• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hama dan penyakit tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) di Kecamatan Rancabungur dan Kampus IPB Darmaga Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hama dan penyakit tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) di Kecamatan Rancabungur dan Kampus IPB Darmaga Bogor"

Copied!
245
0
0

Teks penuh

(1)

DAN KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR

DIDAH FARIDAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

DIDAH FARIDAH. Hama dan Penyakit Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava

L.) di Kecamatan Rancabungur dan Kampus IPB Darmaga Bogor. Dibimbing

oleh KIKIN HAMZAH MUTAQIN dan DEWI SARTIAMI.

(3)

DIDAH FARIDAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul Penelitian : Hama dan Penyakit Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava L.) di Kecamatan Rancabungur dan Kampus IPB Darmaga Bogor

Nama Mahasiswa : Didah Faridah

NRP : A34062598

Disetujui

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi. NIP. 19680602 199303 1003

Dosen Pembimbing II

Dra. Dewi Sartiami, MSi. NIP. 19641204 199103 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc. NIP. 19640204 199002 1 002

(5)

sekolah menengah umum di SMA Negeri 1 Majalengka. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2006 dan selanjutnya pada tahun 2007 penulis diterima pada Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Subhanahuwata’ala, karena dengan seizin-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juli 2011 di Kecamatan Rancabungur dan lahan Kampus IPB Darmaga, Bogor.

Dengan penuh rasa hormat, penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi dan Dra. Dewi Sartiami, MSi sebagai dosen pembimbing yang selalu memberi bimbingan, arahan, fasilitas, bantuan, motivasi, kritik, dan saran sejak persiapan penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai. Terima kasih juga penulis tujukan untuk Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. selaku dosen pembimbing akademik; Dr. Endang Sri Ratna selaku dosen penguji tamu; seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman dan TPB atas ilmu yang diberikan selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor; kepada Ibu Aisyah yang mengajari pembuatan preparat kutu tanaman; kepada laboran, senior, dan teman-teman di Laboratorium Biosistematika Serangga dan Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman atas bantuan dan motivasinya. Terima kasih juga disampaikan kepada petani di Rancabungur terutama kepada keluarga Bapak Adang, Bapak Istikhori, Bapak Encik, Bapak Ismail, dan lain-lain atas fasilitas dan kerjasamanya berbagi ilmu dan pengalaman bertani jambu biji; kepada teman-teman yang membantu di lapang: Fakhry Sahlan, Sifa, Moya, Susi, Fitrah, Lia, Eva, Aisah, Laras, Satrio, Sandy, Kak Ary, Indri, Fitri, dan Ulfa. Kepada teman-teman Departemen Proteksi Tanaman angkatan 43, 44, dan 45 terima kasih atas bantuan, dukungan, kebersamaan, dan persahabatannya.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua, kakak (Otong Athoillah, Popon Fauziah, Lili Hambali, Sahara, Fikhriah, dan Jalaluddin), dan adik (Muhammad Murtaqi, Ade Idrus Hariri, dan Dzulfikrie Al-Hasan) atas pengorbanan, doa, dan cinta kasihnya yang tulus; kepada keluarga besar Bapak Saleh Wangsa dan Bapak Ahmad atas doa, dukungan, bantuan, dan inspirasinya. Kepada teman-teman di Wisma Green-pink dan Seroja: Hilda, Erlin, Ii, Ines, Nina, Feny, Intan, Shanty, Teh Imeh, dan Maria terima kasih atas persahabatan, kebersamaan, dan bantuannya. Serta kepada pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahan khususnya ilmu perlindungan tanaman.

Bogor, September 2011

(7)

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

Ulat Kantung (Lepidoptera: Psychidae) ... 11

Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) ... 12

Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) ... 12

Hama Lainnya ... 13

Penentuan Lahan Pengamatan dan Petak Contoh Tanaman ... 18

Pengamatan dan Pengambilan Sampel untuk Inventarisasi Hama dan Penyakit ... 18

(8)

Halaman

Organisme Pengganggu Tanaman yang Ditemukan pada Tanaman Jambu Biji ... 26

Hama Menggigit-Mengunyah yang Menyerang Daun ... 31

Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) ... 44

Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) dan kutukapuk (Hemiptera: Margarodidae) ... 47

Lalat buah Bactrocera carambolae (Diptera: Tephritidae) ... 53

Kumbang Penggerek Buah (Coleoptera: Nitidulidae) ... 58

Hama Lainnya ... 60

Penyakit yang Ditemukan pada Tanaman Jambu Biji ... 70

Antraknosa ... 72

Karakteristik Petani Di Kecamatan Rancabungur ... 87

Status Kepemilikan dan Luas Pengusahaan Lahan Jambu Biji Petani Responden ... 87

Budidaya Tanaman Jambu Biji ... 91

Bibit ... 91

Pola Tanam ... 92

Pengolahan Tanah dan Penanaman ... 93

Perawatan Tanaman Jambu Biji pada Awal Penanaman ... 94

Pemupukan ... 94

Pengendalian Gulma ... 96

Penggunaan Mulsa ... 96

Pemangkasan Tanaman ... 96

Perempelan Daun dan Pengurutan Ranting ... 98

Penjarangan dan Pembungkusan Buah ... 98

Permasalahan dalam Usahatani Jambu Biji ... 99

Panen dan Pemasaran ... 99

(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Penentuan nilai numerik tingkat serangan kutu putih dan kutukebul 21

2. Penentuan nilai numerik tingkat serangan penyakit ... 22

3. Organisme pengganggu tanaman pada tanaman jambu biji di Rancabungur dan Kampus IPB Darmaga, Bogor ... 27

4. Penyakit yang terdapat pada pertanaman jambu biji di Rancabungur dan lahan kampus IPB Darmaga, Bogor ... 71

5. Karakteristik petani jambu biji yang diwawancara di Kecamatan Rancabungur, 2010 ... 88

6. Kepemilikan lahan dan luas pengusahaan lahan jambu biji oleh petani responden ... 89

7. Asal bibit jambu biji petani di Rancabungur ... 91

8. Penggunaan varietas jambu biji oleh petani di Rancabungur ... 92

9. Pola tanam yang dilakukan oleh petani jambu biji di Rancabungur 93

10. Penggunaan pupuk anorganik oleh petani di Rancabungur ... 95

11. Pengendalian gulma yang dilakukan oleh petani responden ... 96

12. Permasalahan usahatani jambu biji ... 99

13. Produksi jambu biji petani responden di Rancabungur ... 100

(11)

(B) lahan pertanaman jambu biji 2 tahun (lahan 1), dan (C) lahan

pertanaman jambu biji 5 tahun (lahan 3) ... 25 2. Tingkat kerusakan tanaman jambu biji oleh serangan hama

menggigit-mengunyah pada ketiga lahan ... 32 3. Tingkat kerusakan tanaman jambu biji akibat serangan hama ulat

pucuk di lahan 1 dan 2 ... 33 4. Ulat pucuk dan gejala kerusakannya pada tanaman jambu biji: (A)

larva menggerek bunga, (B) larva menjelang berpupa, (C) pupa, (D) pucuk dan daun muda dijalin, (E) daun dan ranting dijalin, (F) daun muda dilipat dan berlubang-lubang, terdapat fras yang melekat pada sutera, (G & H) permukaan buah terdapat bekas

gerigitan larva yang mengering ... 34 5. Populasi belalang Valanga spp. pada lahan 1 ... 35 6. Belalang kayu Valanga nigricornis: (A) imago, (B) gejala gerigitan

pada daun ... 36 7. Ulat penggulung daun: (A) larva, (B) pupa, (C) daun digulung,

larva dan pupa hidup di dalam gulungan daun ... 36 8. Populasi ulat penggulung daun pada lahan 1 ... 37 9. Berbagai spesies ulat kantung pada tanaman jambu biji: (A) P.

hekmeyeri, (B) P. pendula, (C) ulat kantung spesies 1, (D) ulat kantung spesies 2, (E) ulat kantung spesies 3, (F) ulat kantung

spesies 4 (G) ulat kantung spesies 5, (H) ulat kantung spesies 6 .... 38 10. Trabala sp.: (A) kelompok telur, (B) pupa, (C) larva, dan (D)

gejala gerigitan pada daun jambu biji ... 42 11. Imago Attacus atlas di pertanaman jambu biji ... 42 12. Ulat api: (A) spesies 1 dengan gejala window panning pada daun

tua jambu biji, (B) larva ulat api spesies 2 ... 43 13. Kumbang moncong: (A) imago, (B) daun berlubang-lubang

disisakan tulang daunnya ... 43 14. Kutukebul A. dispersus: (A) pupa dan imago, (B) preparat pupa,

(C) koloni pada permukaan bawah daun tua jambu biji,

(12)

Halaman 16. Kutukebul Aleuroclava: (A) kutukebul menyebar pada permukaan

bawah daun tua jambu biji, (B) pupa dan kantung pupa, (C) kantung pupa Aleuroclava sp. 1, (D) preparat kantung pupa Aleuroclava sp. 1, (E) pupa Aleuroclava sp. 2, (F) preparat pupa

Aleuroclava sp. 2 ... 46 17. Intensitas serangan kutu putih pada tanaman jambu biji di lahan 2 47 18. Kutu putih (1. spesimen hidup dan 2. preparat): (A) F. virgata dan

(B) P. minor ... 48 19. Kutu putih (1. spesimen hidup dan 2. preparat): (A) R. spinosus

dan (B) R. invadens ... 49 20. Kutu putih (1. spesimen hidup dan 2. preparat): (A) R. jabadiu dan

(B) M. hirsutus ... 50 21. Spesimen hidup (1) dan preparat (2): (A) kutu putih P. marginatus

dan (B) kutukapuk I. seychellarum ... 51 22. Kolonisasi dan gejala kutu putih pada tanaman jambu biji: (A) F.

virgata, (B) R. jabadiu, (C) P.marginatus, (D) P. minor pada bunga berasosiasi dengan semut, (B) M. hirsutus pada ranting dan permukaan bawah daun menyebabkan embun jelaga, (C) gugur buah, (D) nekrotik pada permukaan buah muda, (E) permukaan dan warna buah tidak merata pada buah matang, (F) buah pecah dan

terdapat embun jelaga pada kolonisasi kutu putih ... 54 23. Musuh alami kutu putih yang ditemukan di lapang: (A) imago R.

