• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi Dan Purifikasi Minyak Hati Cucut Pisang (Charcarinus Falciformis) Sesuai Standar Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekstraksi Dan Purifikasi Minyak Hati Cucut Pisang (Charcarinus Falciformis) Sesuai Standar Internasional"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

STANDAR INTERNASIONAL

ANHAR ROZI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul “Ekstraksi dan Purifikasi Minyak Hati Cucut Pisang (Charcarinus falciformis) Sesuai Standar internasional” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

Anhar Rozi

(4)

falciformis) Sesuai Standar Internasional. Dibimbing oleh SUGENG HERI SUSENO dan AGOES M. JACOEB.

Ikan cucut memiliki rendemen by-product berupa hati yang memiliki berat hingga mencapai 20% dari berat tubuhnya, 50% dari total minyak ikan cucut terdapat pada bagian hati. Hati ikan cucut merupakan bahan baku utama pembuatan minyak hati sering dijumpai sebagai hasil samping dari ikan cucut. Hati ikan cucut diolah menjadi minyak ikan dengan cara merebus hati ikan cucut dalam wajan atau drum logam tanpa mengendalikan suhu. Minyak yang dihasilkan umumnya memiliki penampakan yang keruh, berwarna coklat, berbau tengik, dan mengandung pengotor dari hati ikan cucut tersebut. Upaya meningkatkan kualitas minyak hati tersebut perlu perbaikan metode ekstraksi dengan memperhatikan suhu ekstraksi dan pemurnian minyak kasar sehingga minyak yang dihasilkan sesuai dengan standar IFOS (International Fish Oil Standard). Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk pemanfaatan by-product ikan cucut dijadikan sebagai minyak hati serta pemurnian demi meningkatkan kualitas dari minyak sesuai standar IFOS.

Hati cucut pisang yang digunakan sebagai bahan baku dalam penelitian diperoleh dari Muara Angke. Perlakuan yang digunakan yaitu suhu ekstraksi (40, 50, 60, 70, dan 80°C), netralisasi NaOH 18°Be pada suhu (40, 50, 60, 70, dan 80°C), dan kosentrasi magnesol XL (1, 3, dan 5%). Parameter yang dianalisis yaitu profil asam lemak, residu logam berat, dan kualitas minyak (oksidasi primer, oksidasi sekunder, viskositas, kejernihan dan total mikroba). Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL).

Hasil statistik menunjukkan bahwa suhu ekstraksi berpengaruh nyata terhadap kualitas minyak (P<0.05), netralisasi minyak hasil ekstraksi berpengaruh nyata terhadap kualitas minyak (P<0.05), sedangkan hasil statistik pemucatan minyak dengan magnesol XL tidak berbeda nyata pada analisis persentase asam lemak bebas (FFA), nilai peroksida (PV), total oksidasi (TOTOX), dan bilangan asam (AV) (P>0.05), serta berbeda nyata pada analisis nilai anisidin (p-AV) dan viskositas (P<0.05). Ekstraksi dengan metode sokhlet menghasilkan 26 asam lemak dan ekstraksi hati cucut pisang dengan metode dry rendering (50°C) dan netralisasi NaOH menghasilkan 27 asam lemak. Asam oleat merupakan asam lemak yang dominan pada kedua metode tersebut. Nilai rendemen tertinggi pada suhu ekstraksi 50°C, pemurnian menurunkan kadar kadmium (Cd) minyak hati cucut pisang dan sesuai dengan standar IFOS (≤ 0.1 ppm). Semi pemurnian dengan metode netralisasi NaOH 18°Be meningkatkan kualitas minyak. Pemucatan dengan magnesol XL 3% menghasilkan minyak yang sesuai standar IFOS (FFA: ≤ 1.13%; PV: ≤ 3.75 mEq/kg; p-AV: ≤ 15 mEq/kg; TOTOX: ≤ 20 mEq/kg; AV: ≤ 3). Minyak ikan terbaik memiliki karakteristik sesuai standar IFOS dan tidak mengandung cemaran mikroba.

(5)

(Charcarinus falciformis) Based International Standard. Supervised by SUGENG HERI SUSENO and AGOES M. JACOEB.

The shark has a yield by-product from its liver up to 20% of its body weight, 50% of the total fish oil found on the liver. Liver shark is the main raw material in producing liver oil but its often found as a by-product. Liver shark oil commonly was processed by boiling in a frying pan or metal drum without controlling the temperature. The result generally had a feculent appearance, brown color, putrid odor, and contained impurities. Efforts to Improve the quality of the liver oil extraction methods is needed by maintaining temperature extraction and refining crude oil meet to IFOS (International Fish Oil Standard). The aimed of this study was utilized by-product from shark’s liver oil and refined it to improve its quality based on IFOS.

Silky shark liver wich was used as raw material taken from Muara Angke. The treatments in this study were extraction temperature (40, 50, 60, 70, and 80°C), neutralization NaOH 18°Be temperature (40, 50, 60, 70, and 80°C), and concentration of magnesol XL (1, 3, and 5%). Analyzed parameters consist of fatty acid profile, heavy metal residue, and oil quality (primer oxidation, secondary oxidation, viscosity, clarity and total microbes). The design used was a completely randomized design (CRD).

The statistical result showed that the extraction temperature and neutralization of oil extraction affect the oil quality (P<0.05) significantly, while bleaching oil with magnesol XL had no significant affect to free fatty acid (FFA), peroxide value (PV), total oxidation (TOTOX) and acid value (AV) (P>0.05) then it had significant (P<0.05) to anisidine value (p-AV) and viscosity. Silky shark liver extraction by soxhlet contained 26 fatty acid while extraction by dry rendering (50°C) and NaOH neutralization had 27 fatty acid. Oleic acid was the dominant fatty acid in both methods. The highest yield value at a temperature of 50°C of extraction, purification lowered the level of cadmium (Cd) of silky shark liver oil and meet with IFOS (0.1 ppm). Semi refined using NaOH 18°Be neutralization improved the oil quality. Bleaching process using magnesol XL 3% produced oil that appropriate to IFOS (FFA: ≤ 1.13%; PV: ≤ 3.75 mEq/kg; p-AV:

≤ 15 mEq/kg; TOTOX: ≤ 20 mEq/kg; AV: ≤ 3). The best fish oil had characteristics meet to IFOS and it did not contain any microbes.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Teknologi Hasil Perairan

ANHAR ROZI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

(8)
(9)
(10)

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini yang berjudul “Ekstraksi dan Purifikasi Minyak Hati Cucut Pisang (Charcarinus falciformis) Sesuai Standar Internasional” dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini bersumber dari hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei - Desember 2015 di Institut Pertanian Bogor.

Kesuksesan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Dr Sugeng Heri Suseno, SPi MSisebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak mencurahkan waktu dalam membimbing penulis dan banyak memberikan nasihat untuk lebih bijak dalam kehidupan.

2. Dr Ir Agoes M. Jacoeb, Dipl-Biol sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, dan masukan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku ketua program studi S2 THP yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan tesis.

4. Prof Dr Ir Nurjanah, MS selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan kritikan serta saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan tesis ini.

5. Dr Tati Nurhayati, SPi MSi selaku wakil GKM yang telah memberikan masukan dalam penulisan untuk menyempurnakan tesis ini.

6. Kedua orangtua Herni, SP dan Deliawati serta kakak, abang, dan adik yang selama ini telah memberikan doa, perhatian, nasihat, motivasi dan kasih sayang yang tulus kepada penulis selama ini.

7. drh Titot Bagus Arifianto, MSi atas segala kebaikan serta arahan yang telah diberikan.

8. Tim Minyak Ikan (Iin, Musbah, Vani, Dian, Tata, Tina, dan kak Fitri), Forum Wacana THP-2013 (Rio, Beni, Andra, Dijah, Rivi, Ikma, Ican, Panji, Aji, Taufik, dan bang Rizky), Big Famili THP (2010, 2011, 2012, 2013, 2014, dan 2015) dan keluarga Aceh yang ada di Bogor yang telah membantu serta memberikan semangat dalam proses penelitian sampai selesainya tesis ini.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan motivasi kepada Penulis. Amin.

