• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Dan Analisis Kesuburan Tanah Di Perkebunan PT Daria Dharma Pratama Ipuh Bengkulu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Dan Analisis Kesuburan Tanah Di Perkebunan PT Daria Dharma Pratama Ipuh Bengkulu."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DAN ANALISIS

KESUBURAN TANAH DI PERKEBUNAN PT DARIA

DHARMA PRATAMA IPUH BENGKULU

YULIYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Analisis Kesuburan Tanah di Perkebunan PT Daria Dharma Pratama Ipuh Bengkulu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

(4)

RINGKASAN

YULIYANTO. Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Analisis Kesuburan Tanah di Perkebunan PT Daria Dharma Pratama Ipuh Bengkulu. Dibimbing oleh DEDE SETIADI dan SULISTIJORINI.

Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer merupakan masalah lingkungan serius yang dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK) menyebabkan terjadi pemanasan global. Dampak dari pemanasan global akan sangat mempengaruhi perubahan iklim dunia dan kenaikan air laut. Perubahan iklim akan mengganggu sistem pertanian baik dalam skala mikro maupun makro. Pendugaan emisi karbon hutan merupakan salah satu upaya penting dalam mengurangi perubahan iklim. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit akan mempengaruhi cadangan karbon tersimpan dalam hutan. PT Daria Dharma Pratama (PT DDP) merupakan salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit yang melakukan pembukaan lahan dalam operasionalnya. Penanaman kelapa sawit dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan lahan dan ketersediaan bibit tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cadangan karbon tersimpan pada kelapa sawit pada setiap kelompok umur pada jenis tanah podzolik merah kuning di Perkebunan Kelapa Sawit PT Daria Dharma Pratama Bengkulu.

Penelitian ini dilaksanakan pada perkebunan kelapa sawit PT DDP Ipuh Bengkulu. Data yang dikumpulkan berdasarkan dari (2) dua tahapan yaitu pengukuran lapangan dan analisis laboratorium. Metode pengukuran kandungan karbon biomassa pada kelapa sawit menggunakan metode non destruktif dengan persamaan allometrik menurut Lubis (2011). Model persamaan alometrik yang digunakan yaitu Y = 0,002382 .D2,3385 . H0,9411 . Dimana Y = karbon biomassa kering (kg/pohon), D = diameter batang dengan pelepah setinggi dada (± 130 cm) yang diukur tegak lurus batang (cm), dan H = tinggi bebas percabangan tanaman kelapa sawit (m). Penghitungan biomassa tanaman kelapa sawit muda dengan ketinggian batang dengan pelepah di bawah DBH dipergunakan persamaan allometrik menurut Hairiah et al. (2011) yaitu (AGB)est = 0,0976 H + 0,0706. Dimana (AGB) est = biomasa pohon bagian atas tanah (kg pohon-1), H = tinggi pohon (m). Pengukuran kandungan karbon biomassa tersimpan dilakukan pada setiap kelompok umur tanaman.

Kandungan karbon tersimpan terbesar pada tanaman kelapa sawit (karbon biomassa) pada tanah podzolik merah kuning di Perkebunan Kelapa Sawit PT DDP terdapat pada kelompok umur 11-15 tahun sebesar 69,32 ton ha-1. Kemudian berturut-turut pada kelompok umur 16-20 tahun sebesar 54,13 ton ha-1, kelompok umur >20 tahun sebesar 34,91 ton ha-1, kelompok umur 6-10 tahun sebesar 34,16 ton ha-1, dan kelompok umur 0-5 tahun sebesar 6,98 ton ha-1.

Kandungan karbon tersimpan pada kelapa sawit dipengaruhi oleh umur tanaman, kesuburan tanah, serta pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Kesuburan tanah di lokasi penelitian tergolong sangat sesuai untuk budidaya kelapa sawit diduga menyebabkan kandungan karbon tersimpan cukup tinggi.

(5)

SUMMARY

YULIYANTO. Carbon Stock Estimation of Stored In Palm Oil (Elaeis guineensis Jacq.) and Analysis of Soil Fertility In PT Daria Dharma Pratama Plantation Ipuh Bengkulu. Supervised by DEDE SETIADI and SULISTIJORINI.

The increasing concentration of carbon in the atmosphere is a serious environmental problem that can affect living systems on earth. The increase in greenhouse gas (GHG) emissions caused global warming. The impact of global warming will affect the world climate change and rising sea levels. Climate change will disrupt farming systems in both the micro and macro scale. Estimation of forest carbon emissions is one of the important efforts to reduce climate change. Land clearing for palm oil plantations will affect the carbon stored in the forest reserves. PT Daria Dharma Pratama (PT DDP) is one of the palm oil plantation land clearing operations. Palm oil cultivation is done in stages in accordance with the readiness and availability of land plant seeds.

This study aims to determine the biomassa carbon stocks stored in palm oil plantations in each age group in the red-yellow podzolic soil type and soil fertility in palm oil plantation PT Daria Dharma Pratama Bengkulu.

The data collected is based on (2) two stages: field measurements and laboratory analyzes. Method of measuring the carbon content of palm oil biomass using non-destructive method with allometric equations according to Lubis (2011). The model used is the allometric equation Y = 0.002382. D2.3385. H0.9411. Where Y

= dry carbon biomass (kg tree-1), D = diameter at breast height (± 130 cm) stem with sheath measured perpendicular to the stem (cm), and H = height freely branching plant palm oil (m). Calculation of young palm oil biomass plants with height rod with midrib under DBH allometric equation used by Hairiah et al. (2011), (AGB)est = 0,0976 H + 0,0706. Where (AGB) est = above-ground biomass of tree parts (kg / tree), H = tree height (m). Measurement of biomass carbon content stored conducted in every age group of plants. Method of measuring the carbon content of biomass in undergrowth and piles of palm fronds done with destructive methods (Badan Standardisasi Nasional 2011).

Largest biomassa carbon content stored in palm oil plantations PT DDP on red-yellow podzolic soil found in the age group 11-15 years crop of 69.32 tonnes ha-1. Then successively in the age group 16-20 years by 54.13 tonnes ha-1, the age group >20 years amounted to 34.91 tonnes ha-1, the age group 6-10 years of 34.16 tonnes ha-1, and the age group 0-5 years amounted to 6.98 tonnes ha-1.

Carbon content stored on palm influenced by the age of the plant, soil fertility, as well as plant growth and development. Growth and development of palm oil trees affected by the physical properties and chemical soil. The fertility of the soil in the study area as very suitable for palm oil growth and development which may cause the stored carbon content is high enough.

(6)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DAN ANALISIS

KESUBURAN TANAH DI PERKEBUNAN PT DARIA

DHARMA PRATAMA IPUH BENGKULU

YULIYANTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Analisis Kesuburan Tanah di Perkebunan PT Daria Dharma Pratama Ipuh Bengkulu

Nama : Yuliyanto

NIM : G353110171

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing,

Prof Dr Ir Dede Setiadi, MS Dr Ir Sulistijorini, MSi

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Biologi Tumbuhan

Dr Ir Miftahudin, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini yaitu Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Analisis Kesuburan Tanah di Perkebunan PT Daria Dharma Pratama Ipuh Bengkulu. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan Sekolah Pascasarjana IPB.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S. sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si. sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, saran, dorongan, pengertian, kesabaran, dan bantuannya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih disampaikan juga kepada Bapak Tjokro Putrowibowo, S.E. dan seluruh staff PT DDP yang telah memberi ijin dan bantuan dalam penelitian ini. Untuk istri dan anakku tersayang,

terima kasih atas dukungan dan do’anya dan untuk semua teman-teman terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukannya untuk menambah perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Oktober 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... ………. xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Cadangan Karbon dan Metode Pendugaannya ... 3

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) ... 4

Perkebunan Kelapa Sawit PT Daria Dharma Pratama ... 6

METODE ... 8

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 8

Alat dan Bahan ... 8

Metode dan Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 8

Persiapan ... 8

Pengukuran Lapangan ... 8

Analisis Data ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

Kandungan Karbon tersimpan pada Kelapa Sawit ... 13

Kandungan Karbon Biomassa Tumbuhan Bawah ... 17

Kandungan Karbon Biomassa Tumpukan Pelepah ... 18

Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Tanah ... 19

SIMPULAN DAN SARAN ... 29

Simpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

LAMPIRAN ... 33

(12)

