PEMODELAN PRODUKSI PADI DI PROVINSI SULAWESI
SELATAN DENGAN FUNGSI TRANSFER DAN BEDA
WAKTU TERDISTRIBUSI
ANDRIANA EKAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Produksi Padi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan Fungsi Transfer dan Beda Waktu Terdistribusi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
RINGKASAN
ANDRIANA EKAWATI. Pemodelan Produksi Padi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan Fungsi Transfer dan Beda Waktu Terdistribusi . Dibimbing oleh I MADE SUMERTAJAYA dan FARIT MOCHAMAD AFENDI.
Provinsi Sulawesi Selatan menempati sembilan besar provinsi yang memiliki kontribusi tinggi terhadap pendapatan nasional (2.6 %). Kontribusi terbesar pada sektor pertanian ada pada subsektor tanaman bahan makanan berupa padi dan palawija (47.45 persen). Padi merupakan sumber makanan pokok serta menjadi sumber pendapatan bagi sebagian besar rumah tangga yang bekerja pada sektor pertanian. Rata-rata konsumsi beras perkapita setahun masih tergolong tinggi (85.5 Kg tahun 2013). Selain itu, jumlah penduduk Sulawesi Selatan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Seiring dengan peningkatan tersebut, tidak menutup kemungkinan terjadinya peningkatan konsumsi beras di masyarakat. Informasi penting, akurat, dan terkini mengenai produksi padi di masa yang akan datang sangat diperlukan untuk mendukung kebijakan pemerintah terkait dengan beras. Peramalan produksi padi ataupun beras dapat dilakukan dengan melibatkan peubah itu sendiri maupun peubah lain yang memiliki pengaruh signifikan. Metode analisis deret waktu yang mempertimbangkan pengaruh peubah lain dalam pemodelan adalah fungsi transfer. Model fungsi transfer merupakan suatu model peramalan deret waktu berganda yang menggabungkan karakteristik dari model ARIMA dengan karakteristik model regresi. Pertimbangan lag (beda waktu) dalam melakukan peramalan juga sangat diperlukan. Suatu deret waktu tidak hanya dipengaruhi oleh peubah bebas pada periode yang sama, namun juga dipengaruhi oleh peubah bebas pada periode sebelumnya disebut model beda waktu terdistribusi.
Tujuan dari penelitian ini adalah membangun model produksi padi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan pendekatan fungsi transfer dan beda waktu terdistribusi. Data produksi padi permusim tanam digunakan sebagai peubah respon dan data luas panen padi sebagai peubah penjelas. Data penelitian dibagi menjadi dua bagian yakni data subround (musim tanam) I tahun 1981 sampai musim tanam III tahun 2007 sebagai data training yang digunakan untuk membentuk model, sedangkan musim tanam I tahun 2008 sampai musim tanam III tahun 2014 sebagai data testing yang digunakan untuk validasi model.
Hasilnya menunjukkan bahwa data produksi dan luas panen padi merupakan peubah yang memiliki karakteristik musiman yang menyebabkan adanya pengaruh kemiripan pola dalam pembentukan model peramalan. Selain itu, model terbaik yang digunakan dalam meramalkan produksi padi adalah model fungsi transfer karena memiliki pola pergerakan data yang mengikuti pergerakan data aktual, serta mampu memprediksi nilai produksi untuk periode yang lebih panjang. Produksi pada musim tanam ke-t dipengaruhi oleh produksi pada satu dan dua musim tanam sebelumnya, serta luas panen pada musim tanam yang sama dan pada satu musim tanam sebelumnya. Selain peubah luas panen, terdapat juga pengaruh peubah lain yang mempengaruhi produksi dimana peubah lain tersebut dikelompokkan dalam satu deret yang dimodelkan dengan ARIMA(3,0,1).
SUMMARY
ANDRIANA EKAWATI. Modeling of Rice Production in South Sulawesi Province with Transfer Function and Distributed Lag. Supervised by I MADE SUMERTAJAYA and FARIT MOCHAMAD AFENDI.
Contribute of South Sulawesi to the national income is about 2.6 percent
and it’s included into nine provinces which have the highest contribution. The largest contribution to the agricultural sector in South Sulawesi are in the food crops subsector namely rice and pulses (47.45 percent). Rice became an important commodity because it is a staple food source and a source of income for most households who work in the agricultural sector. Consumption rate is still relatively high (85.5 kg). With a population that expected always increase every year make the consumption of rice in the community increase too. Important, accurate, and up to date information of the rice production in the future is needed to support government policy related to rice. Rice production forecasting can be done by involving that variable itself or other variables which have significant efect. Multivariate time series analysis methods that considerate the effect of the other variables in modeling is transfer function. Transfer function model is a multiple time series forecasting model which combines the characteristics of ARIMA model with the characteristics of the regression model. Considaration of lag in forecasting is needed. A time series are not only influenced by independent variables in the same period, but also influenced by independent variables in the previous period called the distributed lag model.
The purpose of this research was to build a model of rice production in the province of South Sulawesi with a transfer function and distributed lag approach. subroundly rice production data were used as the response or dependent variable, and the data of rice harvested area as an explanatory or independent variable. The research data were divided into two parts, namely the data subround I in 1981 to subround III in 2007 as the training data used to build the model, while subround I in 2008 until subround III in 2014 as testing data used for model validation.
The results showed that the production and the rice harvested area data are the variable that had a seasonal characteristic of the data, so the similarity pattern causes the lag effect of the modeling. Furthermore, the best models used to forecast rice production is transfer function model because it because it has a data movement patterns that follow the movement of the actual data and it can forecast the rice production for a long period. Rice production is affected by itself at one and two previous subround, also affected by current harvest area and then harvest area at one previous subround. Besides harvested area, there are other variables that have influence to the rice production, where the other variables are groupped in time series model with ARIMA (3,0,1).
