidak layak beroperasi, karena dapat menimbulkan kecelakaan : secara tiba-tiba, bertentangan dengan peraturan keselamatan kerja

> 8 jam downtime

2 Occurrence

Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi

dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan (Possible failure rates). Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1 sampai 10.

Tabel 2.2 Rating Occurrence dalam FMEA

Rating Akibat Kr iter ia ver bal Akibat pada pr oduksi

1 Hampir tidak

pernah

Kerusakan hampir tidak pernah terjadi

> 10.000 jam operasi mesin

2 Remote Kerusakan jarang terjadi. 6.001 – 10.000 jam operasi mesin 3 Sangat sedikit Kerusakan terjadi sangat sedikit 3.001 -6.000 jam operasi mesin

4 Sedikit Kerusakan terjadi sedikit 2.001 -3.000 jam operasi mesin

5 Rendah Kerusakan terjadi pada tingkat

rendah

1.001 -2000 jam operasi mesin

6 Medium Kerusakan terjadi pada tingkat

medium

401 - 1.000 jam operasi mesin

7 Agak tinggi Kerusakan terjadi agak tinggi 101 -400 jam operasi mesin

8 Tinggi Kerusakan terjadi tinggi 11 - 100 jam operasi mesin

9 Sangat tinggi Kerusakan terjadi sangat tinggi 2 - 10 jam operasi mesin

(43)

3. Detection

Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau

mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Berdasarkan pada rating detection, jika detection menunjukkan “tidak pasti” maka dapat dikatakan sistem kontrol yang berfungsi tidak dapat mendeteksi kegagalan yang muncul dan termasuk ke dalam rating 10 dan seterusnya seperti yang telah dijelaskan pada table dibawah ini :

Tabel 2.3 Rating Detection dalam FMEA

Rating Akibat Kr iter ia Ver bal

1 Hampir pasti Perawatan preventif akan selalu mendeteksi penyebab potensial kegagalan dan mode kegagalan

2 Sangat tinggi Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial kegagalan

3 Tinggi Perawatan preventif memiliki kemungkinan tinggi untuk

mendeteksi penyebab potensial kegagalan dan mode kegagalan.

4 Moderat tinggi Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial kegagalan dan mode kegagalan

5 Moderat Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat untuk

mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan

6 Rendah Perawatan preventif memiliki kemungkinan rendah untuk

mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan. 7 Sangat rendah Perawatan preventif memiliki kemungkinan Sangat rendah

untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode

kegagalan.

8 Sedikit Perawatan preventif memiliki sedikit kemungkinan untuk

mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan 9 Sangat sedikit Perawatan preventif memiliki sangat sedikit kemungkinan

untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode

kegagalan.

10 Tidak pasti Perawatan preventif akan selalu tidak mampu untuk

mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan.

4. Risk Priority Number

Risk Priority Number (RPN) merupakan produk matematis dari keseriusan

effects (severity), kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan

(44)

kegagalan sebelum terjadi (detection). RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

RPN = S x O x D ... (2.33)

Langkah-langkah dalam penyusunan Failure Mode and Effects Analysis adalah sebagai berikut:

1. Menentukan nama mesin dan komponen yang menjadi obyek FMEA. 2. Mendeskripsikan fungsi dari komponen, yang dianalisa.

3. Mengidentifikasi Function failure atau kegagalan fungsi.

4. Mengidentifikasi Failure Mode atau penyebab kegagalan yang terjadi.

5. Mengidentifikasi Failure effect atau dampak yang ditimbulkan dari kegagalan system.

6. Menentukan Severity atau penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan. 7. Menentukan Occurrence yaitu sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari

suatu proyek tersebut terjadi.

8. Menentukan Detection atau penilaian dari kemungkinan suatu alat dapat mendeteksi penyebab terjadinya bentuk kegagalan.

Menghitung RPN (Risk Priority Number) yaitu angka prioritas resiko yang didapatkan dari perkalian severity, occurrence dan detection dengan rumus RPN = S x O x D.

Tabel 2.4 FMEA (Failure Modes and Effect Analysis)

No Komponen Function Functional Failures Failure Mode Failure Effect

1 Pisau 1 Memotong/mencacah tebu hingga memenuhi Preparation index (PI) > 80 %

A Tidak mampu

memotong/mencacah tebu dan memenuhi PI > 80 %

1

2

3

Pisau tunpul akibat korosi

Pisau lepas karena pemasangan baut pisau kurang kencang.