DAFTAR TABEL

1 Luas lahan efektif yang bisa ditanam pada tiap estate (ha) ... 7 2 Pengaturan pengambilan sampel untuk pengukuran DBH dan tinggi

tanaman ... 9 3 Ploting pengambilan sampel di air muar estate (AME) ... 9 4 Dugaan kandungan karbon tersimpan berdasarkan kelompok umur tanaman ... 13 5 Dugaan kandungan karbon biomassa per hektar pada tanaman kelapa

sawit berdasarkan kelompok umur ... 16 6 Dugaan kandungan karbon tersimpan pada tumbuhan bawah

berdasarkan kelompok umur tanaman ... 18 7 Dugaan kandungan karbon tersimpan pada tumpukan pelepah di

gawangan mati berdasarkan kelompok umur tanaman ... 19 8 Kriteria penilaian kesuburan tanah berdasarkan sifat kimia tanah .... 19 9 Sifat fisika dan kimia tanah untuk tanaman kelapa sawit ... 20 10 Kriteria kesesuaian lahan tanaman kelapa sawit ... 20 11 Hasil analisis sifat-sifat fisik dan kimia tanah dan tingkat kesuburan

tanah pada areal penelitian ... 21 12 Kriteria kandungan N-total dalam tanah (Landon 1984) ... 24 13 Rekomendasi pemupukan kelapa sawit di Air Muar Estate ... 27 14 Dugaan kandungan karbon tersimpan pada perkebunan kelapa sawit

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Air Pendulang Estate dan Air Muar Estate ... 7 2 Denah penentuan tanaman sampel ... 9 3 Plot pengambilan sampel tumbuhan bawah dan sampel tumpukan

pelepah di gawangan mati ... 10 4 Dugaan kandungan karbon biomassa kering berdasarkan kelompok

umur tanaman ... 13 5 Tinggi tanaman berdasarkan kelompok umur tanaman ... 14 6 Diameter batang berdasarkan kelompok umur tanaman ... 14 7 Kandungan karbon biomassa per tanaman berdasarkan umur

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Luas lahan efektif yang bisa ditanam (LLBT) dan populasi tanaman

pada tiap kelompok umur tanaman ... 34

2 Hasil pengukuran tinggi dan diameter batang kelapa sawit ... 35

3 Hasil pengamatan sampel tumbuhan bawah ... 3637

4 Hasil pengamatan sampel tumpukan pelepah di gawangan mati ... 37

5 Hasil analisis fisik dan kimia tanah ... 38

6 Diagram segitiga tekstur tanah ... 39

7 Sampel kelapa sawit kelompok umur 11-15 tahun... 40

8 Sampel kelapa sawit kelompok umur 16-20 tahun ... 40

9 Sampel kelapa sawit kelompok umur >20 tahun ... 41

10 Sampel kelapa sawit kelompok umur 6-10 tahun ... 41

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer merupakan masalah lingkungan serius yang mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK) mengakibatkan energi radiasi matahari yang dipantulkan permukaan bumi tidak mampu menembus atmosfer sehingga memantul kembali ke bumi yang menyebabkan terjadi pemanasan global. Antara tahun 1906-2005 telah terjadi kenaikan temperatur udara permukaan bumi rata-rata 0,74°C (IPCC 2007). Temperatur merupakan indikator terjadinya pemanasan global. Dampak dari pemanasan global sangat besar terhadap perubahan iklim dunia dan kenaikan air laut akibat mencairnya es di kutub. Perubahan iklim tersebut mengganggu sistem pertanian baik skala mikro maupun makro.

Untuk mencegah terjadi pemanasan global lebih parah, maka pada tahun 1997 telah dirumuskan kesepakatan secara internasional Protokol Kyoto, dan pada tanggal 16 Februari 2005 Indonesia ikut meratifikasi Protokol Kyoto. Pemerintah Indonesia akan mengurangi laju pemanasan global dengan cara mengurangi emisi karbon 26%. Indonesia ikut menandatangani kesepakatan global tentang perubahan/pemanasan iklim. Pemerintah (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) berjanji pada dunia internasional (KTT Iklim di Oslo, Norwegia 2010) untuk tidak membuka lahan kelapa sawit baru di areal hutan dan lahan gambut.

Perluasan perkebunan kelapa sawit, terutama bila mengonversi hutan, berpotensi menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK). Emisi GRK akibat penggundulan hutan dapat dikurangi melalui kebijakan nasional dipadukan dengan mekanisme perdagangan karbon internasional, seperti Reducing Emissions from Deforestation and Degradation (REDD). Pendugaan emisi karbon hutan, baik yang diakibatkan oleh deforestasi dan degradasi hutan, merupakan salah satu upaya penting dalam mengurangi perubahan iklim. Hasil pengukuran biomassa dan karbon di atas permukaan tanah pada bagian pohon, serasah dan tumbuhan bawah pada tanah rawa gambut paling tinggi sebesar 1220,59 C ton/ha dan paling rendah sebesar 285,63 C ton/ha (Asril 2009). Areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat tajam dengan laju rata-rata 12,30% per tahun sejak 1980 (Herman et al. 2009).

Kampanye negara-negara maju tentang perubahan iklim global banyak yang kurang adil, karena kelapa sawit dianggap sebagai salah satu penyebab utama. Padahal rehabilitasi belukar di areal gambut menjadi perkebunan kelapa sawit hanya menambah emisi 8 ton CO2-ekuivalen/ha/tahun, dibandingkan bila belukar

gambut diterlantarkan. Dengan demikian, ekstensifikasi perkebunan perlu diprioritaskan melalui rehabilitasi belukar atau padang alang-alang di tanah mineral atau belukar di areal gambut karena selain penambatan CO2 netto juga

(16)

2

belukar sebesar 5,5 ton CO2/ha/tahun. Potensi stok karbon kelapa sawit yang

diusahakan pada lahan bekas semak belukar sebesar 24,64 ton CO2/ha/tahun

Perubahan stok karbon biomassa dalam hutan juga terjadi di Malaysia dari tahun 1981 hingga tahun 2000 yang merupakan masa perkembangan pesat penanaman kelapa sawit (Henson 2005). Areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 2009 mencapai 7.508.470 ha dengan luas perkebunan rakyat 3.498.425 ha (45%) (Badrun 2010). Luas perkebunan sawit Indonesia pada tahun 2010 mencapai 8.430.026 ha dengan total produksi CPO mencapai 19.760.011 ton (Ditjenbun 2010). Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2013 seluas 10.010.824 ha dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2014 seluas 10.210.892 ha. Pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terbagi dalam perkebunan rakyat yang mengelola 4.454.892 ha, perkebunan swasta 5.055.409 ha, dan BUMN 700.591 ha (Infosawit 2014).

Tanaman kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan yang berpotensi dalam penyerapan emisi karbon. Umur tanaman kelapa sawit bisa mencapai lebih dari 20 tahun. Karbon tersimpan dalam tanaman kelapa sawit akan mengalami perubahan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Adanya metabolisme tanaman dan penyerapan unsur-unsur hara oleh akar dari tanah akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan tanaman. Laju pertumbuhan tanaman akan dipengaruhi oleh kondisi kesuburan tanah tempat tanaman itu berada.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cadangan karbon tersimpan pada kelapa sawit, tumbuhan bawah dan tumpukan pelepah kelapa sawit di gawangan mati pada setiap kelompok umur pada jenis tanah podzolik merah kuning dan kesuburan tanah PMK di Perkebunan Kelapa Sawit PT Daria Dharma Pratama Bengkulu.

Manfaat Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Cadangan Karbon dan Metode Pendugaannya

Pada ekosistem daratan, cadangan karbon disimpan dalam 3 komponen pokok, yaitu bagian hidup (biomasa), bagian mati (nekromasa), dan tanah (bahan organik tanah) (Hairiah et al. 2011). Cadangan karbon di hutan dan lahan pertanian dapat diukur dengan cukup mudah. Ada 4 tahap pengukuran yaitu:

1. Mengenal nama jenis pohon untuk mencari nilai berat jenis (BJ) pohon pada daftar BJ kayu pohon yang telah ada

2. Mengukur volume dan biomasa semua tanaman dan kayu mati yang ada pada suatu luasan lahan

3. Mengukur kadar total karbon tanaman di laboratorium

4. Menaksir kandungan karbon tersimpan pada lahan yang bersangkutan berdasarkan tahap 1-3.

Pengukuran biomasa tanaman dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu tanpa melakukan perusakan (metode non destruktif) dan dengan melakukan perusakan (metode destruktif). Metode non destruktif dipergunakan apabila jenis tanaman yang diukur sudah diketahui rumus allometriknya. Metode destruktif dilakukan oleh peneliti untuk tujuan pengembangan rumus allometrik, terutama pada jenis-jenis pohon yang mempunyai pola percabangan spesifik yang belum diketahui persamaan allometriknya secara umum. Pengembangan allometrik dilakukan dengan menebang pohon dan mengukur diameter, panjang dan berat masanya. Metode ini juga dilakukan pada tumbuhan bawah, tanaman semusim dan perdu (Hairiah et al. 2011)

Karbon tersimpan pada tegakan pohon sebagian besar berasal dari biomassa pohon, oleh karena itu pengukuran biomassa pohon dalam suatu hamparan atau kawasan merupakan tahap terpenting dalam pendugaan karbon tersimpan. Pengukuran biomassa pohon dapat dilakukan secara langsung dengan mengukur berat basah tegakan pohon di lapangan dengan cara menebang dan menimbang setiap bagian pohon, atau secara tidak langsung dengan persamaan alometrik biomassa pohon (Pearson et al. 2005). Produksi biomassa perkebunan kelapa sawit sangat besar. Limbah kelapa sawit baik pohon, pelepah, tandan buah kosong dan cangkang merupakan sumber energi yang cukup besar yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar nabati dan menekan penggunaan bahan bakar fosil, sehingga secara signifikan akan menurunkan emisi.