invadens yang terparasit, (B) predator R. invadens, (C) laba-laba predator F. virgata, (D) predator P. marginatus, (E) Cryptolaemus

sp., (F) predator kutu putih ... 55 24. Lalat buah B. carambolae: (A) imago betina, (B) imago

menusukkan ovipositornya pada buah muda, (C) gejala tusukan disertai nekrosis dan busuk pada jambu biji kristal, D) bagian dalam membusuk berwarna coklat, berbau busuk, (E) buah jambu

biji dibungkus menggunakan plastik dan kertas koran ... 56 25. Kumbang penggerek buah pada tanaman jambu biji: (A) imago C.

dimidiatus, (B) imago Carpophilus sp. 1, (C) imago Brachypeplus sp., (D) buah pecah, (E) buah keras, kisut, dan berwarna hitam

(bagian permukaan luar terinfeksi cendawan parasit lemah) ... 59 26. Gejala ulat penggerek buah: (A) buah muda gugur, (B) gejala

lubang gerekan pada buah, (C) kotoran larva ulat penggerek yang menutupi lubang gerekan, (D) bekas gerekan yang mengering pada

bagian dalam buah, (E) larva hidup di dalam buah ... 61 27. Gejala serangan Helopeltis sp.: (A) pucuk keriting dan mengering,

(B) bercak bekas tusukan pada buah, (C) buah kecil mengering

(13)

pucuk menyebabkan daun nekrotik ... 63 31. Imago Physomeris grossipes ... 63 32. Pycanum alternatum (Hemiptera: Tessaratomidae): (A) imago

menghisap cairan ranting pucuk tanaman, (B) gejala mati pucuk

pada jambu biji ... 64 33. Tessaratoma javanica: (A) nimfa, (B) ujung daun tanaman

mengering ... 64 34. Tungau laba-laba merah dan tungau kumbang: (A & B) imago

tungau laba-laba merah, (C) daun tampak pucat dan menguning, (D) tungau kumbang, (E) lekukan pada buah bekas aktivitas makan

tungau ... 66 35. Kutu perisai A. destructor: (A) imago betina, (B) preparat, (C)

koloni pada permukaan bawah daun tua, (D) gejala klorotik tampak dari permukaan atas daun; Kutu perisai spesies 1: (E & F) koloni

pada permukaan bawah daun tua dekat tulang daun ... 68 36. Kututempurung: (A) spesimen hidup imago C. viridis, (B) preparat

C. viridis, (C) kututempurung hitam pada tulang daun permukaan

bawah daun tua ... 69 37. Kutudaun Aphis gossypii dan predatornya: (A) imago betina, (B)

preparat, (C) koloni kutudaun pada daun muda jambu biji, (D) larva Coccinellidae memangsa nimfa kutudaun, (E) imago

kumbang Coccinellidae ... 69 38. Gejala oleh semut (Hymenoptera: Formicidae) dan vertebrata: (A)

semut yang berasosiasi dengan kutu putih, (B) semut membuat sarang pada buah jambu biji matang, (C) bekas gerigitan vertebrata

hama ... 70 39. Intensitas penyakit antraknosa pada tamnaman jambu biji di lahan

dan 2 ... 73 40. Gejala dan penyebab penyakit antraknosa pada tanaman jambu biji:

(14)

Halaman dan konidia; 2. konidia), (I) Cendawan Colletotrichum sp. dari

buah matang (1. Bagian dari aservulus; 2. konidia) ... 75 41. Intensitas penyakit bercak daun kelabu pada tanaman jambu biji di

lahan 1 dan 2 ... 76 42. Gejala dan penyebab penyakit bercak kelabu dan kanker buah

Pestalotia: (A) bercak kelabu pada daun tua, (B) mati ujung, (C) kanker buah pada buah kecil yang terkena gerekan serangga, (D)

konidia Pestalotia sp. ... 77 43. Intensitas penyakit karat merah pada tanaman jambu biji 4,5 tahun

(lahan 3) ... 79 44. Gejala dan penyebab penyakit karat merah (Cephaleuros spp.): (A)

gejala awal 1 berupa bercak coklat kecil atau menyatu, (B) gejala awal 2 berupa bercak kehitaman pada daun muda, (C) buah mati karena jaringan pengangkut mati, (D) talus terbentuk pada bercak,

seperti beludru berwarna oranye, (D) sporangium Cephaleuros sp. 80 45. Alga yang berasosiasi dengan Cephaleuros sp.: (A) bercak kelabu

seperti kerak pada permukaan atas daun jambu biji tua, (B) struktur

mikroskopik ... 80 46. Gejala dan patogen penyebab busuk buah kering Botryodiplodia:

(A) buah muda kering seperti gejala kanker, (B) konidia

Botryodiplodia sp. ... 84 47. Gejala dan penyebab penyakit layu pada tanaman jambu biji: (A)

tunas pinggir tanaman layu dan mengering, (B) konidia Fusarium

sp. ... 84 48. Gejala dan penyebab penyakit embun jelaga: (A) embun jelaga

hitam menutupi permukaan daun dan buah, (B) konidia

Triposporium sp. ... 84 49. Gejala dan penyebab kanker buah oleh fungi askomiset: (A) buah

kecil mengering dan ditumbuhi fungi askomiset pada

permukaannya, (B) struktur mikroskopik ... 86 50. Gejala bercak merah pada daun muda jambu biji ... 86 51. Gejala kerusakan fisik mekanis pada buah jambu biji: (A) buah

(15)

serangan di tiga lahan pertanaman jambu biji di Rancabungur pada

bulan Maret-Mei 2010 ... 111 3. Populasi belalang dan ulat penggulung daun di tiga lahan

pertanaman jambu biji di Rancabungur pada bulan Maret-Mei 2010 112

4.

Kejadian penyakit dan intensitas beberapa penyakit di tiga lahan

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jambu biji (Psidium guajava L.) saat ini merupakan salah satu buah-buahan tropis yang cukup populer. Rasa dan aroma jambu biji yang enak, serta kandungan vitamin C yang tinggi menyebabkan buah ini digemari oleh masyarakat (Sujiprihati 1985).

Pemanfaatan buah jambu biji bisa dalam bentuk konsumsi buah segar atau dalam bentuk produk olahan seperti jus, eskrim, jeli, pasta atau selai (Gould dan Raga 2002), gumdrop, nektar, dan dodol (Rismunandar 1989). Di Brazil, suatu pasta berbahan baku jambu biji dikenal dengan nama goiabada, dibuat dan dijual secara luas. Produk yang sama dibuat di India Barat dan Filipina, dengan sebutan pasta jambu biji atau keju jambu biji (Popenoe 1974; Soetopo 1992). Di Indonesia jambu biji diolah menjadi manisan yang merupakan salah satu oleh-oleh khas dari Medan (Kompas 2009), bubur buah (Kompas 2010), dan sari buah atau jus jambu biji di dalam kemasan. Selain buahnya daun jambu biji telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai obat diare (Soetopo 1992; Ashari 2006).

Jambu biji, dengan keunggulan dan manfaatnya yang banyak, merupakan salah satu komoditas buah-buahan penting dalam perdagangan internasional. Negara-negara yang merupakan negara penghasil jambu biji terbesar antara lain India, Brazil, dan Meksiko (Lim & Manicom 2003; Panhwar 2005). Beberapa negara penghasil jambu biji lainnya yaitu Afrika Selatan, Kolumbia, Republik Dominika, Haiti, Kuba, Venezuela, Filipina, Selandia Baru, Australia, Peru, Hawai, Cina, Malaysia, Florida dan Kalifornia (Amerika Serikat), Zimbabwe, Kenya, Pakistan (Panhwar 2005), dan Jepang (Soedarya 2010).

(17)

biji nasional mencapai 160.469 ton, kemudian tahun 1998 dan 1999 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dan mengalami peningkatan lagi pada tahun 2000-2003. Tahun 2005 jambu biji merupakan salah satu buah dengan volume ekpor tertinggi selain mangga dan manggis (Ditjen Hortikultura 2009). Tahun 2009, total produksi 220.202 ton; meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 212.260 ton (BPS 2009b).

Salah satu sentra penanaman jambu biji di Indonesia adalah Jawa Barat. Pada tahun 2009 Jawa Barat merupakan provinsi penghasil buah jambu biji terbanyak yaitu 70.997 ton; 32,24% dari produksi nasional. Provinsi lain yang merupakan penghasil jambu biji terbanyak pada tahun 2009 adalah Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat (BPS 2009c). Bogor merupakan salah satu sentra pertanaman jambu biji di Jawa Barat selain Cianjur, Sukabumi, Bandung dan lainnya. Pada tahun 2007 Kabupaten dan kota Bogor merupakan penghasil jambu biji terbanyak di Jawa Barat yaitu 14.375,5 ton (8,3947 % dari seluruh produksi jambu biji Provinsi Jawa Barat) (BPS 2009a).

Beberapa wilayah penghasil jambu biji di Kabupaten Bogor antara lain Kecamatan Sukaraja (Cilebut), Rancabungur, Bojong Gede, Cibinong, dan Cigudeg. Produksi jambu biji di Rancabungur dari tahun 2006-2008 mengalami peningkatan yaitu secara berturut-turut 7 ton, 74,4 ton, dan 1.325 ton (Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2009 dalam Sumardi 2009).

(18)

tanaman jambu biji di Indonesia antara lain penyakit antraknosa dan kanker buah Pestalotiopsis (Semangun 1994). Informasi mengenai hama dan penyakit tanaman

jambu biji yang lebih lengkap dan terperinci diperlukan karena dengan adanya penanaman jambu biji secara monokultur dan adanya penambahan luas area pertanaman jambu biji dapat berpotensi menyebabkan adanya masalah hama dan penyakit baru atau peningkatan masalah hama dan penyakit yang telah ada (Pena 1986), karena tersedianya bahan makanan atau inang bagi hama dan penyakit yang dapat berasosiasi dengan tanaman jambu biji.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengamati jenis, intensitas dan luas serangan hama dan penyakit tanaman jambu biji, mengidentifikasi hama dan patogen penyebabnya serta mengetahui teknik budidaya jambu biji di Kecamatan Rancabungur dan kampus IPB Darmaga Bogor.

