• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Hasil Persilangan Ayam Kampung Ras Pedaging Dengan Pelung Sentul Pada Umur 0-11 Minggu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Hasil Persilangan Ayam Kampung Ras Pedaging Dengan Pelung Sentul Pada Umur 0-11 Minggu"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA HASIL PERSILANGAN AYAM KAMPUNG RAS

PEDAGING DENGAN PELUNG SENTUL PADA

UMUR 0-11 MINGGU

AULIA RAHMAD HASYIM

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Hasil Persilangan Ayam Kampung Ras Pedaging dengan Pelung Sentul pada Umur 0-11 Minggu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diaju-kan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

AULIA RAHMAD HASYIM. Performa Hasil Persilangan Ayam Kampung Ras Pedaging dengan Pelung Sentul pada Umur 0-11 Minggu. Dibimbing oleh SRI DARWATI dan RUKMIASIH.

Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Namun pertumbuhan ayam kampung rendah sehingga kurang diminati untuk diindustrikan. Oleh karena itu performa ayam kampung perlu ditingkatkan dengan cara disilangkan dengan ayam yang memiliki pertumbuhan cepat, diantaranya ayam ras pedaging, ayam sentul, dan ayam pelung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji performa hasil persilangan ayam kampung ras pedaging (KB) X ayam pelung sentul (PS) dan ras pedaging kampung (BK) X pelung sentul (PS), umur 0-11 minggu. Jumlah ayam yang digunakan yaitu ayam PSKB 16 ekor jantan dan 26 ekor betina, PSBK 11 ekor jantan dan 11 ekor betina, dan BKPS 3 ekor jantan dan 4 ekor betina. T test digunakan untuk mengetahui perbedaan rataan bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, dan konversi pakan. Berdasarkan hasil penelitian, performa ayam PSKB lebih baik jika dibandingkan dengan ayam PSBK dan BKPS pada umur 11 minggu. Ayam persilangan memiliki pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan ayam kampung. Konsumsi pakan antara ayam PSKB, PSBK dan BKPS relatif sama. Konversi pakan menunjukkan ayam PSKB, PSBK dan BKPS tidak berbeda nyata pada umur 11 minggu. Persentase mortalitas paling tinggi ditunjukkan oleh ayam BKPS. Ayam persilangan PSKB, PSBK, dan BKPS mampu meningkatkan kualitas genetik ayam kampung.

Kata kunci : ayam BKPS, ayam PSBK, ayam PSKB, performa pertumbuhan.

ABSTRACT

AULIA RAHMAD HASYIM. Performance Result Between Kampung Hen Commercial Meat Type with Pelung Sentul at 0-11 Weeks. Supervised by SRI DARWATI dan RUKMIASIH.

Kampung Chicken is Indonesian native chicken that potential to be

developed as commercial chicken. However Kampung Chicken’s slow growth so

(6)

at 11 weeks. The higher mortality percentage is BKPS. Cross chicken PSKB, PSBK and BKPS had been increased genetic quality of kampung chicken.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

AULIA RAHMAD HASYIM

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

PERFORMA HASIL PERSILANGAN AYAM KAMPUNG RAS

PEDAGING DENGAN PELUNG SENTUL PADA

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Performa Persilangan Ayam Kampung Ras Pedaging dengan Pelung Sentul pada Umur 0-11 Minggu. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya dan umatnya yang beriman hingga akhir zaman.

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk menganalisis Performa Hasil Persilangan Ayam Kampung Ras Pedaging X Pelung Sentul. Penelitian ini merupakan salah satu usaha untuk melengkapi informasi performa tentang keturunan persilangan dari ayam kampung ras pedaging dan ayam pelung sentul atau ayam kampung yang memiliki komposisi darah ¼ ras pedaging dan ¾ lokal. Keturunan dari persilangan ayam kampung ras pedaging dan ayam pelung sentul diharapkan memiliki kombinasi genetik yang mampu menutupi kelemahan atau kekurangan dari setiap induk ayam kampung ras pedaging dan ayam pelung sentul.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Sri Darwati, MSi selaku dosen pembimbing utama, Ibu Dr Ir Rukmiasih, MS selaku dosen pembimbing anggota dan Bapak Dr Ir Afton Atabany, MSi selaku dosen penguji sidang akhir serta Bapak Dadang. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Edy Zakwan Hasyim), ibu (Yahni Sinaga) dan seluruh keluarga serta keluarga besar Ibrahim Hasyim dan Djaidim Sinaga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu, kepada teman kelompok penelitian (Fandes, Chandra, Asep, Indah, Fandi, Wavi, Salva, dan Ariesta), khususnya Alwiyah, Hartanto, Uswatun, Maulita, Zuhriansyah, Riskia, Feronika, Wildan, Yaher, Fitri, Ikhsan, Dwiki, Rankgy, serta IPTP 48 atas bantuan maupun dukungannya penulis mengucapkan terima kasih. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Juni 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 2

Pemeliharaan 2

Pemberian Pakan 3

Analisis Data 3

Peubah 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Keadaan Umum 4

Konsumsi Pakan 5

Bobot Badan 7

Pertambahan Bobot Badan 10

Konversi Pakan 12

Mortalitas 14

SIMPULAN DAN SARAN 15

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan pakan yang digunakan 3

2 Rataan suhu dan kelembaban di dalam kandang ayam persilangan 4 3 Rataan dan simpangan baku konsumsi pakan PSKB, PSBK, dan

