APLIKASI MUTAN pGFPuv UNTUK KAJIAN SINTASAN
Cronobacter sakazakii
SELAMA PENYIMPANAN
JAGUNG PIPILAN DAN TEPUNG JAGUNG
KARINA NOLA SINAMO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Mutan pGFPuv untuk Kajian Sintasan Cronobacter sakazakii selama Penyimpanan
Jagung Pipilan dan Tepung Jagung adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Nopember 2016
Karina Nola Sinamo
RINGKASAN
KARINA NOLA SINAMO. Aplikasi Mutan pGFPuv untuk Kajian Sintasan
Cronobacter sakazakii selama Penyimpanan Jagung Pipilan dan Tepung Jagung.
Dibimbing oleh SULIANTARI dan RATIH DEWANTI
Cronobacter sakazakii adalah bakteri patogen oportunistik yang dapat
menyebabkan infeksi seperti radang usus (necrotizing enterocolitis), keracunan
darah (bacteremia), dan radang otak (meningitis) dengan kasus kematian 50-80%. Infeksi C. sakazakii terjadi pada bayi, anak-anak, kelompok lanjut usia, dan orang dewasa dengan daya tahan tubuh rendah. C. sakazakii telah dilaporkan dapat
bertahan pada makanan kering yang ber-Aw rendah seperti susu formula dalam jangka waktu yang lama (lebih dari 2 tahun).
Penggunaan C. sakazakii wild type dalam mempelajari ketahanan
hidupnya pada produk kering sulit dilakukan karena tidak mudah membedakan
C. sakazakii target dengan C. sakazakii yang secara alami sudah ada pada produk kering tersebut. Beberapa C. sakazakii yang diisolasi dari sumber pangan di
Indonesia telah ditransformasi dengan plasmid yang menyandi Green Fluorescent Protein (GFP) yang menghasilkan C. sakazakii pGFPuv mutan dengan laju pertumbuhan serupa dengan galur wild type-nya. C. sakazakii pGFPuv mutan memiliki kemampuan berfluoresens saat terpapar oleh lampu UV dan bertahan pada media yang mengandung ampisilin sehingga isolat mutan ini dapat berperan sebagai penanda terseleksi yang dapat dibedakan dari isolat wild type-nya dan mikroba lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kadar air awal bahan dan kelembaban relatif (RH) terhadap sintasan C. sakazakii
pGFPuvselama penyimpanan jagung pipilan dan tepung jagung pada suhu ruang. Penelitian ini terdiri dari pembuatan jagung pipilan dan tepung jagung kemudian dikeringkan, inokulasi C. sakazakii pGFPuv ke jagung pipilan dengan
KA 12% dan 16% (b.b) dan tepung jagung dengan KA 9% dan 12% (b.b) hingga mencapai jumlah awal 106 CFU/g, dan disimpan pada variasi RH (50%, 70%, dan 90%) selama 12 minggu untuk jagung pipilan dan 16 minggu untuk tepung jagung. Setiap dua minggu, jagung pipilan dan tepung jagung diukur kadar airnya dengan metode oven, aktivitas air dengan Aw meter, jumlah C. sakazakii pGFPuv dengan metode sebar pada media TSAA dan dihitung di bawah lampu UV, dan angka lempeng total serta jumlah kapang dan khamir dengan metode tuang.
Hasil penelitian menunjukkan jagung pipilan dan tepung jagung mencapai
kadar air dan Aw kesetimbangan setelah 2 minggu penyimpanan. Jumlah
C. sakazakii pGFPuv menurun dengan cepat selama penyimpanan pada RH 70%
dan 90%, tetapi C. sakazakii pGFPuv dapat bertahan hidup pada RH 50% pada
kadar air awal jagung pipilan 16% selama 12 minggu. Demikian juga pada tepung jagung, C. sakazakii pGFPuv dapat bertahan hidup pada RH 50% selama 16
minggu, terutama pada kadar air awal tepung jagung 12%. Sintasan C. sakazakii
demikian, penyimpanan jagung pipilan sebaiknya dilakukan dengan kadar air awal 12% (bb) pada RH 50%; tepung jagung sebaiknya disimpan dengan kadar air awal 9% pada RH 50%. Pada kondisi tersebut, jumlah C. sakazakii mengalami
penurunan sebesar 5.4 log CFU/g, angka lempeng total sebesar 3.8 log CFU/g, dan jumlah kapang dan khamir sebesar 1.1 log CFU/g pada jagung pipilan selama 12 minggu, sedangkan pada tepung jagung, C. sakazakii mengalami penurunan
sebesar 4.7 log CFU/g, angka lempeng total sebesar 0.4 log CFU/g, dan jumlah kapang dan khamir sebesar 0.3 log CFU/g selama 16 minggu penyimpanan.
SUMMARY
KARINA NOLA SINAMO. Application of pGFPuv Mutant to Study
Cronobacter sakazakii Survival in Corn Grains and Corn Flour during Storage.
Supervised by SULIANTARI and RATIH DEWANTI-HARIYADI.
Cronobacter sakazakii is an opportunistic pathogenic bacterium that can
cause infections such as necrotizing enterocolitis, bacteremia, and meningitis with mortality rate of 50-80%. C. sakazakii infection occur in infants, children, the elderly, and adults with low immunity. C. sakazakii has been reported to survive on dry food with low Aw as infant formula in the long time (over 2 years).
Using of wild-type C. sakazakii in studying its survival in dry products is
difficult because it is not easy to distinguish the target C. sakazakii from the naturally existing C. sakazakii in the dried product. Some of C. sakazakii isolated
from food sources in Indonesia have been transformed with a plasmid encoding for Green Fluorescent Protein (GFP) that generate mutant C. sakazakii pGFPuv with growth rate similar to wild type isolates. C. sakazakii pGFPuv mutant has
fluorescent ability when exposed to UV light and survive in media containing ampicillin, so that the mutant isolates can act as selectable markers distinguishable
from wild type isolates and other microbes. The objective of this study is to utilize
C. sakazakii pGFPuv for evaluating the influence of initial moisture content and
relative humidity (RH) on the survival of C. sakazakii pGFPuv in corn grains and
corn flour during storage at room temperature by observing the quality of corn and the corn flour.
The study consists of making corn grains and corn flour, and drying them, inoculation of C. sakazakii pGFPuv to corn grains with moisture contents of 12% and 16% (w.b) and corn flour with moisture contents of 9% and 12% (w.b) to achieve initial count 106 log CFU/g, and storage at RH 50%, 70% and 90% for 12 weeks for corn grains and 16 weeks for corn flour. Every two weeks, corn grains and corn flour were sampled and moisture content was measured with oven method, water activity using Aw meter, total C. sakazakii pGFPuv were
enumerated by spread plate method on media TSAA and counted under a UV lamp, total plate count, mold and yeast were enumerated by pour plate method.
The results showed that corn grains and corn flour reaches the equilibrium moisture content and Aw after 2 weeks of storage. The number of C. sakazakii
pGFPuv declined rapidly during storage at RH 70% and 90%, but C. sakazakii
pGFPuv could survive at RH 50% at the initial moisture content of corn grains of 16% for 12 weeks storage. Similarly at corn flour, C. sakazakii pGFPuv could
survive at RH 50% for 16 weeks storage, mainly at the initial moisture content of corn flour of 12%. Survival of C. sakazakii pGFPuv at RH 50% showed C. sakazakii pGFPuv could survive at lower Aw conditions, i.e. Aw 0.42 to 0.46 (RH
50%), than Aw 0.62 to 0.69 (RH 70%) and Aw 0.83 to 0.87 (RH 90%). Meanwhile, total plate count decreased by 3.5 to 3.9 log CFU / g in corn grains and 0.3-0.5 log CFU/g in corn flour during storage at RH 50%, 70%, and 90%, while the number of mold/yeast increased rapidly at RH 90% in corn grains and
5.4 log CFU/g, the total plate count by 3,8 log CFU/g, and the number of mold and yeast by 1,1 log CFU/g at corn grains for 12 weeks storage, while at corn flour, the number of C. sakazakii reduced by 4.7 log CFU/g, the total plate count
by 0.4 log CFU/g, and the number of mold and yeast by 0.3 log CFU/g for 16 weeks storage.
