• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DI KECAMATAN RANCABUNGUR DAN KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR DIDAH FARIDAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DI KECAMATAN RANCABUNGUR DAN KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR DIDAH FARIDAH"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN JAMBU BIJI

(Psidium guajava L.) DI KECAMATAN RANCABUNGUR

DAN KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR

DIDAH FARIDAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

DIDAH FARIDAH. Hama dan Penyakit Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava

L.) di Kecamatan Rancabungur dan Kampus IPB Darmaga Bogor. Dibimbing oleh KIKIN HAMZAH MUTAQIN dan DEWI SARTIAMI.

Jambu biji (Psidium guajava L.) di Indonesia pada mulanya hanya merupakan tanaman pekarangan dan pembatas kebun saja. Sejak dikenal jambu biji Bangkok, usaha tani jambu biji secara komersial pada areal yang luas mulai dibudidayakan secara intensif di Indonesia. Penambahan luas area pertanaman dan budidaya monokultur berpotensi menyebabkan permasalahan hama dan penyakit baru atau meningkatnya masalah hama dan penyakit yang telah ada sehingga diperlukan informasi yang lebih lengkap mengenai hama dan penyakit yang terdapat pada tanaman jambu biji. Penelitian ini bertujuan mengamati intensitas dan luas serangan hama dan penyakit tanaman jambu biji, mengidentifikasi hama dan patogen penyebabnya serta mengetahui teknik budidaya jambu biji di Kecamatan Rancabungur dan kampus IPB Darmaga Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan di tiga lahan pertanaman jambu biji dengan umur tanaman yang berbeda yaitu 4,5 bulan, 1,5 tahun, dan 4,5 tahun di Desa Bantarjaya. Contoh hama dan penyakit berikut gejala diambil dari ketiga lahan pengamatan, lahan jambu biji di sekitarnya, dan dua lahan kampus IPB Darmaga kemudian diidentifikasi di laboratorium. Informasi mengenai teknik budidaya dan pengelolaan terhadap hama dan penyakit tanaman jambu biji diperoleh melalui survei terhadap 20 petani responden. Organisme pengganggu tanaman (OPT) yang ditemukan pada pertanaman jambu biji adalah tungau (Acarina: Tetranychidae dan Mycobatidae), Valanga spp., Helopeltis sp., kepik penghisap pucuk (Hemiptera: Coreidae dan Tessaratomidae), Lawana candida, kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae), Aphis gossypii, Icerya seychellarum, Coccus viridis, kututempurung hitam, Aspidiotus destructor, kutu perisai spesies 1, kutu putih (Hemiptera: Pseudococcidae), kumbang moncong (Coleoptera: Curculionidae), kumbang penggerek buah (Coleoptera: Nitidulidae), Bactrocera carambolae, ulat pucuk (Lepidoptera), ulat penggulung daun (Lepidoptera), Trabala spp., ulat api (Lepidoptera: Limacodidae), ulat penggerek batang (Lepidoptera: Metarbelidae), ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae), ulat penggerek buah (Lepidoptera: Pyralidae), dan Attacus atlas. OPT yang berpotensi sebagai hama penting yang menyebabkan kerugian secara langsung adalah lalat buah, ulat pucuk, kumbang penggerek buah, kutu putih, dan ulat penggerek buah. Namun OPT lainnya seperti Helopeltis sp., hama menusuk menghisap lain, dan hama menggigit-mengunyah juga berpotensi sebagai penyebab kehilangan hasil karena berpotensi dapat menyebarkan inokulum patogen di pertanaman. Penyakit yang ditemukan adalah penyakit antraknosa, bercak daun kelabu dan kanker buah Pestalotia, karat merah, busuk buah Botryodiplodia, penyakit layu, embun jelaga, bercak merah daun, dan kerusakan fisik mekanis pada buah. Budidaya yang dilakukan oleh petani di Rancabungur masih beragam. Pemupukan dan aplikasi pestisida yang dilakukan bergantung pada keadaan ekonomi petani. Pembungkusan buah merupakan salah satu pengelolaan hama dan penyakit yang intensif dilakukan oleh petani terutama untuk mencegah serangan hama lalat buah.

(3)

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN JAMBU BIJI

(Psidium guajava L.) DI KECAMATAN RANCABUNGUR

DAN KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR

DIDAH FARIDAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul Penelitian : Hama dan Penyakit Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava L.) di Kecamatan Rancabungur dan Kampus IPB Darmaga Bogor

Nama Mahasiswa : Didah Faridah

NRP : A34062598

Disetujui

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi. NIP. 19680602 199303 1003

Dosen Pembimbing II

Dra. Dewi Sartiami, MSi. NIP. 19641204 199103 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc. NIP. 19640204 199002 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 6 Juli 1986 sebagai putri ke-4 dari 7 bersaudara dari pasangan Bapak H. Badrussalam dan Ibu Hj. Uun Homsah.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar sampai sekolah menengah umum di kota Majalengka. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah umum di SMA Negeri 1 Majalengka. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2006 dan selanjutnya pada tahun 2007 penulis diterima pada Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.

Tahun 2006 penulis magang di Laboratorium Virologi Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor dan tahun 2010 penulis menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Hama dan Penyakit Tanaman Tahunan.

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Subhanahuwata’ala, karena dengan seizin-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juli 2011 di Kecamatan Rancabungur dan lahan Kampus IPB Darmaga, Bogor.

Dengan penuh rasa hormat, penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi dan Dra. Dewi Sartiami, MSi sebagai dosen pembimbing yang selalu memberi bimbingan, arahan, fasilitas, bantuan, motivasi, kritik, dan saran sejak persiapan penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai. Terima kasih juga penulis tujukan untuk Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. selaku dosen pembimbing akademik; Dr. Endang Sri Ratna selaku dosen penguji tamu; seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman dan TPB atas ilmu yang diberikan selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor; kepada Ibu Aisyah yang mengajari pembuatan preparat kutu tanaman; kepada laboran, senior, dan teman-teman di Laboratorium Biosistematika Serangga dan Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman atas bantuan dan motivasinya. Terima kasih juga disampaikan kepada petani di Rancabungur terutama kepada keluarga Bapak Adang, Bapak Istikhori, Bapak Encik, Bapak Ismail, dan lain-lain atas fasilitas dan kerjasamanya berbagi ilmu dan pengalaman bertani jambu biji; kepada teman-teman yang membantu di lapang: Fakhry Sahlan, Sifa, Moya, Susi, Fitrah, Lia, Eva, Aisah, Laras, Satrio, Sandy, Kak Ary, Indri, Fitri, dan Ulfa. Kepada teman-teman Departemen Proteksi Tanaman angkatan 43, 44, dan 45 terima kasih atas bantuan, dukungan, kebersamaan, dan persahabatannya.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua, kakak (Otong Athoillah, Popon Fauziah, Lili Hambali, Sahara, Fikhriah, dan Jalaluddin), dan adik (Muhammad Murtaqi, Ade Idrus Hariri, dan Dzulfikrie Al-Hasan) atas pengorbanan, doa, dan cinta kasihnya yang tulus; kepada keluarga besar Bapak Saleh Wangsa dan Bapak Ahmad atas doa, dukungan, bantuan, dan inspirasinya. Kepada teman-teman di Wisma Green-pink dan Seroja: Hilda, Erlin, Ii, Ines, Nina, Feny, Intan, Shanty, Teh Imeh, dan Maria terima kasih atas persahabatan, kebersamaan, dan bantuannya. Serta kepada pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahan khususnya ilmu perlindungan tanaman.

Bogor, September 2011

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Tanaman Jambu Biji ... 4

Sejarah ... 4

Botani dan Morfologi Jambu Biji ... 4

Cara Perkembangbiakan Jambu Biji ... 6

Varietas Jambu Biji ... 7

Syarat Tumbuh ... 8

Kandungan dan Manfaat Jambu Biji ... 8

Hama Tanaman Jambu Biji ... 9

Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) ... 10

Ulat Kantung (Lepidoptera: Psychidae) ... 11

Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) ... 12

Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) ... 12

Hama Lainnya ... 13

Penyakit Tanaman Jambu Biji ... 13

Antraknosa ... 13 Kanker Berkudis ... 15 Bercak Daun ... 15 Karat Merah ... 16 Penyakit Layu ... 16 Busuk Buah ... 17 METODE PENELITIAN ... Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

Penentuan Lahan Pengamatan dan Petak Contoh Tanaman ... 18

Pengamatan dan Pengambilan Sampel untuk Inventarisasi Hama dan Penyakit ... 18

(8)

Halaman

Pengamatan Penyakit ... 21

Identifikasi Hama dan Patogen ... 22

Wawancara Petani ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

Keadaan Umum Lahan Pertanaman Jambu Biji ... 24

Organisme Pengganggu Tanaman yang Ditemukan pada Tanaman Jambu Biji ... 26

Hama Menggigit-Mengunyah yang Menyerang Daun ... 31

Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) ... 44

Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) dan kutukapuk (Hemiptera: Margarodidae) ... 47

Lalat buah Bactrocera carambolae (Diptera: Tephritidae) ... 53

Kumbang Penggerek Buah (Coleoptera: Nitidulidae) ... 58

Hama Lainnya ... 60

Penyakit yang Ditemukan pada Tanaman Jambu Biji ... 70

Antraknosa ... 72

Kanker Buah Pestalotia dan Bercak Daun Kelabu ... 76

Karat Merah ... 78

Busuk Buah Botryodiplodia ... 81

Penyakit Layu ... 82

Embun Jelaga ... 83

Kanker Buah oleh Fungi Askomiset ... 85

Bercak Merah ... 85

Kerusakan Fisik dan Mekanis ... 85

Karakteristik Petani Di Kecamatan Rancabungur ... 87

Status Kepemilikan dan Luas Pengusahaan Lahan Jambu Biji Petani Responden ... 87

Budidaya Tanaman Jambu Biji ... 91

Bibit ... 91

Pola Tanam ... 92

Pengolahan Tanah dan Penanaman ... 93

Perawatan Tanaman Jambu Biji pada Awal Penanaman ... 94

Pemupukan ... 94

Pengendalian Gulma ... 96

Penggunaan Mulsa ... 96

Pemangkasan Tanaman ... 96

Perempelan Daun dan Pengurutan Ranting ... 98

Penjarangan dan Pembungkusan Buah ... 98

Permasalahan dalam Usahatani Jambu Biji ... 99

Panen dan Pemasaran ... 99

(9)

