• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Hama Dan Penyakit Tanaman Talas Di Kecamatan Cijeruk Dan Tamansari Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Hama Dan Penyakit Tanaman Talas Di Kecamatan Cijeruk Dan Tamansari Kabupaten Bogor"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

TALAS DI KECAMATAN CIJERUK DAN TAMANASARI

KABUPATEN BOGOR

RISKA NOVIANA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Hama dan Penyakit Tanaman Talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

Riska Noviana

(4)
(5)

ABSTRAK

RISKA NOVIANA. Pengelolaan Hama dan Penyakit Tanaman Talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ALI NURMANSYAH dan ABDUL MUNIF.

Talas merupakan tanaman pangan berupa umbi dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi dan menjadi salah satu bahan pangan alternatif setelah beras. Kabupaten Bogor menjadi salah satu sentra produksi tanaman talas di Indonesia. Adanya permasalahan organisme penggangu tanaman (OPT) pada tanaman talas akan berdampak terhadap menurunnya produktivitas umbi talas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis hama dan penyakit penting tanaman talas dan tindakan pengendalian OPT tersebut yang dilakukan oleh petani, serta nilai ekonomi usahatani talas yang dilakukan oleh petani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei lapangan dan wawancara petani secara langsung dengan menggunakan kuesioner. Data disajikan secara deskriptif dengan diagram batang dan diperkuat dengan analisis Chi-square untuk melihat perbandingan dan hubungan keterkaitan antara karakteristik petani dengan tiga macam tindakan pengendalian OPT talas dan diperkuat dengan analisis rasio R/C pada usahatani talas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan atau asosiasi antara karakteristik petani; tingkat pendidikan dan pengalaman SLPHT petani dengan tiga jenis tindakan pengendalian OPT, yaitu pestisida, non pestisida, dan campuran di Kecamatan Tamansari. Hasil analisis usahatani di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari memiliki nilai R/C tunai sebesar 3.01 dan 3.20. Nilai R/C tersebut menunjukkan bahwa usahatani talas yang dijalankan efisien untuk dikembangkan, karena dapat memberikan keuntungan bagi petani.

(6)
(7)

ABSTRACT

RISKA NOVIANA. Management of Plant Pests and Diseases of Taro in Cijeruk and Tamansari Sub-districts Bogor District. Supervised by ALI NURMANSYAH and ABDUL MUNIF.

Taro, a tuber crop with high carbohydrate content, is one of alternative staple food after rice. The existence of the problems in terms of pests and diseases will give an impact to the reduction of taro productivity. The aim of study is to obtain the information of problems and management of taro’s pests and diseases and economic value in Cijeruk and Tamansari Sub-district, Bogor District. The research has been conducted through the method of field survey and direct interview with questionnaires to the farmers in Cijeruk and Tamansari Sub-district. The data are presented descriptively with bar charts and using Chi-square test to see the comparison and relationship between the characteristics of farmers with three kinds of measures to control pests and diseases of taro plants and reinforced by analysis of the ratio of R/C in taro agribusiness. The results showed that the pests and diseases problems is not the main problem that hindering the taro farming in Cijeruk and Tamansari Sub-district. There is a relation or association between the characteristics of the farmer; educational level and farmer’s SLPHT experience, with pest and diseases control measures that use pesticides, non pesticides, and mix of both in Tamansari Sub-district. The results of taro farming analysis in Cijeruk and Tamansari Sub-district, shows that the cash value of R/C ratio are 3.01 and 3.20. The ratio R/C of values indicate that the taro farming is effectivelly runs by farmers and can be developed because it could provide good profit for farmers.

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TALAS

DI KECAMATAN CIJERUK DAN TAMANSARI

KABUPATEN BOGOR

RISKA NOVIANA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya dan kasih sayangnya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ali Nurmansyah, MSi. dan Dr. Ir. Abdul Munif, MScAgr. atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Kritik dan saran dari beliau sangat membangun dan menambah hasanah pengetahuan serta wawasan bagi penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas do’a dan dukungannya kepada Keluarga tercinta sehingga penulis senantiasa bersabar dan memiliki semangat dalam menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor ini. Terima kasih, juga penulis sampaikan pada sahabat dan teman-teman yang telah membantu dan senantiasa mendoakan penulis hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penghargaan khusus penulis sampaikan kepada Petani Talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari, Kabupaten Bogor dan Yusuf Kurniawan Putra yang telah sangat membantu dalam operasional penelitian. Semoga keberkahan senantiasa menyertai hidup kita.

Bogor, April 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kondisi Umum Pertanian 4

Karakteristik Petani Talas 5

Praktik Budidaya Tanaman 8

Masalah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Talas 10

Tindakan Pengendalian OPT Talas 12

Hubungan Antara Karakteristik Petani dengan Tindakan

Pengendalian OPT 13

Analisis Usahatani 16

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 21

(16)
(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian 4

2 Usia petani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari 6 3 Pendidikan petani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari 6 4 Pengalaman usahatani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari 6 5 Keaktifan petani dalam kelompok tani di Kecamatan Cijeruk dan

Tamansari 7

6 Partisipasi petani dalam mengikuti SLPHT di Kecamatan

Cijeruk dan Tamansari 8

7 Varietas talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari 9 8 Pola tanam talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari 10

