• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan Pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan Pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK BUDAYA

ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN

KINERJA KARYAWAN PADA UNIT KERJA

KEPANITERAAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

INDONESIA

Oleh

RIZKI ANDAYANI

H24096046

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Judul : Analisis Pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan Pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Nama : Rizki Andayani

NIM : H24096046

Tanggal Lulus :

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM NIP. 19671020 199403 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

(3)

ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK BUDAYA

ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN

KINERJA KARYAWAN PADA UNIT KERJA

KEPANITERAAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RIZKI ANDAYANI

H24096046

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUR PERTANIAN BOGOR

(4)

RINGKASAN

RIZKI ANDAYANI H24096046. Analisis Pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan Pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Di bawah bimbingan

ANGGRAINI SUKMAWATI.

Unit kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung RI merupakan aparatur tata usaha negara yang dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Mahkamah Agung. Unit kerja Kepaniteraan dipimpin oleh seorang Panitera. Sedangkan, tugas dari Kepaniteraan adalah melaksanakan pemberian dukungan dibidang teknis dan administrasi justisial kepada Majelis Hakim Agung dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, serta melaksanakan administrasi penyelesaian putusan Mahkamah Agung.

Budaya organisasi dianggap perlu untuk diteliti karena budaya organisasi merupakan pola, nilai, kepercayaan dan kebiasaan yang diadaptasi dari orang-orang yang mendirikan organisasi yang juga merupakan ekspresi nilai dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggotanya dalam mencapai tujuan organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa budaya organisasi memegang peranan penting dalam menjaga kontuinitas organisasi, serta mempengaruhi kelangsungan hidup suatu organisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia, (2) Mengetahui pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia, (3) Mengetahui pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia, (4) Menganalisis pengaruh Budaya Organisasi melalui Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karayawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan langsung dari sumber informasi, yaitu dengan cara wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder berasal dari studi pustaka. Metode pengolahan data yang digunakan adalah Strucktural Linear Modeling (SEM) dengan bantuan software LISREL 8.30.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang diberikan, sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, tidak dapat dipungkiri masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, baik dari segi penyusunan, tata bahasa maupun kesalahan dalam pengetikan, untuk itu penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya. Skripsi ini ditulis dan diajukan dengan maksud untuk memenuhi syarat ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Strata I. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pengungkapan, penyajian dan pemilihan kata-kata maupun pembahasan materi skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan saran, kritik dan segala bentuk pengarahan dari semua pihak untuk perbaikan penelitian ini kedepannya, tetapi besar harapan penulis agar penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi Mahkamah Agung RI, Institut Pertanian Bogor, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan maupun sebagai bahan bacaan pustaka.

Bogor, September 2013

Penulis

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi penulis diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, sehingga segala macam rintangan dan hambatan dapat teratasi. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus pada :

1. Dr. Ir. Jono Munandar, M.Sc, selaku Ketua Departemen Manajemen, fakultas Ekonomi, Institut Pertanian Bogor.

2. Farida Ratna Dewi, SE.,MM selaku Koordinator PSAJM.

3. Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.

4. Segenap dosen dan karyawan Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

5. Bapak/Ibu pegawai Mahkamah Agung RI yang telah bersedia menjadi responden untuk membantu penulis dengan melakukan pengisian kuesioner. 6. Keluarga tercinta, Ayahanda H. Zulkifly HS, Ibunda Hj. Kamaliah., S.Ag,

dan Kakanda Putri Zuliaty., S.Pdi yang telah selalu mendukung, memberi nasehat dan dengan sabar melucuti penulis dengan segudang kata-kata penyemangat dan penuh motivasi.

7. Ridiarsih dan William Bergen teman-teman bimbingan dan seperjuanganku yang telah memberikan dukungan, semangat, motivasi dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Keluarga besar M15, Yona, Vici, Mel, Bernita, Puspita, Mia, Coti, Dian, dan Nora. Teman-temanku yang selalu mendesak penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, tanpa semangat dan bantuan dari kalian penulis tak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

(7)

10. Teman-teman eksman angkatan enam, teman-teman seperjuangan terima kasih untuk semangat yang selalu diberikan kepada penulis, tetap kompak ya kawan.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Aceh pada tanggal 9 agustus 1987. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari keluarga Bapak H. Zulkifli dan Ibu Hj. Kamaliah, S.Ag.

Penulis mulai mengenyam pendidikan di TK Bhayangkari Lhoksukon, Aceh Utara selama dua tahun. Pada tahun 1993 penulis melanjutkan sekolah di SDN No.2 Lhoksukon, Aceh Utara sampai tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di Pesantren terpadu Madrasah Ulumul Qur’an, Langsa Aceh Timur selama tiga tahun sampai dengan tahun 2002, pada tahun yang sama penulis pindah ke Jakarta Timur dan melanjutkan pendidikannya di SMA Perguruan Rakyat 2 sampai dengan tahun 2005. kemudian pada tahun yang sama penulis mendapat undangan dari Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan pendidikannya di Diploma III IPB, pada saat itu Penulis memilih jurusan Manajemen Informatika, penulis lulus di tahun 2008.

(9)

i

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.5. Manfaat Penulisan ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Budaya Organisasi... 7

2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi...7

2.1.2. Kegunaan Budaya Organisasi ... 9

2.1.3. Pembentukan Budaya Organisasi ... 12

2.1.4. Pengaruh Budaya Organisasi pada Kinerja dan Kepuasan ... 13

2.2. Kinerja ... 13

2.2.1. Faktor-faktor yang Mempengahuri Kinerja Karyawan ... 14

2.2.2. Pengukuran Kinerja Karyawan ... 15

2.2.3. Meningkatkan Kinerja ... 17

2.2.4. Pengaruh Kinerja Terhadap Efektivitas Organisasi... 19

2.3. Kepuasan Kerja ... 19

2.3.1 Standar Kepuasan Kerja Karyawan ... 23

2.3.2 Faktor Penentu Kepuasan Kerja Karyawan ... 24

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu ... 26

III METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Kerangka Konseptual ... 28

3.2. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan ... 30

3.3. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Karyawan ... 31

3.4. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan... 31

3.5. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian... 33

3.7. Metode Penelitian ... 33

3.8. Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.9. Uji Coba Instrumen ... 34

3.9.1. Uji Validasi ... 35

3.9.2. Uji Reliabilitas ... 35

3.10 . Metode Pengolahan Data ... 36

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1. Gambaran Umum Organisasi ... 40

(10)

ii

4.1.2. Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi ... 43

4.1.3. Struktur Organisasi ... 44

4.2. Karakter Responden ... 44

4.2.1. Karakteristik Jenis Kelamin ... 45

4.2.2. Karakteristik Masa kerja ... 45

4.2.3. Karakteristik Tingkat Pendidikan ... 45

4.2.4. Karakteristik Usia... 46

4.2.5. Karakteristik Jabatan/Pekerjaan ... 47

4.3. Persepsi Karyawan ... 48

4.4. Model Pengukuran ... 55

4.5. Model Struktural ... 58

4.6. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja ... 59

4.7. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan ... 62

4.8. Hubungan Kepuasan Kerja Karyawan dengan Kinerja Karyawan .... 63

4.9. Hubungan Budaya Organisasi Melalui Kepuasan dengan Kinerja Karyawan ... 65

4.10. Implikasi Manajerial ... 66

KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

1. Kesimpulan ... 69

2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(11)

iii

DAFTAR TABEL

No.

