• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Effects of Home Gardening Utilization and Extension on Vegetables Consumption and Nutrient Intake

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Effects of Home Gardening Utilization and Extension on Vegetables Consumption and Nutrient Intake"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMANFAATAN PEKARANGAN DAN PENYULUHAN

TERHADAP KONSUMSI SAYUR DAN ASUPAN GIZI

RUMAH TANGGA DAN BALITA

RIAN DIANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pemanfaatan Pekarangan dan Penyuluhan Terhadap Konsumsi Sayur dan Asupan Gizi Rumah Tangga dan Balita adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

(4)

RINGKASAN

RIAN DIANA. Pengaruh Pemanfaatan Pekarangan dan Penyuluhan Terhadap Konsumsi Sayur dan Asupan zat Gizi Rumah Tangga dan Balita. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan DADANG SUKANDAR.

Sayur dan buah merupakan salah satu komponen diet yang sehat. Akan tetapi konsumsi sayur dan dan buah terutama sayuran masih dibawah rekomendasi yang dianjurkan. Penelitian kuasi eksperimental ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan terhadap konsumsi sayur dan asupa gizi rumah tangga dan balita. Penelitian dilakukan di Kecamatan Tamansari. Responden dalam penelitian ini adalah anggota posyandu yang memiliki balita (n=61). Terdapat 31 rumah tangga kelompok kontrol dan 30 rumah tangga kelompok intervensi. Konsumsi sayur dan asupan zat gizi dikumpulkan menggunakan metode recall 2x24 jam. Paket tanaman pekarangan dan penyuluhan gizi diberikan kepada kelompok intervensi. Analisis data menggunakan independet t-test dan Mann Whitney untuk membandingkan perbedaan variabel antara kelomppok kontrol dan intervensi. Paired t-test dan Wilcoxon test dilakukan untuk mengetahui perbedaan pre dan post intervensi. Hubungan antara dua variabel dianalisis menggunakan Rank Spearman. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi sayur dan asupan zat gizi dianalisis menggunakan MANOVA.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan gizi setelah dilakukannya penyuluhan. Pemanfaatan pekarangan terkendala dengan sempitnya lahan pekarangan. Konsumsi sayur rumah tangga dan balita kurang dari 1 porsi per kapita per hari. Asupan zat gizi rumah tangga mengalami peningkatan tetapi tidak berbeda nyata antar kedua kelompok. Sementara itu, asupan energi, protein, kalsium, fosfor, dan besi kelompok kontrol lebih baik dibandingkan kelompok intervensi. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya pendapatan rumah tangga di kelompok kontrol sehingga memiliki akses pangan yang lebih baik dibandingkan kelompok intervensi.

Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa konsumsi sayur buah rumah tangga dipengaruhi oleh luas pekarangan dan pengeluaran rumah tangga. Sementara itu, konsumsi sayur lainnya dipengaruhi oleh interaksi antara jumlah anggota keluarga dan usia ibu. Tidak ada variabel yang secara signifikan mempengaruhi asupan vitamin A dan C rumah tangga dan konsumsi sayur balita. Asupan vitamin A balita dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga, pendidikan ibu, pengeluaran rumah tangga, pengetahuan gizi ibu, dan kebiasaan makan sayur sejak dini. Sementara itu, asupan vitamin C balita dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, pengetahuan gizi ibu, dan kebiasaan makan sayur sejak dini. Pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan memberikan pengaruh yang signifikan pada asupan zat gizi balita, namun belum dapat memberikan pengaruh yang signifikan pada konsumsi sayur rumah tangga dan balita.

(5)

SUMMARY

RIAN DIANA. The Effects of Home Gardening Utilization and Extension on Vegetables Consumption and Nutrient Intake. Supervised by ALI KHOMSAN and DADANG SUKANDAR.

Vegetables and fruits (VF) are important in healthy diets. However, the consumption of VF especially vegetables are still below the recommendations. This Quasi experimental nonequivalent groups design aimed to analyze the effects of home gardening utilization and extension on vegetables consumption. The subjects were the posyandu member in Tamansari Subdistrict. Households (HH) with children under 5 years old were included in this study (n=61); 31 HH as control group and 30 HH as an intervention group. The vegetable consumption was determined by recall 2x24 hours. Home gardening package, and nutrition extension were given to the intervention group. Independent t-test and Mann Whitney were performed to compare the difference between groups and paired t-test and Wilcoxon t-test within the groups. Rank Spearman was used to correlate between variable. Multivariate general linear modeling using MANOVA was used to analyze the determinants of vegetables consumption.

The result showed that home garden utilization is contrained by the narrowness of the yards. The vegetable consumption in both groups are less than one portion/capita/day. Nutrition extension improved nutrition knowledge (p<0.001). Household nutrient intake improved but not significant between the groups. Control gorup had better intake of energy, protein, calsium, phosphor, dan iron. This can be caused by higher income in control group so they had better accces to food than the intervention group.

Home garden size and HH expenditure determined fruit vegetables consumption. Meanwhile, mother’s age and number of family member determined other vegetables consumption. There were no significant variabels determined vitamin A n vitamin C intake at household level. . There were also no significant variabels determined toddler vegetable consumption. Number of family member, mothers education level, HH expenditure, nutrition knowledge, and vegetable consumption habit determined toddlers vitamin A intake. Number of family member, HH expenditure, nutrition knowledge, and vegetable consumption habit determined toddlers vitamin C intake. The utilization of home garden and extension had significant effects on toddlers nutirient intake but not significant on HH and toddlers vegetables consumption.

.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

PENGARUH PEMANFAATAN PEKARANGAN DAN PENYULUHAN

TERHADAP KONSUMSI SAYUR DAN ASUPAN GIZI

RUMAH TANGGA DAN BALITA

RIAN DIANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Pengaruh Pemanfaatan Pekarangan dan Penyuluhan Terhadap Konsumsi Sayur dan Asupan Gizi Rumah Tangga dan Balita

Nama : Rian Diana NIM : I151110051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS Ketua

Prof Dr Ir Dadang Sukandar, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

drh M Rizal M Damanik, MRepSc, PhD

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: (30 Desember 2013)

Tanggal Lulus:

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul Pengaruh Pemanfaatan Pekarangan dan Penyuluhan Terhadap Konsumsi Sayur dan Asupan Zat Gizi Rumah Tangga Balita.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS dan Prof Dr Ir Dadang Sukandar, MSc selaku komisi pembimbing yang telah membimbing dan

memberikan saran untuk perbaikan tesis ini, serta Dr Ir Hadi Riyadi MS selaku penguji yang telah memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada The Nestle

Foundation selaku pemberi dana penelitian payung, Prof Dr Ir Faisal Anwar, MS, Dr Ir Tin Herawati, MS, dr Mira Dewi, MSi and Dr Ir Anna Fatchiya, MS selaku tim peneliti

yang telah banyak memberikan saran. Catur Dwi Anggarawati, SP, Oktarina, SGz, Iin Sya’diah, SGz, Merita, SGz dan rekan-rekan lainnya yang telah ikut membantu pengambilan data.Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Mama, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iii

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Pemikiran 3

2. METODE 5

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian 5

Cara Pemilihan Responden 5

Prosedur Intervensi 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7

Pengolahan dan Analisis Data 8

3. DEFINISI OPERASIONAL 11

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Karakteristik Sosio Demografi 12

Pemanfaatan Pekarangan 16

Pengetahuan Gizi dan Efikasi Diri 23

Konsumsi Sayur dan Asupan Zat Gizi Rumah tangga 28

Kebiasaan Makan dan Asupan Zat Gizi Balita 42

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Sayur dan

Asupan Zat Gizi 55

5. SIMPULAN DAN SARAN 59

Simpulan 59

Saran 60

DAFTAR PUSTAKA 60

LAMPIRAN 66

(12)

ii

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengambilan data 8

2 Variabel dan kategori penyajian data 9

3 Sebaran responden berdasarkan karakteristik rumah tangga 13

4 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan 14

5 Median dan interquartile range (IQR) pendapatan dan pengeluaran

rumah tangga (Rp/kapita/bulan) 14

6 Pengeluaran pangan dan non pangan rumah tangga responden

(Rp/kap/bulan) 15

7 Rata-rata dan standar deviasi luas lahan dan produksi pekarangan

responden 16

8 Sebaran responden berdasarkan pemanfaatan pekarangan 17 9 Sebaran responden berdasarkan luas pekarangan (m2) 18 10 Sebaran responden berdasarkan pemanfaatan pekarangan 23 11 Sebaran responden berdasarkan kategori pengetahuan gizi pre-post

penyuluhan (jangka pendek) 24

12 Sebaran responden berdasarkan kategori pengetahuan gizi 24 13 Sebaran responden berdasarkan skor efikasi diri konsumsi sayur 25 14 Sebaran responden berdasarkan efikasi diri konsumsi sayur 26 15 Sebaran responden berdasarkan efikasi diri pemanfaatan pekarangan 27 16 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan sayur rumah tangga 28 17 Sebaran rumah tangga responden berdasarkan frekuensi makan 29 18 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan sayur 30 19 Sebaran responden berdasarkan konsumsi sayuran berwarna 31 20 Sebaran responden berdasarkan frekuensi pembelian sayur 32 21 Sebaran responden berdasarkan tempat mendapatkan sayuran 32 22 Rata-rata dan standar deviasi konsumsi sayur rumah tangga 33 23 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan mencuci dan mengolah

sayuran 34

24 Persentase responden berdasarkan sayuran yang disukai 36 25 Persentase responden berdasarkan sayuran yang tidak disukai 37 26 Median (IQR) konsumsi rumah tangga (per kapita per hari) 39 27 Sebaran rumah tangga responden berdasarkan tingkat kecukupan

zat gizi (%) 40

28 Median (IQR) tingkat kecukupan zat gizi rumah tangga (%) 41 29 Sebaran balita berdasarkan jenis kelamin dan usia 42 30 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan mencuci tangan 42 31 Sebaran balita berdasarkan konsumsi lauk pauk yang disukai balita 43 32 Sebaran balita berdasarkan konsumsi lauk pauk yang tidak disukai balita 43