Keywords: Aw, corn, corn flour, Cronobacter sakazakii pGFPuv, RH , survival
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan
APLIKASI MUTAN pGFPuv UNTUK KAJIAN SINTASAN
Cronobacter sakazakii
SELAMA PENYIMPANAN
JAGUNG PIPILAN DAN TEPUNG JAGUNG
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
Judul Tesis : Aplikasi Mutan pGFPuv untuk Kajian Sintasan Cronobacter sakazakii selama Penyimpanan Jagung Pipilan dan Tepung Jagung Nama : Karina Nola Sinamo
NIM : F251130141
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Dra Suliantari, MS Ketua
of Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dr Ir Harsi D Kusumaningrum
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 2 September 2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala berkat dan kasih-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 hinga Februari 2016 ini adalah Aplikasi Mutan pGFPuv untuk Kajian Sintasan Cronobacter sakazakii
selama Penyimpanan Jagung Pipilan dan Tepung Jagung
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Dra Suliantari, MS dan Ibu Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku tim komisi pembimbing yang
telah banyak memberi arahan, bantuan, motivasi dan saran selama proses
penyusunan tesis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Elvira Syamsir, STP, MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan
saran dan masukan untuk perbaikan tesis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ditjen Dikti atas pemberian beasiswa BPPDN (Beasiswa Pascasarjana Pendidikan Dalam Negeri) selama menjalankan studi di Program Studi Ilmu
Pangan Institut Pertanian Bogor dan bantuan dana penelitian atas nama Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc dengan judul ―Deteksi dan Penelusuran
Perilaku Cronobacter sakazakii Berlabel GFPuv pada Proses Pengolahan Pangan‖.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua saya, ayahanda Drs Th Viktor Sinamo, MTh dan ibunda Nurmaini Manalu, SPd atas segala doa
dan kasih sayang yang tulus dan tak ternilai harganya kepada penulis. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada kakak saya tersayang Enia Sinamo, SKm dan Julita Sinamo, SE, dan adik saya tersayang Hantar Merian Kumarna Sodip Sinamo, SP yang telah banyak memberi dukungan dan motivasi dalam menyusun tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dekan Pascasarjana
IPB Dr Ir Dahrul Syah, MSc dan Kepala Program Studi Ilmu Pangan Dr Ir Harsi D Kusumaningrum yang telah memberikan izin untuk penelitian dan
penulisan tesis. Terima kasih kepada staf Laboratorium SEAFAST Center IPB, Laboratorium Dasar ITP, dan Pilot Plant PAU atas bantuannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Ilmu Pangan Angkatan 2013 untuk semua persahabatan, kerjasama, pelajaran, dan pengalaman berharga yang sudah kita dapatkan bersama, juga untuk motivasi yang diberikan selama penyelesaian tugas akhir ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Nopember 2016
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Karakteristik Cronobacter sakazakii 2
Cronobacter spp. dalam Jagung dan Produk Jagung 6
Sintasan Cronobacter sakazakii pada Kondisi Kering
selama Penyimpanan 6
Pemanfaatan C. sakazakii Mutan Berlabel GFP dalam
Kajian Pengeringan 8
Jagung Pipilan dan Tepung Jagung 9
Penyimpanan Jagung dan Tepung Jagung 11
METODE 14
Waktu dan Tempat Penelitian 14
Bahan dan Alat 14
Tahapan Penelitian 14
Prosedur Penelitian 16
HASIL DAN PEMBAHASAN 19
Perubahan Kadar Air Jagung Pipilan dan Tepung Jagung
selama Penyimpanan 19
Perubahan Aktivitas air (Aw) Jagung Pipilan dan Tepung Jagung
selama Penyimpanan 21
Perubahan Jumlah C. sakazakii pada Jagung Pipilan dan
Tepung Jagung selama Penyimpanan 23
Perubahan Angka Lempeng Total pada Jagung Pipilan dan
Tepung Jagung selama Penyimpanan 27
Perubahan Jumlah Kapang dan Khamir pada Jagung Pipilan dan
Tepung Jagung selama Penyimpanan 29
SIMPULAN DAN SARAN 33
Simpulan 33
Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 40
DAFTAR TABEL
1 Sifat-sifat spesifik dari spesies dan subspesies Cronobacter spp
pada uji biokimia 3
2 Nilai D dan z untuk berbagai galur Cronobacter spp. 5
3 Isolat Cronobacter spp. dalam jagung dan produk jagung 6
4 Syarat mutu jagung menurut SNI 3920:2013 10
5 Komposisi kimia tepung jagung dari varietas Pioneer 21 10 6 Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995 11 7 Hasil analisis bivariat terhadap jumlah C. sakazakii pGFPuv
(log CFU/g) pada jagung pipilan dan tepung jagung selama
penyimpanan 24
DAFTAR GAMBAR
1 Sel Cronobacter sakazakii BCRC 13988 4
2 Mekanisme trehalosa 7
3 C. sakazakii berlabel GFP di bawah sinar UV 9
4 Kurva isotherm desorpsi air kesetimbangan jagung pada suhu
berbeda 12
5 Diagram alir tahapan penelitian 15
6 Diagram alir pembuatan tepung jagung 16
7 Perubahan kadar air jagung pipilan dengan kadar air awal 12% dan
16% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%, dan 90% 19 8 Perubahan kadar air tepung jagung dengan kadar air awal 9% dan
12% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%, dan 90% 20 9 Perubahan aktivitas air jagung pipilan dengan kadar air awal 12%
dan 16% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%, dan 90% 21 10 Perubahan aktivitas air tepung jagung dengan kadar air awal 9%
dan 12% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%, dan 90% 22 11 Perubahan jumlah C. sakazakii pGFPuv pada jagung pipilan
dengan kadar air awal 12% dan 16% selama penyimpanan pada
RH 50%, 70%, dan 90% 23
12 Perubahan jumlah C. sakazakii pGFPuv pada tepung jagung
dengan kadar air awal 9% dan 12% selama penyimpanan pada RH
50%, 70%, dan 90% 24
13 Sintasan C. sakazakii pGFPuv pada jagung pipilan berkadar air
awal 12% dan 16% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%,
dan 90% 25
14 Sintasan C. sakazakii pGFPuv pada tepung jagung berkadar air
awal 9% dan 12% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%,
15 Perubahan angka lempeng total pada jagung pipilan dengan kadar air awal 12% dan 16% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%,
dan 90% 27
16 Perubahan angka lempeng total pada tepung jagung dengan kadar air awal 9% dan 12% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%,
dan 90% 28
17 Perubahan jumlah kapang dan kamir pada jagung pipilan dengan kadar air awal 12% dan 16% selama penyimpanan pada RH 50%,
70%, dan 90% 30
18 Perubahan jumlah kapang dan khamir pada tepung jagung dengan kadar air awal 9% dan 12% selama penyimpanan pada RH 50%,
70%, dan 90% 31
19 Kondisi jagung pipilan berkadar air awal 12% dan 16% yang
disimpan di RH 50%, 70%, 90% pada minggu ke-12 32 20 Kondisi tepung jagung berkadar air awal 9% dan 12% yang
disimpan di RH 50%, 70%, 90% pada minggu ke-16 32
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data analisis jagung pipilan dan tepung jagung selama
penyimpanan 41
2 Penyimpanan jagung pipilan yang dikontaminasi C. sakazakii
pGFPuv
pada desikator dengan berbagai RH (RH 50%, 70%, 90%) 43 3 Penyimpanan tepung jagung yang dikontaminasi C. sakazakii
pGFPuv pada desikator dengan berbagai RH (RH 50%, 70%, 90%) 43 4 C. sakazakii pGFPuv di bawah lampu UV 44 5 Uji normalitas jumlah C. sakazakii pGFPuv pada jagung pipilan
selama penyimpanan 44
6 Uji nonparametrik two independent samples Man-Whitney jumlah
C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada jagung pipilan
dengan dua kadar air awal berbeda (KA 12% dan 16%) di RH 50% 44 7 Uji nonparametrik two independent samples Man-Whitney jumlah
C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada jagung pipilan
dengan dua kadar air awal berbeda (KA 12% dan 16%) di RH 70% 45 8 Uji nonparametrik two independent samples Man-Whitney jumlah
C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada jagung pipilan
dengan dua kadar air awal berbeda (KA 12% dan 16%) di RH 90% 45 9 Uji nonparametrik K-relative samples Friedman jumlah C.
sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada jagung pipilan
dengan kadar air awal 12% yang disimpan di tiga RH berbeda (RH
50%, 70%, 90%) dengan uji lanjut Wilcoxon 45
10 Uji nonparametrik K-relative samples Friedman jumlah C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada jagung pipilan dengan kadar air awal 16% yang disimpan di tiga RH berbeda (RH
11 Uji normalitas jumlah C. sakazakii pGFPuv pada tepung jagung selama
penyimpanan 46
12 Uji nonparametrik two independent samples Man-Whitney jumlah
C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada tepung jagung dengan dua kadar air awal berbeda (KA 9% dan 12%) di RH 50% 46 13 Uji nonparametrik two independent samples Man-Whitney jumlah
C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada tepung jagung dengan
dua kadar air awal berbeda (KA 9% dan 12%) di RH 70% 47 14 Uji nonparametrik two independent samples Man-Whitney jumlah
C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada tepung jagung dengan
dua kadar air awal berbeda (KA 9% dan 12%) di RH 90% 47 15 Uji nonparametrik K-relative samples Friedman jumlah C. sakazakii
pGFPuv selama penyimpanan pada tepung jagung dengan kadar air awal 9% yang disimpan di tiga RH berbeda (RH 50%, 70%, 90%)
dengan uji lanjut Wilcoxon 47
16 Uji nonparametrik K-relative samples Friedman jumlah C. sakazakii
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cronobacter sakazakii adalah bakteri patogen bawaan pangan oportunistik
yang dapat menyebabkan gejala infeksi seperti radang usus (necrotizing enterocolitis), keracunan darah (bacteremia), dan radang selaput otak (meningitis)
pada kelompok bayi tertentu dengan tingkat kematian 50-80% (Healy et al. 2010).
