• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektifan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Staphylococcus epidermidis BC4 dan Pseudomonas fluorescens RH4003 Untuk Mengendalikan Layu Bakteri pada Tomat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keefektifan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Staphylococcus epidermidis BC4 dan Pseudomonas fluorescens RH4003 Untuk Mengendalikan Layu Bakteri pada Tomat"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN

AKTIF

Staphylococcus epidermidis

BC4 DAN

Pseudomonas

fluorescens

RH4003 UNTUK MENGENDALIKAN LAYU

BAKTERI PADA TOMAT

ENNY ELOK MAWARNI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keefektifan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Staphylococcus epidermidis BC4 dan Pseudomonas fluorescens RH4003 Untuk Mengendalikan Layu Bakteri Pada Tomat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ENNY ELOK MAWARNI. Keefektifan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Staphylococcus epidermidis BC4 dan Pseudomonas fluorescens RH4003 Untuk Mengendalikan Layu Bakteri Pada Tomat. Dibimbing oleh ABDJAD ASIH NAWANGSIH.

Tomat (Lycopersicum esculentum) adalah salah satu komoditas tanaman hortikultura yang penting tetapi produksinya baik kuantitas maupun kualitas masih rendah. Salah satu permasalahan penting dalam produksi tomat adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum. Pengendalian layu bakteri yang memungkinkan untuk dikembangkan dan relatif aman adalah pengendalian secara biologi menggunakan agens biokontrol seperti bakteri endofit dan PGPR. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formulasi biopestisida yang efektif menggunakan bahan aktif S. epidermidis BC4 dan P. fluorescens RH4003 dalam menekan perkembangan penyakit layu bakteri (R. solanacearum). Formulasi biopestisida diaplikasikan di sekitar perakaran tomat saat pindah tanam. Kejadian penyakit dan pertambahan tinggi tanaman diamati setiap satu minggu sekali. Populasi bakteri dalam formulasi dihitung pada umur 0, 2, 4, dan 8 minggu setelah penyimpanan. Formulasi granul P. fluorescens RH4003 relatif efektif menekan kejadian penyakit dengan indeks penekanan penyakit sebesar 46.15%. Formulasi cair S. epidermidis BC4 dengan pH 5 lebih efektif menekan kejadian penyakit dengan indeks penekanan penyakit sebesar 57.69%. Formulasi biopestisida berbahan aktif S. epidermidis BC4 dan P. fluorescens RH4003 dalam bentuk granul maupun cair tidak berpengaruh nyata terhadap pemacuan pertumbuhan tinggi tanaman tomat. Populasi bakteri pada formulasi berkembang dengan baik pada pH 5, 6, 7 dan stabil sampai minggu ke-8.

Kata kunci : Biopestisida, bakteri endofit, plant growth promoting rhizobateria

ABSTRACT

ENNY ELOK MAWARNI. The effectiveness of Biopesticide Formulations with active ingredients Staphylococcus epidermidis BC4 and Pseudomonas fluorescens RH4003 to Control the Bacterial Wilt Disease On Tomato. Supervised by ABDJAD ASIH NAWANGSIH.

(5)

3

the effectiveness of biopesticides formulation to control the bacterial wilt disease on tomato. Biopesticides were applied to the root during transplanting. Disease incidence and the height of the plant were calculated every week. Population of the bacteria in the formula was calculated at 0, 2, 4, and 8 weeks during storage. P. fluorescens RH4003 in granule formula applied into the soil caused disease suppression index up to 46.15%, which significantly lower compared with control, while S. epidermidis BC4 in liquid formulation with pH 5 caused disease suppression index up to 57.69%. Formula containing both of the bacteria did not affect the height growth of tomato plant. Population of the bacteria in the formula grew well at pH 5, 6, 7 and it was stable until 8 weeks of storage.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

5

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

KEEFEKTIFAN FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN

AKTIF

Staphylococcus epidermidis

BC4 DAN

Pseudomonas

fluorescens

RH4003 UNTUK MENGENDALIKAN LAYU

BAKTERI PADA TOMAT

ENNY ELOK MAWARNI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul Usulan : Keefektifan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif

Staphylococcus epidermidis BC4 dan Pseudomonas fluorescens RH4003 Untuk Mengendalikan Layu Bakteri pada Tomat

Nama : Enny Elok Mawarni NIM Mahasiswa : A34090052

Disetujui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Keefektifan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Staphylococcus epidermidis BC4 dan Pseudomonas fluorescens RH4003 Untuk Mengendalikan Layu Bakteri Pada Tomat, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menghaturkan terima kasih kepada Ibu Dr.Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. selaku pembimbing, ibu Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, MSc. selaku dosen penguji tamu, Ibu Sri Ratna selaku dosen pembimbing akademik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Kasdjono, Ibunda Sipon, adik Dian Kartika Luckysari, serta keluarga besar yang telah mendoakan dan memberi dukungan kepada penulis.

Penelitian ini didanai dari Penelitian Unggulan Strategis Nasional, DIPA IPB NO.023-04.2.189772/2013 atas nama Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. sebagai Ketua Peneliti.

Terimaksih juga penulis sampaikan kepada dosen-dosen di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan (Bapak Giyanto, Bapak Kikin Hamzah Mutaqin, Ibu Ivone), teknisi rumah kaca (Bapak Saepudin), teman-teman di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan (Eka wijayanti, Auzan Baiquni, Arfiani Fitri, Mahardika Gamma, Nadzirum Mubin, Kak Tatit, Kak Ida, Kak Yuni, Kak Syaiful, Ibu Sri), teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 46 khususnya Nisa Rizki Poerwitasari Anggun Agustini, Arini, Leni Mariana, Nadhiroh, Diah Budiarti, teman-teman Istana 200 dan pihak-pihak lain yang telah berperan dalam mendukung dan membantu pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan tugas akhir ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan.Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang insya Allah membangun demi peningkatan yang lebih baik. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pertanian Indonesia dan menjadi acuan untuk penelitian berikutnya. Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan penelitian 2