BKPS umur 1-4 minggu 5

4 Rataan dan simpangan baku konsumsi pakan PSKB, PSBK, dan

BKPS jantan betina umur 5-11 minggu 6

5 Rataan dan simpangan baku bobot badan PSKB, PSBK, dan BKPS

umur 0-4 minggu 7

6 Rataan dan simpangan baku bobot badan PSKB, PSBK, dan BKPS

jantan betina umur 5-11 minggu 8

7 Rataan dan simpangan baku pertambahan bobot badan PSKB, PSBK,

dan BKPS umur 1-4 minggu 10

8 Rataan dan simpangan baku pertambahan bobot badan PSKB, PSBK, dan BKPS jantan betina umur 5- 11 minggu 11 9 Rataan dan simpangan baku konversi pakan PSKB, PSBK, dan BKPS

umur 1-4 minggu 12

10 Rataan dan simpangan baku konversi pakan PSKB, PSBK, dan BKPS

jantan betina umur 5-11 minggu 13

11 Persentase mortalitas PSKB, PSBK, dan BKPS pada umur 0-11

minggu 14

DAFTAR GAMBAR

1 Grafik bobot badan ayam PSKB, PSBK, dan BKPS pada umur 0-4

minggu 8

2 Grafik bobot badan ayam PSKB, PSBK, dan BKPS ♂ pada umur 5-11 minggu 10 3 Grafik bobot badan ayam PSKB, PSBK, dan BKPS ♀ pada umur 5-11

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Salah satu sumber protein hewani adalah ayam kampung. Keunggulan ayam kampung adalah memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan (Sulandari et al. 2007), namun ayam kampung mempunyai kelemahan yaitu produktivitasnya rendah. Upaya peningkatan produktivitas selain melalui perbaikan pakan dan manajemen dapat dilakukan melalui perbaikan mutu genetik. Peningkatan mutu genetik ayam kampung dapat dilakukan salah satunya dengan cara menyilangkan dengan ayam yang memiliki produktivitas yang lebih baik diantaranya ayam ras pedaging, ayam pelung, dan ayam sentul.

Ayam ras pedaging merupakan ayam komersial yang biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan daging ayam dalam negeri karena ayam ras pedaging memiliki daging yang empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan cukup tinggi, sebagian besar dari pakan diubah menjadi daging dan pertambahan bobot badan sangat cepat (Murtidjo 1987). Menurut Sulandari et al. (2007) ayam pelung merupakan ayam lokal khas Cianjur, Jawa Barat yang memiliki potensi sebagai ayam penyanyi dan pedaging. Ayam pelung memiliki bobot badan 1 340 g pada umur 12 minggu (Nataamijaya 1985). Ayam sentul merupakan salah satu dari 32 rumpun ayam lokal yang sudah teridentifikasi di Indonesia (Nataamijaya 2000). Dalam satu periode peneluran (20-35 hari) ayam sentul mampu menghasilkan 12 - 30 butir. Dengan kemampuan daya tetas telur juga cukup baik, yakni mencapai 90% (Sulandari et al. 2007).

Persilangan antara ayam kampung dan ayam ras pedaging mampu menghasilkan produktivitas yang baik. Hal ini telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya Pratiwanggana (2014) bahwa ayam hasil silangan jantan kampung dengan betina ras pedaging (KB) yaitu ayam KB jantan mempunyai bobot badan 2 335 g, KB betina 1 833 g pada umur 12 minggu. Adapun ayam hasil silangan jantan ras pedaging dengan betina kampung (BK) yaitu ayam BK jantan 2 290 g dan BK betina 1 753 g, pada umur 12 minggu. Peneliti lain Sopian (2014) melaporkan bahwa persilangan antara ayam pelung dan ayam sentul pada umur 12 minggu menghasilkan anak silangan (PS) yang memiliki bobot badan (PS) jantan mencapai 1 237.2 g dan (PS) betina 1 036 g.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian persilangan ayam kampung X ras pedaging yang disilangkan dengan pelung X sentul bertujuan untuk memperoleh ayam persilangan yang memiliki komposisi darah ¼ kampung, ¼ ras pedaging, ¼ pelung, dan ¼ sentul perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

(14)

2

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji performa keturunan persilangan ayam kampung ras pedaging (KB) X ayam pelung sentul (PS) dan ras pedaging kampung (BK) X pelung sentul (PS) yaitu bobot badan, pertambahan bobot badan, konversi pakan, konsumsi pakan, dan mortalitas pada umur 0-11 minggu. Penelitian ini merupakan salah satu usaha untuk melengkapi informasi performa tentang keturunan persilangan dari ayam kampung ras pedaging dan ayam pelung sentul atau ayam kampung yang memiliki komposisi genetik ¼ ras pedaging dan ¾ lokal. Keturunan dari persilangan ayam kampung ras pedaging dan ayam pelung sentul diharapkan mempunyai kombinasi genetik yang mampu menutupi kelemahan atau kekurangan dari setiap tetua ayam kampung ras pedaging dan ayam pelung sentul.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Pemuliaan dan Genetika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian bulan September 2014 sampai dengan Maret 2015.

Bahan

Ayam yang digunakan adalah anak ayam umur sehari (DOC) dari hasil persilangan 1 ekor jantan BK x 2 ekor betina PS, 5 ekor jantan PS x 13 ekor betina KB, dan 5 ekor jantan PS x 12 ekor betina BK. Bahan lain yang digunakan adalah sekam, pakan komersial seperti crumble, dedak padi, dan vitachick .

