• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ekstrak Nenas (Ananas Sativus) Sebagai Koagulan Terhadap Kualitas Lembaran Karet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Ekstrak Nenas (Ananas Sativus) Sebagai Koagulan Terhadap Kualitas Lembaran Karet"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI

KOAGULAN TERHADAP KUALITAS

LEMBARAN KARET

TESIS

Oleh

TEMALI HULU 117006010/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

(2)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

TEMALI HULU 117006010/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

(3)

Judul : PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS LEMBARAN KARET

Nama Mahasiswa : TEMALI HULU

Nomor Pokok : 117006010

Program Studi : Magister Ilmu Kimia

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Dr. Darwin Yunus Nasution, MS Ketua

Eddiyanto, Ph.D Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Dr. Sutarman, M.Sc

Tanggal lulus : 26 April 2013

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Darwin Yunus Nasution, MS Anggota : 1. Eddyanto, Ph.D

2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Prof. Dr. Thamrin, MSc

4. Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phil 5. Prof. Dr. Yunazar Manjang

(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAPKUALITAS

LEMBARAN KARET

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Perguruan Tinggi lain, dan

sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis

atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebut

sumbernya dalam daftar pustaka.

Medan, 26 April 2013

TEMALI HULU

(6)

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : TEMALI HULU, S.Pd

Tempat dan Tanggal Lahir : Ombolata, 22 S3ptember 1969

Alamat Rumah : Jl. Karet Gang IV No 2E Kelurahan Ilir

Gunungsitoli

Telepon / HP : 081 361 387 796

Email : benohulu@yahoo.co.id

Alamat Kantor : Jl. Nias Tengah Km. 7,5 desa Faekhu

Kecamatan Gunungsitoli Selatan

Telepon/Faks/HP : -

DATA PENDIDIKAN

SD : SD NEGERI 071150 Ombolata Alasa Tamat tahun : 1982

SMP : SMP Negeri 1 Alasa Tamat tahun : 1985

SMA : SMA Negeri 1 Gunungsitoli Tamat tahun : 1988

Strata-1 : IKIP Negeri Medan Tamat tahun : 1995

Strata-2 : Program Studi Magister Ilmu Kimia USU Tamat tahun : 2013

(7)

Segala sesuatu di jadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. (Yohanes 1 : 2)

Maka " Serahkan hidupmu kepada Tuhan, berharaplah Ia akan menolongmu." (Mazmur 37 : 5)

(8)

i

PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS

LEMBARAN KARET

ABSTRAK

Penggunanaan ekstrak nenas (Ananas Sativus) yang disimpan selama 1 hari (N-5), 3 hari (N-4), 5 hari (N-3), 7 hari (N-2), dan 9 hari (N-1), sebagai penggumpal karet alam telah diteliti. Kecepatan koagulasi masing-masing ekstrak nenas telah diuji dan dibandingkan dengan koagulan asam formit. Kadar kotoran, kadar abu, kadar nitrogen, kandungan zat mudah menguap, plastisasi retensi indeks (PRI) dan viskositas Mooney, dari seluruh koagulum yang menggunakan koagulan diatas, telah dianalisa sesuai dengan uji baku karet Indonesia. Hasil penelitian ini telah dibandingkan dengan gumpalan karet yang menggunakan asam formiat. Kecepatan koagulasi, dan kualitas terbaik diperoleh saat menggunakan ekstrak nenas N-1 sebagai koagulan dan hasil akhir produk ini adalah setara dengan SIR-20.

Kata Kunci : Ekstrak nenas, karet alam koagulan, asam formiat, SIR

(9)

ii

THE EFFECT OF PINEAPPLE (Ananas sativus) EXTRACT AS COAGULANT ON QUALITY OF RUBBER SHEET

ABSTRACT

Pineapple (Ananas sativus) extract kept for 1 day (N-5), 3 days (N-4), 5 days (N-3), 7 days (N-2), and 9 days (N-1) as coagulant of natural rubber have been carried out. Coagulation rate of each coagulant has been tested and they have been compared to formic acid. The impurity, ash, nitrogen, and organic volatile content, as well as retention plasticity index and Mooney viscosity of the rubber sheets produced have been analysed follow the Standard Indonesia Rubber (SIR). Those results were compared to the coagulated rubber sheet by using formic acid as coagulant. Coagulation rate and the best quality obtained when N-1 extract as coagulant and the final product is equal to SIR-20.

Keywords: pineapple extract, natural rubber, coagulant, formic acid, and SIR

(10)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala

limpahan rahmat dan karunia yang dianugerahkan, sehingga penulis dapat menyusun

penelitian Tesis ini, dengan judul "Pengaruh ekstrak nenas (ananas sativus) sebagai

koagulan terhadap kualitas lembaran karet". Pada kesempatan ini ucapan terima kasih

yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Bapak Komisi Pembimbing, yaitu

Bapak Dr. Darwin Yunus Nasution, MS selaku Promotor, dan Bapak Eddyanto, Ph.D

sebagai Co-Promotor atas segala bantuan, arahan dan bimbingan selama perencanaan

penelitian, pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian tesis ini. Ucapan terimakasih

yang setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M. & H,

M.Sc. (C.T.M), Sp.A. (K) yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk

mengikuti program pendidikan Magister dalam bidang Ilmu Kimia pada FMIPA

USU.

2. Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas bantuan dan

izin belajar untuk mengikuti Program S-2 Ilmu Kimia.

3. Ketua Program Studi S-2 dan S-3 Ilmu Kimia FMIPA USU, Prof. Basuki

Wirjosentono, MS, Ph.D dan Bapak Sekretaris Program S-2 dan S-3 Ilmu Kimia,

Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc atas segala fasilitas dan bantuan yang

diberikan kepada penulis.

4. Tim penguji, Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, Prof. Dr. Thamrin, MSc,

Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phil dan Prof. Dr. Yunazar Manjang yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan penilaian maupun saran-saran untuk

perbaikan tesis ini.

5. Bapak/Ibu Dosen Pascasarjana Ilmu Kimia yang telah membimbing dan

memotivasi saya sampai selesainya Tesis ini.

6. Kepala Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU dan Kepala serta seluruh staf

Laboratorium Pusat Penelitian Karet Sungei Putih yang telah memberikan

(11)

iv

bantuan dan fasilitas dalam melakukan penelitian teisis ini.

7. Wali kota Gunungsitoli dan Kepala Dinas Pendidikan kota Gunungsitoli atas

kesempatan serta dukungan luar biasa yang diberikan kepada saya selama

mengikuti pendidikan di Pascasarjana USU Medan.

8. Secara khusus kepada Bapak Saharman Gea, Ph.D yang telah banyak

memberikan bantuan kepada penulis selama perkuliahan di FMIPA USU.

9. Rekan-rekan mahasiswa Pacasarjana Jurusan Ilmu kimia FMIPA USU yang telah

banyak membantu dalam penyelesaian Tesis ini.