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Statistika Terapan
PEMODELAN PRODUKSI PADI DI PROVINSI SULAWESI
SELATAN DENGAN FUNGSI TRANSFER DAN BEDA
WAKTU TERDISTRIBUSI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2015
Judul Tesis : Pemodelan Produksi Padi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan Fungsi Transfer dan Beda Waktu Terdistribusi
Nama : Andriana Ekawati
NIM : G152130374
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi Ketua
Dr Farit Mochamad Afendi, SSi MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Statistika Terapan
Dr Ir Indahwati, MSi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 9 Oktober 2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Pemodelan Produksi Padi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan Fungsi Transfer dan Beda Waktu Terdistribusi”. Keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Farit Mochamad Afendi, SSi, MSi sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan serta saran kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Badan Pusat Statistik (BPS) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh jenjang Magister Statistika Terapan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Ungkapan terima kasih terkhusus penulis sampaikan kepada suami tercinta Fajri Munir, orang tua (Alm.), ananda tercinta serta seluruh keluarga di
εakassar atas do’a, dukungan dan pengertiannya. Terimakasih pula kepada
seluruh staf Program Studi Statistika Terapan, teman-teman Statistika (S2 dan S3) dan Statistika Terapan (S2) atas bantuan dan kebersamaannya. Terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Oktober 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Kegunaan Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 4 Model ARIMA Box-Jenkins 4
Fungsi Transfer 4
Beda Waktu Terdistribusi 5
Evaluasi Model 6
Pengujian Asumsi Klasik 6
Holt-Winters 7
3 METODE PENELITIAN 9 Data 9 Metode Analisis 9 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 13 Gambaran Umum 13 Pengisian Data Hilang (Missing Data) 15 Model Fungsi Transfer 16 Model Beda Waktu Terdistribusi 21
5 SIMPULAN DAN SARAN 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 29
DAFTAR TABEL
4.1 Luas panen dan produksi hasil metode Holt-Winters 16
4.2 Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller 16
4.3 Model alternatif ARIMA data luas panen 17
4.4 Model alternatif ARIMA data produksi 17
4.5 Overfitting model awal fungsi transfer 19
4.6 Overfitting model akhir fungsi transfer 19
4.7 Hasil uji beda waktu 21
4.8 Hasil uji pangkat polinomial 21
4.9 Hasil pendugaan parameter model PDL 22
4.10 Nilai peramalan fungsi transfer dan beda waktu terdistribusi 25
DAFTAR GAMBAR
3.1 Diagram alir tahapan penelitian 12
4.1 Sebaran produksi padi di Indonesia tahun 2012 13 4.2 Luas panen padi Propinsi Sulawesi Selatan musim tanam I tahun 1981
sampai dengan musim tanam III tahun 2013 14
4.3 Produksi padi Propinsi Sulawesi Selatan musim tanam I tahun 1981
sampai dengan musim tanam III tahun 2013 15
4.4 Luas panen dan produksi padi Provinsi Sulawesi Selatan yang masih
mengandung missing data 15
4.5 Nilai aktual (Y) dan hasil peramalan produksi padi menggunakan model
Fungsi Transfer (̂��) 20
4.6 Struktur koefisien model beda waktu terdistribusi polinom pangkat 3 22 4.7 Struktur koefisien model beda waktu terdistribusi polinom pangkat 2 23 4.8 Perbandingan nilai produksi dari data aktual, data hasil ramalan, dan
sisaan dari model PDL 24
4.9 Perbandingan nilai aktual (Y_aktual) dengan nilai ramalan produksi
padi (Ŷ_FT & Ŷ_PDδ)tahun 2008 sampai 2014 25
DAFTAR LAMPIRAN
1 Plot ACF data luas panen dan produksi padi 29
2 Uji Ljung-Box Model ARIMA luas panen dan produksi 29 3 Korelasi Silang (Crosscorrelation) antara deret input dan deret output 29 4 Hasil pendugaan parameter dari model awal fungsi transfer 30 5 Hasil pendugaan parameter dan pengecekan asumsi dari model akhir
fungsi transfer 31
6 Hasil uji kenormalan dan kehomogenan ragam dari model beda waktu
terdistribusi polinomial pangkat 3 32
7 Hasil uji asumsi dari model beda waktu terdistribusi polinomial pangkat
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang memiliki pengaruh dalam perekonomian Indonesia khususnya dalam pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2013, kontribusi Sulawesi Selatan terhadap pendapatan nasional sekitar 2.6 persen, dan termasuk dalam sembilan besar provinsi yang berkontribusi tinggi terhadap pendapatan nasional. Pertanian menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi Sulawesi Selatan (14.42%). Predikat sebagai lumbung padi nasional mengukuhkan posisi Sulawesi Selatan sebagai produsen tanaman pangan yang cukup potensial terutama komoditas padi dan jagung sebagai komoditas tanaman pangan andalan (Herniwati dan Kadir 2009). Salah satu komoditas unggul di sektor pertanian adalah padi (47.45 %). Pentingnya komoditas ini karena padi yang nantinya menjadi beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Selain itu, padi menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan khususnya yang bermatapencaharian sebagai petani. Hal ini diperkuat oleh hasil Sensus Pertanian 2013 yang menunjukkan bahwa dominan rumah tangga di Provinsi Sulawesi Selatan berusaha di subsektor pertanian tanaman pangan (31.11 %) dibandingkan subsektor-subsektor pertanian lainnya. Arifin (1997) dalam Suryana (2008) mengemukakan bahwa beras mempunyai kedudukan yang vital dan fatal. Vital karena beras adalah kebutuhan dasar masyarakat Indonesia dan fatal apabila penyediaannya defisit sehingga dapat dijadikan alat oleh kekuatan politik. Lebih lanjut Arifin (2007) memaparkan bahwa kebijakan pemerintah terkait komoditas beras berdampak luas tidak hanya secara sosial dan ekonomi, tetapi juga politik.
Jumlah penduduk Sulawesi Selatan saat ini mencapai kurang lebih 8.5 juta jiwa. Jumlah ini diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Indonesia masih termasuk negara dengan rata-rata konsumsi beras per kapita per tahun yang tergolong tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata konsumsi beras per kapita per tahun di negara lain. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS 2013 menunjukkan bahwa konsumsi beras rata-rata per kapita setahun mencapai 85.5 kilogram. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, tidak menutup kemungkinan terjadinya peningkatan konsumsi beras di masyarakat. Terkait dengan itu, maka kebijakan mengenai beras membutuhkan informasi yang penting, akurat, dan terkini. Salah satunya terkait dengan produksi padi untuk periode yang akan datang.
2
menunjukkan bahwa peubah yang berpengaruh signifikan terhadap produksi padi di Jawa Timur adalah luas panen, luas puso, dan penggunaan pupuk dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 99.3%. Dari penelitian-penelitian tersebut, terlihat beberapa peubah yang signifikan mempengaruhi produksi padi, tetapi belum bisa melakukan pemodelan untuk peramalan produksi padi pada periode mendatang.
Pemodelan dilakukan untuk memperoleh gambaran data pada periode kedepan. Selama ini, terdapat beberapa kesulitan dalam pengumpulan data di lapangan, baik dari sisi pengukuran seperti alat ukur yang cukup berat, maupun dari segi waktu yakni butuh tenaga dan waktu yang cukup lama dalam mengumpulkan satu contoh. Sehingga untuk memudahkan dalam mendapatkan data pada periode mendatang, maka salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan peramalan menggunakan pemodelan dengan memanfaatkan data yang sudah tersedia sebelumnya. Berbagai teknik dilakukan dalam peramalan, baik menggunakan peubah itu sendiri maupun melibatkan peubah lain dalam membentuk model untuk memperoleh gambaran mengenai data pada periode kedepan. Selain itu, dalam membentuk model juga perlu memperhatikan perilaku dan pergerakan dari data yang digunakan.
Penelitian mengenai pemodelan produksi padi telah dilakukan oleh Wijaya (2010) dengan menggunakan ARIMA, Fungsi Transfer, dan Adaptif Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) pada tiga provinsi. Hasilnya adalah peramalan luas panen yang baik di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan metode ANFIS sedangkan produktivitas dengan ARIMA. Provinsi Kalimantan Selatan, peramalan luas panen dan produktivitas yang baik digunakan adalah ARIMA. Provinsi Sumatera Utara, peramalan luas panen yang baik digunakan adalah Fungsi Transfer, dan produktivitas dengan menggunakan ANFIS. Peramalan produksi padi yang dilakukan Wijaya sejalan dengan penghitungan produksi padi yang selama ini dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dengan melibatkan luas panen dan produktivitas, yakni dengan terlebih dahulu melakukan peramalan pada masing-masing peubah luas panen dan produktivitas. Namun, Wijaya belum melakukan pemodelan produksi padi dengan langsung melibatkan peubah-peubah tersebut ke dalam model.