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah 4 unit kandang dengan ukuran 3 x 4 m, 12 unit kandang kecil dengan ukuran 0.5 x 1 m. Sekat bambu kandang kecil sebanyak 24 unit. Tempat minum galon kapasitas 1 L sebanyak 52 buah. Tempat pakan sebanyak 52 buah. Timbangan digital Osuka dengan ketelitian 0.5. Alat penunjang yang digunakan yaitu lampu, wadah, gayung, kabel, tali rafia, dan drum penampung air.

Prosedur

Pemeliharaan

Persiapan kandang dilakukan terlebih dahulu dengan menggunakan sapu lidi dan sapu ijuk. Lantai dan kandang juga dilakukan pembersihan basah menggunakan air dan kapur.

(15)

3 kandang kecil juga berperan sebagai pembeda dari setiap periode penetasan. Ayam silangan yang berumur > 4 minggu (anak ayam PSKB dan BKPS ; PSBK) dipisah berdasarkan jenis silangan dan juga dipisah berdasarkan jenis kelamin (jantan dan betina) dari setiap jenis ayam silangan. Anak ayam PSKB ; BKPS ; PSBK ditimbang setiap 1 minggu sekali.

Vitachick dicampur ke dalam air minum diberikan kepada ayam silangan dari DOC sampai berumur 1 minggu dengan dosis 1.5 g L-1. Pemberian selanjutnya setelah penimbangan setiap minggunya.

Selama pemeliharaan ayam persilangan dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban di kandang dengan menggunakan termometer bola basah dan kering yang ditempatkan di tengah ruang kandang ayam. Pengukuran suhu dan kelembaban di kandang ayam dilakukan pada pukul 07.00, 12.00, 16.00,dan 21.00 WIB.

Pemberian Pakan

Pakan diberikan ad libitum selama pemeliharaan. Pakan komersial (BR-21E) diberikan pada anak ayam umur sehari (DOC) sampai umur 4 minggu. Untuk ayam persilangan umur 5-11 minggu diberi campuran dedak dengan Kandungan nutrisi pakan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Pakan 1 dan 2 menurut hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknolgi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2015).

Analisis Data

(16)

4 2. Bobot badan (BB) dalam satuan gram per minggu per ekor;

3. Pertambahan bobot badan (PBB) dalam satuan gram per minggu per Pengukuran suhu dan kelembaban kandang ayam dilakukan pada pukul 07.00, 12.00, 16.00,dan 21.00 WIB.

Tabel 2 Rataan suhu dan kelembaban di dalam kandang ayam persilangan

Data suhu dan kelembaban pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kisaran suhu dan kelembaban di dalam kandang yaitu berkisar 25.38 – 29.08 ºC dan 86.25% – 88.17%. Hal ini sesuai dengan Yani dan Purwanto (2006) yang menyatakan bahwa negara beriklim tropis memiliki rataan suhu dan kelembaban harian relatif tinggi, yaitu berkisar antara 24-34 ºC dengan persentase kelembaban sebesar 60%-90%. Menurut Gunawan dan Sihombing (2004) suhu yang nyaman bagi ayam 19-27 ºC. Pada saat pemeliharaan suhu kandang yang tidak nyaman bagi ayam yaitu pada saat pukul 12.00 WIB. Menurut Donald (2009) ayam broiler berumur di atas 14 hari suhu kandang yang nyaman berkisar antara 24-25 ºC dengan kelembaban 60%-70%.

(17)

5 Upaya mengurangi kelembaban dilakukan dengan cara mengganti litter di kandang secara teratur dan mengatur keluar masuknya udara.

Konsumsi Pakan

Ayam persilangan 1-11 minggu mengonsumsi pakan untuk tumbuh dan memenuhi hidup pokok. Simpangan baku dan koefisien keragaman konsumsi pakanumur 1-4 minggu disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rataan dan simpangan baku konsumsi pakan PSKB, PSBK, dan BKPS umur 1-4 minggu

Keterangan : Angka yang disertai huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05); � = rataan; sb= simpangan baku; kk= koefisien keragaman

Hasil penelitian didapatkan bahwa setiap minggu ayam PSKB, PSBK dan BKPS mengalami peningkatan jumlah konsumsi seiring dengan bertambahnya umur ayam. Ayam PSKB mampu mengonsumsi pakan sebanyak 518 g, PSBK 502 g dan BKPS 411 g pada umur 0-4 minggu. Konsumsi pakan dari ayam persilangan yang diteliti berada diantara ayam kampung milik Darwati (2001) yang memiliki nilai konsumsi 440.61 g, ayam pelung 460.43 g dan ayam broiler milik Fajri (2012) yaitu 687.03 g. Perbedaan konsumsi disebabkan karena ayam persilangan tersebut memiliki kombinasi dari strain yang berbeda yaitu ¼ kampung, ¼ ras pedaging, ¼ pelung, dan ¼ sentul. Hal ini sesuai dengan pendapat Ensminger (1992) bahwa perbedaan konsumsi pakan dipengaruhi oleh strain dan pakan ayam.