Manfaat Penelitian

(19)

apple guava (Foragri 2011). Tanaman jambu biji merupakan tanaman asli dari

Amerika tropis, menurut de Candolle diperkirakan berasal dari wilayah antara Meksiko (Amerika Tengah) dan Peru (Amerika Selatan) (Popenoe 1974; Soetopo 1992). Tanaman ini disebarkan ke Filipina oleh pelaut Spanyol, dan oleh bangsa Portugis jambu biji diintroduksi dari Barat ke India (Soetopo 1992; Ashari 2006). Sekarang tanaman ini sudah menyebar luas ke seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Diperkirakan terdapat sekitar 150 spesies Psidium yang menyebar ke daerah tropis dan berhawa sejuk (Ashari 2006).

Botani dan Morfologi Jambu Biji

Tanaman jambu biji merupakan salah satu spesies dari famili Myrtaceae. Jambu biji yang berbentuk bulat dan berbentuk buah pir dahulu dianggap sebagai spesies terpisah; P. pomiferum L. dan P. pyriferum L., tetapi sekarang hal tersebut dianggap sebagai variasi saja (Morton 1987). Secara taksonomi jambu biji dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Soedarya 2010):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L.

(20)

(Rismunandar 1989). Batang tua bulat dan keras, kulit batang licin berwarna coklat kemerahan dengan lapisan yang tipis dan mudah terkelupas jika sudah mengering. Bila kulitnya dikelupas akan terlihat bagian dalam batangnya berwarna hijau dan berair.

Tanaman jambu biji memiliki kanopi yang pendek, percabangannya bebas dari bawah ke atas, sering tumbuh tunas liar di dekat pangkal batang. Tunas tersebut dapat digunakan sebagai bahan tanam atau bibit. Pertumbuhan tunas tanaman jambu biji bersifat indeterminan, dan batang/cabang jambu biji dapat tumbuh terus memanjang yang kadang-kadang dapat menekan pertumbuhan tunas lateral (Ashari 2006).

Daun jambu biji mengeluarkan aroma jika diremas, berwarna hijau, mempunyai daun tunggal dan bertangkai pendek. Kedudukan daunnya dapat bersilangan, letak daunnya berhadapan dan bertulang daun menyirip. Bentuk daunnya bulat atau bulat telur dengan pinggiran rata melingkar dan ujung meruncing. Menurut Rismunandar (1989) ada korelasi antara bentuk daun dengan bentuk buahnya jambu biji yang berdaun kecil-kecil buahnya pun kecil (jambu kerikil). Jika bentuk daunnya bulat, buahnya pun bulat. Pohon yang daunnya memanjang dan agak lancip ujungnya, buahnya berbentuk buah pir.

Bunga jambu biji berwarna putih, berbau agak wangi, tumbuh di ketiak daun atau pada pucuk ranting, tunggal atau dalam kelompok kecil (Morton 1987). Bunga merupakan bunga sempurna yaitu benang sari (sekitar 250 helai) dan putik terdapat pada satu bunga. Mahkota bunga jumlahnya 4-5 (Morton 1987), menurut Sujiprihati (1985) mahkota bunga jambu biji Bangkok berjumlah 4-10 helai, dengan bentuk daun mahkota bulat telur. Bunga akan mekar penuh pada pagi hari. Waktu yang diperlukan dari kuncup hingga mekar penuh antara 14-29 hari (Sujiprihati 1985). Penyerbukan bunga tanaman jambu biji bersifat menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang (Nakasone & Paull 1999), berlangsung dengan sendirinya atau dibantu oleh faktor luar yaitu angin, serangga, dan manusia (Rismunandar 1989).

(21)

ketika masak (Soetopo 1992). Daging dalamnya bertekstur lunak, dan berwarna lebih gelap dan berasa lebih manis dibanding daging luarnya, secara normal dipenuhi biji-biji yang keras berwarna kuning (Morton 1987), sekitar 1-2% (Panhwar 2005). Ada korelasi antara ukuran buah dengan jumlah biji yang dikandungnya, kisaran biji pada jambu biji Bangkok yaitu 150-750 biji (Sujiprihati 1989). Biji jambu biji dapat bertahan lama (± 12 bulan) dalam penyimpanan pada kondisi suhu rendah (8 °C) dalam kelembaban rendah (Soetopo 1992; Ashari 2006). Buah jambu biji matang 90 sampai 150 hari setelah pembungaan (Morton 1987), menurut Nakasone & Paull (1999) buah jambu biji matang 120-220 hari setelah pembungaan bergantung pada temperatur selama perkembangan buah. Periode pematangan buah buah setelah antesis juga bervariasi pada setiap varietas. Jambu biji Bangkok memerlukan waktu 5-6 bulan sejak antesis sampai buah dapat dipanen (Sujiprihati 1985).

Cara Perkembangbiakan Jambu Biji

(22)

Varietas Jambu Biji

Koleksi plasma nutfah jambu biji banyak terdapat di Indonesia. Varietas jambu biji yang tersebar di beberapa negara terdapat lebih dari 97 varietas (Soedarya 2010). Beberapa jenis atau varietas jambu biji yang banyak dikenal masyarakat antara lain jambu biji kecil, jambu biji bangkok, jambu biji variegata, jambu biji australia, jambu biji brasil, jambu biji susu, jambu biji bangkok epal (Soedarya 2010; Agromedia 2009), jambu biji sukun, jambu biji pasar minggu, jambu biji merah getas, jambu biji sari, dan jambu biji palembang (Agromedia 2009).

Jambu Biji Bangkok. Jambu biji Bangkok adalah tanaman jambu biji yang

diintroduksi dari Vietnam disebut Giant Guava. Keunggulan dari jambu biji dari Vietnam tersebut terletak pada ukuran buahnya yang lebih besar daripada jambu biji lokal, disamping itu berumur genjah dan rendah/kerdil kanopinya (Ashari 2006). Bentuk buahnya bulat atau bulat panjang seperti buah alpukat dan beralur dangkal menyerupai bentuk buah belimbing. Permukaan buah tidak rata, warna kulit buah hijau ketika muda dan akan menjadi hijau kekuningan setelah buah masak. Daging buahnya keras dan renyah, berwarna putih dengan ketebalan antara 2,5-3,5 cm. Bijinya relatif sedikit dibandingkan biji pada jambu biji biasa (Sujiprihati 1985). Bobot buah sekitar 500-1200 g/buah.

Jambu Biji Merah. Jambu biji merah buahnya berbentuk bulat dan

terdapat moncong di pangkalnya. Permukaan kulit buah tidak merata, berwarna hijau tua ketika muda dan setelah matang berubah menjadi hijau kekuningan sampai kuning. Daging buah cukup tebal, dengan banyak biji pada bagian pulp-nya dan berasa manis (Soedarya 2010).

Jambu Biji Merah Getas. Jambu biji merah getas merupakan hasil temuan

(23)

Tanaman jambu biji dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah; lempung, berat, kapur, rawa, agak berpasir, tanah berkerikil di dekat aliran sungai maupun pada tanah kapur (Utami 2008). Tanaman jambu biji juga sangat toleran terhadap kondisi cekaman lingkungan, misalnya kekeringan, lahan berbatu, pH rendah, dan sebagainya. Di daerah tropis jambu tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1500 m dpl. Tanaman jambu biji dapat tumbuh pada temperatur 15 sampai 45 °C, tanaman jambu biji yang masih kecil dapat mati pada suhu -2,78 sampai -2,22°C. Hasil terbaik diperoleh pada suhu 23-28 °C dengan curah hujan 1.000-2.000 mm/tahun. Rasa buah jambu biji pada musim hujan kurang manis dibandingkan dengan buah hasil panen pada musim kemarau. Tampaknya hal ini disebabkan pengaruh intensitas sinar matahari, karena tanaman jambu biji menyukai sinar matahari penuh tanpa naungan. Tanaman jambu biji termasuk tipe C3 (Nakasone & Paull 1999), lama penyinaran optimum yang dibutuhkan adalah 15 jam per hari (Nakasone & Paull 1999; Utami 2008). Tanaman jambu cukup toleran terhadap kisaran pH 4,2-8,2 serta terhadap salinitas. Pada tanah yang kurang subur pun, misalnya berbatu-batu, masih mampu tumbuh, sekalipun hasilnya akan berkurang (Ashari 2006).

Kandungan dan Manfaat Jambu Biji

(24)

putih relatif lebih tinggi daripada yang berdaging merah. Berdasarkan analisis yang dilakukan Sujiprihati (1985) terhadap kandungan vitamin C jambu biji Bangkok mengandung 100-200 mg/100 g bagian contoh. Jambu biji mengandung antioksidan primer yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jeruk, nanas, pisang, buah naga, belimbing, sarikaya, dan jambu air (Yan et al. 2006).

Buah jambu biji selain dikonsumsi segar sebagai pencuci mulut atau salad, dapat juga dijadikan produk olahan seperti asinan, permen, jeli, selai, marmalad (Brasil goiabada), jus, sari buah (Soedarya 2010), nektar, setup, bubur buah (Rismunandar 1989), eskrim, buah kalengan, sirup, pie, kue, puding, saus, sup buah, dan produk lain (Morton 1987). Tepung jambu biji banyak mengandung vitamin C dan pektin (Soetopo 1992).

Selain itu kandungan beberapa senyawa dalam tanaman jambu biji terutama dalam daunnya seperti tanin, fenol, triterpen, minyak atsiri (eugenol), zat samak, damar, asam malat, asam lemak, dan asam apfel (Dalimartha 2005), jambu biji memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai obat herbal. Beberapa penggunaan daun jambu biji yaitu sebagai antidiare, menurunkan glukosa darah, obat demam berdarah, obat batuk, obat luka, sariawan, dan sebagainya (Agromedia 2008). Ekstrak etanol daun jambu biji putih dan merah mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare (Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Shigella flexneri, dan Salmonella typhi) pada konsentrasi tertentu (Adnyana et al.