33 Sebaran balita berdasarkan kebiasaan jajan 44

(13)

iii

37 Sebaran balita berdasarkan buah yang disukai 46 38 Sebaran balita berdasarkan buah yang tidak disukai 47 39 Rata-rata dan standar deviasi konsumsi sayur dan jumlah jenis

konsumsi sayur 47

40 Sebaran balita berdasarkan sayuran yang disukai 49 41 Sebaran balita berdasarkan sayuran yang tidak disukai 49 42 Sebaran balita berdasarkan kebiasaan konsumsi susu 50

43 Median (IQR) konsumsi balita 52

44 Sebaran balita berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi 53 45 Median (IQR) tingkat kecukupan zat gizi balita 54 46 Hasil uji manova konsumsi sayur buah dan lainnya rumah tangga 55 47 Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi sayur rumah tangga 56 48 Hasil uji Manova Vitamin A dan C rumah tangga 57 49 Hasil uji Manova konsumsi sayur buah dan lainnya balita 57

50 Hasil uji Manova Vitamin A dan C balita 57

51 Faktor-faktor yang mempengaruhi asupan vitamin A dan C balita 58

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran pengaruh program pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan terhadap konsumsi sayur dan asupan zat gizi

rumah tangga dan balita. 4

2 Hasil total panen pekarangan kelompok intervensi (kg) 20 3 Hasil panen pekarangan selama intervensi 1 tahun (kg) 21

DAFTAR LAMPIRAN

(14)

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sayur dan buah merupakan komponen yang penting dalam diet yang sehat sebagai sumber vitamin, mineral, dan serat. WHO merekomendasikan konsumsi sayur dan buah minimal 400 g per hari untuk mengurangi risiko beberapa penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung koroner (Hung et al. 2004), diabetes (Heidemann et al. 2005; Nὂthlings et al. 2008), hipertensi (Appel et al. 1997), dan kanker (Van Duyn & Pivonka 2000; World Cancer Research Fund/American Institute of Cancer Research 2007).

Sejak tahun 1996, Departemen Kesehatan mempromosikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Salah satu pesan PHBS rumah tangga adalah mengonsumsi sayur dan buah 5 porsi setiap hari, konsumsi sayur yang dianjurkan adalah 2-3 porsi setiap hari (Kemenkes 2011). Sementara itu, Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) menganjurkan konsumsi sayur 3-5 porsi setiap hari.

Manfaat konsumsi sayur dan buah telah terbukti menguntungkan kesehatan, akan tetapi konsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia (93.6%) masih kurang dari lima porsi sehari (Balitbangkes 2008). Data Susenas tahun 2012 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi sayur penduduk Indonesia baru mencapai 150.16 g/kap/hari (BPS 2013) atau kurang dari 2 porsi/hari. Peranan sayuran dalam menurunkan risiko penyakit berhubungan dengan zat gizi yang dikandungnya seperti vitamin, kalium, serat, antioksidan, folat, flavonoid dan senyawa fitokimia lainnya (Hu 2003; Dauchet et al. 2006). Kandungan fitokimia dan zat gizi yang terdapat dalam sayuran dapat berfungsi sebagai antioksidan (Van Duyn dan Pivonka 2000), berperan dalam mekanisme mengurangi stres oksidatif, memperbaiki profil glikoprotein, menurunkan tekanan darah, meningkatkan sensitivitas insulin, dan memperbaiki regulasi homeostatis (Dauchet et al. 2006).

Konsumsi sayuran dan asupan zat gizi dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu sosio demografi, individu dan lingkungan (Pollard 2008; Patrick & Nicklas 2005). Ketersediaan dan akses pangan merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi konsumsi sayuran (Jago et al. 2007; Dave et al. 2010). Scaglioni et al. (2011) menyatakan bahwa lingkungan yang berhubungan dengan makanan yang diciptakan orangtua di rumah membentuk preferensi pangan anak dan pola penerimaan makanan, selain itu, ketersediaan dan paparan terhadap pangan tertentu akan mempengaruhi pemilihan dan asupan pangan anak. Paparan yang sering dan pengenalan rasa sayuran pada anak usia 2-3 tahun merupakan strategi yang baik untuk mengubah penerimaan sayuran yang baru dikenal (Hausner et al. 2012).

(15)

2

lebih tinggi dibandingkan balita yang menerima vitamin A dan memiliki pekarangan rumah (Campbell et al. 2011). Pemanfaatan kebun sekolah disertai pendidikan gizi menunjukkan adanya peningkatan konsumsi sayur dan buah pada siswa dan guru (McAleese dan Ranklin 2007; Ratcliffe et al. 2011).

Pemanfaatan pekarangan di pulau Jawa dapat mengurangi pengeluaran pangan rumah tangga sebesar 9.9% dan memberikan kontribusi pemenuhan konsumsi vitamin A sebanyak 12.4% dan vitamin C sebesar 23.6% (Arifin et al. 2012) serta mencegah memburuknya status gizi balita di Bogor (Khomsan et al. 2009). Telah banyak penelitian yang menunjukkan peningkatan konsumsi sayur dan buah melalui pemanfaatan kebun sekolah dan penyuluhan gizi. Akan tetapi, belum banyak penelitian di Indonesia yang dilakukan untuk mengamati dan menganalisis pengaruh intervensi pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan gizi terhadap konsumsi sayur dan asupan zat gizi rumah tangga dan anak balita secara khusus. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk menggali informasi tersebut.

Perumusan Masalah

Sayur merupakan sumber vitamin dan mineral yang berperan sebagai zat pengatur dalam tubuh. Konsumsi sayur memberikan banyak manfaat kesehatan bagi tubuh, akan tetapi tingkat konsumsi sebagian besar penduduk Indonesia masih sangat rendah. Rendahnya konsumsi sayur dapat menimbulkan beberapa masalah kesehatan seperti sariawan (National Health and Medical Research Council 1999), divertikulosis (Marlett et al. 2002), dan meningkatkan risiko PTM (Hu 2003; Hung et al. 2004; Heidemann et al. 2005; Nὂthlings et al. 2008, Appel et al. 1997, World Cancer Research Fund/American Institute of Cancer Research 2007; Van Duyn dan Pivonka 2000).

Determinan konsumsi sayur adalah faktor sosio demografi, individu dan lingkungan. Kebiasaan makan rumah tangga dan ketersediaan pangan merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi preferensi dan asupan pangan anak (Scaglioni et al. 2011). Ketersediaan dan akses pangan merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi konsumsi sayuran (Dave et al. 2010; Jago et al. 2007). Ketika suatu pangan tidak tersedia maka tidak dapat dikonsumsi. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka orang menjadi tidak terbiasa mengonsumsi pangan tersebut yang akhirnya menjadi kebiasaan yang melekat dan sulit diubah sampai dewasa.

Rumah tangga yang tinggal di perdesaan umumnya memiliki rumah dan pekarangan yang cukup luas. Pekarangan ini terkadang hanya ditanami tanaman hias atau tidak dimanfaatkan sama sekali. Intervensi penyuluhan gizi dan peningkatan pemanfaatan pekarangan untuk ditanami sayuran merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga.

(16)

3 Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan terhadap konsumsi sayur dan asupan zat gizi rumah tangga dan balita. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk;

1. Menganalisis pemanfaatan pekarangan rumah tangga

2. Menganalisis konsumsi sayur dan asupan zat gizi rumah tangga dan anak balita.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi sayur dan asupan zat gizi rumah tangga dan anak balita.

4. Menganalisis dan mengevaluasi pengaruh peningkatan pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan gizi terhadap konsumsi sayur dan asupan zat gizi rumah tangga dan anak balita.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi mengenai besaran pengaruh peningkatan pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan terhadap konsumsi sayur dan asupan zat gizi. Dengan demikian penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi perencanaan dan pelaksanaan program peningkatan konsumsi sayur yang lebih efektif.