(18)

6

Tabel 4 Rataan dan simpangan baku konsumsi pakan PSKB, PSBK, dan BKPS jantan betina umur 5-11 minggu

Keterangan : � = rataan; sb= simpangan baku; kk= koefisien keragaman

Ayam PSKB jantan mengonsumsi pakan lebih banyak dari PSKB betina yaitu dengan total konsumsi sebanyak 4 042 g, dan 3 900 g pada umur 5-11 minggu, 4 565 g dan 4 414 g pada umur 0-11 minggu. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasnelly dan Kuntoro (2006) bahwa ayam jantan mengonsumsi pakan lebih banyak dibandingkan ayam betina. Ayam PSBK jantan mengonsumsi pakan lebih sedikit dibandingkan PSBK betina yaitu dengan total konsumsi sebanyak 3 542 g dan 4 282 g pada umur 5-11 minggu, 4 060 g dan 4 759 pada umur 0-11 minggu. Kondisi yang sama terjadi pada ayam BKPS jantan yaitu konsumsi pakan sebanyak 3 251 g lebih rendah dibandingkan betina 4 178 g pada umur 5-11 minggu, 4 001 g dan 4 600 g pada umur 0-11 minggu. Selama pemeliharaan pakan ayam PSBK jantan dan BKPS jantan banyak yang terbuang. Hal ini karena tingkah laku ayam yang suka mengais pakan shake feeding masih sering dilakukan (Curtis 1983). Ensminger (1992) menyatakan strain ayam dan pakan yang digunakan juga berpengaruh terhadap konsumsi pakan.

Hasil uji T menunjukkan bahwa konsumsi pakan ayam persilangan pada umur 5-11 minggu tidak berbeda nyata. Ayam PSKB jantan mampu mengonsumsi pakan sebanyak (423-671 g), PSKB betina (397-658 g), PSBK jantan (398-633.6 g), PSBK betina (369-776 g), BKPS jantan (295.8-737 g),dan BKPS betina (294.6-723 g). Menurut Rivai (2001) ayam kampung pada masa grower pada umur 5-12 minggu mampu mengonsumsi ransum sebanyak 246.63-414.16 g. Artinya konsumsi ayam persilangan lebih banyak jika dibandingkan dengan ayam kampung pada umur 5-11 minggu.

Minggu

Ke-Jantan (KK%) Betina (KK%) Jantan (KK%) Betina (KK%) Jantan (KK%) Betina (KK%)

423 ± 164 397.0 ±153.0 398.0±192.0 369 ± 124 295.8 ± 55.5 294.6 ± 55

4 042±618 3 900±526 3 542±1489 4 282±630 3 521±491 4 178±977

(15.28) (13.49) (42.04) (14.71) (13.94) (23.38)

4 565±664 4 414±548 4 060±1507 4 749±645 4 001±571 4 600±956

(19)

7 Bobot Badan

Rataan bobot badan dari ayam PSKB, PSBK, dan BKPS mengalami peningkatan setiap minggunya. Rataan dan simpangan baku bobot badan dari ayam PSKB, PSBK, dan BKPS pada umur 0-4 minggu ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 Rataan dan simpangan baku bobot badan PSKB, PSBK, dan BKPS umur

0-4 minggu

Keterangan : Angka yang disertai huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda

nyata (P<0.05); � = rataan; sb = simpangan baku; kk= koefisien keragaman; n= jumlah sampel

Bobot badan ayam PSKB, PSBK, dan BKPS pada umur 0-4 minggu umumnya tidak berbeda nyata, kecuali antara ayam PSKB dengan BKPS pada umur 0 minggu berbeda nyata. Hasil analisis statistik yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot badan antara ketiga ayam silangan tersebut sama pada umur 1-4 minggu.

Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai koefisien keragaman bobot badan ayam persilangan sangat tinggi, dengan nilai paling tinggi yaitu ayam BKPS umur 1 minggu sebesar 48.38% dan nilai terendah ayam BKPS umur 0 minggu sebesar 19.28%. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayam persilangan PSKB, PSBK, dan BKPS masih perlu dilakukan seleksi agar seragam. Hal ini sesuai dengan Kurnia (2011) yang menyatakan bahwa jika koefisien keragaman masih tinggi maka perlu dilakukan seleksi.

(20)

8

Penelitian ayam pada umur 5-11 minggu ini dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin pada masa pertumbuhan akan menyebabkan performa produksi yang berbeda (Muir dan Aggrey 2003). Bobot badan ayam jantan umumnya lebih baik jika dibandingkan dengan ayam betina. Rataan dan simpangan baku bobot badan ayam umur 5-11 minggu ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Rataan dan simpangan baku bobot badan PSKB, PSBK, dan BKPS jantan betina umur 5-11 minggu

Keterangan : Angka yang disertai huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda

nyata (P<0.05); � = rataan; sb = simpangan baku; kk= koefisien keragaman; n= jumlah sampel

Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa umur 5-11 minggu ayam PSKB, PSBK, dan BKPS mengalami peningkatan bobot badan. Ayam jantan hasil persilangan yang memiliki rataan bobot badan tertinggi yaitu ayam PSKB (1 256 g). sedangkan pada ayam betina rataan bobot badan paling tinggi yaitu ayam PSBK

(21)

9 (1 157 g). Hal ini terjadi karena efek heterosis dari tetua yaitu ayam PS 1 074.8 g pada umur 11 minggu (Sopian 2014), ayam KB 1 664 g dan ayam BK 1 610 g pada umur 11 minggu (Pratiwanggana 2014). Namun terdapat perbedaan pada ayam BKPS, bobot ayam jantan lebih ringan dibandingkan ayam betina. Hal ini terjadi karena ayam BKPS jantan tumbuh lambat hingga umur 10 minggu dibandingkan ayam BKPS betina, namun setelah umur 10 minggu ayam BKPS jantan tumbuh lebih cepat dari ayam BKPS betina sehingga bobot badannya lebih berat dari ayam BKPS betina.