(18)

4

alometrik lokal berdasarkan tipe hutan yang sesuai dapat meningkatkan keakurasian pendugaan biomasa (Solichin 2011).

Cadangan karbon lahan gambut dari agroekosistem kelapa sawit memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan iklim global. Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui biomassa dan karbon biomassa pada tanaman kelapa sawit dapat diketahui dengan dilakukannya pengukuran perusakan tanaman (destruktif) dan pengurangan tindakan perusakan selama pengukuran (persamaan alometrik). Dengan demikian jumlah karbon yang tersimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat diukur sehingga dapat diketahui banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman kelapa sawit (Lubis 2011).

Persamaan alometrik untuk pengukuran cadangan karbon di Sumatera Indonesia menggunakan rumus total biomassa (ton/ha) = 68,2 ln (x) – 36,7 dimana x merupakan umur tanaman dalam tahun dengan R2 = 0,99 (Syahrinudin 2005). Metode pengukuran kandungan karbon pada kelapa sawit secara non destruktif dengan menggunakan persamaan allometrik menurut ICRAF (2009) yaitu (AGB)est = 0,0976 H + 0,0706 dengan R2 = 0,7342, dimana (AGB) est (Above-Ground Biomass Estimation) merupakan biomasa pohon bagian atas tanah (kg/pohon) dan H merupakan tinggi pohon (m) (Hairiah et al. 2011). Tinggi pohon kadang-kadang dijadikan parameter penduga dalam estimasi biomassa bersama dengan diameter batang. Pengukuran tinggi pohon cukup mudah apabila dilakukan di area terbuka dengan tegakan yang jarang seperti di daerah savanna atau hutan kering lainnya. Sebaliknya, pengukuran tinggi pohon sulit dilakukan pada hutan dengan tegakan rapat. Pengukuran tinggi pohon dapat dilakukan dengan menggunakan hagameter atau klinometer (Sutaryo 2009).

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah jenis tanaman dari famili palmae dan sub famili Cocoideae yang mampu menghasilkan minyak nabati. Pengelompokan berdasarkan warna buah yaitu (i) nigrrescent dengan buah berwarna ungu tua pada buah mentah dan memiliki “topi” coklat atau hitam pada buah masak, (ii) virescens dengan warna hijau pada buah mentah dan orange tua pada buah masak, dan (iii) albenscens yang tidak memiliki warna. Berdasarkan ketebalan cangkang, kelapa sawit dikelompokkan menjadi Dura (tebal 2-8 mm), Pisifera (tidak bercangkang) dan Tenera (tebal 0,5-4 mm). Buah sawit bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Tiga lapisan yang terdapat pada buah sawit yaitu eksoskarp adalah bagian kulit buah yang berwarna kemerahan dan licin, mesokarp adalah serabut buah dan endoskarpyang menjadi cangkang pelindung inti. Inti sawit sering disebut kernel merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti yang berkualitas tinggi (Ditjenbun 2006).

(19)

5

panjang antar 5 sampai 9 m dengan jumlah anakan daun sekitar 125-200 helai dan panjang 1,2 m. Umumnya jumlah daun yang tumbuh adalah 20-30 daun setiap tahun. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna hijau muda. Pada setiap ketiak daun akan tumbuh bunga, baik jantan, betina maupun banci tetapi tidak semua menjadi buah karena sebagian akan gugur. Letak bunga jantan dan betina terpisah meskipun masih pada satu pohon (monoecious) dengan waktu matang berbeda sehingga jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan berbentuk lancip dan panjang sedangkan bunga betina lebih besar dan mekar. Bunga betina terdiri dari ribuan bunga apabila mengalami penyerbukan akan menjadi tandan dengan buah sekitar 500-2000 buah. Perkembangbiakan kelapa sawit secara generatif. Jika buah sawit telah matang maka embrionya akan berkecambah dan menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar atau radikula (Hartley 1988).

Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Pertama kali didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor dan sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit Deli Dura. Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh dengan luas areal mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran (terkenal sebagai AVROS dan sekarang menjadi Pusat Penelitian Kelapa Sawit) kemudian didirikan di Marihat Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya (sekarang Malaysia) pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1911. Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang, produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940. Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih Malaysia. Pada masa Orde Baru perluasan areal penanaman semakin digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif (Wikipedia 2014).

(20)

6

dalam perkebunan rakyat yang mengelola 4.454.892 ha, perkebunan swasta 5.055.409 ha, dan BUMN 700.591 ha (Infosawit 2014).

Kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan berbentuk pohon adalah tanaman perkebunan yang berfungsi ganda yaitu selain sebagai tanaman yang bernilai ekonomis tinggi, sumber pendapatan, lapangan pekerjaan, pendapatan ekspor non migas (nilai ekspor minyak sawit lebih besar dari nilai ekspor hasil pertanian di luar minyak sawit), dan sebagai salah satu sembako. Kelapa sawit juga sebagai media untuk melestarikan alam dan lingkungan, antara lain untuk konservasi sumber air tanah, pencegahan tanah longsor, produksi oksigen (O2),

penyerapan emisi karbon dioksida (CO2) dan pemasok biodiesel utama yang secara

signifikan akan meningkat sebagai implementasi dari kebijakan energi nasional. Menurut Ditjenbun (2010), perkebunan kelapa sawit mempunyai kemampuan penyerapan CO2 yang tinggi ( 251,9 ton/ha/th) yang sangat berguna dalam

mengurangi konsentrasi CO2 di udara akibat meningkatnya gas rumah kaca yang

menyebabkan terjadinya perubahan iklim di bumi. Sektor industri memegang peranan terbesar dalam emisi karbon dioksida, sedangkan kontribusi sektor pertanian hanya kecil saja, bahkan pengembangan perkebunan kelapa sawit yang banyak di tentang oleh LSM di Eropa dan Amerika karena dianggap sebagai penyebab deforestasi dan merusak lingkungan hutan, pada aspek ekofisiologis ternyata membawa keuntungan karena kemampuan fiksasi CO2, kemampuan

produksi O2 (183,2 ton/ha/th) dan biomassa (C) yang tinggi (Ditjenbun 2010).

Menurut Ditjenbun (2010), limbah kelapa sawit baik pohon, pelepah, tandan buah kosong dan cangkang merupakan sumber energi yang cukup besar yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar nabati dan menekan penggunaan bahan bakar fosil, sehingga secara signifikan akan menurunkan emisi. Produk kelapa sawit dapat digunakan antara lain untuk :

1. Produk pangan, dihasilkan dari Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel Palm Oil (KPO), seperti emulsifier, margarine, minyak goreing, shortening, susu full krim, konfeksioneri, yogurt dll

2. Produk non pangan, dihasilkan dari CPO dan KPO, seperti: epoxy compound, ester compound, lilin, kosmetik, pelumas, fatty alcohol, biodiesel dll

3. Produk samping/ limbah, seperti: tandan kosong untuk bahan kertas (pulp), pupuk hijau (kompos), karbon, rayon; cangkang biji untuk bahan bakan dan karbon; serat untuk fibre board dan bahan bakar; batang pohon dan pelepah untuk mebel pulp paper dan makanan ternak; limbah kernel dan sludge untuk makanan ternak.

Perkebunan Kelapa Sawit PT Daria Dharma Pratama

(21)

7

Pratama sangat bervariasi dari datar, bergelombang hingga berbukit-bukit. Sekitar 70% lahan perkebunan PT Daria Dharma Pratama bertopografi berbukit.

Secara umum tanah di Kabupaten Mukomuko yaitu: latosol (29,01%), latosol dan andosol (26,86%), podsolid merah kuning dan litosol (25,36%), podsolik coklat dan litosol (5,79%) dan lain-lain (12,98%). Jenis tanah tersebut sangat sesuai untuk dijadikan lahan pertanian dan perkebunan.

Tanah di PT Daria Dharma Pratama memiliki jenis tanah podsolik merah kuning. Selain itu di beberapa bagian lahan terdapat tanah gambut yang berada di rawa-rawa di samping sungai.

Gambar 1 Peta Air Pendulang Estate dan Air Muar Estate

Luas lahan efektif yang bisa ditanam kelapa sawit pada setiap kelompok umur tanaman pada perkebunan kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama dapat dilihat pada Tabel 1 dan Lampiran 1.