2004). Selain obat diare, daun jambu biji yang mengandung senyawa tanin dan flavonoid juga memiliki potensi sebagai obat demam berdarah (Balitbu 2008).

Kayu tanaman jambu biji yang keras dan liat dapat dijadikan bahan yang baik untuk dijadikan gagang palu, pahat, kapak dan sebagainya (Rismunandar 1989). Di Malaysia, daun jambu biji digunakan sebagai bahan pewarna sutera (Ashari 2006).

Hama Tanaman Jambu Biji

(25)

Kerusakan yang diakibatkan hama dapat berupa kerusakan langsung dan tidak langsung. Pada kerusakan tidak langsung hama dapat berperan sebagai vektor atau penyebab infeksi penyakit akibat pelukaan pada tanaman akibat aktifitas makan dan hidupnya.

Lalat Buah (Diptera: Tephritidae)

Lalat buah merupakan hama utama pada jambu biji di berbagai negara penghasil jambu biji. Hama ini tidak hanya menyerang jambu biji, tetapi juga merupakan hama dari berbagai komoditas pertanian lain. Spesies lalat buah yang tercatat saat ini mencapai 4000 spesies yang memiliki preferensi serangan pada bagian tanaman yang berbeda (Meritt et al. 2003). Beberapa spesies menyerang buah antara lain dari genus Ceratitis dan Ragholetis, seed-head predators (Euaresta, Trupanea, Tephritis), gallmakers (Eurosta), atau pengorok daun seperti lalat buah dari genus Euleia (Meritt et al. 2003).

(26)

2002). Buah yang terserang larva lalat buah akan cepat membusuk dan gugur sebelum matang. Buah yang gugur ini akan menjadi sumber infestasi lalat buah generasi berikutnya karena larva akan berkembang menjadi pupa di tanah dan kemudian berkembang menjadi imago (Ginting 2009).

Ginting (2009) melaporkan terdapat 14 jenis lalat buah yang ditemukan di Jakarta, Depok, dan Bogor. Lalat buah yang dilaporkan dalam penelitian Ginting (2009) antara lain Bactrocera carambolae dan B . papayae yang diketahui sebagai inang dari jambu biji. Kedua spesies ini merupakan spesies paling melimpah di lokasi penelitian dibandingkan 12 spesies lalat buah lainnya yang ditemukan, hal ini disebabkan tanaman inang kedua spesies ini sangat beragam dan hampir selalu tersedia.

Pengelolaan terhadap serangan lalat buah yaitu dengan menggunakan pestisida berbahan aktif karbamat, pyretroid sintetik, dan organofosfat secara berjadwal untuk mencegah meningkatnya populasi lalat buah (Gould & Raga 2002), membungkus buah jambu biji dengan plastik saat buah masih kecil (Utami 2008), menggunakan kombinasi atraktan metil eugenol dari ekstrak tanaman selasih ungu dengan perangkap (Tamim 2009), membuang buah-buah yang terserang dan menguburnya agar tidak menjadi sumber infestasi (Ginting 2009).

Ulat Kantung (Lepidoptera: Psychidae)

Ulat kantung (bagworm) adalah sebutan untuk larva dari famili Psychidae, Lepidoptera. Pravitasari (2009) menemukan 7 spesies ulat kantung yang terdapat pada jambu biji pada 3 kecamatan (Leuwisadeng, Dramaga, dan Sukaraja) di Kabupaten Bogor. Ulat kantung yang teridentifikasi yaitu spesies 4 (Pteroma pendula) dan spesies 6 (Pagodiella hekmeyeri). Kelima spesies yang lainnya

belum dapat diidentifikasi sampai dengan spesies.

(27)

kantung yang tinggi akan menyebabkan daun tanaman jambu biji menjadi gundul dan terlihat merana (Pravitasari 2009).

Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae)

Beberapa spesies kutu putih yang ditemukan pada tanaman jambu biji di Bogor antara lain Cataneococcus (=Exallomochlus) hispidus, Ferrisia virgata, Nipaecoccus nipae, Planococcus lilacinus, dan Planococcus minor (Sartiami et

al.1999). Selain famili Pseudococcidae, kutukapuk (Hemiptera: Margarodidae)

juga menyerang tanaman jambu biji (Gould & Raga 2002).

Kutu putih dapat ditemukan pada ranting, kayu cabang, daun, dan buah (Gould & Raga 2002). Bagian tanaman yang paling banyak diserang kutu putih adalah permukaan bawah daun, dan paling sedikit pada kayu cabang dan pucuknya (Sartiami et al. 1999). Secara normal, kutu putih tidak menimbulkan kerusakan inang yang parah. Tetapi pada populasi yang tinggi, bentuk buah akan menjadi tidak serasi dan cacat. Embun madu yang dihasilkan kutu putih juga dapat menyebabkan tumbuhnya embun jelaga yang menurunkan nilai jual buah jambu biji. Kutu putih juga berasosiasi dengan semut. Semut memerlukan embun madu sebagai makanannya sehingga semut melindungi kutu putih dari serangan parasit dan predator. Pengendalian hama kutu putih antara lain dengan penyemprotan minyak atau sabun (Gould & Raga 2002).

Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae)

(28)

tumbuhnya embun madu pada permukaan daun yang menyebabkan permukaan fotosintesis akan berkurang.

Kutukebul yang ditemukan oleh Bintoro (2008) di wilayah Bogor dan tanaman jambu biji sebagai inangnya adalah Aleurodicus dispersus Russel, Aleuroclava psidii, dan Trialeurodides sp. Cockerell.

Hama Lainnya

Hama lain yang merupakan hama tanaman jambu biji antara lain kutudaun (Hemiptera: Aphididae), kutu perisai (Hemiptera: Diaspididae), kututempurung (Hemiptera: Coccidae), trips (Thysanoptera), beberapa kumbang Scarabaeidae dan Curculionidae (Coleoptera), tungau (Arachnida: Acarina), ulat penggerek batang Indarbela sp. (Lepidoptera: Metarbelidae), ulat yang menyerang daun seperti

Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae), Trabala pallida (Lepidoptera:

Lasiocampidae), ulat pucuk, ulat jengkal (Lepidoptera: Geometridae), dan ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) (Gould & Raga 2002).

Penyakit Tanaman Jambu Biji

Menurut berbagai laporan di India, sejumlah patogen dapat menyerang tanaman jambu biji; cendawan, bakteri, alga, nematoda, dan efifit. Patogen tersebut terdapat pada berbagai bagian tanaman jambu biji, menyebabkan berbagai penyakit antara lain busuk buah pada pertanaman dan penyimpanan (busuk kering, busuk basah, busuk lunak, busuk asam, busuk coklat, busuk masak, kudis, busuk pangkal, busuk bercincin, busuk pink, busuk buah berlilin), kanker, layu, mati ujung, gugur daun, batang/ranting kering, bercak daun, hawar daun, antaknosa, karat merah, embun jelaga, karat, hawar biji, dan rebah kecambah (Misra 2004).

Antraknosa

(29)

Patogen penyebab antraknosa dapat menyerang semua bagian tanaman, terutama pada buah namun tidak menyerang akar (Semangun 1994). Bagian tanaman seperti pucuk, daun muda dan ranting akan mudah terjangkit penyakit ini ketika masih lunak (Semangun 1994; Misra 2004). Gejala yang dapat ditimbulkan oleh penyakit ini yaitu mati ujung (die back), busuk buah, kanker buah, dan bercak daun (Misra 2004).

Gejala pada tunas menyebabkan perubahan warna dari hijau menjadi coklat tua. Bercak coklat tersebut kemudian menjadi bercak nekrotik berwarna hitam yang dapat berkembang ke bagian pangkal sehingga menyebabkan mati ujung (Semangun 1994; Misra 2004). Daun-daun muda mengeriting dengan daerah-daerah mati pada tepi atau ujungnya, akhirnya daun-daun gugur sehingga hanya ranting kering yang tertinggal (Semangun 1994).

Buah jambu biji yang mentah dapat terinfeksi dan cendawan penyebabnya bisa dorman selama 3 bulan, baru aktif dan menyebabkan pembusukan pada waktu buah mulai matang.

Buah jambu biji muda yang terserang menunjukkan gejala bercak-bercak nekrotik yang kemudian akan menyatu, buah akan matang secara terpaksa dan kemudian mengering secara cepat dan terjadi mumifikasi (Amusa et al. 2005). Seringkali buah yang mengeras ini menjadi retak (Misra 2004). Jika buah ini dibuka, kanker terlihat meluas ke bagian dalam buah. Biji yang berasal dari buah yang terinfeksi mengandung patogen (Amusa et al. 2005).

Penyebab penyakit antraknosa yaitu cendawan Colletotrichum gloeosporioides (teleomorph: Glomerella cingulata) (Semangun 1994; Lim & Manicom 2003; Amusa et al. 2005), di India cendawan penyebabnya adalah Colletotrichum psidii Curzi (Misra 2004). Pada bagian tanaman yang sakit dalam

(30)

yang besar, yang terikat dalam massa lendir berwarna merah jambu (Semangun 1994).

Di India, pengelolaan terhadap penyakit antraknosa antara lain dengan menggunakan varietas tahan (Misra 2004). Selain itu, pengendalian dapat dilakukan dengan aplikasi pestisida berbahan aktif benomil dan karbendazim pada pertanaman maupun pada buah yang telah dipanen dengan dicampur air panas (Lim & Manicom 2003).

Kanker Berkudis

Kanker buah berkudis umumnya terjadi pada buah yang hijau dan dapat juga menyebabkan bercak pada daun. Penyebab penyakit ini adalah Pestalotiopsis psidii (Pat.) Mordue (Semangun 1994). Cendawan ini merupakan parasit luka, kanker berhubungan dengan tusukan yang disebabkan oleh aktivitas makan serangga antara lain Helopeltis theobromae (Lim & Manicom 2003).