Bogor, November 2016

(11)

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN v

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan 3

Manfaat 3

Ruang Lingkup 3

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Bahan dan Alat 5

Prosedur Penelitian 5

Prosedur Analisis 10

Analisis Data 13

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Sifat dan Ekstraksi Minyak Hati Cucut Pisang 15 Semi Pemurnian Minyak Hati Cucut Pisang dengan Netralisasi Alkali 19 Pemucatan Minyak Hati Cucut Pisang dengan Adsorben Magnesol XL 20

Karakterisasi Minyak Murni 22

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 32

RIWAYAT HIDUP 48

DAFTAR TABEL

1 Persentase profil asam lemak 16

2 Residu logam berat pada hati dan minyak cucut pisang 17

3 Rendemen minyak hati cucut pisang 18

4 Nilai oksidasi primer, oksidasi sekunder, dan viskositas minyak kasar

hati cucut pisang 18

5 Nilai oksidasi primer, oksidasi sekunder, dan viskositas minyak hati

cucut pisang hasil netralisasi NaOH 19

6 Nilai oksidasi primer, oksidasi sekunder, dan viskositas minyak hati

cucut pisang pemucatan magnesol XL 20

(12)

2 Diagram alir penelitian penentuan sifat dan ekstraksi minyak hati cucut

pisang 6

3 Diagram alir penelitian semi pemurnian minyak hati cucut pisang

dengan netralisasi alkali 7

4 Diagram alir penelitian pemucatana minyak hati cucut pisang dengan

adsorben magnesol XL 8

5 Diagram alir penelitian penentuan sifat minyak murni 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambar ikan cucut pisang 33

2 Minyak hati cucut pisang perlakuan terbaik 33

3 Kromatogram asam lemak standar 34

4 Kromatogram minyak hati cucut pisang 35

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri perikanan adalah bidang usaha yang sangat luas dengan multi proses. Salah satunya adalah industri pengasinan ikan cucut. Industri ini layaknya industri lainnya juga memiliki permasalahan produk sampingan (by-product). By-product ini memiliki potensi untuk diolah menjadi minyak ikan. Produksi minyak ikan dari hasil samping industri ikan sudah banyak dilakukan, yakni pada ikan tuna (Suseno 2015), sardin dan sidat (Suseno et al. 2014), patin (Arifianto et al. 2013), lele (Kalalo et al. 2013), carp (Crexi et al. 2010) dengan rendemen mencapai 38%.

Ikan cucut memiliki rendemen by-product berupa hati yang memiliki berat hingga mencapai 20% dari berat tubuhnya (Navarro et al. 2000), 50% dari total minyak ikan cucut terdapat pada bagian hati (Kjerstad et al. 2003). Asam lemak minyak hati ikan cucut meliputi asam lemak jenuh dan asam emak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh meliputi asam oleat 25.20%, asam linoleat 2.30%, asam linolenat 0.40%, asam stearidonat 1.40%, asam gondorat 9.20%, asam arachidonat 3.10%, EPA 9.20%, asam erukat 6.60%, DPA 3.40% dan DHA 7.30% (Edward 1976).

Carcharinus falciformis atau Silky Shark hidup pada daerah pantai kedalaman 18 m sampai laut dalam (200 m). Spesies ini merupakan jenis tangkapan target di dalam industri perikanan hiu di daerah tropis dan sub tropis dan merupakan hasil tangkapan sampingan yang besar di kapal longline tuna dan

purseine (Bonfil et al. 2009). Jenis cucut yang dilindungi sebagai berikut,

Carcharhinus longimanus, Sphyrna lewini, Sphyrna mokarran, Sphyrna zygaena, Alopias pelagicus, Alopias superciliosus, Pristis microdon, dan Rhincodon typus

(KKP 2013).

Hati ikan cucut diketahui banyak mengandung minyak yang dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan. Minyak hati ikan cucut yang umumya dikenal adalah sebagai sumber vitamin A. Pada saat ini hanya sejumlah kecil saja dari minyak hati ikan cucut ini dipergunakan di dalam industri tekstil, industri cat, serta sebagai minyak pelumas untuk alat-alat atau mesin dengan jumlah gesekan serta panas yang terbatas. Minyak hati ikan cucut jenis tertentu dapat dipakai sebagai bahan obat, antara lain dari jenis Galeus glaucus (black shark), Isurus glaucus (pako shark), Mustelus manazo (smooth-hound shark), Sphyrnidae

(hammerhead shark) (Sudjoko 1991).

(14)

Dokosaheksaenoat Acid (DHA), yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia karena memiliki beberapa manfaat, yakni dapat mencerdaskan otak, membantu masa pertumbuhan dan menurunkan kadar trigliserida (Leblanc et al. 2008).

Hati ikan cucut merupakan bahan baku utama pembuatan minyak hati sering dijumpai sebagai hasil samping dari ikan cucut, hati ikan cucut ini biasanya dibuang oleh nelayan. Nelayan hanya mengambil sirip dan dagingnya saja untuk diolah, biasanya sirip dikeringkan dengan cara dijemur menggunakan panas matahari sedangkan dagingnya diolah menjadi ikan asin. Hati ikan cucut diolah menjadi minyak ikan oleh pengusaha minyak ikan dengan cara merebus hati ikan cucut dalam wajan atau drum logam tanpa mengendalikan suhu. Minyak yang dihasilkan umumnya memiliki penampakan yang keruh, berwarna coklat, berbau tengik, dan mengandung pengotor dari hati ikan cucut tersebut (Setiono 2002). Peningkatan kualitas minyak perlu adanya perbaikan metode ekstraksi dengan memperhatikan suhu ekstraksi (suhu rendah-suhu tinggi) dan pemurnian minyak kasar (netralisasi dan pemucatan) sehingga minyak yang dihasilkan sesuai dengan standar International Fish Oil Standard (IFOS).

Pembuatan minyak ikan meliputi proses ekstraksi dan pemurnian. Ekstraksi yang banyak digunakan adalah ekstraksi basah (wet-rendering) yang meliputi pemasakan ikan dengan uap air panas (steam) untuk merusak struktur sel dan pengepresan terhadap minyak yang telah dipanaskan (Suseno dan Saraswati 2015). Jayasinghe et al. (2000) mengekstraksi minyak dari hati ikan cucut dengan metode Bligh and Dyer dan mendapatkan rendemen sebesar 63.30%. Damongilala (2008) mengekstraksi minyak hati cucut botol menggunakan oven dan sinar matahari untuk membandingkan jumlah asam lemak tak jenuh. Kandungan asam lemak tak jenuh yang diekstraksi menggunakan oven sebesar 3.70%, sedangkan ekstraksi menggunakan sinar matahari sebesar 3.50%.

Pemurnian minyak ikan bertujuan untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dan menstabilkan karakterisitik minyak (Crexi et al. 2009). Pemurnian minyak ikan dapat dilakukan dengan metode fisika ataupun kimia. Metode pemurnian minyak ikan secara kimia dilakukan dengan netralisasi menggunakan alkali, antara lain dengan NaOH (Huang dan Sathivel 2010; Pestana-Bauer et al. 2012; Estiasih et al. 2013), dan KOH (Haas et al. 2000). Metode pemurnian secara fisika dilakukan dengan adsorben dan perlakuan sentrifugasi, di antaranya dengan zeolit (Ahmadi et al. 2007), magnesol XL (Suseno et al. 2012), arang aktif (García-Moreno et al. 2013), bagasse (Wannahari et al. 2012), dan sentrifugasi (Tambunan et al. 2014).

Penentuan sifat minyak murni dengan ekstraksi dua kali lebih banyak pada tahap awal dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan-perubahan dari skala laboratorium terhadap hasil pada skala lebih besar. Masalah utama yang dihadapi pada unit komersial adalah adanya pengotor walaupun dalam skala laboratorium sudah meminimalkan pengotor yang ada (Nauman 2002).

(15)

minyak ikan makerel menghasilkan nilai FFA sebesar 2.16%. Giiler dan Fatma (1992); Lin et al. (1998); Maes et al. (2005); Eyup dan Celik (2005); dan Bhattacharya et al. (2008) menyatakan adsorben sintetis dapat menyerap kotoran yang meliputi asam lemak bebas, komponen teroksidasi dan pigmen warna. Suseno et al. (2011; 2012; dan 2013) menyatakan pemurnian minyak ikan dengan kombinasi sentrifugasi dan adsorben sintetis dapat menurunkan nilai peroksida, anisidin, dan asam lemak bebas. Diagram alir roadmap penelitian disajikan pada Gambar 1.

Rumusan Masalah

Pengolahan ikan cucut pisang menghasilkan by-product berupa hati yang belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber minyak ikan, sehingga diperlukan penelitian mengenai metode ekstraksi yang baik, peningkatan kualitas minyak hati ikan cucut pisang sehingga memenuhi standar International Fish Oil Standard (IFOS) dengan cara semi pemurnian menggunakan alkali serta pemucatan menggunakan adsorben sintetis.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan minyak yang sesuai standar IFOS dengan perlakuan suhu ekstraksi, semi permurnian dengan NaOH, dan pemucatan dengan magnesol XL.

Manfaat

Manfaat penelitian ini untuk:

1 Menyediakan informasi mengenai profil asam lemak dan kandungan logam berat minyak hati cucut pisang.

2 Menyediakan informasi cara ekstraksi, suhu ekstraksi, lama ekstraksi, nilai oksidasi primer dan sekunder, nilai viskositas, serta kejernihan minyak hati cucut pisang.

3 Menyediakan informasi pemurnian minyak ikan untuk meningkatkan kualitas minyak ikan dengan netralisasi alkali dan adsorben sintetis.