1. Persepsi karyawan terhadap inovasi dan pengambilan resiko ... 48

2. Persepsi karyawan terhadap perhatian terhadap detail ... 49

3. Persepsi responden terhadap berorientasi kepada hasil ... 49

4. Persepsi karyawan terhadap berorientasi kepada manusia ... 50

5. Persepsi karyawan terhadap berorientasi kepada tim ... 50

6. Persepsi karyawan terhadap agresivitas ... 50

7. Persepsi karyawan terhadap stabilitas ... 51

8. Persepsi karyawan terhadap gaji atau upah... 51

9. Persepsi karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri ... 52

10. Persepsi karyawan terhadap rekan kerja ... 52

11. Persepsi karyawan terhadap promosi pekerjaan ... 52

12. Persepsi karyawan terhadap kepenyeliaan ... 53

13. Persepsi karyawan terhadap standar waktu ... 53

14. Persepsi karyawan terhadap standar produktivitas ... 54

15. Persepsi karyawan terhadap standar kualitas ... 54

16. Persepsi karyawan terhadap standar tingkah laku... 54

17. Hasil uji kecocokan keseluruhan model... 56

18. Hasil analisis validitas model ... 57

19. Hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja ... 60

20. Pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan ... 61

21. Hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja ... 62

22. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan ... 62

23. Hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja ... 63

24. Pengaruh kepuasan terhadap kinerja karyawan ... 64

(12)

iv

DAFTAR GAMBAR

No.

1. Relasi antara visi, misi, dan nilai-nilai utama badan peradilan. ... 44

2. Kegunaan budaya organisasi ... 9

3. Budaya organisasi berdampak pada kepuasan dan kinerja karyawan ... 13

4. Hirarki motivasi maslow ... 23

5. Kerangka konseptual ... 30

6. Model SEM ... 38

7. Sebaran karyawan menurut masa kerja ... 45

8. Sebaran karyawan menurut latar pendidikan. ... 46

9. Sebaran karyawan menurut usia ... 46

10. Sebaran karyawan menurut jabatan/pekerjaan ... 47

11. Koefisien lintasan antar variable ... 58

12. Skor signifikan tes (Uji-t) ... 59

(13)

v

DAFTAR LAMPIRAN

No.

1. Struktur organisasi Mahkamah Agung RI ... 78

2. Hasil pengolahan SPSS uji validasi ... 75

3. Kuesioner penelitian ... 79

(14)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan kompetitif yang utama, yaitu bila budaya organisasi mendukung strategi organisasi, dan bila budaya organisasi dapat menjawab atau mengatasi tantangan lingkungan dengan cepat dan tepat.

Budaya organisasi mempengaruhi seluruh aspek kehidupan organisasi diantaranya berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Sebagai contoh jika didalam organisasi tersebut terdapat budaya kerja yang baik, dimana pekerjaan yang dilakukan disukai oleh para anggota organisasi, kemudian adanya budaya kebersamaan dengan rekan kerja lainnya yang memiliki komunikasi yang baik serta mau bertukar pikiran dan knowledge, para anggota organisasi akan puas dalam bekerja sehingga diharapkan akan meningkatkan kinerja mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Dole dan Schroeder (2001), kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaannya, sedangkan menurut Testa (1999) dan Locke (1983), kepuasan kerja merupakan kegembiraan atas pernyataan emosi yang positif hasil dari penilaian salah satu pekerjaan atau pengalaman-pengalaman pekerjaan.

Budaya organisasi tidak hanya mempengaruhi anggota organisasi dalam bertindak, tetapi juga bagaimana mereka berkomunikasi, berperilaku dan bersikap dalam bekerja dan itu pasti berpengaruh pada kinerja karyawan dalam bekerja. Budaya organisasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Keterkaitannya dengan kinerja dapat terlihat bahwa budaya menciptakan motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi didalam diri para karyawan yang pada akhirnya akan membuat para karyawan bekerja dengan sungguh-sungguh, penuh rasa tanggung jawab dan mereka akan bekerja sesuai dengan sistim nilai budaya organisasi yang ada.

(15)

anggota organisasi yang baik, sehingga mereka tidak merasa asing dengan situasi dan budaya yang dimiliki oleh organisasi tersebut, dalam hal ini anggota organisasi adalah karyawan yang melaksanakan rangkaian kegiatan di Mahkamah Agung RI.

Perilaku dalam melaksanakan tugas tersebut mepengaruhi kinerja seseorang, dan akhirnya memengaruhi kinerja organisasi dimana ia berprestasi. Padahal perilaku masing-masing individu dapat dikatakan merupakan hasil gabungan dari berbagai faktor psikologis (kejiwaan). Faktor-faktor psikologis tersebut merupakan hasil kombinasi dari kondisi fisik, biologis, dan sosial yang mempengaruhi lingkungan kehidupan seseorang. Perilaku ini akan dibawa ke dalam lingkungan hidup barunya termasuk dalam kehidupan organisasi.

Ukuran dan macam kepuasan kerja dari masing-masing individu berbeda antara individu satu dengan individu yang lainnya namun secara umum dapat dilihat dari indikator-indikator seperti, pembayaran, pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, promosi pekerjaan, dan kepenyeliaan (supervise). (Luthans, 2006).

Bila karyawan sudah memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individu. Didukung dengan sumber daya manusia yang ada, sistem dan teknologi, strategi organisasi dan logistic, maka masing-masing kinerja individu akan baik. Bila anggota organisasi telah puas dengan pekerjaan yang mereka lakukan, hal ini juga akan menimbulkan kinerja para karyawan meningkat seiring dengan kepuasan kerja yang didapatkan.

(16)

Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).

Unit kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung RI merupakan aparatur tata usaha negara yang dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Mahkamah Agung. Unit kerja Kepaniteraan dipimpin oleh seorang Panitera. Sedangkan, tugas dari Kepaniteraan adalah melaksanakan pemberian dukungan dibidang teknis dan administrasi justisial kepada Majelis Hakim Agung dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, serta melaksanakan administrasi penyelesaian putusan Mahkamah Agung.

Kepaniteraan Mahkamah Agung melaksanakan tugasnya dengan menyelenggarakan fungsi :

1. Koordinasi pelaksanaan pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi yustisial.

2. Koordinasi urusan administrasi keuangan perkara di lingkungan Mahkamah Agung.

3. Pelaksanaan pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi yustisial. 4. Pelaksanaan minutasi perkara.

(17)

1.2. Rumusan Masalah

Salah satu masalah yang dihadapi MA dan badan-badan peradilan di bawahnya adalah kepastian hukum dan kualitas serta konsistensi putusan. Faktor utama penyebab permasalahan tersebut antara lain karena tingginya jumlah perkara yang masuk ke MA sehingga sulit bagi MA untuk melakukan pemetaan permasalahan hukum dan mengawasi konsistensi putusan. Saat ini, hampir setiap perkara di tingkat banding dimohonkan kasasi ke MA. Kurang lebih 80% perkara yang masuk ke Pengadilan Tingkat Banding hampir pasti dimintakan upaya hukum ke MA.10 Hal inilah yang menyebabkan membanjirnya perkara yang kini menjadi masalah institusional utama di MA. Selain tingginya jumlah putusan dari tingkat banding yang dimintakan kasasi, pada saat ini muncul juga kecenderungan kenaikan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Budaya organisasi dianggap perlu untuk diteliti karena budaya organisasi merupakan pola, nilai, kepercayaan dan kebiasaan yang diadaptasi dari orang-orang yang mendirikan organisasi yang juga merupakan ekspresi nilai dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggotanya dalam mencapai tujuan organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa budaya organisasi memegang peranan penting dalam menjaga kontuinitas organisasi, serta mempengaruhi kelangsungan hidup suatu organisasi.