Pada umur 5 minggu ayam PSKB dengan BKPS jantan berbeda nyata, kemudian antara ayam PSBK dengan BKPS jantan berbeda nyata pada umur 8 minggu. Hal ini karena pada minggu ke- 5 ayam memasuki fase grower 1 dan pada minggu ke- 8 ayam memasuki fase grower 2 (Iswanto 2002), yang berakibat pada respon tubuh yang berbeda pada ayam persilangan tersebut. Hasil uji T pada Tabel 6 menunjukkan bahwa umumnya rataan bobot badan ayam PSKB, PSBK, dan BKPS pada umur 5-11 minggu tidak berbeda nyata. Artinya bobot badan antara ayam PSKB, PSBK, dan BKPS sama pada umur 5 sampai 11 minggu.

Soeparno (1998) menyatakan bahwa pada fase pertumbuhan terjadi perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein, dan abu pada karkas.

Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai koefisien keragaman bobot badan ayam persilangan sangat tinggi, keragaman bobot badan tertinggi umur 5-11 minggu yaitu pada ayam jantan PSBK sebesar 30.90% pada umur 5 minggu, sedangkan pada ayam betina nilai koefisien keragaman bobot badan yang tertinggi ayam PSBK yaitu 39.61% pada umur 5 minggu. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayam persilangan masih perlu dilakukan seleksi agar seragam.

(22)

10

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu faktor penting yang dipertimbangkan dalam mengamati performa. Adapun simpangan baku dan koefisien keragaman pertambahan bobot badan umur 1-4 minggu disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Rataan dan simpangan baku pertambahan bobot badan PSKB, PSBK, dan BKPS umur 1-4 minggu

Keterangan : Angka yang disertai huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05); � = rataan; sb= simpangan baku; kk= koefisien keragaman

Pertambahan bobot badan menunjukkan peningkatan seiring bertambahnya umur. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh adanya komposisi genetik dari ayam ras pedaging sebanyak 25% yang mampu meningkatkan mutu genetik dari ayam lokal. Ayam ras pedaging umumnya mengalami pertumbuhan paling cepat terjadi saat menetas sampai umur 4-6 minggu (Kartasudjana dan Suprijatna 2006). Menurut Noor (2008), crossbreeding dapat menampilkan performa yang lebih baik dari rataan performa tetuanya untuk sifat-sifat tertentu.

(23)

11 Hasil uji T menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P<0.05) antara ayam PSKB dan BKPS pada umur minggu 3. Ayam PSKB, PSBK, dan BKPS lain tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata, selain umur 3 minggu tersebut.

Tabel 7 menujukkan koefisien keragaman pertambahan bobot badan paling tinggi ditunjukkan pada ayam PSKB umur 1 minggu dan nilai terendah yaitu ayam BKPS umur 3 minggu. Hal ini berarti tingkat keragaman ayam persilangan tinggi sehingga perlu dilakukan seleksi agar seragam.

Tabel 8 menunjukkan rataan bobot badan dan simpangan ayam persilangan .Ayam PSKB, PSBK dan BKPS jantan memiliki pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan ayam betina. Hal ini disebabkan oleh steroid seks yang berfungsi untuk mengendalikan pertumbuhan bobot badan (Davies 1982). Salah satu yang termasuk hormon steroid adalah testosteron yang terdapat pada ternak jantan yang berfungsi pada anabolisme protein. Selain itu menurut Leeson and Summers (2001), bahwa pertambahan bobot badan sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan. Untuk mencapai pertumbuhan yang maksimal harus didukung pemenuhan nutrisi. Ayam pelung membutuhkan PK 17% – 19% dan EM 2 800- 2 900 Kkal kg-1 pada fase starter (Darwati dan Martojo 2001).

Tabel 8 Rataan dan simpangan baku pertambahan bobot badan PSKB PSBK BKPS jantan betina umur 5-11 minggu

Keterangan : Angka yang disertai huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05); � = rataan; sb= simpangan baku; kk= koefisien keragaman

Ayam umur 5-11 minggu mengalami pertumbuhan bobot badan yang fluktuatif. Adapun ayam jantan dari jenis PSKB mengalami penurunan pertambahan bobot badan pada minggu ke 9, dan 11, PSBK pada minggu 8 dan 9, BKPS pada minggu 8 dan 10. Ayam betina jenis PSKB dan PSBK mengalami

126.2±52.3 128.4± 55.1 149.6± 47.1 88.5 ± 68.9 100.5± 43.9 109.4± 49.6

(41.44) (42.91) (31.48) (77.85) (43.68) (45.34)

139.7±46.4 120.5± 59.1 189.2± 81.8 136.4± 90.8 157.2± 24.6 121.0± 21.5

(33.21) (49.05) (43.23) (66.57) (15.65) (17.77)

140.0±58.5 109.1± 56.5 135.7± 43.3 107.2± 74.7 113.5± 27.3 132.1± 75.6

(41.79) (51.79) (31.91) (69.68) (24.05) (57.23)