9 Hama ulat grayak S.litura pada talas 11

10 Penyakit hawar daun talas P. colocasiae 12

11 Sporangium P. colocasia 12

12 Tindakan pengendalian OPT 13

13 Hubungan antara tindakan pengendalian OPT dengan pendidikan di

Kecamatan Cijeruk dan Tamansari 14

14 Hubungan antara tindakan pengendalian OPT dengan SLPHT di

Kecamatan Cijeruk dan Tamansari 15

DAFTAR TABEL

1 Target luas panen, produksi, dan produktivitas talas di

Kecamatan Cijeruk dan Tamansari 5

2 Uji Chi-square di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari 14

3 Komponen perhitungan usahatani di Kecamatan Cijeruk dan

Tamansari 16

4 Analisis usahatani berdasarkan tindakan pengendalian OPT di

Kecamatan Cijeruk dan Tamansari 16

LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian 22

2 Data jumlah variabel karakteriktik petani di Kecamatan

Cijeruk 26

3 Data jumlah variabel karakteriktik petani di Kecamatan

Tamansari 27

4 Hasil analisis Chi-square karakteristik petani dengan tindakan

pengendalian OPT talas di Kecamatan Cijeruk 28

5 Hasil analisis Chi-square karakteristik petani dengan tindakan

pengendalian OPT talas di Kecamatan Tamansari 29

6 Dokumentasi lahan talas di dua kecamatan 30

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu tanaman pangan dari umbi-umbian yang banyak dibudidayakan di Indonesia yaitu talas (Colocasia esculenta). Tanaman talas berasal dari daerah Asia Tenggara, kemudian menyebar ke Cina, Eropa, Afrika, dan Kepulauan Pasifik (Kocchar 1998). Beberapa daerah di Indonesia seperti Maluku, Kepulauan Mentawai, dan Papua, umbi talas telah menjadi makanan pokok. Inovasi pemanfaatan talas semakin berkembang dari segi teknik pengolahannya, yaitu talas diolah menjadi tepung talas, olahan pangan home industry, kerupuk, dodol, hingga cheese steak talas (Ditjen BPTP 2002). Umbi talas sebagai sumber karbohidrat yang cukup tinggi, yaitu sebesar 23.79 g per 100 g talas mentah (Depkes 1972). Selain itu, umbi talas juga mengandung lemak, vitamin, mineral, walaupun dalam jumlah sedikit. Vitamin yang terkandung pada umbi talas di antaranya vitamin A, B1, dan sedikit vitamin C (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Talas juga memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dalam komoditi pengembangan industri pengolahan hasil dan agroindustri, serta menjadi komoditas strategis sebagai pemasok devisa melalui ekspor (Departemen Pertanian 2007).

Talas dinilai cukup potensial sebagai pangan alternatif pengganti beras, karena talas memiliki daya posisi tawar (bargaining position) dalam komoditi ekspor. Hal ini diperkuat oleh data hasil ekspor talas ke Jepang yang dinyatakan oleh Global Seafood Indonesia (GSII) pada tahun 2010 bisa mencapai 10 t per hari (Dharisy 2010). Tanaman talas banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis (Liu et. al 2006), namun tidak selamanya budidaya tanaman talas berjalan sesuai dengan target hasil yang diharapkan. Hal tersebut dinyatakan oleh oleh Dinas Pertanian Kota Bogor (2011) yang menyatakan bahwa produksi talas di Kota Bogor hanya mencapai 957 t dengan tingkat produktivitas 5.80 t per ha. Saat kondisi optimal, produktivitas talas dapat mencapai 28 t per ha. Kondisi ini menunjukkan bahwa produktivitas talas belum stabil, bahkan cenderung cukup rendah dan hal ini dapat berimplikasi terhadap pendapatan usahatani talas yang akan diperoleh petani.

Masalah hama dan penyakit tanaman talas mengalami tingkatan yang cukup serius di beberapa negara, salah satunya Indonesia. Berbagai tindakan pengendalian secara intensif dan bertahap terus dilakukan dengan melihat tingkat kejadian dan keparahan dari patogen yang menyerang tanaman talas tersebut. (COPR 1994). Hama dan penyakit tanaman akan menjadi salah satu faktor penghambat produksi talas baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Serangan hama dan penyakit tanaman yang saat ini sering dijumpai pada tanaman talas di antaranya ulat grayak, ulat lundi, dan penyakit hawar daun (Ditjen BPTP 2010). Data tersebut juga diperkuat oleh data penelitian dari COPR (1994) dan ACIAR (2008), hama yang sering dijumpai pada tamanan talas adalah hama dari famili Hemiptera dan Lepidoptera, sedangkan penyakitnya adalah hawar daun dari

Phythophthora sp.

(20)

2

pengendalian hama dan penyakit tanaman talas di antaranya pengendalian dari aspek budidaya (kultural), mekanik, dan kimiawi (pestisida). Teknik pengendalian dari aspek budidaya seperti: pola tanam yang tepat, rotasi tanaman atau varietas, sanitasi lapangan, dan pemupukan yang tepat. Selanjutnya, teknik pengendalian secara mekanik yaitu mengambil secara langsung dengan tangan atau menggunakan alat seperti koret pada tanaman yang terserang organisme pengganggu tanaman (OPT). Kemudian teknik pengendalian secara kimiawi, yaitu pengendalian dengan pestisida jika diperlukan (ACIAR 2008).

Pengelolaan hama dan penyakit tanaman talas yang dimulai dari teknik budidaya yang baik hingga tindakan pengendalian OPT yang tepat merupakan rangkaian proses dari usahatani yang memiliki tujuan untuk mendapatkan penghasilan secara finansial. Usahatani talas menjadi aspek penting dalam menganalisis efisiensi pendapatan dari produksi talas yang telah dilakukan. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa salah satu ukuran efisiensi pendapatan dalam berusahatani adalah adanya nilai penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan (rasio R/C). Analisis usahatani rasio R/C akan menjadi salah satu faktor dalam menentukan tingkat keuntungan dan kerugian yang diperoleh dari usahatani yang telah dijalankan petani. Usahatani di Indonesia merupakan usahatani kecil, karena usahatani yang dijalankan masih dalam lingkup lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat, sumberdaya yang dimiliki terbatas, bergantung pada produksi yang subsisten, dan kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya (Shinta 2011).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai jenis hama dan penyakit yang menyerang pertanaman talas di sentra produksi talas di Kabupaten Bogor dan tindakan pengendalian yang dilakukan petani untuk mengatasi masalah hama dan penyakit tersebut. Selain itu, penelitian ini juga untuk memperoleh informasi tentang nilai ekonomi dari usahatani talas yang berkaitan dengan tindakan pengendalian OPT.

Manfaat Penelitian

(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan April hingga Juli 2013 pada 5 desa di Kecamatan Cijeruk, yaitu Desa Cijeruk, Cipelang, Sukaharja, Tajurhalang, dan Tanjungsari dan 3 desa di Kecamatan Tamansari, yaitu Sukajadi, Sukajaya, dan Sukaresmi.

Metode Penelitian Wawancara Petani

Penelitian di awali dengan mengobservasi berbagai lembaga pertanian khususnya bidang pangan untuk mendapatkan data mengenai lokasi penghasil talas yang produktif. Selanjutnya, terpilihlah dua kecamatan sebagai penghasil talas yang produktif menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan (2013) yaitu Kecamatan Cijeruk dan Tamansari. Berdasarkan informasi dari masing-masing kecamatan tersebut, terpilihlah 8 desa contoh secara purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Kemudian dipilih sebanyak 50 petani responden di masing-masing kecamatan dengan cara snowball sampling,

yaitu teknik pengambilan sampel dari satu kelompok kecil kemudian menghubungkan antar sampel satu dengan yang lain dan berlangsung secara terus menerus sehingga semua sampel teridentifikasi. Wawancara langsung dengan petani responden dilakukan menggunakan kuesioner terstruktur. Pertanyaan yang diajukan kepada petani responden meliputi karakteristik petani, permasalahan hama dan penyakit tanaman talas yang dijumpai di lahan, tindakan pengendalian petani terhadap pengelolaan hama dan penyakit tanaman talas, dan data perhitungan usahatani talas yang telah dilakukan oleh petani responden.