4 Menyediakan informasi penentuan sifat minyak murni. Ruang Lingkup

1. Analisis profil asam lemak, residu logam berat, dan jumlah rendemen.

2. Penentuan kualitas minyak hati yang meliputi, nilai asam lemak bebas (FFA), nilai peroksida (PV), anisidin (p-AV), total oksidasi (TOTOX), bilangan asam (AV), nilai viskositas, dan kejernihan.

3. Pemurnian menggunakan perlakuan alkali, dan penambahan adsorben sintetis.

(16)

Gambar 1 Diagram alir roadmap penelitian. berat tubuh, 50% dari total minyak cucut berada di hati.

2. Edward (1976), hati cucut mengandung omega-3 dengan DHA 7.30% dan EPA 9.20%.

3. Damongilala (2008), ekstraksi minyak hati cucut dengan oven pada suhu 50°C selama 3 jam mendapatkan asam lemak tak jenuh sebesar 3.70%.

Penelitian terdahulu

1. Pemucatan dengan Adsorben dapat menyerap asam lemak bebas (FFA), komponen teroksidasi dan pigmen warna (Giiler dan Fatma 1992, Lin et al. 1998, Maes et al. 2005, Eyup dan Celik 2005, dan Bhattacharya et al. 2008). Semi pemurnian netralisasi dengan NaOH 18°Be pada minyak cucut dapat meningkatkan kualitas minyak (Setiono 2002). Pemurnian dengan sentrifugasi dan adsorben sintetis dapat menurunkan nilai peroksida, anisidin dan FFA minyak ikan sardin (Suseno et al. 2011, 2012 dan 2013). Feryana et al. (2014), netralisasi dengan NaOH 24°Be mendapatkan nilai FFA sebesar 2,16%.

1. Melwita et al. (2014), peningkatan ekstraksi minyak biji kapuk dengan perbandingan 1 kali; 1.5 kali; dan 2 kali, didapat rendemen yang tinggi pada peningkatan 2 kali sebesar 40,49%.

Penelitian yang dilakukan

(17)

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Desember 2015 yang bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Terpadu Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, dan Laboratorium Kimia Terpadu Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi hati cucut pisang yang didapatkan di Muara Angke, etanol 96%, indikator phenolphthalein (indikator PP), KOH (Merck) 0.1 N, kloroform (Merck), asam asetat glasial (Merck), larutan KI jenuh, akuades, pati 1%, Na2S203 (Merck) 0.01 N, isooktan (Merck), reagen anisidin (Aldrich chemistry), n-heksana (Merck), NaOH (Merck), asam lemak standar dari SupelcoTM 37 Componen FAME Mix (Bellefonte, USA), dan magnesol XL.

Alat-alat yang digunakan untuk penentuan sifat, ekstraksi dan analisis kualitas minyak adalah alumunium foil, stop watch, timbangan digital (Veritas dengan berat maksimal 250 g), buret (Iwaki pyrex), alat-alat gelas (Iwaki pyrex), kompor listrik 600W (Maspion), perangkat kromatogafi gas (SHIMADZU GC 2010 plus AFA PC dengan jenis kolom berupa cyanopropyl methyl sil/capillary column), sentrifugasi (PLC series), heating drying oven (model DHG-9053A),

stirrer (CORNING PC-4200), waterbath (Julabo U3), spektrofotometer UV-Vis 2500 (LaboMed), dan pipet mikro (Gilson).

Prosedur Penelitian

Penelitian ini terbagi ke dalam 4 tahap, meliputi (1) penentuan sifat dan ekstraksi minyak hati cucut pisang, (2) semi pemurnian minyak hati cucut pisang dengan netralisasi alkali, (3) pemucatan minyak hati cucut pisang dengan adsorben magnesol XL, dan (4) penentuan sifat minyak murni.

Penentuan sifat dan ekstraksi minyak hati cucut pisang

(18)

Gambar 2 Diagram alir penelitian penentuan sifat dan ekstraksi minyak hati cucut pisang.

Semi pemurnian minyak hati cucut pisang dengan netralisasi alkali

Semi pemurnian minyak menggunakan NaOH mengacu pada metode Feryana et al. (2014). Minyak hati ikan cucut hasil ekstraksi pada tahap pertama yang berupa minyak kasar dinetralkan dengan menambahkan NaOH 18°Be, pencampuran dilakukan menggunakan stirrer selama 10 menit, dan pemisahan cairan dengan pengotor dilakukan dengan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 2 000 rpm. Minyak yang sudah dinetralisasi ditampung ke dalam wadah dan diuji lebih lanjut. Diagram alir penelitian tahap 2 disajikan pada Gambar 3.

Hati

Homogenasi

Residu logam berat

Ekstraksi oven/dry rendering

(suhu 40, 50, 60, 70, dan 80°C selama 8 jam)

Minyak

1. Menentukan nilai PV 2. Menentukan nilai

p-anisidin

3. Menentukan nilai total oksidasi (TOTOX) 4. Menentukan nilai FFA 5. Menentukan nilai AV 6. Menentukan nilai

viskositas

Ekstraksi sokhlet

Minyak

1. Perhitungan rendemen

2. Profil asam lemak Perhitungan rendeman

(19)

Gambar 3 Diagram alir penelitian semi pemurnian minyak hati cucut pisang dengan netralisasi alkali.

Pemucatan minyak hati cucut pisang dengan adsorben magnesol XL

Pemucatan minyak menggunakan magnesol XL mengacu kepada metode Suseno et al. (2012), yakni minyak hasil terbaik pada perlakuan tahap ke-2 dipucatkan dengan magnesol XL (1, 3, dan 5%), distirrer selama 20 menit, cairan dan pengotor dipisah dengan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 2 000 rpm. Minyak hasil sentrifugasi ditampung dalam wadah dan siap diuji lebih lanjut. Diagram alir penelitian tahap 3 disajikan pada Gambar 4.

Netralisasi menggunakan NaOH 18°Be

Minyak

1. Menentukan nilai PV 2. Menentukan nilai FFA 3. Menentukan nilai AV 4. Menentukan nilai

p-anisidin

5. Menentukan nilai total oksidasi (TOTOX) 6. Menentukan nilai

viskositas Minyak hasil ekstraksi oven/dry

rendering (suhu 40, 50, 60, 70, dan 80°C selama 8 jam)

(20)

1. Menentukan nilai PV 2. Menentukan nilai FFA 3. Menentukan nilai AV 4. Menentukan nilai

p-anisidin

5. Menentukan nilai total oksidasi (TOTOX) 6. Menentukan nilai

viskositas

7. Menentukan nilai parameter kejernihan

1. Analisis logam berat

2. Profil asam lemak

Gambar 4 Diagram alir penelitian pemucatan minyak hati cucut pisang dengan adsorben magnesol XL.

Penentuan sifat minyak murni

Pada tahap ini minyak hati dibuat 2 kali lebih banyak dari tahap awal dengan pertimbangan hasil uji suhu dan kosentrasi magnesol XL yang terbaik. Minyak kasar hasil ekstraksi dan minyak hasil pemurnian selanjutnya dilakukan pengujian kualitas minyak. Penentuan sifat minyak murni dapat didefinisikan sebagai prosedur operasi berdasarkan eksperimen dan demonstrasi pada skala operasi yang lebih kecil. Tujuannya adalah menjaga kualitas produk yang dapat diterima oleh pasar (Nauman 2002). Diagram alir penelitian tahap 4 disajikan pada Gambar 5.

Pemucatan menggunakan magnesol XL (1, 3, dan 5%)

Minyak Minyak terbaik

tahap ke-2

(21)

1. Menentukan nilai PV 2. Menentukan nilai FFA 3. Menentukan nilai AV 4. Menentukan nilai

p-anisidin

5. Menentukan nilai total oksidasi (TOTOX) 6. Menentukan nilai

parameter kejernihan 7. Uji TPC

Gambar 5 Diagram alir penelitian penentuan sifat minyak murni. Hati

Minyak kasar Homogenasi

Ekstraksi oven/dry rendering

(suhu 50°C selama 8 jam)

Perhitungan rendeman

Netralisasi menggunakan NaOH 18°Be

Minyak netral

Pemucatan menggunakan magnesol XL 3%

Minyak murni

(22)

Prosedur Analisis

Analisis logam berat Cd, Pb, Hg, Ni dan As (BSN 2009)

Analisis dilakukan menggunakan 1 gram contoh, kemudian dimasukkan ke dalam labu destruksi 100 mL, ditambah 15 mL HNO3 pekat dan 5 mL HClO4, kemudian didiamkan 24 jam. Sampel didestruksi hingga jernih, didinginkan, ditambah 10-20 mL air bebas ion, dipanaskan ±10 menit, diangkat, dan dinginkan. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL (labu dekstruksi dibilas dengan air bebas ion dan dimasukkan ke dalam labu takar). Larutan ditambah air sampai batas tanda tera, kemudian dikocok dan disaring dengan kertas saring Whatman no.4. Sampel dipreparasi dan dianalisis sesuai dengan pengujian logam berat (Cd, Pb, Hg, Ni, As) pada analisis air (APHA 3110 untuk logam Cd, Pb, dan Ni; metode 3114 untuk As; dan metode 3112 untuk Hg). Filtrat dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Analisis kandungan logam dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar logam (ppm) = Konsentrasi logam dari kurva rendah (µg/mL) x V pelarutan

Bobot sampel

Analisis profil asam lemak menggunakan Gas Chromatography (AOAC 2005 No. metode 969.33)

Metode analisis yang digunakan menggunakan prinsip mengubah asam lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi. Hasil analisis akan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak dan dibandingkan dengan standar. Lemak diekstraksi dari bahan terlebih dahulu sebelum melakukan injeksi metil ester lalu metilasi dilakukan sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak yang didapat.