Halaman

Pengamatan Hama dan Penyakit ... 100

Pengelolaan Hama dan Penyakit oleh Petani ... 101

KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

Kesimpulan ... 103

Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Penentuan nilai numerik tingkat serangan kutu putih dan kutukebul 21

2. Penentuan nilai numerik tingkat serangan penyakit ... 22

3. Organisme pengganggu tanaman pada tanaman jambu biji di Rancabungur dan Kampus IPB Darmaga, Bogor ... 27

4. Penyakit yang terdapat pada pertanaman jambu biji di Rancabungur dan lahan kampus IPB Darmaga, Bogor ... 71

5. Karakteristik petani jambu biji yang diwawancara di Kecamatan Rancabungur, 2010 ... 88

6. Kepemilikan lahan dan luas pengusahaan lahan jambu biji oleh petani responden ... 89

7. Asal bibit jambu biji petani di Rancabungur ... 91

8. Penggunaan varietas jambu biji oleh petani di Rancabungur ... 92

9. Pola tanam yang dilakukan oleh petani jambu biji di Rancabungur 93

10. Penggunaan pupuk anorganik oleh petani di Rancabungur ... 95

11. Pengendalian gulma yang dilakukan oleh petani responden ... 96

12. Permasalahan usahatani jambu biji ... 99

13. Produksi jambu biji petani responden di Rancabungur ... 100

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Pertanaman jambu biji di Desa Bantarjaya Kecamatan Rancabungur: (A) lahan pertanaman jambu biji 1 tahun (lahan 1), (B) lahan pertanaman jambu biji 2 tahun (lahan 1), dan (C) lahan

pertanaman jambu biji 5 tahun (lahan 3) ... 25 2. Tingkat kerusakan tanaman jambu biji oleh serangan hama

menggigit-mengunyah pada ketiga lahan ... 32 3. Tingkat kerusakan tanaman jambu biji akibat serangan hama ulat

pucuk di lahan 1 dan 2 ... 33 4. Ulat pucuk dan gejala kerusakannya pada tanaman jambu biji: (A)

larva menggerek bunga, (B) larva menjelang berpupa, (C) pupa, (D) pucuk dan daun muda dijalin, (E) daun dan ranting dijalin, (F) daun muda dilipat dan berlubang-lubang, terdapat fras yang melekat pada sutera, (G & H) permukaan buah terdapat bekas

gerigitan larva yang mengering ... 34 5. Populasi belalang Valanga spp. pada lahan 1 ... 35 6. Belalang kayu Valanga nigricornis: (A) imago, (B) gejala gerigitan

pada daun ... 36 7. Ulat penggulung daun: (A) larva, (B) pupa, (C) daun digulung,

larva dan pupa hidup di dalam gulungan daun ... 36 8. Populasi ulat penggulung daun pada lahan 1 ... 37 9. Berbagai spesies ulat kantung pada tanaman jambu biji: (A) P.

hekmeyeri, (B) P. pendula, (C) ulat kantung spesies 1, (D) ulat kantung spesies 2, (E) ulat kantung spesies 3, (F) ulat kantung

spesies 4 (G) ulat kantung spesies 5, (H) ulat kantung spesies 6 .... 38 10. Trabala sp.: (A) kelompok telur, (B) pupa, (C) larva, dan (D)

gejala gerigitan pada daun jambu biji ... 42 11. Imago Attacus atlas di pertanaman jambu biji ... 42 12. Ulat api: (A) spesies 1 dengan gejala window panning pada daun

tua jambu biji, (B) larva ulat api spesies 2 ... 43 13. Kumbang moncong: (A) imago, (B) daun berlubang-lubang

disisakan tulang daunnya ... 43 14. Kutukebul A. dispersus: (A) pupa dan imago, (B) preparat pupa,

(C) koloni pada permukaan bawah daun tua jambu biji,

menyebabkan (D) embun jelaga pada permukaan atas daun ... 44 15. Intensitas serangan kutukebul pada tanaman jambu biji di lahan 2 .. 45

(12)

Halaman 16. Kutukebul Aleuroclava: (A) kutukebul menyebar pada permukaan

bawah daun tua jambu biji, (B) pupa dan kantung pupa, (C) kantung pupa Aleuroclava sp. 1, (D) preparat kantung pupa Aleuroclava sp. 1, (E) pupa Aleuroclava sp. 2, (F) preparat pupa

Aleuroclava sp. 2 ... 46 17. Intensitas serangan kutu putih pada tanaman jambu biji di lahan 2 47 18. Kutu putih (1. spesimen hidup dan 2. preparat): (A) F. virgata dan

(B) P. minor ... 48 19. Kutu putih (1. spesimen hidup dan 2. preparat): (A) R. spinosus

dan (B) R. invadens ... 49 20. Kutu putih (1. spesimen hidup dan 2. preparat): (A) R. jabadiu dan

(B) M. hirsutus ... 50 21. Spesimen hidup (1) dan preparat (2): (A) kutu putih P. marginatus

dan (B) kutukapuk I. seychellarum ... 51 22. Kolonisasi dan gejala kutu putih pada tanaman jambu biji: (A) F.

virgata, (B) R. jabadiu, (C) P.marginatus, (D) P. minor pada bunga berasosiasi dengan semut, (B) M. hirsutus pada ranting dan permukaan bawah daun menyebabkan embun jelaga, (C) gugur buah, (D) nekrotik pada permukaan buah muda, (E) permukaan dan warna buah tidak merata pada buah matang, (F) buah pecah dan

terdapat embun jelaga pada kolonisasi kutu putih ... 54 23. Musuh alami kutu putih yang ditemukan di lapang: (A) imago R.

invadens yang terparasit, (B) predator R. invadens, (C) laba-laba predator F. virgata, (D) predator P. marginatus, (E) Cryptolaemus

sp., (F) predator kutu putih ... 55 24. Lalat buah B. carambolae: (A) imago betina, (B) imago

menusukkan ovipositornya pada buah muda, (C) gejala tusukan disertai nekrosis dan busuk pada jambu biji kristal, D) bagian dalam membusuk berwarna coklat, berbau busuk, (E) buah jambu

biji dibungkus menggunakan plastik dan kertas koran ... 56 25. Kumbang penggerek buah pada tanaman jambu biji: (A) imago C.

dimidiatus, (B) imago Carpophilus sp. 1, (C) imago Brachypeplus sp., (D) buah pecah, (E) buah keras, kisut, dan berwarna hitam

(bagian permukaan luar terinfeksi cendawan parasit lemah) ... 59 26. Gejala ulat penggerek buah: (A) buah muda gugur, (B) gejala

lubang gerekan pada buah, (C) kotoran larva ulat penggerek yang menutupi lubang gerekan, (D) bekas gerekan yang mengering pada

bagian dalam buah, (E) larva hidup di dalam buah ... 61 27. Gejala serangan Helopeltis sp.: (A) pucuk keriting dan mengering,

(B) bercak bekas tusukan pada buah, (C) buah kecil mengering

(13)

Halaman 28. Ulat penggerek batang: (A) larva membuat terowongan dalam

cabang dan hidup di dalamnya, (B) pucuk mati, daun layu ... 62 29. Anoplocnemis phasiana: (A) nimfa, (B) imago menghisap cairan

ranting pucuk dekat pangkal daun, (C) bercak hitam bekas tusukan

pada bunga ... 63 30. Mictis longicornis: (A) imago, (B) imago menghisap cairan ranting

pucuk menyebabkan daun nekrotik ... 63 31. Imago Physomeris grossipes ... 63 32. Pycanum alternatum (Hemiptera: Tessaratomidae): (A) imago

menghisap cairan ranting pucuk tanaman, (B) gejala mati pucuk

pada jambu biji ... 64 33. Tessaratoma javanica: (A) nimfa, (B) ujung daun tanaman

mengering ... 64 34. Tungau laba-laba merah dan tungau kumbang: (A & B) imago

tungau laba-laba merah, (C) daun tampak pucat dan menguning, (D) tungau kumbang, (E) lekukan pada buah bekas aktivitas makan

tungau ... 66 35. Kutu perisai A. destructor: (A) imago betina, (B) preparat, (C)

koloni pada permukaan bawah daun tua, (D) gejala klorotik tampak dari permukaan atas daun; Kutu perisai spesies 1: (E & F) koloni

pada permukaan bawah daun tua dekat tulang daun ... 68 36. Kututempurung: (A) spesimen hidup imago C. viridis, (B) preparat

C. viridis, (C) kututempurung hitam pada tulang daun permukaan

bawah daun tua ... 69 37. Kutudaun Aphis gossypii dan predatornya: (A) imago betina, (B)

preparat, (C) koloni kutudaun pada daun muda jambu biji, (D) larva Coccinellidae memangsa nimfa kutudaun, (E) imago

kumbang Coccinellidae ... 69 38. Gejala oleh semut (Hymenoptera: Formicidae) dan vertebrata: (A)

semut yang berasosiasi dengan kutu putih, (B) semut membuat sarang pada buah jambu biji matang, (C) bekas gerigitan vertebrata

hama ... 70 39. Intensitas penyakit antraknosa pada tamnaman jambu biji di lahan

dan 2 ... 73 40. Gejala dan penyebab penyakit antraknosa pada tanaman jambu biji:

(A) mati pucuk, (B) bercak nekrotik pada daun muda, (C) bercak nekrotik yang meluas pada buah muda, (D) kanker buah (mumifikasi) pada buah muda, cendawan menginfeksi buah muda sampai ke bagian dalam buah, (E & F) gejala busuk buah pada buah matang di pertanaman, (G) bercak nekrotik cekung pada buah di penyimpanan, (H) Cendawan Gloeosporium sp. (1. konidiofor

(14)

Halaman dan konidia; 2. konidia), (I) Cendawan Colletotrichum sp. dari

buah matang (1. Bagian dari aservulus; 2. konidia) ... 75 41. Intensitas penyakit bercak daun kelabu pada tanaman jambu biji di

lahan 1 dan 2 ... 76 42. Gejala dan penyebab penyakit bercak kelabu dan kanker buah

Pestalotia: (A) bercak kelabu pada daun tua, (B) mati ujung, (C) kanker buah pada buah kecil yang terkena gerekan serangga, (D)

konidia Pestalotia sp. ... 77 43. Intensitas penyakit karat merah pada tanaman jambu biji 4,5 tahun

(lahan 3) ... 79 44. Gejala dan penyebab penyakit karat merah (Cephaleuros spp.): (A)

gejala awal 1 berupa bercak coklat kecil atau menyatu, (B) gejala awal 2 berupa bercak kehitaman pada daun muda, (C) buah mati karena jaringan pengangkut mati, (D) talus terbentuk pada bercak,

seperti beludru berwarna oranye, (D) sporangium Cephaleuros sp. 80 45. Alga yang berasosiasi dengan Cephaleuros sp.: (A) bercak kelabu

seperti kerak pada permukaan atas daun jambu biji tua, (B) struktur

mikroskopik ... 80 46. Gejala dan patogen penyebab busuk buah kering Botryodiplodia:

(A) buah muda kering seperti gejala kanker, (B) konidia

Botryodiplodia sp. ... 84 47. Gejala dan penyebab penyakit layu pada tanaman jambu biji: (A)

tunas pinggir tanaman layu dan mengering, (B) konidia Fusarium

sp. ... 84 48. Gejala dan penyebab penyakit embun jelaga: (A) embun jelaga

hitam menutupi permukaan daun dan buah, (B) konidia

Triposporium sp. ... 84 49. Gejala dan penyebab kanker buah oleh fungi askomiset: (A) buah

kecil mengering dan ditumbuhi fungi askomiset pada

permukaannya, (B) struktur mikroskopik ... 86 50. Gejala bercak merah pada daun muda jambu biji ... 86 51. Gejala kerusakan fisik mekanis pada buah jambu biji: (A) buah

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data curah hujan harian pada bulan Maret-Mei 2010 ... 110 2. Luas serangan hama dan tingkat kerusakan tanaman/intensitas

serangan di tiga lahan pertanaman jambu biji di Rancabungur pada

bulan Maret-Mei 2010 ... 111 3. Populasi belalang dan ulat penggulung daun di tiga lahan

pertanaman jambu biji di Rancabungur pada bulan Maret-Mei 2010 112

4.

Kejadian penyakit dan intensitas beberapa penyakit di tiga lahan

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jambu biji (Psidium guajava L.) saat ini merupakan salah satu buah-buahan tropis yang cukup populer. Rasa dan aroma jambu biji yang enak, serta kandungan vitamin C yang tinggi menyebabkan buah ini digemari oleh masyarakat (Sujiprihati 1985).

Pemanfaatan buah jambu biji bisa dalam bentuk konsumsi buah segar atau dalam bentuk produk olahan seperti jus, eskrim, jeli, pasta atau selai (Gould dan Raga 2002), gumdrop, nektar, dan dodol (Rismunandar 1989). Di Brazil, suatu pasta berbahan baku jambu biji dikenal dengan nama goiabada, dibuat dan dijual secara luas. Produk yang sama dibuat di India Barat dan Filipina, dengan sebutan pasta jambu biji atau keju jambu biji (Popenoe 1974; Soetopo 1992). Di Indonesia jambu biji diolah menjadi manisan yang merupakan salah satu oleh-oleh khas dari Medan (Kompas 2009), bubur buah (Kompas 2010), dan sari buah atau jus jambu biji di dalam kemasan. Selain buahnya daun jambu biji telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai obat diare (Soetopo 1992; Ashari 2006).

Jambu biji, dengan keunggulan dan manfaatnya yang banyak, merupakan salah satu komoditas buah-buahan penting dalam perdagangan internasional. Negara-negara yang merupakan negara penghasil jambu biji terbesar antara lain India, Brazil, dan Meksiko (Lim & Manicom 2003; Panhwar 2005). Beberapa negara penghasil jambu biji lainnya yaitu Afrika Selatan, Kolumbia, Republik Dominika, Haiti, Kuba, Venezuela, Filipina, Selandia Baru, Australia, Peru, Hawai, Cina, Malaysia, Florida dan Kalifornia (Amerika Serikat), Zimbabwe, Kenya, Pakistan (Panhwar 2005), dan Jepang (Soedarya 2010).

Di Indonesia pada awalnya jambu biji ditanam sebagai tanaman pekarangan atau pembatas kebun saja sehingga tidak perlu mendapat banyak perhatian. Hanya di Pasar Minggu (Jakarta) jambu biji ditanam secara komersial. Pada tahun 1970-an mulai b1970-anyak dit1970-anam jambu biji y1970-ang buahnya besar-besar, terkenal deng1970-an sebutan “jambu Bangkok” (Semangun 1994). Tahun 1979 PT Kebun Mas Indah

(17)

di Klari, Kabupaten Karawang telah membuka perkebunan jambu biji Bangkok seluas 41 hektar (Sujiprihati 1985). Selain jambu biji Bangkok, jambu biji merah juga banyak dikembangkan oleh masyarakat Indonesia karena banyaknya permintaan terutama saat terjadi wabah demam berdarah (Parimin 2007).

Produksi total jambu biji di Jawa pada tahun 1981 dan 1982 diperkirakan mencapai 56.000 ton (Soetopo 1992). Data produksi tahun 1997 produksi jambu biji nasional mencapai 160.469 ton, kemudian tahun 1998 dan 1999 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dan mengalami peningkatan lagi pada tahun 2000-2003. Tahun 2005 jambu biji merupakan salah satu buah dengan volume ekpor tertinggi selain mangga dan manggis (Ditjen Hortikultura 2009). Tahun 2009, total produksi 220.202 ton; meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 212.260 ton (BPS 2009b).

Salah satu sentra penanaman jambu biji di Indonesia adalah Jawa Barat. Pada tahun 2009 Jawa Barat merupakan provinsi penghasil buah jambu biji terbanyak yaitu 70.997 ton; 32,24% dari produksi nasional. Provinsi lain yang merupakan penghasil jambu biji terbanyak pada tahun 2009 adalah Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat (BPS 2009c). Bogor merupakan salah satu sentra pertanaman jambu biji di Jawa Barat selain Cianjur, Sukabumi, Bandung dan lainnya. Pada tahun 2007 Kabupaten dan kota Bogor merupakan penghasil jambu biji terbanyak di Jawa Barat yaitu 14.375,5 ton (8,3947 % dari seluruh produksi jambu biji Provinsi Jawa Barat) (BPS 2009a).

Beberapa wilayah penghasil jambu biji di Kabupaten Bogor antara lain Kecamatan Sukaraja (Cilebut), Rancabungur, Bojong Gede, Cibinong, dan Cigudeg. Produksi jambu biji di Rancabungur dari tahun 2006-2008 mengalami peningkatan yaitu secara berturut-turut 7 ton, 74,4 ton, dan 1.325 ton (Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2009 dalam Sumardi 2009).

Dalam usahatani secara komersial, hama dan penyakit merupakan salah satu faktor pembatas yang dapat menyebabkan kerugian secara ekonomi karena dapat menyebabkan kehilangan hasil. Beberapa hama tanaman jambu biji yang telah dilaporkan di Indonesia antara lain lalat buah yang merupakan hama penting pada tanaman jambu biji (Ashari 2006), ulat kantung (Suparno 2004; Pravitasari 2009), dan kutukebul (Maramis 1991). Penyakit yang telah dilaporkan menyerang

(18)

tanaman jambu biji di Indonesia antara lain penyakit antraknosa dan kanker buah Pestalotiopsis (Semangun 1994). Informasi mengenai hama dan penyakit tanaman jambu biji yang lebih lengkap dan terperinci diperlukan karena dengan adanya penanaman jambu biji secara monokultur dan adanya penambahan luas area pertanaman jambu biji dapat berpotensi menyebabkan adanya masalah hama dan penyakit baru atau peningkatan masalah hama dan penyakit yang telah ada (Pena 1986), karena tersedianya bahan makanan atau inang bagi hama dan penyakit yang dapat berasosiasi dengan tanaman jambu biji.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengamati jenis, intensitas dan luas serangan hama dan penyakit tanaman jambu biji, mengidentifikasi hama dan patogen penyebabnya serta mengetahui teknik budidaya jambu biji di Kecamatan Rancabungur dan kampus IPB Darmaga Bogor.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis hama dan penyakit jambu biji yang terdapat di Kecamatan Rancabungur dan kampus IPB Darmaga Bogor.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jambu Biji Sejarah

Dalam perdagangan internasional jambu biji (Psidium guajava L.) disebut apple guava (Foragri 2011). Tanaman jambu biji merupakan tanaman asli dari Amerika tropis, menurut de Candolle diperkirakan berasal dari wilayah antara Meksiko (Amerika Tengah) dan Peru (Amerika Selatan) (Popenoe 1974; Soetopo 1992). Tanaman ini disebarkan ke Filipina oleh pelaut Spanyol, dan oleh bangsa Portugis jambu biji diintroduksi dari Barat ke India (Soetopo 1992; Ashari 2006). Sekarang tanaman ini sudah menyebar luas ke seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Diperkirakan terdapat sekitar 150 spesies Psidium yang menyebar ke daerah tropis dan berhawa sejuk (Ashari 2006).