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja

karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia?

2. Bagaimana Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia?

(18)

4. Bagaimana Budaya Organisasi melalui Kepuasan Kerja Karyawan berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

2. Mengidentifikasi pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

3. Mengidentifikasi pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

4. Menganalisis pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi melalui Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karayawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah pengaruh budaya organisasi terhadap kpuasan kerja dan kinerja karyawan difokuskan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung RI yang merupakan sebuah Unit Kerja dari Kantor pusat Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kepaniteraan mempunyai tugas melaksanakan pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi justisial kepada Majelis Hakim Agung dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara, serta melaksanakan administrasi penyelesaian putusan Mahkamah Agung.

1.5. Manfaat Penulisan

1.5.1. Praktis

(19)

1.5.2. Teroritis

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budaya Organisasi

2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi

Beberapa definisi budaya organisasi dikemukakan oleh para ahli, menurut Moeljono (2003) menyatakan bahwa budaya korporat atau budaya manajemen atau juga dikenal dengan istilah budaya kerja merupakan nilai-nilai dominan yang disebar luaskan didalam organisasi dan diacu sebagai filosofi kerja karyawan. Kemudian Susanto (1997) mengemukakan bahwa budaya organisasi sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku.

Robbins (2002) mendefinisikan budaya organisasi (organizational culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Lebih lanjut, Robbins (2002) menyatakan bahwa sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi ("a system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organization. This system of shared meaning is, on closer examination, a set of key characteristics that the organization values"). Robbins memberikan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:

1. Inovasi dan keberanian mengambil risiko (Inovation and risk taking), adalah sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai tindakan pengambilan risiko oleh karyawan dan membangkitkan ide karyawan;

(21)

pencatatan jumlah perkara yang masuk dan yang keluar, membuat laporan bulanan dan tahunan;

3. Berorientasi kepada hasil (Outcome orientation), adalah sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut. Penerapan pada Mahakamah Agung RI antara lain: hasil putusan yang berkualitas sesuai dengan fakta, penyelesaian proses perkara tepat waktu;

4. Berorientasi kepada manusia (People orientation), adalah sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi. Penerapan pada Mahkamah Agung RI antara lain: mendorong karyawan yang menjalankan ide-ide mereka, memberikan penghargaan kepada karyawan yang berhasil menjalankan ide-ide;

5. Berorientasi tim (Team orientation), adalah sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim tidak hanya pada individu-individu untuk mendukung kerjasama. Penerapan pada Mahkamah Agung RI antara lain: dukungan atasan pada karyawan untuk bekerja sama dalam satu tim, dukungan atasan untuk menjaga hubungan dengan rekankerja di anggota tim lain;

6. Agresifitas (Aggressiveness), adalah sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya. Penerapannya pada Mahkamah Agung RI antara lain: persaingan yang sehat antar karyawan dalam bekerja, karyawan didorong untuk mencapai produktivitas optimal;

7. Stabilitas (Stability), adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.

(22)

Organisasi berdasarkan visi dan misi yang dimilikinya. Nilai-nilai yang dimaksud adalah :

1. Kemandirian Kekuasaan Kehakiman 2. Integritas dan Kejujuran

3. Akuntabilitas 4. Responsibilitas 5. Keterbukaan 6. Ketidakberpihakan

7. Perlakuan yang sama dihadapan hukum

2.1.2. Kegunaan Budaya Organisasi

Dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan mempertahankan kelangsungan hidupnya, serta dalam melakukan integrasi internal, budaya melakukan sejumlah fungsi untuk mengatasi permasalahan anggota organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan eksternalnya yaitu dengan memperkuat pemahaman anggota organisasi, kemampuan untuk merealisir terhadap misi dan strategi, tujuan, cara, ukuran dan evaluasi. Budaya juga berfungsi untuk mengatasi permasalahan integrasi internal dengan meningkatkan pemahaman dan kemampuan anggota organisasi untuk berbahasa, berkomunikasi, kesepakatan atau consesus internal, kekuasan dan aturannya, hubungan anggota organisasi (karyawan), serta imbalan dan sangsi (Schein, 1992).

Gambar 1 Kegunaan budaya organisasi

(Kreitner dan Kinicky dalam Doloksaribu 2010) Gambar 1 Kreitner dan Kinicky dalam Doloksaribu (2010) menjelaskan ada empat kegunaan budaya organisasi, yaitu :

1. Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya

Identitas Organisasi

Komitmen Kolektif

(23)

2. Memudahkan komitmen kolektif

3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial

4. Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya. Budaya dapat dikatakan stabil sifatnya, budaya biasanya berubah sangat lamban, karena hal ini merupakan pola dari belief, behavior dari setiap anggota organisasi, hal ini dapat terlihat dari beberapa fungsi budaya antara lain sebagai identitas dan citra suatu masyarakat dimana kita bisa melihat identitas masyarakat melalui budaya yang ada pada mereka, kemudian sebagai pengikat diantara anggota organisasi dikarenakan adanya kesamaan akan suatu budaya yang sama seperti bahasa, sistem komunikasi, sistem kekeluargaan didalam suatu masyarakat.

Budaya juga dapat digunakan sebagai sumber inspirasi, kebanggaan dan sumber daya yang kemudian diarahkan untuk menjadi kekuatan penggerak sehingga dapat menghasilkan suatu kemampuan untuk membentuk nilai tambah. Budaya sebagai pola perilaku merupakan gambaran tingkah laku, tindak tanduk dari para anggota organisasinya yang menjadi satu pola. Kemudian tingkah laku yang terpola tersebut diwariskan kepada para anak cucu mereka. Budaya juga dapat digunakan sebagai pengganti formalisasi, dimana aturan-aturan dalam pergaulan diantara sesama anggota organisasi terbentuk karena adanya kebiasaan-kebiasaan yang disepakati bersama sebagai aturan main yang tidak tertulis.

Dengan adanya budaya maka dapat digunakan sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan yang terjadi.

(24)

Budaya yang bermacam-macam ragamnya dan memiliki ciri khas tersendiri yang terbentuk dikarenakan pengaruh-pengaruh kepercayaan, tingkah laku, hubungan sosial maupun solidaritas para anggota-anggotanya, ini menciptakan suatu tipe-tipe budaya berbeda dan unik diantara organisasi satu dengan yang lainnya, dalam penelitian Goffe & Jones dalam Robbins (2002) mengidentifikasikan empat tipe budaya yang unik, yaitu :

1. Budaya Jaringan (tinggi pada hubungan sosial, rendah pasa solidaritas). Organisasi ini melihat anggotanya sebagai teman dan keluarga. Anggota organisasi tahu dan senang memberi bantuan pada orang lain dan memberikan informasi yang terbuka. Aspek dominan yang sifatnya negatif dengan model budaya-budaya seperti ini adalah fokus pada persahabatan tetapi memberikan dampak pemberian toleransi pada kinerja yang rendah dan terjadinya permainan politik.

2. Budaya Upahan (rendah pada hubungan sosial, tinggi pada solaritas). Organisasi ini benar-benar memfokuskan diri pada tujuan. Anggota organisasi diharuskan berorientasi kepada tujuan. Mereka harus mengerjakan segala sesuatu dengan cepat. Fokus pada tujuan dan obyektif dapat mengurangi faktor politik. Dampak dari perlakuan budaya ini adalah kurang adanya perlakuan manusiawi pada anggota organisasi yang berkinerja rendah.