Pada infeksi awal, mula-mula pada buah yang masih hijau terdapat bercak gelap, kecil, yang membesar mencapai garis tengah 1-2 mm, berwarna coklat tua, yang terdiri dari jaringan mati. Jika buah membesar kanker akan pecah, membentuk kepundan dengan tepi tebal dan pusat mengendap (Semangun 1994).

Pengelolaan penyakit ini bisa dilakukan dengan mengendalikan Helopeltis, membuang buah dan daun yang sakit kemudian dipendam atau dibakar untuk mengurangi sumber infeksi (Lim et al. 1986 dalam Semangun 1994). Penggunaan ekstrak daun Occimum sanctum dapat menghambat perkecambahan spora cendawan (Misra 2004).

Bercak Daun

Bercak pada daun jambu biji umumnya tidak merugikan secara langsung, namun beberapa cendawan penyebabnya dapat menyerang buah juga maka daun yang sakit dapat memegang peranan penting sebagai sumber infeksi (Semangun 1994). Bercak daun dapat disebabkan antara lain oleh Cercospora spp., Pestalotiopsis sp., dan Colletotrichum sp. (Semangun 1994).

(31)

muda mengeriting dengan daerah-daerah mati (nekrotik) pada tepi atau ujungnya, akhirnya daun-daun gugur sehingga hanya ranting kering yang tertinggal (Semangun 1994).

Karat Merah

Karat merah disebabkan oleh alga hijau yang dapat menyebabkan bercak pada daun dan kadang-kadang pada buah. Penyebab penyakit ini adalah Cephaleuros spp. yang dapat menyerang berbagai bagian tanaman yaitu daun,

buah, ranting, dan batang (Misra 2004).

Cephaleuros menginfeksi daun jambu biji muda. Bercak pada daun dapat berupa titik kecil sampai bercak yang besar; menyatu atau terpencar. Daun diinfeksi pada bagian pada tepi, pinggir atau seringkali pada area dekat tulang daun (Misra 2004). Bercak berbentuk bulat, berwarna coklat kemerahan. Ganggang hijau ini mempunyai benang-benang yang masuk ke bagian dalam jaringan tanaman yang dilekatinya sehingga pada permukaan daun bercak akan tampak seperti beledu (Semangun 1994).

Pengendalian karat merah bisa dengan penyemprotan tembaga oksiklorida (0,3%) 3-4 kali dengan interval 15 hari (Misra 2004).

Penyakit Layu

(32)

batang yang mati ke batang yang sehat, akhirnya tanaman mati (Lim & Manicom 2003).

Penyebab penyakit layu yang telah dilaporkan dari berbagai tempat berbeda-beda. Di Taiwan, cendawan penyebabnya diidentifikasi sebagai Myxosporium psidii. Di India juga penyebab penyakit layu yang teridentifikasi

bermacam-macam, antara lain Fusarium oxysporum f. sp. psidii (Misra 2004).

Pengelolaan terhadap penyakit ini pada beberapa laporan dalam Misra (2004) antara lain pengaturan sanitasi yang baik di pertanaman, tanaman yang terkena penyakit layu dibuang, kemudian dibakar dan dibuat parit di sekeliling pohon jambu biji. Pemberian pupuk hijau pada tanaman jambu biji akan mengurangi perkembangan penyakit.

Busuk Buah

Busuk buah dapat terjadi di pertanaman maupun pada buah jambu biji dalam simpanan.Beberapa patogen yang menyebabkan busuk buah di pertanaman antara lain Phomopsis psidii menyebabkan busuk pangkal buah, Phytophthora, Fusarium, dan Curvularia. Cendawan Botryodiplodia theobromae Pat. dan

Colletotrichum dapat menginfeksi jambu biji di pertanaman dan juga pada jambu

(33)

Provinsi Jawa Barat. Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga dan Museum Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi patogen dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Bogor, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juli 2011.

Penentuan Lahan Pengamatan dan Petak Contoh Tanaman

Penentuan lokasi penelitian di Kecamatan Rancabungur karena kecamatan tersebut merupakan salah satu sentra produksi jambu biji. Pengamatan dilakukan pada tiga 3 lahan pertanaman jambu biji yang ditentukan secara acak dengan umur tanaman yang berbeda-beda pada masing-masing lahan, yaitu pada umur tanaman 4,5 bulan (lahan 1), 1,5 tahun (lahan 2), dan 4,5 tahun (lahan 3) pada awal pengamatan.

Pada lahan 1 dan 2, masing-masing diamati 20 tanaman contoh, sedangkan pada lahan 3 diamati 10 tanaman contoh. Pengamatan juga dilakukan terhadap keadaan umum lahan secara langsung.

Pengamatan dan Pengambilan Sampel untuk Inventarisasi Hama dan Penyakit

(34)

Bagian tanaman jambu biji yang diamati adalah daun, ranting, batang, bunga, dan buah. Pengamatan dilakukan terhadap keberadaan hama dan penyakit, dan gejala yang ditimbulkannya.

Serangga yang ditemukan di lapang dan bagian tanaman yang bergejala akibat serangan hama diambil dan dimasukkan ke dalam kotak plastik atau plastik yang telah diberi kertas koran dan digembungkan. Sampel tersebut kemudian dibawa ke laboratorium untuk diamati secara mikroskopik dengan mikroskop stereo (untuk serangga yang berukuran kecil dan memperjelas bagian-bagian tertentu) dan mikroskop optik binokuler kemudian diidentifikasi. Untuk serangga yang ditemukan pada fase pradewasa, dilakukan pemeliharaan terlebih dahulu agar ukuran tubuhnya bertambah besar dan berkembang menjadi serangga dewasa sehingga tanda morfologinya mudah dikenali.

Untuk identifikasi penyakit, sampel bagian tanaman yang bergejala dimasukkan ke dalam plastik yang berisi kertas koran di dalamnya. Kertas koran tersebut bertujuan untuk mengurangi penguapan daun agar daun tidak cepat layu dan rusak, serta mengurangi kerusakan penyebab penyakit yang mungkin terdapat pada sampel bagian tanaman tersebut. Penyebab penyakit pada bagian tanaman yang bergejala diamati dengan menggunakan mikroskop optik binokuler di Laboratorium Bakteriologi. Penyebab penyakit yang tidak dapat diidentifikasi secara langsung, dilakukan pelembaban agar penyebab penyakit itu tumbuh dan mencapai fase yang mudah dikenali sehingga lebih mudah diidentifikasi.

Inventarisasi hama dan penyakit pascapanen. Jambu biji di tempat pengambilan contoh oleh tengkulak dipasarkan ke pasar induk di Jakarta dan Tangerang. Pengamatan dilakukan terhadap buah-buah jambu biji yang telah dipanen dan dikumpulkan di tempat tengkulak. Beberapa buah jambu biji diambil dan dibiarkan selama 7 hari, kemudian diamati perubahan dan penyebab penyakit pada buah jambu biji yang dijadikan sampel.

Pengamatan Hama

(35)

konsisten selama 10 kali sejak minggu kedua bulan Maret sampai minggu ketiga bulan Mei dengan interval sekitar 1 minggu. Khusus untuk pengamatan tingkat kerusakan tanaman oleh ulat pucuk pada pertanaman yang berumur sedang, pengamatan dilakukan pada 10 ranting contoh dan diamati bagian pucuknya saja.

Besaran luas serangan oleh hama dihitung menggunakan rumus:

L N x n %

L = luas serangan

n = jumlah tanaman yang terserang N = jumlah tanaman contoh yang diamati

Tingkat kerusakan pada daun tanaman oleh hama menggigit-mengunyah dihitung dengan rumus:

KT n n N nx

KT = tingkat kerusakan tanaman

nx = persentase daun yang terserang pada ranting ke-x yang diamati

N = jumlah ranting yang diamati pada 1 tanaman

Penentuan intensitas serangan akibat kutukebul dan kutu putih: I ∑ ni · viN · V x %

I = intensitas serangan

ni = jumlah ranting yang terserang dengan luas kolonisasi kategori tertentu

vi = nilai numerik dari kategori

N = jumlah ranting yang diamati

V = nilai numerik dari kategori tertinggi

(36)

Tabel 1 Penentuan nilai numerik tingkat serangan kutu putih Luas kolonisasi (%) Nilai numerik Keterangan

0 0 tidak ada serangan

0 < x ≤ 25% 1 ringan

25 < x ≤ 50% 2 sedang

50 < x ≤ 75% 3 berat

> 75% 4 sangat berat

Penentuan tingkat kerusakan daun tanaman (pucuk) oleh ulat pucuk dihitung dengan rumus:

KT N x n %

KT = tingkat kerusakan tanaman

n = jumlah pucuk ranting yang terserang dalam 10 ranting sampel N = jumlah pucuk ranting yang diamati

Pengamatan Penyakit

Pengamatan penyakit pada pertanaman jambu biji dengan umur tanaman muda dilakukan pada seluruh bagian tanaman dengan mengamati secara langsung terhadap gejala yang terdapat pada tanaman contoh. Sedangkan pengamatan penyakit pada pertanaman jambu biji dengan umur tanaman sedang dan tua, pengamatan dilakukan pada 5 ranting contoh yang sama dengan ranting yang digunakan untuk pengamatan hama. Untuk pengamatan penyakit antraknosa digunakan 10 ranting contoh.

Insidensi penyakit dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Insidensi Penyakit N x n %

n = jumlah tanaman yang terserang

N = jumlah seluruh tanaman contoh yang diamati

(37)

N = jumlah tanaman/bagian tanaman contoh yang diamati V = nilai kategori serangan tertinggi

Penentuan nilai kategori serangan penyakit pada tabel 2 berikut: Tabel 2 penentuan nilai numerik tingkat serangan penyakit

Nilai skoring Kategori serangan

0 tidak ada serangan

1 0 ≤ x ≤ 25%

2 25 < x ≤ 50%

3 50 < x ≤ 75%

4 > 75%

Identifikasi Hama dan Patogen

Identifikasi serangga secara umum menggunakan kunci identifikasi Borror et al. (1996) dan Kalshoven (1981). Identifikasi Coleoptera digunakan kunci

(38)

dan kunci identifikasi Blackman & Eastop (2000). Pembuatan preparat kutukapuk dan kututempurung hampir sama dengan metode pembuatan preparat kutu putih, identifikasi keduanya menggunakan kunci identifikasi Williams dan Watson (1990). Untuk pembuatan preparat patogen, dari bagian tanaman yang bergejala patogen dikorek dan diletakkan pada gelas preparat yang telah ditetesi dengan laktofenol biru. Patogen yang berupa cendawan diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi Barnett & Hunter (1999).