Pengamatan OPT di Lapangan

Pengamatan OPT dilakukan dengan melihat secara langsung kondisi lahan talas yang terserang OPT, mencatat hasil pengamatan dari OPT yang terdapat di lahan tersebut, kemudian hasil OPT yang teramati didokumentasikan. Terdapat beberapa sampel tanaman talas yang terserang OPT, kemudian dilakukan identifikasi OPT di Laboratorium Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB.

Analisis Data

(22)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Pertanian

Kecamatan Cijeruk dan Tamansari terletak di Kabupaten Bogor. Luas yang dimiliki Kecamatan Cijeruk dan Tamansari masing-masing seluas 4 179.29 ha dan 3 425.99 ha yang dimanfaatkan sebagian besar untuk lahan pertanian di sektor tanaman pangan, seperti talas, nanas gati, pisang rajabulu, dan manggis raya. Suhu udara rata-rata di kecamatan tersebut setiap bulannya 26 oC dan kelembaban udara kurang lebih 70% dengan kedalaman air tanah yang bervariasi sekitar 3-12 m yang membuat kualitas air tanah cukup baik. Perkembangan produksi tanaman talas cukup baik di Kabupaten Bogor dan hal tersebut dinyatakan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan, bahwa Kecamatan Cijeruk dan Tamansari merupakan dua daerah penghasil talas terbanyak di tahun 2013. Saat kondisi optimal, produktivitas talas dapat mencapai 30 t/ha Alasan masyarakat yang cenderung memilih berusahatani talas, karena hasil produktivitas panen talas yang stabil dan pendapatan petani secara material yang diperoleh cukup untuk memenuhi segala kebutuhan sehari-hari.

(23)

“Revitalisasi Pertanian” melalui kebijakan pembangunan pertanian yang mengutamakan kesejahteraan masyarakat petani talas.

Tabel 1 Target luas panen, produksi, dan produktivitas talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari

Kecamatan Tahun Target luas panen (ha)

*Sumber : Pemerintah Kabupaten Bogor 2013

Karakteristik Petani

Petani di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari memiliki beberapa karakteristik yang sama, seperti tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, keaktifan kelompok tani, dan keikutsertaan dalam SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu). Sementara pada beberapa karakteristik petani dari tingkat usia, varietas talas, dan pola tanam, kondisi petani di kedua kecamatan tersebut terdapat perbedaan. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2014), usia produktif berkisar 15-64 tahun dan usia di atas 64 tahun termasuk ke dalam usia kurang produktif. Ada sebanyak 40% dan 30% petani responden pada karakteristik usia (Gambar 2) di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari termasuk ke dalam usia produktif paling tinggi pada kisaran usia 41-50 tahun.

Tingkat pendidikan petani responden di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari tidak cukup beragam, bahkan terbilang cukup rendah. Tingkat pendidikan petani

responden diukur melalui tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti. Hasil

(24)

6

Gambar 2 Usia petani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari

Gambar 3 Pendidikan petani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari

(25)

kelompok tani. Pembentukan kelompok tani yang progresif dan berkelanjutan dapat menjadi solusi bagi petani untuk dapat memperkuat jaringan antar petani mengakses informasi berkaitan dengan usahatani talas yang dilakukan. Kementerian Pertanian mendefinisikan bahwa kelompok tani sebagai kumpulan kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, dan sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Kelompok tani dibentuk dari, oleh, dan untuk petani, guna mengatasi masalah bersama dalam usahatani serta menguatkan posisi tawar petani, baik dalam pasar sarana maupun pasar produk pertanian (Hermanto dan Swastika DKS 2011).

Gambar 5 Keaktifan dalam kelompok tani di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari Partisipasi petani responden dalam mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari masing-masing hanya terdapat 36% dan 44% bagi petani responden yang pernah mengikuti kegiatan SLPHT, hasil ini cukup berkorelasi dengan tidak aktifnya petani responden mengikuti kelompok tani. Petani yang memutuskan untuk tidak aktif mengikuti kelompok tani dan SLPHT menggambarkan bahwa petani masih kurang memiliki keinginan untuk mendapatkan informasi baru tentang pertanian (Gambar 6). Alasan petani responden memilih untuk tidak aktif dalam kegiatan kelompok tani dan SLPHT adalah merasa tidak adanya waktu dan memilih mengerjakan pekerjaan sampingan selain bertani talas. Hal ini juga diperkuat oleh Nazirah (2011) dalam penelitiannya yang memaparkan tentang karakteristik petani, bahwa faktor dari pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor di dalam diri individu sangat berperan dalam pengambilan keputusan petani untuk melakukan penerapan inovasi baru tentang pengelolaan pertanian.

34

Keaktifan petani dalam kelompok tani

(26)

8

Gambar 6 Partisipasi petani dalam SLPHT di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari

Praktik Budidaya Tanaman

Talas diperbanyak secara vegetatif, umumnya melaui perbanyakan bibit berupa tunas dan anakan lengkap dengan petiol (tangkai daun) yang diperoleh dari pertanaman sebelumya. Talas dapat menghasilkan anakan bila disuplai dengan nitrogen yang tinggi, maka dengan pemberian pupuk yang tepat akan sangat menunjang pertumbuhan talas yang diharapkan (Agustina 2004). Berbagai jenis pupuk yang digunakan oleh petani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari diantaranya pupuk kandang berupa kotoran sapi atau kambing, urea, NPK, dan TSP. Petani mengakui bahwa, semakin banyak pupuk yang dipakai untuk pertanaman talas mereka, maka hasil dari umbi talas yang akan dipanen akan semakin baik. Elemen unsur yang menjadi unsur elemen esensial makro yang dibutuhkan oleh tanaman adalah N, P, K, S, Ca, dan Mg (Agustina 2004).