3. Budaya Fragmen (rendah pada hubungan sosial, rendah pada solidaritas). Organisasi ini dibuat secara individualistis. Komitmen adalah faktor penting yang diletakkan pada unsur pertama pada semua anggota organisasi dan pada tugas pekerjaannya. Anggota organisasi dituntut untuk produktif dan orientasi pada kualitas pekerjaan. Dampak dominan yang terjadi pada budaya organisasi seperti ini adalah saling kritik diantara anggota dan kurang erat hubungan antara anggota organisasi.

(25)

seorang pemimpin karismatik lebih banyak menghasilkan murid daripada pengikut, sehingga iklim kerja adalah terjadinya pemujaan terhadap pemimpinnya.

Jadi ada dua dimensi yang menggarisbawahi budaya organisasi, yang pertama disebut dengan hubungan sosial (sociability) adalah pengukuran terhadap persahabatan. Hubungan sosial berkaitan dengan orientasi tinggi pada hubungan antar manusia, orientasi pada tim dan fokus pada proses daripada hasil. Sedangkan yang kedua disebut dengan solidaritas (solidarity) adalah pengukuran pada orientasi tugas. Berkaitan dengan perhatian tinggi pada hal yang detail dan tingkat agresifitas yang tinggi.

2.1.3. Pembentukan Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2002) budaya pada organisasi tidak terbentuk dengan sendirinya, namun budaya organisasi berasal dan diturunkan dari filsafat pendirinya, kemudian budaya yang unik tersebut mempengaruhi kriteria yang digunakan untuk mempekerjakan karyawan, segala tindakan dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak, kemudian disosialisasikan dimana tingkat sukses yang dicapai dalam mencocokkan nilai-nilai karyawan baru dengan organisasi dalam seleksi maupun preferensi manajemen puncak.

Agar budaya perusahaan yang telah terbentuk dengan baik, diperlukan usaha-usaha untuk memelihara agar budaya yang telah terbentuk itu tetap hidup, Robbins (2002) mengatakan bahwa usaha-usaha yang dapat dilakukan adalah dengan cara :

1. Menyeleksi anggota atau karyawan baru dengan kriteria yang sesuai dengan budaya yang ada. Tujuan eksplisit dari proses seleksi adalah mengidentifikasikan dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses pada organisasi tersebut.

(26)

3. Sosialisasi atau adaptasi yang dilakukan melalui interaksi anggota perusahaan. Dapat dikonsepkan ke dalam tiga tahap yaitu prakedatangan, perjumpaan dan metamorfosis.

2.1.4. Pengaruh Budaya Organisasi pada Kinerja dan Kepuasan

Robbins (2002) mengatakan budaya organisasi sebagai variabel campur tangan, dimana anggota organisasi membentuk suatu persepsi subyektif keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan pada faktor-faktor seperti inovasi, perhatian terhadap detail, orientasi hasil, dukungan orang tekanan pada tim, agresivitas dan stabilitas.

Gambar 2 Budaya organisasi berdampak pada kepuasan dan kinerja karyawan. (Robbins, 2002)

2.2. Kinerja

Menurut Miner (1990), kinerja adalah bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana seseorang harus berperilaku dalam melaksanakan tugas, berarti menunjukkan suatu peran dalam organisasi. Suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun organisasi privat dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku (actors) dalam upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi bersangkutan (Prawirosentono, 1999).

Kinerja menurut Irianto dalam Sutrisno (2010) adalah prestasi yang diperoleh seseorang dalam melakukan tugas. Keberhasilan organisasi tergantung pada kinerja para pelaku organisasi bersangkutan. Oleh karena itu, setiap unit kerja dalam suatu organisasi harus dinilai kinerjanya, agar kinerja sumber daya

(27)

manusia yang terdapat dalam unit-unit dalam suatu organisasi tersebut dapat dinilai secara objektif.

Berbeda dengan Irianto, Cormick & Tiffin dalam Sutrisno (2010), mengemukakan kinerja adalah kuantitas, kualitas, dan waktu yang digunakan dalam menjalankan tugas. Kuantitas adalah hasil yang dapat dihitung sejauh mana seseorang dapat berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kualitas adalah bagaimana seseorang dalam menjalankan tugasnya, yaitu mengenai banyaknya kesalahan yang dibuat, kedisiplinan dan ketepatan. Waktu kerja adalah mengenai jumlah absen yang dilakukan, keterlambatan, dan lamanya masa kerja dalam tahun yang dijalani. Miner (1990), mengemukakan ada empat aspek dari kinerja, yaitu :

1. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu, dan ketepatan dalam melakukan tugas.

2. Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk dan jasa yang dapat dihasilkan.

3. Waktu kerja, menerangkan tentang berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa kerja yang telah dijalani individu karyawan tersebut.

4. Kerja sama, menerangkan tentang bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya.

Dengan keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa individu mempunyai kinerja yang baik bila dia berhasil memenuhi keempat aspek tersebut sesuai dengan target atau rencana yang telah ditetapkan oleh organisasi.

2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengahuri Kinerja Karyawan

Ada empat faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu : 1. Efektivitas dan efesiensi

(28)

2. Otoritas dan tanggung jawab

Organisasi yang baik selalu mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab masing-masing karyawannya dengan baik, dengan demikian mereka mengetahui apa yang menjadi hak dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap karyawan dalam suatu organisasi akan mendukung kinerja karyawan tersebut. 3. Disiplin

Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara organisasi dan karyawan. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam organisasi tersebut diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai disiplin yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik.

Disiplin juga berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar. Dalam hal seseorang karyawan melanggar peraturan yang berlaku dalam organisasi, maka karyawan bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang telah disepakati. Masalah disiplin para karyawan yang ada dalam organisasi baik atasan maupun bawahan akan memberi corak terhadap kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai, apabila kinerja individu maupun kinerja kelompok ditingkatkan. Untuk itu diperlukan inisiatif dari para karyawannya dalam melaksanakan tugas.

4. Inisiatif

Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreatifitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Setiap inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan positif dari atasan, jika atasan selalu menghambat setiap inisiatif, tanpa memberikan penghargaan berupa argumentasi yang jelas dan mendukung, hal ini dapat menyebabkan organisasi akan kehilangan energi atau daya dorong untuk maju.

2.2.2 Pengukuran Kinerja Karyawan

(29)

kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan.

Menurut Rummler dan Brache (1995), sistem pengukuran kinerja adalah mekanisme mengumpulkan informasi kinerja yang aktual, membandingkannya dengan sasaran dan mengkomunikasikannya bagi manajemen untuk perbaikan organisasi. Tanpa adanya pengukuran kinerja, pemimpin tidak memiliki basis untuk harapan kinerja yang spesifik yang dikomunikasikan kepada bawahannya, mengetahui apa yang sedang terjadi dalam organisasi, mengidentifikasi jurang kinerja yang harus dianalisa dan dikurangi, memberikan umpan balik dengan membandingkan antara kinerja dengan standar, mengidentifikasi kinerja yang harus diberikan imbalan dan membuat mendukung keputusan efektif mengenai sumber, perencanaan, kebijakan, jadwal dan sturktur.

Ukuran kinerja dari para karyawan memang beragam jenisnya, sementara itu Mondy, Sharplin dan Flipo (1995), mengajukan sejumlah standar untuk melihat kinerja karyawan, yaitu:

1) Time standards. Time standards state the length of time it should take to make a certain product or perform a certain service. Standar waktu didasaekan pada jangka waktu membuat suatu produk atau jasa.