Botani dan Morfologi Jambu Biji

Tanaman jambu biji merupakan salah satu spesies dari famili Myrtaceae. Jambu biji yang berbentuk bulat dan berbentuk buah pir dahulu dianggap sebagai spesies terpisah; P. pomiferum L. dan P. pyriferum L., tetapi sekarang hal tersebut dianggap sebagai variasi saja (Morton 1987). Secara taksonomi jambu biji dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Soedarya 2010):

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L.

Jambu biji merupakan tanaman semak atau perdu, tingginya dapat mencapai 9 m (Nakasone & Paull 1999). Batang muda berbentuk segiempat (Popenoe 1974), berwarna hijau atau merah muda, dengan rambut berwarna keabu-abuan

(20)

(Rismunandar 1989). Batang tua bulat dan keras, kulit batang licin berwarna coklat kemerahan dengan lapisan yang tipis dan mudah terkelupas jika sudah mengering. Bila kulitnya dikelupas akan terlihat bagian dalam batangnya berwarna hijau dan berair.

Tanaman jambu biji memiliki kanopi yang pendek, percabangannya bebas dari bawah ke atas, sering tumbuh tunas liar di dekat pangkal batang. Tunas tersebut dapat digunakan sebagai bahan tanam atau bibit. Pertumbuhan tunas tanaman jambu biji bersifat indeterminan, dan batang/cabang jambu biji dapat tumbuh terus memanjang yang kadang-kadang dapat menekan pertumbuhan tunas lateral (Ashari 2006).

Daun jambu biji mengeluarkan aroma jika diremas, berwarna hijau, mempunyai daun tunggal dan bertangkai pendek. Kedudukan daunnya dapat bersilangan, letak daunnya berhadapan dan bertulang daun menyirip. Bentuk daunnya bulat atau bulat telur dengan pinggiran rata melingkar dan ujung meruncing. Menurut Rismunandar (1989) ada korelasi antara bentuk daun dengan bentuk buahnya jambu biji yang berdaun kecil-kecil buahnya pun kecil (jambu kerikil). Jika bentuk daunnya bulat, buahnya pun bulat. Pohon yang daunnya memanjang dan agak lancip ujungnya, buahnya berbentuk buah pir.

Bunga jambu biji berwarna putih, berbau agak wangi, tumbuh di ketiak daun atau pada pucuk ranting, tunggal atau dalam kelompok kecil (Morton 1987). Bunga merupakan bunga sempurna yaitu benang sari (sekitar 250 helai) dan putik terdapat pada satu bunga. Mahkota bunga jumlahnya 4-5 (Morton 1987), menurut Sujiprihati (1985) mahkota bunga jambu biji Bangkok berjumlah 4-10 helai, dengan bentuk daun mahkota bulat telur. Bunga akan mekar penuh pada pagi hari. Waktu yang diperlukan dari kuncup hingga mekar penuh antara 14-29 hari (Sujiprihati 1985). Penyerbukan bunga tanaman jambu biji bersifat menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang (Nakasone & Paull 1999), berlangsung dengan sendirinya atau dibantu oleh faktor luar yaitu angin, serangga, dan manusia (Rismunandar 1989).

Buah jambu biji memiliki variasi yang besar baik dalam ukuran buah, bentuk buah, maupun warnanya (Panhwar 2005). Buah berdompolan, bentuknya globose, bulat telur, lonjong atau berbentuk buah pir, dengan ukuran beragam

(21)

diameter sekitar 2,5-10 cm (Nakasone & Paull 1999) bergantung pada sifat bawaan, umur pohon, kesuburan tanah, dan ketersediaan air (Rismunandar 1989).

Kulit buahnya halus atau tidak rata, berwarna hijau tua ketika masih muda dan berubah menjadi hijau sampai hijau kekuning-kuningan setelah masak. Daging buahnya berwarna putih, kuning, pink atau merah dengan sel-sel batu sehingga bertekstur kasar, berasa asam sampai manis, dan beraroma “musky” ketika masak (Soetopo 1992). Daging dalamnya bertekstur lunak, dan berwarna lebih gelap dan berasa lebih manis dibanding daging luarnya, secara normal dipenuhi biji-biji yang keras berwarna kuning (Morton 1987), sekitar 1-2% (Panhwar 2005). Ada korelasi antara ukuran buah dengan jumlah biji yang dikandungnya, kisaran biji pada jambu biji Bangkok yaitu 150-750 biji (Sujiprihati 1989). Biji jambu biji dapat bertahan lama (± 12 bulan) dalam penyimpanan pada kondisi suhu rendah (8 °C) dalam kelembaban rendah (Soetopo 1992; Ashari 2006). Buah jambu biji matang 90 sampai 150 hari setelah pembungaan (Morton 1987), menurut Nakasone & Paull (1999) buah jambu biji matang 120-220 hari setelah pembungaan bergantung pada temperatur selama perkembangan buah. Periode pematangan buah buah setelah antesis juga bervariasi pada setiap varietas. Jambu biji Bangkok memerlukan waktu 5-6 bulan sejak antesis sampai buah dapat dipanen (Sujiprihati 1985).

Cara Perkembangbiakan Jambu Biji

Tanaman jambu biji dapat diperbanyak secara generatif melalui biji, atau vegetatif antara lain cangkokan, okulasi, stek akar (Rismunandar 1989), stek batang, dan perempelan mata tunas. Di India perbanyakan dengan kultur jaringan telah dilakukan dan 70% berhasil di pertanaman (Soetopo 1992). Cara perbanyakan dengan biji akan menyebabkan bermacam-macam variasi (segregasi). Sedangkan perbanyakan dengan cara vegetatif dapat digunakan untuk mempertahankan sifat induknya (Sujiprihati 1985), dan dapat menghasilkan buah relatif lebih cepat dibandingkan penanaman melalui biji.

(22)

Varietas Jambu Biji

Koleksi plasma nutfah jambu biji banyak terdapat di Indonesia. Varietas jambu biji yang tersebar di beberapa negara terdapat lebih dari 97 varietas (Soedarya 2010). Beberapa jenis atau varietas jambu biji yang banyak dikenal masyarakat antara lain jambu biji kecil, jambu biji bangkok, jambu biji variegata, jambu biji australia, jambu biji brasil, jambu biji susu, jambu biji bangkok epal (Soedarya 2010; Agromedia 2009), jambu biji sukun, jambu biji pasar minggu, jambu biji merah getas, jambu biji sari, dan jambu biji palembang (Agromedia 2009).

Jambu Biji Bangkok. Jambu biji Bangkok adalah tanaman jambu biji yang

diintroduksi dari Vietnam disebut Giant Guava. Keunggulan dari jambu biji dari Vietnam tersebut terletak pada ukuran buahnya yang lebih besar daripada jambu biji lokal, disamping itu berumur genjah dan rendah/kerdil kanopinya (Ashari 2006). Bentuk buahnya bulat atau bulat panjang seperti buah alpukat dan beralur dangkal menyerupai bentuk buah belimbing. Permukaan buah tidak rata, warna kulit buah hijau ketika muda dan akan menjadi hijau kekuningan setelah buah masak. Daging buahnya keras dan renyah, berwarna putih dengan ketebalan antara 2,5-3,5 cm. Bijinya relatif sedikit dibandingkan biji pada jambu biji biasa (Sujiprihati 1985). Bobot buah sekitar 500-1200 g/buah.

Jambu Biji Merah. Jambu biji merah buahnya berbentuk bulat dan

terdapat moncong di pangkalnya. Permukaan kulit buah tidak merata, berwarna hijau tua ketika muda dan setelah matang berubah menjadi hijau kekuningan sampai kuning. Daging buah cukup tebal, dengan banyak biji pada bagian pulp-nya dan berasa manis (Soedarya 2010).

Jambu Biji Merah Getas. Jambu biji merah getas merupakan hasil temuan

Lembaga Penelitian Getas, Salatiga, Jawa Tengah pada tahun 1980-an. Jambu biji ini merupakan hasil persilangan antara jambu biji bangkok yang berbuah besar dengan jambu biji pasar minggu yang berdaging merah. Jambu biji merah getas memiliki daging buah berwarna merah cerah, tebal, berasa manis, beraroma harum dan segar. Kulit buahnya berwarna hijau tua jika masih muda dan menjadi

(23)

hijau kekuningan setelah masak. Ukuran buahnya sekitar 400 g/buah. Daunnya berwarna hijau tua, dengan panjang sekitar 6-24 cm (Parimin 2007).

Syarat Tumbuh

Tanaman jambu biji dapat tumbuh di berbagai tempat dan kapan saja (Rismunandar 1989), tumbuh baik pada dataran menengah (Utami 2008). Tanaman jambu biji dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah; lempung, berat, kapur, rawa, agak berpasir, tanah berkerikil di dekat aliran sungai maupun pada tanah kapur (Utami 2008). Tanaman jambu biji juga sangat toleran terhadap kondisi cekaman lingkungan, misalnya kekeringan, lahan berbatu, pH rendah, dan sebagainya. Di daerah tropis jambu tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1500 m dpl. Tanaman jambu biji dapat tumbuh pada temperatur 15 sampai 45 °C, tanaman jambu biji yang masih kecil dapat mati pada suhu -2,78 sampai -2,22°C. Hasil terbaik diperoleh pada suhu 23-28 °C dengan curah hujan 1.000-2.000 mm/tahun. Rasa buah jambu biji pada musim hujan kurang manis dibandingkan dengan buah hasil panen pada musim kemarau. Tampaknya hal ini disebabkan pengaruh intensitas sinar matahari, karena tanaman jambu biji menyukai sinar matahari penuh tanpa naungan. Tanaman jambu biji termasuk tipe C3 (Nakasone & Paull 1999), lama penyinaran optimum yang dibutuhkan adalah 15 jam per hari (Nakasone & Paull 1999; Utami 2008). Tanaman jambu cukup toleran terhadap kisaran pH 4,2-8,2 serta terhadap salinitas. Pada tanah yang kurang subur pun, misalnya berbatu-batu, masih mampu tumbuh, sekalipun hasilnya akan berkurang (Ashari 2006).