Terkait dengan data deret waktu, suatu peubah dipengaruhi oleh peubah itu sendiri pada periode sebelumnya, dan juga dipengaruhi oleh peubah lain pada periode yang sama dan atau pada periode sebelumnya. Dengan kata lain bahwa pertimbangan lag (beda waktu) dalam peramalan juga diperlukan karena suatu peubah tak bebas tidak serta merta dipengaruhi langsung oleh peubah bebasnya, akan tetapi berangsur-angsur. Metode analisis deret waktu berganda yang dapat diterapkan untuk menganalisis suatu peubah tak bebas dengan mempertimbangkan beda waktu dan yang mampu mengakomodir pengaruh peubah lain adalah fungsi transfer dan beda waktu terdistribusi. Model fungsi transfer merupakan suatu model peramalan deret waktu berganda yang menggabungkan karakteristik dari model ARIMA dengan karakteristik model regresi. Sedangkan suatu deret waktu tidak hanya dipengaruhi oleh peubah bebas pada periode yang sama, namun juga dipengaruhi oleh peubah bebas pada periode sebelumnya disebut model beda waktu terdistribusi (Gujarati 2004).
3 terdistribusi sehingga peubah yang digunakan dalam penelitian ini hanya menggunakan peubah luas panen. Penentuan peubah juga mengacu pada penelitian yang dilakukan Dewi (2014) dengan mengambil salah satu peubah yang signifikan mempengaruhi produksi padi, yaitu luas panen.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui karakteristik produksi dan luas panen padi di Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Membangun model produksi padi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan pendekatan Fungsi Transfer dan Beda Waktu Terdistribusi.
3. Menentukan model terbaik dalam melakukan peramalan produksi padi di Provinsi Sulawesi Selatan.
Kegunaan Penelitian
4
2
TINJAUAN PUSTAKA
Model ARIMA Box-Jenkins
Model Box-Jenkins terdiri dari beberapa model, yaitu: autoregressive (AR), moving average (MA), autoregressive-moving average (ARMA), dan autoregressive integrated moving average (ARIMA). Autoregressive integrated moving average (ARIMA) adalah model yang mampu menjelaskan data deret waktu yang tidak stasioner. ARIMA merupakan gabungan antara model autoregressive (AR) berordo-p dan model moving average (MA) berordo-q yang mengalami pembedaan ordo ke-d (Box 1994, Montgomery 2008). Secara umum model ARIMA (p,d,q) adalah sebagai berikut (Wei 2006):
φp B (1-B)dZt = q B at (2.1)
Keterangan:
φp B = 1- φ1B - φ2B2- … - φpBp
q B =1- 1B- 2B2-…- qBq
p merupakan orde dari AR , q merupakan orde dari MA, dan d adalah jumlah pembedaan (differencing). Pada persamaan (2.1), sisaan at diasumsikan mengikuti proses ingar putih (white noise) yang berdistribusi normal dengan rataan nol dan ragam konstan, yaitu at~N 0,σ2 . Identifikasi model dilakukan dengan menggunakan plot Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF) data yang stasioner, sedangkan pendugaan parameter menggunakan metode Maximum Likelihood.
Fungsi Transfer
Model fungsi transfer merupakan pengembangan dari model ARIMA yang biasa disebut dengan ARIMA berganda, yakni suatu model yang dihubungkan dengan satu atau lebih deret input. Jika deret waktu Yt berhubungan dengan satu atau lebih deret waktu lain (Xt), maka dapat dibuat sebuah model deret waktu untuk menduga nilai Yt berdasarkan informasi Xt. Model yang dihasilkan disebut model fungsi transfer. Dalam model fungsi transfer, terdapat peubah respon Yt (deret output) yang diperkiraan akan dipengaruhi oleh peubah penjelas Xt (deret input) dan input-input lain yang digabungkan dalam satu kelompok sebagai deret
“gangguan” (noise) yang dinotasikan dengan t. Secara matematis, model fungsi transfer memiliki bentuk umum sebagai berikut, (Wei 2006) :
yt=v B xt+ t (2.2)
Keterangan:
yt : deret output yang stasioner
xt : deret input yang stasioner
t : deret gangguan (noise)
v B : bobot respon impuls dimana v B = ∑kj=0vjBj =v0+v1B+v2B2+…+vkBk, dan k adalah orde fungsi transfer.
Bobot respon impuls juga dapat ditulis dalam bentuk:
v B = ωs B Bb
5 Deret gangguan/noise ( t) diasumsikan dapat dimodelkan dengan proses ARIMA (p,d,q), sehingga model kombinasi fungsi transfer dapat ditulis dalam bentuk sebagai berikut:
Suatu peubah tak bebas apabila dipengaruhi oleh peubah bebas pada waktu t, serta dipengaruhi juga oleh peubah bebas pada waktu t-1, t-2, dan seterusnya disebut model beda waktu terdistribusi (Montgomery et al. 2008, Juanda 2009). Bentuk model beda waktu terdistribusi dibagi menjadi dua yaitu model infinite lag dan model finite lag.
Model Infinite lag, panjang beda waktu tidak diketahui:
Yt = α + β0Xt + β1Xt-1 + β2Xt-2 + … + t (2.5)
Model finite lag, panjang beda waktu diketahui yakni sebesar k:
Yt = α + β0Xt + β1Xt-1 + β2Xt-2 + … + βkXt-k + t (2.6) Beda waktu terdistribusi (Distributed Lag) dibagi menjadi tiga jenis yaitu Arithmatic Distributed Lag, Geometric Distributed Lag, dan Polynomial Distributed Lag (Fouda 2010). Beberapa metode dapat diterapkan dalam menentukan model beda waktu terdistribusi. Namun, yang akan digunakan untuk membentuk model beda waktu terdistribusi pada penelitian ini adalah Metode Almon (Almon Distributed Lag Model). Keuntungan dari metode ini adalah modelnya lebih fleksibel dan dapat mengurangi kolinearitas (Fouda 2010).
Almon Distributed Lag Model (ADLM)
Almon Distributed Lag Model sering juga disebut model beda waktu terdistribusi polinomial (Polynomial Distributed Lag Model). Model yang digunakan dalam metode ini adalah model finite lag dengan bentuk umum sebagai berikut:
Yt = + ∑ki= iXt-i+ t = + Xt + Xt- + Xt- +…+ kXt-k + t (2.7) Berdasarkan teori matematik yang dikenal dengan nama Weierstrass Theorem, Almon berasumsi bahwa � dapat didekati oleh suatu polinomial dalam i yang memiliki derajat, dengan i merupakan panjang beda waktu. Secara umum polinomial i berpangkat m dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut:
6
dengan m < k (panjang beda waktu maksimum)
Dengan demikian, model pada persamaan (2.7) setelah disubstitusi dengan persamaan (2.8) dapat ditulis sebagai berikut:
Yt=α+α0∑k Xt-i Jika ditulis dalam persamaan regresi dugaan menjadi:
Ŷt = α̂ + α̂0Zot + α̂1Z1t + α̂2Z2t + … + α̂mZmt (2.11)
Koefisien persamaan di atas diduga dengan metode kuadrat terkecil (OLS). Setelah semua koefisien � diperoleh maka koefisien ̂ dapat dihitung
Model yang diperoleh dari beberapa metode digunakan untuk melakukan peramalan. Model dikatakan baik jika hasil peramalan mendekati hasil yang sebenarnya. Ada beberapa ukuran untuk melihat tingkat akurasi dalam melakukan peramalan, (Montgomery et al. 2008), salah satunya adalah MAPE (Mean
Penentuan model yang terbaik digunakan dengan membandingkan nilai MAPE pada masing-masing model. Suatu model dikatakan baik jika memiliki nilai MAPE yang kecil.