Tabel 1 Luas lahan efektif yang bisa ditanam pada tiap estate (ha) Kelompok

Umur (tahun)

Luas Lahan Efektif (ha) Total (ha)

AME APE ABE ARE

0 – 5 29,10 625,24 1.666,96 3.792,08 6.113,37 6 – 10 537,16 1.901,02 245,21 1.1862,57 4.545,96 11 – 15 292,45 304,11 59,92 - 656,48 16 – 20 1.365,13 593,27 25,69 - 1.984,09 >20 1.132,22 218,60 55,50 - 1.406,32 TOTAL 3.356,06 3.642,24 2.053,28 5.654,65 14.706,22

Perkebunan PT Daria Dharma Pratama memiliki lahan konsesi seluas 18.899,42 ha (Data area statement 2014), dengan rincian sebagai berikut:

• Tanaman menghasilkan (1988-2011) : 11.495,25 ha • Tanaman belum menghasilkan (2012-2014) : 3.210,97 ha

• Pembibitan : 16,33 ha

(22)

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari 2014. Pelaksanaan meliputi kegiatan lapang, analisis dan pengolahan data. Penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama, Ipuh Kabupaten Muko-Muko, Bengkulu.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu Hagameter untuk mengukur tinggi pohon, pita ukur/meteran untuk mengukur diameter setinggi dada (DBH) batang. Alat-alat laboratorium untuk pengujian tanah, dan alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran dan pengamatan di lapangan.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data pengukuran lapangan dan hasil analisis digunakan sebagai data primer untuk menghitung cadangan karbon. Data sekunder yang digunakan yaitu peta blok, area statement kebun kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama, sensus pokok kebun, iklim makro (tipe iklim), iklim mikro (temperatur, curah hujan, intensitas cahaya, dll), serta kondisi tanah. Pada areal kebun diambil sampel tanah pada dua titik dengan kedalaman 0 - 20 cm dan 20 – 60 cm, karena pada kedalaman tersebut akar sawit banyak dijumpai.

Metode dan Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan tahapan yang terdiri dari persiapan penelitian, tahapan pengukuran lapangan dan tahapan analisis data.

Persiapan

Tahapan persiapan penelitian meliputi penyiapan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. Pada tahap persiapan juga dilaksanakan penentuan titik sampel yang akan dilakukan pengambilan data berdasarkan peta blok, areal statement serta sensus pokok yang terbaru. Titik sampel ditentukan berdasarkan blok tahun tanam kelapa sawit.

Pengukuran Lapangan

Pengukuran Karbon Biomassa Kelapa Sawit

(23)

9

Tabel 2 Pengaturan Pengambilan Sampel Untuk Pengukuran DBH dan Tinggi Tanaman

Umur tanaman (tahun) Jumlah tanaman sampel 0 – 5

Penentuan tanaman sampel dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi lahan perkebunan yaitu kurang lebih pada pertengahan jalan koleksi (collection road) pada setiap blok kebun seperti Gambar 2.

Gambar 2 Denah penentuan tanaman sampel

Pengambilan data dilakukan dalam satu gawangan tanaman dengan 10 tanaman sampel masing-masing 5 tanaman sebelah kanan dan 5 tanaman sebelah kiri. Pengambilan sampel dilakukan di Air Muar Estate (AME) diatur dalam Tabel 3.

(24)

10

Pada masing-masing sampel dilakukan pengukuran tinggi batang bebas percabangan/pelepah dan diameter batang setinggi dada (DBH) (± 130 cm). Hasil pengukuran tinggi dan diameter batang kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 2. Pengukuran Karbon Biomassa Tumbuhan Bawah

Pengambilan sampel biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan metode destruktif (mengambil bagian tanaman sebagai contoh). Pengambilan sampel tumbuhan bawah dilakukan di areal kebun pada setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit. Tumbuhan bawah yang diambil sebagai contoh yaitu semua tumbuhan hidup berupa pohon yang berdiameter < 5 cm, herba dan rumput-rumputan. Titik pengambilan sampel untuk tumbuhan bawah terdiri dari 3 plot berukuran 1 m x 1 m yang terletak pada gawangan hidup, gawangan mati dan antar tanaman (Gambar 3).

Gambar 3 Plot pengambilan sampel tumbuhan bawah dan sampel tumpukan pelepah di gawangan mati

Semua tumbuhan bawah dalam masing-masing plot diambil menggunakan pisau/gunting kemudian ditimbang berat biomassa basahnya. Ambil sub contoh tumbuhan bawah 100-300 gr keringkan dengan oven untuk menentukan berat biomassa keringnya. Apabila biomassa yang didapatkan <100 gr maka timbang semuanya dan jadikan sub contoh (Hairiah 2011). Hasil pengamatan sampel tumbuhan bawah dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pengukuran Karbon Biomassa Tumpukan Pelepah

(25)

11

Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada dua tempat berdasarkan kemiringan lahan, masing-masing tempat dilakukan pengambilan sampel tanah pada kedalaman 0 – 20 cm dan kedalaman 20 – 60 cm. Sampel tanah dari kedua tempat tersebut selanjutnya dikompositkan berdasarkan kedalaman tanah. Selanjutnya dilakukan uji analisis sampel tanah di Laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor.

Analisis Data

Pendugaan Karbon Biomassa pada Kelapa Sawit

Metode pendugaan kandungan karbon biomassa pada kelapa sawit menggunakan metode non destruktif dengan persamaan allometrik menurut Lubis (2011). Model persamaan alometrik yang digunakan yaitu

Y = 0,002382 .D2,3385 . H0,9411

Keterangan:

Y = karbon biomassa kering (kg pohon-1),

D = diameter batang dengan pelepah setinggi dada yang diukur tegak lurus batang (cm), dan

H = tinggi bebas percabangan tanaman kelapa sawit (m).

Untuk penghitungan biomassa tanaman kelapa sawit muda dengan ketinggian batang dengan pelepah di bawah DBH dipergunakan persamaan allometrik menurut Hairiah et al. (2011) yaitu

(AGB)est = 0,0976 H + 0,0706 Keterangan:

(AGB) est = biomasa pohon bagian atas tanah (kg/pohon) H = tinggi pohon (m)

Pendugaan cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

 Karbon biomassa per kelompok umur tanaman (kg/tanaman) = Karbon biomassa kering rata-rata (kg/tanaman)  Karbon biomassa kelompok umur per ha (kg/ha)

= / e e

e

Misal: Karbon biomassa kelompok umur 0 – 5 tahun = 11,86 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha. Karbon biomassa kelompok umur 6 – 10 tahun

= 234,26 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha.

Karbon biomassa kelompok umur 11 – 15 tahun = 484,46 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha. Karbon biomassa kelompok umur 16 – 20 tahun

= 380,47 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha. Karbon biomassa kelompok umur >20 tahun

= 243,16 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha. Pendugaan Karbon Biomassa Tumbuhan Bawah

(26)

12

suhu 80⁰ C selama 48 jam, kemudian timbang berat biomassa keringnya (Badan Standardisasi Nasional 2011). Berat biomassa kering per m2 dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Berat biomassa kering (BK) per m2 = �� ℎ � � �� � � � ℎ

�� ℎ ℎ

Berat biomassa kering per ha = BK per m2 x Luas area tumbuhan bawah per ha Luas area tumbuhan bawah per ha = 10000 m2– (L piringan + L tumpukan pelepah)

Luas piringan per ha = 2π r2 x 136 piringan (dimana r = 1,5 m)

Luas tumpukan pelepah per ha

= e e e e

= 6

Pendugaan kandungan karbon biomassa tumbuhan bawah dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kandungan karbon biomassa = Berat biomassa kering x % C organik.

Besarnya persentase karbon bahan organik yaitu sebesar 47% (Badan Standardisasi Nasional 2011)

Pendugaan Karbon Biomassa Tumpukan Pelepah

Metode pendugaan karbon biomassa tumpukan pelepah kelapa sawit menggunakan metode destruktif. Sub contoh tumpukan pelepah 100-300 gr dikeringkan dengan oven pada suhu 80⁰ C selama 48 jam, kemudian timbang berat biomassa keringnya (Badan Standardisasi Nasional 2011). Berat biomassa kering per m2 dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Berat biomassa kering (BK) per m2 = �� ℎ � � �� � � � ℎ

�� ℎ ℎ

Berat biomassa kering per ha = BK per m2 x Luas tumpukan pelepah per ha Luas tumpukan pelepah per ha

= e e e e

= 6

Pendugaan kandungan karbon biomassa tumpukan pelepah kelapa sawit di gawangan mati dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kandungan karbon biomassa = Berat biomassa kering x % C organik.