120.8±58.6a 146.1± 66.0 129.4±52.0ab 159.3± 92.4 206.5± 38.7b 202.3± 80.3

(48.51) (45.17) (40.19) (58.00) (18.74) (39.69)

179.9±72.6 116.3± 67.4 164.1± 88.0 139.2± 48.6 100.5± 41.7 150.9± 79.2

(40.36) (57.95) (53.63) (34.91) (41.49) (52.49)

172.0±123.0 98.2 ± 97.0 169.0± 115 125.8± 37.3 169.5± 55.9 131.8± 51.7

(24)

12

penurunan pertambahan bobot badan pada minggu 8, 10, dan 11, sedangkan pada BKPS pada minggu 10 dan 11. Hal ini disebabkan karena pengaruh lingkungan seperti suhu dan kelembaban relatif tinggi antara 25.38 – 29.08 ºC dan 86.25% - 88.17%. Hal ini sesuai dengan Julianto (2013) bahwa pertambahan bobot badan yang fluktuatif disebabkan karena adanya pengaruh lingkungan seperti cuaca. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan berpengaruh pada turunnya konsumsi pakan dan meningkatnya konsumsi air. Hal ini akan berdampak pada pertambahan bobot. Pemberian konsumsi pakan yang bergizi dibutuhkan dalam hal ini. Oleh karena itu perlu diberikan ransum yang cukup mengandung energi, protein, mineral, dan vitamin dalam jumlah yang seimbang. Faktor lainnya adalah perbaikan genetik dan peningkatan manajemen pemeliharaan ayam kampung harus didukung dengan perbaikan nutrisi pakan (Setioko dan Iskandar 2005).

Hasil uji T menunjukkan ayam jantan PSKB dengan PSBK pada minggu ke 5 berbeda nyata (P<0.05), ayam jantan PSKB dan BKPS pada minggu ke 9 juga berbeda nyata. Perbedaan ini karena persilangan dapat meningkatkan pasangan gen heterosigot. Akibatnya, penampilan keturunannya menjadi lebih baik daripada rataan penampilan tetuanya untuk sifat-sifat tertentu (Noor 2004). Pertambahan bobot badan total pada Tabel 8 menunjukkan ayam persilangan tidak berbeda nyata pada umur 0 sampai 11 dan 5 sampai 11 minggu.

Saat penelitian kualitas pakan dalam dedak padi selalu berfluktuatif, karena dedak tersebut diperoleh dari sumber yang berbeda-beda tergantung dari ketersediaan dedak. Hal ini sesuai dengan Sandford dan Woodgate (1979) bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertambahan bobot badan antara lain kualitas pakan yang diberikan.

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan unit pakan yang diperlukan untuk meningkatkan satu unit berat hidup. Simpangan baku dan koefisien keragaman konversi pakanumur 1-4 minggu disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Rataan dan simpangan baku konversi pakan PSKB, PSBK, dan BKPS umur 1-4 minggu

(25)

13 Berdasarkan hasil penelitian pada minggu ke 1 hingga minggu ke 4 ayam BKPS memiliki nilai konversi pakan 1.48 hingga 4.51 dan lebih rendah dibandingkan dengan dengan PSKB dan PSBK. Konversi pakan total pada Tabel 9 menunjukkan dari ketiga ayam tersebut, ayam BKPS memiliki konversi pakan yang paling efisien yaitu 2.95. Hal ini dikarenakan ayam BKPS memiliki konsumsi yang lebih rendah, namun memiliki pertambahan bobot yang cukup tinggi. Semakin rendah nilai konversi pakan maka ternak tersebut semakin efisien dalam mengubah pakan menjadi jaringan tubuh (North dan Bell 1990). Hal ini berarti ayam BKPS memiliki kemampuan yang baik dalam mengubah pakan menjadi daging. Pakan yang diberikan pada penelitian ini sama pada setiap ayam yakni ad libitum, sehingga setiap ayam mendapat kesempatan yang sama dalam mengonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu, pakan yang diberikan selalu dalam kondisi baik dan diganti setiap hari. Sistem pemberian ini menyebabkan pakan terjaga dengan baik. Ensminger (1992), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu genetik, bangsa, besar tubuh, jenis kelamin, umur dan tingkat konsumsi. Hasil uji T umumnya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata kecuali pada umur 1 minggu menunjukkan konversi yang berbeda nyata (P<0.05) yaitu pakan PSKB sama dengan PSBK dan BKPS berbeda dengan keduanya. Simpangan baku dan koefisien keragaman konversi pakanumur 5-11 minggu disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Rataan dan simpangan baku konversi pakan PSKB, PSBK, dan BKPS jantan betina umur 5-11 minggu

Keterangan : Angka yang disertai huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05); � = rataan; sb= simpangan baku; kk= koefisien keragaman

Konversi pakan secara total pada umur 5 sampai 11 minggu menunjukkan bahwa ayam jantan PSKB memiliki nilai konversi pakan yang paling efisien dibandingkan dengan ayam yang lain yaitu 4.20. Pada ayam betina, ayam BKPS

Minggu

Ke-Jantan (KK%) Betina (KK%) Ke-Jantan (KK%) Betina (KK%) Ke-Jantan (KK%) Betina (KK%)

(26)