Varietas Talas

(27)

Gambar 7 Varietas talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari

Pola Tanam

Pola tanam yang digunakan dalam budidaya talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari adalah pola tanam monokultur dan tumpang sari. Pola tanam pada Gambar 8 menunjukkan bahwa di Kecamatan Cijeruk terdapat 20% petani menggunakan pola tanam monokultur dan sisaanya 80% tumpangsari, sedangkan pola tanam di Kecamatan Tamansari sebanyak 94% petani menggunakan pola tanam monokultur dan 6% tumpangsari. Alasan petani lebih dominan menggunakan pola tanam tumpangsari di Kecamatan Cijeruk adalah untuk memanfaatkan lahan yang ada, serta melihat waktu panen talas yang cukup lama, yaitu sekitar 8-9 bulan masa tanam sehingga pola tanam tumpangsari menjadi salah satu alternatif petani untuk mendapatkan bahan pangan lebih. Tanaman tumpangsari yang biasanya ditanam oleh petani disekitar lahan talasnya adalah seperti tomat, cabai, kacang panjang, dan nanas. Alasan beberapa petani responden di Kecamatan Cijeruk (20%) dan Tamansari (94%) yang menggunakan pola tanam monokultur adalah melihat dari segi kualitas bobot atau berat talasnya setelah dipanen, hasil panen talas yang ditanam secara monokultur lebih baik dibandingkan dengan hasil panen talas yang ditanam secara tumpangsari. Selain itu petani responden juga menambahkan, jika talas yang di tanam secara monokultur, maka hasil dari talas yang dipanen juga lebih besar karena tidak adanya persaingan antar unsur hara dari tanaman talas yang satu dengan yang lain (Gambar 8). Dibutuhkan penanganan yang lebih intensif untuk talas dengan pola tanam monokultur, selain pemupukan yang tepat, pengelolaan terhadap tindakan pengendalian hama dan penyakit serta tanaman gulma menjadi faktor utama dalam memperoleh bobot talas yang besar dengan kualitas talas terbaik; bebas hama dan penyakit talas.

69

Talas Bogor Talas Bentul Talas Lampung

(28)

10

Gambar 8 Pola tanam talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari

Masalah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Talas

Jenis hama dan penyakit yang ditemukan di areal pertanaman pangan umbi talas Kecamatan Cijeruk dan Tamansari sangat sedikit. Hasil survei menunjukkan bahwa hama yang paling sering dijumpai oleh petani adalah ulat grayak

Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae), sedangkan penyakitnya adalah hawar daun Phytophthora colocasiae. Petani responden menyatakan bahwa masalah yang sering menjadi kendala dalam budidaya talas adalah saat curah hujan sangat tinggi. Masalah OPT akan banyak muncul saat kondisi cuaca lembab pada musim hujan dan curah hujan yang sangat tinggi, hal tersebut akan memengaruhi pertumbuhan dari talas yang ditanam. Penelitian dilakukan saat musim kemarau sehingga permasalahan tingginya serangan hama dan penyakit tanaman yang disebabkan adanya faktor dari tingginya curah hujan tidak ditemukan. Rendahnya tingkat serangan hama dan penyakit tanaman talas saat musim kemarau, tidak membuat petani mengurangi tindakan pengendalian OPT. Tindakan pengendalian OPT secara preventif (pencegahan) menjadi langkah awal yang tepat dalam menjalankan usaha pengelolaan ekosistem pertanian atau sistem produksi pertanian talas.

Ulat grayak Spodoptera litura

S. litura memiliki tipe metamorfosis sempurna dengan stadia perkembangan telur, larva, pupa, dan imago. S. litura bersifat polifag danmemilki kisaran inang yang sangat luas. Karena sifatnya yang polifag, S. litura mampu menyerang berbagai macam tanaman, seperti: kedelai, cabai, padi, jagung, tomat, kapas, kentang, kacang-kacangan, dan tanaman hias (Borror DJ dan White RE 1970). Gejala awal kerusakan yang ditimbulkan akibat ulat grayak ini ada pada stadium larva (Hidayanti dan Khanti 2013), karena itu jika ulat S. litura ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak dapat menimbulkan kerusakan yang serius. Kerusakan yang ditimbulkan akibat ulat grayak ini ada pada stadium larva seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9a dan 9b.

Kondisi di area pertanaman talas hanya dijumpai kelompok larva S. litura

yang memakan daun talas hingga menjadi rusak dan berlubang. Larva memakan seluruh permukaan daun, hingga menyisakan epiderrmis permukaan atas tulang

(29)

daun. Tingkat serangan ulat S. litura yang terjadi di dua kecamatan; Cijeruk dan Tamansari ini terbilang cukup rendah yaitu sebesar 9% dan 21%. Hal tersebut terlihat pada pengamatan penelitian yang dilakukan di lahan talas dan laporan dari petani langsung, bahwa hama ulat grayak ini tidak banyak menyerang lahan pertanian talas mereka. Dari setiap petakan tanaman talas, hanya terdapat satu sampai dua tanaman yang terserang ulat grayak S. litura, bahkan ada di beberapa area pertanian talas yang tidak terserang hama ulat grayak sama sekali.

Hawar daun Phytophthora colocasiae

Cendawan patogen penyebab dari hawar daun talas ini adalah P. colocasiae

(Agrios 2005). Daun talas yang menghitam dan berlubang atau petani responden sering menyebutnya dengan sebutan “lodoh”, ditunjukkan pada Gambar 10. Gejala awal penyakit ini yaitu terlihat adanya bercak-bercak pada daun yang awalnya berwarna ungu, kemudian menjadi merah cokelat dengan garis tepi kuning hingga terkadang menyerupai bentuk cincin seperti pada Gambar 10a dan 10b. Selanjutnya, daun yang mengalami infeksi berangsur-angsur meluas menjadi hawar. Penyebaran penyakit hawar daun ini terindikasi melalui percikan air hujan.

P. colocasiae menghasilkan sporangia dan zoospore yang siap lepas pada air dan dapat menyebar oleh percikan air hujan, tapi tidak karena angin (Agrios 2005).

P. colocasiae memiliki kisaran inang yang cukup terbatas, yaitu talas dan ubi rambat. Penyebaran P. colocasiae melalui perbanyakan tanaman dan melalui tanah. Penyakit hawar daun ini sulit dikendalikan saat curah hujan tinggi. Pembakaran daun yang terinfeksi dan menghilangkan sisa tanaman setelah panen menjadi cara pengendalian yang paling efektif (Erwin dan Olof 1996). Tingkat serangan P. colocasiae cukup rendah di dua kecamatan; Cijeruk dan Tamansari yaitu sebesar 41% dan 26%. Hasil pengamatan di lapangan dan informasi petani, bahwa penyakit hawar ini tidak mengganggu hasil produksi talas yang dihasilkan. Hal tersebut juga dibuktikan dengan hasil panen yang dihasilkan cukup normal dan stabil, setiap 1 000 m2 lahan yang ditanami talas tetap dapat menghasilkan panen sebanyak 1 000 talas.

Gambar 9 Gejala serangan ulat S. litura pada daun talas

(30)

12

Identifikasi terhadap patogen yang terdapat pada daun talas yang mengalami gejala hawar daun menunjukkan adanya spora P. colocasiae. Bentuk spora P. colocasiae yaitu bulat lonjong yang menyerupai buah pir. Gambar 11 menunjukkan spora P. colocasiae yang berkoloni membentuk sporangium .