Pisau patah karena kelelahan pada balian (Fatigue)

Proses

(45)

No Komponen Function Functional Failures Failure Mode Failure Effect

2 Baut pisau 1 Menyatukan pisau pada piringan baja

A Tidak mampu menyatukan pisau pada piringan baja.

1

2

Baut pisau lepas karena pemasangan kurang kencang.

Baut pisau longgar, lepas ataupun putus karena kelelahan pada bahan (fatigue).

Pisau terlepas dari piringan baja, Potongan pisau yang terlontar dapat

membahayakan ke selamatan operator dan pekerja lainnya Pisau goyang dan terlepas dari piringan baja. Potongan pisau yang terlontar

RCM Decision Worksheet

RCM Decision Worksheet digunakan untuk mencari jenis kegiatan perawatan

(maintenance task) yang tepat dan memiliki kemungkinan untuk dapat mengatasi

setiap failure mode. RCM Decision Worksheet ini meliputi :

a. Information Reference terdiri dari F (functions) yaitu fungsi komponen yang dianalisa), FF (failure function) yaitu kegagalan fungsi dan FM (failure mode) yaitu penyebab kegagalan fungsi.

b. Consequences evaluation terdiri dari H (Hidden failure), S (Safety), E (Environmental) dan O (Operational).

c. Proactive Task terdiri dari H1/S1/O1/N1 untuk mencatat apakah on condition task dapat digunakan untuk memiminalkan terjadinya failure mode,

H2/S2/O2/N2 untuk mencatat apakah scheduled restoration task dapat digunakan untuk mencegah failure dan H3/S3/O3/N3 untuk mencatat apakah scheduled discard task dapat digunakan untuk mencegah failure. d. Default Action yang meliputi H4/H5/S4 untuk mencatat jawaban yang

diperlukan pada default question.

e. Proposed Task yaitu kolom yang digunakan untuk mencatat tindakan yang

(46)

f. Initial Interval digunakan untuk mencatat interval perawatan yang optimal dari masing-masing komponen.

g. Can be done by digunakan untuk mencatat siapakah yang berwenang dalam melakukan scheduled tersebut.

Tabel 2.5 RCM Decision Worksheet

No Komponen

Mean Time To Failure

Mean Time To Failure adalah rata-rata waktu suatu system mulai beroperasi

sampai terjadi kegagalan pertama kali. Waktu rata-rata kegagalan (mean time to failure = MTTF) dari suatu komponen yang memiliki fungsi densitas kegagalan

(failure density function) f(t) didefinisikan oleh nilai harapan dari komponen itu. Secara matematis waktu rata-rata kegagalan diekspresikan sebagai :

MTTF = tf(t)dt

0

... (2.13)

(47)

MTTF =−[tR(t)]∞0 + R )(t dt

Mean Time To Repair

Mean Time To Repair adalah waktu dimana suatu mesin atau system mulai

rusak sampai selesai diperbaiki. Secara umum, waktu perbaikan atau Mean Time To Repair diberlakukan sebagai variabel random karena kejadian yang

berulang-ulang dapat mengakibatkan perbaikan yang berbeda-beda. MTTR diperoleh dengan menggunakan rumus :

MTTR =

h(t) : fungsi kepadatan peluang untuk data waktu perbaikan H(t) : fungsi distribusi kumulatif untuk data waktu perbaikan t : waktu

Distribusi Kegagalan

(48)

1. Distribusi Lognormal

Time to Failure dari suatu komponen dikatakan memiliki distribusi lognonnal

bola y = In T, mengikuti distribusi normal dengan probability density function:

Mean Time To Failure dari distribusi lognormal :

MTTF =

dengan variance :

MTTF =

dan fungsi keandalan :

R(t) =

Dimana parameter s adalah standar deviasi, tmed adalah median time to failure

dan σ adalah variance. 2. Distribusi Weibull

Jika time to Failure dari suatu komponen adalah T mengikuti distribusi Weibull dengan tiga parameter β , η dan γ, maka probability density function

dapat dirumuskan sebagai :

(49)

dengan : β = shape parameter, η = scale parameter, γ = shape parameter Jika

Mean Time To Failure dari distribusi Weibull adalah :

MTTF = 

dengan variance :



dan fungsi keandalannya adalah :