Besarnya persentase karbon bahan organik yaitu sebesar 47% (Badan Standardisasi Nasional 2011)

Penentuan Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Tanah

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Karbon Tersimpan pada Kelapa Sawit

Hasil pengukuran kandungan karbon tersimpan pada kelapa sawit di Air Muar Estate (AME) PT Daria Darma Pratama dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Dugaan kandungan karbon tersimpan berdasarkan kelompok umur tanaman

Berdasarkan Tabel 4, kandungan karbon tersimpan pada tanaman kelapa sawit terbesar terdapat pada kelompok umur 11 – 15 tahun sebesar 484,46 kg tanaman-1. Kandungan karbon tersimpan terendah terdapat pada kelompok umur 0 – 5 tahun sebesar 11,86 kg tanaman-1. Semakin bertambah umur tanaman, maka kandungan karbon tersimpan akan semakin bertambah. Pada kelompok umur tanaman 16 – 20 tahun dan kelompok umur >20 tahun terjadi penurunan kandungan karbon tersimpan disebabkan karena pada kelompok umur 16 – 20 tahun pangkal pelepah sawit mulai lepas dari batangnya sehingga terjadi penurunan diameter batang (Gambar 4). Setyamidjaja (2010), pangkal daun kelapa sawit biasanya mulai lepas (jatuh) setelah tanaman berumur 10 tahun atau lebih. Pangkal pelepah yang jatuh dapat mulai dari mana saja, tetapi lebih sering dari pertengahan tinggi batang.

(28)

14

Pendugaan tinggi tanaman diukur menggunakan hagameter. Tinggi tanaman rata-rata yang diukur dari permukaan tanah sampai dengan pelepah terbawah menunjukkan adanya peningkatan seiring pertambahan umur tanaman. Pada umur tanaman 0-5 tahun pertumbuhan tinggi tanaman rata-rata sebesar 0,20 m. Pada Gambar 5, tinggi tanaman akan mengalami peningkatan pesat pada kelompok umur 6-10 tahun hingga kelompok umur 11-15 tahun. Pada kelompok umur di atas 15 tahun tinggi tanaman cenderung tetap dengan pertambahan tinggi tanaman yang kecil.

Gambar 5 Tinggi tanaman berdasarkan kelompok umur tanaman

Diameter tanaman kelapa sawit seiring pertumbuhan tanaman juga akan mengalami peningkatan. Pengukuran diameter batang tanaman kelapa sawit dilakukan setinggi dada termasuk sisa pemotongan pelepah yang dilakukan pada saat panen dan sanitasi pelepah. Pada Gambar 6, terjadi peningkatan diameter batang kelapa sawit mulai umur tanaman 0 tahun hingga 10 tahun. Diameter batang kelapa sawit terbesar terdapat pada kelompok umur 6-10 tahun sebesar 83,87 cm.

(29)

15

Pada kelompok umur di atas 10 tahun secara berangsur-angsur terjadi penurunan diameter batang tanaman. Penurunan diameter batang tanaman kelapa sawit ini terjadi karena adanya sisa pelepah yang mulai jatuh yang pada akhirnya semua pangkal pelepah akan lepas. Setyamidjaja (2010), pangkal daun kelapa sawit biasanya mulai lepas (jatuh) setelah tanaman berumur 10 tahun atau lebih. Pangkal pelepah yang jatuh dapat mulai dari mana saja, tetapi lebih sering dari pertengahan tinggi batang.

Gambar 7 Kandungan karbon biomassa per tanaman berdasarkan umur tanaman Hubungan umur tanaman kelapa sawit dengan kandungan karbon biomassa kering cenderung menunjukkan pola sigmoid. Pada umur tanaman muda (0-3 tahun) terjadi peningkatan kandungan biomassa yang relatif lambat selanjutnya akan semakin cepat seiring dengan bertambahnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada Gambar 7 dapat dilihat pada umur tanaman 3-15 tahun terjadi peningkatan kandungan karbon biomassa yang pesat seiring dengan pesatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada umur tanaman ini kelapa sawit tergolong tanaman menghasilkan yang paling produktif. Pada umur tanaman >15 tahun terjadi penurunan kandungan karbon biomassa dikarenakan terjadinya penurunan diameter batang. Diameter batang akan berkurang karena adanya pangkal pelepah yang terlepas dari batang tanaman. Setyamidjaja (2010), pangkal daun kelapa sawit biasanya mulai lepas (jatuh) setelah tanaman berumur 10 tahun atau lebih.

Pertambahan tinggi tanaman kelapa sawit juga mempengaruhi kandungan karbon tersimpan. Pertambahan umur tanaman akan diikuti dengan pertambahan tinggi tanaman. Menurut Setyamidjaja (2010), kecepatan tumbuh meninggi tanaman kelapa sawit berbeda-beda tergantung tipe atau varietasnya, umumnya kecepatan pertumbuhan (pertambahan tinggi) sekitar 25 – 40 cm per tahun.

Berdasarkan kandungan karbon tersimpan pada setiap kelompok umur pada Tabel 4, kemudian dilakukan perhitungan jumlah kandungan karbon tersimpan pada setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit. Jumlah tanaman kelapa sawit dihitung berdasarkan sensus pokok tanaman. Kandungan karbon biomassa pada tanaman kelapa sawit per ha di Air Muar Estate dapat dilihat pada Tabel 5.

(30)

16

Tabel 5 Dugaan kandungan karbon biomassa per hektar pada tanaman kelapa sawit berdasarkan kelompok umur sebesar 65,89 ton/ha. Kandungan karbon paling sedikit terdapat pada kelompok umur 0 – 5 tahun sebesar 1,61 ton/ha. Kandungan karbon tersimpan pada tanaman kelapa sawit per hektar berdasarkan Tabel 5 akan semakin meningkat seiring pertambahan umur tanaman. Peningkatan kandungan karbon tersimpan tersebut karena adanya pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit tidak terlepas dari meningkatnya laju fotosintesis tanaman.

Menurut Gardner et al. (1991), fotosintesis akan menghasilkan asimilat yang terakumulasi menjadi berat kering tanaman. Bobot kering merupakan bagian dari efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari yang tersedia selama musim penanaman. Berat kering yang meningkat menunjukkan peningkatan efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari oleh tajuk, sehingga asimilat yang dihasilkan meningkat.

Gambar 8 Kandungan karbon biomassa berdasarkan kelompok umur tanaman Kandungan karbon biomassa kering per hektar pada kelompok umur tanaman 16 – 20 tahun mulai mengalami penurunan (Gambar 8). Penurunan kandungan karbon biomassa ini diduga karena adanya peningkatan jumlah dan panjang pelepah daun kelapa sawit seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Pertumbuhan

(31)

17

pelepah daun kelapa sawit menyebabkan adanya persaingan antar tanaman dalam mendapatkan cahaya matahari untuk mendukung kegiatan fotosintesis.

Pola penanaman kelapa sawit berbentuk segi tiga sama sisi dengan jumlah tanaman ideal 136 tanaman per hektar untuk tanah mineral, dengan jarak tanam 9,2 m x 9,2 m x 9,2 m (Pahan 2006). Pelepah daun sawit mempunyai panjang antar 5 sampai 9 m (Hartley 1988). Daun kelapa sawit membentuk pelepah bersirip genap dan bertulang sejajar dengan panjang pelepah dapat mencapai 9 m (Risza 1994). Panjang pelepah tanaman kelapa sawit akan semakin meningkat sesuai pertambahan umur tanaman. Dengan jarak antar tanaman 9,2 m dan panjang pelepah bisa mencapai 9 m, maka antar tajuk tanaman bisa terjadi saling menutupi sehingga akan terjadi persaingan dalam mendapatkan cahaya matahari. Intensitas cahaya matahari yang diterima pada pelepah terutama pelepah bawah akan mengalami penurunan.

Menurunnya intensitas cahaya dapat berpengaruh pada bobot kering tanaman. Besarnya cahaya yang tertangkap pada proses fotosintesis menunjukkan biomassa, sedangkan besarnya biomassa dalam jaringan tanaman mencerminkan bobot kering (Widiastuti et al. 2004). Makin tua umur tanaman makin tinggi tingkat kebutuhan cahaya matahari dan sebaliknya makin muda tanaman kebutuhan intensitas cahaya semakin rendah sampai batas optimumnya (Nasaruddin et al. 2006).

Perbedaan kandungan karbon biomassa tersimpan pada kelapa sawit pada setiap kelompok umur tanaman disebabkan adanya perbedaan karbon biomassa kering per kelompok umur tanaman sebagai akibat pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit salah satunya dipengaruhi oleh faktor keadaan tanah tempat tumbuhnya. Sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit.