Pengujian Asumsi Klasik
Model terbaik yang dihasilkan harus memenuhi asumsi klasik dalam pemodelan. Perlu dilakukan pemeriksaan asumsi-asumsi klasik terhadap sisaan dari model yang diperoleh. Berikut asumsi-asumsi klasik yang harus terpenuhi:
a) Asumsi Kenormalan
7 melalui uji kenormalan, seperti Uji Kolmogorov-Smirnov, Uji Lilliefors, dan Uji Jarque-Bera. Hipotesis yang digunakan adalah:
H0: Sisaan menyebar normal H1: Sisaan tidak menyebar normal
Kriteria uji: H0 tidak ditolak jika nilai p lebih besar dari α. b) Asumsi Homoskedastisitas
Asumsi penting yang harus terpenuhi dalam pemodelan adalah ragam dari sisaan sama atau homogen, dinotasikan dengan ��� � = � �� = � . Hipotesis yang digunakan untuk menguji kehomogenan ragam sisaan adalah:
H0: Ragam sisaan homogen H1: Ragam sisaan tidak homogen
Salah satu cara mendeteksi kehomogenan ragam adalah dengan melihat plot antara residual dengan nilai dugaan. Ragam sisaan dikatakan homogen jika plot antara sisaan dengan nilai dugaan membentuk pola acak. Selain itu, kehomogenan ragam dapat dideteksi secara statistik dengan Uji Glejser (Gujarati 2004). Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan absolut residual |��| sebagai peubah respon dengan peubah-peubah bebas X, untuk selanjutnya dibuat tabel Anova. Kriteria yang digunakan dalam uji ini adalah H0 tidak ditolak jika nilai p lebih besar dari α.
c) Asumsi Nonautokorelasi
Pemeriksaan asumsi nonautokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah sisaan saling bebas atau tidak. Pengujian terhadap asumsi ini mengunakan Uji Durbin-Watson dengan formula sebagai berikut:
Hipotesis yang digunakan untuk menguji asumsi ini: H0: Tidak ada autokorelasi pada sisaan
H1: Ada autokorelasi pada sisaan
Kriteria uji: H0 tidak ditolak jika nilai DW berada diantara 4 – DL dan 4 – DU.
Holt - Winters
8
Nilai awal V1=1q∑-i=q Xi
-2q+1 dan V2=
1
q∑0i=-q+1Xi T0 = (V2– V1)/q
L0 = (V2 + T0(q – 1))/2
St = Xt– (L0 + tT0) t = –2q+1, –2q+2, …, 0 M–q+1 = (M–2q+1 + M–q+1)/2, …, M0 = (M–q + M0)/2
9
3
METODE PENELITIAN
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data produksi padi dan luas panen padi Provinsi Sulawesi Selatan dan merupakan data sekunder yang diperoleh dari publikasi tahunan produksi tanaman pangan dari Badan Pusat Statistik (BPS). Masing-masing data tersebut merupakan data deret waktu persubround (musim tanam) tahun 1981 sampai tahun 2014. Penentuan peubah bebas luas panen merujuk kepada salah satu komponen yang digunakan BPS dalam peramalan produksi padi serta penelitian sebelumnya yang dilakukan Dewi (2014) dengan mengambil salah satu peubah yang signifikan mempengaruhi produksi padi.
Data dibagi menjadi dua yakni data dari musim tanam I tahun 1981 sampai musim tanam III tahun 2007 sebagai data training yang digunakan untuk membentuk model dan data dari musim tanam I tahun 2008 sampai dengan musim tanam III 2014 sebagai data testing yang digunakan untuk melihat keefektifan hasil peramalan terhadap data aktualnya.
Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis deret waktu. Analisis deskriptif untuk memberikan gambaran secara umum mengenai peubah yang digunakan terutama yang terkait dengan karakteristik dari peubah-peubah tersebut. Sedangkan analisis deret waktu meliputi pemodelan dengan menggunakan fungsi transfer dan beda waktu terdistribusi.
Tahapan pemodelan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan eksplorasi data secara deskriptif terhadap masing-masing peubah. 2. Pembentukan model fungsi transfer, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan deret output (Yt) dan deret input (Xt)
b. Memeriksa kestasioneran deret output dan deret input. Jika deret tersebut belum stasioner maka dilakukan difrensing dan atau transformasi agar deret tersebut menjadi stasioner.
c. Pra-pemutihan (prewhitening) deret input (Xt), yakni proses transformasi deret yang berkorelasi menuju perilaku ingar putih (white-noise) yang tidak berkorelasi.
Misalkan, jika deret input Xt dimodelkan sebagai proses ARIMA (p,0,q), maka modelnya adalah:
∅p B Xt = q B αt ; � adalah sisaan acak
Sehingga deret input yang telah mengalami pra-pemutihan (αt) adalah:
αt = ∅pqB XB t (3.1)
d. Pra-pemutihan deret output (Yt)
βt= ∅p B Yt
q B (3.2)
10
antara αtdan βt. Cara menentukan b, r, s adalah sebagai berikut:
- b ditentukan berdasarkan beda waktu yang nyata pertama kali pada plot korelasi silang.
- s merupakan lama input mempengaruhi output setelah nyata yang pertama. s dilihat dari beda waktu berikutnya yang membentuk pola yang jelas.
- r mengindikasikan berapa lama deret output berhubungan dengan nilai yang terdahulu dari deret output itu sendiri. r dilihat dari plot ACF Yt stasioner yang menunjukkan beda waktu yang nyata setelah beda waktu pertama. Nilai r juga dapat ditentukan berdasarkan pola beda waktu pada plot korelasi silang setelah (b+s). Jika memiliki pola eksponensial maka r=1 dan jika memiliki pola gelombang sinus maka r=2.
Penduga awal ini digunakan sebagai nilai awal dari algoritma pendugaan akhir nonlinier dan untuk menduga deret sisaan.
h. Pemodelan ARIMA dari deret sisaan
i. Pendugaan akhir parameter model fungsi transfer
Tahapan ini dilakukan dengan mengkombinasikan bersama antara model awal fungsi transfer dengan model ARIMA dari sisaan. Tahapan ini dilakukan dengan estimasi bersama parameter awal dengan parameter model sisaan.
j. Diagnosa model fungsi transfer dengan penghitungan autokorelasi untuk nilai sisa model akhir, serta korelasi silang antara nilai sisa model akhir dengan deret input yang telah diputihkan.