Kandungan dan Manfaat Jambu Biji

Setiap 100 gram daging buah jambu biji mengandung air sebanyak 83,3 g, protein 1 g, lemak 0,4 g, pati 6,8 g, serat 3,8 g, abu 0,7 g, dan vitamin C 337 mg. Kandungan energi untuk setiap 100 g sebesar 150-210 kJ. Kandungan vitamin C bervariasi antara 10-2.000 mg/100 g buah, bergantung pada kultivar, tingkat kematangan buah serta kondisi lingkungan setempat (Ashari 2006; Soetopo 1992). Proporsi kandungan vitamin C di dalam kulit luar, daging luar dan daging dalam berbanding: 12 : 5 : 1. Kandungan vitamin C pada jambu biji berdaging buah

(24)

putih relatif lebih tinggi daripada yang berdaging merah. Berdasarkan analisis yang dilakukan Sujiprihati (1985) terhadap kandungan vitamin C jambu biji Bangkok mengandung 100-200 mg/100 g bagian contoh. Jambu biji mengandung antioksidan primer yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jeruk, nanas, pisang, buah naga, belimbing, sarikaya, dan jambu air (Yan et al. 2006).

Buah jambu biji selain dikonsumsi segar sebagai pencuci mulut atau salad, dapat juga dijadikan produk olahan seperti asinan, permen, jeli, selai, marmalad (Brasil goiabada), jus, sari buah (Soedarya 2010), nektar, setup, bubur buah (Rismunandar 1989), eskrim, buah kalengan, sirup, pie, kue, puding, saus, sup buah, dan produk lain (Morton 1987). Tepung jambu biji banyak mengandung vitamin C dan pektin (Soetopo 1992).

Selain itu kandungan beberapa senyawa dalam tanaman jambu biji terutama dalam daunnya seperti tanin, fenol, triterpen, minyak atsiri (eugenol), zat samak, damar, asam malat, asam lemak, dan asam apfel (Dalimartha 2005), jambu biji memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai obat herbal. Beberapa penggunaan daun jambu biji yaitu sebagai antidiare, menurunkan glukosa darah, obat demam berdarah, obat batuk, obat luka, sariawan, dan sebagainya (Agromedia 2008). Ekstrak etanol daun jambu biji putih dan merah mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare (Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Shigella flexneri, dan Salmonella typhi) pada konsentrasi tertentu (Adnyana et al. 2004). Selain obat diare, daun jambu biji yang mengandung senyawa tanin dan flavonoid juga memiliki potensi sebagai obat demam berdarah (Balitbu 2008).

Kayu tanaman jambu biji yang keras dan liat dapat dijadikan bahan yang baik untuk dijadikan gagang palu, pahat, kapak dan sebagainya (Rismunandar 1989). Di Malaysia, daun jambu biji digunakan sebagai bahan pewarna sutera (Ashari 2006).

Hama Tanaman Jambu Biji

Hama yang telah dilaporkan terdapat pada tanaman jambu biji di berbagai negara antara lain lalat buah, kutukebul, kutu putih, kutu perisai, kutudaun, kututempurung, Helopeltis sp., kumbang penggerek, larva berbagai spesies dari ordo Lepidoptera, belalang, rayap, dan tungau.

(25)

Hama yang merupakan hama utama pada pertanaman jambu biji di berbagai negara adalah lalat buah (Gould & Raga 2002). Hama lain merupakan hama sekunder, pada populasi rendah tidak menimbulkan kerugian ekonomi yang nyata. Namun jika populasi melimpah pada suatu lokasi pertanaman atau keberadaannya berasosiasi dengan organisme pengganggu tanaman lain, hama tersebut menjadi penting.

Kerusakan yang diakibatkan hama dapat berupa kerusakan langsung dan tidak langsung. Pada kerusakan tidak langsung hama dapat berperan sebagai vektor atau penyebab infeksi penyakit akibat pelukaan pada tanaman akibat aktifitas makan dan hidupnya.

Lalat Buah (Diptera: Tephritidae)

Lalat buah merupakan hama utama pada jambu biji di berbagai negara penghasil jambu biji. Hama ini tidak hanya menyerang jambu biji, tetapi juga merupakan hama dari berbagai komoditas pertanian lain. Spesies lalat buah yang tercatat saat ini mencapai 4000 spesies yang memiliki preferensi serangan pada bagian tanaman yang berbeda (Meritt et al. 2003). Beberapa spesies menyerang buah antara lain dari genus Ceratitis dan Ragholetis, seed-head predators (Euaresta, Trupanea, Tephritis), gallmakers (Eurosta), atau pengorok daun seperti lalat buah dari genus Euleia (Meritt et al. 2003).

Lalat buah yang menyerang jambu biji termasuk ke dalam lalat buah yang menyerang buah. Larva dari lalat buah ini merusak buah dari tanaman inang, dan menyebabkan buah menjadi busuk dengan lebih cepat. Tanaman inang lalat buah terdiri dari famili Compositae atau pada buah yang berdaging (Meritt et al. 2003). Lalat buah betina meletakkan telur pada jaringan buah dengan menusukkan ovipositornya ke dalam daging buah. Bekas tusukan tersebut berupa noda/titik kecil berwarna hitam yang tidak terlalu jelas. Noda-noda kecil bekas tusukan ovipositor ini merupakan gejala awal serangan lalat buah. Di sekitar bekas tusukan akan muncul nekrosis. Telur akan menetas dalam beberapa hari, larva membuat lubang dan makan dari bagian dalam buah selama 7-10 hari bergantung pada suhu. Pada masa perkembangannya, khususnya jika populasinya tinggi larva akan masuk sampai ke bagian dalam (pulp) buah jambu biji (Gould & Raga

(26)

2002). Buah yang terserang larva lalat buah akan cepat membusuk dan gugur sebelum matang. Buah yang gugur ini akan menjadi sumber infestasi lalat buah generasi berikutnya karena larva akan berkembang menjadi pupa di tanah dan kemudian berkembang menjadi imago (Ginting 2009).

Ginting (2009) melaporkan terdapat 14 jenis lalat buah yang ditemukan di Jakarta, Depok, dan Bogor. Lalat buah yang dilaporkan dalam penelitian Ginting (2009) antara lain Bactrocera carambolae dan B . papayae yang diketahui sebagai inang dari jambu biji. Kedua spesies ini merupakan spesies paling melimpah di lokasi penelitian dibandingkan 12 spesies lalat buah lainnya yang ditemukan, hal ini disebabkan tanaman inang kedua spesies ini sangat beragam dan hampir selalu tersedia.

Pengelolaan terhadap serangan lalat buah yaitu dengan menggunakan pestisida berbahan aktif karbamat, pyretroid sintetik, dan organofosfat secara berjadwal untuk mencegah meningkatnya populasi lalat buah (Gould & Raga 2002), membungkus buah jambu biji dengan plastik saat buah masih kecil (Utami 2008), menggunakan kombinasi atraktan metil eugenol dari ekstrak tanaman selasih ungu dengan perangkap (Tamim 2009), membuang buah-buah yang terserang dan menguburnya agar tidak menjadi sumber infestasi (Ginting 2009).

Ulat Kantung (Lepidoptera: Psychidae)

Ulat kantung (bagworm) adalah sebutan untuk larva dari famili Psychidae, Lepidoptera. Pravitasari (2009) menemukan 7 spesies ulat kantung yang terdapat pada jambu biji pada 3 kecamatan (Leuwisadeng, Dramaga, dan Sukaraja) di Kabupaten Bogor. Ulat kantung yang teridentifikasi yaitu spesies 4 (Pteroma pendula) dan spesies 6 (Pagodiella hekmeyeri). Kelima spesies yang lainnya belum dapat diidentifikasi sampai dengan spesies.

Ulat-ulat kantung ini membuat kantung dari partikel daun, pasir, ranting dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Setiap spesies akan membuat kantung yang khas baik ukuran, bentuk, maupun komposisinya sehingga kantung yang berbeda-beda ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu spesies ulat kantung. Ukuran kemampuan betina menghasilkan telur yang banyak dengan

(27)

didukung kondisi lingkungan untuk perkembangannya akan menyebabkan meledaknya populasi larva ulat kantung pada pertanaman jambu biji.

Gejala yang ditimbulkan oleh serangan ulat kantung pada umumnya yaitu kerusakan pada daun-daun jambu biji akibat aktivitas makan larva. Pada beberapa spesies larva memakan daun jambu biji dengan rakus termasuk tulang daunnya, sehingga menyisakan rantingnya saja. Pada serangan berat dengan populasi ulat kantung yang tinggi akan menyebabkan daun tanaman jambu biji menjadi gundul dan terlihat merana (Pravitasari 2009).

Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae)

Beberapa spesies kutu putih yang ditemukan pada tanaman jambu biji di Bogor antara lain Cataneococcus (=Exallomochlus) hispidus, Ferrisia virgata, Nipaecoccus nipae, Planococcus lilacinus, dan Planococcus minor (Sartiami et al.1999). Selain famili Pseudococcidae, kutukapuk (Hemiptera: Margarodidae) juga menyerang tanaman jambu biji (Gould & Raga 2002).