10. Teristimewa kepada istri tercinta Irene Magdalena Zega, SE yang sangat

mendukung dan memotivasi saya dalam penulisan Tesis ini dan ketiga buah hati

tercinta, Bernath Bronsted Hulu, Jeverson Benediktus Hulu dan Reinhard Teir

Wilson Hulu sebagai sumber inspirasi saya.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih kurang sempurna oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca demi

kesempurnaan Tesis ini.

Penulis,

Temali Hulu

(12)

v

2.1.1. Peranan Karet Alam Dalam Perekonomian Nasional 10

2.1.2. Prospek Perdagangan Karet Alam 11

2.1.3. Jenis-Jenis Karet Alam 12

2.2. Kemantapan dan Penggumpalan Lateks 15

(13)

vi

3.3.2. Menentukan Pengaruh Lama Pemyimpanan Ekstrak

Nenas Terhadap Kecepatan penggumpalan Lateks Segar 37

3.3.3. Penetapan Kadar Kotoran [ISO 249-1987 ( E ) J 38

4.3. Karakterisasi Koagulum Lateks Segar 54

4.3.1. Kadar Kotoran Koagulum Lateks Segar 54

4.3.2. Kadar Abu Koagulum Lateks Segar 57

(14)

4.3.3. Kadar Nitrogen Koagulum Lateks Segar 60

4.3.4. Kadar Zat Menguap Koagulum Lateks Segar 63

4.3.5. Penetapan Platisitas Index Retention (PRI) 66

4.3.6. Penetapan Viskositas Mooney 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 74

5.1. Kesimpulan 74

5.2. Saran 74

Daftar Pustaka. 75

Lampiran

(15)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel. 2.1. Komposisi Karet Alam 9

Tabel 2.2. Skema Persyaratan Mutu Karet Indonesia 20

Tabel. 2.3. Kandungan Gizi Buah Nenas 31

Tabel 2.4. Kandungan Bromelin dalam Tanaman Nenas 32

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran pH Ekstrak Nenas 49

Tabel. 4.2. Lama Penggumpalan Lateks Segar 51

Tabel. 4.3. Perbandingan Selisih Lama Penggunpalan Ekstrak Nenas

Dengan Asam Formiat 53

Tabel 4.4. Kadar Kotoran Koagulum Lateks Segar 55

Tabel 4.5. Perbandingan Selisih Kadar Kotoran Koagulum Lateks Segar 57

Tabel 4.6. Kadar Abu Koagulan Lateks Segar 58

Tabel 4.7. Perbandingan Selisih Kadar Abu Koagulum Lateks Segar 59

Tabel 4.8. Kadar Nitrogen Koagulum Lateks Segar 61

Tabel 4.9 Perbandingan Selisih Kadar Nitrogen Koagulum Lateks Segar 63

Tabel 4.10 Kadar Zat Menguap Koagulum Lateks Segar 64

Tabel 4.11 Perbandingan Selisih Kadar Zat Menguap Koagulum Lateks Segar 66

Tabel 4.12. Nilai PRI Koagulum Lateks Segar 67

Tabel 4.13 Perbandingan Perbedaan Nilai PRI Koagulum Lateks Segar 69

Tabel 4.14 Nilai Viskositas Mooney Koagulum Lateks Segar 70

Tabel 4.15 Perbandingan Selisih Nilai Vr Koagulum Lateks Segar 74

(16)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1.1. Karet dan Kolam Penyimpanan Karet di Nias 6

Gambar 2.1. Rumus Struktur Kimia Karet Alam 8

Gambar 2.2. Partikel Karet 10

Gambar 2.3. Kebun Karet Alam 11

Gambar 2.4. Hidrolisa Protein 23

Gambar 2.5. Bagian-bagian Buah Nenas 29

Gambar 3.1. Contoh Potongan Uji Untuk Plastisitas 41

Gambar 4.1. Nenas 48

Gambar 4.2. Rumus Bangun Asam Sitrat 50

Gambar 4.3. Grafik Lama Penggumpalan Lateks Segar 52

Gambar 4.4. Penggumpalan Lateks Segar 53

Gambar 4.5. Koagulum 54

Gambar 4.6. Grafik Kadar Kotoran Kaogulum Lateks Segar 56

Gambar 4.7. Grafik Kadar Abu Kaogulum Lateks Segar 58

Gambar 4.8. Grafik Kadar Nitrogen Koagulum Lateks Segar 61

Gambar 4.8. Grafik Kadar Zat Menguap Kaogulum Lateks Segar 65

Gambar 4.8. Grafik Plasitisitas Retention Indek (PRI) Lateks Segar 68

Gambar 4.9. Grafik Viskositas Mooney Kaogulum Lateks Segar 71

(17)

i

PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS

LEMBARAN KARET

ABSTRAK

Penggunanaan ekstrak nenas (Ananas Sativus) yang disimpan selama 1 hari (N-5), 3 hari (N-4), 5 hari (N-3), 7 hari (N-2), dan 9 hari (N-1), sebagai penggumpal karet alam telah diteliti. Kecepatan koagulasi masing-masing ekstrak nenas telah diuji dan dibandingkan dengan koagulan asam formit. Kadar kotoran, kadar abu, kadar nitrogen, kandungan zat mudah menguap, plastisasi retensi indeks (PRI) dan viskositas Mooney, dari seluruh koagulum yang menggunakan koagulan diatas, telah dianalisa sesuai dengan uji baku karet Indonesia. Hasil penelitian ini telah dibandingkan dengan gumpalan karet yang menggunakan asam formiat. Kecepatan koagulasi, dan kualitas terbaik diperoleh saat menggunakan ekstrak nenas N-1 sebagai koagulan dan hasil akhir produk ini adalah setara dengan SIR-20.

Kata Kunci : Ekstrak nenas, karet alam koagulan, asam formiat, SIR

(18)

ii

THE EFFECT OF PINEAPPLE (Ananas sativus) EXTRACT AS COAGULANT ON QUALITY OF RUBBER SHEET

ABSTRACT

Pineapple (Ananas sativus) extract kept for 1 day (N-5), 3 days (N-4), 5 days (N-3), 7 days (N-2), and 9 days (N-1) as coagulant of natural rubber have been carried out. Coagulation rate of each coagulant has been tested and they have been compared to formic acid. The impurity, ash, nitrogen, and organic volatile content, as well as retention plasticity index and Mooney viscosity of the rubber sheets produced have been analysed follow the Standard Indonesia Rubber (SIR). Those results were compared to the coagulated rubber sheet by using formic acid as coagulant. Coagulation rate and the best quality obtained when N-1 extract as coagulant and the final product is equal to SIR-20.

Keywords: pineapple extract, natural rubber, coagulant, formic acid, and SIR

(19)

1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan‐peralatan yang

menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu

tempat. Peningkatan kebutuhan tersebut secara langsung menunjukkan peningkatan

kebutuhan karet alam.