3. Menentukan model beda waktu terdistribusi dengan menggunakan Metode Almon, dengan tahapan sebagai berikut:
11 Menentukan beda waktu maksimum merupakan kelemahan terbesar dalam Metode Almon. Penentuan beda waktu yang tidak tepat dapat menimbulkan bias. Panjang beda waktu maksimum dapat ditentukan berdasarkan anggapan, pengalaman, maupun teori dengan nilai AIC dan SC terkecil.
AIC=δn SSRn + 2qn (3.8)
SC=δn SSRn + qnδn n (3.9)
Keterangan:
SSR : jumlah kuadrat galat n : banyaknya contoh
q : banyaknya koefisien regresi
b) Menentukan derajat atau pangkat polinomial
Penentuan pangkat polinomial paling kecil adalah lebih besar satu dibandingkan banyaknya titik belok pada diagram pencar antara
koefisien β dan beda waktu ke-i. Namun, sering dijumpai banyaknya titik belok sehingga pangkat polinomial (m) ditentukan secara subjektif. Pada prakteknya, pangkat polinomial rendah (m=2 atau m=3) memberikan hasil yang baik (Seddighi et al. 2000). Almon sendiri mengasumsikan bahwa polinomial berpangkat dua adalah yang paling tepat digunakan. c) Membangun model beda waktu terdistribusi.
d) Melakukan pengujian asumsi dari model beda waktu terdistribusi.
4. Melakukan peramalan menggunakan model fungsi transfer dan model beda waktu terdistribusi.
12
Berikut adalah diagram alir tahapan penelitian:
13
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sendiri diukur dari produk domestik bruto (PDB). Ada beberapa sektor yang menyusun PDB, salah satunya adalah sektor pertanian yang terdiri dari beberapa subsektor antara lain subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan dan hasil-hasilnya, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan. Diantara kelima subsektor tersebut, subsektor tanaman bahan makanan memiliki kontribusi terbesar dalam sektor pertanian yang membentuk PDB (47.45 % pada tahun 2013). Subsektor tanaman pangan meliputi berbagai tanaman yang menjadi kebutuhan pokok atau makanan pokok seluruh masyarakat yakni padi dan palawija.
Gambar 4.1 Sebaran produksi padi di Indonesia tahun 2012
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa sentra produksi padi di Indonesia ada di Pulau Jawa, sedangkan Sulawesi Selatan menempati urutan pertama produksi padi tertinggi di wilayah Indonesia Tengah dan Timur. Provinsi Sulawesi Selatan yang secara geografis terletak antara 0°12' sampai 8° Lintang Selatan dan 116°48' sampai 122°36' Bujur Timur menempati 9 besar provinsi yang berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia dengan kontribusi sebesar 2.6 persen terhadap pendapatan nasional. Sulawesi Selatan termasuk provinsi yang memiliki lahan pertanian yang cukup luas sehingga menjadikan provinsi tersebut berpotensi menghasilkan produk pertanian yang menguntungkan, khususnya padi. Sekitar 13 persen dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan merupakan lahan sawah. Dalam setahun, terbagi menjadi tiga musim tanam (4 bulan) dimana dalam satu musim tanam dimulai dari masa tanam hingga masa panen, yakni musim tanam I untuk periode Januari – April, musim tanam II untuk periode Mei – Agustus, dan musim tanam III untuk periode September – Desember. Pada umumnya salah satu musim tanam dimanfaatkan oleh petani untuk melakukan penggantian jenis tanaman. Tujuannya untuk menjaga dan mengembalikan kesuburan tanah setelah ditanami tanaman yang sama secara terus-menerus.
14
Luas Panen
Luas Panen di Provinsi Sulawesi Selatan tidak berbeda jauh dari tahun ke tahun. Gambar 4.2 di bawah ini menunjukkan luas panen padi di Provinsi Sulawesi Selatan musim tanam I tahun 1981 sampai dengan musim tanam III tahun 2013. Luas panen menunjukkan pola fluktuatif yang cenderung tetap. Luas panen pada musim tanam II lebih tinggi dari musim tanam lainnya pada tahun yang sama. Rata-rata luas panen pada musim tanam I (Januari – April) sebesar 257 243.6 Ha, musim tanam II (Mei – Agustus) 314 958.5 Ha, dan musim tanam III (September – Desember) 221 808.6 Ha. Pada pembahasan sebelumnya dijelaskan bahwa luas panen merupakan data musiman dengan panjang musim sebanyak tiga, ini berarti bahwa terjadi pengulangan setiap tiga beda waktu atau pada musim tanam yang sama setiap tahun. Secara umum, luas panen pada musim tanam III selalu lebih rendah dari musim tanam II dan I. Hal ini disebabkan karena penggantian jenis tanaman pada umumnya dilakukan oleh petani di Sulawesi Selatan pada musim tanam III yaitu dengan menanam jenis tanaman selain padi seperti tanaman palawija dan tanaman hortikultura.
Gambar 4.2 Luas panen padi Propinsi Sulawesi Selatan musim tanam I tahun 1981 sampai dengan musim tanam III tahun 2013 Produksi Padi
15
Gambar 4.3 Produksi padi Propinsi Sulawesi Selatan musim tanam I tahun 1981 sampai dengan musim tanam III tahun 2013
Pengisian Data Hilang (Missing Data)
16
Data produksi padi dan luas panen merupakan data deret waktu per musim tanam (4 bulan). Karakteristik data musiman terlihat dari pola plot ACF pada Lampiran 1 yang menunjukkan adanya lonjakan setiap tiga beda waktu. Sehingga data produksi dan luas panen padi merupakan data musiman dengan panjang musim sebanyak tiga yang menunjukan adanya kemiripan pola data pada musim tanam yang sama setiap tahun. Pengisian data hilang dilakukan dengan teknik pemulusan dengan metode Holt-Winters. Metode Holt-Winters lebih tepat digunakan jika data mengandung unsur musiman. Hasil pengisian data hilang dengan metode Holt-Winters dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Luas panen dan produksi padi hasil metode Holt-Winters Tahun Musim
Deret output yang digunakan adalah data produksi padi Provinsi Sulawesi Selatan musim tanam I 1981 sampai dengan musim tanam III 2007. Sedangkan deret inputnya adalah data luas panen padi dengan periode yang sama. Salah satu asumsi yang harus terpenuhi dalam melakukan pemodelan menggunakan data deret waktu adalah nilai rata-rata konstan, tidak dipengaruhi oleh perubahan waktu, serta memiliki ragam yang konstan untuk setiap periode (t), yang biasa disebut stasioner lemah (weakly stationary) (Cryer 2008). Berdasarkan Gambar 4.2 dan Gambar 4.3, terlihat bahwa pola data keduanya fluktuatif dan bergerak pada suatu konstanta tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa deret input luas panen dan deret output produksi padi telah stasioner. Untuk meyakinkan pernyataan tersebut, dilakukan uji kestasioneran data dengan menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller, dan diperoleh hasil pada Tabel 4.2 bahwa data luas panen dan produksi telah stasioner pada data asli (d = 0).