Manfaat penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Bahan 3

Metode 3

Isolasi dan Pemeliharaan Ralstonia solanacearum 3 Uji Antagonisme P. fluorescens RH4003 dan S. epidermidis BC4 4 Peremajaan Bakteri dan Penyiapan Formulasi Biopestisida 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Viabilitas Bakteri Dalam Formulasi Biopestisida 10 Pengaruh Formulasi Agens Biokontrol Terhadap Pertambahan Tinggi

Tanaman 12

Pengaruh Aplikasi Formulasi Biopestisida Terhadap Kejadian Penyakit

Layu Bakteri 13

Analisis Pengaruh Formulasi terhadap Peubah yang Diamati 15

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

(13)

x

DAFTAR TABEL

1 Kriteria keefektifan relatif penekanan kejadian penyakit 9 2 Populasi bakteri P. fluorescens RH4003 dan S. epidermidis BC4 pada

berbagai formulasi selama 8 minggu setelah penyimpanan 11 3 Nilai Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC) dan

Indeks pemacuan pertumbuhan pada perlakuan formulasi S.

epidermidis BC4 dan P. fluorescens RH4003 13

4 Indeks penekanan penyakit pada perlakuan formulasi S. epidermidis

BC4 dan P. fluorescens RH4003 15

5 Analisis hasil formulasi terbaik terhadap peubah yang diamati 16

DAFTAR GAMBAR

1 Biakan murni bakteri patogen Ralstonia solanacearum pada media TZC 4 2 Antagonisme bakteri S. epidermidis BC4 (a) dan P. fluorescens

RH4003 (b) 4

3 Biakan murni dan koloni tunggal Pseudomonas fluorescens RH4003 (P1) (a,b) dan Staphylococcus epidermidis BC4 (c,d) 5

4 Formulasi biopestisida dalam bentuk cair 6

5 Formulasi biopestisida dalam bentuk granul 7

6 Grafik pertambahan tinggi tomat pada berbagai perlakuan formulasi

selama tujuh minggu setelah tanam 10

7 Grafik kejadian penyakit layu bakteri pada berbagai perlakuan bakteri endofit dan PGPR dari minggu ke-1 sampai minggu ke-7 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pertambahan tinggi tomat dengan berbagai perlakuan formulasi pada

minggu ke-0 sampai minggu ke-7 setelah tanam 19

2 Pengaruh aplikasi formulasi biopestisida terhadap tingkat kejadian

penyakit layu bakteri 19

3 Hasil analisis ragam tingkat kejadian penyakit layu bakteri di rumah

kaca pada minggu 1 sampai 7 20

4 Hasil analisis ragam laju pertambahan tinggi tanaman tomat di rumah

kaca pada minggu ke-1 sampai 7 21

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tomat adalah komoditas hortikultura yang penting, tetapi produksi tomat di Indonesia baik kuantitas maupun kualitas masih rendah. Berdasarkan BPS (2012), produksi tomat di Indonesia mulai tahun 2001 sampai 2011 relatif mengalami kenaikan karena jumlah permintaan yang semakin naik dari 483 991–954 046 ton, namun produksi tomat tahun 2012 menurun menjadi 893 504 ton. Buah tomat saat ini merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi. Menurut Hanindita (2008), nilai ekspor tomat tahun 2000 mencapai US$ 302 098 dengan volume 1 063 913 kg sedangkan pada tahun 2004 mencapai US$ 317 687 dengan volume 715 571 kg. Indonesia berpeluang untuk mengekspor tomat segar karena harga tomat segar di luar negeri yang lebih tinggi dari pada harga di dalam negeri dan juga meningkatnya permintaan tomat segar Indonesia dari luar negeri karena harga tomat segar Indonesia di negara tujuan ekspor dapat bersaing dengan tomat negara lain (Hanindita 2008).

Salah satu permasalahan penting dalam produksi tomat adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh R. solanacearum. Layu bakteri adalah penyakit serius tomat di berbagai daerah di dunia baik pada daerah subtropis maupun tropis (McCarter 2006). Bakteri R. solanacearum terbawa oleh tanah dan air, kemudian masuk ke pembuluh xilem melalui akar tanaman dan kembali ke lingkungan sehingga mampu bertahan hidup dalam kondisi yang ekstrim (Alvarez 2010). R. solanacearum ras 1 menyerang tomat dan tanaman lainya dari family Solanaceae (McCarter 2006). Infeksi dan perkembangan penyakit layu bakteri lebih optimal pada kelembapan dan suhu tinggi (30–350C) (McCarter 2006). Penyakit ini menyebabkan tanaman tomat mengalami layu mendadak dan memproduksi akar adventif dalam jumlah yang cukup banyak (Purwanto dan Tjahjono 2001).

Upaya pengendalian layu bakteri meliputi varietas resisten, kultur teknis, pestisida, dan agens biokontrol (Tahat dan Sijam 2010). Varietas yang resisten terhadap penyakit layu bakteri (R. solanacearum) telah banyak dikembangkan. Namun, tingkat resistensi dari varietas resisten tidak dapat bertahan lama (Almoneafy

et al. 2012). Cara pengendalian kultur teknis dengan sanitasi dan rotasi tanaman cukup efektif untuk mengendalikan layu bakteri. Akan tetapi, pengendalian

(15)

2

bakteri pada tomat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Damayanti (2010) dengan uji in planta bakteri endofit S. epidermidis BC4 dapat menekan kejadian penyakit layu bakteri sebanyak 60% tetapi tidak dapat memacu pertumbuhan tanaman.

P. fluorescens RH4003 dan S. epidermidis BC4 memerlukan kondisi suhu, pH, dan kelembaban yang optimal selama proses penyiapannya untuk aplikasi di lapangan. P. fluorescens merupakan agens biokontrol yang sangat sensitif terhadap faktor lingkungan suhu dan keasaman tertentu (O’callaghan et al. 2006). Sehingga pengembangan formulasi biopestisida berbahan aktif P. fluorescens dan S. epidermidis BC4 perlu dilakukan untuk menjaga kelimpahan agen biokontrol dilapangan. Kebutuhan nutrisi bakteri P. fluorescens RH4003 dan S. epidermidis BC4 dalam formulasi biopestisida disesuaikan dengan kondisi saat di lapangan. Pada penelitian ini bahan pembawa dalam formulasi yang digunakan yaitu xanthan gum dan talcum powder. Xanthan gum adalah exo-polisakarida larut air yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif Xanthomonas campestris (Palaniraj dan Jayaraman 2011). Talcum powder merupakan mineral lunak dengan komposisi kimia (Mg3SiO10(OH)2) yang mempunyai stabilitas tinggi (Dixon 1989 dalam Siregar 2011).