Menurut data International Rubber Study Goup (2007), dalam kurun waktu 5

tahun terakhir konsumsi karet alam di dalam negeri meningkat rata-rata sebesar

10,98 % per tahun, sedangkan di dunia internasional meningkat rata-rata 4,72 % per

tahun. Peningkatan harga minyak bumi yang sangat tajam di pasaran internasional,

menyebabkan permintaan terhadap karet alam naik pesat, karena karet sintetis yang

bahan bakunya berasal dari fraksi minyak bumi harganya ikut meningkat tajam.

Terkait dengan hal itu beberapa lembaga perkaretan internasional memprediksi

permintaan karet alam dunia ke depan akan meningkat lebih tinggi yaitu pada tahun

2007 diperkirakan sebesar 6,2 % dan tahun 2008 sebesar 7,5 %.

Indonesia adalah pemilik lahan terluas perkebunan karet di dunia. Namun bila

dibandingkan dengan negara lain produsen karet seperti Malaysia dan Thailand,

tingkat produktivitas karet di tanah air jauh lebih rendah, baik dalam kuantitas

maupun kualitas. Thailand menjadi negara produsen karet terbesar diperkirakan

mencapai 3,47 juta ton pada tahun ini disusul Indonesia. Sedangkan Malaysia

menempati posisi ketiga sebanyak 1,10 juta ton, India 893.000 ton, Vietnam 780.000

ton dan China 679.000 ton. Untuk itu upaya meningkatkan produktivitas harus

senantiasa dilakukan sehingga mampu bersaing dan juga memberi sumbangan berarti

bagi kesejahteraan petani karet.

Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk

penanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas

area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang

(20)

tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet

milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar

milik swasta. (Depperindag. 2007). Total produksi karet saat ini sekitar 2.5 juta

ton/tahun. Jumlah ini tentu akan bisa ditingkatkan dengan memberdayakan

lahan-lahan kosong yang (apabila) masih tersedia dan disertai dengan perbaikan system

tanam yang lebih produktif. Namun, selain upaya perluasan lahan, inovasi

peningkatan mutu dan pemberian nilai tambah secara ekonomi pada produk-produk

karet terus dilakukan sehingga produk-produk tersebut dapat dimanfaatkan dalam

berbagai bidang, bahkan menjadi komponen barang-barang berteknologi tinggi.

Permasalahan lain dari pengembangan industri karet adalah relatif masih

tingginya jumlah impor produksi barang-barang karet dan masih rendahnya

produktivitas tanaman karet, karena belum menggunakan klon unggul, masih

rendahnya kualitas bahan olahan karet yang menyebabkan rendahnya kualitas karet

remah (crumb rubber), masih rendahnya kualitas SDM petani dalam budi daya

tanaman, pra panen, pasca panen dan pengolahan primer, serta masih lemahnya

kelembagaan petani dan kemitraan usaha serta akses permodalan yang menyebabkan

rendahnya posisi tawar petani dalam perolehan harga yang sesuai (masih sekitar 60%

harga FOB).

Disisi lain, tuntutan konsumen terhadap standar mutu suatu produk sudah tidak

bisa dihindarkan lagi. Pengawasan mutu dalam kegiatan penerapan jaminan mutu,

merupakan langkah penting bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pengakuan formal

terkait dengan konsistensi standar mutu produk yang dihasilkan. Pemerintah Republik

Indonesia telah mengeluarkan Permentan No 38 Tahun 2008 tentang Pedoman

Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olahan Karet (Bokar) serta Permendag No 53

Tahun 2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olahan Komoditi Ekspor Standard

Indonesia Rubber yang diperdagangkan, maka kebijakan tersebut harus

ditindaklanjuti dengan pengawasan mutu agar bokar yang diperdagangkan dapat

memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan.

(21)

3

Tanaman perkebunan yang ada di Kabupaten Nias adalah Tanaman Perkebunan

Rakyat dengan komoditi kelapa, karet, nilam, cokelat, pinang, kopi, dan cengkeh. Hal

ini terlihat dari banyaknya rumah tangga yang mengusahakan tanaman perkebunan

rakyat. Komuditi utama produk perkebunan di Nias adalah karet dan kopra. Khusus

produksi karet di Kabupaten Nias dari tahun ke tahun terus meningkat, pada tahun

2009 tercatat 52.470 Ton dan produksi tahun 2011 sebanyak 59.060 Ton (BPS

Kabupaten Nias, 2012).

Kualitas karet rakyat Nias relatif rendah dibanding kualitas karet dari daerah lain.

Rendahnya kualitas karet rakyat Nias disebabkan oleh rendahnya SDM petani karet

tentang kualitas dan cara mengolah karet yang bernilai ekonomi tinggi, terutama cara

penggumpalan dan penyimpanan karet sebelum dijual. Petani karet di Nias,

menyimpan karet hasil kebunnya di dalam kolam berlumpur dengan asumsi berat

karet yang akan dijual tidak berkurang bahkan akan bertambah. Penanganan karet

seperti ini tentu akan menurunkan kualitas karet itu sendiri.

Ketebalan koagulum dan penyimpanan di dalam kolom berlumpur dapat

mempengaruhi kandungan air karet, yang memudahkan berkembangnya

mikroorganisma pengurai protein dan hidrokarbon karet yang mengakibatkan

berbagai efek yang tidak diinginkan, antara lain mengurangi modulus. Ketebalan

bahan olah karet selain menunjukan tingkat kandungan lateks pada bahan olah karet

juga menunjukkan spesifikasi mutu dan penggunaan bahan olah karet. Semakin tipis

(ketebalan kecil) maka semakin tinggi mutu bahan olah karet, hal ini disebabkan pada

bahan olah karet yang tipis memiliki jumlah kadungan air yang kecil.

Selain itu, petani karet di Nias sering menggunakan koagulan yang tidak

disarankan industri (asam formiat dan asam cuka), ada yang menggunakan asam

sulfat, ekstrak buah nenas, parutan buah nenas, air sisa pembusukan sisa makanan

yang dikumpulkan dan juga ada yang menggunakan pupuk urea.

Adapun penyebab petani menggunakan koagulan yang tidak disarankan oleh

industri yakni mahalnya harga asam formiat dan asam cuka serta sulit

(22)

mendapatkannya, selain disebabkan rendahnya pemahaman petani cara penanganan

yang baik terhadap lateks hasil penyadapan.

Hasil penelitian uji penggunaan berbagai jenis koagulan terhadap mutu bahan

olah karet (Hevea brasiliensis), koagulum lateks dengan koagulan ekstrak nenas

memiliki volume yang lebih besar dibanding koagulan lainnya, hal ini disebabkan

pada koagulum yang dihasilkan bahan ekstrak nenas masih banyak mengandung air

di dalam bahan olah karetnya. Koagulan ekstrak nenas memiliki sifat menahan air

yang memudahkan berkembangnya mikroorganisme pengurai protein dan

hidrokarbon karet. (Saputra, 2012).