Kerangka Pemikiran

Kuantitas dan kualitas gizi yang baik dapat menciptakan hidup sehat dan produktif. Hal ini tidak saja memerlukan protein dan kalori yang cukup akan tetapi juga memerlukan vitamin dan mineral yang banyak terkandung dalam sayur dan buah. Pada tahun 2012, rata-rata konsumsi sayur penduduk Indonesia kurang dari 2 porsi sehari. Rendahnya konsumsi sayur dapat menimbulkan beberapa masalah kesehatan dan meningkatkan risiko PTM.

Konsumsi sayur dan asupan zat gizi dipengaruhi oleh faktor sosial demografi, individu, dan lingkungan (Patrick & Nicklas 2005; Pollard 2008). Faktor sosial demografi meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan (Beydoun dan Wang 2007), keadaan sosial ekonomi (Viswanath dan Bond 2007), dan pekerjaan (Uglem et al. 2007). Sementara itu, faktor individu yang berpengaruh terhadap konsumsi sayur adalah pengetahuan (Wardle et al. 2000), sikap, perilaku (Gibson et al. 1998) preferensi (Gatto et al. 2012), efikasi diri (Watters et al. 2007), dan kebiasaan (Maclellan et al. 2004). Orangtua, terutama ibu, merupakan gatekeepers konsumsi rumah tangga terutama anak-anaknya. Ibu biasanya membeli, menyediakan, dan menyajikan makanan di rumah. Oleh karena itu, ibu mempunyai peran yang penting dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi rumah tangga.

(17)

4

paparan terhadap pangan tertentu akan mempengaruhi pemilihan dan asupan pangan anak (Scaglioni et al. 2011; Patrick & Nicklas 2005). Ketersediaan pangan yang beragam sepanjang waktu dalam jumlah yang cukup di tingkat rumah tangga dapat dipengaruhi oleh pendapatan (Kamphuis et al. 2006). Ketersediaan melalui produksi sendiri di lahan pekarangan dapat meningkatkan konsumsi sayur dan buah (Cabalda et al. 2011; Ratcliffe et al. 2011).

Keterangan: Hubungan dan pengaruh antar variabel diteliti Hubungan dan pengaruh antar variabel tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka pemikiran pengaruh program pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan terhadap konsumsi sayur dan asupan zat gizi rumah tangga dan balita.

Konsumsi Sayur dan Asupan Zat Gizi Rumah

Tangga Balita

Pengetahuan, sikap, dan praktek Ibu

Praktek pemberian makan Karakteristik Sosio

Demografi  Usia

 Jenis kelamin  Besar RT  Pendidikan  Pekerjaan  Pendapatan  Pengeluaran

Kebiasaan makan Preferensi, Efikasi diri

Ketersediaan dan akses pangan (pemanfaatan pekarangan)

(18)

5

2.

METODE

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini adalah quasi experimental nonequivalent groups design. Penelitian ini mengacu pada penelitian payung Khomsan et al. (2011-2013) bekerjasama dengan The Nestle Foundation (NF) dengan judul “A Multi-Approach Intervention to Empower Posyandu Nutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas”. Desain kuasi eksperimental adalah suatu desain ekperimental dimana unit perlakuannya tidak diacak (Shadish et al. 2002). Pengacakan perlakuan pada responden tidak dapat dilakukan karena pelaksanaan intervensi memerlukan persetujuan dan pernyataan keikutsertaan responden. Selain itu, responden merupakan anggota posyandu yang sama dan tinggal di satu desa sehingga akan sulit untuk menghindari kontaminasi pada kelompok kontrol.

Pada penelitian terdapat satu kelompok kontrol dan satu kelompok intervensi. Pre-test dan post-test dilakukan kepada kedua kelompok tersebut. Kelompok intervensi diberikan paket tanaman pekarangan berupa tanaman sayuran sumber vitamin dan mineral, pelatihan budidaya sayuran dan penyuluhan gizi. Sementara itu, kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan apapun sampai post-test dilakukan. Kelompok kontrol akan diberikan paket tanaman pekarangan, pelatihan budidaya sayuran, dan penyuluhan gizi setelah post-test dilaksanakan, sehingga kelompok kontrol mendapatkan manfaat yang sama seperti kelompok intervensi.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kecamatan Tamansari dipilih sebagai lokasi penelitian dengan dasar pertimbangan bahwa lokasi tersebut memiliki karakteristik demografi wilayah perdesaan yang berlokasi di lereng pegunungan dan masih banyak penduduknya bekerja sebagai petani.

Penelitian dilakukan selama delapan belas bulan sejak Desember 2011 sampai Juni 2013. Kegiatan penelitian terdiri dari persiapan, pelaksanaan dan pengambilan data akhir. Pelaksanaan penelitian meliputi kegiatan pengumpulan data awal, sosialisasi, pemberian perlakuan berupa pemberian paket tanaman pekarangan (sayuran), pelatihan budidaya sayuran, dan penyuluhan gizi.

Cara Pemilihan Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu dan balitanya di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Responden dalam penelitian ini adalah Ibu rumah tangga yang memiliki anak balita dan merupakan peserta posyandu di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Responden yang memenuhi kriteria inklusi didatangi ke rumahnya dan menerima penjelasan lisan dan tulisan mengenai tujuan, manfaat dan tata cara pelaksanaan penelitian berikut informed consent untuk ditandatangani. Berikut tahapan pemilihan desa, posyandu dan rumah tangga responden dan balitanya :

(19)

6

2. Pemilihan 4 desa dari Kecamatan Tamansari, dengan pertimbangan adanya potensi lahan pertanian untuk pengembangan pekarangan serta sebagian penduduknya masih bermata pencaharian sebagai petani. Empat desa yang terpilih adalah Desa Sukajadi, Desa Sukaresmi, Desa Sukaluyu, dan Desa Sukajaya. Penentuan kelompok kontrol dan intervensi dilakukan secara acak, sehingga terpillih Desa Sukajadi sebagai kelompok kontrol dan tiga desa lainnya sebagai kelompok intervensi. Peneliti memilih dua desa dalam penelitian ini, satu kelompok kontrol (Desa Sukajadi) dan satu kelompok intervensi (Desa Sukajaya) dengan kriteria masing-masing desa tersebut memiliki satu posyandu yang dijadikan lokasi penelitian.

3. Pemilihan 1 posyandu dari desa yang terpilih dengan kriteria peserta terbanyak. Responden sebanyak 61 ibu rumah tangga dan balitanya dipilih dengan teknik nonprobability sampling, yaitu purposive sampling. Terdapat 3 kriteria inklusi responden, yaitu 1) ibu dan balita peserta posyandu yang berasal dari rumah tangga dengan kepala rumah tangga (KK) atau memiliki kerabat yang berprofesi sebagai petani, serta rumah tangga balita tersebut memiliki pekarangan rumah. 2) ibu dan balitanya tercatat di posyandu, dan 3) ibu bersedia menjadi responden untuk diwawancarai serta bersedia mengikuti penyuluhan gizi dan menerima program tanaman pekarangan (home gardening). Terdapat 2 kriteria eksklusi responden, yaitu menolak berpartisipasi dan berencana pindah dalam kurun waktu penelitian 18 bulan. 4. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 61 Ibu rumah tangga yang

memiliki anak balita (31 responden kontrol dan 30 responden intervensi). Jumlah responden kelompok intervensi pada data awal dan data akhir tidak berubah yaitu sebanyak 30 responden. Sementara itu, pada kelompok kontrol, data awal sebanyak 31 responden dan data akhir sebanyak 30 responden. Pada saat pelaksanaan intervensi terdapat satu responden dari kelompok kontrol mengundurkan diri karena pindah rumah ke desa lain.

Prosedur Intervensi

Pada penelitian ini, terdapat dua perlakuan, yaitu kontrol dan intervensi. Kontrol tidak mendapatkan perlakuan apapun selama waktu intervensi dilakukan dan akan diberikan perlakuan yang sama dengan intervensi setelah semua perlakuan intervensi selesai, sehingga kontrol mendapatkan manfaat dari penelitian ini. Bentuk intervensi pada penelitian ini adalah pemberian paket tanaman pekarangan berupa tanaman sayuran sumber vitamin dan mineral, pembimbingan budidaya sayuran, dan penyuluhan gizi. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Tamansari dilibatkan dalam membimbing responden untuk menanam sayuran di pekarangannya. Berikut adalah tahapan penelitian:

1.Tahap Pertama : Pengambilan data awal 2.Tahap Kedua : Pemberian intervensi

a. Pemanfaatan pekarangan : i. Sosialisasi program

ii. Observasi awal pemanfaatan pekarangan

(20)

7  Pembuatan demplot sebagai tempat percontohan

praktek budidaya tanaman  Pembuatan persemaian tanaman  Persiapan penanaman

 Pembuatan pupuk  Penanaman

 Pendampingan dan monitoring (1 bulan sekali)

b. Penyuluhan gizi : Penyuluhan disampaikan oleh tim peneliti (penelitian payung) dalam bentuk ceramah dan diskusi menggunakan alat bantu powerpoint, leaflet, flipchart, handout, poster, banner, dan modul. Terdapat lima topik penyuluhan (penyuluhan dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu dua minggu sekali selama 3 bulan. Masing-masing penyuluhan dilaksanakan selama 45-60 menit). Pre-test dan post-test yang berisi 10 soal yang sama diberikan untuk mengukur keberhasilan penyuluhan gizi. Berikut adalah topik penyuluhan:

i. Gizi untuk balita ii. Gizi untuk anak

iii. Pemilihan makanan untuk balita iv. Sanitasi dasar

v. Keamanan pangan

c. Terdapat dua kegiatan lain yang mendukung pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan gizi yaitu penyuluhan budidaya sayuran, dan demo memasak. Pada penyuluhan budidaya sayuran tidak dilakukan pre dan post-test karena hanya bertujuan untuk mendiskusikan keberhasilan, kendala dan hambatan responden dalam melaksanakan pemanfaatan pekarangan sehingga responden dapat mengambil contoh dari keberhasilan responden lain dan dapat mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam budidaya sayuran dipekarangan. Demo masak yang dilakukan adalah memasak camilan/snack untuk balita menggunakan bahan pangan lokal yang tersedia. Tujuannya, agar ibu peserta penyuluhan dapat menyediakan sendiri camilan atau snack yang sehat dan bergizi. Ada dua resep yang dipraktekkan yaitu kroket singkong isi sayuran dan nugget ayam dan sayuran.