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh bahan pembawa dan pH dalam formulasi biopestisida terhadap viabilitas bakteri endofit S. epidermidis BC4 dan P. fluorescens RH4003 dan menguji keefektifan formula tersebut dalam menekan perkembangan penyakit layu bakteri (R. solanacearum).

Manfaat penelitian

(16)

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari 2013 sampai September 2013.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah tomat varietas Arthaloka, bakteri endofit S. epidermidis BC4 dan PGPR P. fluorescens RH4003. Kedua isolat bakteri tersebut merupakan koleksi laboratorium bakteri tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Bakteri penyebab layu bakteri yaitu Ralstonia solanacearum diperoleh dari pertanaman tomat yang terserang layu bakteri di lapangan. Media yang digunakan adalah King’s B agar (KB) untuk pertumbuhan P. fluorescens RH4003 dan bakteri endofit (BC4) yang merupakan bakteri S. epidermidis BC4. Bahan pembawa yang digunakan adalah xanthan gum dan talcum powder.

Metode

Isolasi dan Pemeliharaan Ralstonia solanacearum

(17)

4

Gambar 1 Biakan murni bakteri patogen Ralstonia solanacearum pada media TZC

Sumber : Damayanti (2010)

Uji Antagonisme P. fluorescens RH4003 dan S. epidermidis BC4

Uji antagonis dilakukan dengan menggunakan biakan bakteri pada media Nutrient Borth (NB) yang telah diinkubasikan pada suhu ruang selama 24 jam. Suspensi bakteri kemudian disebar sebanyak 100 µl pada media King’s B. Kertas saring diletakan di atas media Nutrient Agar (NA) kemudian ditetesi 20 µl bakteri antagonis. Jika yang disebar merata adalah Bakteri endofit maka yang diteteskan di atas kertas saring adalah bakteri PGPR dan sebaliknya. Pada media King’s B kedua bakteri diinkubasikan pada suhu ruang selama 24-48 jam. Terlihat zona bening diantara bakteri P. fluorescens RH4003 dan S. epidermidis BC4 setelah masa inkubasi 24-48 jam menunjukan bakteri endofit dan PGPR bersifat antagonis. Antagonisme bakteri P. fluorescens RH4003 dan S. epidermidis BC4 dapat dilihat pada Gambar 2. Bakteri endofit S. epidermidis BC4 bersifat antagonis jika diaplikasikan secara kombinasi baik dengan P. fluorescens RH4003 maupun dengan Bacillus subtilis AB89. Oleh karena itu, dalam penelitian ini pada masing-masing formulasi menggunakan bahan aktif tunggal.

Gambar 2 Antagonisme bakteri S. epidermidis BC4 (a) dan P. fluorescens RH4003 (b)

Peremajaan Bakteri dan Penyiapan Formulasi Biopestisida

Bakteri endofit yang digunakan adalah bakteri dengan kode BC4 hasil eksplorasi Damayanti (2010). Berdasarkan hasil PCR, BC4 merupakan bakteri S. epidermidis (Nawangsih et al. 2011). Bakteri PGPR yang digunakan adalah P. fluorescens RH4003 (P1) hasil isolasi Nawangsih et al. (2011). Peremajaan bakteri endofit dan PGPR dilakukan 2-3 kali dengan metode kuadran pada media King’s B sehingga koloni kembali bugar dan didapatkan isolat yang baik saat perlakuan.

Bakteri endofit S. epidermidis BC4 dan P. fluorescens RH4003 yang ada di laboratorium disimpan dalam media cair yang mengandung gliserol 20% pada suhu -20 0C. Peremajaan dilakukan dengan cara metode kuadran pada media King’s B selama 24-48 jam agar diperoleh koloni tunggalnya. Kemudian bakteri

(18)

5

tersebut disimpan dalam aquades steril pada suhu ruang dan dalam gliserol 20% pada suhu -4 0C. Peremajaan bakteri endofit dan PGPR dilakukan 2-3 kali dengan metode kuadran sehingga koloni kembali bugar dan didapatkan isolat yang baik saat perlakuan. Karakter morfologi bakteri S. epidermidis BC4 yaitu permukaan cembung, tepian rata, bentuk bulat licin, ukuran sedang. Karakter morfologi P. fluorescens RH4003 yaitu permukaan cembung. P. fluorescens RH4003 menghasilkan senyawa fluoresen pada medium King’s B agar sehingga berpendar jika dilihat di bawah sinar UV. Biakan murni dan bentuk koloni tunggal kedua bakteri tersebut disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3 Biakan murni dan koloni tunggal Pseudomonas fluorescens RH4003 (a,b) dan Staphylococcus epidermidis BC4 (c,d)

Setelah didapatkan koloni tunggal, kedua bakteri tersebut masing-masing digores merata/penuh pada media nutrient agar dalam cawan petri. Dari masing-masing biakan bakteri diambil 10 loop dan diinokulasikan ke dalam media cair nutrient broth 100 ml, lalu dikocok dengan menggunakan shaker selama 24 jam dengan kecepatan 100 rpm. Kerapatan suspensi bakteri yang digunakan yaitu 108 -109 cfu/ml.