Wawancara Petani

Survei dengan teknik wawancara dilakukan secara langsung terhadap petani responden dengan bantuan kuisioner semiterstruktur. Pertanyaan dalam kuisioner dirancang untuk mengetahui praktek budidaya tanaman jambu biji, serta pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani. Sebagian pertanyaan tidak terdapat di dalam kuisioner tetapi masih berhubungan dengan jambu biji.

(39)

desa tersebut berbatasan langsung sehingga beberapa petani responden dari Desa Bantarsari berusaha tani jambu biji di Desa Bantarsari sendiri dan sebagian besar di lahan pertanian Desa Bantarjaya.

Kecamatan Rancabungur secara umum berada pada ketinggian 165 m dpl, dengan curah hujan rata-rata 257,57 mm/tahun dan suhu udara rata-rata yaitu 30 sampai 34 °C. Data curah hujan harian selama penelitian diperoleh dari Badan Metereologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (Lampiran 1). Bentuk wilayah Desa Bantarsari dan Bantarjaya rata-rata datar.

Jambu biji merupakan salah satu tanaman tahunan yang banyak ditanam petani selain komoditas lainnya yaitu padi, terong, pepaya, kangkung, bayam, mentimun, pare, oyong, jagung, ubi jalar, ubi kayu, katuk, bengkuang, kacang tanah, kacang panjang, talas dan jati.

Ketiga lahan pertanaman jambu biji yang diamati setiap minggu terletak di Desa Bantarjaya dengan jarak yang agak berjauhan antara lahan satu dengan yang lainnya. Luas lahan pertanaman jambu biji dengan umur tanaman 4,5 bulan (lahan 1), 1,5 tahun (lahan 2), dan 4,5 tahun (lahan 3) berturut-turut sekitar 3000, 3000, dan 1800 m2 dengan populasi tanaman jambu biji berturut-turut 82, 70 dan 55 tanaman serta jarak tanam berturut-turut 6 x 5 m, 6 x 6 m, dan 6 x 5 m. Pada ketiga lahan tersebut jambu biji yang dibudidayakan adalah jambu biji merah.

(40)

A

B

C

(41)

ditanami ubi jalar dan ketela pohon.

Tanaman jambu biji yang berumur 4,5 tahun (Gambar 1C) ditanam secara monokultur karena tajuk tanaman sudah menutupi lahan. Pada kedua lahan muda dan tua bagian pinggir lahan diberi pagar yang terbuat dari bambu sekaligus ditanami tanaman pagar antara lain pisang, puring, bunga sepatu, ketela pohon, jarak pagar, dan ki hujan. Pisang ditanam bertujuan untuk diambil daunnya yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengisi dalam pengepakan buah jambu biji. Di sekitar lahan jambu biji tua terdapat lahan lain yang ditanami jagung, jambu biji merah milik petani lain, kangkung, kacang tanah, dan katuk.

Organisme Pengganggu Tanaman yang Ditemukan pada Tanaman Jambu Biji

Pada beberapa lahan jambu biji di Kecamatan Rancabungur dan kampus IPB Darmaga dijumpai berbagai organisme pengganggu tanaman (OPT) yang (sebagian atau seluruh) aktivitas hidupnya berasosiasi dengan tanaman jambu biji. Lalat buah merupakan OPT yang telah dilaporkan di berbagai tempat merupakan salah satu hama tanaman jambu biji yang merugikan. OPT lainnya yaitu Helopeltis sp., A. dispersus, beberapa spesies kutu putih, Icerya seychellarum, kutu perisai, Coccus viridis, kututempurung, kutudaun, Carpophilus dimidiatus, A. atlas, Trabala spp., Valanga nigricornis, dan tungau merupakan hama

(42)

Tabel 3 Organisme pengganggu tanaman pada tanaman jambu biji di Rancabungur dan kampus IPB Darmaga, Bogor

Ordo Famili OPT Bagian tanaman yang diserang Rancabungur IPB

Darmaga Lahan 1 Lahan 2 Lahan 3

Acarina Tetranychidae Tungau laba-laba meraha daun muda dan tua - - - √

Acarina Mycobatidae Tungau kumbang pucuk, daun, buah √ √ √ √

Orthoptera Acrididae Valanga spp. daun √ √ √ √

Hemiptera Coreidae Anoplocnemis phasiana (Fabr.)

pangkal daun muda dekat pucuk, daun tua, bunga

- - - √

Hemiptera Coreidae Mictis longicornis Westw. pangkal daun muda dekat pucuk

- - - √

Hemiptera Coreidae Physomeris grossipes (Fabr.) ranting muda - - - √

Hemiptera Miridae Helopeltis sp. ranting pucuk, buah - √ √ √

Hemiptera Tessaratomidae Pycanum alternatum (Lep. & Serv.)

Hemiptera Aleyrodidae Aleurodicus dispersus Russel daun tua √ √2 √ √

Hemiptera Aleyrodidae Aleuroclava sp. 1 daun tua - - - √

Hemiptera Aleyrodidae Aleuroclava sp. 2 daun tua √ - - √

(43)

28 (Westw.)

Hemiptera Coccidae Coccus viridis (Green) daun tua, ranting, buah √ √ √ √

Hemiptera Coccidae Kututempurung hitam daun, ranting √ √ √ √

Hemiptera Diaspididae Aspidiotus destructor Sign. daun tua, buah √ √ √ √

Hemiptera Diaspididae Kutu perisai spesies 1 daun tua - - - √

Hemiptera Pseudococcidae Ferrisia virgata Ckll. daun muda dan tua, buah, ranting muda

√ √ √ √

Hemiptera Pseudococcidae Maconellicoccus hirsutus (Green)

ranting, daun muda dan tua, buah

√ √ √ √

Hemiptera Pseudococcidae Paracoccus marginatus Will. & Granara de Willink

pucuk, daun, ranting - - - √

Hemiptera Pseudococcidae Planococcus minor Mask. daun muda dan tua, bunga, buah, ranting muda, tangkai bunga

dan buah

√ √ √ √

Hemiptera Pseudococcidae Rastrococcus jabadiu Will. batang, ranting, daun, bunga

(44)

29 Tabel 3 Lanjutan.

Ordo Famili OPT Bagian tanaman yang

diserang

Rancabungur IPB Darmaga

Lahan 1 Lahan 2 Lahan 3

Hemiptera Pseudococcidae Rastrococcus invadens Will. daun tua - - - √

Hemiptera Pseudococcidae Rastrococcus spinosus (Rob.)

daun tua, daun muda √ √ √ √

Coleoptera Curculionidae Kumbang moncong daun √ √ - √

Coleoptera Nitidulidae Carpophilus dimidiatus (Fabr.)

buah - - - √

Coleoptera Nitidulidae Carpophilus sp. 1 buah - √ - √

Coleoptera Nitidulidae Brachypeplus sp. buah - - - √

Diptera Tephritidae Bactrocera carambolae (Drew & Hancock)

(45)

30

Lepidoptera Psychidae Ulat kantung spesies 1 daun √ √ √ √

Lepidoptera Psychidae Ulat kantung spesies 2 daun - √ √ -

Lepidoptera Psychidae Ulat kantung spesies 3 daun √ √ √ √

Lepidoptera Psychidae Ulat kantung spesies 4 daun √ √ √ √

Lepidoptera Psychidae Ulat kantung spesies 5 daun √ √ √ √

Lepidoptera Psychidae Ulat kantung spesies 6 daun √ √ √ √

Lepidoptera Pyralidae ulat penggerek buah buah √ √ √ -

Lepidoptera Saturniidae Attacus atlas Linn. daun - √ √ -

Keterangan: (√) dijumpai (1) hama dominan pada lahan 1 (a) dijumpai di Rancabungur pada lahan lain (-) tidak dijumpai (2) hama dominan pada lahan 2

(46)

Pada lahan kampus IPB Darmaga, pengelolaan terhadap hama dan penyakit tidak dilakukan secara intensif. Pembungkusan buah jambu biji terlambat dilakukan dan aplikasi pestisida dilakukan jika ada biaya atau setelah hama mulai banyak. Pada ketiga lahan di Rancabungur, pada lahan 1 dan 2 tingkat kenaekaragamannya sama namun terdapat perbedaan jenis yang terdapat pada masing-masing lahan. Pada pertanaman jambu biji 4,5 bulan (lahan 1), kenaekaragamannya paling rendah. Pada lahan ini tanaman belum memasuki masa generatif, hanya pada pengamatan terakhir buah jambu biji mulai muncul pada dua tanaman contoh sehingga OPT yang hanya menyerang buah jambu biji pada lahan ini tidak ditemukan.

Hama yang dominan pada ketiga lahan di Rancabungur juga berbeda-beda. Pada lahan 1 hama dominan yang diamati adalah ulat pucuk, belalang, dan ulat penggulung daun. Ketiga hama tersebut merupakan hama menggigit-mengunyah yang menyerang daun sehingga diamati tingkat kerusakan tanamannya. Pada lahan 2, hama yang dominan yaitu ulat pucuk, kutu putih, dan kutukebul. Pada lahan 3 tingkat kerusakan yang diamati adalah akibat aktivitas makan hama menggigit-mengunyah.

Hama Menggigit-Mengunyah yang Menyerang Daun

(47)

menurun jika pada bagian tanaman tersebut tidak diserang hama lagi.

Gambar 2 Tingkat kerusakan tanaman jambu biji oleh serangan hama menggigit-mengunyah pada ketiga lahan.