β dimana Γ(x) adalah fungsi gamma

3. Distribusi Eksponensial

Jika time to Failure dari suatu komponen adalah terdistribusi secara eksponensial dengan parameter X, maka probability density function dapat dirumuskan sebagai:

t e t

f( )=λ −λ ... (2.29)

Mean Time To Failure dari distribusi eksponensial adalah :

MTTF =

(50)

2 0

2

2 1 1

λ λ

λ

σ λ =

     −

=∞ −

t e tdt ... (2.31)

dan fungsi keandalannya yaitu : t

e t

R( )= −λ ... (2.32)

Biaya Pemeliharaan

Secara teoritis, total biaya pemelihaaan dapat digambarkan bahwa biaya pemeliharaan korektif (breakdown maintenance) akan berbanding terbalik dengan biaya pemeliharaan preventif (preventive maintenance) seperti yang diuraikan dalam kurva dibawah ini:

Gambar 2.8 Kurva Total Cost of Maintenance

Sumber : Manajemen Operasional (Dr. Manahan P. Tampubolon, MM)

Menurut Tampubolon (2004) Adapun biaya yang terdapat dalam kegiatan pemeliharaan antara lain biaya-biaya pengecekan, penyetelan (set-up), biaya service, biaya penyesuaian (adjustment) dan biaya perbaikan (repair).

(51)

1. Apakah sebaiknya dilakukan preventive maintenance atau corrective maintenance, dimana biaya-biaya yang perlu diperhatikan adalah :

a. Jumlah biaya perbaikan yang perlu akibat kerusakan yang terjadi karena adanya preventive maintenance, dengan jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan akibat kerusakan yang terjadi, walaupun sudah diadakan preventive maintenance dalam jangka waktu tertentu.

b. Jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan yang akan dilakukan terhadap suatu peralatan disertai dengan harganya.

c. Jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan yang dibutuhkan oleh peralatan dengan jumlah kerugian yang dihadapi bila peralatan rusak dalam operasi konversi.

2. Apakah sebaiknya peralatan yang rusak diperbaiki di dalam perusahaan atau di luar perusahaan, dengan memperbandingkan jumlah biaya yang akan dikeluarkan.

3. Apakah sebaiknya peralatan yang rusak diperbaiki atau diganti. Dalam hal ini biaya-biaya yang perlu diperbandingkan antara lain :

a. Jumlah biaya perbaikan dengan harga pasar atau nilai dari peralatan tersebut.

(52)

corrective maintenance saja, harus dilihat faktor-faktor dan jumlah biaya yang

akan terjadi.

Tabel 2.6 Informasi dalam Sistem Produksi dan Sistem Perawatan

Sistem Kar akter istik

Fisik Ekonomis

Produksi a. Fungsi kerja b. Ciri Desain c. Umur

d. Kondisi Operasi e. Riwayat kerusakan f. Kebutuhan servis g. Pola keausan

h. Distribusi statistik untuk kerusakan dan umur ekonomis

a. Harga beli

b. Biaya pemasangan

c. Biaya downtime (biaya

kesempatan)

Perawatan a. Prosedur inspeksi dan pengujian b. Distribusi statistik untuk waktu

inspeksi, waktu repair, waktu perawatan preventif

a. Biaya inspeksi

b. Biaya repair dan preventif yaitu tenaga kerja, suku cadang, overhead

c. Biaya pengadaan dari peralatan perawatan

Dalam jurnal analisis penjadwalan dan biaya perawatan oleh Didik Wahjudi dan Ariani, menyebutkan bahwa perawatan yang baik akan dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan pada waktu proses produksi sedang tidak berjalan. Semakin sering perawatan suatu mesin dilakukan akan meningkatkan biaya perawatan. Disisi lain bila perawatan yang tidak dilakukan akan mengurangi performa kerja dari mesin tersebut. Pola maintenance yang optimal perlu dicari supaya antara biaya perawatan dan biaya kerusakan bisa seimbang pada total cost yang paling minimal.