Tindakan Pengendalian OPT

Terdapat tiga jenis cara pengendalian OPT yang dilakukan oleh petani, yaitu menggunakan non pestisida, pestisida, dan campuran. Pembagian atas ketiga jenis pengendalian OPT talas ini berdasarkan pada strategi pengendalian yang dilakukan. Tindakan pengendalian non pestisida diantaranya yaitu pengendalian dari aspek budidaya (melakukan pola tanam yang tepat, pergiliran tanaman, dan sanitasi lahan) dan pengendalian secara mekanik (diambil langsung dengan tangan). Pengendalian pestisida hanya dilakukan jika diperlukan, karena penggunaan pestisida harus dilakukan secara bijaksana untuk mengurangi risiko pencemaran lingkungan. Pengendalian campuran yaitu penggabungan dua tindakan pengendalian dari non pestisida dan pestisida.

Tindakan pengendalian OPT talas di Kecamatan Cijeruk adalah masing-masing sebesar 26% non pestisida, 22% pestisida, dan 52% campuran, sedangkan di Kecamatan Tamansari masing-masing sebesar 22% non pestisida, 34% pestisida, dan 44% campuran (Gambar 12). Tindakan pengendalian OPT non pestisida yang dilakukan petani responden di dua kecamatan lebih dominan dengan teknik budidaya dan mekanik, yaitu pergiliran tanaman, sanitasi lahan, dan pengambilan secara langsung dengan mencabut bagian tanaman yang terserang OPT. Tindakan pengendalian intensif dengan pestisida dilakukan dengan frekuensi aplikasi yang disesuaikan dengan tingkat keparahan serangan OPT talas

a

b

Gambar 10 Penyakit hawar daun talas P. colocasiae

(31)

tersebut. Petani melakukan pencampuran 2-3 jenis pestisida dengan alasan agar hama dan penyakit yang menyerang di lahan talas dapat segera teratasi dengan cepat. Petani melakukan penyemprotan pestisida hanya di 2-3 bulan pertama awal masa pertanaman dengan frekuensi penyemprotan dua minggu sekali yang dilakukan di pagi hari. Keputusan melakukan penyemprotan pestisida dikalangan petani juga dipengaruhi oleh biaya yang dimiliki. Jika biaya yang dimiliki terbatas, maka pengendalian dengan penyemprotan pestisida hanya dilakukan minimal dua kali selama masa tanam talas. Beberapa pestisida sintetis yang sering digunakan oleh petani talas diantaranya pestisida berbahan aktif Deltamethrin, Profenofos, dan Lamda sihalotrin.

Petani responden pada dua kecamatan memilki kecenderungan yang lebih banyak pada teknik pengendalian campuran, yaitu sebesar 52% dan 44%. Penggabungan antara tindakan pengendalian non pestisida dengan pestisida dilakukan di awal penanaman bibit talas, petani memberikan pupuk kandang dan Karbofuran secara bersamaan, penggunaan Karbofuran digunakan satu kali dalam satu kali musim tanam dan dibutuhkan sekitar 1500 g/1000 m2 lahan. Jika ada tanaman yang sakit, maka bagian tanaman yang terserang akan dicabut langsung dengan tangan, dan jika ada gulma akan langsung disiangi menggunakan koret. Petani responden di dua kecamatan memilih menggunakan Karbofuran sebagai tindakan pengendalian terhadap ulat, siput, dan serangga pemakan daun yang dapat menyerang tanaman talas. Penggunaan Karbofuran sangat efektif dalam mengendalikan hama dan serangga dalam bentuk larva seperti penggerek daun, ganjur, lundi/uret, nematoda bintil akar, perusak daun, ulat grayak, dan penggerek pucuk.

Gambar 12 Tindakan pengendalian OPT di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari

Hubungan Antara Karakteristik Petani dengan Tindakan Pengendalian OPT Analisis hubungan pada tabel Chi-square menunjukkan bahwa tindakan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) di Kecamatan Tamansari berasosiasi atau saling berhubungan pada dua karakteristik petani talas, yaitu tingkat pendidikan (0.03) dan pengalaman SLPHT (0.00) pada taraf α = 5%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan partisipasi SLPHT yang telah di ikuti petani responden di Kecamatan Tamansari membuat petani cenderung memilih untuk melakukan tindakan pengendalian secara campuran. Petani responden di Kecamatan Tamansari yang mengikuti jenjang pendidikan sekolah

(32)

14

(SD dan SMP/SMA) cenderung memilih teknik pengendalian OPT talas secara non pestisida dan campuran. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sangat penting dalam membentuk pola pikir masyarakat dalam memilih tindakan pengendalian yang ramah lingkungan, yaitu mengurangi tindakan pengendalian secara kimiawi secara maksimum.

Tabel 2 Uji Chi-square di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari

Variabel Cijeruk Tamansari

Chi-square p-Value Chi-square p-Value

Usia 1.7009 0.95 10.4797 0.11

Pendidikan 4.6799 0.32 9.4633 0.03

Pengalaman Usahatani 0.5058 0.78 0.3305 0.85

Kelompok Tani 0.3415 0.84 5.6484 0.06

SLPHT 0.9670 0.62 11.2278 0.00

Gambar 13 Hubungan tindakan pengendalian dan pendidikan di Kecamatan Cijeruk (a) dan Tamansari (b)

Keikutsertaan petani responden di Kecamatan Tamansari dalam kegiatan SLPHT membuat petani lebih cenderung menggunakan teknik pengendalian OPT talas secara non pestisida dan campuran. Hal ini menunjukkan bahwa semakin aktif petani untuk berpartisipasi dalam kegiatan SLPHT, maka semakin beragam informasi yang diperoleh petani dalam tindakan pengendalian OPT talas. Beragam kegiatan yang dirangkum dalam program SLPHT, mulai dari berdiskusi tentang praktik budidaya talas hingga melakukan tindakan pengendalian OPT talas, membuat pola pikir petani semakin baik tentang pentingnya tindakan

(33)

pengendalian OPT dan memahami konsep penerapan teknologi ramah lingkungan di bidang pertanian, khususnya pengendalian hama terpadu. Sulistiawati (2011) menyatakan bahwa informasi pertanian yang diterima dari kegiatan SLPHT masih sangat diperlukan, karena hal tersebut dapat membantu petani dalam upaya pengendalian OPT dengan teknik pengendalian hama secara terpadu.

Gambar 14 Hubungan tindakan pengendalian dan keikutsertaan SLPHT di Kecamatan Cijeruk (a) dan Tamansari (b)

Berbeda halnya dengan hasil analisis uji Chi-square yang dilakukan di Kecamatan Cijeruk, tidak adanya hubungan keterkaitan atau asosiasi antara karakteristik petani responden (usia, pendidikan, kelompok tani, pengalaman usahatani, dan SLPHT) dengan tindakan pengendalian OPT talas yang dilakukan. Hal ini berarti bahwa berapapun tingkat usia petani, apapun tingkat pendidikan petani, dan bagaimanapun pengelolaan usahatani yang dilakukan, serta keaktifannya dalam kelompok tani dan SLPHT tidak memengaruhi cara atau tindakan petani responden dalam melakukan pengendalian OPT talas di lahannya masing-masing.