Menurut FAO-WHO (2008) sejak tahun 1958 sampai juli 2008 di dunia telah
terjadi 120 kasus infeksi C. sakazakii pada bayi dan anak-anak sampai usia
3 tahun. Sumber kontaminasi C. sakazakii dapat berasal dari lingkungan dan
makanan (Iversen dan Forsythe 2003). C. sakazakii telah diisolasi dari beberapa
makanan seperti susu formula bayi, makanan bayi kering, produk keju dan ingredien makanan kering seperti bumbu dan rempah-rempah (Estuningsih et al.
2006; Friedamann 2007). Akan tetapi, hanya susu formula yang dihubungkan dengan infeksi C. sakazakii (Bowen dan Braden 2006).
C. sakazakii dilaporkan lebih resisten terhadap kekeringan dibandingkan
bakteri E. coli, Salmonella, dan Enterobacteriaceae lainya dan dapat bertahan
dalam kondisi kering lebih dari 2 tahun (Breeuwer et al. 2003; Osaili dan Forsythe 2009). C. sakazakii sudah dilaporkan bertahan dalam susu skim bubuk selama penyimpanan 3 bulan pada RH 50%, 70% dan 90% (Dewanti-Hariyadi et al.
2012). Bakteri patogen ini bertahan lebih baik pada Aw rendah (0.25-0.30) daripada Aw tinggi (0.69-0.82) selama penyimpanan 12 bulan (Beuchat et al.
2009). Penurunan jumlah C. sakazakii pada susu formula lebih besar pada
Aw 0.43-0.50 daripada Aw 0.25-0.30 selama penyimpanan 12 bulan (Gurtler dan Beuchat 2007).
Kemampuan C. sakazakii bertahan pada produk pangan kering selama
penyimpanan berpotensi menjadikan produk pangan kering tersebut sebagai sumber bakteri patogen C. sakazakii. Untuk meneliti sintasan C. sakazakii pada produk pangan kering, penggunaaan galur wild-type memiliki keterbatasan karena tidak dapat dibedakan dari C. sakazakii yang mungkin terdapat secara alami pada
produk pangan tersebut. Untuk itu, penelitian ini memanfaatkan mutan
C. sakazakii hasil transformasi dengan plasmid yang mengandung gen penyandi
green fluoresencent protein (pGFP) yang dapat berpendar hijau dan memiliki
kurva pertumbuhan yang serupa dengan wild type-nya (Nurjanah et al. 2014).
Jagung dipilih karena secara luas digunakan sebagai bahan baku untuk produk pangan kering, baik dalam bentuk pati maupun tepung jagung. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan C. sakazakii telah diisolasi dari jagung atau
produk turunan jagung (Restaino et al.2006; Gitapratiwi et al.2012; Krasny et al. 2014; Li et al. 2014). Kadar air awal jagung dan kelembaban udara ruang penyimpanan (RH) diduga dapat mempengaruhi sintasan C. sakazakii selama
2
Perumusan Masalah
C. sakazakii dapat mengontaminasi jagung pipilan dan tepung jagung selama
penyimpanan. Kadar air awal jagung pipilan dan tepung jagung dan RH penyimpanan akan berpengaruh pada sintasan C. sakazakii. Permasalahan yang akan diteliti adalah mempelajari sintasan C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan dan:
1. Pengaruh kadar air awal bahan (jagung pipilan dan tepung jagung) terhadap sintasan C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada suhu ruang.
2. Pengaruh kondisi RH (Relative humidity) ruang penyimpanan terhadap
sintasan C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada suhu ruang.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh kadar air awal bahan (jagung pipilan dan tepung jagung) terhadap sintasan C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan.
2. Untuk mengetahui pengaruh kondisi RH (Relative humidity) ruang penyimpanan terhadap sintasan C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan.
Hipotesis
1. Kadar air mempengaruhi sintasan C. sakazakii pada jagung pipilan dan
tepung jagung selama penyimpanan.
2. RH penyimpanan mempengaruhi sintasan C. sakazakii pada jagung pipilan
dan tepung jagung selama penyimpanan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam menyimpan jagung pipilan dan tepung jagung pada kondisi kadar air awal bahan dan RH ruang penyimpanan yang tepat sehingga keamanan pangan terjaga.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Cronobacter sakazakii
Cronobacter spp. adalah bakteri patogen bawaan makanan yang memiliki bentuk koloni yang kecil, cembung (konveks), berwarna hijau kebiruan pada media agar kromogenik, bersifat Gram negatif, oksidase negatif, dan katalase positif (Li et al. 2014). Cronobacter spp. terdiri dari Cronobacter sakazakii,
3
Cronobacter dublinensis, Cronobacter dublinensis subsp. dublinensis, Cronobacter dublinensis subsp. lactaridi, Cronobacter dublinensis subsp. lausannensis (Iversen et al. 2008). Sifat-sifat spesifik dari spesies dan subspesies
genus Cronobacter spp. berdasarkan uji biokimia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Sifat-sifat spesifik dari spesies dan subspesies Cronobacter spp. pada uji biokimia 7: C. dublinensis subsp. lactaridi; 8: C. dublinensis subsp. lausannensis.
+ : 90 % Positif; v : 20–80 % positif; - : 10 % positif (Iversen et al. 2008)
Cronobacter sakazakii (Gambar 1)adalah bakteri Gram negatif, motil, dan
fakultatif anaerob yang dapat menyebabkan gejala infeksi seperti radang usus (necrotizing enterocolitis), keracunan darah (bacteremia), dan radang otak
(meningitis) dengan tingkat kasus kematian 50-80% (Healy et al. 2010).
Golongan yang paling beresiko terinfeksi C. sakazakii adalah bayi yang baru lahir
(<28 hari), bayi dengan berat lahir rendah (<2500 g), bayi yang sistem imunnya menurun, dan bayi dari ibu yang positif HIV karena bayi tersebut membutuhkan susu formula yang kemungkinan terkontaminasi bakteri patogen ini (FAO-WHO 2008). Selain itu, C. sakazakii juga dapat menginfeksi orang tua dan orang yang
memiliki daya imun yang menurun, seperti orang yang terkena HIV, transplantasi organ, atau kanker (CDC 2012).
Pertumbuhan C. sakazakii dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya
adalah jenis galur, suhu, pH, Aw, antibotik, perlakuan pengeringan, dan perlakuan
terhadap asam. Menurut Iversen et al. (2004) suhu minimal pertumbuhan
C. sakazakii pada suhu 6oC dan optimum pada suhu 37 - 43oC. C. sakazakii tahan
terhadap antibiotik neomisin, tetracycline, doxycycline, tilmicosin, florfenicol, dan
vancomycin dan sensitif terhadap antibiotik streptomisin, gentamisin, kanamisin,
ciprofloxacin, enrofloxacin, ampisillin dan amoxisillin (Al-Nabulsi et al. 2011).
Menurut Beuchat et al. (2009) pada buah-buahan dan sayuran seperti apel, tomat,
4
larutan asam peroksiasetat, jumlah C. sakazakii menurun sebesar 1,6-5,4 log
CFU/g. Akan tetapi, C. sakazakii dalam bentuk biofilm pada permukaan stainless steel lebih tahan terhadap desinfektan dan kematiannya dipengaruhi oleh kondisi kelembaban relatif (RH) yaitu pada RH 100% > 23 = 43 = 68 > 85%.
Gambar 1 Sel Cronobacter sakazakii BCRC 13988 ( 20.000 x)
(Chang et al. 2009)
C. sakazakii mempunyai ketahanan hidup terhadap perubahan suhu yang berbeda yang dipengaruhi oleh media pertumbuhan dan jenis galurnya (Iversen et al. 2004 dan Seftiono 2012). Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai D pada suhu
50oC, 52 oC, 54oC, 56 oC, dan 58oC, serta nilai z dari C. sakazakii pada media
tryptic soy broth dan susu formula. C. sakazakii tahan terhadap pengeringan,
dengan waktu pengeringan selama 8 hari dapat menurunkan kurang dari 2 siklus log (Alvarez-Ordonez et al. 2014). Menurut Beuchat et al. (2009) C. sakazakii
lebih tahan pada suhu 4°C daripada suhu 30oC selama 12 bulan penyimpanan.
