KOMUNIKASI KAUMBLATERDALAM MEMPERTAHANKAN TRADISI MADURA
(Studi pada kaumblaterdidesa Tobungan, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan)
SKRIPSI
OLEH
RUDY FERDITA ARI ANGGARA NIM 09220360
PROGAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Atas segala rahmat dan belas kasihnya yang
tak terhingga penyusun dapat menyelesaikan ritual akademik di penghujung
perjalanan panjang sebagai mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang.
Shalawat dan salam semoga terlimpah curah kepada junjungan baginda nabi
Rasulullah, Muhammad SAW.
Selanjutnya, penyusun ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah berjasa dalam
menyelesaikan skripsi ini. penghargaan dan ucapan terima kasih ini kamu
haturkan kepada:
1. Sugeng Winarno, MA selaku ketua progam studi ilmu komunikasi yang sudah berkenan membantu.
2. M. Himawan Sutanto, S.Sos. M.Si dan Nuruddun, S. Sos. M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penyusunan skripsi ini sampai selesai.
4. Kepada adik-adik yang telah menjadi motivasi dan penyemangat dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Kepada seseorang yaitu Zulfian Agustin yeng telah cukup banyak membantu dari awal sampai akhir tugas akhir ini.
Kepada mereka semua, penyusun hanya dapat berdo a dan berharap,
semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penyusun dicatat disisi
Allah sebagai amal shaleh dan mendapatkan balasan yang setimpal disisinya.
Penyusun sadar sepenuhnya, dalam skripsi ini masih banyak kekurangan
yang perlu ditambah dan dibenahi. Untuk itu penyusun mengharap kritik dan
masukan dari para pembaca. Akhirnya, sekali lagi terhadap semua pihak yang
telah berpartisipasi dalam proses perampungan skripsi ini, penyusun
mengucapkan banyak terima kasih. Dan semoga karya yang sangat sederhana
dan terbatas ini dapat memberikan barokah, manfaat didunia dan akhirat.
Amien.
Malang, 2014
DAFTAR ISI
Halaman
Judul ... i
Lembaran Persetujuan ... ii
Pernyataan Orisinalitas. ...iii
Lembaran pengesahan... ...iv
Berita Acara bimbingan... ...v
Kata Pengantar... . ...vi
Abstrak... ...viii
Daftar Isi ... ...x
Daftar Bahasa Daerah... . ...xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis dan Fungsi Komunikasi ... 10
2.2 Tradisi yang ada di Madura ... 18
2.3 Budaya Sebagai Identitas Masyarakat ... 28
2.4 Persepsi dalam Ilmu Komunikasi ... 31
2.5 Landasan Teori... 33
2.5.1 Mengkomunikasikan Identitas Melalui Komunikasi Antar Pribadi. ... 33
2.5.2 Mengkomunikasikan Identitas Melalui Komunikasi Kelompok... ... 38
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ... 42
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...42
3.3 Subjek Penelitian... 43
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 43
3.4.2 Observasi ... 44
3.4.3 Dokumentasi ...45
3.5 Analisis Data ... 46
3.6 Teknik Keabsahan Data ... 47
BAB 4 SAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengantar... .. .48
4.2 Profil Informan... .48
4.2.1 Informan I... ...48
4.2.2 Informan II... .49
4.2.3 Informan III...50
4.3 Analisis Data ... ...51
4.3.1 Identitas Sebagai Interaksi Sosial...51
4.3.2 Pandangan Negatif di Masyarakat. ...53
4.3.3 Aspek Emosional. ...54
4.3.4 Strategi Komunikasi dalam MengadakanRemo...55
4.3.5 Intensitas Komunikasi Kelompok ...56
4.3.6 Perilaku dalam Berkomunkasi... 57
4.3.7 Media Komunikasi SeorangBlater...58
4.3.8 Adaptif Media Komunikasi... .58
4.3.9 Jenis Komunikasi ...59
4.4 Penjelasan Teori . ...60
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan. ...63
5.2 Saran.. ...64
DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN
Daftar pustaka
Buku:
Ashadi, Makhfud (1992). Kosa Kata Bahasa Madura. Sumenep: Sarana Ilmu.