Pengambilan keputusan petani responden di Kecamatan Cijeruk atas tindakan pengendalian OPT yang dipilih juga bisa terjadi karena adanya faktor pengalaman dan fakta dari lingkungan keluarga yang turun-temurun terus diajarkan kepada petani tentang bagaimana cara pengendalian OPT talas. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Nazirah (2011) yang menyatakan bahwa adanya pengajaran secara turun-temurun menjadi pilihan petani dalam melakukan tindakan pengendalian hama dan penyakit tanaman secara terus-menerus.

(34)

16

Analisis Usahatani

Secara keseluruhan hasil analisis usahatani di masing-masing Kecamatan Cijeruk dan Tamansari pada biaya tunai memiliki nilai rasio R/C > 1 yaitu 3.01 dan 3.20 (Tabel 3) sehingga usahatani yang dilakukan oleh petani di dua kecamatan tersebut dapat dikatakan efisien untuk dijalankan. Petani mendapatkan keuntungan dari usahatani talas yang dilakukan. Setiap biaya sebesar Rp100 000 yang dikeluarkan, petani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari mendapatkan penerimaan masing-masing sebesar Rp301 000 dan Rp320 000 sehingga keuntungan yang diperoleh dari setiap biaya Rp100 000 yang dikeluarkan petani talas di masing-masing Kecamatan Cijeruk dan Tamansari adalah sebesar Rp201 000 dan Rp220 000.

Rasio penerimaan terhadap biaya tunai usahatani di Kecamatan Tamansari lebih besar dibandingkan di Kecamatan Cijeruk karena biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani talas di Kecamatan Tamansari lebih rendah dibandingkan dengan Kecamatan Cijeruk. Hasil uji F; F hitung 0.4552 dan F tabel 2.98 dan uji t; t hitung 0.2148 dan t tabel 1.73 menunjukkan bahwa nilai R/C biaya tunai tidak berbeda nyata, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai R/C biaya tunai di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari.

Tabel 3 Komponen perhitungan usahatani di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari

Kode Komponen usahatani Perhitungan usahatani Cijeruk* Tamansari* A Penerimaan tunai Harga x Jumlah talas 20 000 000 15 000 000

Tabel 4 Perhitungan usahatani berdasarkan tindakan pengendalian OPT talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari

Tindakan pengendalian OPT R/C tunai

Cijeruk Tamansari

Non pestisida 2.91 3.43

Pestisida 2.89 2.61

Campuran 2.65 2.40

(35)

dibandingkan dengan petani yang menggunakan pestisida maupun campuran. Hal ini dapat disebabkan karena tindakan pengendalian OPT talas secara non pestisida dapat meminimumkan biaya pengeluaran usahatani talas dari segi biaya sarana produksi seperti pupuk, pestisida, dan upah pekerja sehingga hal ini juga menjadi faktor keuntungan yang didapatkan oleh petani non pestisida menjadi lebih besar. Hasil uji F; F hitung 0.1320 dan F tabel 19.00 dan uji t; t hitung 0.4962 dan t tabel 2.13 menunujukkan bahwa nilai R/C biaya tunai tidak berbeda nyata, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai R/C biaya tunai di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hama dan penyakit tanaman talas yang terdapat di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari adalah hama ulat grayak S. litura dan penyakit hawar daun P. colocasiae. Permasalahan adanya hama dan penyakit tanaman talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari tidak menjadi faktor penghambat utama dalam usahatani talas yang dilakukan karena tingkat serangan hama dan penyakit tanaman talas di dua kecamatan rendah; 9% dan 21%.

Tindakan pengendalian atas pengelolaan hama dan penyakit tanaman talas terbagi menjadi tiga, yaitu secara non pestisida, pestisida, dan campuran. Keterkaitan antara tindakan pengendalian OPT dengan karakteristik petani yang di analisis tidak terlihat secara nyata pada seluruh responden. Namun demikian, secara parsial keterkaitan antara tindakan pengendalian OPT dengan tingkat pendidikan dan keikutsertaan dalam SLPHT terlihat nyata hanya pada Kecamatan Tamansari.

Analisis rasio R/C total usahatani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari masing-masing sebesar 3.01 dan 3.20, artinya pendapatan yang diperoleh petani lebih besar dibandingkan pengeluaran dari usahatani talas yang dilakukan, maka usahatani talas menguntungkan dan efisien untuk dijalankan. Usahatani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari memberikan keuntungan ekonomi yang signifikan bagi petani dengan keuntungan sebesar dua kali dari biaya produksi. Pengendalian non pestisida di Kecamatan Tamansari memberikan keuntungan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pengendalian pestisida dan campuran.

Saran

(36)

18

DAFTAR PUSTAKA

[ACIAR] Australian Centre for International Agricultural Research. 2008. Taro Pest. Australia (AU): ACIAR

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed. Ke-5. Florida (US): Academic Press. Agustina L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta. [BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Statistics Indonesia). 2014. Data

Statistik Indonesia - Karakteristik Penduduk. [diunduh 2014 Agustus]. Tersedia pada: www.datastatistik-indonesia.com

Borror DJ, White RE. 1970. The Peterson Field Guide Series: Insects. New York (US): Hounghton Mifflin Harcourt Publishing Company

[COPR] Centre for Overseas Pest Research. 1994. Pest Control In tropical Root Crops. Ministry of Overseas Development London. Pans Manual Volume 4. London (GB): COPR

[Depkes.] Departemen Kesehatan. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta (ID): Bharata

[Deptan] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2007. Kebijakan strategis ekspor talas. Jakarta (ID). Deptan.

[Deptan] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2011. Mengenal tanaman talas [internet]. Jakarta (ID): Deptan. [diunduh 2014 Juni]. Tersedia pada: http://sulut.litbang.deptan.go.id

Dharisy. 2010. Do it Now! GSII (Global Seafood International Indonesia) Kuasai Pangsa Pasar talas Dunia. Republika. Kategori: Bisnis. [internet]. [diunduh 2014 Juni]. Tersedia pada: http://republikaonline.com

[Ditjen BPTP] Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2010. Budidaya Pangan Alternatif.

Jakarta (ID): Ditjen BPTP.

[DPKKB] Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2013. Laporan Monografi Pertanian Kabupaten Bogor. Bogor (ID): DPKKB

Erwin D, Olof K. 1996. Phytophtora colocasiae Disease Wordwode. St. Paul Minnesota : APS Press.