Dalam rangka peningkatan mutu karet alam di Kabupaten Nias dan mengatasi

sulitnya mendapatkan koagulan yang disarankan industri, maka perlu dilakukan

kajian dan penelitian koagulan alternatif yang tersedia di daerah Nias. Penggunaan

ekstrak nenas sebagai koagulan perlu dilakukan kajian dan penelitian karakteristik

sifat fisik dan kimia ekstrak buah nenas, dan karakteriasi dari lembaran karet yang

dihasilkan, yang meliputi kadar abu, kadar kotoran, kadar nitrogen, kadar zat

menguap, plasiticity retention index (PRI) dan viskositas mooney.

1.2. Rumusan Massalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik sifat fisik dan kimia ekstrak buah nenas setelah

disimpan dalam udara terbuka dan tertutup dengan variasi interval waktu ?

2. Adakah pengaruh lamanya penyimpanan ekstrak nenas sebagai koagulan lateks

terhadap kecepatan penggumpalan lateks ?

3. Adakah perbedaan kualitas karet olahan yang menggunakan koagulan ekstrak

buak nenas bila dibandingkan dengan kualitas karet yang menggunakan koagulan

asam formiat sebagi koagulan yang direkomendasikan ?

4. Bagaimana kualitas karet olahan dari Kabupaten Nias yang menggunakan

ekstrak nenas sebagai koagolan dapat memenuhi standar mutu karet Indonesia ?

(23)

5

1.3. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini yang menjadi batas permasalahan berupa:

1. Bahan baku (raw material) dalam penelitian ini adalah ekstrak nenas (Ananas

sativus) yang sudah matang jenis Cayene

2. Ekstrak nenas dihasilkan dari buah nenas (kulit dan daging buah).

3. Koagulum karet yang dianalisa adalah koagulum karet yang menggunakan

koagolan ekstrak nenas yang disimpan selama 1, 3, 5, 7 dan 9 hari, serta asam

formiat.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan ekstrak nenas terhadap

keasaman ekstrak nenas dan pengaruhnya terhadap kecepatan penggumpalan

karet

2. Untuk mendapatkan alternatif koagulan karet alam yang terdapat di daerah

3. Untuk mengetahui perbandingkan kualitas mutu lembaran karet yang

digumpalkan dengan ekstrak nenas (Ananas sativus) dengan yang digumpalkan

dengan asam formiat.

4. Untuk mengetahui kualitas mutu lembaran karet yang digumpalkan dengan

ekstrak nenas (Ananas sativus) yang mengacu pada standar mutu karet Indonesia

( Standard Indonesia Rubber / SIR )

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain :

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi dunia

industri, ilmu pengetahuan, dan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui

peningkatan kualitas karet dan bahan olahan karet Nias melalui pemanfaatan sumber

daya alam.

(24)

1.6. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan penelitian meliputi :

1. Mempelajari dan mengati bagaimana proses penanganan karet rakyat dan bahan

olahan karet di Nias

2. Mempelajari jenis-jenis kontaminan yang ada di dalam pengolahan bahan baku

karet dan bahan olahan karet di Nias.

3. Mempelajari kandungan zat kimia yang terdapat pada buah tanaman nenas

(Ananas sativus)

4. Mengusulkan alternatif teknik koagulasi dengan koagulan alternatif dan

pemprosesan bahan olahan karet menjadi karet yang bermutu.

5. Analisa kualitas lembaran karet yang menggunakan penggumpal ekstrak nenas

(Ananas sativus) .

Gambar 1.1. Karet dan Kolam Penyimpanan Karet di Nias

(25)

7

karet alam telah dimanfaatkan secara meluas pada pembuatan ban, selang, sepatu, alat

rumah tangga, olah raga, peralatan militer dan kesehatan.

Karet alam yang berwujud cair disebut lateks. Lateks merupakan suatu cairan

yang berwarna putih atau putih kekuning-kuningan, yang terdiri atas partikel karet

dan bahan non karet yang terdispersi di dalam air (Triwiyoso et al., 1995). Lateks

segar pada umumnya berupa cairan susu, tetapi kadang-kadang sedikit berwarna,

tergantung dari klon (varietas) tanaman karet.

Lateks atau getah karet terdapat di dalam pembuluh-pembuluh lateks yang

letaknya menyebar secara melingkar di bagian luar lapisan kambium. Lateks

diperoleh dengan membuka atau menyayat lapisan korteks. Penyayatan lapisan

korteks tanaman karet dikenal sebagai proses penyadapan, yaitu suatu tindakan

membuka pembuluh lateks agar lateks yang terdapat di dalam tanaman dapat keluar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi lateks adalah penyadapan, arah dan sudut

kemiringan irisan sadap, panjang irisan sadap, letak bidang sadap, kedalaman irisan

sadap, frekuensi penyadapan dan waktu penyadapan. Lateks hasil penyadapan dikenal

dengan nama lateks kebun (Junaidi, 1996).

Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang merupakan polimer alam hasil

penggumpalan lateks alam dan merupakam makromolekul poliisoprena (C5H8)n yang

bergabung secara ikatan kepala ke ekor (head to tail). Menurut Honggokusumo

(1978), bahan penyusun karet alam adalah isoprena C5H8 yang saling berikatan secara

kepala ke ekor 1,4 membentuk poliisoprena (C5H8)n , dimana n adalah derajat

polimerisasi yang menyatakan banyaknya monomer yang berpolimerisasi membentuk

polimer

(26)

Karet alam mempunyai struktur molekul cis-1,4-polyisoprena. Umumnya berat

molekulnya berkisar 104-107 dan indeks distribusi berat molekul diantara 2.5 sampai

10. Dengan kelenturan rantai molekul yang tinggi, karet alam memiliki elastisitas

luar biasa, ketahanan leleh yang tinggi, dan kehilangan histerisis yang rendah. Di saat

yang sama streoregulitas tinggi dari struktur molekul karet alam menyebabkan

ketegangan pada daerah kristal yang berakibat pada kemampuan memperkuat diri

sendiri yang ditandai dengan menjadi naiknya kemampuan tarik, ketahanan koyak

(tear strength) dan ketahanan gores. Selain itu, sifat di atas membuat karet alam

mudah untuk diproses. Rumus bangun molekul isoprena (2-metil-1,3-butadiena) dan

cis-1,4 poliisoprena adalah sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1

H2C C CH CH2

CH3

(a)

H3C H H3C H

C = C C = C

H2C CH2 H2 C CH2

(b)

Gambar 2.1. Rumus Struktur Kimia Karet Alam. (a) 2-metil-1,3-butadiena, (b) cis-1,4 poliisoprena

Komposisi karet alam secara umum adalah senyawa hidrokkarbon, protein,

karbonhidrat, lipida, persenyaan organik lain, mineral, dan air. Besarnya persentase

dari masing-masing bagian tersebut tidak sama, tergantung pada cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan. Menurut Surya (2006), komposisi karet alam sebagai

berikut :

(27)

9

Tabel. 2.1.Komposisi Karet Alam (Surya , 2006)

No Komponen Komponen dalam

latex segar (%)

Komponen dalam latex kering (%)

1 Karet Hidrokarbon 36 92-94

2 Protein 1,4 2,5-3,5

3 Karbohidrat 1,6 -

4 Lipida 1,6 2,5-3,2

5 Persenyawaan Organik Lain 0,4 -

6 Persenyawaan Anorganik 0,5 0,1-0,5

7 Air 58,5 0,3-1,0

Menurut Triwiyoso dan siswanto (1995), lateks terdiri atas partikel karet dan

bahan bukan karet yang terdispersi di dalam air dengan jumlah yang relatif kecil.