Bingin, Burhan 2010). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Cangara, Hafied (2007). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Devito, Joseph A. (1989). The Interpersonal Communition Book. Boston: Pearson Education.
Fattah, Zainal (1951). Sedjarah Pemerintahan Daerah-daerah Di Pulau Madura. Pamekasan: Pusara.
Koentjaraningrat (2002). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Litllejohn, Stephen W (20120. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika
Machmud, Muslimin (2011). Komunikasi Tradisional. Yogyakarta: Litera.
Marzuki, Moh (1995). Siri’ Bagian Kesadaran Hukum Rakyat Bugis Makasar.
Ujung Pandang: Hasanuddin University Press.
Morissan (2013). Teori Komunikasi (komunikator, pesan, percakapan, dan hubungan). Bogor: Ghalia Indonesia
Sendjaja, Sasa Djuarsa,1994,Pengantar Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka.
Sugiono (2009). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif: Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Wiyata, A. Latief (2002). Carok: Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura. Yogyakarta: LkiS.
Non Buku:
Aji (2009). http://www.academia.edu/4626796/definisi_kelompok. Diakses Kamis, 22 Oktober 2009. Dikutup Minggu 11 Mei 20014, 13.03 WIB
Apsari, Indri (2009). http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125230-
155.2%20IND%20g%20-%20Gambaran%20konsep%20-%20Metodologi.pdf . Diakses Rabu, 10 Juni 2009. Dikutip pada 27 mei 2013, 21.11 WIB
Kuswaraharja, Dadan (2009).
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pulau Madura yang terdiri dari empat kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan paling ujung timur Sumenep. Sebagian besar masyarakat Madura yang tinggal di Pulau Madura berkelompok membentuk perkampungan pertaniaan. Dimana masyarakat Madura sendiri yang bertani hanya sebagian kecil, karena tanahnya sendiri yang kering dan kurang subur. Sehingga panen yang paling besar dalam setiap musimnya adalah padi dan tembakau (De Jonge, 1998). Tetapi banyak juga masyarakat Madura yang menjadi nelayan, petani garam, dan pengrajin senjata tajam (alat dapur, pertanian, dan alat yang dibuat carok). Selain itu masyarakat Madura tidak sedikit yang keluar jawa sebagai penjual makanan khususnya sate. Masyarakat Madura memiliki sifat dan gaya hidup yang keras, kemungkinan besar ada kaitannya dengan kondisi alamnya yang kurang ramah.
Kekerasan dan religiusitas selalu dekat dengan citra simbolik orang Madura. padahal dua kosa kata tersebut secara arti memiliki kandungan makna yang berbeda bahkan saling bersebrangan diantara keduanya. Seseorang yang dalam sisi kehidupannya akrab dengan dunia kekerasan akan jauh dari sikap yang terpuji dan tidak pantas untuk ditiru. Sebaliknya, orang yang religius selalu membawa sikap hidup ke arah yang baik dan jauh dari perbuatan yang anarkis dan kekerasan.
etnik Madura dalam berperilaku dan berkehidupan di masyarakat. Siapa saja ketika mendengar kata Madura, akan muncul opini yang negatif yaitu kasar, sikap temperamen. Bahkan citra yang lebih melekat di masyarakat diluar Madura adalah kebudayaan carok dan celuritnya. Sudah banyak orang tahu jika carok sendiri bertolak belakang dengan ajaran agam islam, meskipun masyarakat Madura sendiri kental dengan ajaran agama islam pada umumnya, tetapi secara individu masih banyak yang memegang tradisi carok tersebut. Padahal dari kerasnya temperamen masyarakat Madura itu bisa berarti positif jika dilihat dari etos kerjanya. Kebanyakan dari mereka orang-orang yang suka bekerja keras dan pantang putus semangat, bahkan para wanitanya juga tidak segan-segan ikut bekerja keras untuk menunjang kebutuhan hidup.
Orang-orang Madura penganut Islam Sunni ortodoks. Dimana maksud dari Sunni ortodoks adalah suatu ajaran standar yang dianggap mewakili kebenaran. Kepala keluarga yang sudah berhasil melaksanakan kewajiban Rukun Islam ibadah haji, akan memperoleh kedudukan terhormat di mata masyarakat. Namun demikian, ada banyak di antara mereka yang mencari perlindungan kepada kekuatan gaib yang mengontrol roh yang jahat dan yang baik.
dapat berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi dan perluasan industri yang sekarang sedang dilakukan di kawasan pulau Madura khususnya.