Pembentukan metil ester

Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas. Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0.5 N, BF3 dan n-heksana. Sebanyak 0.02 g minyak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah 5 mL NaOH-metanol 0.5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80ºC kemudian didinginkan. BF3 sebanyak 5 mL ditambah ke dalam tabung lalu dipanaskan kembali menggunakan waterbath dengan suhu 80ºC selama 20 menit dan didinginkan. NaCl jenuh ditambah 2 mL dan dikocok, selanjutnya ditambah 5 mL heksana, kemudian dikocok. Larutan heksana di bagian atas dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung reaksi. 1 μL sampel lemak diinjeksikan ke dalam gas chromatography. Asam lemak akan diidentifikasi oleh

flame ionization detector (FID) atau detektor ionisasi nyala, respon yang ada akan tercatat melalui kromatogram (peak).

Idenfikasi asam lemak

(23)

adalah hidrogen dan oksigen, kolom yang digunakan adalah capilary column

merk Quadrex dengan diameter dalam 0.25 mm.

a) Kolom : Cyanopropil methyl sil (capilary column)

b) Dimensi kolom : P = 60 m, Ø dalam = 0.25 mm, 0.25 μm film Thickness

c) Laju alir N2 : 30 mL/menit d) Laju alir H2 : 40 mL/menit e) Laju alir udara : 400 mL/menit f) Suhu injektor : 220ºC

g) Suhu detektor : 240ºC h) Inject volume : 1 μL

Analisis asam lemak bebas/free fatty acid (FFA) (AOCS 1998 No. Metode Ca 5a-40)

Minyak 10 g ditambah 25 mL alkohol 95% netral (Erlenmeyer 200 mL), dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit, ditambah indikator PP sebanyak 2 mL. Campuran minyak tersebut dititrasi dengan KOH 0.1 N hingga timbul warna merah muda yang tidak hilang dalam 10 detik. Persentase FFA dihitung berdasarkan persamaan berikut:

1

Keterangan:

A : Jumlah titrasi KOH (mL) N : Normalitas KOH

G : Gram sampel

M : Bobot molekul asam lemak dominan (asam oleat : 282.5) Analisis Nilai Peroksida (PV) (AOCS 1995)

Nilai peroksida dianalisis dengan metode AOCS Cd-8b-90 yaitu menentukan bilangan peroksida menggunakan prinsip titrasi iodin yang dilepaskan dari senyawa potassium iodida oleh peroksida menggunakan standar larutan tiosulfat sebagai titran dan larutan pati sebagai indikator. Metode ini mendeteksi semua zat yang mengoksidasi potassium iodida dalam kondisi asam. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dimasukkan dalam labu erlenmeyer ukuran 250 mL, ditambah 30 mL larutan asam asetat dan kloroform dengan perbandingan 3:2, kemudian ditambah 0.5 mL larutan potassium iodide (KI), larutan kemudian dikocok dengan hati-hati agar tercampur, kemudian ditambah 30 mL akuades. Tahap selanjutnya larutan dititrasi dengan 0.01 N sodium tiosulfate (Na2S2O3) hingga larutan berubah warna menjadi kuning, setelah itu ditambah 0.5 mL larutan indikator kanji 1% yang akan mengubah warna larutan menjadi biru, titrasi dilanjutkan bersamaan dengan terus mengocok larutan hingga berubah warna menjadi biru muda yang menandakan pelepasan iodine dari lapisan kloroform, titrasi dilanjutkan dengan hati-hati hingga warna biru pada larutan hilang. Perhitungan nilai peroksida dilakukan dengan persamaan berikut:

(24)

Keterangan:

S : Jumlah sodium tiosulfate (mL) M : Konsentrasi sodium tiosulfate (0.01 N)

Analisis nilai anisidin/anisidine value (p-AV) (Watson 1994)

Larutan uji 1 dibuat dengan cara 1 gram sampel dilarutkan ke dalam 25 mL trimethylpentane. Larutan uji 2 dibuat dengan cara 1 mL larutan anisidin (2.5 g/L) ditambah ke dalam 5 mL larutan uji 1, dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Larutan referensi dibuat dengan cara 1 mL larutan anisidin (2.5 g/L) ditambah ke dalam 5 mL larutan trimethylpentane, dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Nilai absorbansi larutan uji 1 diukur pada panjang gelombang 350 nm, larutan uji 2 diukur pada panjang gelombang 350 nm tepat 10 menit setelah menyiapkan larutan dengan menggunakan larutan referensi sebagai kompensasi. Nilai anisidin dihitung dengan persamaan berikut:

Nilai anisidin =25 (1.2 2m - 1) Keterangan:

A1 : Absorbansi larutan uji 1 A2 : Absorbansi larutan uji 2

m : Gram sampel yang digunakan pada larutan uji 1 Analisis nilai total oksidasi (TOTOX) (Perrin 1996)

Nilai total oksidasi didapat dengan menjumlahkan nilai 2PV dengan p-AV.

Peroxide value (PV) adalah nilai peroksida dan anisidin value (p-AV) adalah nilai anisidin.

Total oksidasi = 2PV + p-AV

Analisis Bilangan Asam (AV) (AOCS 1998)

Nilai keasaman dianalisis berdasarkan metode AOCS Ca 5a-40. Penentuan derajat keasaman dilakukan dengan cara titrasi KOH terhadap sampel, yang menggunakan prinsip jumlah KOH yang diperlukan (mg) untuk menetralkan 1 g lemak. Persamaan untuk mendapatkan derajat kejernihan (mg KOH/mL lemak) adalah:

Derajat keasaman = 1 Keterangan:

N : Konsentrasi KOH (mg/mL) V : Volume KOH untuk titrasi (mL) K : Berat molekul KOH (56.1) G : Berat sampel (g)

Uji kejernihan (AOAC 1995 dengan modifikasi No. Metode 955.23)

(25)

minyak dan diukur kejernihan minyaknya dalam bentuk % transmisi. Pengukuran dilakukan dengan pengenceran minyak sebanyak 10 kali yaitu mencampurkan 1 bagian minyak (1 mL) dengan 9 bagian pelarut (9 mL). Sebagai pelarut digunakan n-hexan. Panjang gelombang yang digunakan dalam pengujian kejernihan minyak ikan adalah 450, 550, dan 620 nm.

Pengukuran viskositas (O'Brien2009)

Viskositas diukur menggunakan alat brookfield viscometer. Sampel sebanyak 100 mL ditempatkan ke dalam gelas piala 100 mL. Spindle 2 dan speed

30 rpm digunakan untuk melakukan pengukuran viskositas. Pengukuran dilakukan selama 2 menit hingga memperoleh pembacaan jarum pada posisi yang stabil. Rotor berputar dan jarum akan bergerak sampai memperoleh viskositas sampel. Pembacaan nilai viskositas dilakukan setelah jarum stabil. Skala yang terbaca menunjukkan kekentalan sampel yang diperiksa dengan satuan cP (centiPoise).

Brookfield viscometer merupakan salah satu viskometer yang menggunakan gasing atau kumparan yang dicelupkan ke dalam zat uji. Kumparan (spindle) tersedia untuk rentang kekentalan tertentu dan dilengkapi dengan kecepatan rotasi yang berbeda. Prinsip kerja dari viskometer ini adalah semakin kuat putaran semakin tinggi viskositasnya sehingga hambatan semakin besar. Gaya gesek antara permukaan spindle dengan cairan akan menentukan tingkat viskositas cairan.