Untuk mengetahuinya, lateks hevea di pusingkan delam alat pemusing ultra dengan

kecepatan ± 18.000rpm selama 15 menit. Lateks terdiri dari empat fraksi, yaitu fraksi

karet (37%), fraksi frey wyssling, fraksi serum (48%) dan fraksi dasar (15%).

Menurut Tanaka (1998), partikel karet terdidi atas hidrokarbon yang diselimuti

oleh fosfolipida dan protein dengan diameter 0,1 µ m - 1,0 µm. Partikel karet tersebar

secara merata (tersuspensi) dalam serum lateks dengan ukuran 0,04 -3,0 mikron atau

0,2 milyar partikel karet per mililiter lateks. Partikel karet memiliki bentuk lonjong

sampai bulat. Bobot jenis lateks 0,045 pada suhu 70 0F, serum 1,02 dan karet 0,91.

Perbedaan bobot jenis dapat menyebabkan terjadinya pemisahan pada permukaan

lateks. Bentuk partikel karet dapat ditunjukkan pada gambar 2.2 di bawah ini.

(28)

Gambar 2.2 Partikel Karet (Tanaka, 1998)

2.1.1 Peranan Karet Alam Dalam Perekonomian Nasional

Karet memiliki berbagai peranan penting bagi Indonesia, antara lain : (a) Sumber

pendapatan dan lapangan kerja penduduk; (b) Sumber devisa negara dari ekspor

non-migas; (c) Mendorong tumbuhnya agro-industri di bidang perkebunan; dan (d)

Sumber daya hayati dan pelestarian lingkungan. Luas areal tanaman karet pada tahun

2006 sekitar 3,31 juta hektar, dengan produksi 2,64 juta ton atau 27,3% produksi

karet alam dunia (9.2 juta ton), menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil

karet alam terbesar kedua setelah Thailand (IRSG, 2007). Pada tahun 2005, karet

mampu menghasilkan devisa hingga US $ 2,58 milyar, naik menjadi US $ 3,77

milyar pad tahun 2006, menempatkan karet sebagai komoditas penghasil devisa

terbesar diantara komoditas perkebunan. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun

terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985

menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995 dan 2,29 juta ton pada tahun 2006. Pendapatan

devisa dari komoditi ini pada tahun 2005 mencapai US$ 2,58 milyar, dan meningkat

tajam menjadi US $ 4,36 milyar pada tahun 2006 seiring dengan melonjaknya harga

karet dari 1,2 USD/kg hingga sekitar 2 USD/kg pada tahun 2006 (Depperind, 2007).

Bagi perekonomian nasional, karet merupakan komoditas perkebunan yang

sangat penting. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga

memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas,

pemasok bahan baku karet dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan

sentral-sentral ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan karet. Karet

(29)

11

bersama-sama dengan kelapa sawit merupakan dua komoditas utama penghasil devisa

terbesar dari subsektor perkebunan. dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, karet

menyumbang devisa dari 25% hingga 40% terhadap total ekspor produk perkebunan.

Gambar 2.3KebunKaret Alam

Disamping sebagai penghasil devisa ekspor, perkebunan karet sebagian besar

merupakan perkebunan rakyat dengan rata-rata luas kepemilikan relatip kecil, tetapi

merupakan sumber mata penghasilan bagi berjuta-juta keluarga petani karet. Pada

tahun 2006, luas areal perkebunan rakyat mencapai tidak kurang dari 85%, sisanya

merupakan perkebunan Negara dan Swasta. Dari total produksi, hampir 76% nya

berasal dari perkebunan rakyat.

2.1.2. Prospek Perdagangan Karet Alam

Hasil kajian para pakar memperlihatkan bahwa prospek perdagangan karet alam

dunia sangat baik. Dalam jangka panjang, perkembangan produksi dan konsumsi

karet menurut ramalan ahli pemasaran karet dunia yang juga Sekretaris Jenderal

International Rubber Study Goup, Dr. Hidde P. Smit, mennunjukkan bahwa konsumsi

karet alam akan mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari 8,5 juta ton di

tahun 2005, naik menjadi 9,23 pada tahun 2006, dan diprediksi menjadi 11,9 juta ton

pada tahun 2020. Sementara itu produksi karet alam dunia sebesar 8,5 juta ton pada

tahun 2005, naik menjadi 9,18 juta ton pada tahun 2006, diprediksi menjadi 11,4 juta

(30)

ton di tahun 2020. Harga karet alam di pasar dunia juga diprediksikan tetap bertahan

pada level di atas US $ 1 per kg, bahkan pada tahun 2013 diperkirakan bisa

menembus US $ 2,4 per kg dan bahkan level harga tersebut telah dicapai pada tahun

2006 ini. Pada tahun 2020 diperkirakan harga karet alam di pasaran dunia tetap

bertahan pada angka US $ 1,9 per kg. Timbulnya peningkatan konsumsi karet alam di

negara-negara Asia disebabkan makin meningkatnya perkembangan industri ban dan

komponen industri lainnya. Konsumsi karet alam dan karet sintetik dunia yang pada

tahun 2004 baru mencapai 20,03 juta ton akan meningkat mencapai 28,67 juta ton

pada tahun 2020, diantaranya 11,9 juta ton karet alam. Indonesia diharapkan dapat

memasok 3,5 juta ton pada tahun 2020.

IRSG berpendapat bahwa pada jangka panjang diperkirakan terdapat kekurangan

pasok yang tidak saja disebabkan oleh permintaan dunia yang meningkat dengan

cepat tetapi juga 2 diantara 3 negara penghasil karet alam yaitu Malaysia dan

Thailand yang merupakan negara dengan ekonomi yang berkembang cepat, mungkin

menjadi generasi baru dari Newly Industrialized Countries (NICs), sehingga kedua

negara akan meninggalkan agobisnis karet. Indonesia diharapkan dapat mengisi

kekurangan pasok untuk kebutuhan dunia.

2.1.3. Jenis-Jenis Karet Alam

Karet merupakan polimer yang bersifat elastis, sehingga dinamakan pula sebagai

elastomer. Saat ini karet digolongkan atas karet sintetik dan karet alam. Karet sintetik

dibuat secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Contoh karet sintetik yang kini

banyak beredar adalah SBR (Strirene Butadiene Rubber), NBR (Nitrile Butadiene

Rubber), karet silikon, Urethane, dan karet EPDM (Ethilena Propilena Di Monomer).

Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon Hevea Braziliensis. Karet

alam memiliki berbagai keunggulan dibanding karet sintetik, terutama dalam hal

elastisitas, daya redam getaran, sifat lekuk lentur (flex-cracking) dan umur kelelahan

(fatigue). Berdasarkan keunggulan tersebut, maka saat ini karet alam sangat

dibutuhkan terutama oleh industri ban.