Ulat Pucuk (Lepidoptera). Tingkat kerusakan tanaman akibat hama

menggigit-mengunyah berkorelasi dengan populasi hama penyebabnya. Pada lahan 1 dan 2, ulat pucuk merupakan hama menggigit-mengunyah yang paling dominan menyebabkan kerusakan pada daun. Pada lahan 1 tingkat kerusakan tanaman terus meningkat sampai minggu ke-3 April, kemudian minggu-minggu berikutnya mengalami penurunan lagi sampai pengamatan terakhir minggu ke-3 Mei (Gambar 3). Pada lahan 2, tingkat kerusakan tanaman sejak awal pengamatan sudah cukup tinggi. Sejak minggu ke-2 April tingkat kerusakan tanaman mengalami penigkatan tajam dan mencapai puncaknya pada minggu ke-4 April (Gambar 3). Tingkat kerusakan rata-rata pada lahan jambu biji muda rata-rata lebih rendah daripada lahan jambu biji sedang, karena jumlah pucuk yang terbentuk belum banyak pada lahan jambu biji muda. Pada lahan 2, percabangan sudah terbentuk dan banyak pucuk yang berkembang.

(48)

Gambar 3 Tingkat kerusakan tanaman jambu biji akibat serangan ulat pucuk di lahan 1 dan 2.

Larva instar awal berukuran kecil panjang tubuh sekitar 2 mm menggerek pucuk daun dan merekatkan daun pucuk di dekatnya dengan menggunakan sutera yang dihasilkannya. Larva berwarna kehijauan transparan dengan kepala coklat muda, ketika menjelang berpupa warna tubuh larva berwarna merah terang panjang tubuh sekitar 12,5 mm (Gambar 4B). Larva hidup di dalam lipatan daun sampai stadia pupa. Pupa dalam lipatan daun dilindungi kokon tipis berwarna putih, pupa tipe obtekta berwarna coklat tua (Gambar 4C). Gejala yang ditimbulkan hama ini selain pucuk mati karena digerek, larva juga memakan daun muda dan ranting muda dari dalam lipatan hingga daun berlubang-lubang (Gambar 4D-E). Jika tanaman jambu biji diserang pada fase generatif selain menggerek pucuk dan daun muda, larva juga menggerek bunga yang belum mekar (Gambar 4A).

Larva juga dapat menyerang buah muda, buah direkatkan dengan buah lain yang berdekatan atau dengan daun menggunakan sutera (Gambar 4G). Larva memakan buah pada bagian permukaan saja. Bekas gerigitan hama ini akan mengering, dan akan tetap membekas sampai buah matang (Gambar 4H).. Bagian dalam buah masih bisa dimakan tapi untuk pasar tertentu jambu ini tidak disukai konsumen sehingga menurunkan nilai jual.

(49)

A B C

D E F

G H

(50)

Belalang Kayu Valanga spp. (Orthoptera: Acrididae). Belalang merupakan hama lain yang dominan pada lahan 1. Populasi belalang Valanga spp. pada setiap minggunya berfluktuasi. Populasi belalang tertinggi yaitu pada minggu ke-4 April (Gambar 5) sebanyak 15 belalang. Jumlah tersebut relatif masih sedikit dibanding tanaman jambu biji yang banyak karena yang dihitung hanya yang terdapat pada tanaman contoh sedangkan belalang pergerakannya aktif dan di lahan sekitarnya terdapat komoditas lain yang merupakan inang dari belalang yaitu jambu biji petani lain dan jagung.

Gambar 5 Populasi belalang Valanga spp. pada lahan 1.

Keberadaan belalang pada lahan ini dipengaruhi oleh umur tanaman jambu biji yang saat itu berada pada fase vegetatif; pembentukan daun sedang berlangsung. Belalang yang banyak ditemukan berupa nimfa brakhiptera. Tanaman jambu biji yang belum terlalu tinggi pada lahan tersebut oleh belalang digunakan sebagai tempat berlindung sekaligus sumber makanan. Belalang imago (Gambar 6A) juga sering ditemukan namun aktivitas terbangnya lebih jauh daripada nimfa. Belalang menyebabkan daun jambu biji sobek karena digerigiti dari bagian pinggirnya (Gambar 6B). Populasi belalang pada lahan ini juga dipengaruhi oleh keberadaan tanaman bengkuang sebagai tanaman tumpang sari. Pada saat tanaman bengkuang pada masa vegetatif, populasi belalang meningkat.

Ulat Penggulung Daun. Larva hama ulat penggulung daun berukuran kecil

sekitar 2 mm, berwarna kekuningan (Gambar 7A). Pupa berwarna kuning terang (Gambar 7B). Satu individu larva menggulung satu daun jambu biji (Gambar 7C).

(51)

A B

Gambar 6 Belalang kayu Valanga nigricornis: (A) imago, (B) gejala gerigitan pada daun.

A B C

Gambar 7 Ulat penggulung daun: (A) larva, (B) pupa, (C) daun digulung, larva dan pupa hidup di dalam gulungan daun.

Larva makan dan berkembang di dalam gulungan daun, lama-kelamaan daun mengering dimulai dari bagian dalam, menjadi rapuh dan seperti pasir pada bagian dalamnya. Ulat penggulung daun jarang ditemukan pada lahan tanaman jambu biji tua.

(52)

Gambar 8 Populasi ulat penggulung daun pada lahan 1.

Hama menggigit-mengunyah lain juga terdapat di pertanaman jambu biji. Keberadaan hama ini menambah tingkat kerusakan pada tanaman jambu biji. Sebagian besar hama menggigit-mengunyah pada jambu biji adalah dari ordo Lepidoptera (Tabel 3), dan semuanya melakukan aktivitas makan daun tanaman jambu biji pada fase larva.

Ulat Kantung (Lepidoptera: Psychidae). Ulat kantung dari famili ini

memiliki sekitar 1000 spesies, dimana seluruh perkembangan stadia larva terjadi dalam kantung (Rhainds et al. 2009). Kantung-kantung yang dibuat berbeda dalam ukuran dan bentuk sehingga bentuk ulat kantung ini dapat dibedakan dari spesies satu dengan spesies lainnya. Ulat kantung membuat kantung dari partikel daun, pasir, ranting dan partikel lain di sekitar ulat kantung tersebut yang direkatkan oleh sutera yang dikeluarkan larva ulat kantung.

Terdapat 8 jenis ulat kantung yang berbeda yang ditemukan pada pertanaman jambu biji di beberapa lahan di Rancabungur (Gambar 9). Perbedaan spesies tersebut diidentifikasi berdasarkan pengamatan terhadap bentuk kantungnya. Tujuh spesies di antaranya (P. hekmeyeri, P. pendula, 1-5, 7, dan 8) telah dilaporkan terdapat pada pertanaman jambu biji di Kecamatan Leuwisadeng, Dramaga, dan Sukaraja oleh Pravitasari (2009).

Ulat kantung P. hekmeyeri kantungnya berbentuk khas yaitu berbentuk pagoda (Gambar 9A). Gejala yang disebabkan ulat kantung ini adalah window panning, permukaan bawah daun dimakan dan disisakan epidermis atasnya.

(53)

A B C

D E F

G H

(54)

Sisa epidermis atas tersebut mengering dan akhirnya berlubang-lubang berbentuk bundar. Menurut Kalshoven (1981) ulat kantung ini polifag, memakan berbagai tanaman semak dan pohon antara lain daun teh.

Ulat kantung P. pendula, kantung terbuat dari potongan-potongan daun jambu yang sangat kecil yang ditempelkan dengan rapi menggunakan sutera yang dihasilkan larva, berwarna coklat (Gambar 9B). Setiap larva berganti instar, eksuviumnya ditempelkan di bagian posterior kantung sehingga pada bagian posterior kantung terdapat eksuvium kepala larva yang menempel (Pravitasari 2009; Suparno 2004).

Lama hidup ulat kantung dari telur sampai imago (jantan) sekitar 53 hari (Suparno 2004). Lama stadia larva dalam penelitian di laboratorium selama 38,8 ± 9,5 hari. Stadia larva ini merupakan stadia terlama.

Larva makan dari permukaan atas daun dan disisakan bagian epidermisnya, sehingga bagian yang tersisa akan mengering dan akhirnya berlubang. Pada populasi tinggi larva akan memakan daun pada bagian bawah dan atas dengan rakus sehingga tersisa tulang daunnya saja.

P. pendula mempunyai kisaran inang yang luas dengan 16 famili tanaman yang

berbeda antara lain Fabaceae, Malvaceae, Oxalidaceae, Palmae, Solanaceae, Sapindaceae, Rubiaceae, Anacardiaceae, dan Theaceae (Kamarudin et al. 1994 dalam Suparno 2004). Dalam percobaan preferensi inang P. pendula terhadap

enam daun tanaman yaitu jambu biji, jambu air, jeruk, mangga, belimbing, dan palem botol, tanaman inang yang lebih disukai adalah jambu biji dan palem botol (Suparno 2004).

Ulat kantung spesies 1, kantung terbuat dari potongan-potongan daun kecil dengan ukuran berbeda dan ditempelkan tidak teratur (seperti bertumpuk-tumpuk) pada sutera yang dihasilkan larva. Warna kantung coklat dan agak sedikit kehitaman terutama jika terkena air (Gambar 9C). Larva makan daun dari bagian pinggir atau tengah daun, dan hanya menyisakan tulang daunnya saja.

(55)

akan dimakan seluruhnya sampai tersisa tulang daunnya saja. Pada saat akan berpupa, larva menutup lubang posterior dan anteriornya kemudian menggantungkan kantungnya pada permukaan bawah daun pada tulang daunnya atau pada ranting.

Ulat kantung spesies 4, kantung terbuat dari sutera yang dihasilkan oleh larva, yang dibentuk sedemikian rupa sehingga membentuk kerucut panjang. Kantung berwarna putih kecoklatan (Gambar 9F). Cara makan dari bagian tengah atau pinggir daun sehingga daun berlubang-lubang.

Ulat kantung spesies 5, kantung terbuat dari daun gulma yang kering yang dilipat-lipat membentuk ketupat atau bulat dengan bagian tengah, kantung berwarna kecoklatan (Gambar 9G). Kantung selalu menggantung pada bagian permukaan bawah daun.