14

memiliki nilai konversi pakan yang paling efisien yaitu 5.51. Konversi pakan yang efisien pada ayam PSKB jantan dan BKPS betina disebabkan karena jumlah pakan yang dikonsumsi tidak terlalu tinggi namun pertambahan bobot badan yang tinggi. Konversi pakan total dari minggu ke 0 hingga minggu ke 11 menunjukan bahwa nilai konversi pakan ayam jantan yang paling efisien adalah ayam PSKB (3.78) dan pada ayam betina adalah ayam silangan BKPS (4.36). Hal ini dapat dicapai karena pada ayam silangan tersebut terdapat pengaruh individual direct genetic effect, maternal, dan paternal effect serta individual heterosis (Gunawan dan Sartika 2000). Secara umum, konversi pakan ayam betina lebih tinggi hal ini sesuai pendapat North dan Bell (1990) bahwa ayam jantan lebih efisien dalam mengubah pakan menjadi daging karena mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan betina. Menurut Supriadi et al. (2001) konversi pakan ayam kampung sebesar 7.92. Menurut Sopian (2014) adanya perbedaan konversi pakan dari setiap bangsa disebabkan karena adanya variasi genetik pada ayam yang digunakan maupun perbedaan jenis pakan.

Mortalitas

Saat pemeliharaan terdapat beberapa ayam persilangan yang mengalami kematian. Berikut persentase mortalitas PSKB, PSBK, dan BKPS pada umur 0-11 minggu disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Persentase mortalitas PSKB PSBK BKPS pada umur 0-11 minggu

Umur (Minggu) Jenis dibandingkan dengan mortalitas ayam kampung sebesar 26.3% (Iskandar et al. 1998), namun lebih tinggi dari persentase mortalitas ayam BK (9.1%) ayam KB (7.5%) pada penelitian Pratiwanggana (2014), juga lebih tinggi dibandingkan mortalitas PS yaitu 4.54% pada penelitian Sopian (2014).

(27)

15 bahwa tingkat mortalitas dapat dikurangi melalui perbaikan manajemen meliputi sistem pemeliharaan, pakan, perbaikan sanitasi dan lingkungan yang bersih.

Mortalitas ayam BKPS jantan (33.33%) lebih tinggi dibandingkan dengan PSKB jantan (18.75%) dan PSBK jantan (18.18%) sedangkan pada ayam PSKB betina (23.07%) lebih tinggi dibandingkan dengan PSBK betina (18.18%) dan BKPS betina tidak ada kematian. Umumnya kematian yang terjadi pada ayam dikarenakan kelembaban dalam kandang relatif tinggi yaitu berkisar 86.25%- 89.46%.

Hasil analisa Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, penyebab kematian ayam adalah karena serangan fowl fox (cacar air). Menurut Parade (2005) fowl fox biasa menyerang ayam lokal. Ada 2 bentuk cacar pada ayam yaitu cacar yang menyerang kulit daerah kepala yang menyebabkan keropeng warna coklat dan cacar ayam mukosa atau bentuk diphtheritik yang menyerang lapisan dalam rongga mulut dan saluran nafas atas dengan membentuk gumpalan-gumpalan mirip keju. Bentuk diphtheritik dapat membunuh ayam karena menyumbat saluran nafas. Penularan dapat terjadi lewat luka, saluran nafas, vaksin yang terkontaminasi virus fox, dan lewat gigitan vektor nyamuk dan ektoparasit penggigit lain. Pada penelitian ini jenis cacar air yang menyerang yaitu cacar air mukosa yang dapat menyebabkan kematian pada ayam.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Performa ayam PSKB lebih baik dari PSBK dan BKPS pada umur 11 minggu. Hal ini dilihat dari konsumsi pakan, bobot badan, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan. Mortalitas tertinggi yaitu ayam BKPS jantan. Pemeliharaan selama 11 minggu secara intensif dengan pakan konvensional (komersial dicampur dedak padi) telah mampu mencapai bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam kampung.

Saran

Persilangan ayam PSKB sangat baik untuk dikembangkan dibandingkan dari ayam PSBK dan BKPS. Hal ini dilihat dari performa dan jumlah populasi yang dimiliki masing-masing ayam.

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. Dedak padi 01-3178-1996. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Asnawi. 1997. Kinerja pertumbuhan dan fisiologis ayam kampung dan hasil persilangan dengan ayam ras. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Curtis SE. 1983. Environmental management in Animal Agriculture. Iowa (ID):

(28)

16

Darwati S, Martojo H. 2001. Pertumbuhan persilangan pelung x kampung pada pemeliharaan intensif. J Med Pet. 24:8-11

Davies HL. 1982. A Course Manual in Nutrition and Growth. Melbourne (AU): AUIDP. Education Inc.

Donald JO. 2009. Environmental management in the broiler house. www. Aviagen.com. [2 april 2015].

Ensminger. 1992. Poultry Science. Ed ke-3. Danville (US): Interstate.

Fajri N. 2012. Pertambahan berat badan konsumsi dan konversi pakan broiler yang mendapat ransum mengandung berbagai level tepung daun katuk (Sauropus androgynus) [skripsi]. Makasar (ID): Universitas Hasanudin. Gunawan B, Sartika T. 2000. Persilangan ayam pelung jantan x kampung betina

hasil seleksi generasi kedua (G2). JITV 6(1):21-27.

Gunawan, Sihombing DTH. 2004. Pengaruh suhu lingkungan tinggi terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam Buras. Wartozoa. Vol. 14 No. 1, Hal: 31-38.