Pengujian Total Plate Count (TPC) (SNI 2897-2008)

Total Plate Count (TPC) dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah mikroba yang terdapat dalam produk dengan menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media agar. Contoh sebanyak 25 mL diukur secara aseptik, dimasukkan dalam wadah steril. Pemindahan 1 mL suspensi pengeceran 10-1 tersebut dengan pipet steril ke dalam larutan 9 mL BPW (Buffered Peptone Water) untuk mendapatkan pengeceran 10-2, diencerkan 10-3, 10-4, 10-5 dan seterusnya dengan cara yang sama, dimasukkan sebanyak 1 mL suspensi dari setiap pengeceran ke dalam cawan petri, ditambah 15 mL sampai dengan 20 mL

Plate Count Agar (PCA) yang sudah didinginkan hingga temperatur 45°C ± 1°C pada masing-masing cawan yang sudah berisi suspensi, dilakukan pemutaran agar tercampur dan diamkan sampai menjadi padat, diinkubasikan temperatur 34°C sampai dengan 36°C selama 24 jam sampai dengan 48 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik. Hitung jumlah koloni pada setiap seri pengeceran kecuali cawan petri yang berisi koloni menyebar (spreader colonies). Pilih cawan yang mempunyai koloni 25 sampai dengan 250.

Analisis Data (Walpole dan Ronald 1995)

Analisis statistik yang digunakan yaitu RAL (Rancangan acak lengkap) pada evaluasi kualitas minyak hati cucut. Analisis data dilakukan dengan Analysis of Variant (ANOVA) pada selang kepercayaan 95 α .05). Perlakuan yang berpengaruh terhadap respon, selanjutnya diuji lanjut Duncan, dengan rumus sebagai berikut :

Y

(26)

keterangan;

μ : Rataan umum Y

ij : Respon pengaruh perlakuan pada taraf i ulangan ke-j

Σij : Galat ke-i, ulangan ke-j

(27)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Sifat dan Ekstraksi Minyak Hati Cucut Pisang

Hasil ekstraksi dengan metode sokhlet menghasilkan 26 asam lemak, yang tergolong dalam asam lemak jenuh/Saturated Fatty Acid (SFA) sebanyak 11 jenis dan memperoleh 18.46% dari total asam lemak yang terindentifikasi, asam lemak palmitat mendominasi SFA. Asam lemak tak jenuh tunggal/Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) yang teridentifikasi berjumlah 8 jenis dan asam oleat mendominasi MUFA. Total MUFA yang teridentifikasi berjumlah 24.54% dari asam lemak keseluruhan. Asam lemak tak jenuh jamak/Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) sebanyak 7 jenis dan DHA mendominasi PUFA. Total PUFA yang teridentifikasi berjumlah 19.11% dari asam lemak keseluruhan.

Hasil uji asam lemak terhadap minyak hasil ekstraksi dengan metode dry rendering (50°C) yang telah dialkali menghasilkan 27 asam lemak, yang tergolong dalam asam lemak jenuh/Saturated Fatty Acid (SFA) sebanyak 11 jenis dan memperoleh 19.58% dari total asam lemak yang terindentifikasi, asam lemak palmitat mendominasi SFA. Asam lemak tak jenuh tunggal/Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) yang teridentifikasi berjumlah 6 jenis dan asam oleat mendominasi MUFA. Total MUFA yang teridentifikasi berjumlah 19.26% dari asam lemak keseluruhan. Asam lemak tak jenuh jamak/Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) sebanyak 10 jenis dan DHA mendominasi PUFA. Total PUFA yang teridentifikasi berjumlah 41.58% dari asam lemak keseluruhan.

Persentase asam lemak yang dihasilkan berbeda karena suhu ekstraksi yang digukanan berbeda. Ekstraksi metode sokhlet menggunakan suhu tinggi sedangkan ekstraksi metode dry rendering menggunakan suhu rendah. Persentase asam lemak yang dihasilkan dari metode sokhlet sebesar 62.11%, sedangkan metode dry rendering sebesar 80.24%. Huli et al (2014) melakukan penelitian komposisi asam lemak minyak ikan swangi, metode Bligh & Dyer menghasilkan asam lemak sebesar 68.08%, metode sokhlet sebesar 61.63%, dan metode wet rendering sebesar 62.64%.

Pratama et al. (2011) menyatakan asam lemak berbeda antara spesies ikan dan makanan yang tersedia. Hasil penilitian menunjukkan persentase total asam lemak ikan layur sebesar 82.26%, ikan tenggiri sebesar 41.09%, dan ikan tongkol sebesar 38.21%. Toisuta et al. (2014) menyatakan dalam penelitiannya bahwa kandungan asam lemak pada hati ikan tuna memiliki total SFA (25.65%), MUFA (4.85%), dan PUFA (6.91%) dengan asam palmitat sebagai asam lemak dominan (16.90%). Okland et al. (2005) melakukan penelitian terhadap ikan laut dalam memperoleh PUFA yang didominasi oleh DHA dan memiliki kisaran 29.55-39.67%. Kandungan MUFA didominasi oleh asam oleat (13.56-22.53%). Kandungan SFA didominasi oleh asam palmitat (9.84-12.49%). Suseno et al.

(2010) meneliti profil asam lemak laut dalam dan memperoleh hasil berupa SFA (0.86-43.18%), MUFA (37.10-50.09%), dan PUFA (2.52-16.10%).

(28)

cucut botol, Damongilala (2008) memperoleh omega-3 sebesar 3.70% dengan perlakuan pemanasan oven sedangkan jumlah omega-3 dengan perlakuan pemanasan sinar matahari sebesar 3.50%. Persentase profil asam lemak minyak cucut pisang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Persentase profil asam lemak

Nama asam lemak Struktur Metode soxhlet Metode dry rendering

(50 °C) + alkali

Asam cis-11,14,17-eicosetrienoat C20:3n-3 - 0.54

Asam arachidonat C20:4n-6 2.02 1.05

Asam eicosapentaenoat (EPA) C20:5n-3 1.50 4.81

Asam docosahesaenoat (DHA) C22:6n-3 14.35 17.97

Total PUFA 19.11 41.58 Total asam lemak teridentifikasi 62.11 80.24 Tidak teridentifikasi 37.89 19.58

(29)

Residu logam berat yang terdapat pada hati ikan cucut pisang masih dalam ambang batas yang ditetapkan BSN (2009) kecuali kandungan Cd dengan nilai sebesar 0.89 ppm yang diduga karena perairan tersebut banyak mengandung limbah cat dan baterai. Logam berat merupakan bahan yang berbahaya yakni apabila terkonsumsi melebihi ambang batasnya karena dapat merusak atau menurunkan fungsi sistem syaraf pusat, merusak komposisi darah, paru-paru, ginjal dan organ vital lainnya (Rochyatun dan Rozak 2007).

Biota air yang hidup di perairan tercemar logam berat, dapat mengakumulasi logam berat dalam jaringan tubuhnya. Makin tinggi kandungan logam dalam perairan akan semakin tinggi pula kandungan logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan tersebut (Rai et al. 1981). Hasil analisis residu logam berat ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Residu logam berat pada hati dan minyak cucut pisang Logam berat Hati cucut

pisang (ppm)

Hasil rendemen dipengaruhi oleh suhu pada saat melakukan ekstraksi serta bahan baku yang digunakan. Rendemen tertinggi didapatkan pada suhu ekstraksi 50°C, sedangkan minyak hasil ekstraksi pada suhu 40°C selama 8 jam minyak belum keluar sepenuhnya dari sel-sel hepatosit, diduga karena vakuola minyak belum secara menyeluruh pecah. Minyak yang diekstraksi dengan metode sokhlet menghasilkan rendemen sebesar 50%.

Metode ekstraksi tanpa pelarut yang umum dilakukan di antaranya adalah metode digesti asam, metode detergen, dan metode fisik. Metode ekstraksi tanpa pelarut adalah metode fisik, baik wet rendering maupun dry rendering

(Shahidi dan Wanasundra 2008a). Lubis dan Nova (2013) menyatakan bahwa rendemen dari hasil ekstraksi sangat tergantung pada suhu dan waktu ekstraksi. Arifianto et al. (2013) memperoleh rendemen minyak ikan tertinggi sebesar 18.75% pada perlakuan suhu 75°C dan rendemen minyak ikan terendah sebesar 8.13% pada perlakuan suhu 50°C. Lubis dan Nova (2013) melakukan ekstraksi minyak dari hati ikan tuna menggunakan metil-etil keton sebagai pelarut memperoleh rendemen minyak ikan tertinggi pada suhu ekstraksi 80°C dan waktu ekstraksi selama 5 jam.