Preventive cost merupakan biaya yang timbul karena adanya perawatan

mesin yang memang sudah di jadwalkan, Rumus yang digunakan untuk menghitung preventive cost atau biaya karena perawatan adalah :

(53)

Sedangkan Failure cost meruapakan biaya yang timbul karena terjadi kerusakan diiuar perkiraan yang menyebabkan mesin produksrberhenti pada saat produksi sedang berjalan. Rumus yang digunakan adalah :

CF = [(Biaya operator + Biaya mekanik + Biaya downtime) x MTTR] + Harga komponen………..(2.35) Dimana ;

C(tp) = Total biaya pencegahan pcrsatuan waktu CM = Biaya pencegahan

CF = Biaya kerusakan

R(tp) = Probabilitas pencegahan 1-R(tp) = Probabilitas kerusakan tp = Waktu pencegahan tf = Waktu kerusakan

Jika CF dan CM nilainya kira-kira hampir sama, maka pelaksanaan perawatan akan mcnjadi tidak ekonomis. Untungnya, dalam banyak hal CM << CF, dan pelaksanaan perawatan dapat ditentukan bagi komponen dengan fungsi laju kegagalan yang semakin meningkat. Untuk total biaya perawatan merupakan penjumlahan kumulatif biaya kegagalan dan biaya perawatan maka dapat dihitung

TC = CF fF +CMfM

(54)

M

Untuk memperoleh TC minimum maka =0 M

c dT

dT

sehingga diperoleh :

β

CM = Biaya yang dikeluarkan untuk perawatan per siklus.

TM = Interval waktu perawatan optimal (preventive maintenance) dalam jam.

FF = Frekuensi kegagalan FM = Frekuensi perawatan TC = Biaya total perawatan

Namun sebelum dilakukan penentuan interval perawatan terlebih dulu dilakukan perhitungan biaya meliputi:

1. Biaya Perawatan (maintenance cost)

Biaya perawatan mesin meliputi biaya yang dikeluarkan untuk merawat komponen-komponen mesin agar tetap terjaga kondisinya baik berupa biaya preventive maintenance (CM) maupun failure meintenance (CF). Biaya preventive

maintenance merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melaksanakan

kegiatan preventive maintenance. Perhitungan biaya untuk komponen yang mengalami perbaikan adalah :

(55)

Dimana : Cm = biaya failure maintenance

Cr = biaya penggantian kerusakan komponen

Cw = Biaya tenaga kerja corrective maintenance per jam 2. Biaya Kegagalan (failure cost)

Merupakan biaya yang dikeluarkan bila terjadi kerusakan komponen. Biaya ini meliputi biaya komponen, biaya kerugian produksi (loss production) akibat berhentinya proses produksi dan biaya tenaga kerja untuk penggantian.

CF=Cr + MTTF(Co + Cw)

Dimana : Cf = biaya perbaikan komponen dalam suatu siklus Cr = biaya penggantian kerusakan komponen Co = biaya kergian per jam

Cw = Biaya Tenaga kerja corrective maintenance per jam

Biaya tenaga kerja corrective maintenance (Cw) merupakan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk memperbaiki komponen karena kerusakan.

2.9 Penelitian-Penelitian Ter dahulu

(56)

memenuhi syarat. Untuk komponen dengan biaya perawatan jauh lebih rendah dibanding dengan biaya resiko kegagalan, maka diupayakan tindakan prefentife maintenance lebih sering dilakukan dengan interval perawatan yang

lebih pendek dari sebelumnya.

2. Zainal Faroid (2006) dalam penelitian tugaas akhir yang berjudul “penerapan Reliability Centered Maintenance dalam merencanakan kegiatan pemeliharaan

mesin produksi pada pabrik Phonska PT. Petro Kimia Gresik”. Penelitian ini mengangkat permasalahan pengembangan system perawatan yang ada di PT. Petro Kimia Gresik yang masih terjadi kerusakan mesin sebelum dilakukannya interval perawatan yang sudah dijadwalkan oleh perusahaan. Metode RCM digunakan untuk mendapatkan aktifitas perawatan yang optimal ditinjau dari segi mnimasi biaya. Meliputi analisa kualitatif dengan FMEA dan decision diagram untuk menentukan jenis kegiatan perawatan yang optimal,

dan analisa kuantitatif untuk mentukan interval kegiatan perawatan.