2) Produktivity standards. The standards are based on the amount or product or service produced during a set time period. Standar produktivitas didasarkan kepada banyaknya suatu produk atau jasa yang dihasilkan dalam suatu waktu tertentu.

3) Cost standards. These standards are based on the cost associated with producing the goods or service. Standar biaya didasarkan kepada biaya yang berhubungan dalam memproduksi atau menghasilkan barang ataupun jasa. 4) Quality standards. These are based on the level of perfection desired.

(30)

5) Behavioral standards.These are based on the type or behavioral desired or wokers in the organization. Standar tingkah laku didasarkan kepada macam tingkah laku yang diinginkan dari para pekerja didalam organisasi.

Mahkamah Agung menilai kinerja karyawannya dengan melakukan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). DP3 adalah daftar yang memuat hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang karyawan dalam jangka waktu satu tahun yang dibuat oleh pejabat penilai. Tujuan dilakukannya DP3 adalah untuk memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan karyawan, antara lain dalam pertimbangan kenaikan pangkat, penetapan dalam jabatan, pemindahan, kenaikan gaji berkala dan lain-lain. Unsur-unsur yang dinilai adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan. Sedangkan tata cara penilaian nilai DP3 dinyatakan dengan sebutan huruf dan angka sebagai berikut :

- Amat baik = 91 – 100 - Baik = 76 – 90 - Cukup = 51 – 60 - Sedang = 51 – 60 - Kurang = 50 ke bawah

Setelah penilaian dilakukan DP3 disimpan dan dipelihara dengan baik oleh pejabat-pejabat yang diserahi urusan kekaryawanan. DP3 disimpan untuk selama lima tahun, misalnya DP3 dibuat pada akhir tahun 2009 maka disimpan sampai dengan akhir tahun 2014. DP3 yang telah disimpan lebih dari lima tahun tidak digunakan lagi.

2.2.3 Meningkatkan Kinerja Melalui Pengembangan Budaya Organisasi

(31)

budaya organisasi yang memiliki sifat keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas, dan penghayatan misi. Indikator keterlibatan adalah :

1. Pemberdayaan (para karyawan mempunyai otoritas, inisiatif, dan kemampuan untuk mengatur pekerjaannya sendiri sehingga terbentuk rasa memiliki dan tanggung jawab pada organisasi.

2. Orientasi tim (organisasi bergantung pada usaha tim untuk menyelesaikan pekerjaan ke arah tujuan bersama namun masing-masing karyawan saling bertanggung jawab).

3. Pengembangan kemampuan (organisasi menginvestasikan dananya pada pengembangan kemampuan keterampilan para karyawannya agar lebih kompetitif dalam memenuhi tantangan bisnis).

Organisasi dengan sifat konsistensinya menanamkan sistem kepercayaan, nilai, dan simbol yang dihayati dan dipahami oleh para anggota organisasi agar terbentuk tindakan atau perilaku terkoordinasi berdasarkan dukungan konsesus. Indikator konsesus adalah:

1. Nilai-nilai inti (para anggota organisasi berbagi sejumlah nilai untuk membentuk sense of identity yang kuat dan sejumlah harapan yang jelas). 2. Kesepakatan (organisasi mampu mencapai kesepakatan mengenai

masalah-masalah kritis, yang mencakup tingkat kesepakatan utama dan kemampuan untuk merekonsiliasi perbedaan-perbedaan yang terjadi).

3. Koordinasi dan integrasi (unit-unit kerja yang berbeda dalam organisasi bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama).

Organisasi dengan sifat penghayatan misi mempunyai kemampuan untuk memahami arah jangka panjang yang bermanfaat bagi organisasi. Indikator penghayatan misi adalah :

1. Arah dan intensi strategis yang jelas membawa manfaat bagi oganisasi sehingga menjadi jelas bagaimana setiap karyawan dapat memberi kontribusi dan membuat organisasinya terkenal dalam industrinya.

(32)

3. Pemahaman visi (organisasi mempunya pandangan bersama mengenai kondisi masa depan yang diinginkan, yang mewujudkan nilai-nilai inti serta menangkap pokok dan pikiran para anggota organisasinya sehingga dapat menjadi panduan dan arah dalam berkarya, (Sutrisno, 2010).

2.2.4 Pengaruh Kinerja Terhadap Efektivitas Organisasi

Kinerja karyawan sangat penting untuk dinilai karena kinerja yang diberikan karyawan kepada organisasi akan berdampak langsung terhadap efektivitas organisasi tersebut. dua jenis perilaku atau tugas pekerjaan mencakup unsur-unsur penting kinerja, yaitu tugas fungsional dan perilaku. Agar penilaian kinerja dapat dilaksanakan dengan baik diperlukan metode yang memenuhi persyaratan-persyaratan berikut :

1. Yang diukur adalah benar-benar prestasi dan bukan faktor-faktor lain, seperti yang menyangkut pribadi seseorang.

2. Menggunakan tolok ukur yang jelas dan yang pasti menjamin bahwa pengukuran itu bersifat objektif.

3. Dimengerti, dipahami, dan dilaksanakan sepenuhnya oleh semua anggota organisasi yang terlibat.

4. Dilaksanakan secara konsisten, dan didukung sepenuhnya oleh pemimpin puncak organisasi.

2.3 Kepuasan Kerja

Dole and Schroeder (2001) menjelaskan bahwa kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaannya, sedangkan menurut Testa (1999) dan Locke (1983) kepuasan kerja merupakan kegembiraan atau pernyataan emosi yang positif hasil dari penilaian salah satu pekerjaan atau pengalaman-pengalaman pekerjaan.

Luthans (2006) menyatakan bahwa terdapat tiga dimensi penting dari kepuasan kerja, yaitu :

1. Kepuasan kerja merupakan respon emosional terhadap situasi dan kondisi kerja.

(33)

departemen tetapi menerima imbalan lebih sedikit, maka mereka akan memiliki sikap negatif terhadap pekerjaan, pimpinan dan rekan sekerjanya. Mereka akan menjadi tidak puas. Sebaliknya jika mereka merasa diperlakukan dengan baik dan dibayar dengan adil, maka mereka akan memiliki sikap yang positif terhadap pekerjaannya.

3. Kepuasaan kerja mencerminkan sikap yang berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri.

Teori-teori kepuasan kerja merupakan bagian dari teori motivasi. Menurut Campbel, yang dikutip Gibson (1996), mengatakan bahwa teori motivasi terbagi dalam dua kategori, yaitu: teori kepuasan dan teori proses. Teori kepuasan memusatkan perhatian pada faktor-faktor didalam individu yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan dan menghentikan perilaku. Sedangkan teori proses, menerangkan dan menganalisa bagaimana perilaku didorong, diarahkan, dipertahankan dan dihentikan.

Adapun teori-teori kepuasan kerja yang lazim dikenal dari berbagai ahli, adalah:

a. Teori Pertentangan (Discrepancy Theory)

Teori ini dipelopori oleh Porter (1961), yang mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan (As’ad, 1995). Kemudian Locke (1969) dalam Munandar (2001), menyatakan bahwa kepuasan atau tidak kepuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai yaitu pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan seseorang individu dengan apa yang diterima dan pentingnya apa yang diinginkan bagi individu. Menurut Locke seorang individu akan merasa puas atau tidak puas merupakan sesuatu yang pribadi, tergantung bagaimana ia mempersepdikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dan hasil keluarannya.

b. Teori Keadilan (Equity Theory)

(34)

tidak atas suatu situasi. Perasaan adil (equity) atau tidak adil (inequity) atas suatu situasi, diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain (As’ad, 1995).

c. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory) Herzberg

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Frederick Herzberg pada tahun 1959 dalam bukunya “The Motivation to Work” (Gibson, 1996). Prinsip pada teori ini adalah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda (As’ad, 1995).