Pembuatan Formulasi Biopestisida Cair. Bakteri P. fluorescens RH4003 dan S. epidermidis BC4 ditumbuhkan dalam 100 ml nutrient broth dan selanjutnya diinkubasikan dan dishaker selama 24 jam. Suspensi bakteri kemudian diendapkan menggunakan sentrifus dengan kecepatan 12000 rpm dan suhu 27 0C selama 20 menit. Pelet yang mengandung bakteri dicampur dengan bahan pembawa steril berupalarutan xanthan gum 0.1% dalam aquades. Bahan pembawa biopestisida cair dicoba dengan pH 4, 5, 6 dan 7. Penyesuaian tingkat keasaman dilakukan menggunakan larutan KCl dan KOH dan diukur menggunakan pH-meter. Komposisi formulasi biopestisida cair yaitu bakteri P. fluorescens RH4003 dan S. epidermidis BC4 masing-masing dicampur dengan formulasi bahan pembawa biopestisida cair steril dengan perbandingan 1:5. Formulasi biopestisida dalam bentuk cair dapat dilihat pada Gambar 4. Kode formulasi SE4= formulasi cair S. epidermidis BC4 pH 4, SE5= formulasi cair S. epidermidis BC4 pH 5, SE6= formulasi cair S. epidermidis BC4 pH 6, SE7= formulasi cair S. epidermidis BC4 pH 7, PF4= formulasi cair P. fluorescens RH4003 pH 4, PF5= formulasi cair P. fluorescens RH4003 pH 5, PF6= formulasi cair P. fluorescens RH4003 pH 6, PF7= formulasi cair P. fluorescens RH4003 pH 7.

(19)

6

Gambar 4 Formulasi biopestisida dalam bentuk cair

Pembuatan Formulasi Biopestisida Granul. Biakan bakteri P. fluorescens RH4003 dan S. epidermidis BC4 pada nutrient broth 100 ml diinkubasikan dan dishaker selama 24 jam. Masing-masing suspensi bakteri P. fluorescens RH4003 dan S. epidermidis BC4 100 ml dicampurkan 100 ml xanthan gum 20% dalam akuades steril (Kloepper 1981). Suspensi bakteri dan xanthan gum 20% didiamkan selama 20 menit pada suhu ruang. Setelah itu, suspensi bakteri dan xanthan gum 20% dicampurkan dengan 1000 g bahan pembawa talcum powder steril. Formulasi dikeringanginkan dan disimpan dalam wadah plastik steril dengan dilapisi alumunium steril. Kemudian ditutup rapat dan disimpan pada suhu 14 oC. Formulasi biopestisida dalam bentuk granul dapat dilihat pada Gambar 5. Semua proses pembuatan formulasi dilakukan secara steril di dalam laminar air flow. Kode formulasi TSE= formulasi granul berisi S. epidermidis BC4, TPF= formulasi granul berisi P.fluorescens RH4003.

Gambar 5 Formulasi biopestisida dalam bentuk granul

Uji Viabilitas Bakteri

(20)

7

penyimpanan. Jumlah koloni yang tumbuh selanjutnya dikonversikan ke dalam bentuk cfu/ml untuk formulasi cair dan cfu/gram untuk formulasi granul dengan menggunakan rumus:

Populasi p x vx

x = jumlah koloni pada pengenceran tertentu p = faktor pengenceran

v = volume suspensi yang disebar (ml)

Uji Penekanan Kejadian Penyakit

Penyiapan Tanaman Uji. Benih yang digunakan dalam pengujian adalah varietas Arthaloka. Varietas ini dipilih karena relatif rentan terhadap penyakit layu bakteri dan banyak ditanam petani. Media persemaian yang digunakan adalah tanah steril dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Tanaman dalam persemaian sampai berumur 3 minggu. Penyiraman persemaian disesuaikan dengan tingkat kelembaban tanah.

Perbanyakan inokulum patogen. Inokulum patogen R. solanacearum yang digunakan dalam penelitian berasal dari tanaman sakit yang diperoleh dari pertanaman tomat di Cipanas. Perbanyakan inokulum patogen dilakukan dengan cara memotong-motong tanaman terinfeksi R. Solanacearum kemudian dicampurkan air sehingga massa bakteri dapat keluar dari potongan bagian tanaman. Potongan tanaman dan air tersebut dicampur ke dalam pot berisi tanah steril. Tanah dengan investasi patogen digunakan untuk menanam tomat. Penanaman tomat bertujuan untuk perbanyakan inang patogen untuk menjaga tingkat virulensi patogen pada saat pengujian. Tingkat virulensi R. solanacearum menurun bila tidak terdapat inang.

Aplikasi formulasi Biopestisida pada tanaman. Media tanam yang digunakan dalam uji ini adalah tanah steril, pupuk kandang dan tanah yang telah diinfestasi R. solanacearum. Isi polybag (30cm x 30cm) dibagi menjadi 3 bagian yaitu 8 cm bagian bawah diisi dengan campuran tanah steril dan pupuk kandang, 8 cm bagian tengah diisi dengan tanah yang diinfestasi R. solanacearum dan 8 cm bagian atas diisi kembali dengan campuran tanah steril dan pupuk kandang. Jumlah perlakuan pada uji ini adalah 5 perlakuan, masing-masing terdiri dari 10 tanaman uji dengan diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan-perlakuan pada penelitian ini yaitu formulasi cair P. fluorescens RH4003 pH 5 (PF5) dan formulasi cair S. epidermidis BC4 pH 5 (SE5), formulasi granul P. fluorescens RH4003 (TPF) dan formulasi granul S. epidermidis BC4 (TSE) dan Kontrol (K). Sebanyak 10 ml formulasi cair diberikan per tanaman dengan cara disiramkan di sekitar perakaran tomat saat pindah tanam. Formulasi granul sebanyak 10 gram diberikan per tanaman dengan cara ditaburkan disekitar perakaran tomat saat pindah tanam.

(21)

8

penghitungan nilai Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC) dengan menggunakan rumus yang dinyatakan oleh Van der Plank (1963 dalam Cooke 1998) sebagai berikut:

U PG ∑ ( 2 )

n

i 1

ti 1 ti

Keterangan:

y = pertambahan tinggi tanaman t = hari

Data pertambahan tinggi tanaman yang telah didapat digunakan untuk menghitung indeks pemacuan pertumbuhan tanaman dengan rumus :

ndeks pemacuan pertumbuhan tanaman perlakuan kontrol

kontrol 100

Keterangan:

Xperlakuan = AUHPGC pada perlakuan Xkontrol = AUHPGC pada control

Pengamatan kejadian penyakit. Pengamatan kejadian penyakit dilakukan dengan mengamati mulai terjadinya gejala infeksi patogen pada pertanaman. Pengamatan kejadian penyakit dilakukan selama tujuh minggu. Kejadian penyakit dapat dihitung dengan rumus (Cooke 1998):

KP Nn 100 Keterangan:

KP = Kejadian penyakit

n = jumlah tanaman yang layu N = jumlah tanaman yang diamati

Indeks penekanan penyakit dihitung untuk mengetahui keefektifan formulasi dalam menekan kejadian penyakit pada perlakuan dengan rumus:

ndex penekanan penyakit KPKPa KPb

a 100

(22)

9

Kriteria keefektifan relatif penekanan kejadian penyakit tiap perlakuan ditentukan sebagai berikut :

Tabel 1 Kriteria keefektifan relatif penekanan kejadian penyakit

Nilai indeks penekanan kejadian penyakit (IP) Kategori keefektifan

P ≥ 80 Sangat efektif

60 ≤ P< 80% Efektif

40 ≤ P < 60 Agak efektif

20 ≤ P < 40 Kurang efektif

P ≤ 20 Tidak efektif

Sumber : Nurjanani (2011)

(23)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Viabilitas Bakteri Dalam Formulasi Biopestisida

Populasi bakteri P. fluorescens RH4003 maupun S. epidermidis BC4 dalam formulasi granul menurun pada minggu ke-1. Populasi bakteri P. fluorescens RH4003 maupun S. epidermidis BC4 dalam formulasi granul relatif stabil mulai minggu ke-1 hingga minggu ke-8 setelah inkubasi yaitu 108 cfu/gram. Viabilitas bakteri P. fluorescens RH4003 maupun S. epidermidis BC4 dalam formulasi granul berkembang dengan baik hingga minggu ke-8 setelah inkubasi pada suhu penyimpanan 14 0C. Menurut Sadi et al. (2012) bakteri P. fluorescens UTPF61 dalam formulasi talec (talcum powder) tumbuh optimal pada pH 7 dengan suhu penyimpanan 4 0C dan 26 0C selama masa penyimpanan 90 hari. Populasi bakteri S. epidermidis BC4 maupun P. fluorescens RH4003 dalam formulasi granul pada masa penyimpanan 0,1, 2, 4, 8 minggu setelah inkubasi dapat dilihat pada Tabel 2. Viabilitas bakteri S. epidermidis BC4 dalam formulasi cair pH 4 menurun pada masa penyimpanan minggu ke-1 setelah inkubasi. Populasi bakteri S. epidermidis BC4 dalam formulasi cair pH 4 mengalami penurunan secara signifikan pada minggu ke-1 setalah inkubasi. Populasi bakteri S. epidermidis BC4 dalam formulasi cair pH 5 dan 6 mengalami penurunan pada minggu ke-1 setelah inkubasi. Populasi bakteri S. epidermidis BC4 dalam formulasi cair pH 5 dan 6 relatif stabil pada minggu ke-2 hinggu minggu ke-8 setelah inkubasi yaitu 108 cfu/ml. Populasi bakteri S. epidermidis BC4 dalam formulasi cair pH 7 relatif stabil hingga minggu ke-8 setelah inkubasi yaitu 108 cfu/ml. Viabilitas bakteri S. epidermidis BC4 dalam formulasi cair pH 5 dan 6 menurun pada minggu ke-1 dan kembali berkembang dengan baik pada minggu ke-2 hingga minggu ke-8 setelah inkubasi dengan suhu penyimpanan 4 0C. Viabilitas bakteri S. epidermidis BC4 dalam formulasi cair pH 7 berkembang dengan baik hingga masa penyimpanan minggu ke-8 setelah inkubasi pada suhu penyimpanan 4 0C. Populasi bakteri S. epidermidis BC4 dalam formulasi cair pH 4, 5, 6, 7 pada masa penyimpanan 0, 1, 2, 4, 8 minggu setelah inkubasi dapat dilihat pada Tabel 2.

(24)

11

Tabel 2 Populasi bakteri P. fluorescens RH4003 dan S. epidermidis BC4 pada berbagai formulasi selama 8 minggu setelah penyimpanan

Nama epidermidis BC4 pH 7, PF4= formulasi cair P. fluorescens RH4003 pH 4, PF5= formulasi cair P. fluorescens RH4003 pH 5, PF6= formulasi cair P. fluorecsens RH4003 pH 6, PF7= formulasi cair P. fluorescens RH4003 pH 7, K= kontrol, TSE= formulasi granul S. epidermidis BC4, TPF= formulasi granul P.fluorescens RH4003.

b

TP: Tidak dilakukan perhitungan cTBUD: Terlalu banyak untuk dihitung.

(25)

12

Pengaruh Formulasi Agens Biokontrol Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman

Pada pengamatan minggu ke-1 setelah tanam perlakuan formulasi cair P. fluorescens RH4003 pH 5 dan formulasi granul S. epidermidis BC4 berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman tomat. Pengaruh perlakuan formulasi cair P. fluorescens RH4003 pH 5 pada minggu ke-1 setelah tanam menunjukan rata-rata pertambahan tinggi paling besar yaitu 6.85 cm. Sedangkan pada pengamatan minggu ke 0, 2, 3, 4, 5, 6 ,7 setelah tanam semua jenis formulasi tidak menunjukan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman. Data pertambahan tinggi tanaman dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengaruh formulasi terhadap pertambahan tinggi tanaman paling optimal adalah pada minggu ke-3 setelah tanam (Gambar 6). Semua formulasi dapat memacu tinggi tanaman lebih baik dibandingkan dengan kontrol.

Gambar 6 Grafik pertambahan tinggi tomat pada berbagai perlakuan formulasi selama tujuh minggu setelah tanam

(26)

13

Tabel 3 Nilai Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC) dan Indeks pemacuan pertumbuhan pada perlakuan formulasi S. epidermidis BC4 dan P. fluorescens RH4003

Kode Formulasi: K= control, SE5= formulasi cair S. epidermidis BC4 pH 5, PF5= formulasi cair P. fluorescens RH4003 pH 5, TSE= formulasi granul S. epidermidis BC4, TPF= formulasi granul P. fluorescens RH4003.