17 Deret input luas panen selanjutnya diidentifikasi dengan model ARIMA. Data luas panen merupakan data musiman dengan panjang musim sebanyak tiga sehingga model ARIMA yang terbentuk merupakan model ARIMA musiman. Model tentatif ARIMA dari peubah input luas panen yang diperoleh adalah identifikasi nonmusiman ARIMA (1,0,1) dan identifikasi musiman ARIMA (1,0,1)3. Sehingga model tentatif ARIMA dari luas panen adalah SARIMA (1,0,1)(1,0,1)3 dengan nilai AIC dan SBC masing-masing sebesar 2 022.96 dan 2 032.538 dan semua parameter nyata. Untuk mendapatkan model terbaik maka dilakukan overfitting dan diperoleh model alternatif ARIMA dari luas panen seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3. Dengan memperhatikan nilai AIC dan SBC yang terkecil serta parameter yang nyata, maka diperoleh model luas panen SARIMA (1,0,1)(1,0,1)3 . Model tersebut juga telah memenuhi asumsi kebebasan sisaan. Uji Ljung-Box pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa semua beda waktu memiliki nilai p yang lebih besar dari 0.05 yang berarti bahwa tidak terdapat autokorelasi pada nilai residual data luas panen.
Tabel 4.3 Model alternatif ARIMA data luas panen Model alternatif
Model SARIMA (1,0,1) (1,0,1)3 memiliki bentuk sebagai berikut:
φ1(B3)∅
1 B 1-B 0(1-B3)0Xt= 0+ 1 B ϑ1(B3)at
Xt=∅1Xt-1+φ1Xt-3-φ1∅1Xt-4+at- 1at-1-ϑ1at-3+ϑ1 1at-4
Tabel 4.4 Model alternatif ARIMA data produksi Model alternatif
18
terdapat autokorelasi antar sisaan pada data produksi padi. Model ARIMA deret output produksi padi sebagai berikut:
Yt= ∅1Yt-1+φ1Yt-3-φ1∅1Yt-4+at- 1at-1-ϑ1at-3+ϑ1 1at-4
Yt=0.90ηYt-1+Yt-3-0.90ηYt-4+at-0.4η3at-1-0.801at-3+0.3θ3at-4
Selanjutnya untuk menghilangkan efek musiman pada masing-masing deret output produksi dan deret input luas panen, maka dilakukan pra-pemutihan. Tahap pra-pemutihan dilakukan berdasarkan identifikasi model ARIMA pada deret input. Model SARIMA (1,0,1) (1,0,1)3 pada deret input luas panen yang diperoleh sebelumnya adalah:
φ1(B3)∅1 B 1-B 0(1-B3)0Xt= 1 B ϑ1(B3)at
φ1(B3)∅1 B Xt= 1 B ϑ1(B3)at
Sehingga diperoleh model pra-pemutihan deret input luas panen (Xt) adalah :
t= φ1(B 3)∅
1 B 1 B ϑ1(B3)Xt
Pra-pemutihan deret ouput produksi padi (Yt) mengikuti proses pra-pemutihan pada deret input luas panen, dan diperoleh :
βt= φ1(B3)∅1 B 1 B ϑ1(B3) Yt
Hubungan antara luas panen dan produksi dapat dilihat dari korelasi silang antara keduanya. Korelasi silang (crosscorrelation) dilakukan antar peubah output produksi dan peubah input luas panen yang telah melalui proses pra-pemutihan. Pola korelasi silang yang dihasilkan selanjutnya akan digunakan untuk melakukan identifikasi model awal fungsi transfer dengan menentukan orde b, s, dan r. Hasil korelasi silang dapat dilihat pada Lampiran 3. Orde b melambangkan periode sebelum deret input luas panen memulai untuk mempengaruhi deret ouput produksi, nilai b ditentukan berdasarkan beda waktu yang nyata pertama kali pada plot korelasi silang yakni 0. Sehingga orde b sebesar 0 menunjukkan bahwa deret
input luas panen (α) mulai mempengaruhi deret output produksi (β) pada periode yang sama, dengan kata lain bahwa produksi padi pada musim tanam t mulai dipengaruhi oleh luas panen pada musim tanam t.
19 Tabel 4.5 Overfitting model awal fungsi transfer
Konstanta AIC SBC terkecil serta memiliki parameter yang nyata adalah model dengan orde b=0, s=1, r=2. Estimasi parameter pada model awal fungsi transfer dapat dilihat pada Lampiran 4. Model awal fungsi transfer adalah:
Yt = μ + ω1(B)
2(B) Xt-0 + t
Yt=μ+ ω0-ω1(B)
1- 1B- 2B2Xt+ t
Yt = -θ21792.4 + 1 - 0.θ04B - 0.134B4.323-2.η37B 2Xt + t
Selanjutnya melakukan identifikasi model akhir fungsi transfer dengan mengkombinasikan model awal sebelumnya dengan model ARIMA dari sisaannya. Identifikasi model ARIMA dari sisaan sendiri diperoleh dengan melihat plot ACF dan PACF (Lampiran 4). Beberapa kemungkinan kombinasi model akhir fungsi transfer beserta nilai AIC dan SBC ditunjukkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Overfitting model akhir fungsi transfer Model Awal impuls dari model fungsi transfer sebagai berikut:
� � = � � ��
� � �= [� − � � ]− � − ��
� � �= 1-0.73ηB - 0.037B(4.3θη – 2.848B)2 �
Sedangkan deret gangguan t dimodelkan sebagai berikut:
20
t= − . t- − . t- + . t- + at+ . at
-Dengan demikian, model akhir fungsi transfer adalah:
Yt=μ+ ω1 B
Bentuk linier dari model di atas dapat ditulis sebagai berikut:
�= − . + . �− + . �− + . � − . �−
− . ��− − . ��− + . ��− + ��+ . ��
Model fungsi transfer tersebut menyimpulkan bahwa produksi pada musim tanam ke-t dipengaruhi oleh produksi pada satu dan dua musim tanam sebelumnya. Selain itu dipengaruhi juga oleh luas panen pada musim tanam yang sama dan pada satu musim tanam sebelumnya. Luas panen pada periode t, produksi padi pada 1 dan 2 periode sebelumnya memiliki pengaruh positif terhadap produksi padi periode t, sedangkan luas panen pada periode t-1 memiliki pengaruh yang negatif. Perubahan luas panen sebesar satu Hektar akan meningkatkan produksi padi sekitar 4.365 Ton pada periode yang sama. Selain peubah luas panen, terdapat juga pengaruh peubah lain yang mempengaruhi produksi dimana peubah lain tersebut dikelompokkan dalam satu deret yang dimodelkan dengan autoregressive ordo tiga dan moving average ordo satu, yang dinotasikan dengan ARIMA(3,0,1).
21 Gambar 4.5 menunjukkan pergerakan data pada data aktual dan data hasil ramalan menggunkan model fungsi transfer. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa hasil peramalan menggunakan model fungsi transfer tidak berbeda jauh dengan data aktualnya. Selain itu, pergerakan data hasil ramalan cenderung mengikuti pola pada data aktual.