3.Tahap Ketiga : Pengambilan data akhir.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(21)

8

Tabel 1 Jenis dan cara pengambilan data

No Aspek Variabel Cara

Pengolahan data dilakukan melalui proses pengumpulan data, kemudian editing, coding, dan entry data menggunakan Microsoft Office Excel 2007. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensia menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) for windows versi 16 dan SAS 9.1.3 dengan tingkat kepercayaan 90% (α=0.1).

(22)

9

Keterangan:

KGij : Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j Bj : Berat makanan j yang dikonsumsi (gram)

Gij : Kandungan zat gizi i dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj : Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan

TKGi : Tingkat kecukupan zat gizi i Ki : Konsumsi zat gizi i

AKGi : Angka kecukupan zat gizi i yang dianjurkan

Tabel 2 Variabel dan kategori penyajian data

No Variabel Kategori

Analisis data disajikan dalam bentuk deskriptif meliputi rata-rata, standar deviasi, median, interquartile range (IQR) dan frekuensi. Untuk membandingkan perbedaan variabel antar kelompok kontrol dan intervensi dilakukan uji beda independent t-test dan Mann Whitney. Sementara itu, perbedaan data pre dan post diuji menggunakan Paired t-test dan Wilcoxon Signed Ranks Test. Hubungan antara

(23)

10

dua variabel diketahui menggunakan Rank Spearman. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi sayur dianalisis menggunakan MANOVA. Sebelum data dianalisis secara multivariat, hubungannya tidak linear oleh karena itu, ditranformasi menjadi eksponensial. Konsumsi sayur buah dan sayur lainnya ada yang bernilai nol, oleh karena itu ditambah 1 sehingga dapat di logaritma natural (ln). Data konsumsi sayur ditransformasi menggunakan ln (Y+1). Jika hipotesis nol (H0) ditolak maka analisis data dilanjutkan ke univariate sehingga didapat model akhir multivariate.

Model konsumsi sayur rumah tangga yang digunakan adalah :

Model asupan vitamin A dan vitamin C balita yang digunakan adalah : Keterangan :

= Y1+1, Y1 = konsumsi sayur buah RT (g) = Y2+1, Y2 = = konsumsi sayur lainnya RT (g) X1 = luas pekarangan (m2)

X2 = pengeluaran rumah tangga (Rp/kap/bulan)

X3 = perkalian ln jumlah anggota rumah tangga dengan ln usia ibu

Keterangan :

= Y1+1, Y1 = asupan vitamin A (RE) = Y2+1, Y2 = = asupan vitamin C (mg) X1 = jumlah anggota rumah tangga (orang) X2 = pendidikan ibu (tahun)

X3 = pengeluaran rumah tangga (Rp/kap/bulan) X4 = pengetahuan gizi ibu

X5 = kebiasaan makan sayur sejak dini

Hipotesis :

H0 =

H1 =

Hipotesis :

(24)

11

3.

DEFINISI OPERASIONAL

Balita adalah anak yang berumur di bawah 5 tahun.

Efikasi diri adalah harapan seseorang mengenai kemampuannya untuk melakukan suatu perilaku tertentu.

Kebiasaan makan adalah perilaku, cara dan kebiasaan yang dilakukan seseorang dalam hal konsumsi pangan.

Konsumsi pangan adalah konsumsi pangan dalam hal jenis dan jumlah yang dimakan yang dikumpulkan dengan cara recall 2x 24 jam.

Konsumsi sayur adalah konsumsi sayur dalam hal jenis dan jumlah yang dimakan yang dikumpulkan dengan cara recall 2x 24 jam.

Pekarangan adalah lahan di sekitar rumah, memiliki batas lahan dan kepemilikan yang jelas, dapat ditanami berbagai jenis tumbuhan atau tempat memelihara berbagai jenis ternak dan ikan.

Pemanfaatan pekarangan adalah pendayagunaan lahan pekarangan dengan bertanam sayuran untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Pemanfaatan pekarangan meliputi luas lahan, produksi, dan frekuensi panen. Pendapatan rumah tangga adalah total penghasilan yang diperoleh seluruh anggota

rumah tangga baik dari pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan atau lainnya (pemberian, hadiah) selama satu bulan terakhir dinyatakan dalam rupiah/kapita/bulan.

Penyuluhan gizi adalah upaya peningkatan pengetahuan gizi yang dilakukan untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku meliputi materi gizi untuk balita, gizi untuk anak, pemilihan makanan untuk balita, sanitasi dasar, keamanan pangan, budidaya sayur di pekarangan, dan demo memasak makanan camilan dari sayuran.

Praktek pemberian makan adalah perilaku orangtua khususnya Ibu dalam praktek pemberian makan anak balitanya.

Preferensi pangan adalah suka atau tidaknya seseorang terhadap jenis pangan tertentu.

Produktivitas sayuran adalah produksi sayur dibagi dengan luas lahan sayur.

Rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang berada dalam satu rumah, tinggal bersama, makan dari satu dapur, dan dikepalai oleh seorang kepala rumah tangga

Sayuran adalah bagian tanaman yang dapat atau layak disayur untuk dimakan secara matang maupun mentah.

Sayuran buah adalah adalah bagian tanaman (buah) yang dapat atau layak disayur untuk dimakan secara dimasak maupun mentah (tomat, pare, terong, dll). Sayuran lainnya adalah adalah bagian tanaman selain bagian buah seperti bagian

umbi, batang dan daun yang dapat atau layak disayur untuk dimakan secara dimasak maupun mentah (kangkung, bayam, wortel, buncis, dll).

Sosio demografi adalah karakteristik rumah tangga ditinjau dari usia, jenis kelamin, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.

(25)

12

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sosio Demografi

Kecamatan Tamansari merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor yang terletak di bawah kaki Gunung Salak. Kecamatan ini memiliki 8 desa, yaitu Desa Pasireurih, Sirnagalih, Tamansari, Sukamantri, Sukaluyu, Sukaresmi, Sukajadi, dan Sukajaya dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 91 899 jiwa.

Responden penelitian ini adalah ibu balita berjumlah 61 orang yang tinggal di Kecamatan Tamansari. Besar rumah tangga adalah jumlah anggota rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota rumah tangga lainnya yang tinggal bersama. Secara umum, besar rumah tangga responden cukup bervariasi pada kedua kelompok. Tabel 3 menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden kelompok kontrol dan intervensi tergolong pada rumah tangga kecil (≤4 orang). Kelompok intervensi memiliki proporsi rumah tangga sedang yang lebih banyak dibandingkan rumah tangga besar. Keadaan sebaliknya terjadi pada kelompok kontrol yang memiliki proporsi rumah tangga sedang lebih sedikit dibandingkan rumah tangga besar. Meskipun demikian, hasil uji Mann Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara besar rumah tangga kelompok kontrol dan intervensi.

Secara keseluruhan usia ayah dan ibu tergolong pada usia produktif. Usia ayah berkisar antara 20-55 tahun, dengan median 30 tahun dan usia ibu berkisar antara 18-45 tahun, dengan median 25 tahun. Sebagian besar ayah dan ibu pada kedua kelompok berada pada kisaran usia 21-40 tahun. Meskipun demikian, masih cukup banyak ibu yang tergolong pada usia 20 tahun pada kedua kelompok. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara usia ayah dan ibu pada kelompok kontrol dan intervensi.

Tingkat pendidikan ayah dan ibu dilihat dari lama pendidikannya. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaaan yang nyata antara lama pendidikan ayah (p=0.019) dan ibu (p=0.000) pada kelompok kontrol dan intervensi. Kelompok kontrol memiliki lama pendidikan (setara 1 SMP) yang sedikit lebih baik dibandingkan kelompok intervensi (setara kelas 5 SD). Meskipun demikian, ketika melihat sebaran tingkat pendidikannya, hampir seluruh ayah dan ibu pada kelompok kontrol dan intervensi tergolong dalam tingkat pendidikan yang rendah ( 9 tahun) dan hanya sedikit (<10%) yang memiliki tingkat pendidikan SMA dan diploma atau sarjana.