Berdasarkan hasil penelitiannya, Herzberg (1959) membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap perkerjaannya menjadi dua kelompok satisfier atau motivator, dan kelompok dissatisfier atau hygiene factors. Satisfier (motivator) ialah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: Pencapaian prestasi, Pengakuan, Tanggung jawab, Kemajuan, Pekerjaan itu sendiri dan kemungkinan berkembang.

Menurut Herzberg (1959) hadirnya faktor ini akan menimbulkan kepuasan kerja, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Sedangkan dissatisfaiers(hygiene factors) ialah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu kepenyeliaan dan mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan dan bawahan. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja.

(35)

dissatisfiers ialah external factor, job context dan hygiene factor (As’ad, 1995).

d. Model dari Kepuasan Bidang/Bagian (Facet Satisfaction) Lowler

Teori ini bersal dari model Lowler dari kepuasan bidang berkaitan erat dengan teori keadilan dari Adams (Munandar, 2001). Menurut teori ini, orang akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka (misalnya: rekan sekerja, atasan dan gaji) jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang secara actual mereka terima. Untuk menentukan tingkat kepuasan kerja bagi para tenaga kerja, Lowler memberikan bobot kepada setiap bidang sesuai dengan nilai pentingnya bagi individu, ia kemudian mengkombinasikan semua skor kepuasan bidang yang dibobot kedalam suatu skor total.

e. Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Process Theory)

Teori ini diangkat berdasarkan penemuan dari Landy yang memandang kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang lain. Teori ini menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional atau emotional equilibrium (Munandar, 2001). Teori ini berangkat dari asumsi bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak memberikan kemaslahatan. Karena kepuasan atau ketidakpuasan kerja akan memacu mekanisme fisiologikal dalam sistem pusat saraf yang membuat aktif emosional yang bertentangan atau berlawanan.

Dihipotesakan bahwa emosi yang berlawanan, meskipun lebih lemah dari emosi yang asli akan terus ada dalam jangka waktu yang lama. Implikasi teori ini bahwa kepuasan kerja bervariasi secara mendasar dari waktu ke waktu, akibatnya ialah bahwa pengukuran kepuasan kerja perlu dilakukan secara periodik dengan interval waktu yang sesuai.

f. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

(36)

Maslow menyatakan bahwa, jika semua kebutuhan seseorang tidak terpuaskan pada suatu waktu tertentu, pemuasan kebutuhan yang lebih dominan akan lebih merusak daripada yang lain. Kebutuhan yang timbul lebih dahulu harus dipuaskan sebelum tingkat kebutuhan yang lebih tinggi muncul (Gibson, 1996).

Gambar 3 Hirarki Motivasi Maslow (Gibson, 1996)

2.3.1 Standar Kepuasan Kerja Karyawan

Menurut Muchinsky (1997), variabel-variabel yang dapat dijadikan indikasi menurunnya kepuasan kerja adalah absenteeism, turnover, and job performance. Mengutip pendapat tersebut As’ad (1995) menjelaskan bahwa variable yang dapat dijadikan menurunnya kepuasan kerja keluar masukknya karyawan (turnover), menurunnya produktivitas kerja atau prestasi kerja karyawan (performance). Apabila indikasi menurunnya kepuasan kerja tersebut muncul kepermukaan, maka hendaknya segera ditangani agar tidak merugikan perusahaan. Mengacu pada pendapat Handoko (1992) dan As’ad (1995), Nimran (1998) bahwa dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan mengaitkannya pada output yang dihasilkan, yaitu produktivitas kerja menurun, turnover meningkat, dan efektivitas lainnya seperti menurunnya kesehatan fisik mental, berkurangnya kemampuan mempelajari pekerjaan baru dan tingginya tingkat kecelakaan.

Mendapatkan kepuasan diri dalam menjalankan profesinya

Berprestasi, kompetisi, dukungan dan penghargaan

Sosial, berafiliasi dengan orang lain, diterima, me memiliki

Aman, terlindung, jauh dari bahaya

Rasa lapar, haus, dingin dan panas

Aktualisasi diri

Penghargaan

Cinta & Rasa memiliki

Rasa Aman

(37)

2.3.2 Faktor Penentu Kepuasan Kerja Karyawan

Tingkat kepuasan kerja dari masing-masing orang berbeda baik jenisnya maupun ukurannya, banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya. Beberapa pendapat seperti yang disampaikan oleh Robbins (2002) bahwa faktor-faktor yang menetukan kepuasan kerja adalah adanya pekerjaan yang secara mentalitas memberikan tantangan, dimana karyawan cenderung memilih pekerjaan yang memberikan peluang untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan, serta menawarkan bermacam-macam tugas, kebebasan dan umpan balik terhadap pekerjaan yang dilakukannya.

Faktor lainnya seperti memberikan penghargaan yang adil dimana karyawan ingin sistem penggajian dan kebijakan promosi yang diterapkan dirasakan adil, tidak ambisius dan serah dengan harapan mereka. Kepuasan akan terwujud apabila penggajian adil berdasarkan kebutuhan pekerjaan, tingkatan keterampilan individu dan standar penggajian yang umum untuk pekerjaan yang sejenis. Faktor kondisi yang mendukung perkerjaan, bahwa pada umumnya karyawan akan memilih fasilitas yang sekelilingnya tidak berbahaya, suhu udara dan penerangan yang cukup, yang tempatnya relatif dekat dengan rumah, bersih dan memiliki fasilitas modern serta peralatan kerja memadai.

Faktor dukungan teman sekerja juga dapat menentukan kepuasan kerja, dimana orang bekerja tidak hanya untuk mencari uang atau prestasi, tetapi juga untuk kebutuhan interaksi sosial, sehingga mempunyai teman-teman dan dukungan teman sekerja menimbulkan peningkatan kepuasan kerja. Faktor terakhir menurut Robbins (2002), mengemukakan teori “Halland Personality Job Fit” yang menyatakan bahwa kesepakatan yang tinggi antara kepribadian dan pekerjaan menimbulkan individu yang lebih puas. Orang yang memiliki kepribadian yang sama dengan pekerjaan yang dipilihnya akan menemukan talenta yang benar yang ia miliki dan kemampuan untuk menemukan kebutuhan pekerjaannya. Kesuksesan kemungkinan lebih besar akan menghasilkan kepuasan yang tinggi dari pekerjaannya.

(38)

merasa puas dengan pekerjaanya karena berhasil dan memperoleh penilaiaan yang adil dari pimpinannya. Menurut Luthans, ukuran kepuasan kerja dapat diketahui dengan mengetahui lima indikator yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu:

1) Pembayaran, seperti gaji dan upah. Karyawan menginginkan sistem upah yang dipersepsikan sebagai adil, tidak merugikan dan segaris dengan pengharapannya. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkanpada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepusan. Uang tidak hanya membantu orang memperoleh kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat tinggi. Karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan. Pembayaran gaji dan upah besarnya berprinsipkan pada keadilan, dan obyektifitas dari kinerja, tugas dan tanggung jawab para karyawan.