C. sakazakii yang diisolasi dari produk makanan kering seperti bubuk lada dan
tepung susu bayi memiliki ketahanan panas pada suhu pengeringan 40oC, 45oC dan 50oC (Nurjanah et al. 2013). C. sakazakii yang diberi perlakuan heat shock
pada suhu 47oC selama 15 menit lebih bertahan hidup selama spray drying, freeze drying dan fermentasi laktat dari susu skim dibandingkan C. sakazakii tanpa
diberi perlakuan heat shock sebelumnya (Ling et al. 2010). C. sakazakii
dipanaskan pada media dengan pH 4 dan 7 dengan kisaran suhu 56-60oC dan 58-64oC untuk mempelajari ketahanannya terhadap panas pada pH tersebut.
Secara statistik dilihat perbedaan yang nyata (p≤0,05) pada nilai z dari
C. sakazakii yang dipanaskan dalam media dengan pH 4.0 (z = 4.79°C) dengan pH 7.0 (z = 4.06°C). Oleh karena itu, perbandingan nilai DT pada dua pH tersebut tidak konstan pada kisaran suhu yang digunakan, yang menunjukkan perbedaan ketahanan antara pH 4 dan pH 7 yang sedikit lebih rendah. Meskipun demikian,
C. sakazakii sepuluh kali lebih tahan panas pada pH 7 daripada pH 4, dalam
5
Tabel 2 Nilai D dan z untuk berbagai galur Cronobacter spp.
Media Galur nilai D (menit) nilai z
C. sakazakii di media susu formula bertahan hidup lebih lama daripada di
media TSB (tryptic soy broth) pada suhu yang sama (Iversen et al. 2004). Demikian juga pada media hiperosmotik yaitu media dengan konsentrasi garam 8% NaCl dan 10% KCl (Alvarez-Ordonez et al. 2014). Dari penelitian Beuchat et al. (2009) C. sakazakii bertahan hidup lebih lama pada susu formula dan sereal kering bayi yang memiliki Aw rendah (0.25-0.30) daripada Aw tinggi (0.69-0.82).
C. sakazakii dalam formula dan sereal tersebut dapat tumbuh ketika dilarutkan
dengan air yang bersuhu 12-30°C. Demikian juga menurut Arroyo et al. (2009) ketahanan C. sakazakii terhadap panas meningkat pada media yang ber-Aw 0.96, yaitu sebesar 32 kali lipat bila dibandingkan pada Aw > 0,99. Berdasarkan penelitian Dewanti-Hariyadi et al. (2012) ternyata dengan adanya penurunan Aw
susu skim setelah proses pengeringan dan selama penyimpanannya dapat meningkatkan ketahanan hidup C. sakazakii Yrc3a selama pelarutan dengan air
yang bersuhu 50oC.
6
dikeringkan mengalami penurunan ketahanan terhadap asam lebih besar daripada
C. sakazakii yang diadaptasi pada kondisi asam dan panas subletal. Penurunan ketahanan asam dari C. sakazakii yang dikeringkan tersebut adalah sebesar 2.9 log
dengan nilai D sebesar 20.7 detik. Sedangkan penurunan ketahanan asam dari
C. sakazakii yang diadaptasi pada kondisi asam tersebut adalah sebesar 0.2 log
dengan nilai D sebesar 139.2 detik dan penurunan ketahanan asam dari
C. sakazakii yang diadaptasi pada kondisi panas subletal tersebut adalah sebesar
2 log dengan nilai D sebesar 91.3 detik (Yang et al. 2014).
Cronobacter spp. dalam Jagung dan Produk Jagung
Cronobacter spp. telah diisolasi dari jagung dan produk jagung (Tabel 3). Di Nanjing Cina dari 12 sampel jagung yang diteliti, empat diantaranya positif mengandung Cronobacter spp. (Li et al. 2014). Di Indonesia dalam satu sampel pati jagung positif mengandung dua isolat Cronobacter spp. yang memiliki kesamaan sequence yang lebih dekat dengan strain C. sakazakii ATCC 29544
(Gitapratiwi et al. 2012). Adanya C. sakazakii pada produk maizena kemungkinan
disebabkan oleh kontaminasi dari lingkungan, setelah proses pengeringan dan sebelum produk dikemas (Gitapratiwi 2011).
Tabel 3 Isolat Cronobacter spp. dalam jagung dan produk jagung
Kode Strain Sumber Isolat Referensi
C. sakazakii DES c7/ JF800180;
Cronobacter spp. Gritz Jagung Iversen dan Forsythe (2004)
Cronobacter spp. Tepung jagung Restaino et al. (2006)
Sintasan Cronobacter sakazakii pada Kondisi Kering selama Penyimpanan
Cronobacter sakazakii dapat bertahan pada kondisi kering dalam waktu penyimpanan yang lama. Ketahanan hidup C. sakazakii dalam kondisi kering ini dipengaruhi oleh Aw dan suhu penyimpanan. Kondisi Aw produk dan suhu penyimpanan yang rendah merupakan kondisi yang disukai oleh C. sakazakii
untuk bertahan hidup. Penelitian Seftiono (2012) menunjukkan bahwa isolat
Cronobacter sakazakii YRt2a dapat bertahan pada kondisi kering (Aw 0.775).
Pada formula bayi, populasi C. sakazakii menurun pada Aw 0.43-0.50
dibandingkan pada Aw 0.25-0.30 selama penyimpanan 6 bulan pada suhu 4oC, dan penurunannya lebih besar lagi pada suhu penyimpanan 30oC dibandingkan pada suhu 21oC dan 4oC (Beuchat et al. 2009).
Ketahanan C. sakazakii terhadap kondisi kering memiliki hubungan positif dengan ketahanannya terhadap pemanasan (Dancer et al. 2009). Cronobacter spp. YRt2a dapat bertahan pada pemanasan pada suhu 56°C (Seftiono 2012). Penelitian Dewanti-Hariyadi et al. (2012) menunjukkan bahwa C. sakazakii pada
7
82oC, dan bertahan selama penyimpanan 3 bulan pada RH 50%, 70% dan 90%. Selain itu, kemampuan C. sakazakii bertahan pada kondisi kering disebabkan oleh adanya pemebentukan biofilm, trehalosa, dan protein yang berperan struktural dan protektif.
Ketika dalam kondisi kering, C. sakazakii membentuk biofilm yaitu memproduksi selulosa (komponen dari matriks polisakarida ekstraselulernya) dengan menempel pada permukaan hidrofilik dan hidrofobik (Lehner et al. 2005). C. sakazakii pada susu formula bayi dapat menempel di stainless steel, silikon dan
lateks dengan cara membentuk biofilm pada suhu 37oC (Iversen et al. 2004).
C. sakazakii yang ditumbuhkan di IFB (Infant Formula Broth) membentuk
biofilm pada suhu 25oC pada stainless steel (Kim et al. 2006).
C. sakazakii pada fase stasioner lebih resisten terhadap kondisi kering daripada C. sakazakii pada fase exponensial. C. sakazakii fase stasioner hanya menurun 1-1.5 log, sedangkan C. sakazakii fase exponensial menurun lebih dari
6 log dalam 2 minggu pada suhu 25oC. Kemampuan C. sakazakii bertahan pada kondisi kering ini disebabkan oleh kemampuan C. sakazakiii dalam mengakumulasi trehalosa. Trehalosa adalah disakarida nonreduksi dari glukosa yang berperan dalam melindungi bakteri C. sakazakii terhadap pengeringan
dengan cara menstabilkan membran fosfolipid dan protein. Konsentrasi trehalosa pada sel stasioner C. sakazakii meningkat lebih dari lima kali daripada sel
eksponensialnya (Breeuwer et al. 2003).
Mekanisme trehalosa pada sel yang mengalami kekeringan disebut dengan
water replacement hypotesis. Trehalosa akan berikatan (ikatan hidrogen) secara langsung dengan gugus polar dari fosfolipid sehingga dapat menstabilkan ikatan yang sebelumnya ditempati air (Gambar 2). Trehalosa dapat meningkatkan tegangan permukaan dengan cairan intraseluler sehingga dapat mencegah terjadinya autolisis. Semakin banyak cairan intraseluler terikat dengan trehalosa maka interaksi hidrofobik intramolekuler akan semakin meningkat, sehingga kerusakan membran dan protein dapat dicegah (Leslie et al. 1995).