(30)

dan jenis ikan. Rendemen hasil ekstraksi hati cucut pisang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rendemen minyak hati cucut pisang Suhu ekstraksi Rendemen (%)

40°C

Pengujian kualitas minyak terbaik berdasarkan uji kualitas minyak meliputi FFA, PV, p-Anisidin, TOTOX, AV, dan viskositas didapatkan pada suhu ekstraksi 40°C, namun rendemen terbaik didapatkan pada suhu ekstraksi 50°C. Kualitas minyak sangat tergantung pada suhu ekstraksi. Aidos et al. (2002), menyatakan bahwa kualitas minyak ikan sangat tergantung pada suhu saat ekstraksi, semakin rendah suhu pada saat ekstraksi maka kualitas minyak semakin baik. Nilai kualitas minyak kasar hati cucut pisang ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai oksidasi primer, oksidasi sekunder, dan viskositas minyak kasar hati cucut pisang

Analisis Perlakuan suhu Standar*

40°C 50°C 60°C 70°C 80°C

Viskositas 34.57±0.00a 42.91±0.00b 48.19±0.45c 49.69±0.40d 53.88±0.68e

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). FFA (%), PV (mEq/kg), p-anisidin (mEq/kg), TOTOX (mEq/kg), AV (mg KOH/kg), viskositas (cP)

*IFOS (2011)

Ekstraksi minyak hati cucut dengan berbagai perlakuan suhu belum memenuhi standar IFOS. Huli et al. (2014) melakukan penelitian ekstraksi minyak terhadap kulit ikan sawangi dengan metode wet rendering pada perlakuan suhu 60, 70, 80, 90, 100°C dan mendapatkan kualitas minyak terbaik pada perlakuan suhu 60°C berdasarkan uji kualitas minyak (FFA, PV, p-anisidin, TOTOX, dan AV). Hasil penelitian menunjukkan nilai FFA (6.92%), PV (9.17 mEq/kg), anisidin (0.86 mEq/kg), AV (13.77 mg KOH/kg), dan TOTOX (19.19 mEq/kg). Estiasih et al. (2009) menyatakan bahwa suhu dan lama ekstraksi yang tidak tepat akan memicu oksidasi yang semakin besar, perlakuan suhu dan lama ekstraksi penting dilakukan untuk memperoleh minyak dengan kualitas sesuai standar.

(31)

proses oksidasi terhadap vitamin E dan disebabkan juga oleh suhu pemanasan yang terlalu tinggi sehingga minyak teroksidasi (Ketaren 2005).

Persentase asam lemak yang dihasilkan dengan metode dry rendering

sebsar 80.24%, sedangkan metode sokhlet sebesar 62.11%. Residu logam berat minyak hati cucut pisang sesuai standar IFOS (≤0.1 ppm). Ekstraksi metode dry rendering dengan suhu ekstraksi 50°C dipilih sebagai suhu ekstraksi terbaik berdasarkan dari jumlah rendemen yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan suhu ekstraksi 40°C, karena peningkatan kualitas minyak hati cucut pisang dapat dilakukan semi pemurnian menggunakan NaOH.

Semi Pemurnian Minyak Hati Cucut Pisang dengan Netralisasi Alkali

Hasil uji statistik semi pemurnian minyak menggunakan NaOH 18°Be antara suhu 40°C dan 50°C tidak berbeda nyata, kedua suhu ekstraksi menghasilkan kualitas minyak yang sudah memenuhi standar IFOS. Semi pemurnian dengan NaOH terhadap minyak hasil ekstraksi suhu 50°C menghasilkan kualitas yang sama dengan dilakukan terhadap minyak hasil ekstraksi suhu 40°C.

Konsentrasi larutan basa untuk netralisasi dinyatkan dengan derajat Baume

(°Be). Minyak dengan asam lemak bebas kecil biasanya menggunakan larutan basa yang lebih rendah (8-12°Be), sedangkan minyak dengan asam lemak bebas lebih tinggi digunakan larutan basa hingga 20°Be. Larutan basa diatas 20°Be biasanya digunakan untuk minyak dengan asam lemak bebas lebih dari 6% (Bernardini 1983). Nilai kualitas minyak hati cucut pisang hasil netralisasi menggunakan NaOH ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Nilai oksidasi primer, oksidasi sekunder, dan viskositas minyak hati cucut pisang hasil netralisasi NaOH

Analisis Perlakuan suhu Standar*

40°C 50°C 60°C 70°C 80°C

Viskositas 31.51±0.01a 33.06±0.00a 36.83±0.24b 38.34±0.30c 43.52±0.01d

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). FFA (%), PV (mEq/kg), p-anisidin (mEq/kg), TOTOX (mEq/kg), AV (mg KOH/kg), viskositas (cP)

*IFOS (2011)

Netralisasi adalah proses memisahkan asam lemak bebas dari minyak. Pemisahan tersebut dilakukan dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan basa sehingga membentuk sabun (Hernandez dan Rathbone 2002). Basa yang biasa digunakan adalah kaustik soda, karena harganya murah dan efisien. Perbedaan konsentrasi basa berpengaruh nyata terhadap kandungan asam lemak bebas. Semakin banyak jumlah basa yang ditambahkan, semakin besar jumlah asam lemak bebas yang tersabunkan (Abdillah 2008).

(32)

Setiono (2002) melakukan netralisasi menggunakan NaOH terhadap minyak cucut botol dengan kosentrasi NaOH terbaik pada 18°Be menghasilkan asam lemak bebas sebesar 0.37%. Feryana et al. (2014) melakukan netralisasi terhadap minyak ikan makerel dengan kosentrasi NaOH terbaik pada 24°Be menghasilkan nilai FFA (2.16%), PV (5.60 mEq/kg), anisidin (14.31 mEq/kg), AV (4.30 mg KOH/kg), dan TOTOX (25.53 mEq/kg). Abdillah (2008) menyatakan bahwa pemurnian minyak hasil limbah yang dinetralisasi dengan menggunakan NaOH berpengaruh terhadap komponen warna, pengotor, dan asam lemak bebas terpisah menjadi sabun. Heli (2011) melakukan netralisasi minyak ikan hasil samping pengalengan menggunakan NaOH dengan kosentrasi 16% sebanyak 18 mL dapat menurunkan kadar FFA sebesar 85.40%.

Viskositas adalah ukuran bertahannya fluida untuk mengalir. Gaya yang dibutuhkan untuk mengawali aliran fluida pada kecepatan tertentu terkait dengan viskositas fluida tersebut (Matuszek 1997). Fatimah et al. (2012) menyatakan semakin rendah nilai viskositas minyak maka semakin bagus kondisi minyak tersebut. Nilai viskositas untuk minyak ikan belum memiliki standar minimum.

Suhu ekstraksi 40°C dan 50°C yang disemi murnikan menggunakan NaOH 18°Be merupakan hasil terbaik pada tahap ini, mengingat rendemen terkait dengan faktor ekonomis produksi, maka untuk tahapan selanjutnya minyak hasil ekstraksi suhu 50°C dipilih untuk dipucatkan menggunakan magnesol XL.

Pemucatan Minyak Hati Cucut Pisang dengan Adsorben Magnesol XL

Pemurnian minyak ikan bertujuan untuk meningkatkan kualitasnya menggunakan metode fisika. Pengujian statistik tidak berbeda nyata pada nilai FFA, PV, TOTOX, dan AV serta berbeda nyata pada analisis p-AV dan viskositas. Minyak hasil dari penelitian tahap ini sesuai dengan standar IFOS. Estiasih et al. (2009) menyatakan lama ekstraksi dan suhu dapat mempengaruhi nilai sekunder oksidasi, faktor lain yang memicu oksidasi seperti kotak dengan oksigen, pemanasan berulang, cahaya, katalis logam seperti besi dan tembaga, serta derajat ketidak jenuhan asam lemak dalam minyak. Nilai kualitas minyak hati cucut pisang hasil pemucatan dengan magnesol XL ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai oksidasi primer, oksidasi sekunder, dan viskositas minyak hati cucut pisang pemucatan magnesol XL

Analisis Magnesol XL

Viskositas 36.82±0.34b 31.81±0.46a 32.17±0.07a

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). FFA (%), PV (mEq/kg), p-anisidin (mEq/kg), TOTOX (mEq/kg), AV (mg KOH/kg), viskositas (cP)

*IFOS (2011)

(33)

menstabilkan karakterisitik minyak (Crexi et al. 2009). Proses pemucatan melibatkan proses pemanasan dengan ditambahkan adsorben tertentu dan penyaringan (Ketaren 2008). Magnesium silikat hidrat sintetis (MgO:XSiO2.H2O) tersedia secara komersial dengan nama dagang florisis, magnesol, dan mizukaife F1. Adsorben ini biasa digunakan untuk meregenerasi minyak goreng dan memurnikan biodiesel (Bertram et al. 2009). Bhattacharya et al. (2008) menyatakan bahwa magnesol XL merupakan adsorben yang dapat menurunkan kadar asam lemak bebas dan produk oksidasi primer serta sekunder secara signifikan.

Suseno et al. (2013) menyatakan pemurnian menggunakan sentrifugasi dan penambahan adsorben sintetis berpotensi untuk meningkatkan kualitas minyak ikan. Bleaching (pemucatan) dilakukan untuk menghilangkan komponen pigmen (karotenoid, tokoferol) sehingga dapat memperbaiki warna minyak. Tambunan et al. (2014) melakukan pemurnian dengan perlakuan kombinasi sentrifugasi dan penambahan adsorben sintetis terbaik adalah sentrifugasi dengan kecepatan 10 500 rpm selama 30 menit dengan penambahan atapulgit 3% dan bentonit 3%. Hasil penelitian menunjukkan penurunan nilai FFA sebesar 41.84%, PV sebesar 72.58%, anisidin sebesar 43.04%, dan TOTOX sebesar 84.18%.