2) Pekerjaan itu sendiri. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilannya, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuta kerja lebih menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu menantang juga dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Sejauh mana perusahaan memberikan pekerjaan kepada para anggota organisasi dengan bekerja sesuai dengan kemampuannya dan para anggota menyukai pekerjaan yang dibebankan.

(39)

4) Promosi pekerjaan. Promosi terjadi pada saat seorang karyawan berpindah dari suatu pekerjaan ke posisi lainnya yang lebih tinggi, dengan tanggung jawab dan jenjang organisasionalnya. Pada saat dipromosikan karyawan umumnya menghadapi peningkatan tuntutan dan keahlian, kemampuan dan tanggung jawab. Sebagian besar karyawan meras apositif karena

dipromosikan. Promosi memungkinkan perusahaan untuk

mendayagunakan kemampuan dan keahlian karyawan setinggi mungkin. Sejauh mana manajemen membuat sistem promosi pekerjaan yang obyektif yang didasarkan pada penilaian kinerja para karyawan disertai tanggung jawabnya.

5) Kepenyeliaan (supervise). Supervisi mempunyai peran yang penting dalam manajemen. Supervisi berhubungan dengan karyawan secara langsung dan mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Umumnya karyawan lebuh suka mempunyai supervise yang adil, terbuka dan mau bekerjasama dengan bawahan. Sejauh mana para atasan memiliki sifat kepemimpinan yang baik yang bisa membangun dan memotivasi pada anggotanya dengan baik.

2.4 Hasil Penelitian Terdahulu

(40)

Mariani (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Nilai-nilai Budaya Perusahaan (Corporate Culture) dan Stressors Kerja dengan Kinerja Karyawan (Studi kasus : Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan) melakukan analisa data dengan menggunakan metode uji korelasi Rank Spearman dan analisis regresi. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa dari delapan butir nilai-nilai utama budaya perusahaan PT. Pos Indonesia (Persero) terdapat tujuh nilai budaya yang dinyatakan memiliki hubungan nyata dan positif dengan kinerja karyawan. Selain itu ditemukan juga bahwa unsur-unsur stressors kerja yang dikaji memiliki hubungan dengan kinerja karyawan, dengan kekuatan korelasi sebagai berikut (secara berurut): konflik kerja, dukungan serta kepemimpinan, beban dan waktu kerja serta karakteristik tugas. Sedangkan budaya perusahaan memiliki hubungan negatif dengan stressors kerja, semakin baik pelaksanaan budaya perusahaan maka dapat menurunkan stressors kerja yang berpotensi menimbulkan stres kerja pada karyawan.

(41)

METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Konseptual

Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman serta peradilan negara tertinggi mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan kehakiman karena tidak hanya membawahi empat lingkungan peradilan tetapi juga sebagai puncak manajemen dibidang administratif, personil dan finansial serta sarana prasarana. Kebijakan “satu atap”, memberikan tanggungjawab dan tantangan karena Mahkamah Agung dituntut untuk menunjukkan kemampuannya guna mewujudkan organisasi sebagai lembaga yang profesional, efektif, transparan serta akuntabel.

Penyatuan atap beserta semua konsekuensi logis yang muncul untuk menjadi lembaga yang mumpuni dalam bidang peradilan dan mampu mengelola administratif, personil, finansial dan sarana prasarana, membuat Mahkamah Agung melakukan perubahan atau pembaruan (reformasi birokrasi) di semua aspek secara hampir bersamaan. Menyadari keterbatasan sumber daya dan terus mendesaknya perkembangan kebutuhan publik akan perubahan di Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawahnya, maka perencanaan adalah hal mutlak yang harus dilakukan. Hal ini menjadi latar belakang disusunnya Cetak Biru Peradilan 2004 - 2009 (yang mulai disusun pada tahun 2003). Cetak Biru ini merupakan sebuah pedoman/arah dan pendekatan yang akan ditempuh untuk mengembalikan citra Mahkamah Agung serta badan-badan peradilan di bawahnya sebagai lembaga yang terhormat dan dihormati.

Kerangka konseptual dibuat untuk menghubungkan antara visi dan misi Mahkamah Agung RI dengan strategi yang digunakannya untuk mencapai tujuan/goal yang telah ditetapkan. Kerangka konseptual merupakan deskripsi masalah dalam bentuk hubungan antara variabel masukan dengan variabel keluaran. Melalui kerangka konseptual dapat dilihat proses-proses yang harus dilalui oleh Mahkamah Agung RI agar tercapainya tujuan/goal tersebut.

(42)

hasil, keempat, berorientasi pada manusia, kelima, berorientasi pada tim, keenam, agresivitas dan ketujuh, stabilitas. Nilai-nilai utama badan peradilan/budaya organisasi MA-RI diukur menggunakan karakteristik-karakteristik diatas, seperti nilai kemandirian kekuasaan kehakiman diukur menggunakan karakteristik perhatian terhadap detail, nilai Integritas dan kejujuran diukur menggunakan karakteristik perhatian terhadap manusia, nilai akuntabilitas diukur menggunakan karakteristik perhatian terhadap detail, nilai responsibilitas diukur menggunakan karakteristik agresivitas, nilai keterbukaan diukur menggunakan karakteristik perhatian terhadap manusia, nilai ketidakberpihakan diukur menggunakan karakteristik perhatian terhadap detail, dan nilai perlakuan yang sama dihadapan hukum diukur menggunakan karakteristik perhatian terhadap detail. Kemudian yang membentuk variabel kepuasan kerja karyawan ada lima faktor, seperti yang disampaikan oleh Luthans (2006), yaitu : pembayaran, pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, promosi pekerjaan dan kepenyeliaan. Untuk variabel penilain kinerja karyawan terdapat lima faktor, seperti yang diungkapkan oleh Mondy et al (1995), yaitu : standar waktu, standar produktivitas, standar kualitas dan standar tingkah laku.

(43)

Gambar 4 Kerangka konseptual

3.2. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan

Adanya keterkaitan hubungan antara budaya korporat dengan kinerja organisasi yang dapat dijelaskan dalam model diagnosa budaya organisasi Tiernay bahwa semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi semakin baik kinerja organisasi tersebut (Moeljono, 2003).

Miller (1984), menyebutkan bahwa budaya perusahaan adalah nilai-nilai dan semangat yang mendasar dalam cara mengelola serta mengorganisasikan perusahaan. Nilai-nilai tersebut merupakan keyakinan yang dipegang teguh dan

(Organisasi lembaga yang profesional, efektif, efisien, transparan, dan aktual) Visi MA-RI

Misi MA-RI

Budaya Organisasi (Robbins 2002)

Tujuan/Goal MA-RI - Inovasi dan keberanian mengambil resiko - Perhatian terhadap detail

- Berorientasi kepada hasil - Berorientasi kepada manusia - Berorientasi kepada tim - Agresivitas

- Stabilitas

Kepuasan Kerja Karyawan (Luthans 2006)

- Gaji - Pekerjaan - Promosi - Rekan Kerja - Penyelia

Kinerja Kerja Karyawan (Mondy et al 1995)

(44)

kadang-kadang tidak terungkapkan. Nilai-nilai tersebut akan mendasari sifat perusahaan dalam usaha mengatasi tantangan.

Karyawan yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individu. Didukung dengan sumber daya manusia yang ada, sistem dan teknologi, strategi organisasi dan logistik, masing-masing kinerja individu yang baik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik pula.