Gambar 2 Mekanisme trehalosa (A = membran fosfolipid, B = trehalosa berikatan pada gugus polar dari fosfolipid, C = integritas membran tetap stabil) (Patist dan Zoerb 2005)
Penelitian Riedel dan Lehner (2007) menggunakan pendekatan proteomik untuk mempelajari toleransi C. sakazakii strain z235 terhadap kekeringan yang diisolasi dari tepung buah. C. sakazakii bertahan dalam keadaan kering karena
8
adalah protein heat shock (Hsp), protein cold shock (Cspc), protein perlindungan
dan perbaikan (Dps), protein pegikatan DNA (Hns) seperti histon, dan protein protektif yang melawan oksigen radikal, superoksida dismutase dan alkil hidroperoksida reduktase. Penelitian Alvarez-Ordonez et al. (2014) menjelaskan
bahwa sintesis protein denovo, perbaikan kerusakan DNA dan protein, pemeliharaan struktur dan keutuhan luar sel, sintesis glutamine sebagai zat terlarut yang kompatibel, dan pengaturan nukleotida dan nukleosida merupakan proses sel di bawah tekanan osmotik. Sistem Cpx, dikenal sebagai regulator respon stress luar, dan faktor sigma RpoN dan RPOs merupakan sinyal utama yang mengatur respon bakteri terhadap kondisi hiperosmotik. Mutan yang sensitif garam mengalami gangguan pada dna K dan dna J yang menyandi dua molekul charopene, yang penting bagi C. sakazakii untuk bertahan hidup di bawah pengeringan.
Pemanfaatan C. sakazakii Mutan Berlabel GFP dalam Kajian Pengeringan
Pelabelan pada bakteri bertujuan sebagai penanda agar mudah membedakan dengan bakteri lain. Dengan adanya penanda tersebut maka perilaku bakteri target lebih mudah dipelajari tanpa gangguan mikroba lain pada lingkungan. Pelabelan dapat dilakukan dengan menggunakan radioisotop dan senyawa fluoresens yang dapat berikatan secara kovalen dengan DNA yang dapat diidentifikasi, misalnya Green Fluorescent Protein (Hsieh et al. 1986; Ma et al. 2011). Menurut Ma et al. (2011) pelabelan GFP tidak mengganggu karakteristik
pertumbuhan inangnya.
Sebelumnya Fiegen (2010) di Jerman melakukan pelabelan GFP pada
Cronobacter spp. menggunakan metode CaCl2 untuk mempelajari penetrasinya di dalam akar jagung. Pelabelan GFP pada Cronobacter spp. juga telah dilakukan
oleh Nurjanah et al. (2014) dengan melakukan transformasi pGFPuv menggunakan metode CaCl2 dan kejut panas (heat shock) yang bertujuan untuk mempelajari ketahanannya terhadap pengeringan pada jagung. C. sakazakii
berlabel GFP ini dapat tumbuh pada media mengandung ampisilin dan menunjukkan koloni spesifik berwarna hijau fluorosens di bawah sinar UV yang dapat dilihat pada Gambar 3. Teknik pelabelan ini juga telah berhasil dilakukan pada bakteri Gram negatif seperti pada E.coli 0157:H7, Salmonella, Listeria (Ma et al. 2011), Escherichia coli HB101, Escherichia coli ATCC 1129 dan
Pseudomonas putida (Allison dan Sattensall 2007).
Beberapa penelitian telah menggunakan bakteri yang berlabel GFP untuk mempelajari karakternya, seperti pada bakteri E.coli 0157:H7 dan C. sakazakii.
Vialette et al. (2004) menggunakan GFP pada E.coli 0157:H7 untuk mempelajari
karakternya pada variasi suhu, pH dan aktvitas air. E.coli 0157:H7 yang berlabel
GFP memiliki waktu lag, kecepatan pertumbuhan, nilai pH, dan aktivitas air yang tidak berbeda dengan isolat wild type-nya. E.coli 0157:H7 yang berlabel GFP tersebut dapat tahan pada pH 4-7, NaCl 0.5-8% dan suhu 8-45oC. Nurjanah et al.
(2013) menggunakan C. sakazakii yang berlabel GFP untuk mempelajari
9
suhu 40oC, 45oC, dan 50oC dibandingkan dengan C. sakazakii pGFPuv YRt2a
yang nontoksik. Keberadaan C. sakazakii pada jagung kering dapat disebabkan oleh adanya suhu pengeringan yang rendah, kadar air jagung lebih besar dari 14%, kemampuan C. sakazakii melakukan penempelan atau kolonisasi pada permukaan
jagung dan berpenetrasi ke dalam jagung melalui bagian yang luka atau melalui rongga-rongga di bagian tip cap.
Gambar 3 C. sakazakii berlabel GFP di bawah sinar UV
Sulistyanti (2013) juga menggunakan C. sakazakii yang berlabel GFP
untuk mempelajari ketahanannya pada maizena. Proses perendaman jagung pada suhu 52oC dan pengeringan maizena pada suhu 50oC dapat mereduksi
Cronobacter spp. pGFPuv. Ketahanan C. sakazakii pGFPuv YRt2a terhadap
panas lebih tinggi daripada C. sakazakii pGFPuv FWHc3. Jumlah C. sakazakii
pGFPuv FWHc3 dan YRt2a mutan menurun berturut-turut sebesar 2.19 log dan 1.45 log pada pengeringan suhu 50oC setelah 6 jam, bahkan setelah 24 jam pengeringan isolat mutan tersebut tidak terdeteksi lagi.
Jagung Pipilan dan Tepung Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia selain gandum dan padi. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya) (Respati et al. 2013). Jagung varietas Pioneer umum digunakan sebagai bahan
10
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3920:2013, jagung pipilan adalah hasil tanaman jagung (Zea mays L.) berupa biji kering yang telah dilepaskan dan dibersihkan dari tongkolnya. Jagung diklasifikasikan dalam empat kelas mutu, yaitu mutu I, II, III, dan IV. Persyaratan mutu jagung dibagi dua yaitu persyaratan umum dan khusus. Persyaratan umum yang harus dipenuhi adalah bebas hama dan penyakit, dan bebas dari bau busuk, asam, atau benda asing sedangkan persyaratan khusus jagung ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Syarat mutu jagung menurut SNI 3920:2013
Parameter Satuan Persyaratan mutu
I II III IV
Kadar air maks % (bb) 14 14 15 17
Butir rusak maks % 2 4 6 8
Butir warna lain maks % 1 3 7 10
Butir pecah maks % 1 2 3 3
Kadar kotoran maks % 1 1 2 2
Kadar aflatoksin maks µg/kg 5 5 15 20
Sumber: BSN (2013)
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays L.) yang baik dan bersih. Secara umum, terdapat dua metode pembuan
tepung jagung yaitu metode basah dan metode kering. Pada metode basah, biji jagung yang telah disosoh direndam dalam air selama 4 jam lalu dicuci, ditiriskan dan diproses menjadi tepung menggunan mesin penepung. Penepungan dengan metode basah menghasilkan rendemen tepung lebih tinggi dibandingkan dengan metode kering. Pada metode kering, biji jagung yang telah disosoh langsung ditepungkan tanpa perendaman (Suarni 2009). Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 berdasarkan hasil penelitian Etikawati (2007) dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar lemak tepung jagung yang rendah akan menguntungkan dari segi penyimpanan karena tepung dapat disimpan lebih lama. Syarat mutu tepung jagung berdasarkan Standar Nasional Indonesia ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 5 Komposisi kimia tepung jagung dari varietas Pioneer 21
Komposisi Kimia Jumlah (%)
Kadar air 5.46
Kadar protein 6.32
Kadar abu 0.31
Kadar lemak 1.78
Kadar karbohidrat 86.18
Kadar amilopektin 43.52
Kadar amilosa 23.04
11
Tabel 6 Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995
Sumber: BSN (1995)
Penyimpanan Jagung dan Tepung Jagung
Penyimpanan jagung adalah suatu cara pengamanan jagung dari kerusakan yang berkaitan dengan waktu. Cara penyimpanan jagung dapat dilakukan dalam bentuk tongkol, pipilan dalam karung, tepung dalam plastik, atau dalam silo. Penyimpanan jagung dilakukan rata-rata selama lebih dari 3 bulan dalam bentuk
No. Kriteria uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan:
1.1. Bau - Normal
1.2. Rasa - Normal
1.3. Warna - Normal
2. Benda-benda asing - Tidak boleh ada
3. Serangga dalam bentuk stadia dan potong-potongan
- Tidak boleh ada 4. Jenis pati lain selain pati
jagung
- Tidak boleh ada 5. Kehalusan
5.1. Lolos ayakan 80 mesh % Min. 70
5.2. Lolos ayakan 60 mesh % Min. 99
6. Air % b/b Maks. 10
7. Abu % b/b Maks 1.5
8. Silikat % b/b Maks. 0.1
9. Serat kasar % b/b Maks. 1.5
10. Derajat asam ml. N. NaOH/100 g Maks. 4.0
11. Cemaran logam:
11.1. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1.0
11.2. Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10.0
11.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40.0
11.4. Raksa (Hg) mg/kg Maks 0.05
12. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0.5
13. Cemaran mikroba:
13.1. Angka lempeng total koloni/g Maks. 106
13.2. E. coli APM/g Maks. 10
12
pipilan (Qanytah dan Prastuti 2008). Biji-bijian selama penyimpanan masih mengalami proses respirasi karena bahan tersebut masih hidup. Menurut William (1991), ada beberapa faktor yang berpengaruh pada penyimpanan biji-bijian yaitu tipe dari bij-bijian, periode penyimpanan, metode penyimpanan, suhu lingkungan, kadar air bahan, adanya bahan asing, proteksi fisik, dan kelembaban relatif.