3. Makara, teknologi, dr.Rachmat.hidayat@gmail.com (2010). Penelitian ini membahas perencanaan kegiatan maintenance dengan metode Reliability Centered Maintenance (RCM) untuk menilai resiko kerusakan fungsi pada

compressor screw. Perhitungan waktu maintenance optimal dilakukan dengan

memperhatikan biaya maintenance dan biaya perbaikan. Hasil penilaian resiko dengan Risk Priority Numb (RPN) menunjukkan bahwa komponen kritis yang perlu mendapatkan prioritas utama dalam memberikan maintenance pada compresor screw adalah kerusakan fungsi pada piston yang aus, dan pada

(57)

restoration dan scheduled discard task agar tindakan tersebut menjadi

technicaly feasible untuk menurunkan konsekuensi kerusakan. Nilai waktu

maintenance optimal yang diperoleh untuk mencegah kerusakan pada compressor screw lebih kecil dari nilai mean time to failure (MTTF) yang

menunjukkan bahwa waktu maintenance optimal akan berusaha untuk menghindari terjadinya kerusakan fungsi komponen sebelum kerusakan terjadi.

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di PT. PLATINUM CERAMIC INDUSTRIES yang bertempat di Jl. Karang Pilang Barat 201, Surabaya, Jawa Timur. Waktu pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai data cukup.

3.2 Definisi Dan Identifikasi Variabel

Identifikasai variabel merupakan bagian penelitian dengan cara menentukan variabel-variabel yang ada dalam penelitian. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini dapat tergantung dari variabel independent terhadap perubahan. Yang termasuk variabel terikat dalam penelitian ini adalah biaya perawatan yang minimum.

2. Variabel bebas yaitu variabel yang menjadi sebab atau timbulnya variabel terikat. Yang termasuk variabel bebas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Mesin Dan Komponennya

Variabel ini merupakan data mesin beserta nama-nama komponennya b. Data Waktu Antar Kerusakan Dan Lama Perbaikan

(59)

dibutuhkan untuk memperbaiki kerusakan pada setiap komponen. Satuan waktu yang digunakan pada variabel ini adalah jam

c. Data Penyebab Dan Efek kegagalan

Variabel ini meliputi penyebab terjadinya kegagalan suatu komponen yang menyebabkan system dalam kondisi yang tidak baik serta efek atau dampak yang disebabkan oleh failure function.

d Data Biaya

Variabel biaya ini meliputi biaya penggantian komponen yang timbul karena kerusakan dan perawatan seperti harga komponen pengganti, gaji atau upah tenaga kerja, biaya keuntungan yang hilang akibat tidak beroperasinya mesin. Satuan yang digunakan pada variabel biaya perawatan ini adalah Rupiah

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam menunjang terlaksananya penelitian ini, maka dibutuhkan beberapa data untuk menganalisa masalah yang dihadapi. Data yang dibutuhkan adalah data skunder yaitu data yang bersumber dari kepustakaan seperti literatur, publikasi, bahan kuliah, serta buku-buku lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Data skunder meliputi:

1. Data mesin dan komponennya.

2. Data waktu antar kerusakan dan perbaikan. 3. Data penyebab dan efek kegagalan.

4. Data biaya yang terdiri dari:

Gambar

Gambar 2.3 Karakteristik Kegagalan komponen
Gambar 2.5 Failure Rate
Gambar 2.6 Diagram Pareto
Tabel 2.6 Informasi dalam Sistem Produksi dan Sistem Perawatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan tujuan memperbaiki metode dalam pengolahan data yang sudah ada dan di kembangkan kedalam suatu bentuk sistem pengelolaan data berbasis komputerisasi agar

Dengan adanya pembangunan infrastruktur apakah akan mempengaruhi kondisi sosial serta perekonomian masyarakat, yang berdampak pada hasil perolehan suara pemilihan presiden

Hasil pengukuran dari faktor lingkungan, yaitu suhu tanah, pH tanah, kadar air tanah, kadar C organik tanah dan tekstur tanah pada areal kebun kelapa sawit di

Pengertian anggaran (budget) ialah suatu rencana yang disusun secara sistematis, meliputi seluruh kegiatan perusahaan, dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk

Dengan adanya sistem e-commerce penjualan pada toko OBAMA (Oren Bang Mamat) akan meningkatkan penjualan dan dapat menjangkau pemasaran yang lebih luas karena

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel proporsi jaminan, atau dengan kata lain variabel independen yang

Bahkan penghilangan satu tahap pemilukada yakni ketiadaan Pleno Rekapitulasi Penghitungan suara pada tingkat PPS (Desa) demi hukum menimbulkan konsekuensi hukum yang sangat

Sedangkan siswa yang memiliki motivasi yang rendah artinya siswa tersebut tidak dapat mengatur diri dengan baik, sesuai dengan indikator strategi self regulated