Model Beda Waktu Terdistribusi
Suatu peubah tak bebas tidak hanya dipengaruhi oleh peubah bebas pada waktu t tetapi juga dipengaruhi peubah bebas pada waktu t-1, t-2, dan seterusnya disebut model beda waktu terdistribusi (distributed lag model). Lag merupakan waktu yang diperlukan timbulnya suatu respon (y) akibat suatu pengaruh (x) (Juanda 2009). Metode yang digunakan dalam menentukan model beda waktu terdistribusi adalah metode Almon dengan terlebih dahulu menentukan panjang beda waktunya. Berdasarkan Tabel 4.7, maka panjang beda waktu yang digunakan adalah tiga dengan nilai AIC dan SC yang kecil.
Tabel 4.7 Hasil uji beda waktu
Beda waktu AIC SC
3 49.131 49.554
6 49.346 50.150
Luas panen hingga tiga musim tanam sebelumnya memiliki pengaruh terhadap produksi padi pada musim tanam berjalan. Dengan demikian, model umum dari beda waktu terdistribusi Almon sebagai berikut:
Yt=α+β0Xt+β1Xt-1+β2Xt-2+β3Xt-3+ t
β0, β1, β2, dan β3 merupakan besaran perubahan produksi ketika luas panen berubah dimana βi dapat didekati oleh pangkat polinomial. Secara praktek, pangkat polinomial rendah (m=2 atau m=3) memberikan hasil yang baik (Seddighi 2000). Almon sendiri mengasumsikan bahwa polinomial berpangkat dua adalah yang paling tepat digunakan. Penentuan pangkat polinomial ditunjukkan pada Tabel 4.8 dengan memperhatikan nilai R2, AIC, dan SC dari model beda waktu terdistribusi polinomial dengan pangkat polinomial dua dan tiga.
Tabel 4.8 Hasil uji pangkat polinomial
Kriteria Polinom 2 Polinom 3
22
polinomial berpangkat tiga dapat dilihat pada Gambar 4.6. Pengaruh luas panen terhadap produksi pada periode yang sama sangat besar, kemudian pengaruhnya turun pada beda waktu 1, dan naik lagi pada beda waktu 2, kemudian turun lagi pada beda waktu 3. Besarnya pengaruh tersebut dilihat dari besaran koefisien pada luas panen dari masing-masing beda waktu yang menunjukkan besarnya peningkatan produksi setiap kenaikan luas panen.
Gambar 4.6 Struktur koefisien model beda waktu terdistribusi polinom pangkat 3
Polinomial berpangkat tiga dapat ditulis sebagai berikut:
i= + i+ i + i
Sehingga model beda waktu terdistribusi polinomial berpangkat tiga adalah:
Yt=α+∑(α0+α1i+α2i2+α3i3)Xt-i Hasil pendugaan parameter model dapat dilihat pada Tabel 4.9
Tabel 4.9 Hasil pendugaan parameter model PDL
Beda waktu Koefisien Galat baku Statistik-t Nilai P Konstanta -433 090.747 76 868.840 -5.634 < 0.000
0 4.435 0.159 27.932 < 0.000
1 0.364 0.136 2.687 0.010
2 0.868 0.137 6.328 < 0.000
3 0.410 0.162 2.528 < 0.025
23
Model yang diperoleh valid dan dapat digunakan jika memenuhi asumsi-asumsi dari pemodelan. Beberapa asumsi-asumsi klasik yang harus terpenuhi antara lain kenormalan sisaan, kehomogenan ragam, dan kebebasan sisaan. Model beda waktu terdistribusi dengan pangkat polinomial tiga ternyata tidak memenuhi asumsi kenormalan karena nilai nilai p sebesar 0.003 yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen mengindikasikan bahwa sisaan dari model yang dihasilkan di atas tidak menyebar normal. Selain itu, asumsi kehomogenan ragam juga tidak terpenuhi. Uji asumsi dari model beda waktu terdistribusi polinomial pangkat 3 dapat dilihat pada Lampiran 6. Dengan demikian, model di atas tidak dapat digunakan dalam melakukan peramalan.
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa koefisien yang didekati dengan pangkat polinomial dua dan tiga tidak berbeda jauh. Dengan demikian, pemodelan dilakukan dengan menggunakan polinomial berpangkat dua. Model beda waktu terdistribusi pangkat polinomial dua sebagai berikut:
Yt=-433494.829+3.843Xt +1.0θηXt-1+0.130Xt-2+1.038Xt-3
Luas panen dengan produksi padi memiliki korelasi yang sangat besar yaitu lebih dari 90 persen terutama pada periode yang sama. Produksi padi pada musim tanam t dipengaruhi oleh luas panen pada musim tanam t. Semakin tinggi luas panen maka produksi padi juga akan semakin tinggi. Selain itu, produksi padi pada musim tanam t juga dipengaruhi oleh luas panen pada musim tanam sebelumnya, namun pengaruh tersebut tidak sebesar pengaruh pada musim tanam yang sama. Luas panen pada 2 dan 3 musim tanam sebelumnya juga berpengaruh terhadap produksi padi pada musim tanam t. Luas panen pada musim tanam t, musim tanam t-1, dan t-3 nyata mempengaruhi produksi padi pada musim tanam t.
Gambar 4.7 Struktur koefisien model beda waktu terdistribusi polinom pangkat 2
24
kemudian perubahan tersebut turun pada beda waktu satu dan dua. Namun, perubahan produksi pada beda waktu tiga lebih tinggi dari beda waktu satu dan dua. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh musiman, yakni kemiripan efek antara produksi padi dan luas panen pada musim tanam t dengan produksi padi dan luas panen pada musim tanam yang sama pada tahun berbeda.
Hasil pemodelan menunjukkan bahwa produksi padi akan meningkat sebesar 3.843 ton setiap kenaikan 1 Ha luas panen, dengan asumsi bahwa luas panen pada satu sampai tiga musim tanam sebelumnya tetap. Perubahan luas panen sebesar 1 Ha pada musim tanam 1, akan meningkatkan produksi padi pada musim tanam 2 sebesar 1.065 ton dengan asumsi bahwa luas panen pada musim tanam 2 pada tahun yang sama dan musim tanam 2 dan musim tanam 3 tahun sebelumnya tetap.
Gambar 4.8 Perbandingan nilai produksi dari data aktual, data hasil ramalan, dan sisaan dari model PDL
Peramalan produksi padi menggunakan model beda waktu terdistribusi polinomial memberikan hasil yang tidak berbeda jauh dengan data aktualnya. Gambar 4.8 menunjukkan pola yang mirip antara data aktual dengan hasil ramalan. Sisaan yang diperoleh dari model juga berfluktuatif dan bergerak di sekitar nol. Model yang terbentuk juga telah memenuhi asumsi-asumsi dalam pemodelan, yakni sisaan yang menyebar normal ditunjukkan dengan nilai p yang lebih besar dari 0.05. Ragam konstan, ditunjukkan melalui plot antara nilai dugaan dengan sisaan dan membentuk pola yang acak serta Uji Glejser dengan nilai p yang lebih besar dari 0.05. Kebebasan sisaan ditunjukkan dengan Uji Durbin-Watson (DW) yang menghasilkan nilai DW diantara 4-DU dan 4-DL. Uji asumsi dari model di atas dapat dilihat pada Lampiran 7. Dengan demikian, model peramalan produksi padi dengan menggunakan beda waktu terdistribusi polinomial dapat digunakan.