Plot antara kadar air dan RH pada suhu tertentu dikenal sebagai kurva kadar air keseimbangan atau isotherm sorpsi air. Kurva desorpsi isotermis kadar air kesetimbangan jagung pada suhu yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 4. Daerah penyimpanan jagung yang aman adalah pada kadar air jagung dan RH ruang penyimpanan yang rendah yaitu pada kadar air di bawah 14% dan RH di bawah 60%. Sebaliknya, semakin tinggi kadar air jagung dan RH ruang penyimpanan maka semakin mudah rusak jagung selama penyimpanan
Gambar 4 Kurva isotherm desorpsi air kesetimbangan jagung pada suhu berbeda (Kulp dan Ponte 2000)
Kontaminasi kapang selama penyimpanan jagung umumnya adalah dari kelompok kapang Aspergillus dan Fusarium. (Medina-Martinez dan Martinez 2000). Penelitian Leong et al. (2012) menemukan adanya populasi kapang selama penyimpanan jagung yang terdiri dari Aspergillus caesiellus, Aspergillus ostianus, Aspergillus wentii, Chaetomium sp., Cladosporium tenuissimum, Eunpenicillium shearii, Eurotium herbariorum, Fusarium boothii, Fusarium equiseti, Fusarium meridionale, Fusarium oxysporum, Fusarium pseudograminearum, Fusarium udum, Fusarium verticillioides, Gibberella fujikuroi, Hypocrea viridescens, Nigrospora oryzae, Penicillium citrinum, Penicillium crustosum, Penicillium fellutanum, Penicillium glabrum, Penicillium simpliciccimum, Penicillium steckii, Penicillium variabile, Stenocarpella macrospora, dan Trichoderma atroviride.
13
pada suhu 25oC dan RH 85% (Reed et al. 2007). Demikian juga, menurut
penelitian Sone (2001) jagung yang berkadar air 13% memiliki jumlah kapang lebih rendah daripada jagung yang berkadar air 16% dan 19% selama penyimpanan 80 hari pada suhu 26.6oC dan RH 60±5%. Jagung pipilan yang berkadar air 13,1% mengalami pertumbuhan kapang Penicillium spp., A. glaucus,
dan A. flavus lebih rendah daripada jagung pipilan yang berkadar air 14.5% selama penyimpanan pada suhu 26oC (Marks dan Stroshine 1995).
Penyimpanan jagung selama 75 hari dalam kondisi hermetis (vakum) pada kadar air 14-18% mengalami penurunan jumlah kapang, khamir, dan bakteri, serta tidak mengalami pembusukan. Akan tetapi, jumlah kapang, khamir, dan bakteri pada jagung yang berkadar air 20 dan 22% mengalami peningkatan sehingga dapat menyebabkan pembusukan (Weinberg et al. 2008). Hal ini disebabkan oleh air yang tersedia pada jagung digunakan oleh kapang, khamir, dan bakteri untuk pertumbuhannya. Semakin besar kadar air jagung tersebut, maka semakin banyak jumlah air yang digunakan kapang, khamir, dan bakteri untuk pertumbuhannya sehingga dapat menyebabkan pembusukan pada jagung. Jumlah kapang dan khamir pada tepung jagung dengan kadar air lebih kecil dari 10% yang disimpan dalam kemasan plastik lebih rendah daripada yang disimpan dalam kemasan kertas selama penyimpanan 6 bulan pada suhu 25oC dan RH 60%. Jumlah kapang dan khamir pada tepung jagung (kadar air lebih kecil dari 10%) yang disimpan pada suhu 40oC lebih rendah daripada yang disimpan pada suhu 25oC selama
penyimpanan 6 bulan pada kemasan plastik polietilen dan RH 60% (Carrilo-Perez et al. 1988).
Selain kadar air, faktor lain yang berpengaruh pada jumlah kapang dan khamir pada jagung pipilan selama penyimpanan adalah jumlah awal kapang dan khamir pada jagung tersebut. Jagung pipilan dengan jumlah awal kapang dan khamirnya sebesar 104 CFU/g, baik pada jagung pipilan dengan kadar air 11% maupun 14%, tidak mengalami perubahan jumlah kapang dan khamir selama 12 bulan penyimpanan pada suhu 22oC dan RH 62-73%. Akan tetapi, jagung pipilan dengan jumlah awal kapang dan khamir sebesar 105 CFU/g mengalami penurunan jumlah kapang dan khamirnya menjadi 104 CFU/g selama 12 bulan penyimpanan, baik pada jagung pipilan dengan kadar air 11% maupun 14% (Ono et al. 2002).
Selain kapang dan khamir, mikroba lain yang dapat mengontaminasi jagung selama penyimpanan adalah bakteri. Jenis bakteri yang ditemukan adalah
Enterobacter sp., Enterobacter aerogenes, Enterococcus sp., Klebsiella pneumoniae, Klebsiella oxytoca, Klebsiella variicola, Lactococcus lactis,
Lactobacillus plantarum, Leuconostoc citreum, Pediococcus pentosaceus, Staphylococcus epidermidis, dan Weisella cibaria (Leong et al.2012). Demikian
juga pada produk tepung ditemukan adanya bakteri dari familia Enterobactericeae
(Escherecia, Klebsiela, Enterobacter, Aerobacter), Bacillus spp., dan Salmonella
14
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan selama bulan Maret 2015 – Februari 2016 di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi SEAFAST Center IPB, Pilot Plant PAU, dan Laboratorium di Departemen ITP Institut Pertanian Bogor
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung varietas Pioneer P27 Gajah yang diperoleh dari kebun percobaan IPB Cikabayan, isolat
Cronobacter sakazakii pGFPuv E2 yang sudah ditransformasi dengan plasmid
pGFP (Nurjanah et al. 2014). Media dan bahan lain yang digunakan adalah Brain Heart Infusion (BHI, Oxoid), Buffered Peptone Water (BPW, Oxoid), Tryptic Soy Agar + 100 g/mL Ampisilin (TSAA, Oxoid), Plate Count Agar (PCA, Oxoid), Potatose Dextrose Agar + asam tartarat 10% (APDA, Oxoid), dan garam jenuh
(teknis) yang digunakan untuk mengatur RH selama penyimpanan adalah K2CO3 (RH ±50%), NaNO3 (RH ±70%) (Greenspan 1977) dan BaCl2 (RH ±90%) (Young 1967). Alat yang digunakan adalah lampu UV dengan =366 nm, botol kaca, sentrifus (HERMLE Z383K), spektrofotometer (SHIMADZU UV-2450), membran filter 0.22 µm, autoklaf, cawan petri, vortex, timbangan, refrigerator, oven, dan desikator.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu pembuatan jagung pipilan dan tepung jagung, pengeringan jagung pipilan dan tepung jagung, konfirmasi C. sakazakii pGFPuv, pembuatan inokulum C. sakazakii pGFPuv,
inokulasi C. sakazakii pGFPuv ke jagung pipilan dan tepung jagung,
penyimpanan jagung dan tepung jagung pada variasi RH (50%, 70% dan 90%), analisis kadar air dan Aw, jumlah C. sakazakii pGFPuv, angka lempeng total,
15
Gambar 5 Diagram alir tahapan penelitian
Konfirmasi C. sakazakii pGFPuv
Pembuatan inokulum C.sakazakii pGFPuv
Penyimpanan pada variasi RH
(50%, 70%, 90%) pada suhu ruang (27-30oC) selama 12 minggu untuk jagung pipilan dan
selama 16 minggu untuk tepung jagung
Analisis setiap 2 minggu:
1. Kadar air jagung pipilan dan tepung jagung
2. Aktivitas air (Aw) jagung pipilan dan tepung jagung
3. Jumlah koloni C. sakazakii
pGFPuv Kurva sintasan
Cronobacter sakazakii pGFPuv selama penyimpanan
4. Angka lempeng total 5. Total kapang dan khamir 6.
Jagung
Pemipilan jagung
Pengeringan jagung pipilan
Pembuatan tepung jagung
Pengeringan tepung jagung
Inokulasi C. sakazakii pGFPuv ke dalam jagung pipilan (KA 12% dan 16%) dan
tepung jagung (KA 9% dan 12%)
C. sakazakii pGFPuv
Jagung pipilan KA ±10% dan ±14%
16
Prosedur Penelitian
Pembuatan jagung pipilan dan tepung jagung
Jagung varietas Pioneer P27 Gajah dengan umur panen 98 hari dipipil secara manual dan dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC hingga diperoleh jagung pipilan dengan kadar air yang diinginkan yaitu ±10% dan ±14% bb. Jagung pipilan kering disortasi kemudian biji bersih digiling menggunakan hummer mill.