2

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Menurut Setiawati (1998), P. fluorescens mampu meningkatkan kelarutan P dari fosfat alam dan AlPO4, serta meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah. Pelarutan fosfat oleh mikroba didahului dengan sekresi asam-asam organik diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laknat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat. Menurut Beaucamp dan Hume (1997) hasil sekresi mikroba tersebut berfungsi sebagai katalisator, pengelat dan memungkinkan asam-asam organik membentuk senyawa kompleks dengan kation Ca2+, Fe2+, dan Al2+ sehingga terjadi pelarutan fosfat dalam bentuk yang tersedia dan dapat diserap oleh tanaman.

Pengaruh Aplikasi Formulasi Biopestisida Terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

(27)

14

Gambar 7 Grafik kejadian penyakit layu bakteri pada berbagai perlakuan bakteri endofit dan PGPR dari minggu ke-1 sampai minggu ke-7

Formulasi yang memberikan penekanan tertinggi terhadap kejadian penyakit adalah formulasi cair S. epidermidis BC4 pH 5 dan formulasi granul P. fluorescens RH4003. Formulasi cair S. epidermidis BC4 pH 5 dengan indeks penekanan penyakit sebesar 57.69%. Formulasi granul P. fluorescens RH4003 dengan indeks penekanan penyakit sebesar 46.15%. Perlakuan formulasi cair S. epidermidis BC4 pH 5 dan formulasi granul P. fluorescens RH4003 agak efektif dalam menekan kejadian penyakit layu bakteri (Tabel 4). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa formulasi cair S. epidermidis BC4 pH 5 dan formulasi granul P. fluorescens RH4003 memiliki potensi untuk digunakan sebagai agens biokontrol dalam penekanan penyakit layu bakteri. Menurut Damayanti (2010) S. epidermidis BC4 mampu memberikan penekanan kejadian penyakit layu bakteri sebesar 66.67% di dalam rumah kaca.

Interval pengamatan (Minggu Setelah Tanam=MST)

Kontrol

SE5

PF5

TSE

(28)

15

Tabel 4 Indeks penekanan penyakit pada perlakuan formulasi S. epidermidis BC4 dan P. fluorescens RH4003

Bakteri P. fluorescens RH4003 merupakan bakteri yang mampu menginduksi aktivitas peroksidase dan penghasil siderofor (Nawangsih 2006). Siderofor merupakan senyawa pengelat besi yang disekresikan oleh mikroorganisme dan tanaman sebagai tanggapan terhadap kekurangan besi. Produksi siderofor merupakan salah satu mekanisme yang dimiliki oleh agens biokontrol dalam menekan patogen. Aplikasi P. fluorescens RH4003 dapat meningkatkan aktivitas enzim peroksidase pada tanaman (Nawangsih 2006). Menurut Silva et al. (2004) menyatakan bahwa tingginya aktivitas peroksidase berpengaruh terhadap proses infeksi patogen yang lebih lambat dan proses lignifikasi serta pembentukan hidrogen peroksida yang menghambat patogen secara langsung atau pembentukan radikal bebas yang memiliki efek anti mikroba.

Analisis Pengaruh Formulasi terhadap Peubah yang Diamati

(29)

16

Tabel 5 Analisis hasil formulasi terbaik terhadap peubah yang diamati Peubah

selama penyimpanan Stabil Stabil Stabil Stabil Kemudahan dalam

pengemasan Sulit Sulit Mudah Mudah

1

Formulasi terbaik dalam penelitian ini yang berpotensi untuk dikembangkan adalah formulasi granul P. fluorescens RH4003. Formulasi biopestisida berbahan aktif S. epidermidis BC4 atau P. fluorescens RH4003 dalam bentuk granul maupun cair tidak berpengaruh nyata terhadap pemacuan pertambahan tinggi tanaman tomat. Populasi bakteri pada formulasi berkembang dengan baik pada pH 5,6,7 dan stabil sampai minggu ke-8.

Saran

Berdasarkan proses penelitian, perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait dengan pengujian pengaruh kelembabaan formulasi terhadap viabilitas bakteri pada formulasi granul, dan pengaruh formulasi terhadap hasil produksi. Selain itu perlu dilakukan penelitian mengenai keefektifan aplikasi formulasi setelah penyimpanan secara bertahap selama 8 minggu sehingga dapat diketahui potensi agen hayatinya.

DAFTAR PUSTAKA

(30)

17

Almoneafy AA, Xie GL, Tian WX, Xu LH, Zhang GQ, Ibrahim M. 2012. Characterization and evaluation of Bacillus isolates for their potential plant growth and biocontrol activity against tomato bacterial wilt. African Journal of Biotechnology. 11(28): 7193-7201.doi: 10.5897/AJB11.2963.

Alvarez B, Biosca EG, Lopes MM. 2010. On the life of Ralstonia solanacearum, a destructive bacterial plant patogen. Di dalam: Vilas AM, editor. Current Research, Technology and Education Topics In Applied Microbiology and Microbial Biotechnology. Valencia (SP): Formatex. hlm 267-279.

Aneja P, Charles TC. 1999. Poly-3-hidroxybutirate degradation in Rhizobium (Sinorhizobium) meliloti: isolation and characterization of gene encoding 3-hidroxybutirate dehidrogenase. J Bacteriol. 181(3):849-857.

Beauchamp EG, Hume DJ. 1997. Agricultural soil manipulation: The use of bacteria, manuring and plowing. Di dalam: Elsas JDV, Trevors JT, Wellington EMH, editor. Modern Soil Microbiologi. New York (US): Macel Dekker. hlm 643-664.

Cooke BM. 1998. Disease assessment and yield loss. Di dalam: Jones DG, editor. The Epidomiology of Plant Diseases. Ed ke-2. London (GB): Kluwer Academic Publisher. hlm 42-72.

Damayanti I. 2010. Seleksi dan karakterisasi bakteri endofit untuk menekan kejadian penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tanaman tomat [skripsi]. Bogor (ID): Instutut Pertanian Bogor.

Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Gamliel A, Austerweil M, Kritzman G. 2000. No-chemical approach to soilborne pest management – organic amendments. Crop Protection. 19:847-853. Giyanto, Tondok ET. 2009. Kajian pemanfaatan limbah organik cair untuk

pembiakan masal agens antagonis P. fluorescens serta uji potensinya sebagai bio-pestisida. J Ilmu Pertanian Indonesia. 12(1): 97-107.