(31)

13

Berdasarkan cara pengolahan dan jenis bahan baku penggumpalan, karet alam

dibedakan dalam 2 golongan :

1. Karet konvensional.

Karet konvensional adalah karet yang tingkatan mutunya ditetapkan berdasarkan

sifat-sifat visual, seperti warna, kotoran, gelembung udara, jamur dan noda-noda lain.

Sesuai dengan mutu, sifat visual dan cara pengepakan, karet alam terdiri dari 8 tipe

(Anonim, 2012), yaitu :

Karet spesifikasi teknis adalah karet yang diolah dalam bentuk karet remah dan jenis

mutunya ditetapkan berdasarkan pengujian sifat-sifat teknis sesuai dengan rumusan “

International Standard Organization “, yaitu mencakup kadar kotoran, kadar abu,

kadar tembaga, kadar mangan, kadar zat yang mudah menguap, kadar nitrogen, PRI

dan karakteristik vulkanisasi (curing characteristics). Di Indonesia karet spesifikasi

teknis ini dikenal sebagai SIR (Standars Indonesian Rubber), yang ditetapkan oleh

Menteri Perdagangan dan Perindusterian Republik Indonesia dan mengacu kepada

perkembangan teknologi serta permintaan konsumen. Selain itu mengenal lateks

kebun yang berwarna putih kekuning-kuningan, diperoleh dari pohon Hevea

brasiliensis. Komponen utamanya adalah karet (36%, b/b), protein (2%, b/b), air

(59%, b/b), damar (1%, b/b), abu (0,5%, b/b), dan gula (1,5%, b/b). Angka-angka

tersebut diatas tidak tetap, tergantung pada beberapa faktor seperti jenis klon karet,

(32)

keadaan tanah, keadaan cuaca, keadaan iklim, musim dan lain sebagainya. Hasil

pengolahan lateks kebun secara teknis pemusingan kimiawi, dengan menambahkan

bahan penggumpal asam organik seperti asam formiat dan asam asetat pada pH

sekitar 4,5 menghasilkan lateks pekat dengan kadar karet kering 60 % dan mutunya

memenuhi spesifikasi teknis yang mengacu kepada American Society for Testing and

Material D 1076 (ASTM.D.1076) atau International Organization for Standardization

2004 (ISO. 2004). Berdasarkan kadar amonia yang terdapat dalam lateks pekat kita

mengenal : Lateks pekat amonia rendah (Low Ammonia) adalah lateks pekat yang

mengandung amonia maksimum 0,29%, lateks pekat amonia tinggi (High Ammonia)

adalah lateks pekat yang mengandung amonia maksimmum 0,60%.

Dewasa ini karet alam diproduksi dalam berbagai jenis, yakni lateks pekat, karet

sit asap, karet krep dan crumb rubber.

a) Lateks pekat diolah langsung dari lateks kebun melalui proses pemekatan yang

umumnya secara sentrifugasi sehingga kadar airnya turun dari sekitar 70%

menjadi 40-45%. Lateks pekat banyak dikonsumsi untuk bahan baku sarung

tangan, kondom, benang karet, balon, kateter, dan barang jadi lateks lainnya.

Mutu lateks pekat dibedakan berdasarkan analisis kimia antara lain kadar karet

kering, kadar NaOH, Nitrogen, MST dan analisis kimia lainnya.

b) Karet sit asap atau dikenal dengan nama RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan karet

krep (creep) digolongkan sebagai karet konvensional, juga dibuat langsung dari

lateks kebun, dengan terlebih dulu menggumpalkannya kemudian digiling

menjadi lembaran-lembaran tipis, dan dikeringkan dengan cara pengasapan untuk

karet sit asap, dan dengan cara pengeringan menggunakan udara panas untuk

karet krep. Mutu karet konvensional dinilai berdasarkan analisis visual

permukaan lembaran karet. Mutu karet akani makin tinggi bila permukaannya

makin serag, tidak ada gelembung, tidak mulur, dan tidak ada kotoran serta

teksturnya makin kekar/kokoh.

c) Crumb rubber (karet remah) digolongkan sebagai karet spesifikasi teknis

(TSR=Technical Spesified Rubber), karena penilaian mutunya tidak dilakukan

(33)

15

secara visual, namun dengan cara menganalisis sifat-sifat fisiko-kimianya seperti

kadar abu, kadar kotoran, kadar N, plastisitas Wallace dan viskositas Mooney.

Crumb rubber produksi Indonesia dikenal dengan nama SIR (Standard

Indonesian Rubber). Saat ini umumnya (SIR 10 dan 20) dibuat dari lump atau

sleb dari perkebunan rakyat. Disebabkan bahan bakunya kotor, maka proses

pengolahan dipabrik crumb rubber melibatkan berbagai peralatan pengecilan

ukuran (size reduction) dan pencucian.

2.2 Kemantapan dan penggumpalan Lateks

Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloidnya stabil, yaitu tidak terjadi koagulasi

atau penggumpalan selama penyimpanan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

kestabilan lateks tersebut adalah sebagai berikut :

1) Ada kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum)

misalnya assosiasi komponen-komponen bukan karet pada permukaan

partikel-partikel karet.

2) Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri (Robert, A. D., 1988).

Disamping kedua faktor di atas ada tiga faktor lain yang dapat menyebabkan

sistem koloid partikel-partikel karet menjadi tetap stabil, yaitu :

1) Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak

menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut.

2) Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang menghalangi

terjadinya penggabungan partikel-partikel karet tersebut.

3) Energi bebas antara permukaan yang rendah.

Sistem koloid lateks terbentuk karena adanya lapisan lipida yang teradsorpsi

pada pernukaan partikel karet (lapisan primer) dan lapisan protein pada lapisan luar

(lapisan sekunder) memberikan muatan pada permukaan partikel koloid. Penambahan

bahan pengawet ammonia dan bahan pemantap ammonium laurat akan

menyempurnakan lapisan pelindung tersebut (Ompusunggu, M dan A. Darussamid,

1989).

(34)

Penggumpalan atau koagulasi lateks merupakan peristiwa perubahan fasa sol ke

fasa gel dengan pertolongan bahan penggumpal. Kemantapan koloid lateks

merupakan hal yang penting untuk mengetahui sifat-sifat fisis dan kimia lateks.

Menurut Honggokusumo (1978), kemantapan lateks dipengaruhi oleh tiga faktor

yaitu gerak Brown, muatan listrik dan dehidrasi.

Lateks dapat menggumpal secara alami (spontaneus coagolation) apabila setelah

penyadapan lateks dibiarkan. Menurut Goutara et. al (1985), peristiwa spontaneus

coagolation dapat dihindari dengan penambahan bahan pengawet (anti Koagulan).

Bahan yang sering digunakan pada lateks dalah NH3. Anti koagulan tersebut

berfungsi untuk menaikkan pH lateks, sehingga dapat meningkatkan kemantapan

lateks dan juga berfungsi sebagai bakterisida.