Padahal masyarakat Madura sendiri bisa memperbaiki ekonominya melalui budaya, pariwisata, dan kulinernya. Keunikan tradisi dan budaya Madura dapat dikaji secara panjang lebar karena terdapat yang berbeda dari yang lain seperti kerapan sapi. Dimana Pulau garam yang lebih dikenalnya memiliki budaya yang khas, unik, dan identitas budayanya itu dianggap sebagai jati diri mereka. Misalnya kebudayaan kerapan sapi salah satunya. Siapapun yang mendengar kata kerapan sapi akan terbesit pulau Madura. kerapan sapi sendiri adalah sebuah perlombaan pacu atau adu cepat seperti perlombaan pacuan yang lain. Tetapi uniknya, kenapa kerapan sapi masih bisa bertahan sampai saat ini, dimana manusia sudah berkembang peradabannya yang semua serba teknologi. Selain itu mungkin masih banyak orang yang belum tahu bahwa kerapan sapi Madura menjadi inspirasi bagi Mahasiswa Munich University, Slavche Tanevsky. Dimana idenya di aplikasikan terhadap mobil sport dan berkolaborasi dengan desainer Lamborghini dan Audi untuk membuat Lamborghini Madura. Alasan kenapa Tanevsky menggunakan nama Madura sendiri, karena kedengarannya sangat menarik dan ketika mencari banteng terkenal, balapan banteng, tiba-tiba muncul nama Madura. Kuswaraharja (2009).
sehingga penyelesaiannya “celurit yang berbicara”. Hal ini dapat menguatkan
pandangan negatif masyarakat luar Madura.
Arti dari carok sendiri dimana dijadikan sebagai pemulihan harga diri (martabat) ketika diinjak-injak oleh orang lain, yang berhubungan dengan harta, tahta, tanah, dan wanita. Intinya adalah demi kehormatan. Dalam ungkapan Madura Lebbi Begus Pote Tollang atembang Pote Mata. (Lebih baik mati, dari pada hidup menanggung malu). Selain itu carok sendiri ternyata selalu mendapatkan dukungan dari lingkungan sosialnya (Wiyata, 2002).
Menurut De Jonge, 1993 dalam penelitiannya dilihat dari sisi ini, semua kasuscarok yang ada saat itu merupakan kasuscarokyang berencana. Menurut informasi yang diperoleh dilapangan, ada juga kasus carok yang dilakaukan secara spontan, yaitu ketika tiba-tiba terjadi perselisihan menyangkut pelecehan harga diri, maka seketika itu juga salah satu pihak yang berselisih menyerang (untuk membunuh) pihak yang lain.
Sehingga Latief Wiyata juga berpendapat dalam bukunya, nyekep sudah menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan oleh kaum laki-laki Madura, khususnya di pedesaan. Nyekepadalah bahasa Madura yang berarti membawa senjata tajam yang disembunyikan dibalik baju. Hal ini terbukti, setiap kali mereka meninggalkan rumah atau bepergian baik pada waktu pagi, siang, maupun sore hampir lupan membawa senjata tajam. Apa lagi ketika mereka memang sedang mempunyai musuh.
yang bisa muncul setiap saat dan tempat. Meskipun nyekep dilarang oleh pemerintah bahkan sampai ada hukuman penjaranya, Tetapi masyarakat Madura seakan tutup telinga dengan peraturan yang tertulis tersebut dan seakan kurang efektif untuk mengantisipasi terjadinyacarok.
Dalam buku Wiyata, 2002 tercatat pada tahun 2005 saja kasus-kasus carok sebanyak (60,4%) dengan latar belakang gangguan terhadap istri. (16,9%) berlatar belakang salah paham. Sedangkan masalah tanah atau warisan sebanyak (6,7%). Masalah utang piutang (9,2%), dan (6,8%) masalahnya melanggar kesopanan dijalan, dalam pergaulan dan sebagainya.