(26)

13

Tabel 3 Sebaran responden berdasarkan karakteristik rumah tangga

(27)

14

oleh hampir sepertiga ayah di kelompok kontrol, sementara itu pekerjaan sebagai petani, pedagang, dan buruh tani dijalani oleh sepertiga ayah di kelompok intervensi.

Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan ibu di kedua kelompok pada umumnya adalah ibu rumah tangga. Hanya ada 2 orang ibu di kelompok intervensi yang ikut bekerja membantu suaminya dengan bekerja sebagai pedagang dan buruh sepatu. Sementara itu, di kelompok kontrol hanya ada 3 orang ibu yang berdagang di rumah untuk menambah penghasilan rumah tangga dan 1 orang di bidang jasa.

Tabel 5 Median dan interquartile range (IQR) pendapatan dan pengeluaran rumah tangga (Rp/kapita/bulan)

Pendapatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga yang berimplikasi terhadap kemampuan pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan anggota rumah tangga. Pendapatan total rumah tangga diperoleh dari pendapatan kepala rumah tangga, istri dan pendapatan dari anggota rumah tangga lainnya seperti anak dan orangtua yang bekerja yang termasuk dalam satu pengelolaan keuangan. Median pendapatan dan pengeluaran total per kapita per bulan kelompok intervensi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Akan tetapi keragaman pendapatan dan pengeluarannya juga cukup tinggi. Hal ini

Pekerjaan Kontrol

n (%)

Intervensi n (%)

Total n (%) Pekerjaan ayah

Petani 1 (3.2) 3 (10.0) 4 (6.6)

Pedagang 2 (6.5) 3 (10.0) 5 (8.2)

Buruh tani 3 (9.7) 3 (10.0) 6 (9.8)

Buruh non tani 11 (35.5) 20 (66.7) 31 (50.8)

PNS 0 (0.0) 1 (3.3) 1 (1.6)

Jasa 9 (29.0) 0 (0.0) 9 (14.8)

Lainnya 5 (16.1) 0 (0.0) 5 (8.2)

Pekerjaan ibu

Pedagang 3 (9.7) 1 (3.3) 4 (6.6)

Buruh non tani 0 (0.0) 1 (3.3) 1 (1.6)

Jasa 1 (3.2) 0 (0.0) 1 (1.6)

Ibu rumah tangga 27 (87.1) 28 (93.3) 55 (90.2)

Keterangan Kontrol Intervensi Total p

value

Pendapatan 273 333 (494 819) 212 500 (163 125) 240 000 (257 525) 0.067

Pengeluaran

(28)

15 menunjukkan tingkat pendapatan dan pengeluaran rumah tangga cukup beragam, ada yang memiliki pendapatan dan pengeluaran yang sangat tinggi dan ada juga yang sangat rendah. Pendapatan kelompok kontrol sedikit lebih baik dibandingkan dengan kelompok intervensi (p<0.1). Pengeluaran pangan dan non pangan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol memiliki pola yang sama dengan pendapatan dan pengeluaran total. Kedua kelompok memiliki median pengeluaran pangan lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran non pangan. Hasil uji Mann Whitney terhadap pengeluaran pangan, pengeluaran non pangan dan pengeluaran total per kapita per bulan menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata diantara kedua kelompok tersebut. BPS (2013) menyatakan bahwa garis kemiskinan Indonesia pada bulan September 2012 untuk wilayah perdesaan adalah Rp 240 441 per kapita per bulan. Berdasarkan garis kemiskinan tersebut, maka kelompok kontrol termasuk tidak miskin atau sedikit lebih tinggi dari garis kemiskinan, sedangkan kelompok intervensi sedikit berada di bawah garis kemiskinan. Sebaran pengeluaran pangan dan non pangan dapat dilihat secara rinci pada tabel di bawah ini.

Tabel 6 Pengeluaran pangan dan non pangan rumah tangga responden (Rp/kap/bulan)

Karakteristik responden Kontrol Intervensi

Rata-rata % Rata-rata %

Pengeluaran pangan

Beras 54 000 10.4 65 300 17.8

Lauk-pauk 44 700 8.6 33 400 9.1

Sayur 20 400 3.9 19 200 5.2

Buah 10 100 1.9 7 795 2.1

Minyak goreng 8 934 1.7 8 850 2.4

Minuman 10 800 2.1 9 096 2.5

Jajanan 42 400 8.2 38 700 10.5

Susu 8 731 1.7 7 924 2.2

Lainnya 11 600 2.2 13 000 3.5

Total pangan 211 664 40.7 203 265 55.4

Pengeluaran non pangan

Kesehatan 15 500 3.0 24 300 6.6

Pendidikan 2 628 0.5 4 635 1.3

Pakaian 15 900 3.1 12 100 3.3

Listrik 14 700 2.8 11 300 3.1

Bahan bakar 8 278 1.6 7 761 2.1

Rokok 47 400 9.1 42 500 11.6

Lainnya 204 000 39.2 61 200 16.7

Total non pangan 308 406 59.3 163 796 44.6

(29)

16

yang merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Besarnya alokasi pengeluaran untuk makanan jajanan perlu diwaspadai terutama jajanan anak, karena banyak jajanan yang mengandung zat aditif berbahaya yang dapat merugikan kesehatan. Proporsi pengeluaran non pangan terbesar adalah untuk pengeluaran non pangan lain-lain (pengeluaran transport, pulsa handphone, pembayaran kredit, sumbangan dan pajak), rokok, dan kesehatan. Pembayaran kredit motor, hutang dan arisan merupakan kontributor pengeluaran tertinggi pada pengeluaran non pangan lain-lain. Biaya kesehatan memiliki proporsi pengeluaran yang cukup besar karena responden memiliki anak balita yang masih rentan terhadap penyakit sehingga lebih sering berobat. Pengeluaran non pangan yang paling sedikit adalah untuk biaya pendidikan. Hal ini terjadi karena sebagian besar anggota rumah tangga responden hanya bersekolah sampai SMP sehingga tidak mengeluarkan biaya SPP.

Pemanfaatan Pekarangan

Pekarangan adalah lahan di sekitar rumah, memiliki batas lahan dan kepemilikan yang jelas, dapat ditanami berbagai jenis tumbuhan atau tempat memelihara berbagai jenis ternak dan ikan. Keberlangsungan pekarangan tergantung pada biofisik, sosio ekonomi dan budaya. Secara sosio ekonomi, pekarangan memiliki empat fungsi, yaitu; (1) produksi subsisten, untuk melengkapi pangan pokok (sayuran, buah, bumbu, produk hewani), dan produk non pangan lainnya, serta berkontribusi terhadap ketahanan pangan, (2) pekarangan dapat menghasilkan produk komersial untuk mendapatkan tambahan pendapatan, (3) fungsi sosio budaya, untuk keindahan, tempat bermain anak, tempat bersosialisasi dan upacara keagamaan, (4) fungsi ekologi dan lingkungan, sebagai habitat untuk tanaman dan hewan (Arifin et al. 2012).

Tabel 7 Rata-rata dan standar deviasi luas lahan dan produksi pekarangan responden

(30)

17 intervensi (p<0.1). Akan tetapi keragamannya juga cukup tinggi, artinya luas lahan tidak tersebar merata di seluruh rumah tangga responden. Sementara itu, luas sawah yang dimiliki kelompok intervensi lebih luas dibandingkan kelompok intervensi p<0.05 Hal ini disebabkan oleh tidak ada satu pun responden di kelompok kontrol yang memiliki sawah. Luas kebun, dan kolam di kedua kelompok tidak berbeda nyta (p>0.1). Keragaman data yang tinggi, menunjukkan bahwa luas kebun dan kolam responden bervariasi. Sebagian besar responden di kedua kelompok tidak memiliki kebun dan kolam.

Hasil produksi tanaman per tahun yang diusahakan pada berbagai jenis lahan menunjukkan bahwa produksi tanaman di kedua kelompok masih rendah. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara produksi tanaman di pekarangan, sawah, kebun, kolam dan hasil ternak pada kelompok kontrol dan intervensi. Rendahnya produksi di kedua kelompok serta keragaman yang tinggi dari hasil produksi tanaman ini dapat menyebabkan tidak nampaknya perbedaan yang nyata antar kedua kelompok.

Kelompok kontrol lebih banyak memanfaatkan pekarangan dibandingkan dengan kelompok intervensi. Namun, pemanfaatan tersebut belum dilakukan dengan optimal bahkan sebagian pekarangan dibiarkan kosong. Lebih dari separuh reponden (63.3%) kelompok intervensi tidak memanfaatkan pekarangannya dengan alasan tidak memiliki benih/bibit tanaman, tidak punya waktu/repot mengurus rumah/anak-anak, tidak tahu cara menanamnya dan berbagai alasan lainnya. Hanya separuh (54.8%) responden kelompok kontrol yang telah memanfaatkan pekarangannya dengan berbagai jenis tanaman. Jenis pemanfaatan pekarangan yang banyak dilakukan di kedua kelompok adalah menanam buah-buahan, tanaman hias, sayuran, umbi-umbian dan tanaman lainnya.

Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan pemanfaatan pekarangan

(31)

18

menerangkan bahwa pemanfaatan pekarangan dapat mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan dengan cara; (1) memenuhi kebutuhan pangan dan gizi rumah tangga, (2) meningkatkan penghasilan rumah tangga, dan (3) meningkatkan konsumsi makanan yang beragam, bergizi dan seimbang sesuai dengan potensi pangan lokalnya.

Kurangnya pemanfaatan pekarangan dan tingginya potensi pekarangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi rumah tangga mendorong diadakannya program pemanfaatan pekarangan. Program ini merupakan program pendayagunaan pekarangan dengan cara penanaman sayuran atau pemeliharaan ternak untuk pemenuhan konsumsi rumah tangga. Pelaksanaan program pemanfaatan pekarangan diawali dengan sosialisasi program kepada para responden dan dilanjutkan dengan observasi awal pemanfaatan pekarangan untuk menentukan jenis tanaman atau ternak yang akan dikembangkan di kelompok intervensi. Sosialisasi program disampaikan oleh tim peneliti, tim penyuluh pertanian dari Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kelautan (BP3K Dramaga) dan pemerintah desa setempat pada minggu ke-3 bulan Maret 2012. Sosialisasi program meliputi penyampaian maksud dan tujuan program, waktu pelaksanaan, dan bentuk kegiatan dan himbauan dari pemerintah desa akan keterlibatan/kerjasama dari peserta program.

Hasil observasi awal menunjukkan bahwa terdapat 11 jenis tanaman yang menjadi pilihan responden berdasar minat responden, dengan prioritas yang paling tinggi sampai paling rendah secara berturut-turut yaitu tomat, cabe keriting, jahe, terong ungu, bayam, pare hijau, kacang panjang, ceisin, pakcoy, buncis dan kangkung. Setelah berdiskusi dengan tim peneliti dan responden, akhirnya diputuskan tanaman yang akan dikembangkan dalam program ini adalah tanaman yang wajib ditanam dan tanaman pilihan. Tanaman wajib meliputi cabe rawit, cabe merah, tomat, kangkung dan bayam. Cabe rawit, cabe merah, dan tomat mewakili tanaman bumbu yang pasti dibutuhkan oleh responden untuk memasak, sedangkan kangkung dan bayam mewakili tanaman yang diharapkan dapat memberikan kontribusi zat gizi terrhadap rumah tangga responden. Tabel 9 menunjukkan luas pekarangan sebelum ada program pemanfaatan pekarangan dan luas lahan yang digunakan pada program ini.

(32)

19

Rata-rata luas pekarangan kelompok kontrol yang dimanfaatkan adalah 21.0 m2, lebih luas dibandingkan dengan kelompok intervensi yang hanya 6.8 m2 (p<0.1). Luas lahan di kelompok kontrol cukup bervariasi. Lebih dari separuhnya memiliki luas 10 m2 dan seperempatnya >30 m2. Sementara itu, di kelompok intervensi, sebagian besar responden memiliki luas pekarangan 10 m2, dan tidak ada yang memiliki luas pekarangan >30 m2. Setelah dilakukan program pemanfaatan pekarangan, terdapat 2 responden yang memperluas pekarangannya menjadi >30 m2. Luas pekarangan kelompok kontrol yang berkurang diakibatkan alih fungsi lahan pekarangan menjadi teras rumah yang di semen dan perluasan bangunan rumah.

Pemanfaatan pekarangan yang sempit (<200 m2) dapat mengurangi pengeluaran pangan sampai 9.9% (Arifin et al. 2012), dan pekarangan dengan luas 16 m2 berpotensi dalam memenuhi kecukupan zat gizi dalam sehari (zat besi dan kalsium sebesar 40%, vitamin A 80% dan vitamin C 100%) dengan anggota rumah tangga sebanyak 5 orang (AVRDC 1993 diacu dalam Ali dan Tsou 1997).

Pelaksanaan program pemanfaatan pekarangan yang dilakukan meliputi 5 tahapan yaitu: (1) penentuan demplot sebagai tempat percontohan praktek budidaya tanaman, (2) praktek persemaian tanaman dengan menggunakan media sekam bakar dan bokashi, (3) persiapan penanaman yang meliputi pembuatan rak vertikultur, pembuatan pagar pekarangan, pengolahan pekarangan, pendistribusian bibit, polybag dan pupuk, (4) praktek pembuatan pupuk cair sebagai salah satu upaya pemenuhan nutrisi tanaman dengan memanfaatkan sumberdaya lokal dan aman bagi konsumsi pangan, dan tahap kelima (5) penanaman yang dilakukan setelah pengolahan tanah dan pembuatan pagar atau pembuatan rak vertikultur.

Hasil monitoring pemanfaatan pekarangan menunjukkan bahwa sebagian responden tidak terbiasa menanam sayuran atau tanaman pertanian lainnya terutama responden yang berusia di bawah 30 tahun. Semua responden belum memahami tentang budidaya dan pemeliharaan tanaman, terutama pemilihan media tanam. Oleh karena itu teknik melarung dikenalkan pada responden sebagai salah satu upaya pemanfaatan limbah pekarangan menjadi kompos dan media tanam. Teknik melarung dilakukan dengan cara memasukkan tanah dan sampah organik secara berlapis ke dalam karung, tambahkan pupuk kandang jika ada, biarkan selama 2 minggu hingga 1 bulan lalu dapat dijadikan media tanam sayuran. Walaupun belum diaplikasikan oleh semua responden, tetapi sudah mulai terlihat

pemanfaatan teknik ‘melarung’ tersebut, di samping pemanfaatan polibag, ember bekas atau pot tanaman.

Tanaman cabe, tomat, pakcoy, terong, dan buncis merupakan jenis tanaman yang dianggap sulit di budidayakan karena pemeliharaannya memerlukan perawatan yang lebih intensif dibandingkan tanaman berdaun. Namun hasil panennya cukup banyak karena masa produktifnya yang relatif lama dibandingkan dengan sayuran daun. Sementara itu, tanaman yang mudah ditanam adalah bayam, tomat, kangkung dan caisin.

(33)

20

minggu ke-2 bulan Juni. Hasil produksi pekarangan selama 1 tahun intervensi dapat dilihat pada Gambar 2.

Produksi pekarangan cukup fluktuatif selama 1 tahun intervensi berlangsung. Pada awal pelaksanaan program pemanfaatan pekarangan, responden dan rumah tangga cukup antusias untuk mengikuti program tersebut. Namun semangat ini turun naik seiring dengan perjalanan waktu. Ketika musim hujan dan kemarau yang parah maka para PPL lebih banyak memberikan motivasi agar responden tidak cepat menyerah melihat tanamannya mati akibat kekeringan ataupun kelebihan air.

Gambar 2. Hasil total panen pekarangan kelompok intervensi (kg)

Selama 1 tahun intervensi, produksi pekarangan tertinggi terjadi pada bulan Agustus 2012 (114.8 kg) dengan sayuran yang menyumbang produksi terbanyak adalah tomat (63.9 kg), terong (15.2 kg) dan pare (10.5 kg). Sebagian besar hasil panen dikonsumsi sendiri, dan sisanya dibagikan ke tetangga atau saudara. Terdapat beberapa responden yang menjual hasil panennya di rumah atau ke warung karena menanam di luas areal yang cukup luas sehingga hasilnya cukup banyak. Produksi pekarangan turun drastis pada bulan September dan Oktober 2012 dikarenakan musim kemarau, sehingga tanaman menjadi kering dan mati kekurangan air. Responden lebih mengutamakan air untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti memasak, mencuci, dan MCK. Secara perlahan, bulan November-Desember 2012 produksi pekarangan mulai meningkat seiring dengan berlalunya musim kemarau, Akan tetapi pada bulan Januari 2013, curah hujan cukup tinggi di wilayah penelitian sehingga menyebabkan produksi pekarangan berada di titik terendah (11.2 kg) dengan sayuran yang menyumbang produksi terbanyak adalah cabe rawit (2.6 kg), terong dan pare masing-masing 2 kg.

(34)

21 untuk ditanam di pekarangan dan berpotensi meningkatkan konsumsi sayuran dan pendapatan rumah tangga.

Gambar 3. Hasil panen pekarangan selama intervensi 1 tahun (kg)

(35)

22

pupuk kandang meningkatkan kesuburan tanah dan memberikan nutrisi bagi tanaman sehingga hasil produksi sayuran pekarangan meningkat. Hama yang banyak dikeluhkan oleh responden adalah hama semut merah yang menyebabkan tanaman tidak dapat berkembang dengan optimal.

Faktor internal yang dapat mempengaruhi produksi sayuran adalah motivasi responden dan dukungan rumah tangga. Dukungan suami merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemanfaatan pekarangan yang optimal di kelompok intervensi. Suami mendukung responden dalam hal pembuatan sarana seperti pagar, rak, penataan dan budidaya. Pekarangan yang sangat sempit dapat ditata dengan menarik dan efisien dengan bantuan suami sehingga tanaman dapat tumbuh subur dan produktif sehingga dapat mengurangi biaya dapur sehari-hari. Hasil panen yang diperoleh dikonsumsi sendiri dan dibagikan ke tetangga sekitar yang membutuhkan. Harapan yang banyak dilontarkan adalah agar responden tetap dikunjungi dan program terus berjalan karena bermanfaat untuk rumah tangga dan masyarakat.