Handini ZVT. 2011. Keefektifan bakteri endofit dan plant growth promoting rhizobakteria dalam menekan penyakit layu bakteri (R. solanacearum) pada tomat (skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hanindita N. 2008. Analisis ekspor tomat segar Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Instutut Pertanian Bogor.

Khalimi K, Wirya GNAS. 2009. Pemanfaatan plant growth promoting rhizobakteria untuk biostimulants dan bioprotectants. Ecotrophic. [Internet]. [diunduh 2013 Jun 23]; 4(2):131-135. Tersedia pada : http://www.ejournal Kloepper JW, Schroth MN. 1981. Development of a powder formulation of

rhizobacteria for inoculation of potato Seed pieces. Phytopathology. 71 (6):590-592.

McCarter SM. 2006. Bacterial wilt. Di dalam: Jones JB, Jones JP, Stall RE, Zitter TA, editor. Compendium of Tomato Diseases. St. Paul [US]: The American Phytopathological Society. hlm 28-29.

Nawangsih AA, Damayanti I, Wiyono S, Kartika JG. 2011. Selection and characterization of endophytic bacteria as biological control agents of tomato bacteria wilt disease. Hayati. 18 (1):66-70. doi: 10.4308/hjb.18.2.66. Nawangsih AA. 2006. Seleksi dan karakterisasi bakteri biokontrol untuk

(31)

18

Nurbaya, Rahim MD, Kuswinanti T, Baharuddin. 2011. Sinergisme antar isolat bakteri antagonis dalam mengendalikan penyakit layu bakteri (R.solanacearum) pada sistem budidaya aeroponik tanaman kentang. Di dalam: ProsidingSeminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan; 2011 Jun 7; Makasar. Makasar(ID): PFI. hlm 9-10.

Nurjanani. 2011. Kajian pengendalian penyakit bakteri Ralstonia solanacearum menggunakan agens hayati pada tanaman tomat. J Superman. 11(4): 1-8. O’callaghan M, Swaminathan J, Lottmann J, Wright D and Jacson T . 2006.

Seed coating Alt biokontrol strain Pseudomonas fluorescens F113. New Zealand Plant Protection. 59:80-85.

Palaniraj A, Jayaraman V. 2011. Production, recovery and applications of xanthan gum by Xanthomonas campestris. Journal of Food Engineering. 106:1–12. Purwanto S, Tjahjono B. 2001. Pengamatan penyakit layu bakteri pada tomat di

greenhouse dan pengujian agens antagonis. Di dalam: Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar IlmiahPerhimpunan Fitopatologi Indonesia; 2001 Agu 22-24, Bogor. Bogor (ID): Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. hlm 246-249.

Sadi MS, Masoud A. 2012. Effect of pH on stability, Sunflower grownth promotion and biokontrol potential of a talc-based formulation of Pseudomonas fluoescens UTPF61. Australian Journal of Crop Science. 6(3):463-469.

Setiawati TC. 1998. Efektifitas mikroba pelarut P dalam meningkatkan ketersediaan P dan pertumbuhan tembakau besuki Na-Oogst (Nicotiana tabacum L.) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Silva HSA, Romeiro RS, Macagnan D, Halfeld-Vieira BA, Pereira MCB, Mounteer A. 2004. Rhizobacterial induction of systemic resistance in tomato plants: non-specific protection and increase in enzyme activities. Biological control. 29: 288-295.

Siregar BA. 2011. Teknologi formulasi pupuk hayati rizobakteria dan aplikasinya sebagai pemacu pertumbuhan tanaman kedelai dan biofungisida pada tanah masam [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(32)

19

19

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pertambahan tinggi tomat dengan berbagai perlakuan formulasi pada minggu ke-0 sampai minggu ke-7 setelah tanam

a

Kode Formulasi: SE5= formulasi cair S. epidermidis BC4 pH 5, PF5= formulasi cair P. fluoresens RH4003 pH 5, K= kontrol, TSE= formulasi granulS. epidermidis BC4, TPF= formulasi granulP.fluorescens RH4003.

bAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Lampiran 2 Pengaruh aplikasi formulasi biopestisida terhadap tingkat kejadian penyakit layu bakteri

a

Kode Formulasi: SE5= formulasi cair S. epidermidis BC4 pH 5, PF5= formulasi cair P. fluoresens RH4003 pH 5, K= kontrol, TSE= formulasi granulS. epidermidis BC4, TPF= formulasi granulP.fluorescens RH4003.

b

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Perlakuan Pertambahan tinggi tomat pada minggu ke- (cm) AUHGPC

a (cm/hari)

0 1 2 3 4 5 6 7

Kontrol 0.00± 0.00 a 4.86± 1.37 b 6.17± 0.16 a 19.19± 0.53 a 5.62± 3.24 a 6.79± 0.34 a 3.70± 0.35 a 0.83± 1.44 a 280.40± 19.16 b SE5b 0.00± 0.00 a 5.84± 0.88 ab 7.57± 1.80 a 20.28± 1.53 a 6.31± 2.78 a 6.84± 0.77 a 4.95± 1.26 a 7.03± 6.39 a 331.91± 38.66 ab PF5 0.00± 0.00 a 6.85± 0.81 a 8.09± 0.64 a 20.68± 1.89 a 5.28± 1.07 a 5.41± 1.13 ab 4.71± 1.83 a 15.83±16.17 a 353.64± 19.23 a TSE 0.00± 0.00 a 6.61± 0.32 a 7.33± 1.53 a 22.48± 2.97 a 5.95± 0.08 a 3.44± 2.14 b 4.83± 0.29 a 1.83± 1.61 a 309.36± 38.72 ab TPF 0.00± 0.00 a 6.08± 0.80 ab 7.95± 1.33 a 20.66± 2.60 a 5.48± 0.71 a 6.00± 1.32 a 4.93± 0.78 a 4.38± 0.67 a 319.77± 30.28 ab

Perlakuan Kejadian penyakit pada minggu ke-(%)

1 2 3 4 5 6 7

Kontrol 0.00± 0.00 ab 10.00± 0.00 ab 26.67±20.82 a 40.00±17.32 a 43.33±11.55 a 53.33± 5.77 a 86.67±23.09 a SE5a 0.00± 0.00 a 6.67± 5.77 b 26.67±11.55 a 30.00±10.00 a 33.33± 5.77 a 33.33± 5.77 a 36.67± 5.77 c