Kutu putih dapat ditemukan pada ranting, kayu cabang, daun, dan buah (Gould & Raga 2002). Bagian tanaman yang paling banyak diserang kutu putih adalah permukaan bawah daun, dan paling sedikit pada kayu cabang dan pucuknya (Sartiami et al. 1999). Secara normal, kutu putih tidak menimbulkan kerusakan inang yang parah. Tetapi pada populasi yang tinggi, bentuk buah akan menjadi tidak serasi dan cacat. Embun madu yang dihasilkan kutu putih juga dapat menyebabkan tumbuhnya embun jelaga yang menurunkan nilai jual buah jambu biji. Kutu putih juga berasosiasi dengan semut. Semut memerlukan embun madu sebagai makanannya sehingga semut melindungi kutu putih dari serangan parasit dan predator. Pengendalian hama kutu putih antara lain dengan penyemprotan minyak atau sabun (Gould & Raga 2002).

Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae)

Kutukebul memiliki siklus hidup yang hampir sama dengan kutu putih (Gould & Raga 2002). Pada populasi yang tinggi hama ini merugikan karena selain aktivitas makannya yang menghisap daun juga dapat menyebabkan

(28)

tumbuhnya embun madu pada permukaan daun yang menyebabkan permukaan fotosintesis akan berkurang.

Kutukebul yang ditemukan oleh Bintoro (2008) di wilayah Bogor dan tanaman jambu biji sebagai inangnya adalah Aleurodicus dispersus Russel, Aleuroclava psidii, dan Trialeurodides sp. Cockerell.

Hama Lainnya

Hama lain yang merupakan hama tanaman jambu biji antara lain kutudaun (Hemiptera: Aphididae), kutu perisai (Hemiptera: Diaspididae), kututempurung (Hemiptera: Coccidae), trips (Thysanoptera), beberapa kumbang Scarabaeidae dan Curculionidae (Coleoptera), tungau (Arachnida: Acarina), ulat penggerek batang Indarbela sp. (Lepidoptera: Metarbelidae), ulat yang menyerang daun seperti Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae), Trabala pallida (Lepidoptera: Lasiocampidae), ulat pucuk, ulat jengkal (Lepidoptera: Geometridae), dan ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) (Gould & Raga 2002).

Penyakit Tanaman Jambu Biji

Menurut berbagai laporan di India, sejumlah patogen dapat menyerang tanaman jambu biji; cendawan, bakteri, alga, nematoda, dan efifit. Patogen tersebut terdapat pada berbagai bagian tanaman jambu biji, menyebabkan berbagai penyakit antara lain busuk buah pada pertanaman dan penyimpanan (busuk kering, busuk basah, busuk lunak, busuk asam, busuk coklat, busuk masak, kudis, busuk pangkal, busuk bercincin, busuk pink, busuk buah berlilin), kanker, layu, mati ujung, gugur daun, batang/ranting kering, bercak daun, hawar daun, antaknosa, karat merah, embun jelaga, karat, hawar biji, dan rebah kecambah (Misra 2004).

Antraknosa

Antraknosa merupakan penyakit umum pada tanaman jambu biji, yang tersebar luas di semua daerah penanamannya (Semangun 1994). Penyebaran penyakit ini sudah luas ke berbagai negara penghasil jambu biji. Beberapa negara yang telah melaporkan adanya serangan antraknosa pada tanaman jambu biji

(29)

antara lain India (Misra 2004), Nigeria (Amusa et al. 2006), Australia (Lim & Manicom 2003), Malaysia, Thailand, dan Filipina (Semangun 1994). Pada survei yang dilakukan Amusa et al. (2005) di tiga lokasi penelitian di Ibadan, Nigeria, sekitar 80% tanaman jambu biji terinfeksi oleh antraknosa dan lebih dari 40% buah yang diproduksi pada tanaman terinfeksi tersebut menunjukkan infeksi yang parah.

Patogen penyebab antraknosa dapat menyerang semua bagian tanaman, terutama pada buah namun tidak menyerang akar (Semangun 1994). Bagian tanaman seperti pucuk, daun muda dan ranting akan mudah terjangkit penyakit ini ketika masih lunak (Semangun 1994; Misra 2004). Gejala yang dapat ditimbulkan oleh penyakit ini yaitu mati ujung (die back), busuk buah, kanker buah, dan bercak daun (Misra 2004).

Gejala pada tunas menyebabkan perubahan warna dari hijau menjadi coklat tua. Bercak coklat tersebut kemudian menjadi bercak nekrotik berwarna hitam yang dapat berkembang ke bagian pangkal sehingga menyebabkan mati ujung (Semangun 1994; Misra 2004). Daun-daun muda mengeriting dengan daerah-daerah mati pada tepi atau ujungnya, akhirnya daun-daun gugur sehingga hanya ranting kering yang tertinggal (Semangun 1994).

Buah jambu biji yang mentah dapat terinfeksi dan cendawan penyebabnya bisa dorman selama 3 bulan, baru aktif dan menyebabkan pembusukan pada waktu buah mulai matang.

Buah jambu biji muda yang terserang menunjukkan gejala bercak-bercak nekrotik yang kemudian akan menyatu, buah akan matang secara terpaksa dan kemudian mengering secara cepat dan terjadi mumifikasi (Amusa et al. 2005). Seringkali buah yang mengeras ini menjadi retak (Misra 2004). Jika buah ini dibuka, kanker terlihat meluas ke bagian dalam buah. Biji yang berasal dari buah yang terinfeksi mengandung patogen (Amusa et al. 2005).

Penyebab penyakit antraknosa yaitu cendawan Colletotrichum gloeosporioides (teleomorph: Glomerella cingulata) (Semangun 1994; Lim & Manicom 2003; Amusa et al. 2005), di India cendawan penyebabnya adalah Colletotrichum psidii Curzi (Misra 2004). Pada bagian tanaman yang sakit dalam cuaca lembab dan teduh cendawan membentuk spora (konidium) dalam jumlah

(30)

yang besar, yang terikat dalam massa lendir berwarna merah jambu (Semangun 1994).

Di India, pengelolaan terhadap penyakit antraknosa antara lain dengan menggunakan varietas tahan (Misra 2004). Selain itu, pengendalian dapat dilakukan dengan aplikasi pestisida berbahan aktif benomil dan karbendazim pada pertanaman maupun pada buah yang telah dipanen dengan dicampur air panas (Lim & Manicom 2003).

Kanker Berkudis

Kanker buah berkudis umumnya terjadi pada buah yang hijau dan dapat juga menyebabkan bercak pada daun. Penyebab penyakit ini adalah Pestalotiopsis psidii (Pat.) Mordue (Semangun 1994). Cendawan ini merupakan parasit luka, kanker berhubungan dengan tusukan yang disebabkan oleh aktivitas makan serangga antara lain Helopeltis theobromae (Lim & Manicom 2003).

Pada infeksi awal, mula-mula pada buah yang masih hijau terdapat bercak gelap, kecil, yang membesar mencapai garis tengah 1-2 mm, berwarna coklat tua, yang terdiri dari jaringan mati. Jika buah membesar kanker akan pecah, membentuk kepundan dengan tepi tebal dan pusat mengendap (Semangun 1994).

Pengelolaan penyakit ini bisa dilakukan dengan mengendalikan Helopeltis, membuang buah dan daun yang sakit kemudian dipendam atau dibakar untuk mengurangi sumber infeksi (Lim et al. 1986 dalam Semangun 1994). Penggunaan ekstrak daun Occimum sanctum dapat menghambat perkecambahan spora cendawan (Misra 2004).

Bercak Daun

Bercak pada daun jambu biji umumnya tidak merugikan secara langsung, namun beberapa cendawan penyebabnya dapat menyerang buah juga maka daun yang sakit dapat memegang peranan penting sebagai sumber infeksi (Semangun 1994). Bercak daun dapat disebabkan antara lain oleh Cercospora spp., Pestalotiopsis sp., dan Colletotrichum sp. (Semangun 1994).

Gejala yang ditimbulkan oleh cendawan Cercospora psidii Rangel mula-mula terdapat bercak-bercak bulat atau kurang teratur bentuknya, berwarna merah

(31)

kecoklatan. Bercak akan mengering bagian tengahnya berubah menjadi berwarna putih. Bercak-bercak dapat bersatu membentuk bercak tidak teratur berwarna putih yang dikelilingi oleh tepi kecoklatan (Semangun 1994).

Cendawan Pestalotipsis menyebabkan bercak coklat kelabu yang mulanya menginfeksi dari bagian tepi atau pinggir daun, berangsur-angsur menyebar ke bagian bawah (Misra 2004). Cendawan Colletotrichum menyebabkan daun-daun muda mengeriting dengan daerah-daerah mati (nekrotik) pada tepi atau ujungnya, akhirnya daun-daun gugur sehingga hanya ranting kering yang tertinggal (Semangun 1994).

Karat Merah

Karat merah disebabkan oleh alga hijau yang dapat menyebabkan bercak pada daun dan kadang-kadang pada buah. Penyebab penyakit ini adalah Cephaleuros spp. yang dapat menyerang berbagai bagian tanaman yaitu daun, buah, ranting, dan batang (Misra 2004).

Cephaleuros menginfeksi daun jambu biji muda. Bercak pada daun dapat berupa titik kecil sampai bercak yang besar; menyatu atau terpencar. Daun diinfeksi pada bagian pada tepi, pinggir atau seringkali pada area dekat tulang daun (Misra 2004). Bercak berbentuk bulat, berwarna coklat kemerahan. Ganggang hijau ini mempunyai benang-benang yang masuk ke bagian dalam jaringan tanaman yang dilekatinya sehingga pada permukaan daun bercak akan tampak seperti beledu (Semangun 1994).

Pengendalian karat merah bisa dengan penyemprotan tembaga oksiklorida (0,3%) 3-4 kali dengan interval 15 hari (Misra 2004).