Berdasarkan Tabel 5, rata-rata kandungan karbon biomassa kering tersimpan pada kelapa sawit per hektar di PT DDP sebesar 30,25 ton ha-1. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian dari Yulianti (2009), yang menyatakan kandungan karbon biomassa kelapa sawit di lahan gambut pada kisaran antara 0,7-16,43 ton ha-1. Hasil penelitian karbon terikat di atas permukaan tanah pada hutan gambut merang bekas terbakar sebesar 29.105,19 kg ha-1 (Widyasari 2010). Nilai dugaan

kandungan karbon di atas permukaan tanah tegakan Acacia mangium Willd sebesar 16,52 ton ha-1 (Dahlan 2005).

Kandungan Karbon Biomassa Tumbuhan Bawah

(32)

18

Tabel 6 Dugaan kandungan karbon tersimpan pada tumbuhan bawah berdasarkan kelompok umur tanaman

Menurunnya intensitas cahaya matahari dapat berpengaruh pada bobot kering tanaman. Besarnya cahaya yang tertangkap pada proses fotosintesis menunjukkan biomassa, sedangkan besarnya biomassa dalam jaringan tanaman mencerminkan bobot kering (Widiastuti et al. 2004). Nilai biomassa tumbuhan berbanding lurus dengan nilai karbonnya, dimana semakin tinggi nilai biomassa, maka semakin tinggi juga nilai karbonnya (Wahyuni et al. 2013).

Tumbuhan bawah pada perkebunan kelapa sawit didominasi jenis rumput-rumputan pada tanaman kelapa sawit muda kelompok umur 0-5 tahun. Pada kelompok umur 6-10 tahun, tumbuhan bawah masih didominasi oleh rumput-rumputan dan mulai munculnya tumbuhan paku dan anakan kelapa sawit. Pada kelompok umur 11-15 tahun, 16-20 tahun dan >20 tahun, pertumbuhan tumbuhan paku semakin meningkat sedangkan jenis rumput-rumputan semakin menurun. Hal ini dikarenakan pada kelompok umur di atas 11 tahun kanopi daun kelapa sawit semakin menutupi permukaan tanah sehingga intensitas cahaya matahari akan semakin berkurang. Intensitas cahaya matahari yang menurun akan menghambat laju fotosintesis dari tumbuhan bawah. Panjang pelepah tanaman kelapa sawit akan semakin meningkat sesuai pertambahan umur tanaman. Dengan jarak antar tanaman 9,2 m dan panjang pelepah bisa mencapai 9 m, maka antar tajuk tanaman bisa terjadi saling menutupi sehingga akan terjadi persaingan dalam mendapatkan cahaya matahari. Intensitas cahaya matahari yang diterima pada pelepah terutama pelepah bawah akan mengalami penurunan (Pahan 2006).

Kandungan Karbon Biomassa Tumpukan Pelepah

Kandungan karbon biomassa tersimpan pada tumpukan pelepah kelapa sawit di gawangan mati terbesar terdapat pada kelompok umur 11 – 15 tahun sebesar 2,90 ton ha-1. Kandungan karbon biomassa tersimpan terendah terdapat pada kelompok umur 0 – 5 tahun sebesar 0,15 ton ha-1. Kandungan karbon biomassa pada tumpukan

pelepah tergantung pada seberapa banyak pelepah yang dipotong dari tanaman kelapa sawit dan ditumpuk di gawangan mati. Hasil pengukuran kandungan karbon tersimpan pada tumbuhan bawah dilihat pada Tabel 7.

(33)

19

yang terendah. Pada kelompok umur 6 – 10 tahun dan 11 – 15 tahun, produktivitas tanaman kelapa sawit semakin meningkat. Pada setiap pelaksanaan panen, akan diturunkan juga pelepah, sehingga jumlah pelepah yang dibuang di gawangan mati akan semakin meningkat. Pada kelompok umur 16 – 20 tahun dan >20 tahun, produktivitas kelapa sawit semakin menurun, sehingga banyaknya buah yang bisa dipanen juga akan semakin menurun. Aktivitas panen buah yang semakin menurun akan menurunkan pula jumlah pelepah yang dipotong dan dibuang di gawangan mati.

Tabel 7 Dugaan kandungan karbon tersimpan pada tumpukan pelepah di gawangan mati berdasarkan kelompok umur tanaman

Kelompok

Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh faktor keadaan tanah tempat tumbuhnya. Sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit. Kriteria penilaian tingkat kesesuaian dan kesuburan tanah berdasarkan sifat-sifat kimia tanah menurut Balai Penelitian Tanah (2005) dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Kriteria penilaian kesuburan tanah berdasarkan sifat kimia tanah

Sifat Tanah Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Sumber: Balai Penelitian Tanah (2005)

(34)

20

dengan pH optimum 5,0-5,5. Sifat fisika dan kimia tanah untuk tanaman kelapa sawit menurut Sunarko (2007) dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Sifat fisika dan kimia tanah untuk tanaman kelapa sawit

Sifat tanah Baik Sedang Kurang Tekstur tanah lempung berpasir pasir

pH tanah 4,5-6,0 4,0-4,5

6,0-6,5

<4,0 >6,5

Kandungan N cukup sedang kurang

Kandungan P cukup sedang kurang

Kandungan K cukup sedang kurang

Kandungan Mg cukup sedang kurang

Kandungan S cukup sedang kurang

Kandungan Ca cukup sedang kurang

Kandungan Cl cukup sedang kurang

Sumber: Sunarko (2007).

Menurut Ritung et al. (2007), kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable). lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Kriteria kesesuaian lahan tanaman kelapa sawit

Karakteristik lahan Kelas kesesuaian lahan Referensi

S1 S2 S3 N

(35)

21

Tabel 11 Hasil analisis sifat-sifat fisik dan kimia tanah dan tingkat kesuburan tanah pada areal penelitian

Keterangan: * Sunarko (2007)

** Djaenudin et al. (2003)

(36)

22

Berdasarkan Tabel 11, maka secara umum keadaan tanah pada perkebunan kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama tingkat kesesuaiannya untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit berada pada kategori S1 (sangat sesuai). Sunarko (2007) menyatakan bahwa pada budidaya tanaman kelapa sawit sifat fisika tanah lebih menentukan dibandingkan dengan sifat kimia tanah. Sifat kimia tanah atau kandungan hara dalam tanah apabila kurang sesuai dapat diperbaiki dengan melaksanakan pemupukan.

Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan perbandingan kandungan partikel tanah yang terdiri dari pasir, debu, dan liat. Setiap lokasi memiliki jenis tekstur tanah yang berbeda tergantung dari persentase kandungan partikel tanah. Penentuan tekstur tanah dilakukan dengan menggunakan diagram segitiga tekstur tanah pada Lampiran 6 (Mustafa et al. 2012).

Pada Tabel 11, berdasarkan persentase kandungan pasir, debu, dan liat tekstur tanah pada perkebunan kelapa sawit PT DDP pada kedua kedalaman (0 – 20 cm dan 20 – 60 cm) mempunyai tekstur tanah halus yaitu liat (clay). Pada kedalaman tanah 0 – 20 cm kandungan partikel tanah terdiri dari pasir 30,9%, debu 17,4%, liat kasar 15,5%, dan liat halus 36,2%. Sedangkan pada kedalaman tanah 20 – 60 cm kandungan partikel tanah terdiri dari pasir 29,0%, debu 12,1%, liat kasar 11,9%, dan liat halus 47,0%. Tekstur tanah lokasi penelitian termasuk dalam kategori baik dan sangat sesuai (S1) untuk budidaya kelapa sawit.

Tanah-tanah yang bertekstur liat karena lebih halus maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah-tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar (Mustafa et al. 2012).

pH Tanah

Nilai pH dapat digunakan sebagai indikasi kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ dalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain ion H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH- yang jumlahnya

berbanding terbalik dengan banyaknya H+. . Pada tanah-tanah yang masam jumlah ion H+ lebih tinggi dibanding OH-, sedang pada tanah alkalin kandungan OH -lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH 7. Konsentrasi H+ atau OH- dalam tanah

sebenarnya sangat kecil.

(37)

23

pada kondisi pH tersebut. Menurut Mustafa et al. (2012), pada tanah-tanah masam banyak ditemukan ion-ion Al di dalam tanah, yang kecuali memfiksasi P juga merupakan racun bagi tanaman. Pada tanah rawa yang pH tanah rendah (sangat masam) menunjukkan kandungan sulfat tinggi yang bersifat meracun bagi tanaman. Disamping itu, pada tanah yang masam, unsur-unsur mikro juga menjadi mudah larut, sehingga ditemukan unsur mikro yang terlalu banyak.