Hidayanti E, Kanthi R. 2013. Perkembangan serangan hama Spodoptera litura

pada tanaman tembakau triwulan II 2013 di wilayah kerja BBPPTP Surabaya. [Internet]. [diunduh 2014 Agustus]. Tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.go.id/spodopthera ok.pdf

Hermanto, Swastika DKS. 2011. Penguatan kelompok tani: Langkah awal peningkatan kesejahteraan petani. Jurnal Analisis Kebijakan. Vol-9 No 4, Desember 2011: 371-390

Kocchar SL. 1998. Tropical Crops: A Textbook of Economic Botany. Cambridge (GB): Macmillan International College Editions

Kue Lapis Talas, Santapan Legit Khas Bogor. 2013. Berita – Info Bisnis [Internet]. [4 Juni 2013 ]. Bogor (ID): Kabupaten Bogor. [diunduh pada 2014 Juni]. Tersedia pada: http://bisnisukm.com/kue-lapis-santapan-legit-khas -bogor.html

(37)

Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor (ID): PAU.

Nazirah L. 2011. Pengetahuan, sikap, dan tindakan petani dalam pengelolaan hama dan penyakit pepaya di Kecamatan Rancabungur, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[Pemkab Bogor] Pemerintah Kabupaten Bogor. 2013. Laporan target luas panen, produksi, dan produktivitas talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari [Internet]. [diunduh pada 2014 April]. Tersedia pada: www.bogorkab.go.id/wpcontent/uploads/2013/08/Cijeruk-Tamansari.swf Shinta A. 2011. Ilmu Usahatani. Malang (ID): Universitas Brawijaya Press [UB

Press].

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani Soekartawi. Jakarta (ID): Universitas Indonesia [UI Press].

(38)
(39)
(40)

22

Lampiran 1 Kuesioner penelitian

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TALAS DI

KECAMATAN CIJERUK DAN TAMANASARI KABUPATEN BOGOR

KARAKTERISTIK PETANI

1. Lokasi Desa :Kecamatan: 2. Nama:

3. Usia :

4. Jenis kelamin: a. Laki-lakib. Perempuan 5. Alamat:

6. Pekerjaan utama: 7. Pekerjaan sampingan:

8. Tingkat pendidikan: a. SD/MIc. SLTA/SMKe. Tidak sekolah b. SLTP/MTsd. Perguruan Tinggi 9. Jumlah tanggungan keluarga : ...orang

10. Status kepemilikan lahan [ ] Lahan sendiri[ ] Penggarap [ ] Sewa

BUDIDAYA TALAS & PENGENDALIAN OPT

11. Varietas Talas yang digunakan : ... 12. Jarak tanam: ...

13. Pupuk yang digunakan : a. Pupuk komposb. Pupuk kompos dan kimia 14. Bagaimana pola tanam yang digunakan

a. Monokultur

Alasan ...

b. Tumpangsari (sebutkan tanamannya)

Alasan ...

15. Masalah yang sering dihadapi dalam pengelolaan usahatani tanaman talas [ ] Hama dan penyakit

[ ] Modal atau biaya produksi [ ] Air / irigasi

[ ] Pemasaran

[ ] Lainnya ...

16. Apakah bapak/ibu melakukan pengamatan hama dan penyakit? a. Yab. Tidak (langsung ke nomor 14)

17.Bagaimana dan kapan bapak/ibu mengamati hama dan penyakit di pertanaman?...dilakukan setiap... hari/minggu/bulan/tidak tentu

18.Dalam melakukan pengmatan kondisi pertanaman, apa saja yang bapak/ibu amati?

a. Adanya serangan hama & penyakit b. Menduga tingkat kerusakan

19. Bagaimana bapak/ibu mengendalikan gulma ? a. Menyemprot herbisida

b. Disiangi atau dicabut

20. Dari pengalaman bapak/ibu, jenis hama & penyakit apa saja yang paling sering menimbulkan kerugian :...

21. Bagaimana bapak/ibu mengendalikan hama dan penyakit tersebut? [ ] Secara mekanik, dengan ...

(41)

[ ] Secara hayati, dengan ... 22. Mengapa menggunakan pestisida untuk pengendalian?

[ ] Efektif terhadap serangan hama dan penyakit [ ] Mudah didapatkan

[ ] Praktis dalam aplikasi [ ] Harga murah

[ ] Saran dari orang lain

[ ] Lainnya ...

23.Dalam hal menyemprotkan pestisida, apakah bapak/ibu melaksanakan pencampuran pestisida?

a. Tidak c. Ya, 3 jenis e. > 4 jenis b. Ya, 2 jenis d. Ya, 4 jenis

24.Pestisida apa yang bapak/ibu yang digunakan dalam pengendalian hama dan penyakit :

Jenis Pestisida yang digunakan Aplikasi OPT sasaran

25. Kapan penyemprotan pestisida dilakukan?

a. Secara terjadwal b. Ketika terjadi serangan hama dan penyakit 26. Apakah bapak/ibu pernah mengikuti kegiatan peningkatan pengetahuan

pertanian (SLPHT)? a. Tidak

b. Ya, Kapan dilaksanakan? Tahun ...

c.Pengetahuan apa yang didapatkan? ...

27. Jika menggunakan pestisida, kapan bapak/ibu memutuskan untuk melakukan penyemprotan?

[ ] Saat serangan hama dan penyakit mulai menyerang [ ] Ketika adanya gejala pada tanaman

[ ] Saat cuaca kurang baik

[ ]Lainnya...

28. Apa yang bapak/ibu lakukan jika hama dan penyakit tanaman talas tidak dapat dikendalikan?

[ ] Dibiarkan saja

[ ] Penyemprotan pestisida lagi dengan konsentrasi yang sama [ ] Penyemprotan pestisida dengan konsentrasi yang yang lebih tinggi [ ] Penyemprotan dengan mengganti jenis pestisida sebelumnya

29. Apakah bapak/ibu mendapatkan pelatihan atau penyuluhan khusus terkait informasi tentang hama dan penyakit tanaman talas?

[ ] Ya, dari siapa? ... [ ] Tidak

30. Apakah bapak/ibu aktif dalam melakukan kegiatan perkumpulan kelompok tani atau gapoktan?

(42)

24

Pengetahuan Budidaya B S Tt.