Biji jagung yang sudah digiling tersebut kemudian dipisahkan lembaga, perikarp dan pangkal bijinya dengan cara dicuci sehingga diperoleh grits jagung. Grits jagung direndam selama 2 jam kemudian grits jagung dicuci, ditiriskan dan dikeringkan hingga kadar air sekitar 14% bb. Grits jagung tersebut ditepungkan dengan mesin penepung (disc mill). Tepung yang dihasilkan kemudian dikeringkan dengan cabinet dryer sampai kadar airnya ±7% dan ±10% bb, lalu tepung diayak dengan ayakan 60 mesh sehingga diperoleh tepung jagung yang mempunyai ukuran partikel seragam (Khomsantin et al. 2012). Diagram alir proses pembuatan tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 6. Tepung jagung yang dihasilkan dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC.
Gambar 6 Diagram alir pembuatan tepung jagung (Khomsantin et al. 2012) Sortasi
Jagung digiling dengan hummer mill
Pemisahan lembaga, perikarp, dan pangkal biji dengan pencucian
Jagung grit
Perendaman dalam air selama 2 jam Pencucian dan penirisan Pengeringan dengan cabinet dryer
suhu 55oC sampai kadar air 14% bb Penepungan dengan disc mill
Pengeringan dengan cabinet dryer
suhu 55oC sampai kadar air yang diinginkan
Pengayakan dengan ayakan 60 mesh Jagung pipilan kering
17
Konfirmasi isolat Cronobacter sakazakii pGFPuv (Nurjanah et al. 2013)
Stok beku isolat mutan C. sakazakii pGFPuv diinkubasi dalam media BHI + 100 µg/ml ampisilinpada suhu 37oC selama 24 jam. Cronobacter sakazakii
pGFPuv dikonfirmasi dengan menumbuhkannya pada media TSAA dengan cara menggoreskan satu loop ke permukaan media tersebut, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan diamati di bawah sinar UV. Koloni C. sakazakii
Koloni berfluoresen yang tumbuh pada media TSAA disuspensikan dengan larutan pengencer BPW (Buffered Peptone Water) dan disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm (2.600 x g) selama 10 menit pada suhu 4oC. Setelah supernatan dibuang, pelet dicuci dengan 10 ml BPW dan disentrifugasi kembali. Pelet sel diresuspensi dalam BPW, distandarisasi jumlah selnya dengan mengukur
Optical Density (OD) pada =5λ0 nm menggunakan spektrofotometer (Shimadzu
UV-2450). Pengenceran dilakukan sampai mencapai nilai OD 0.4 yang setara dengan jumlah koloni 108 CFU/mL (Nurjanah et al. 2013), dan selanjutnya suspensi mutan ini digunakan sebagai inokulum.
Inokulasi C. sakazakii pGFPuvdan penyimpanan jagung dan tepung jagung
C. sakazakii pGFPuv diinokulasikan ke jagung pipilan dan tepung jagung dalam kantong plastik steril kemudian diaduk rata sedemikian sehingga jumlah
awal C. sakazakii pGFPuv pada jagung pipilan dan tepung jagung adalah
106 CFU/g dengan kadar air awal jagung pipilan 12% dan 16% bb dan kadar air awal tepung jagung 9% dan 12%. Kemudian sampel disimpan di dalam botol kaca yang berisi larutan garam teknis jenuh yaitu K2CO3 (RH ±50%), NaNO3 (RH ±70%) (Greenspan 1977) dan BaCl2 (RH ±90%) (Young 1967) pada suhu ruang (27-30oC) selama 12 minggu. Percobaan diulang 2 kali untuk setiap perlakuan RH penyimpanan.
Analisis kadar air dan aw selama penyimpanan jagung pipilan dan tepung jagung
Analisis kadar air dan Aw dilakukan pada kelompok kontrol setiap dua minggu selama penyimpanan. Kadar air jagung pipilan dianalisis dengan metode oven pada suhu 105oC selama minimal 6 jam (Nielsen 2010). Pengukuran Aw dilakukan dengan menggunakan alat Aw meter (Ro-Tronic) yang telah dikalibrasi (Passot et al. 2012).
Analisis jumlah C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan jagung pipilan dan tepung jagung
Sebanyak 10 g sampel dilarutkan ke dalam 90 ml BPW, dihomogenkan dengan pengocokan dalam plastik steril, dan dilakukan seri pengenceran untuk dipupukkan ke dalam media TSAA dengan metode sebar. Setelah inkubasi selama 24 jam pada 37oC, koloni dihitung di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 366 nm, sesuai Standard Plate Count (BAM 2001). Kemudian jumlah
18
C. sakazakii selama penyimpanan dibuat dengan memplot jumlah koloni C. sakazakii (log) pada sumbu Y dan interval waktu (minggu)penyimpanan pada
sumbu X. Perlakuan dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Data jumlah
C. sakazakii pGFPuv yang bertahan selama penyimpanan diuji normalitasnya
dengan metode Saphiro Wilk. Pengaruh kadar air awal terhadap jumlah
C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan dianalisis menggunakan uji t berpasangan jika data tersebar normal atau menggunakan uji Mann-Whitney jika data tidak tersebar secara normal. Pengaruh RH ruang penyimpanan terhadap jumlah C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan dianalisis menggunakan One Way Anova dengan uji lanjut Duncan jika data tersebar normal atau uji Friedman
dengan uji lanjut Wilcoxon jika data tidak tersebar secara normal.
Kurva sintasan C. sakazakii selama penyimpanan jagung pipilan dan
tepung jagung
Kurva ketahanan hidup isolat C. sakazakii pGFPuv dibuat dengan memplotkan logaritma jumlah koloni yang bertahan hidup pada waktu tertentu (Nt) dibagi dengan jumlah koloni awal (No) pada sumbu Y dan interval waktu (minggu) penyimpanan pada sumbu X. Laju penurunan jumlah (log/minggu) selama penyimpanan ditunjukkan oleh besarnya slope dari persamaan linier (Nurjanah et al. 2013).
Analisis angka lempeng total, jumlah kapang dan khamir selama penyimpanan jagung pipilan dan tepung jagung
Analisis angka lempeng total dan total kapang dan khamir dilakukan setiap dua minggu selama penyimpanan dengan melarutkan 10 g sampel ke dalam 90 mL BPW, dihomogenkan dengan pengocokan di dalam plastik steril, dan dilakukan serial pengenceran. Analisis angka lempeng total dengan media PCA dan diinkubasi pada suhu 35oC selama 48 ± 2 jam (BAM 2001) dan analisis jumlah kapang dan khamir dengan media APDA dan diinkubasi pada suhu 25oC selama 5 hari (Aguayo et al. 2006). Cawan yang termasuk hitungan untuk TPC
19
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Kadar Air Jagung Pipilan dan Tepung Jagung selama Penyimpanan
Jagung pipilan berkadar air awal 12% yang disimpan di RH 70% dan jagung pipilan berkadar air awal 16% yang disimpan di RH 90% sudah mencapai kadar air kesetimbangan pada awal penyimpanan. Hal ini disebabkan karena di awal penyimpanan kadar air jagung pipilan sudah dikondisikan sebesar 12% dan 16%. Kadar air 12% tersebut merupakan kadar air jagung pipilan pada kondisi kesetimbangan di RH 70% dan kadar air 16% merupakan kadar air jagung pipilan pada kondisi kesetimbangan di RH 90%. Kadar air jagung pipilan pada kondisi penyimpanan lainnya mencapai kesetimbangan setelah penyimpanan dua minggu (Gambar 7). Kadar air jagung pipilan selama penyimpanan pada RH 50%, 70%, dan 90% sebesar 9.4-9.9%; 12.3-13.1%; 16-16.9% pada kadar air awal 12% dan 9.8-10.1%; 13.1-13.4%; 16.1-16.9% pada kadar air awal 16%.
Tepung jagung berkadar air awal 9% yang disimpan di RH 50% dan tepung jagung berkadar air awal 12% yang disimpan di RH 70% mencapai kadar air kesetimbangan pada awal penyimpanan. Kadar air tepung jagung pada kondisi penyimpanan lainnya mencapai kesetimbangan setelah penyimpanan dua minggu (Gambar 8). Kadar air tepung jagung selama penyimpanan pada RH 50%, 70%, dan 90% sebesar 9.0-9.3%; 12.2-12.4%; 15.1-15.8% pada kadar air awal 9% dan 9.2-9.3%; 12.2-12.4%; 15.4-16% pada kadar air awal 12%.