Permasalahan pada tanah yang bersuasana masam dapat ditanggulangi dengan pemberian kapur. Sumber kemasaman tanah yaitu Al dapat ditekan dengan pengapuran dan atau dengan pengembalian sisa tanaman ke dalam tanah tersebut sebagai pupuk organik. Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah melalui proses dekomposisi akan menghasilkan banyak asam organik yang mengandung derivat-derivat asam fenolat dan asam karboksilat. Asam fenolat dan asam karboksilat mempunyai gugus fungsional yang mengandung oksigen merupakan tapak reaktif dalam mengikat logam, termasuk Al. Dengan demikian aktivitas ion Al yang bersifat racun bagi tanaman menjadi berkurang (Wahjudin 2006).

Kandungan C Organik Tanah

C organik tanah merupakan penyusun utama bahan organik tanah yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam tanah terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah. Sehingga, ketersediaan C organik harus tetap dipertahankan agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak berkurang. Pada kedua sampel tanah dengan kedalaman yang berbeda menunjukkan bahwa kandungan C organik tanah sangat rendah yaitu 0,93% dan 0,79%. Namun untuk budidaya tanaman kelapa sawit kandungan C organik tersebut masuk dalam kategori sangat sesuai (S1) hingga cukup sesuai (S2) (Tabel 9). Aphani (2001), kandungan C organik kurang dari 1 % menyebabkan tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup, disamping itu unsur hara yang diberikan melalui pupuk tidak mampu dipegang oleh komponen tanah sehingga mudah tercuci, kapasitas tukar kation menurun, agregasi tanah melemah, unsur hara mikro mudah tercuci dan daya mengikat air menurun.

Pada tanah dengan kandungan C organik rendah menyebabkan kebutuhan pemupukan nitrogen makin meningkat karena efisiensinya yang merosot akibat tingginya tingkat pencucian. Masalah penurunan bahan organik tanah yang menyebabkan kebutuhan pemupukan yang semakin meningkat (Aphani 2001). Masalah ini dapat diatasi dengan perbaikan praktek manajemen terhadap kondisi tanah pertanian. Kandungan bahan organik dikebanyakan tanah saat ini terdapat indikasi semakin merosot.

Kandungan N-Total (Kjeldahl)

(38)

24

Kandungan N-total pada sampel tanah di PT DDP sebesar 0,09% dan 0,07%. Kandungan N-total pada kedua sampel tanah yang < 0,1% tergolong dalam kriteria yang sangat rendah (Landon 1984).

Tabel 12 Kriteria kandungan N-total dalam tanah (Landon 1984) Kandungan N-total (%) Kriteria

>1,0 Sangat tinggi

Kuantitas dan kualitas input bahan organik akan mempengaruhi kandungan bahan organik tanah. Substrat organik dengan C/N rasio sempit (<25) menyebabkan dekomposisi berjalan cepat, sebaliknya pada bahan dengan C/N rasio lebar (>25) maka akan mendorong immobilisasi, pembentukan humus, akumulasi bahan organik dan peningkatan struktur tanah (Supriyadi 2008). Rasio C/N sampel tanah menunjukkan nilai <25 yaitu nilai rasio sebesar 10 untuk tanah dengan kedalaman 0-20 cm dan nilai rasio sebesar 11 untuk tanah dengan kedalaman 20-60 cm.

Perbandingan C/N sangat menentukan apakah bahan organik akan termineralisasi atau sebaliknya nitrogen yang tersedia akan terimmobilisasi ke dalam struktur sel mikroorganisme. C/N rasio pada tanah relatif konstan maka ketika residu tanaman ditambahkan ke dalam tanah yang memiliki C/N rasio relatif besar, residu tanaman akan terdekomposisi dan meningkatkan evolusi CO2 ke

atmosfer, dan sebaliknya akan terjadi depresi pada nitrat tanah karena immobilisasi oleh kimia.

Kandungan P-Tersedia dan K-Tersedia

Kandungan P-tersedia dan K-tersedia pada sampel tanah menunjukkan nilai yang sangat rendah yaitu sebesar 5,8 ppm pada tanah kedalaman 0-20 cm, dan 3,9 ppm pada tanah kedalaman 20-60 cm. Kandungan P-tersedia ini dipengaruhi oleh pH tanah. Pada pH tanah yang rendah akan menyebabkan turunnya P-tersedia di tanah walaupun P-potensialnya sangat tinggi. Ketersediaan P akan menurun bila pH tanah lebih rendah dari 5,5.

Semakin lama antara P dan tanah bersentuhan, semakin banyak P terfiksasi. Al akan diganti oleh Fe, sehingga kemungkinan akan terjadi bentuk Fe–P yang lebih sukar larut jika dibandingkan dengan Al–P. Kemasaman pH tanah dapat mempengaruhi ketersediaan P dalam bentuk : kelarutan dan bentuk P, fiksasi dan unsur yang memfiksasi dan kekuatan ikatan. Bentuk ion ortofosfat pada kondisi lebih masam didominasi bentuk ortofosfat primer (H2PO4-) dibandingkan dengan

bentuk ortofosfat sekunder (HPO4-2). Bentuk ion fosfat ini pada tanah masam (pH

turun) akan bereaksi dengan Fe, Al dan Mn membentuk senyawa tidak larut (terfiksasi atau teradsorpsi secara kuat dan mengendap) menghasilkan hidroksi fosfat dan tidak tersedia bagi tanaman.Selain ion H2PO4-, dan HPO4= bermuatan

(39)

25

Adanya senyawa organik yang cukup memungkinkan terjadinya khelat yaitu senyawa organik yang berikatan dengan kation logam (Fe, Mn, Al). Terbentuknya khelat logam akan mengurangi pengikatan P oleh oksida maupun lempung silikat sehingga P menjadi lebih tersedia. Bahan organik diketahui dapat mengurangi jerapan P oleh oksida besi dan Al dan juga koloid lempung yang terdapat dalam tanah. Pelapukan bahan organik menghasilkan asam-asam organik seprti asam humat dan fulfat yang bersifat polielektrolit. Kedua asam ini memegang peranan penting dalam pengikatan Al dan Fe sehingga P menjadi tersedia (Utami dan Handayani 2003).

Kandungan P-Potensial dan K-Potensial

Kandungan P-potensial pada sampel tanah menunjukkan nilai yang sangat berbeda antara tanah kedalaman 0-20 cm sebesar 235 mg/100 g yang tergolong sangat tinggi dibandingkan dengan tanah dengan kedalaman 20-60 cm sebesar 7 mg/100 g yang tergolong sangat rendah. Kandungan K-potensial pada sampel tanah menunjukkan nilai yang relatif hampir sama antara kedua sampel. Pada sampel tanah dengan kedalaman 0-20 cm nilai K-potensial sebesar 69 mg/100 g tergolong sangat tinggi, sedangkan pada kedalaman 20-60 cm sebesar 57 mg/100 g tergolong tinggi. Kandungan P-potensial dan K-potensial di perkebunan kelapa sawit PT DDP yang relatif tinggi dikarenakan adanya kegiatan pemupukan NPK secara kontinyu. Tanah dengan status P dan K rendah, sedang, dan tinggi digunakan sebagai dasar untuk rekomendasi pemupukan P dan K yang tepat sasaran, tepat dosis, serta tepat pengalokasian dan pendistribusiannya (Adnyana 2011). Unsur P dalam tanah merupakan hara yang tidak mobil dan efisiensinya hanya 15% –20%, sedangkan sisanya 80% – 85% tertinggal dalam tanah sebagai residu menjadi P potensial (cadangan) dalam bentuk Al-P, Fe-P, Ca-P, serta diikat bahan organik dan mineral liat. Sebagian besar dari unsur K juga terikat kuat dan lambat tersedia dan merupakan cadangan K bagi tanaman.

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Berdasarkan hasil analisis sampel tanah diketahui bahwa nilai KTK tanah di PT DDP pada kedalaman 0-20 cm sebesar 11,08 cmolc kg-1, sedangkan pada tanah

dengan kedalaman 20-60 cm sebesar 9,57 cmolc kg-1. KTK pada kedua sampel

tanah tergolong cukup sesuai (S2) untuk budidaya tanaman kelapa sawit (Tabel 9). Jenis partikel tanah akan berpengaruh terhadap pertukaran kation-kation dalam tanah. Mustafa et al. (2012), menyatakan bahwa tanah yang didominasi oleh partikel liat akan memiliki kemampuan menjarap kation-kation lebih banyak, karena partikel liat memiliki lebih banyak pori-pori mikro tempat berlangsungnya pertukaran kation-kation tanah. Sedangkan pada partikel pasir, pertukaran kation akan sulit terjadi. Selain itu, besarnya KTK juga dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang tersimpan dalam tanah. Semakin tinggi nilai KTK maka serapan kation-kation hara akan semakin meningkat.

Kejenuhan Basa

(40)

26

dengan kedalaman 20-60 cm sebesar 40%. Nilai kejenuhan basa pada kedua sampel tanah tergolong sangat sesuai (S1) untuk budidaya kelapa sawit (Tabel 9).