Menurut Barney (1973), penggumpalan lateks dapat terjadi karena penurunan

muatan listrik dan dehidrasi. Penggumpalan lateks dapat berlangsung dengan

penambahan elektrolit, penambahan zat aktif permukaan dan pengaruh enzim. Dilain

pihak, Honggokusumo (1978) menyatakan bahwa penggumpalan lateks mengikuti

prinsip dehidrasi, dilakukan dengan menambahkan bahan yang menyerap lapisan

molekul air disekeliling partikel karet yang bersifat sebagai selaput pelindung.

Penurunan pH dalam lateks terjadi karena terbentuknya asam-asam yang

dihasilkan oleh bakteri, pelepasan serum B dari fraksi dasar yang sifatnya relatif asam

atau oleh penambahan asam. Penambahan asam akan menyebabkan turunnya pH

sampai pada titik isoelektrik (4,7), yang dapat menyebabkan partikel-partikel karet

kehilangan muatan atau netral, sehingga tidak terdapat lagi daya tolak

partikel-partikel karet yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya penggumpalan.

Penggumpalan diawali dengan flokulasi yaitu interaksi antara partikel karet dengan

partikel karet lainnya selanjutnya terjadilah koagulasi.

Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil

penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Hal ini pertama-tama

berlaku untuk alat-alat yang digunakan dalam pekerjaan penggumpalan lateks

bersentuhan dengannya. Selain dari kemungkinan pengotor lateks oleh

(35)

17

kotoran yang kelak sukar dihilangkan, kotoran tersebut dapat pula menyebabkan

terjadinya prokougulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai di pabrik untuk

diolah.

Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan.

Dalam keadaan tertentu, pada saat penggumpalan lateks biasa juga menggunakan

obat anti koagulasi (antikoagulan) untuk mencegah terjadinya prokougulasi. Tetapi

penggunaan anti koagulasi ini harus dibatasi sampai batas sekecil-kecilnya, karena

biasanya cukup besar dan kadang-kadang lateks yang dibubuhi antikoagulan

memerlukan obat koagulan (misalnya asam semut) yang terpaksa kadarnya harus

dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi juga dapat

menghambat proses pengeringan (Setyamidjaja, 1993).

Penggumpalan dengan cara penetralan muatan dalam lateks dapat juga terjadi

dengan sendirinya akibat kontaminasi dengan mikroba yang terdapat disekelilingnya.

Mikroba ini merombak senyawa-senyawa bukan karet seperti karbohidrat, protein

atau lipid menghasilkan lemak eteris (asam asetat dan asam propionat).

Penggumpalan dapat juga terjadi dengan cara dehidrasi yaitu dengan penambahan

alcohol yang bersifat menarik air. Penggumpalan dapat juga dilakukan dengan

penambahan larutan elektrolit bermuatan positif yang menetralkan muatan negatif

dari sistem koloid seperti kalsium dan magnesium (Roberts, 1988)

Adapun bahan-bahan penggumpal lateks yang sering digunakan adalah asam

asetat (CH3COOH) dan asam formiat (HCOOH). Pada waktu penggumpalan lateks

harus diperhatikan hal-hal berikut :

1) JumLah asam yang harus sesuai dengan yang dianjurkan yaitu 20 mL

CH3COOH 2,5% atau 20 mL HCOOH 2% tiap 1 liter lateks.

2) Pengadukan harus hati-hati dan sempurna karena dapat menyebabkan gelembung

udara, ketebalan dan kekerasan koagulum yang tidak merata.

(36)

2.3. Kontaminasi Pada Bahan Olah Karet

Lateks sebagai sumber pertama dari bahan baku crumb rubber sesungguhnya

merupakan material alam yang sangat bersih, bahkan mengandung bahan-bahan yang

berperan penting dalam menjaga mutunya agar tetap baik. Didalam lateks, selain

hidrokarbon karet (polimer poliisoprena), terkandung juga berbagai senyawa penting

antara lain lipid dan protein. Lipid berperan sebagai antioksidan, yakni bahan

pencegah terjadinya oksidasi terhadap molekul karet. Sedangkan protein, selain

berfungsi sebagai penstabil sistem koloid lateks juga berperan sebagai bahan yang

mempercepat proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. Masuknya

kontaminan ke dalam karet, akan merusak bahan-bahan alami tersebut . Kontaminasi

terhadap sesuatu produk diartikan sebagai pencemaran. Dengan demikian kontaminan

bisa didefinisikan sebagai zat pencemar, karena berdampak buruk terhadap mutu,

seperti bersifat meracuni, produk menjadi cepat busuk, merusak tekstur, warna, dan

kerusakan mutu lainnya. Demikian pula untuk karet, kontaminan bisa menyebabkan

karet mudah teroksidasi, memperlemah elastisitas, menurunkan kekuatan tarik, dan

ketahanan sobek dari vulkanisatnya.

Sebagai contoh kasus untuk karet, tawas sebagai koagulan bisa dianggap sebagai

kontaminan, karena didalam tawas terkandung logam alkali yang bersifat sebagai

pro-oksidan, serta berdampak menahan air yang memudahkan berkembangnya

mikroorganisme pengurai protein dan hidrokarbon karet. Itulah sebabnya mengapa

koagulan yang disarankan hingga kini adalah asam semut, asam cuka atau asam

lemah lainnya. Koagulan-koagulan tersebut tidak berbahaya, bahkan meningkatkan

mutu karena bersifat mendorong air/serum untuk segera keluar dari koagulum.

Contoh lain yang sering terjadi di dalam bahan baku crumb rubber adalah sering

masuknya pasir dan tatal ke dalam bokar secara sengaja maupun tidak disengaja.

Untuk mengeluarkan kedua zat pengotor tersebut diperlukan serangkaian proses

pengecilan dan pencucian yang banyak memerlukan air, listrik dan waktu proses.

(37)

19

Dengan demikian, kontaminan tidak hanya berpengaruh langsung terhadap mutu

produk, namun juga memerlukan biaya ekstrak untuk membersihkannya.

2.4. Standart Mutu Karet Indonesia

Pengawasan mutu dalam kegiatan penerapan jaminan mutu karet, merupakan

langkah penting bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pengakuan formal terkait

dengan konsistensi standar mutu produk yang dihasilkan. Pemerintah Republik

Indonesia melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah mengeluarkan SNI

06-1903-2000 tentang StandardIndonesia Rubber (SIR)

Standar ini meliputi ruang Iingkup, definisi, penggolongan, bahan olah, syarat

ukuran, syarat mutu, pengbilan contoh, cara uji, pengemasan, syarat penandaan dan

catatan umum Standard Indonesian Rubber (SIR).

Standard Indonesian Rubber adalah karet alam yang diperoleh dengan

pengolahan bahan olah karet yang berasal dari getah batang pohon Hevea Brasiliensis

secara mekanis dengan atau tanpa bahan kimia, serta mutunya ditentukan secara

spesifikasi teknis.