25
Gambar 4.9 Perbandingan nilai aktual (Y_aktual) dengan nilai ramalan produksi padi (Ŷ_FT & Ŷ_PDδ)tahun 2008 sampai 2014 Tabel 4.10 Nilai peramalan fungsi transfer dan beda waktu terdistribusi
Tahun SR Y �̂ Simpangan
Fs.Transfer PDL Fs.transfer PDL
2008 I 1 476 126 1 361 972.4 1 179 923.6 0.077 0.201
2008;I 2008;II 2008;III 2009;I 2009;II 2009;III 2010;I 2010;II 2010;III 2011;I 2011;II 2011;III 2012;I 2012;II 2012;III 2013;I 2013;II 2013
26
27
5
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah produksi padi dan luas panen merupakan peubah yang memiliki karakteristik data musiman. sehingga adanya kemiripan pola menyebabkan adanya pengaruh lag (beda waktu) baik pada pemodelan fungsi transfer maupun pada pemodelan beda waktu terdistribusi. Kemiripan pola ini terlihat pada musim tanam yang sama, meskipun pada tahun berbeda. Nilai produksi pada musim tanam periode t dipengaruhi oleh nilai-nilai masa lalu baik pada produksi itu sendiri, maupun peubah lain seperti luas panen. Peramalan produksi padi di Provinsi Sulawesi Selatan yang terbaik adalah dengan model fungsi transfer karena memiliki pola pergerakan data yang lebih bisa mengikuti pola pergerakan data aktual serta memiliki nilai MAPE yang kecil, kurang dari 15 persen. Selain itu, model fungsi transfer bisa digunakan untuk memprediksi nilai produksi yang lebih panjang dibandingkan model beda waktu terdistribusi, yakni dengan memanfaatkan fungsi pra-pemutihan dalam memprediksi luas panen terlebih dahulu.
28
DAFTAR PUSTAKA
Arifin B. 2007. Diagnosis Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian. Jakarta(ID): Raja Grafindo Persada.
Box GEP, Jenkins GM, Reinsel GC. 1994. Time Series Analysis Forecasting and Control. 3th ed.. New Jersey(US): Prentice Hall.
Cryer JD, Chan KS. 2008. Time Series Analysis with Applications in R. Lowa City(US): Springer.
Dewi RK. 2014. Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Kasus Pencilan dan Autokorelasi Error [skripsi]. Surabaya(ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Fouda BB. 2010. Distributed Lag Models and Economic Growth. Evidence From Cameroon. [Internet]. [diunduh pada tanggal 11 April 2015]. Tersedia pada : https://halshs.archives-ouvertes.fr/halshs-00465709.
Gujarati DN. 2004. Basic Econometrics. New York(US): McGraw-Hill Companies.
Herniwati, Kadir S. 2009. Potensi Iklim. Sumber Daya Lahan. dan Pola Tanam di Sulawesi Selatan. Di dalam: Herniwati. Syafruddin Kadir. editor. Seminar Nasional Serealia [Internet]. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Makassar(ID). [diunduh pada tanggal 24 April 2015]. Tersedia pada http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/317.pdf.
Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor(ID): IPB Press. Montgomery DC, Jennings CL, Kulahci M. c2008. Introduction to Time Series
Analysis and Forecasting. Canada(CA): Wiley Interscience.
Nurkhamidah L. 2010. Peramalan Produksi Padi Sawah di Kabupaten Demak dengan Metode Dekomposisi. Semarang(ID): Universitas Negeri Semarang. Seddighi HR, Lawler KA, & Katos, AV. 2000. Econometrics. A Practical
Approach. London(GB): Routledge.
Suryana A. 2008. Menelisik Ketahanan Pangan. Kebijakan Pangan. dan Swasembada Beras. Bogor(ID): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor.
Triyanto J. 2006. Analisis Produksi Padi di Jawa Tengah [Tesis]. Semarang(ID): Universitas Diponegoro.
Wei WWS. c2006. Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods. 2nd ed. Canada (CA): Addison-Wesley.
29 Lampiran 1 Plot ACF data luas panen dan produksi padi
Lampiran 2 Uji Ljung-Box Model ARIMA luas panen dan produksi
Luas panen Produksi padi
Lampiran 3 Korelasi silang (Crosscorrelation) antara deret input dan deret output
30
Lampiran 4 Hasil pendugaan parameter dari model awal fungsi transfer
Parameter Dugaan Galat Baku Nilai t Nilai P
MU -621792.4 99076.3 -6.28 <.0001
NUM1 4.32357 0.12691 34.07 <.0001
NUM1.1 2.53669 0.43876 5.78 <.0001
DEN1.1 0.60371 0.09372 6.44 <.0001 DEN1.2 0.13375 0.03323 4.02 <.0001
ACF Residual
31 Lampiran 5 Hasil pendugaan parameter dan pengecekan asumsi dari model akhir
fungsi transfer
Parameter Dugaan Galat Baku Nilai t Nilai P
MU -577695.8 223263.3 -2.59 0.0097 MA1,1 -0.45445 0.16809 -2.70 0.0069 AR1.1 -0.01547 0.14822 -0.10 0.9169 AR1,2 -0.06132 0.10991 -0.56 0.5769 AR1,3 0.58971 0.11385 5.18 <.0001 NUM1 4.36477 0.13345 32.71 <.0001 NUM1,1 2.84810 0.70075 4.06 <.0001 DEN1.1 0.73505 0.14921 4.93 <.0001 DEN1.2 0.03692 0.04055 0.91 0.3626
Autocorrelation check of residual
Beda waktu ke Khi-kuadrat DB Nilai P
6 6.36 2 0.0415
12 11.41 8 0.1793
18 16.78 14 0.2683
24 19.52 20 0.4882
Crosscorrelation Check of Residuals with Input x
Beda waktu ke Khi-kuadrat DB Nilai
5 0.98 3 0.8062
11 8.19 9 0.5151
17 14.23 15 0.5080
23 15.67 21 0.7879
32
Lampiran 6 Hasil uji kenormalan dan kehomogenan ragam dari model beda waktu terdistribusi polinomial pangkat 3
(a) Asumsi kenormalan
(b) Asumsi kehomogenan ragam
Uji Glejser
abs res3 = - 2181 + 0.185 x ANOVA
SK DB JK KT F P
Regresi 1 8518189914 8518189914 4.92 0.030 Galat 76 1.31673E11 1732537178
33 Lampiran 7 Hasil uji asumsi dari model beda waktu terdistribusi polinomial
pangkat 2
(a) Asumsi kenormalan
(b) Asumsi kehomogenan ragam
Uji Glejser
abs res2 = 99958 – 0.094 x ANOVA
SK DB JK KT F P
Regresi 1 2174249215 2174249215 0.66 0.418 Galat 76 2.49488E11 3282736526
34
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 25 April 1987 sebagai anak kedua dari 7 bersaudara, dari pasangan Muh. Amir Usman (Alm.) dan Nurjannah (Alm.). Pendidikan sekolah menengah ditempuh di SMU Negeri 1 Sungguminasa Program IPA, lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) di Jakarta dan menyelesaikannya pada tahun 2008. Tahun 2009 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Badan Pusat Statistik (BPS) dan telah bekerja sebagai staf di BPS Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.