Alokasi waktu responden ataupun suami responden merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan pemanfaatan pekarangan. Walaupun responden merasakan manfaat dari peningkatan pemanfaatan pekarangan dan sudah terbiasa menanam, tetapi ketika responden dan suaminya tidak punya waktu untuk merawat dan memelihara tanaman, maka produksi pekarangannya menjadi kurang optimal.Tanaman pekarangan rumah (home gardening) tergantung pada (1) tenaga kerja yang ada di rumah, (2) ketersediaan lahan di sekitar rumah, (3) ketersediaan teknologi sederhana atau perkakas berkebun sederhana, (4) ketersediaan bibit dan air, dan (5) minat atau motivasi. Walaupun manfaatnya dalam pemenuhan gizi rumah tangga terbatas, akan tetapi produksi sayuran dapat meningkatkan pendapatan dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya jika sayuran tersebut tumbuh di musim yang tepat dan petani memiliki kemampuan manajemen yang baik (AVRDC 1995).

Pada pengumpulan data akhir seluruh responden menyatakan niatnya untuk melanjutkan pemanfaatan pekarangan karena memberikan manfaat bagi rumah tangganya. Pada pelaksanaan program pemanfaatan pekarangan terdapat beberapa kendala yaitu sebagian responden merasa kesulitan dalam merawat tanaman pekarangan (28.6%), menyiapkan pupuk (17.9%), membuat persemaian (14.3%) dan membuat media tanam (14.3%), namun dengan dukungan rumah tangga (suami dan orangtua) dan bantuan serta arahan PPL, tahapan budidaya yang dirasakan cukup sulit tersebut dapat diatasi. Pemanfaatan pekarangan di kelompok intervensi dapat berlangsung secara berkelanjutan karena responden sudah dapat membibitkan tanaman secara mandiri, serta membuat dan menggunakan pupuk buatan sendiri sehingga proses budidaya tanaman pekarangan dapat berlangsung tanpa tergantung pada pihak lain.

(36)

23 Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan pemanfaatan pekarangan

Pengetahuan Gizi dan Efikasi Diri

Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan faktor penting untuk terbentuknya praktek gizi kesehatan. Bagi masyarakat perdesaan pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui berbagai sumber seperti posyandu, petugas kesehatan, media cetak dan media elektronik. Pengukuran pengetahuan gizi dilakukan melalui 2 waktu, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Untuk pengukuran pengetahuan gizi jangka pendek, dilakukan pre dan post-test sebanyak 10 soal per topik penyuluhan sehingga total pertanyaan adalah 50 soal. Pengetahuan gizi di kelompok intervensi meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 12.3 poin (Tabel 11). Hasil uji paired t-test menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar skor pengetahuan pre dan post penyuluhan. Selain itu, hasil uji independent t-test (p<0.001) juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kelompok

Pemanfaatan pekarangan n %

Program pekarangan bermanfaat bagi rumah tangga 28 100.0 Tingkat kesulitan menanam di pekarangan

Sulit 14 50.0

Biasa saja 5 17.9

Tidak sulit 9 32.1

Tahapan yang dirasakan sulit dalam program pekarangan

Membuat persemaian 4 14.3

Menyiapkan media tanam 4 14.3

Menyiapkan pupuk 5 17.9

Perawatan 8 28.6

Lainnya 5 17.9

Ibu ingin melanjutkan pemeliharaan tanaman pekarangan 28 100.0 Ibu puas dengan hasil tanaman pekarangan 26 92.9 Ibu membibitkan tanaman pekarangan sendiri 22 78.6 Ibu membuat dan menggunakan pupuk sendiri (tidak

membeli) 27 96.4

Program pekarangan dapat menghemat belanja sayuran 26 92.9 Rata-rata jumlah uang belanja sayuran yang dihemat

(Rp/minggu) 9759±13 795

Harapan terhadap tanaman pekarangan

Produksi lebih banyak 26 92.9

Dapat mengurangi belanja sayur 28 100.0

Dapat memperindah halaman 25 89.3

Tidak berharap apa-apa 3 10.7

(37)

24

kontrol dan intervensi. Hal ini mengindikasikan keberhasilan penyuluhan dalam meningkatkan pengetahuan gizi kesehatan responden dalam jangka pendek. Sementara itu, pengukuran pengetahuan gizi jangka panjang, dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan gizi dan kesehatan sebanyak 10 pertanyaan yang sama pada pengumpulan data awal dan akhir (Tabel 12). Skor pengetahuan gizi data awal dan data akhir kelompok intervensi tidak berbeda nyata (Wilcoxon p=0.145). Begitupun dengan hasil uji Mann Whitney antara kelompok kontrol dan intervensi juga tidak berbeda nyata (p=0.156).

Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan kategori pengetahuan gizi pre-post penyuluhan (jangka pendek)

*Signifikan pada (p<0.001)

Tabel 12 menunjukkan bahwa median skor pengetahuan gizi kedua kelompok termasuk ke dalam kategori sedang. Setelah dilakukan intervensi penyuluhan gizi, rata-rata skor kedua kelompok meningkat. Sehingga hasil uji beda menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok tersebut. Peningkatan skor pengetahuan gizi di kelompok kontrol dapat disebabkan oleh tingginya informasi mengenai gizi dan kesehatan yang diperoleh responden di kelompok kontrol. Tingkat partisipasi responden di posyandu berhubungan positif dengan pengetahuan dan perilakunya (Madanijah dan Triana 2007).

Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan kategori pengetahuan gizi

*Signifikan pada (p<0.001)

Hasil analisis data lebih dari 300 penelitian menunjukkan bahwa pendidikan gizi lebih efektif jika fokus pada perilaku/action dan secara sistematis menghubungkan teori, penelitian, dan praktek dibandingkan pengetahuan saja. Faktor lingkungan merupakan salah satu komponen yang sangat penting. Oleh karena itu, program pendidikan gizi dalam pelaksanaannya sebaiknya bekerja sama

(38)

25 pengambil keputusan di masyarakat untuk meningkatkan ketersediaan dan akses pangan (harga dan tempat yang terjangkau) (Contento 2008).

Selain pengetahuan, efikasi diri juga merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan perilaku. Efikasi diri adalah keyakinan atau harapan seseorang mengenai kemampuannya untuk melakukan suatu perilaku tertentu yang akan mempengaruhi kehidupannya. Efikasi diri menentukan bagaimana orang merasakan sesuatu, berpikir, memotivasi diri sendiri dan berperilaku. Efikasi diri dihasilkan melalui 4 tahap utama yaitu, kognitif, motivasi, afektif dan pemillihan proses (Bandura 1994). Efikasi diri konsumsi sayur dilihat dari 7 pertanyaan menggunakan 3 skala likert (tidak yakin, yakin, sangat yakin). Tabel 13. Menunjukkan bahwa sebagian besar responden di kedua kelompok memiliki skor efikasi diri konsumsi sayur yang rendah. Skor yang rendah mengindikasikan responden meragukan kemampuan dirinya sendiri untuk dapat menyediakan dan mengonsumsi sayur dalam jumlah yang cukup untuk rumah tangganya. Komitmen yang lemah terhadap konsumsi sayur ini dapat menimbulkan konsumsi sayur rumah tangga yang rendah. Rincian pernyataan efikasi diri konsumsi sayur (pernyataan 1-7) dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan skor efikasi diri konsumsi sayur

Skor efikasi Kontrol Intervensi Total

Rendah (<13) 27 (90.0) 23 (76.6) 50 (83.3)

Sedang (13-17) 3 (10.0) 6 (20.0) 9 (15.0)

Tinggi (>17) 0 (0.0) 1 (3.3) 1 91.7)

Median (IQR) 11.0 (3) 12.0 (3.3) 11.5 (3)

p value 0.316

Menurut Contento (2008) niat dapat dilihat dari sikap, persepsi pengaruh sosial atau norma sosial, dan efikasi diri. Orangtua yang peduli pada kesehatan dan asupan makanan anaknya dapat mengubah kebiasaan makannya ketika anaknya ada di sekitar mereka (Maclellan et al. 2004). Orangtua, terutama ibu merupakan gatekeeper asupan gizi anak. Ibu biasa membeli, menyiapkan dan menyediakan makanan. Orangtua memiliki peranan yang penting dalam pembentukan kebiasaan makan dan preferensi anak-anak.

Tabel 14. menunjukkan bahwa sebagian besar ibu di kelompok kontrol dan intervensi yakin dapat menyediakan sayuran yang cukup untuk dimakan rumah tangga dan dapat membuat rumah tangga makan sayuran dalam jumlah yang cukup. Keyakinan ibu, sedikit menurun ketika ibu ditanyakan mengenai kesanggupannya membuat balitanya makan sayuran dalam jumlah yang cukup. Lebih dari separuh ibu merasa yakin dapat membuat anak balitanya makan sayuran dalam jumlah yang cukup, dan kurang dari sepertiganya merasa tidak yakin.