Penyakit Layu

Penyakit layu memiliki kecepatan perkembangan gejala yang bervariasi. Pada sindrom yang cepat, layu pertama muncul pada daun yang berada di ujung percabangan pada kanopi paling tinggi. Dalam 2-4 minggu, semua daun menjadi layu dan kering, batang terlihat seperti hangus. Perkembangan buah terhambat dan buah mengeras (mumifikasi) pada batangnya. Layu akan berkembang cepat dari

(32)

batang yang mati ke batang yang sehat, akhirnya tanaman mati (Lim & Manicom 2003).

Penyebab penyakit layu yang telah dilaporkan dari berbagai tempat berbeda-beda. Di Taiwan, cendawan penyebabnya diidentifikasi sebagai Myxosporium psidii. Di India juga penyebab penyakit layu yang teridentifikasi bermacam-macam, antara lain Fusarium oxysporum f. sp. psidii (Misra 2004).

Pengelolaan terhadap penyakit ini pada beberapa laporan dalam Misra (2004) antara lain pengaturan sanitasi yang baik di pertanaman, tanaman yang terkena penyakit layu dibuang, kemudian dibakar dan dibuat parit di sekeliling pohon jambu biji. Pemberian pupuk hijau pada tanaman jambu biji akan mengurangi perkembangan penyakit.

Busuk Buah

Busuk buah dapat terjadi di pertanaman maupun pada buah jambu biji dalam simpanan. Beberapa patogen yang menyebabkan busuk buah di pertanaman antara lain Phomopsis psidii menyebabkan busuk pangkal buah, Phytophthora, Fusarium, dan Curvularia. Cendawan Botryodiplodia theobromae Pat. dan Colletotrichum dapat menginfeksi jambu biji di pertanaman dan juga pada jambu biji di penyimpanan (Semangun 1994). Cendawan B. theobromae mula-mula menyebabkan terjadinya bercak coklat yang cepat meluas kurang berbatas jelas, busuk lunak, dan terbentuk lapisan cendawan berwarna hitam. Terdapat pada ujung atau pangkal buah. Pembusukan juga mencapai bagian daging buahnya hingga buah busuk dan berair (Martoredjo 2009). Gejala yang disebabkan cendawan Colletotrichum yaitu pada buah terbentuk bercak coklat berbatas jelas dan mengendap (Semangun 1994).

(33)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di pertanaman jambu biji milik petani di Kecamatan Rancabungur dan lahan jambu biji kampus IPB Darmaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga dan Museum Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi patogen dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Bogor, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juli 2011.

Penentuan Lahan Pengamatan dan Petak Contoh Tanaman

Penentuan lokasi penelitian di Kecamatan Rancabungur karena kecamatan tersebut merupakan salah satu sentra produksi jambu biji. Pengamatan dilakukan pada tiga 3 lahan pertanaman jambu biji yang ditentukan secara acak dengan umur tanaman yang berbeda-beda pada masing-masing lahan, yaitu pada umur tanaman 4,5 bulan (lahan 1), 1,5 tahun (lahan 2), dan 4,5 tahun (lahan 3) pada awal pengamatan.

Pada lahan 1 dan 2, masing-masing diamati 20 tanaman contoh, sedangkan pada lahan 3 diamati 10 tanaman contoh. Pengamatan juga dilakukan terhadap keadaan umum lahan secara langsung.

Pengamatan dan Pengambilan Sampel untuk Inventarisasi Hama dan Penyakit

Pengamatan dan pengambilan sampel untuk inventarisasi dilakukan pada beberapa lahan petani, yaitu pada ketiga lahan tempat pengambilan data perkembangan hama dan penyakit dan pada beberapa lahan pertanaman jambu biji milik petani di Desa Bantarjaya, Bantarsari, dan Wates serta dua lahan jambu biji di kampus IPB Darmaga.

(34)

Bagian tanaman jambu biji yang diamati adalah daun, ranting, batang, bunga, dan buah. Pengamatan dilakukan terhadap keberadaan hama dan penyakit, dan gejala yang ditimbulkannya.

Serangga yang ditemukan di lapang dan bagian tanaman yang bergejala akibat serangan hama diambil dan dimasukkan ke dalam kotak plastik atau plastik yang telah diberi kertas koran dan digembungkan. Sampel tersebut kemudian dibawa ke laboratorium untuk diamati secara mikroskopik dengan mikroskop stereo (untuk serangga yang berukuran kecil dan memperjelas bagian-bagian tertentu) dan mikroskop optik binokuler kemudian diidentifikasi. Untuk serangga yang ditemukan pada fase pradewasa, dilakukan pemeliharaan terlebih dahulu agar ukuran tubuhnya bertambah besar dan berkembang menjadi serangga dewasa sehingga tanda morfologinya mudah dikenali.

Untuk identifikasi penyakit, sampel bagian tanaman yang bergejala dimasukkan ke dalam plastik yang berisi kertas koran di dalamnya. Kertas koran tersebut bertujuan untuk mengurangi penguapan daun agar daun tidak cepat layu dan rusak, serta mengurangi kerusakan penyebab penyakit yang mungkin terdapat pada sampel bagian tanaman tersebut. Penyebab penyakit pada bagian tanaman yang bergejala diamati dengan menggunakan mikroskop optik binokuler di Laboratorium Bakteriologi. Penyebab penyakit yang tidak dapat diidentifikasi secara langsung, dilakukan pelembaban agar penyebab penyakit itu tumbuh dan mencapai fase yang mudah dikenali sehingga lebih mudah diidentifikasi.

Inventarisasi hama dan penyakit pascapanen. Jambu biji di tempat pengambilan contoh oleh tengkulak dipasarkan ke pasar induk di Jakarta dan Tangerang. Pengamatan dilakukan terhadap buah-buah jambu biji yang telah dipanen dan dikumpulkan di tempat tengkulak. Beberapa buah jambu biji diambil dan dibiarkan selama 7 hari, kemudian diamati perubahan dan penyebab penyakit pada buah jambu biji yang dijadikan sampel.

Pengamatan Hama

Pengamatan hama tanaman jambu biji dilakukan dengan cara mengamati secara langsung pada setiap tanaman contoh dengan mengidentifikasi jenis, gejala serangan, luas serangan hama, dan tingkat kerusakan tanaman. Pengamatan luas

(35)

serangan hama dan tingkat kerusakan tanaman hanya dilakukan terhadap hama yang dianggap dominan pada saat pengamatan di lapang.

Pada lahan 1 pengamatan dilakukan pada seluruh bagian tanaman contoh. Pada lahan dan 3 pengamatan dilakukan pada 5 ranting contoh yang dipilih secara acak pada masing-masing tanaman contoh.

Ranting yang terpilih sebagai contoh diberi label untuk diamati secara konsisten selama 10 kali sejak minggu kedua bulan Maret sampai minggu ketiga bulan Mei dengan interval sekitar 1 minggu. Khusus untuk pengamatan tingkat kerusakan tanaman oleh ulat pucuk pada pertanaman yang berumur sedang, pengamatan dilakukan pada 10 ranting contoh dan diamati bagian pucuknya saja.

Besaran luas serangan oleh hama dihitung menggunakan rumus: L n

N x 100% L = luas serangan

n = jumlah tanaman yang terserang N = jumlah tanaman contoh yang diamati

Tingkat kerusakan pada daun tanaman oleh hama menggigit-mengunyah dihitung dengan rumus:

KT n1 n2 nx

N KT = tingkat kerusakan tanaman

nx = persentase daun yang terserang pada ranting ke-x yang diamati

N = jumlah ranting yang diamati pada 1 tanaman

Penentuan intensitas serangan akibat kutukebul dan kutu putih: I ∑ ni · vi

N · V x 100% I = intensitas serangan

ni = jumlah ranting yang terserang dengan luas kolonisasi kategori tertentu

vi = nilai numerik dari kategori

N = jumlah ranting yang diamati

V = nilai numerik dari kategori tertinggi

(36)

Tabel 1 Penentuan nilai numerik tingkat serangan kutu putih Luas kolonisasi (%) Nilai numerik Keterangan

0 0 tidak ada serangan

0 < x ≤ 25% 1 ringan

25 < x ≤ 50% 2 sedang

50 < x ≤ 75% 3 berat

> 75% 4 sangat berat

Penentuan tingkat kerusakan daun tanaman (pucuk) oleh ulat pucuk dihitung dengan rumus:

KT n

N x 100% KT = tingkat kerusakan tanaman

n = jumlah pucuk ranting yang terserang dalam 10 ranting sampel N = jumlah pucuk ranting yang diamati

Pengamatan Penyakit

Pengamatan penyakit pada pertanaman jambu biji dengan umur tanaman muda dilakukan pada seluruh bagian tanaman dengan mengamati secara langsung terhadap gejala yang terdapat pada tanaman contoh. Sedangkan pengamatan penyakit pada pertanaman jambu biji dengan umur tanaman sedang dan tua, pengamatan dilakukan pada 5 ranting contoh yang sama dengan ranting yang digunakan untuk pengamatan hama. Untuk pengamatan penyakit antraknosa digunakan 10 ranting contoh.