Ulat kantung spesies 6, kantung terbuat dari ranting pohon, satu atau lebih ranting ditempel oleh larva dengan panjang yang berbeda, ada ranting yang lebih panjang dari yang lainnya (Gambar 9H). Larva makan daun dari permukaan bawah dan disisakan permukaan atasnya, sehingga bekasnya menjadi kering dan akhirnya berlubang. Pada populasi tinggi daun disisakan tulang daunnya saja.

Pemencaran yang dilakukan ulat kantung yaitu dengan menggunakan sayap, berjalan dengan tungkai atau bergelantungan dengan sutera. Pemencaran dengan benang sutera dapat terjadi dengan bantuan angin.

Menurut Pravitasari (2009) musuh alami ulat kantung yaitu dari famili Ichneumonidae, Braconidae, dan Eulophidae yang merupakan parasitoid larva.

(56)

bahan aktif yang bersifat menghambat daya makan larva ulat kantung sehingga kematian tidak bersifat langsung (Suhaendah et al. 2008).

Pengendalian lain bisa dengan menggunakan pestisida berbahan aktif organofosfat. Pada pengujian terhadap ulat kantung oleh Suhaendah et al. (2008) kematian oleh organofosfat mencapai 50% pada hari pertama. Pestisida ini bekerja cepat langsung membunuh hama ulat kantung. Namun penggunaan pestisida kontak harus diperhatikan waktu dan cara aplikasi yang efektif karena pelindung yang dimiliki ulat kantung ini mampu melindungi ulat yang berada di dalamnya.

Trabala spp. (Lepidoptera: Lasiocampidae). Trabala spp. adalah ulat

bulu yang umum terdapat tanaman jambu biji dan tanaman berkayu lain (Kalshoven 1981). Ulat T. pallida pernah dilaporkan meledak populasinya pada pertanaman jambu biji di Pasar Minggu Jakarta (Rismunandar 1989). Telur berwarna abu-abu dan dilindungi oleh rambut-rambut untuk melindungi dari serangan predator dan parasitoid (Gambar10A). Larva muda berwarna kuning bergaris hitam dengan garis dorsal yang lebih terang dan titik berwarna biru pada bagian lateral pada bagian ujung tubuhnya. Larva mu0da seringkali ditemukan berkelompok pada permukaan atas daun jambu biji. Larva dewasa memiliki garis memanjang berwarna kuning (Gambar 10C). Pupa dibungkus kokon yang memiliki dua tonjolan (Gambar 10B). Larva makan daun muda dari bagian pinggir daun hingga habis (Gambar 10D).

Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae). Larva A. atlas berwarna hijau

(57)

A

B C D

Gambar 10 Trabala sp.: (A) kelompok telur, (B) pupa, (C) larva, dan (D) gejala gerigitan pada daun jambu biji; (E) imago Attacus atlas di pertanaman jambu biji.

(58)

Ulat Api (Lepidoptera: Limacodidae). Ulat api spesies 1 memakan daun jambu biji dari permukaan bawah daun disisakan epidermis atasnya sehingga menghasilkan gejala window panning (Gambar 12A). Ulat api spesies 2 (Gambar 12B), makan daun jambu biji juga rantingnya menyebabkan sisa-sisa gerigitan berwarna hitam. Kedua serangga ini terdapat pada lahan jambu biji kampus IPB Darmaga dengan populasi yang sangat rendah.

A B

Gambar 12 Ulat api: (A) spesies 1 dengan gejala window panning pada daun tua jambu biji, (B) larva ulat api spesies 2.

Kumbang Moncong (Coleoptera: Curculionidae). Kumbang berwarna

merah dengan corak hitam, panjang tubuh sekitar 7,6 mm (Gambar 13). Kumbang ini menyebabkan gejala gerigitan yang khas pada daun jambu biji yaitu daun jambu dimakan dari bagian tengah disisakan tulang-tulang daunnya (Gambar 13). Kumbang menyukai daun muda, sehingga ketika daun berkembang menjadi tua bekas gerigitan masih tetap ada. Perilaku kumbang moncong ini jika diganggu akan berpura-pura mati dan menjatuhkan dirinya ke tanah.

C D

(59)

merupakan salah satu inang utamanya (Gungah et al. 2005). Kutukebul A. dispersus menyerang daun-daun tua mengkolonisasi pada bagian permukaan

bawah daun (Gambar 14C). Kutukebul ini merupakan penghasil embun madu yang baik, sehingga pada daun yang dikolonisasi kutukebul ini pada permukaan atasnya akan terbentuk embun jelaga (Gambar 14D).

A B

C D

(60)

Kutukebul A. dispersus merupakan salah satu hama dominan pada pertanaman jambu biji 1,5 tahun (lahan 2). Intensitas serangannya berfluktuasi pada setiap minggunya, pada awal pengamatan populasinya relatif rendah dan mengalami penurunan sampai minggu ke-4 Maret (Gambar 15). Pada minggu-minggu tersebut hujan hampir terjadi setiap hari. Populasi kutukebul ini dipengaruhi (salah satunya) oleh hujan, karena ukuran tubuhnya yang kecil sehingga dapat tersapu oleh air hujan. Namun kutukebul dapat tetap berada di pertanaman karena hama tersebut terutama banyak terdapat pada permukaan bawah daun yang terlindung dari hujan. Sehingga pada minggu-minggu berikutnya ketika hujan sudah jarang terjadi populasinya meningkat kembali dengan populasi tertinggi pada minggu ke-3 April (Gambar 15). Peningkatan populasi ini juga dipengaruhi oleh keberadaan daun-daun tua yang semakin rimbun karena petani tidak melakukan perempelan daun.

Gambar 15 Intensitas serangan kutukebul pada tanaman jambu biji di lahan 2.

Kutukebul Aleuroclava sp. 1 dan Aleuroclava sp. 2. Kedua spesies

kutukebul ini terdapat pada permukaan bawah daun tua jambu biji, soliter dan menyebar. Pada satu daun jambu biji kedua spesies ini kadang-kadang ditemukan secara bersamaan. Aleuroclava sp. 2 menyebabkan daun klorotik dan permukaan bawahnya tampak sebagai titik-titik kecil berwarna hitam (Gambar 16).

(61)

A B

C D

E F

(62)

Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) dan Kutukapuk (Hemiptera: Margarodidae)

Kutu putih selalu dijumpai pada lahan pengamatan jambu biji di Rancabungur dan kampus IPB Darmaga dengan keanekaragaman spesies paling tinggi yaitu di lahan kampus IPB. Pada lahan pertanaman jambu biji 1,5 tahun (lahan 2), kutu putih merupakan salah satu OPT yang dominan namun tingkat kolonisasinya rata-rata masih rendah. Intensitas serangan kutu putih paling tinggi yaitu minggu pertama Mei (Gambar 17). Perkembangan kolonisasi kutu putih setiap minggunya cenderung tidak mengalami peningkatan yang tinggi, karena kondisi hujan yang terus-menerus dapat menyebabkan populasi kutu putih menurun. Meskipun luas kolonisasinya rendah, kutu putih ini berpotensi menjadi hama penting karena kutu putih mampu mempertahankan keberadaaannya pada pertanaman jambu biji meskipun dalam jumlah sedikit.

Gambar 17 Intensitas serangan kutu putih pada tanaman jambu biji di lahan 2. Terdapat tujuh spesies kutu putih yang terdapat pada tanaman jambu biji di Rancabungur dan Kampus IPB Darmaga yaitu Ferrisia virgata, Planococcus minor (Gambar 18), Rastrococcus spinosus, Rastrococcus invadens (Gambar 19),

Rastrococcus jabadiu, Maconellicoccus hirsutus (pink mealybug) (Gambar 20),

dan Paracoccuss marginatus serta satu spesies kutukapuk Icerya seychellarum (Gambar 21). Spesies kutu putih tersebut terdapat pada pertanaman jambu biji di Rancabungur dan kampus IPB Darmaga, kecuali spesies R. invadens, R. jabadiu, dan P. marginatus hanya ditemukan di lahan kampus IPB Darmaga.

(63)

A.1 A.2

B.1 B.2

(64)

A.1 A.2

B.1 B.2

Gambar 19 Kutu putih (1. spesimen hidup dan 2. preparat): (A) R. spinosus dan (B) R. invadens.

(65)

A.1 A.2

B.1 B.2

Gambar

Gambar 1 Pertanaman jambu biji di Desa Bantarjaya Kecamatan Rancabungur: (A) lahan pertanaman jambu biji 1 tahun (lahan 1), (B) lahan pertanaman jambu biji 2 tahun (lahan 1), dan (C) lahan pertanaman jambu biji 5 tahun (lahan 3)
Tabel 3  Organisme pengganggu tanaman pada tanaman jambu biji di Rancabungur dan kampus IPB Darmaga, Bogor
Tabel 3  Lanjutan.
Tabel 3  Lanjutan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji organoleptik menunjukkan permen jeli jambu biji merah yang paling disukai adalah permen jeli dengan penambahan sari buah jambu biji merah 100 ml. Kata Kunci :

Pada pengujian menggunakan metode TBA, ekstrak etanol dari daun jambu biji putih lokal dapat menghambat oksidasi lipida sampai 94,19 % terhadap kontrot yang tidak

Hama-hama penting pada tanaman jambu mete seperti: ulat kipat/kenari, Cricula trifenestrata ; kepik pengisap, Helopeltis spp.; pengorok daun, Acrocercops syngramma ; ulat,

Lampiran Model Matematika Data Kimiawi Sari Buah Jambu Biji Merah. ( Psidium guajava

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis lalat buah yang menyerang tanaman jambu biji Kristal di Perkebunan Dlanggu Mojokerto, yang merupakan salah satu

Untuk mengetahui jenis-jenis hama penting dan musuh alami pada tanaman jambu air (Syzygium samarangense (Blume) Merr. &amp; Perry) dan jambu biji (Psidium guajava L.) di

Manfaat dari penelitian ini menghasilkan produk diversifikasi olahan buah jambu biji yang dapat meningkatkan nilai ekonomis dan nilai gizi dari buah jambu biji

di lapangan karena dapat mengurangi populasi lalat buah adapun saran dari penelitian ini untuk mengendalikan lalat buah pada tanaman jambu biji lebih baik