(a) (b)
Gambar 7 Perubahan kadar air jagung pipilan dengan kadar air awal 12% (a) dan 16% (b) selama penyimpanan pada RH 50% ( ), 70% ( ), dan 90% ( ) Kadar air jagung pipilan dan tepung jagung dipengaruhi oleh RH penyimpanan. Jagung pipilan dan tepung jagung yang disimpan pada RH 90% memiliki kadar air kesetimbangan yang lebih tinggi dibandingkan yang disimpan pada RH 50% dan 70%. Kadar air kesetimbangan jagung pipilan dan tepung jagung di RH 50% sebesar 9.2-10.1%, di RH 70% sebesar 12.2-13.4%, dan di RH
20
90% sebesar 15.1-16.9%. Jagung pipilan dan tepung jagung ketika disimpan di kelembaban relatif yang lebih tinggi (RH 90%) akan menyerap uap air dari lingkungannya hingga tercapai kadar air kesetimbangannya, dan sebaliknya ketika disimpan di kelembaban relatif lebih rendah akan melepas sebagian airnya ke lingkungan hingga tercapai kadar air kesetimbangannya. Penelitian Strelec et al. (2010) menyatakan bahwa biji gandum mencapai kadar air kesetimbangannya dengan meningkatnya atau menurunnya kadar air awal biji gandum pada berbagai RH selama penyimpanan. Biji gandum dengan kadar air awal 14% mengalami penurunan kadar air dan mencapai kadar air kesetimbangan sebesar 11-11,1% pada RH 45% dan suhu 25oC (Strelec et al. 2010). Menurut Kingsly dan Ileleji
(2009) kelembaban udara (RH) yang tinggi akan memberikan nilai kadar air kesetimbangan yang tinggi juga.
(a) (b)
Gambar 8 Perubahan kadar air tepung jagung dengan kadar air awal 9% (a) dan 12% (b) selama penyimpanan pada RH 50% ( ), 70% ( ), dan 90% ( ) Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan kadar air awal yang berbeda di awal penyimpanan, jagung pipilan dan tepung jagung mencapai kadar air kesetimbangan yang relatif sama selama penyimpanan pada RH yang sama. Jagung pipilan dengan kadar air awal 12% dan 16% mencapai kadar air kesetimbangan di RH 50% sebesar 9.4-10.1%, di RH 70% sebesar 12.3-13.4% dan di RH 90% sebesar 16-16.9%. Tepung jagung dengan kadar air awal 9% dan 12% mencapai kadar air kesetimbangan yang relatif sama pada RH yang sama, yaitu sebesar 9.0-9.3 % di RH 50%, 12.2-12.4 di RH 70%, dan 15.1-16% di RH 90%. Hal ini terjadi karena jagung pipilan dan tepung jagung tersebut akan menurunkan atau menaikkan kadar air awalnya hingga tercapai kadar air kesetimbangan dengan kondisi lingkungannya. Jagung pipilan dan tepung jagung dengan kadar air awal yang tinggi akan menurunkan kadar air awalnya dengan cara melepas sebagian airnya ke lingkungan apabila disimpan di lingkungannya dengan kelembaban relatif tinggi atau menaikkan kadar air awalnya dengan menyerap uap air dari lingkungannya apabila disimpan di lingkungan dengan kelembaban relatif rendah hingga kadar air kesetimbangannya tercapai.
21
Perubahan Aktivitas air (Aw) Jagung Pipilan dan Tepung Jagung selama Penyimpanan
Jagung pipilan dengan kadar air awal 12% disimpan pada RH 70% akan mencapai Aw kesetimbangan pada awal penyimpanan. Hal ini disebabkan karena di awal penyimpanan, jagung pipilan dengan kadar air awal 12% sudah memiliki Aw sebesar 0.67 dan Aw 0.67 merupakan Aw bahan pangan pada kondisi kesetimbangan di RH 70%. Aw jagung pipilan dan tepung jagung pada kondisi penyimpanan lainnya mencapai kesetimbangan setelah penyimpanan dua minggu (Gambar 9 dan Gambar 10). Aw kesetimbangan jagung pipilan yang disimpan pada RH 50%, 70%, dan 90% berturut-turut sebesar 0.43-0.45; 0.66-0.68; 0.83-0.86 pada kadar air awal 12% dan 0.44-0.46; 0.68-0.69; 0.85-0.87 pada kadar air awal 16%. Aw kesetimbangan tepung jagung yang disimpan pada RH 50%, 70%, dan 90% berturut-turut sebesar 0.42-0.44; 0.67-0.69; 0.83-0.86 pada kadar air awal 9% dan 0.42-0.44; 0.65-0.69; 0.84-0.87 pada kadar air awal 12%.
(a) (b)
Gambar 9 Perubahan aktivitas air jagung pipilan dengan kadar air awal 12% (a) dan 16% (b) selama penyimpanan pada RH 50% ( ), 70% ( ), dan 90% ( )
22
lingkungannya sampai Aw kesetimbangannya tercapai. Akan tetapi, bila produk pangan yang memiliki Aw tinggi disimpan di lingkungan dengan kelembaban relatif yang lebih rendah, maka produk pangan tersebut akan melepas sebagian air dari pangan tersebut ke lingkungannya sampai Aw kesetimbangannya tercapai (Kusnandar 2010).
(a) (b)
Gambar 10 Perubahan aktivitas air tepung jagung dengan kadar air awal 9% (a) dan 12% (b) selama penyimpanan pada RH 50% ( ), 70% ( ), dan 90% ( )
Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan kadar air awal yang berbeda di awal penyimpanan, jagung pipilan dan tepung jagung mencapai Aw kesetimbangan yang serupa pada RH yang sama selama penyimpanan. Ketika jagung pipilan berkadar air awal 12% (Aw awal sebesar 0.67) dan jagung pipilan berkadar air awal 16% (Aw awal sebesar 0.77) disimpan pada kelembaban relatif yang sama yaitu pada RH 90%, maka jagung pipilan tersebut akan menyerap uap air dari lingkungan hingga mencapai Aw kesetimbangan yang serupa, yaitu Aw 0.83-0.87. Sementara itu, ketika disimpan di desikator dengan RH 50%, maka jagung pipilan tersebut akan melepas sebagian airnya ke lingkungan hingga dicapai Aw kesetimbangan yang serupa, yaitu Aw 0.43-0.46.
Demikian juga pada tepung jagung berkadar air awal 9% (Aw awal 0.38) dan tepung jagung berkadar air 12% (Aw awal 0.62), ketika disimpan dengan kelembaban relatif yang sama yaitu pada RH 90% akan menyerap uap air dari lingkungan hingga mencapai Aw kesetimbangan yang serupa, yaitu Aw 0.83-0.87. Sementara itu, tepung jagung berkadar air awal 12% ketika disimpan di RH 50% akan melepas sebagian airnya ke lingkungan hingga dicapai Aw kesetimbangannya, yaitu Aw 0.42-0.44 yang sama dengan Aw kesetimbangan tepung jagung berkadar air awal 9%. Akan tetapi tepung jagung berkadar air awal 9% ketika disimpan di desikator dengan RH 50% mencapai Aw kesetimbangan dengan cara menyerap uap air dari lingkungannya karena jumlah air di dalam bahan lebih sedikit daripada uap air di lingkungannya .
23
Perubahan Jumlah C. sakazakii pada Jagung Pipilan dan Tepung Jagung selama Penyimpanan
C. sakazakii pGFPuv pada jagung pipilan berkadar air awal 12% dan 16%
dan tepung jagung berkadar air awal 9% dan 12% mengalami penurunan selama penyimpanan pada tiga RH yang berbeda (Gambar 11 dan Gambar 12). Penurunan jumlah C. sakazakii pGFPuv pada RH 50% lebih lambat daripada RH
70% dan 90%. Pada 12 minggu penyimpanan, C. sakazakii pGFPuv yang
bertahan pada jagung pipil berkadar air awal 12% dan 16% berturut-turut sebesar 0.7±0.92 dan 2.5±0.11 log CFU/g, sedangkan pada RH 70% dan 90% sudah tidak ada bakteri C. sakazakii pGFPuv yang bertahan. Demikian juga pada tepung
jagung, C. sakazakii pGFPuv yang bertahan pada 16 minggu penyimpanan berkadar air awal 9% dan 12% berturut-turut sebesar 1.4±0.26 dan 2.2±0.21 log CFU/g, sedangkan pada RH 70% dan 90% sudah tidak ada bakteri C. sakazakii
pGFPuv yang bertahan.
(a) (b)
Gambar 11 Perubahan jumlah C. sakazakii pGFPuv pada jagung pipilan dengan
kadar air awal 12% (a) dan 16% (b) selama penyimpanan pada
nonparametrik dependent samples (Tabel 7), jumlah C. sakazakii pGFPuv yang