Nilai viskositas terendah pada penelitian ini didapatkan pada perlakuan magnesol XL dengan konsentrasi 3%. Sutiah et al. (2008) menyatakan nilai viskositas minyak yang besar disebabkan oleh kerapatannya yang besar. Kerapatan yang besar memperbesar gesekan yang terjadi antara lapisan-lapisan minyak tersebut. Marcia et al. (2002) menyatakan bahwa suhu dan shear rate

akan mempengaruhi nilai densitas dan viskositas crude palm oil (CPO).

Tingkat kejernihan minyak ditunjukkan dengan nilai persen transmisi yang terbaca pada spektrofotometer. Panjang gelombang yang digunakan 450 nm, 550 nm, dan 620 nm. Hasil uji terhadap minyak hati cucut pisang setelah pemucatan ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Persentase transmisi kejernihan minyak hati cucut pisang Konsentrasi

Keterangan : Transmisi cahaya minyak ikan (%), kontrol minyak ikan lele murni

Nilai persentase transmisi yang tinggi mengindikasikan minyak ikan memiliki tingkat kejernihan yang baik. Hasil uji kejernihan pemucatan menggunakan magnesol XL 3% dengan panjang gelombang 450 nm menghasilkan kejernihan sebesar 76.43±0.91% dan merupakan hasil terbaik. Penggunaan panjang gelombang 550 nm dan 620 nm merupakan pembanding dalam pengujian kejernihan untuk mengetahui daya serap minyak ikan.

(34)

menentukan adalah jenis minyak, intensitas warna minyak, dan warna yang diinginkan dari minyak hasil pemucatan (Suseno dan Saraswati 2015).

Spektrofotometri adalah suatu penetapan kadar atau konsentrasi suatu larutan yang berwarna, berdasarkan pengukuran penyerapan sinar dengan panjang gelombang terbatas. Jika sinar monokromatik dilewatkan melalui suatu larutan, perbandingan intensitas sinar keluar (I) terhadap sinar masuk (I0) disebut

transmittance (T). Spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya oleh suatu sistem kimia sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian pula dengan pengukuran penyerapan pada suatu panjang gelombang tertentu (Sulistiawati et al. 2012).

Suseno (2012) menyatakan pemurnian minyak ikan menggunakan magnesol XL sebagai adsorben yang disentrifugasi dengan kecepatan 10 000 rpm selama 30 menit dapat meningkatkan kejernihan. Tambunan et al. (2014) menyatakan bahwa sentrifugasi dapat meningkatkan kejernihan minyak ikan, yakni kejernihan minyak ikan meningkat pada kecepatan sentrifugasi 10 500 rpm selama 30 menit. Sulistiawati et al. (2012) menunjukan bahwa persentase kejernihan optimal diperoleh dengan perbandingan berat bentonit terhadap minyak 0.5 g/mL dan lama pengadukan 30 menit.

Produk oksidasi primer dan sekunder cenderung mempengaruhi warna dan kekeruhan minyak ikan, semakin tinggi nilainya maka penampakan dari minyak ikan yang diamati akan semakin gelap sehingga tingkat kejernihannya menurun(Suseno dan Saraswati 2015).

Minyak hasil terbaik pada tahap ke-2 dimurnikan dengan menambahkan serbuk magnesol XL serta didapatkan hasil terbaik pada penambahan serbuk magnesol XL 3% berdasarkan nilai p-AV, viskositas, dan persentase transmisi kejernihan.

Karakterisasi Minyak Murni

Pada tahapan ini dilakukan uji pembuatan minyak 2 kali lebih banyak dari tahap awal dengan suhu ekstraksi yang digunakan adalah suhu 50°C dan kosentrasi magnesol XL 3%. Rendemen minyak pada tahap ini sebesar 32.74±0.28%. Minyak hati cucut pisang hasil ekstraksi dan pemurnian dilakukan pengujian kualitas minyak, kemudian dihitung persentase peningkatan kualitas minyak tersebut. Pengujian kualitas minyak murni hasil dari ekstraksi sesuai dengan standar IFOS. Nilai kualitas penentuan sifat minyak murni ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Nilai kualitas penentuan sifat minyak murni Analisis Minyak kasar Minyak murni

Persentase

(35)

Peningkatan skala produksi dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan-perubahan dari skala laboratorium terhadap hasil pada skala lebih besar. Masalah utama yang dihadapi pada unit komersial adalah adanya pengotor walaupun dalam skala laboratorium sudah meminimalkan pengotor yang ada (Nauman 2002). Pada proses peningkatan skala memerlukan kekuatan dalam analisis untuk menentukan langkah-langkah yang akan dikerjakan, diantaranya analisis terhadap kondisi operasi, desain, dan proses optimum (Hulbert 1998).

Pilot plant adalah pabrik dengan berskala kecil dan merupakan pengembangan dari skala laboratorium sebelum diterapkan pada skala komersial besar (industri). Tahap pilot plant merupakan tahapan mengevaluasi perkembangan produk, mengurangi biaya, mengatasi permasalahan teknis, dan terhadap produk baru digunakan untuk mengevaluasi ingredien yang diusulkan, variabel proses, proses produksi, studi optimalisasi, dan profil flavor (Usman 2014).

Melwita et al. (2014) melakukan peningkatan skala ekstraksi minyak biji kapuk dengan perbandingan penggandaan skala 1 kali, 1.5 kali, dan 2 kali dan mendapatkan rendemen yang tinggi pada penggandaan skala 2 kali yakni sebesar 40.49%. Usman (2014) melakukan peningkatan skala kosentrat protein ikan gabus dari skala laboratorium (100 g) ke skala industri kecil (15 kg) layak dikembangkan ke skala komersial (industri besar). Sari et al. (2013) melakukan pembuatan gelatin pada skala laboratorium mendapatkan efesiensi rendemen sebesar 76.31%, sedangkan pada skala bench mendapatkan efesiensi rendemen sebesar 66.10%.

Penentuan sifat minyak murni juga dilakukan pengujian total mikroba untuk mengetahui total mikroba yang terdapat pada minyak hati cucut pisang, hasil pengujian laboratorium mikroba pada minyak hati cucut pisang tidak mengandung cemaran mikroba.

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Umumnya bakteri yang terkait dengan keracunan makanan diantaranya adalah Salmonella, Shigella, Campylobacter, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolityca, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, Vibrio cholerae. Vibrio parahaemolyticus, E.coli enteropatogenik dan Enterobacter sakazaki

(BPOM 2008). Pengujian mikrobiologi diantaranya meliputi uji kualitatif untuk menetukan mutu dan daya tahan suatu makanan, uji kuantitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat keamanannya, dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan tersebut (Fardiaz 1992). Mikroba mempunyai batasan tertentu dalam bahan pangan yang berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan. Kondisi lingkungan juga mempengaruhi mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat (Winarno 2003).

(36)

cemaran mikroba berkisar antar 1.6 x 103 sampai 2.9 x 104 koloni/mL sehingga tidak memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/MENKES/Per/IV/2010. Lestari (2010), melakukan analisis cemaran mikroba margarin dari minyak patin secara keseleuruhan masih memenuhi SNI, yaitu angka lempeng total (ALT) sangat kecil (<30 MPN) dan tidak ada cemaaran mikroba yang berbahaya antara lain bakteri bentuk coli, E. coli, S. aureus, Salmonella dan Enterococci.

(37)

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Minyak hasil ekstraksi dengan metode dry rendering (50°C), netralisasi (NaOH 18ºBe), dan pemucatan magnesol XL (3%) menghasilkan minyak yang sesuai standar IFOS serta minyak yang dihasilkan tidak mengandung cemaran mikroba.

Saran

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah MH. 2008. Pemurnian minyak dari limbah pengolahan ikan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ahmadi K, Mushollaeni W. 2007. Aktivasi kimiawi zeolit alam untuk pemurnian minyak ikan dari hasil samping penepungan ikan lemuru (Sardinella longiceps). Jurnal Teknologi Pertanian. 8(2): 71–79.

Aidos I, van-der-Padt A, Boom RM, Luten JB. 2002. Seasonal changes in crude and lipid composition of herring fillets, by-products and respective produced oils. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 50: 4589-4599. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of

Analysis. Marylandn (US): Association of Official Analytical Chemists, Inc. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Analytical Chemist, Inc.

[AOCS] American Oil Chemists Society. 1995. Official Methods and Recommended Practices of the American Oil Chemists’ Society. Champaign: AOCS Press.

[AOCS] American Oil Chemists Society. 1998. Official Methods and

Recommended Practices of the American Oil Chemists’ Society. Champaign: AOCS Press.