(39)

26

balitanya makan sayuran 2-3 porsi sehari. Pada kelompok intervensi, keyakinan ibu yang yakin dapat membuat rumah tangga dan balitanya makan sayuran dalam jumlah yang cukup juga menurun sebesar 43.3% ketika ibu ditanya kesanggupannya untuk dapat mendorong rumah tangga makan sayuran 3-5 porsi sehari dan turun sebesar 16.7% ketika ibu ditanya kesanggupannya untuk dapat mendorong balitanya makan sayuran 2-3 porsi sehari.

Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan efikasi diri konsumsi sayur

Perbedaan keyakinan ini dapat disebabkan oleh persepsi yang dimiliki responden mengenai jumlah konsumsi sayuran yang cukup untuk rumah tangga berbeda dengan standar atau anjuran PUGS yang berlaku. Hal ini dapat terlihat pernyataan sebagian besar responden yang menyatakan bahwa sayuran sebaiknya dikonsumsi rumah tangga dan balita sebanyak 2-3 kali sehari. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lechner et al. (1997) yang menunjukkan terjadinya inkonsistensi antara penilaian konsumsi sayur secara subyektif yang lebih tinggi

Kebiasaan makan Kontrol

Ibu dapat membuat rumah tangga anda makan sayuran dalam jumlah yang cukup

Tidak yakin 4 (13.3) 7 (23.3) 11 (18.3)

Yakin 26 (86.7) 21 (70.0) 47 (78.3)

Sangat yakin 0 (0.0) 2 (6.7) 2 (3.3)

Ibu dapat membuat balita anda makan sayuran dalam jumlah yang cukup

Tidak yakin 9 (30.0) 6 (20.0) 15 (25.0)

Yakin 19 (63.3) 20 (66.7) 39 (65.0)

Sangat yakin 2 (6.7) 4 (13.3) 6 (10.0)

Ibu dapat mendorong rumah tangga makan sayuran 3-5 porsi/hari

Tidak yakin 14 (46.7) 21 (70.0) 35 (58.3)

Yakin 15 (50.0) 8 (26.7) 23 (38.3)

Sangat yakin 1 (3.3) 1 (3.3) 2 (3.3)

Ibu dapat mendorong balita makan sayuran sebanyak 2-3 porsi/hari di rumah Tidak yakin 14 (46.7) 14 (46.7) 28 (46.7)

Yakin 16 (53.3) 15 (50.0) 31 (51.7)

Sangat yakin 0 (0.0) 1 (3.3) 1 (1.7)

Ibu dapat menyediakan camilan/snack sayur setiap hari untuk rumah tangga dan balita Tidak yakin 17 (56.7) 18 (60.0) 35 (58.3)

Yakin 13 (43.3) 11 (36.7) 24 (40.0)

Sangat yakin 0 (0.0) 1 (3.3) 1 (1.7)

Ibu dapat meningkatkan konsumsi sayuran rumah tangga dan balita anda akan 3 bulan kedepan

Tidak yakin 7 (23.3) 11 (36.7) 18 (30.0)

Yakin 23 (76.7) 18 (60.0) 41 (68.3)

(40)

27 dibandingkan dengan penilaian secara obyektif berdasarkan pedoman gizi. Sebanyak 88% responden merasa sudah cukup mengonsumsi sayuran, akan tetapi jika dibandingkan dengan pedoman, maka mereka termasuk ke dalam kelompok orang yang tidak cukup mengonsumsi sayuran. intervensi (60.0%) merasa tidak yakin dapat menyediakan camilan/snack sayur setiap hari untuk rumah tangga dan balitanya. Alasan yang banyak dikemukan oleh responden tidak dapat menyediakan camilan sayuran adalah repot, tidak ada waktu membuat dan harganya mahal.

Tabel 15 Sebaran responden berdasarkan efikasi diri pemanfaatan pekarangan

Secara keseluruhan, hanya ada 1 orang ibu dari kelompok intervensi yang merasa sangat yakin dapat meningkatkan produksi sayuran dari pekarangan. Lebih dari separuhnya (58.3%) merasa tidak yakin dan sisanya (40.0%) merasa yakin. Lebih dari separuh Ibu (66.7%) di kelompok kontrol merasa tidak yakin dapat meningkatkan konsumsi sayur dari hasil produksi sayuran pekarangan dan sisanya (33.3%) merasa yakin. Kondisi sebaliknya terjadi di kelompok intervensi, lebih dari separuh ibu (66.7%) kelompok intervensi merasa yakin dapat meningkatkan konsumsi sayur dari hasil produksi sayuran pekarangan dan 30% merasa tidak yakin. Ibu di kelompok intervensi sebagian besar merasa yakin dapat melanjutkan program tanaman pekarangan tanpa pendampingan PPL/bantuan dari IPB/organisasi luar lainnya. Hal ini baik untuk keberlanjutan pemanfaatan pekarangan setelah program ini selesai. Ibu dapat meningkatkan produksi sayuran dari pekarangan

Tidak yakin 17 (56.7) 18 (60.0) 35 (58.3)

Ibu dapat melanjutkan program tanaman pekarangan tanpa pendampingan PPL/bantuan dari IPB/organisasi luar lainnya

Tidak yakin - 5 (16.7) 5 (16.7)

Yakin - 24 (80.0) 24 (80.0)

(41)

28

Konsumsi Sayur dan Asupan Zat Gizi Rumah tangga

Definisi sayur banyak dihubungkan dengan kandungan, kualitas gizi dan manfaat kesehatannya. Dari aspek gizi, sayur merupakan pangan dengan densitas energi yang rendah, kaya akan vitamin, mineral, serat dan komponen bioaktif lainnya (World Cancer Research Fund/American Institute of Cancer Research 2007).

Kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola makan, kepercayaan tentang makanan misalnya pantangan, distribusi makanan diantara anggota rumah tangga, cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan. Ada berbagai faktor yang menentukan kebiasaan makan di antaranya adalah pola pemberian makan orangtua kepada anak.

Ibu adalah orang yang paling dominan dalam menentukan menu sayur rumah tangga dan balita di kedua kelompok. Sebagian besar anggota rumah tangga (86.7%) kelompok kontrol tidak ikut menentukan menu sayur rumah tangga. Pola yang berbeda ditunjukkan oleh kelompok intervensi, Walaupun ibu merupakan orang dominan dalam menentukan menu rumah tangga, akan tetapi keinginan atau pendapat anggota rumah tangga lain juga ikut diperhitungkan dalam menentukan menu sayur rumah tangga.

Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan sayur rumah tangga Kebiasaan makan Siapa yang paling dominan dalam menentukan menu sayur rumah tangga dan balita

Ayah 2 (6.7) 1 (3.3) 3 (5.0)

Ibu 27 (90.0) 27 (90.0) 54 (90.0)

Anak 1 (3.3) 2 (6.7) 3 (5.0)

Terdapat anggota rumah tangga yang lain ikut menentukan menu

Ya 4 (13.3) 13 (43.3) 17 (28.3)

Tidak 26 (86.7) 17 (56.7) 43 (71.7)

Terdapat anggota rumah tangga yang tidak menyukai sayuran

Ya 9 (30.0) 12 (40.0) 21 (35.0)

Tidak 21 (70.0) 18 (60.0) 39 (65.0)

Ibu memperkenalkan berbagai macam sayuran kepada balita

Ya 27 (90.0) 28 (93.3) 55 (91.7)

Tidak 3 (10.0) 2 (6.7) 5 (8.3)

Rumah tangga dan balita suka mencoba berbagai macam sayur? (selain yang disukai rumah tangga dan balita)

Ya 22 (73.3) 27 (90.0) 49 (81.7)

Tidak 8 (26.7) 3 (10.0) 11 (18.3)

Ibu mendorong rumah tangga dan anak balita untuk makan sayur

Ya 27 (90.0) 25 (83.3) 52 (86.7)

Gambar

Tabel  9  Sebaran responden berdasarkan luas pekarangan (m2)
Tabel 22  Rata-rata dan standar deviasi konsumsi sayur rumah tangga
Tabel 24  Persentase responden berdasarkan sayuran yang disukai
Tabel 25  Persentase responden berdasarkan sayuran yang tidak disukai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sape Tahun Anggaran 2014 pada Satuan Kerja Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Bima, bersama ini kami mengundang Direktur/Direktris atau yang dikuasakan

Namun pertunjukan wisata di Kota Padang belum mempunyai suatu paket yang khusus sebagai sqiiar pa'iwisata- Semua paket yang dipertunjukkan kepada wisatawan sama

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penampilan sifat kuantitatif keturunan yang dihasilkan dari persilangan dua bangsa ayam kedu yang berbeda yaitu persilangan ayam

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERTIF DAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN PASSING ATAS BOLAVOLIDI SMAN 1 CINIRU

[r]

Optimalisasi Pendidikan Jasmani Dan Olahraga Berdasarkan Ilmu Faal.. Theories

[r]

[r]