(33)

20

Lampiran 3 Hasil analisis ragam tingkat kejadian penyakit layu bakteri di rumah kaca pada minggu 1 sampai 7

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Minggu 1

Blok 2 13.3333333 6.6666667 0.21 0.8145

Perlakuan 4 266.6666667 66.6666667 2.11 0.1719

Eror/Galat 8 253.3333333 31.6666667

Total

terkoreksi 14 5333.3333333

Minggu 2

Blok 2 40.0000000 20.0000000 0.21 0.8145

Perlakuan 4 840.0000000 210.0000000 2.21 0.1578

Eror/Galat 8 760.0000000 95.0000000

Total

terkoreksi 14 1640.0000000

Minggu 3

Blok 2 253.3333333 126.6666667 0.27 0.7732

Perlakuan 4 1906.6666667 476.6666667 1.00 0.4609

Eror/Galat 8 3813.3333333 476.6666667

Total

terkoreksi 14 5973.3333333

Minggu 4

Blok 2 693.3333333 346.6666667 0.82 0.4735

Perlakuan 4 2026.6666667 506.6666667 1.20 0.3809

Eror/Galat 8 3373.3333333 421.6666667

Total

terkoreksi 14 6093.3333333

Minggu 5

Blok 2 760.0000000 380.000000 1.07 0.3873

Perlakuan 4 1560.0000000 390.000000 1.10 0.4197

Eror/Galat 8 2840.0000000 355.000000

Total

terkoreksi 14 5160.0000000

Minggu 6

Blok 2 853.3333333 426.666667 1.38 0.3064

Perlakuan 4 1560.0000000 390.000000 1.26 0.3613

Eror/Galat 8 2480.0000000 310.000000

Total

terkoreksi 14 4893.3333333

Minggu 7

Blok 2 160.0000000 80.000000 0.25 0.7856

Perlakuan 4 5106.6666667 1276.666667 3.97 0.0461

Eror/Galat 8 2573.3333333 321.666667

Total

(34)

21

Lampiran 4 Hasil analisis ragam pertambahan tinggi tanaman tomat di rumah kaca pada minggu ke-1 sampai 7

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Minggu 1

Blok 2 3.95737333 1.97868667 3.78 0.0698

Perlakuan 4 7.26437333 1.81609333 3.47 0.0632

Eror/Galat 8 4.18682667 0.52335333

Total

terkoreksi 14 15.40857333

.Minggu 2

Blok 2 2.03356000 1.01678000 0.60 0.5701

Perlakuan 4 7.00809333 1.75202333 1.04 0.4438

Eror/Galat 8 13.48030667 1.68503833

Total

terkoreksi 14 22.52196000

Minggu 3

Blok 2 0.61289333 0.30644667 0.06 0.9379

Perlakuan 4 17.18622667 4.29655667 0.91 0.5038

Eror/Galat 8 37.91097333 4.73887167

Total

terkoreksi 14 55.71009333

Minggu 4

Blok 2 4.66129333 2.33064667 0.53 0.6076

Perlakuan 4 2.00804000 0.50201000 0.11 0.9738

Eror/Galat 8 35.13824000 4.39228000

Total

terkoreksi 14 41.80757333

Minggu 5

Blok 2 5.48544000 2.74272000 1.97 0.2017

Perlakuan 4 23.25257333 5.81314333 4.17 0.0408

Eror/Galat 8 11.14342667 1.39292833

Total

terkoreksi 14 39.88144000

Minggu 6

Blok 2 0.84005333 0.42002667 0.32 0.7380

Perlakuan 4 3.31470667 0.82867667 0.62 0.6593

Eror/Galat 8 10.64481333 1.33060167

Total

terkoreksi 14 14.79957333

Minggu 7

Blok 2 38.9449733 19.4724867 0.27 0.7667

Perlakuan 4 363.6577067 90.9144267 1.28 0.3531

Eror/Galat 8 567.0098933 70.8762367

Total

(35)

22

Lampiran 5 Hasil analisis ragam nilai AUHPGC tomat pada rumah kaca

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Blok 2 150.358680 75.179340 0.07 0.9369

Perlakuan 4 8849.206627 2212.301657 1.94 0.1980

Eror/Galat 8 9146.030450 1143.253810

Total

(36)

23

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Biakan murni bakteri patogen Ralstonia solanacearum
Gambar 4  Formulasi biopestisida dalam bentuk cair
Tabel 1  Kriteria keefektifan relatif penekanan kejadian penyakit
Tabel 2  Populasi bakteri P. fluorescens RH4003 dan S. epidermidis BC4 pada berbagai formulasi selama 8 minggu setelah penyimpanan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Urutan atribut mulai dari yang tertinggi dan menjadi priorotas perbaikan layanan kesehatan instalasi rawat inap RSD Mardi Waluyo Blitar dari hasil analisis PGCV

Laporan keuangan merupakan alat untuk memperoleh informasi mengenai posisi dan hasil operasi yang telah dicapai oleh suatu perusahaan dimana informasi tersebut nantinya akan

Pelayanan Pelayanan Imunisasi Imunisasi di di Posyandu Posyandu -- Menyusun Menyusun rencana rencana kaegiatan kaegiatan -- Koordinasi Koordinasi dengan LP/LS dengan LP/LS

dialokasikan untuk pemasaran dan penjualan, (2) berbeda tergantung pada tingkat profitabilitas membuat estimasi probabilitas dan ROI yang mereka terhadap penawaran

Pengabdian masyarakat ini menghasilkan suatu percontohan menarik bahwa budidaya jahe merah sebenarnya memiliki prospek bisnis yang baik di masa depan, mudah untuk ditanam dalam

Meningkatnya aktivitas belajar siswa dengan model pembelajaran CUPs ( Conceptual Understanding Procedures ). Selain aktivitas, pelaksanaan pembelajaran menggunakan model

al-Kafirun, surat al-Fil, dan surat al-‘Ashr mulai dari identitas surat, pengertian surat, nama surat, tempat diturunkannya surat, serta ayat pertama yang dibaca dalam surat