Arifianto TB, Nurjanah, Suseno SH. 2013. Karakterisasi bahan dan ekstraksi minyak ikan dari hasil samping ikan patin (Pangasius hypopthalmus).

Jurnal Teknologi Industri Pertanian. In Press.

Bambang AG, Fatimawati, Kojong NS. 2014. Analisa cemaran bakteri coliform dan identifikasi Escheria coli pada air isi ulang dari depot di kota Manado.

Jurnal Ilmiah Farmasi. 3(3): 325-334.

Bernardini E. 1983. Vegetable Oils an Fats Processing. Italy (IT): Intertamps House.

Bertram B, Abrams C, Cooke BS. 2009. Purification of Biodiesel With Adsorbent Materials. United States Patent 7635398.

Bhattacharya AB, Sajilata MG, Tiwari SR and Singhal RS. 2008. Regeneration of thermally polymerized frying oils with adsorbens. Journal of Food Chemistry. 110: 562–570.

Bonfil R, Amorim A, Anderson C, Arauz R, Baum J, Clarke SC, Graham RT, Gonzalez M, Jolón M, Kyne PM, Mancini P, Márquez F, Ruíz C, Smith W. 2009. Carcharhinus falciformis. The IUCN Red List of Threatened Species. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. 9(2): 1-11. ISSN 1829-9334. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.

Brody J. 1965. Fishery By-Products Technology. AVI, Westport.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. SNI 7387:2009. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

(39)

Crexi VT, Grunennvaldt FL, Leonor AdZS, Pinto LAA. 2009. Deodorisation

Damongilala LJ. 2008. Kandungan asam lemak tak jenuh minyak hati ikan cucut botol (Centrophorus sp.) yang diekstraksi dengan cara pemanasan. Jurnal Ilmiah Sains. 2(8): 249-253.

[EC] European Commission. 2006. Commission regulation (EC) No 1199/2006 amending regulation (EC) No 466/2001 setting maximum levels for certain contaminants in food stuffs as regards dioxins and dioxin-like PCBs. Off. J. EU, L32/34.

Edward HG Jr. 1976. Fatty Acid Composition. Di dalam Stansby ME. Fish Oils, Their Chemistry, Technology, Stability, Nutritional, Properties, and Uses. Westport Connecticut (US): The AVI Publishing Company, Inc.

[EFSA] European Food Safety Authority. 2008. Opinion on food safety considerations of animal welfare aspects of husbandry systems for farmed fish. Journal European Food Safety Authority. 867:1-24.

Estiasih T, Ahmadi KGS, Nisa CF, Kusumastuti F. 2009. Optimasi kondisi pemurnian asam lemak omega-3 dari minyak hasil samping penepungan tuna (Thunnus sp.) dengan kristalisasi urea. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 20(2): 135-142.

Estiasih T, Ahmadi K, Nisa FC. 2013. Optimizing conditions for the purification of omega-3 fatty acids from the by-product of tuna canning processing.

Journal of Food Science and Technology. 5(5): 522–529.

Eyup S, Celik MS. 2005. Sepiolite: An effective bleaching adsorben for the physical refining of degummed rapeseed oil. Journal of the American Oil

Chemists’ Society. 82 (12): 911-916.

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Feryana IWK, Suseno SH, Nurjanah, 2014. Pemurnian minyak ikan makerel hasil

samping penepungan dengan netralisasi alkali. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 17: 207-214.

García-Moreno PJ, Guadix A, Gómez- Robledo L, Melgosa M, Guadix EM. 2013. Optimization of bleaching conditions for sardine oil. Journal of Food Engineering 116: 606–612.

Giiler E, Fatma T. 1992. Chlorophyll adsorption on acid-activated clay. Journal of the American Oil Chemists’ Society. 69 (9): 948-950.

Haas W, Mittelbach M. 2000. Detoxification experiments with the seed oil from

Jatropha curcas L. Journal of Industrial Crops and Products. 12: 111–118. Heli R. 2011. Pengolahan minyak ikan hasil samping industri pengalengan ikan

menggunakan karbon aktif biji kelor (Moringa oliefera Lamk) dan serbuk gergaji kayu jati (Tectona grandis LF). [skripsi]. Malang (ID): UIN Maliki Malang.

(40)

Huang J, Sathivel S. 2010. Purifying salmon oil using adsorption, neutralization and combined neutralization and adsorption process. Journal of Food Engineering.96: 51-58.

Hulbert G. 1998. Design and Construction of Food Processing Operations. http://cpa.utk.edu/pdffiles/adc18.pdf [2 April 2016].

Huli LO, Suseno SH, Santoso J. 2014. Kualitas minyak ikan dari kulit ikan swangi. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 17 (3): 233-242. [IFOS] International Fish Oils Standard. 2011. Fish Oil Purity Standards.

http://www.omegavia.com/best-fish-oil-supplement-3/ [18 Maret 2016]. Imre S, Saghk S. 1997. Fatty acid composition and cholesterol content of mussel

and shrimp consumed in Turkey. Journal of Marine science. 3(3): 179-189. Jayasinghe CVL, Perera WMK, Bamunuarachchi A. 2000. Influence of extraction

methods on quality of shark liver oils. Journal National Aquatic Resources Research. 182-188.

Kalalo PL, Nurjanah, Suseno SH. 2013. Karakterisasi bahan dan ekstraksi minyak ikan dari hasil samping ikan lele (Clarias sp.). Jurnal Teknologi Industri Pertanian. In Press.

Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Ketaren S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI Press.

Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Kjerstad M, Fosse I, Willemsem H. 2003. Utilization of deep–sea sharks at Hatton Bank in the North Atlantic. Journal of Northwest Atlantic Fisheries Science. (31): 333–338.

[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2013. Biota Perairan Terancam Punah di Indonesia (Prioritas Perlindungan). KKP ISBN: 978-602-7913-08-0. Jakarta: Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Leblanc JC, Volatier JL, Aouachria NB, Oseredczuk M, Sirot V. 2008. Lipid and fatty acid composition of fish and seafood consumed in France. Journal of Food Composition and Analysis. 21: 8-16.

Lestari . 2 1 . ormulasi dan kondisi optimum proses pengolahan “high nutritive value” margarin dari minyak ikan patin Pangasius sp.). Jurnal Riset Industri. 4(1): 35-42.

Lin S, Akoh CC, Reynolds AE.1998. The recovery of used frying oils with various adsorbens. Journal of Food Lipids. 5: 1-16.

Lubis MR, Nova M. 2013. Leaching of oil from tuna fish liver by using solvent of methyl-ethyl ketone. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. 9(4): 188-196.

Maes J, Meulenaer BD, Heerswynghels PV, Greyt WD, Eppe G, Pauw ED, Huyghebaert A. 2005. Removal of dioxins and pcb from fish oil by activated carbon and its influence on the nutritional quality of the oil. Journal of the American Oil Chemists’ Society. 82(8): 593-597.

Marcia B, Gnter S, Milan JS, Elseoul OA. 2002. Vegetabl oils-based micro emulsions: formation, properties, and application for soil decontamination.

Journal Coloidl Polymer Science. 280: 973-983.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir roadmap penelitian.
Gambar 2 Diagram alir penelitian penentuan sifat dan ekstraksi minyak hati cucut
Gambar 3 Diagram alir penelitian semi pemurnian minyak hati cucut pisang
Gambar 4 Diagram alir penelitian pemucatan minyak hati cucut pisang dengan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara sederhana menurut Robert Duron, berpikir kritis dapat didefinisikan sebagai “the ability to analyze and evaluate information” yaitu kemampuan untuk membuat analisis dan

Semua informasi yang diperoleh memberikan pemahaman bahwa jumlah pemanenan jantan harus lebih besar daripada pemanenan betina karena populasi jantan lebih besar

I forbindelse med besvarelsen av studieoppgaven i første semester ble studenter uten praksiserfaring med premature barn, tilbudt én dags punktpraksis på nyfødtavdeling.. De skulle

Berkat kekuasaan-Nya skripsi yang berjudul Mobilisasi Komunitas Milenial Dalam Pemilihan Umum Studi Terhadap Tim Sukses Calon Presiden Dan Wakil Presiden Di Kota Pangkalpinang

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui Penerapan Kolaborasi Metode Pembelajaran Talking Stick dan Student Facilitator and Explaining dalam Meningkatkan

Terdapat cara pandang yang berbeda tentang menjadi guru yang baik, diantaranya adalah: (1) menjadi seorang guru merupakan panggilan hati (2) gagasan dan idenya dilahirkan

- Sebaiknya wewenang pemberian kredit pada sa­ lesman harus ada kontrol dari bagian lain­ nya, artinya agar ada persetujuan pemberian kredit pada langganan oleh bagian

2376/LS-BJ/2017 Pembayaran Honor Pengelola Administrasi Keuangan dan Perjalanan Dinas Dalam Daerah Bln April dan Mei 2017 Pada Puskesmas Sukosewu, Sumber Dana DAK Non