Hasnelly Z, Kuntoro AN. 2006. The effect of quality improvement and time feeding on growth of merawang. Seminar National Teknologi Peternakan dan Veteriner 2:639-645.

Iskandar S, Pym RA. 1998. The effect of nutrient density upon growth, nutritional anatomy and physiological in four different lines of selected chickens. Bull. Anim. Sci. (Suppl. Ed.): 547-555.

Iswanto H. 2002. Ayam Kampung Pedaging. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka. Julianto TB, Sasangko WR .2013. Perkembangan ayam KUB pada visitor plot

Leeson S, Summers JD. 2001. Nutrition of the Chicken. Ed ke-4. Canada (CAN): University Brooks.

Muir WH, Aggrey SE. 2003. Poultry Genetics, Breeding and Biotechnology. CABI, U.K. 744pp.

Nataamijaya AG. 2000. The native chicken of Indonesia. Bulletin Plasma Nutfah VI(1).

Noor RR. 2008. Genetika Ternak. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Ed ke-4. New York (US): Chapman and Hall.

Parede L, Zainuddin D, Huminto H. 2005. Penyakit menular pada intensifikasi unggas lokal dengan cara penanggulangannya. Pros. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Semarang (ID): Puslitbang Peternakan Balitbang Pertanian dan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.

(29)

17 Rivai F. 2001. Pertumbuhan ayam kampung, pelung, dan persilangan pelung kampung keturunan pertama (F1) umur 5-12 minggu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sanford PC, Woodgate FG. 1979. The Domestic Rabbit. Ed ke-3. London (UK): Penerbit Granada Publishing Inc.

Setioko AR, Iskandar S. 2005. Review hasil penelitian dan dukungan teknologi dalam pengembangan ayam lokal. Semarang, 25 September 2005. Pusat penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hal: 10 – 19.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID). Gadjah Madha University Pr.

Sopian Y. 2014. Performa F1 antara ayam sentul x kampung dan ayam pelung x

sentul pada umur 0-12 minggu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sulandari S, Zein MSA, Paryanti S, Sartika T, Astuti M, Widjastuti T, Sudjana E, Darana S, Setiawan I, Garnida D. 2007. Sumberdaya Genetik Ayam Lokal Indonesia. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Supriadi H, Zainuddin D, Guntoro. 2001. Analisis pemanfaatan limbah dapurdan restoran untuk ransum ayam buras ditingkat petani. Pros. Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian dalam upaya Optimalisasi Potensi Wilayah Mendukung Otonomi Daerah. Bali (ID): Puslitbang Sosial Ekonomi bekerjasama dengan Universitas Udayana Denpasar. Suprijatna E, Atmomarsono U, Kartasudjana R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.

Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Tillman, Allen D, Hartadi H, Soedomo, Reksohadiprojo, 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID). Gadjah Mada University Press.

Wahju J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta (ID): UGM Pr

Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Ed ke-3. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama.

Yani A, Purwanto B. 2005. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologis sapi peranakan Fries holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktifitasnya. J Med Pet. 35-46

(30)

18

LAMPIRAN

Lampiran 1 Performa ayam persilangan PSBK Jantan umur 0-11 minggu

1 Minggu 57.66 g 4 Minggu 252.40 g 5 Minggu 343.15

9 Minggu 929 g 8 Minggu 789 g 7 Minggu 651.5 g

(31)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 01 November 1993 di Tebing tinggi, Sumatera Utara. Penulis adalah anak pertama dari 2 bersaudara pasangan Bapak Edy Zakwan dan Ibu Yahni Sinaga. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1998 di SDN 101788 Deli Serdang, melanjutkan ke SMPN 2 Medan (2005) dan SMAN 2 Medan (2008). Penulis diterima di IPB pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN Undangan dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan.

Gambar

Tabel 4 Rataan dan simpangan baku konsumsi pakan PSKB, PSBK, dan BKPS jantan  betina umur  5-11 minggu
Tabel 5 Rataan dan simpangan baku bobot badan PSKB, PSBK, dan BKPS umur 0-4 minggu
Tabel 6 Rataan dan simpangan baku bobot badan PSKB, PSBK, dan BKPS jantan
Gambar 2  Grafik bobot badan ayam          Gambar 3  Grafik bobot badan ayam
+5

Referensi

Dokumen terkait

Saran sebagai tindak lanjut dari penelitian ini adalah perlunya dilakukan penelitian lebih dalam untuk mengidentifikasi latar belakang perbedaan wilayah jelajah

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul PENGGUNAAN AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENCAK SILAT PADA SISWA KELAS X IPA 3 SMA N 1 TERAS BOYOLALI

Masalah di bidang perekonomian keluarga memang menjadi permasalahan yang paling sering dihadapi oleh setiap rumah tangga ataupun keluarga, Dilihat dari segi ekonomi, perekonomian dari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat 20 mata kuliah yang diselenggarakan dengan e-learning oleh 7 orang dosen; (2) e-learning yang diterapkan adalah blended learning;

Hal ini juga menunjukkan pergeseran bersih bernilai positif sehingga sektor tersebut tergolong ke dalam sektor progresif (maju).Sektor yang berada pada kuadran I

Terwujudnya Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sebelas April Sumedang yang melahirkan lulusan yang kompeten di tingkat Nasional pada tahun 2025.. Misi STIE Sebelas