Dalam tradisicarokbanyak istilah yang mungkin sudah banyak orang yang tahu dan juga mungkin belum tahu. Selain nyekep, istilah blater dan remojuga ada hubungannya dengan tradisicarok.Blatersendiri memiliki arti yaitu seseorang yang perilakunya selalu cenderung mengarah ketindakan kriminalitas, seperti berjudi, mabuk-mabukan, dan main perempuan (Wiyata, 2002). Menurut Rozaki, 2009 mengartikan blater itu sendiri adalah sesepuh masyarakat sekitar (Madura). Tidak semua orang bisa disebut blater, karena hanya orang-orang tertentu yang bisa dijuluki dengan istilah kata tersebut. Maka bisa juga namablateradalah sebuah penobatan dari masyarakat dimana blater itu berada. Sebuah penobatan blater tentunya bermacam-macam, ada yang menobati karna kewibawaannya dan ada juga karena kabengalnah (keberaniannya). Bagi masyarakat Madurablater merupakan salah satu tokoh terpenting selain dari pada pemimpin yang formal maupun nonformal (kiyai).
lingkungan dengan latar belakang sosial keagamaan yang ketat (santri) atau lingkungan sosial blater. Tak jarang ditemukan pula, seorang yang sebelumnya santri di pondok pesantren dalam perjalanan hidupnya berubah menjadi blater.Blater yang memiliki latar belakang santri, umumnya pandai mengaji dan membaca kitab kuning. Bagi masyarakat Madura sendiri bukan sesuatu yang aneh bila seorang blater pandai mengaji dan membaca kuning, karena dalam tradisi masyarakat Madura pendidikan agama diajarkan secara kuat melalui langgar (musholla), masjid, dan lembaga pesantren yang bertebaran dihampir setiap kampung desa. Kontek ini pula yang membuat blater dengan latar belakang santri memiliki jaringan kultur dan tradisi menghormati sosok kiyai.
Kaum blater juga turut mewarnai politik kepemimpinan di pulau Madura sendiri. Hingga ada istilah yang jadi klebun (lurah) itu harus dari kalangan blater, jika kalau tidak maka akan banyak maling. Namun kenyataannya mesti kalanganblateryang menjadi lurah didesa tersebut masih banyak yang terjadi maling-maling sapi didesa tersebut. banyak klebun blater tersebut justru sibuk dengan remo dengan blater lainnya sehingga malas mengurus desanya. Bahkan yang paling parah justru terjadi sebagian lurah memelihara maling sapi untuk mencari keuntungannya sendiri.
gamelan. Dengan adanya hiburan tersebut, para peserta remo dapat menunjukkan kapasitasnya sebagai orang blater ketika tiba pada acara intinya, yaitu menari dengan jenis tarian tertentu sesuai dengan pilihannya. Para peserta remo sendiri yang hadir biasanya mencapai sampai ratusan orang.
Penyelengaraan remo ada kalanya dikaitkan dengan peristiwa carok oleh masyarakat Madura. Dimana ketika adaremoanggapan masyarakat akan terjadi carok, atau sebaliknya ketika ada carok akan segera diselenggarakan remo tersebut. Berdasarkan penjelasan ringkas di atas peneliti tertarik mengetahui lebih dalam tentang komunikasi kaum blater dalam mempertahankan remo. Dilihat dari banyaknya perserta dan masih adanya pagelaranremoitu sendiri peneliti beranggapan bahwa masih ada peranannya kaum blater dimasyarakat Madura itu sendiri. Selain itu peneliti ingin mengetahui lebih dalam lagi identitas seorang blater. Begitu juga dengan pandangan masyarakat terhadap blater tersebut, dimana masyarakat akan menganggapnya semakin perlu keberadaan dan juga akan banyak yang mendekati dan yang berlindung untuk maksud-maksud yang berbeda.
1.2 Rumusan masalah
Bagaimana komunikasi blaterdalam mempertahankan tradisi Madura (remo) khususnya di Desa Tobungan?
Dari rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tipe komunikasi apa yang digunakan oleh sesama kaumblateritu sendiri dan perilaku dalam mempertahankan tradisi Madura.
1.4 Manfaat 1. Akademik
Memberikan gambaran tentang komunikasi pada kaum blater dalam mempertahankanremo.
Menambah pengetahuan di bidang komunikasi dan memberikan informasi untuk penelitian selanjutnya.
2. Peneliti