Mustafa et al. (2012), menyatakan kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukkan besarnya KTK tanah tersebut. Hardjowigeno (2003), menyatakan bahwa kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut.

Kation-kation basa umumnya merupakan hara yang diperlukan tanaman. Di samping itu umumnya basa-basa mudah tercuci, sehingga dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Hardjowigeno 2003).

Kandungan Al, Fe, Mn

Al, Fe dan Mn akan mempengaruhi kandungan P-tersedia dalam tanah. Tanah dengan pH sangat masam, P akan diikat oleh Al dan Fe sehingga tidak tersedia sehingga unsur ini meningkat dalam tanah dan tidak dapat diserap oleh tanaman.

Keberadaan Al, Fe dan Mn dalam jumlah yang berlebihan dapat meracuni tanaman. Adrinal dan Gusmini (2011) menyatakan bahwa pada tanah-tanah masam ketersediaan P (fosfor) sangat rendah karena difiksasi oleh Al dan Fe, sedangkan fosfor merupakan unsur yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, ia memegang peranan dalam mekanisme transfer energi dan proses reproduksi. Kekurangan fosfor akan menekan kecepatan pertumbuhan yang akan berdampak pada penurunan produksi, serta kualitas buah dan biji. Fosfor memegang peranan penting dalam proses fotosintesis, membantu proses penguraian karbohidrat dan sintesis berbagai senyawa organik serta perpindahan energi antar sel. Kekurangannya akan mengakibatkan perakaran dan perkembangan daun lambat serta jumlah percabangan sedikit sehingga tanaman akan tetap kurus dan kerdil.

Tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) di Indonesia dijumpai dengan ciri-ciri sebagai berikut: tekstur lempung, struktur gumpal, permeabilitas rendah, stabilitas agregat baik, pH rendah, kandungan Al tinggi, KTK rendah, kandungan N, P, Ca, Mg sangat rendah (Indriyatie 2009). Menurut Santoso (2006), Kondisi lahan PMK tergolong dalam lahan yang miskin unsur hara makro, mikro, pH rendah, kandungan Al dan Fe tinggi serta P dalam tanah sering terfiksasi.

(41)

27

cukup tidak direspon oleh tanaman, karena banyak yang terfiksasi, akibatnya P tidak tersedia bagi tanaman. Usaha di bidang pertanian dan perkebunan di lahan yang demikian tidak akan menghasilkan produksi yang optimal

Pada umumnya lahan PMK mempunyai kandungan Al dan Fe yang tinggi, sehingga menyebabkan pertumbuhan akar terganggu. Dalam hal ini ujung-ujung akar tidak mampu menembus lapisan tanah bagian bawah, karena adanya Al dan Fe, mengakibatkan pertumbuhan akar membengkok ke samping. Pada kondisi yang demikian proses pengambilan unsur hara akan mengalami hambatan, sehingga produksi yang dihasilkan rendah (Santoso 2006).

Kondisi lahan PMK yang penuh dengan permasalahan tersebut maka harus ada penambahan input berupa kapur dan bahan organik. Pengapuran merupakan cara yang cepat untuk menaikkan nilai pH tanah yang rendah. Pemberian kapur selain memperbaiki nilai pH tanah, juga menambah unsur Ca, Mg, ketersediaan P dan Mo serta mengurangi keracunan yang disebabkan oleh Al, Fe dan Mn. Santoso (2006) menyatakan bahwa pengapuran dapat memberikan dukungan kenaikan nilai pH tanah kearah netral. Pada saat nilai pH tanah mendekati netral maka hara P yang semula tidak tersedia bagi tanaman, berubah menjadi sebaliknya (P tersedia bagi tanaman). Selain itu pengaruh racun dari Al dan Fe dapat dikurangi, sehingga perkembangan akar tanaman tidak terganggu.

Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman kelapa sawit di PT DDP dilakukan pemupukan secara berkala sebanyak dua kali dalam setahun dengan dosis per hektar rata-rata yaitu pupuk urea 0,19 ton/ha, pupuk RP 0,14 ton/ha, pupuk MOP 0,21 ton/ha, pupuk dolomit 0,16 ton/ha dan pupuk borate 0,02 ton/ha (Tabel 13). Pemupukan dilaksanakan berdasarkan rekomendasi dari hasil analisis daun pada tanaman sampel di perkebunan.

Tabel 13 Rekomendasi pemupukan kelapa sawit di Air Muar Estate

(42)

28

Kondisi kesuburan tanah podsolik merah kuning untuk budidaya tanaman kelapa sawit pada areal penelitian tergolong sangat sesuai (S1) (Tabel 11) diduga berpengaruh terhadap kandungan karbon tersimpan pada tanaman kelapa sawit. Ketersediaan unsur hara dalam tanah mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kandungan karbon tersimpan pada tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh umur tanaman serta pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berdasarkan hasil penelitian ini kandungan karbon biomassa tersimpan pada tanaman kelapa sawit di PT DDP pada kisaran 1,61-65,89 ton ha-1 dengan rata-rata

sebesar 36,83 ton ha-1. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian dari Yulianti (2009), yang menyatakan kandungan karbon biomassa kelapa sawit di lahan gambut pada kisaran antara 0.7-16.43 ton ha-1. Hasil penelitian karbon terikat

di atas permukaan tanah pada hutan gambut merang bekas terbakar sebesar 29,11 ton ha-1 (Widyasari 2010). Nilai dugaan kandungan karbon di atas permukaan tanah tegakan Acacia mangium Willd sebesar 16,52 ton ha-1 (Dahlan 2005).

Kandungan karbon biomassa tersimpan pada perkebunan kelapa sawit PT DDP yang meliputi kandungan karbon biomassa tanaman kelapa sawit, karbon biomassa tumbuhan bawah dan karbon biomassa tumpukan pelepah dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Dugaan kandungan karbon tersimpan pada perkebunan kelapa sawit PT DDP berdasarkan kelompok umur tanaman

Kelompok Umur Tanaman (th)

Kandungan C biomassa (ton ha-1) Tanaman Kandungan karbon biomassa tersimpan pada perkebunan kelapa sawit dipengaruhi oleh kandungan karbon biomassa tanaman kelapa sawit, kandungan karbon biomassa tubuhan bawah dan kandungan karbon biomassa tumpukan pelepah. Berdasarkan hasil penelitian ini kandungan karbon biomassa tersimpan pada perkebunan kelapa sawit PT DDP pada kisaran 6,98-69,32 ton ha-1 dengan

(43)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kandungan karbon tersimpan pada kelapa sawit dipengaruhi oleh umur tanaman, kesuburan tanah, serta pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kandungan karbon biomassa tersimpan terbesar di Perkebunan Kelapa Sawit PT DDP pada tanah podzolik merah kuning terdapat pada kelompok umur 11-15 tahun sebesar 69,32 ton ha-1. Kemudian berturut-turut pada kelompok umur 16-20 tahun sebesar 54,13 ton ha-1, kelompok umur >20 tahun sebesar 34,91 ton ha-1, kelompok umur 6-10 tahun sebesar 34,16 ton ha-1, dan kelompok umur 0-5 tahun sebesar 6,98 ton ha-1. Kesuburan tanah di lokasi penelitian tergolong sangat sesuai untuk budidaya kelapa sawit diduga menyebabkan kandungan karbon tersimpan cukup tinggi.

Saran

Gambar

Tabel 1  Luas lahan efektif yang bisa ditanam pada tiap estate (ha)
Tabel 2  Pengaturan Pengambilan Sampel Untuk Pengukuran DBH dan Tinggi Tanaman
Gambar 3   Plot pengambilan sampel tumbuhan bawah dan sampel
Gambar 4 Dugaan kandungan karbon biomassa kering berdasarkan kelompok
+7

Referensi

Dokumen terkait

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XXXVIII-5/W16, 2011 ISPRS Trento 2011 Workshop, 2-4 March 2011,

In the third step the predicted models from the Coarse Classification including the ratings and the new found edges from Image Based Verification are used together to do a

KNP mencerminkan bagian atas laba rugi dan aset neto dari Entitas Anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak langsung pada entitas induk, yang

To find more homogenous regions of the segmentation output, each band of the fused Kompsat-2 image is overlaid with the segments and some simple statistical

Berdasarkan persyaratan-persyaratan dalam perjanjian pinjaman, Perusahaan dan Entitas Anak debitur diharuskan untuk mempertahankan rasio- rasio keuangan tertentu dan

The method manipulates the redundancy inherent in line pair-relations to generate artificial 3D point entities and utilize those entities during the estimation process to improve

Menyetujui dan mengesahkan Laporan Keuangan Perseroan untuk Tahun Buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2015, yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Osman Bing

Keluaran Terpenuhinya Perbaikan Peralatan Kerja 1 Tahun Hasil Meningkatnya layanan Administrasi Perkantoran 0,77%. Kelompok Sasaran Kegiatan : Aparatur