Insidensi penyakit dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Insidensi Penyakit n

N x 100% n = jumlah tanaman yang terserang

N = jumlah seluruh tanaman contoh yang diamati

Intensitas serangan dihitung berdasarkan gejala dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(37)

I ∑ ni · vi

N · V x 100% I = intensitas penyakit

ni = jumlah bagian tanaman terserang dalam kategori ke-i

vi = nilai numerik pada masing-masing kategori

N = jumlah tanaman/bagian tanaman contoh yang diamati V = nilai kategori serangan tertinggi

Penentuan nilai kategori serangan penyakit pada tabel 2 berikut: Tabel 2 penentuan nilai numerik tingkat serangan penyakit

Nilai skoring Kategori serangan

0 tidak ada serangan

1 0 ≤ x ≤ 25%

2 25 < x ≤ 50%

3 50 < x ≤ 75%

4 > 75%

Identifikasi Hama dan Patogen

Identifikasi serangga secara umum menggunakan kunci identifikasi Borror et al. (1996) dan Kalshoven (1981). Identifikasi Coleoptera digunakan kunci identifikasi Lawrence & Britton (1994) dan Weidner & Rack (1984). Identifikasi lalat buah menggunakan kunci identifikasi Siwi et al. (2006). Untuk hama dari superfamili Coccoidea dan Aphidoidea, spesimen yang akan diidentifikasi dibuat dalam bentuk preparat mikroskop terlebih dahulu. Pembuatan preparat kutu putih menggunakan metode Williams & Watson (1988b) dengan modifikasi oleh Sartiami. Preparat kemudian diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi Williams (2004) dan Williams (1989). Pembuatan preparat kutu perisai menggunakan metode Williams & Watson (1988a), dan diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi Williams & Watson (1988a). Pembuatan preparat kutukebul menggunakan metode pemanasan dan tanpa pemanasan (Bintoro 2008), dan diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi Dooley (2006). Pembuatan preparat dan identifikakasi kutudaun menggunakan metode

(38)

dan kunci identifikasi Blackman & Eastop (2000). Pembuatan preparat kutukapuk dan kututempurung hampir sama dengan metode pembuatan preparat kutu putih, identifikasi keduanya menggunakan kunci identifikasi Williams dan Watson (1990). Untuk pembuatan preparat patogen, dari bagian tanaman yang bergejala patogen dikorek dan diletakkan pada gelas preparat yang telah ditetesi dengan laktofenol biru. Patogen yang berupa cendawan diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi Barnett & Hunter (1999).

Wawancara Petani

Survei dengan teknik wawancara dilakukan secara langsung terhadap petani responden dengan bantuan kuisioner semiterstruktur. Pertanyaan dalam kuisioner dirancang untuk mengetahui praktek budidaya tanaman jambu biji, serta pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani. Sebagian pertanyaan tidak terdapat di dalam kuisioner tetapi masih berhubungan dengan jambu biji.

Petani responden yang diwawancarai sebanyak 20 orang, terdiri dari petani pemilik yang lahannya diamati dan petani yang dipilih secara acak pada lahan-lahan yang berdekatan dengan tempat pengambilan data.

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lahan Pertanaman Jambu Biji

Desa Bantarsari dan Bantarjaya merupakan dua dari tujuh desa yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat. Kedua desa tersebut berbatasan langsung sehingga beberapa petani responden dari Desa Bantarsari berusaha tani jambu biji di Desa Bantarsari sendiri dan sebagian besar di lahan pertanian Desa Bantarjaya.

Kecamatan Rancabungur secara umum berada pada ketinggian 165 m dpl, dengan curah hujan rata-rata 257,57 mm/tahun dan suhu udara rata-rata yaitu 30 sampai 34 °C. Data curah hujan harian selama penelitian diperoleh dari Badan Metereologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (Lampiran 1). Bentuk wilayah Desa Bantarsari dan Bantarjaya rata-rata datar.

Jambu biji merupakan salah satu tanaman tahunan yang banyak ditanam petani selain komoditas lainnya yaitu padi, terong, pepaya, kangkung, bayam, mentimun, pare, oyong, jagung, ubi jalar, ubi kayu, katuk, bengkuang, kacang tanah, kacang panjang, talas dan jati.

Ketiga lahan pertanaman jambu biji yang diamati setiap minggu terletak di Desa Bantarjaya dengan jarak yang agak berjauhan antara lahan satu dengan yang lainnya. Luas lahan pertanaman jambu biji dengan umur tanaman 4,5 bulan (lahan 1), 1,5 tahun (lahan 2), dan 4,5 tahun (lahan 3) berturut-turut sekitar 3000, 3000, dan 1800 m2 dengan populasi tanaman jambu biji berturut-turut 82, 70 dan 55 tanaman serta jarak tanam berturut-turut 6 x 5 m, 6 x 6 m, dan 6 x 5 m. Pada ketiga lahan tersebut jambu biji yang dibudidayakan adalah jambu biji merah.

Pada lahan dengan umur tanaman 4,5 bulan (Gambar 1A), tanaman jambu biji ditanam dengan pola tumpang sari dengan tanaman bengkuang, setelah bengkuang dipanen diganti dengan kacang tanah. Lahan tersebut cukup terawat karena dengan pergantian tanaman yang berlanjut, tanah beberapa kali diolah dan gulma selalu dibersihkan kecuali tanaman tumpang sari sudah mendekati masa panen. Di sekitar lahan jambu biji muda terdapat lahan lain yang ditanami jagung, ketela pohon, terong, katuk, dan jambu biji.

(40)

A

B

C

Gambar 1 Pertanaman jambu biji di Desa Bantarjaya Kecamatan Rancabungur: (A) lahan pertanaman jambu biji 1 tahun (lahan 1), (B) lahan pertanaman jambu biji 2 tahun (lahan 1), dan (C) lahan pertanaman jambu biji 5 tahun (lahan 3).

(41)

Pada lahan dengan umur tanaman 1,5 tahun (Gambar 1B) jambu biji ditanam dengan pola tumpang sari dengan tanaman ubi jalar, setelah ubi jalar panen tanaman jambu biji ditanam secara monokultur. Lahan tidak diberi pagar sampai akhir pengamatan, gulma yang sering dibersihkan hanya pada sekeliling tanaman jambu biji sedangkan gulma lain dibiarkan tumbuh dan dibersihkan jika gulma sudah cukup tinggi. Di dekat lahan tersebut terdapat lahan lain yang ditanami ubi jalar dan ketela pohon.

Tanaman jambu biji yang berumur 4,5 tahun (Gambar 1C) ditanam secara monokultur karena tajuk tanaman sudah menutupi lahan. Pada kedua lahan muda dan tua bagian pinggir lahan diberi pagar yang terbuat dari bambu sekaligus ditanami tanaman pagar antara lain pisang, puring, bunga sepatu, ketela pohon, jarak pagar, dan ki hujan. Pisang ditanam bertujuan untuk diambil daunnya yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengisi dalam pengepakan buah jambu biji. Di sekitar lahan jambu biji tua terdapat lahan lain yang ditanami jagung, jambu biji merah milik petani lain, kangkung, kacang tanah, dan katuk.

Organisme Pengganggu Tanaman yang Ditemukan pada Tanaman Jambu Biji

Pada beberapa lahan jambu biji di Kecamatan Rancabungur dan kampus IPB Darmaga dijumpai berbagai organisme pengganggu tanaman (OPT) yang (sebagian atau seluruh) aktivitas hidupnya berasosiasi dengan tanaman jambu biji. Lalat buah merupakan OPT yang telah dilaporkan di berbagai tempat merupakan salah satu hama tanaman jambu biji yang merugikan. OPT lainnya yaitu Helopeltis sp., A. dispersus, beberapa spesies kutu putih, Icerya seychellarum, kutu perisai, Coccus viridis, kututempurung, kutudaun, Carpophilus dimidiatus, A. atlas, Trabala spp., Valanga nigricornis, dan tungau merupakan hama sekunder atau hama minor pada tanaman jambu biji (Gould & Raga 2002). OPT tersebut dapat berpotensi menjadi hama penting jika populasinya meledak di pertanaman.

(42)

Tabel 3 Organisme pengganggu tanaman pada tanaman jambu biji di Rancabungur dan kampus IPB Darmaga, Bogor

Ordo Famili OPT Bagian tanaman yang diserang Rancabungur IPB

Darmaga Lahan 1 Lahan 2 Lahan 3

Acarina Tetranychidae Tungau laba-laba meraha daun muda dan tua - - - √

Acarina Mycobatidae Tungau kumbang pucuk, daun, buah √ √ √ √

Orthoptera Acrididae Valanga spp. daun √ √ √ √

Hemiptera Coreidae Anoplocnemis phasiana

(Fabr.)

pangkal daun muda dekat pucuk, daun tua, bunga

- - - √

Hemiptera Coreidae Mictis longicornis Westw. pangkal daun muda dekat

pucuk

- - - √

Hemiptera Coreidae Physomeris grossipes (Fabr.) ranting muda - - - √

Hemiptera Miridae Helopeltis sp. ranting pucuk, buah - √ √ √

Hemiptera Tessaratomidae Pycanum alternatum (Lep. & Serv.)

daun muda - - - √

Hemiptera Tessaratomidae Tessaratoma javanica

(Thnb.) daun muda - - - √

Hemiptera Flatidaea Lawana candida (Fabr.) daun, ranting, buah - - - √

Hemiptera Aleyrodidae Aleurodicus dispersus Russel daun tua √ √2 √ √

Hemiptera Aleyrodidae Aleuroclava sp. 1 daun tua - - - √

Hemiptera Aleyrodidae Aleuroclava sp. 2 daun tua √ - - √

Gambar

Gambar 1  Pertanaman jambu biji di Desa Bantarjaya Kecamatan Rancabungur:
Tabel 3  Organisme pengganggu tanaman pada tanaman jambu biji di Rancabungur dan kampus IPB Darmaga, Bogor
Gambar 4  Ulat  pucuk dan gejala kerusakannya pada tanaman jambu biji: (A)  larva menggerek bunga, (B) larva menjelang berpupa, (C) pupa, (D)  pucuk dan daun muda dijalin, (E) daun dan ranting dijalin, (F) daun  muda dilipat dan berlubang-lubang, terdapat
Gambar 6   Belalang kayu Valanga nigricornis: (A) imago, (B) gejala gerigitan  pada daun.
+7

Referensi

Dokumen terkait

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,