1. Bibit sebaiknya berasal dari anakan tanaman yang sehat 2. Pupuk kandang perlu diberikan agar tanah menjadi gembur 3. Pengendalian hama dan penyakit perlu dilakukan berkala 4. Pupuk urea bila tidak ditutupi tanah, sebagian akan hilang Karena menguap

5. Pemupukan sebaiknya diberikan secara lengkap dengan Menggunakan campuran urea/Za dengan TSP dan KCl 6. Gulma yang ada di pertanaman dapat menjadi sumber Penyakit

7. Sebagian penyakit dapt bertahan hidup dalam tanah

Tindakan Aplikasi Pestisida B S Tt. 1. Saat penyemprotan dilakukan, sprayer perlu dilonggarkan

agar pengendalian teraplikasikan dengan baik

2. Semakin tua/besar tanaman, jumlah cairan semprot yang Dibutuhkan harus ditambah

3. Saat penyemprotan dilakukan, sebaiknya berjalan sejalan Dengan arah mata angin

4. Saat penyemprotan dilakukan, sebaiknya menggunakan penutup mulut dan pakaian khusus

5. Mencuci tangki bekas semprot tidak boleh dilakukan di Dekat sumber air; kolam/kali/sumur

6. Untuk menghindari bahaya keracunan pestisida, penyemprotan tidak boleh dilakukan menjelang panen 7. Pestisida sebaiknya disimpan ditempat tersendiri dan tidak Mudah terjangkau oleh anak-anak

Keterangan : B = Benar, S = Salah, dan Tt. = Tidak tahu

ANALISIS USAHATANI

31. Luas lahan tanaman talas yang dikelola seluas ... ha 32. Jumlah tanaman talas saat ini ... 33. Penghasilan atau biaya hidup petani talas per – bulan ...

34. Berdasarkan luas lahan tersebut, mohon dijelaskan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan tanaman selama 1 musim tanam.

(43)

Penyemprotan insektisida Penyemprotan herbisida Penyemprotan fungisida Panen

Sewa lahan

Lainnya...

35. Berapa banyak hasil panen talas (kg) tiap kali musim

panen? ...Dalam Rupiah ...

(44)

26

Lampiran 2 Data jumlah variabel karakteriktik petani di Kecamatan Cijeruk

Wilayah Variabel Frekuensi

Pengendalian OPT

Total Non

(45)

Lampiran 3 Data jumlah variabel karakteriktik petani di Kecamatan Tamansari

Wilayah Variabel Frekuensi

Pengendalian OPT

Total Non

(46)

19

Lampiran 4 Hasil analisis Chi-square karakteristik petani dengan tindakan pengendalian OPT talas di Kecamatan Cijeruk

Variabel Nilai harapan

Chi-square p-value Keputusan Hipotesis (taraf nyata α= 5%)

Usia 4,16 3,52 8,32

Keterangan : p-value = peluang Chi-square

Hipotesis: H0 = Tidak ada hubungan anatara kedua variabel H1 = Ada hubungan antara kedua variabel

(47)

Lampiran 5 Hasil analisis

Chi-square karakteristik petani dengan tindakan pengendalian OPT talas di Kecamatan Tamansari

Variabel Nilai harapan Chi-square p-value Keputusan Hipotesis (taraf nyata α= 5%) Usia 2,42 3,74 4,84 10,47966294 0,11 Karena p-value (0.11) > α (0.05) maka terima H0

Hipotesis: H0 = Tidak ada hubungan anatara kedua variabel H1 = Ada hubungan antara kedua variabel

(48)

30

Lampiran 6 Dokumentasi lahan talas di dua kecamatan

1. Lahan talas di Kecamatan Cijeruk

(49)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 November 1989 sebagai anak ke-4 dari 9 bersaudara pasangan Darman (Alm.) dan Kusminah. Pendidikan menengah atas penulis tempuh di MAN 13 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Pendidikan tinggi (2008) ditempuh penulis di Institut Pertanian Bogor di Dapertemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian melalui jalur Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama kuliah penulis sangat aktif berorganisasi mulai dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tingkat

Persiapan Bersama (TPB) sebagai Staf Ahli Departemen Advokasi pada tahun 2008-2009, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Keluarga Mahasiswa (KM) 2009-2010, Tim Majelis Walim Amanat (MWA) Unsur Mahasiswa bersama Presiden Mahasiswa tahun 2010, UKM FORCES 2009-2011, Senior Resident 2010, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) sebagai Sekretaris Kementerian Pengembangan Potensi Sumber Daya Mahasiswa (PPSDM) tahun 2011-2012. Selain aktif berorganisasi di intra kampus, penulis juga aktif dalam organisasi ekstrakampus, yaitu KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) tahun 2009 dan Komunitas Sahabat Beasiswa tahun 2012 hingga saat ini. Penulis juga sering diundang untuk menjadi pembicara dan mederator dalam kegiatan seminar motivasi dari berbagai organisasi di IPB. Bidang akademik, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) pada tahun 2011, peraih penghargaan sebagai Duta Anti Korupsi IPB versi KPK tahun 2009, dan peraih dana DIKTI dalam Program Kreatif Mahasiswa (PKM) tahun 2011, selain itu penulis juga merupakan penerima beasiswa Bantuan Khusus Mahasiswa (BKM) IPB 2011 dan beasiswa Departemen Proteksi Tanaman PIJAR tahun 2009-2014. Tahun 2012 penulis juga berkesempatan menjadi Delegasi Symposium International of Indonesian Student

di New Delhi, India. Selanjutnya di tahun 2013 paper penulis lolos dalam acara

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Tabel 1 Target luas panen, produksi,  dan produktivitas talas di Kecamatan
Gambar 2 Usia petani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Gambar 5 Keaktifan dalam kelompok tani di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Jenis Imbauan Pesan dan Musik tentang Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan Melalui Kaset Audio pada Peningkatan Pengetahuan Petani Ikan di Desa

Menurut petani responden (55%), pengendalian penyakit antraknosa tidak memberikan keefektivan pengendalian yang baik, karena setelah dilakukan pengendalian penyakit ini dapat

Pakar Hama dan Penyakit Tanaman Rempah, Obat dan Aromatik Berbasis Web, yang dapat memudahkan petani dalam mengakses informasi untuk mendeteksi hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan petani responden dilakukan se cara kimiawi dengan aplikasi pestisida ke areal pertanaman, contohnya dalam melakukan pengendalian

Menurut petani responden (55%), pengendalian penyakit antraknosa tidak memberikan keefektivan pengendalian yang baik, karena setelah dilakukan pengendalian penyakit ini dapat

Kegiatan ini bertujuan agar petani mampu mengatasi serangan hama dan penyakit yang menyerang jambu biji, dengan pengendalian yang tepat yang memperhatikan segala aspek, sehingga

Data treatment adalah data yang digunakan untuk melakukan tindakan pengendalian terhadap hama atau penyakit yang menyerang tanaman salak pondoh, sehingga

Pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Situbondo terhadap pemanfaatan hewan sebagai musuh alami dalam upaya pengendalian OPT (hama dan penyakit) dapat dilihat pada