3.3. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Karyawan

Terdapat hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan karyawan, dimana budaya (culture) dikatakan memberi pedoman seorang karyawan bagaimana dia mempersepsikan karakteristik budaya suatu organisasi, nilai yang dibutuhkan karyawan dalam bekerja, berinterksi dengan kelompoknya, dengan sistem dan administrasi, serta berinteraksi dengan atasannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aripin et al (2013) di salah satu Kantor Polisi di Cimahi menunjukkan hasil bahwa budaya organisasi memiliki dampak positif terhadap kepuasan kerja. faktor kepuasan kerja merupakan faktor penting untuk menjadikan budaya organisasi yang lebih kuat.

3.4. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan

(45)

meningkat maka perputaran karyawan dan absensi. Jika kepuasan karyawan meningkat maka perputaran karyawan dan absensi menurun.

Penelitian yang dilakukan oleh Soedjono (2005) kepuasan kerja merupakan cermin dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi dan lingkungannya, sebaliknya, pekerja yang tidak puas akan bersikap negatif terhadap pekerjaan dan bentuk yang berbeda-beda satu dengan lainnya.

3.5. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan kumpulan individu atau objek penelitian yang memiliki kualitas-kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Berdasarkan kualitas dan ciri-ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai sekelompok unit analisis atau objek pengamatan yang minimal memiliki satu persamaan karakteristik. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan yang terdaftar sebagai Karyawan Negeri Sipil pada Mahkamah Agung sampai tahun 2012 yang berlokasi di Jl. Medan Merdeka Utara No. 9-13 Jakarta Pusat, sejumlah 491 orang selain Hakim Agung dan Karyawan Honorer.

Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relative sama (homogen) dan dianggap bisa mewakili populasi. Dalam penelitian ini dilakukan penarikan sampel yang dapat mewakili seluruh populasi. Metode penarikan sampel yang dipakai yaitu Stratified Random Sampling Jumlah anggota sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang. Dasar dari pengambilan sampel yang dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui (Umar, 2003).

Rumus Slovin :

n = N

1 + N e2

dimana : 1 = konstanta n = ukuran sampel N = ukuran populasi

(46)

Perhitungan dengan N = 491 sedangkan error yang digunakan adalah 10 % atau 0,1 (Umar, 2003) bahwa untuk data yang kecil < 100.000 digunakan error – 10 %. Maka :

n = 491

1 + 491 x (0,1)2

n = 83,07 (dibulatkan menjadi 83)

3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Mahkamah Agung Republik Indonesia, yang beralamat di Jalan Medan Merdeka Utara No. 9-13 Jakarta Pusat, dilaksanakan selama tiga bulan, dimulai bulan Maret 2013 sampai dengan Mei 2013.

3.7. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif sebenarnya tidak hanya berurusan dengan “kuantita”. Kata kuantitatif ditafsirkan secara bebas sebagai “keakuratan” deskripsi suatu variable dan keakuratan hubungan antara satu variable dengan variable lainnya, serta memiliki daerah aplikasi (generalisasi) yang luas. Kebenaran dalam penelitian kuantitatif adalah kebenaran ilmiah yang diperoleh melalui deskripsi akurat tentang suatu variable dan hubungan antara variable. Ciri utama penelitian kuantitatif adalah permasalahan penelitian terbatas dan sempit, mengikuti pola berpikir deduktif, mempercayai angka (statistika dan matematika) sebagai instrument untuk menjelaskan kebenaran dan membangun validitas internal untuk menjelaskan kebenaran dan membangun validitas internal dan eksternal sebaik mungkin (Irawan, 2006). Salah satu metode penelitian kuantitatif adalah metode survei.

(47)

dan dipilih oleh responden dikuantitatifkan dengan memberikan angka menggunakan skala Likert, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Nilai 5 bila memilih jawaban SS (Sangat Setuju) b. Nilai 4 bila memilih jawaban S (Setuju)

c. Nilai 3 bila memilih jawaban KS (Kurang Setuju) d. Nilai 2 bila memilih jawaban TS (Tidak Setuju)

e. Nilai 1 bila memilih jawaban STS (Sangat Tidak Setuju)

3.8. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan langsung dari sumber informasi, yaitu dengan cara wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap sumber-sumber yang dianggap tepat dan terpercaya, selain itu data primer juga didapat dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan secara tertulis melalui kuesioner terhadap responden. Kuesioner yang disebarkan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama berisikan identitas responden dan bagian kedua berisikan item-item pertanyaan dari variabel-variabel yang dikaji (budaya organisasi, kepuasan kerja karyawan, dan kinerja karyawan).

Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan berasal dari studi pustaka, yaitu pengumpulan data dari buku-buku, karya akademis, internet, dan sumber-sumber lainnya yang bertujuan untuk memperoleh informasi tambahan serta pemahaman yang lebih mendalam mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

3.9. Uji Coba Instrumen

Data mempunyai kedudukan yang paling tinggi dalam penelitian, karena data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Benar tidaknya data, sangat menentukan dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data.

(48)

objektivitas, yaitu data yang diisikan pada kuesioner terbebas dari penilaian yang subjektif, dan (5) fisibilitas, yaitu berkenaan dengan teknis pengisian kuesioner, serta penggunaan sumber daya dan waktu. Sebelum digunakan, Instrumen dalam penelitian ini akan diuji dengan uji validitas dan uji reliabilitas yang diujicobakan kepada responden.

3.9.1 Uji Validasi

Uji ini merupakan kemampuan dari konstruk indikator untuk mengukur tingkat keakuratan sebuah konsep. Hal ini berarti apakah konsep yang telah dibangun tersebut sudah akurat atau belum. Jika telah akurat, anak variabel tersebut dapat dilanjutkan, sedangkan apabila belum akurat, maka perlu dilakukan pengujian ulang. Tujuan dari pengujian tersebut yaitu, untuk menguji indikator-indikator yang dirumuskan dalam pertanyaan agar penelitian tersebut reliabel dan valid (Lampiran 1).

3.9.2 Uji Reliabilitas

Gambar

Gambar 2 Budaya organisasi berdampak pada kepuasan dan kinerja karyawan.
Gambar 3 Hirarki Motivasi Maslow (Gibson, 1996)
Gambar 4 Kerangka konseptual
Gambar 5 dibawah ini menggambarkan hubungan antar ketiga variabel tersebut.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menggambarkan Media yang digunakan dalam pendidikan berbasis keluarga ini adalah media terintegrasi antara lingkungan, buku, gadget dan orang tua sebagai

tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan

Dalam rangka mendukung daya saing UMKM, kebijakan untuk mendorong daya saing yang tinggi dilakukan melalui beberapa aktifitas antara lain mengkaitkan UMKM sebagai bagian dari

Hasil menunjukan bahwa sistem kekerabatan memberikan pengaruh terhadap transparasi antar bangunan hunian, orientasi bangunan terhadap Gunung Bromo dan Pesanggrahan, hirarki dan

4. selaku Dosen Penguji Proposal dan Sidang Skripsi. selaku Dosen Wali dan Dosen Penguji Proposal dan Sidang Skripsi. Soni Harsono, M.Si. selaku Dosen Penguji

a) Permasalahan pada aspek budidaya adalah hama penggerek yang sangat mempengaruhi produktifitas kakao. Hal ini sudah menjadi konsentrasi dinas dalam beberapa

Reformulate to allow restrictive constraints and clarify Requirements class extension (see generalization/specialization in UML and the extension/restriction mechanism of the XML

Hal ini sesuai dengan penelitian dari Nofiana (2014) yang menyatakan bahwa keunggulan soal TTMCQ antara lain: jumlah materi yang dapat ditanyakan relatif banyak