SIR digolongkan dalam 6 jenis mutu yaitu:

1) SIR 3 CV ( Constant Viscosity )

2) SIR 3 L ( Light )

3) SIR 3 WF ( Whole Field )

4) SIR 5

5) SIR 10

6) SIR 20

Syarat mutu karet yang telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia

melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) dengan mengeluarkan SNI

06-1903-2000 tentang Standard Indonesia Rubber (SIR), ditunjukkan dalam Tabel 2.2. di

bawah ini.

(38)

Tabel 2.2. Skema Persyaratan Mutu Karet Indonesia

1 Kadar Kotoran (b/b) % Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03

2 Kadar Abu (b/b) % Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.75 Maks 1.00

3 Kadar Zat Menguap (b/b) % Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80

4 P R I - Min 60 Min 75 Min 75 Min 70 Min 60 Min 50

5 Po - - Min 30 Min 30 Min 30 Min 30 Min 30

6 Nitrogen (b/b) % Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60

7 Kemantapan

- Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan

13 Warna Pita Plastik - Jingga Transparan Putih Susu/

Transparan

*) Tanda Pengenal Tingkatan Batasan Viskositas Mooney :

CV — 50 45 — 55

CV — 60 55 — 65

CV — 70 65 — 75

'*) Informasi mengenai cure diberikan dalam bentuk rheogaph sebagai standard

non—mandatory. (SNI 06-1903-2000)

(39)

21

2.4.1 Kadar Kotoran

Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325

mesh. Adanya kotoran didalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat

dinamika yang unggul darl vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul dan

ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga mengganggu pada pembuatan

vulkanisat tipis

Potongan uji untuk penetapan kadar kotoran perlu ditipiskan lagi untuk

memudahkan pelarutan. Potongan uji yang telah digiling ulang, dilarutkan didalam

pelarut yang mempunyai titik didih tinggi, disertai penambahan suatu zat untuk

memudahkan larutnya karet (rubber peptiser). Larutan kotor yang tertinggal

kemudian dituangkan melalui saringan 325 mesh. Kotoran yang tertinggal pada

saringan setelah dikeringkan didalam oven, kemudian ditimbang setelah didinginkan.

Hasil pelaksanaan pengujian yang baik, dapat dilihat dari mudah bergeraknya

kotoran kering didalam saringan

Kadar kotoran dapat dihitung dengan rumus :

Kadar kotoran =

x

100 % ...(2.1)

dengan:

A = bobot saringan berikut kotoran

B = bobot saringan kosong

C = bobot potongan uji

2.4.2 Kadar Abu

Abu didalam karet terjadi dari Oksida, Karbonat dan Fosfat dari Kalium, Magnesium,

Kalsium, Natrium dan beberapa unsur lain dalam jumlah yang berbeda-beda. Abu

dapat pula mengandung silicat yang berasal dari karet atau benda asing yang jumlah

kandungannya bergantung pada pengolahan bahan mentah karet.

(40)

Tingginya kadar abu dapat disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang

mengandung kalsium tinggi, musim gugur (dimana daun akan membusuk). Kadar abu

ini dapat tinggi akibat perlakukan yang tidak dianjurkan misalnya penggumpalan

lateks dengan menggunakan ammonium sulfat mengakibatkan kadar abu karet kering

tinggi.

Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu, dimana makin besar tinggkat

pengolahan maka kadar abu semakin rendah, misalnya lateks yang digumpalkan

tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang lebih tinggi dari pada dengan

pengenceran. Dengan kata lain semakin encer lateks yang digumpalkan maka

semakin rendah kadar abu karet yang diperoleh karena sebagian besar akan tercuci

bersama serum (Kartowardoyo, 1980).

Abu dari karet memberikan sedikit gambaran mengenai jumlah bahan mineral

didalam karet. Beberapa bahan mineral didalam karet yang meninggalkan abu dapat

mengurangi sifat dinamika yang unggul seperti kalor timbul ( heat build - up) dan

ketahanan retak Ientur (flex cracking resistance) dari vulkanisat karet slam.

Kadar abu dapat dihitung dengan rumus :

Kadar Abu =

x

100 % ...(2.2)

dengan

A = bobot cawan berikut abu

B = bobot kosong

C = bobot potongan uji

2.4.3. Kadar Nitrogen

Karet alam pada umumnya memiliki kadar nitrogen yang cukup tinggi, yang besarnya

berpengaruh terhadap sifat teknis karet. Menurut Alfa et al (1998), tingginya kadar

nitrogen akan mempengaruhi karakteristik vulkanisasi dan sifat vulkanisat karet.

Kandungan nitrogen karet alam terdapat dalam bentuk protein. Menurut Yapa dan

(41)

23

Yapa (1984), hidrolisis protein dapat dilakukan dengan metode kimiawi dan metode

enzimatis.

Menurut Johnson dan Peterson (1974), cara efisien untuk menghidrolisis protein

adalah dengan menggunakan enzim protease. Enzim protease atau proteolitik adalah

enzim yang dapat menguraikan atau memecahkan protein. Protease termasuk dalam

kelas utama enzim hidrolase yang mengkatalisis reaksi reaksi hidrolisis. Menurut

Winarno (1989), reaksi kalalisis enzim protease adalah menghidrolisis ikatan peptida

pada protein. Reaksi hidrolisisi protein dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4.Hidrolisa Protein (Winarno, 1989)

Nitrogen terdapat di dalam karet terutama berasal dari protein dan dapat

digunakan sebagai petunjuk besarnya kadar protein. Walaupun banyaknya nitrogen

bergantung pada jenis protein, diperkirakan kadar protein = 6,25 x kadar nitrogen,

tetapi tidak dapat dianggap sebagai kadar protein yang sebenarnya. Karet Skim

mengandung kadar nitrogen yang tinggi. Nitrogen ditetapkan dengan cara semimikro

Kjeldahl. Karet dioksidasi dengan pemanasan oleh campuran katalis dan asam sulfat

pekat, yang merubah senyawaan nitrogen menjadi ammonium hidrogensulfat. Setelah

suasana dirubah menjadi basa, amonia dipisahkan dengan destilasi uap dan diikat

oleh larutan standar asam borat, kemudian dititer dengan larutan standar asam sulfat.

Kadar nitrogen dapat dihitung dengan rumus :

Kadar Nitrogen =

-

x

100 % ...(2.3)

(42)

dengan :

V1 = mL H2SO4 untuk titrasi larutan berisi contoh

V2 = mL H2SO4 untuk titrasi larutan blanko

N = Normalitas H2SO4

W = bobot contoh (g)

2.4.4. Kadar Zat Menguap

Zat menguap di dalam karet sebagian besar terdiri dari uap air dan sisanya adalah

zat-zat lain seperti serum yang mudah menguap pada suhu 100 0C. Kadar zat menguap

adalah bobot yang hilang dari potongan uji setelah pengeringan.

Adanya zat yang mudah menguap di dalam karet, selain dapat menyebabkan bau

busuk, memudahkan tumbuhnya jamur yang dapat menimbulkan kesulitan pada

waktu mencampurkan bahan-bahan kimia ke dalam karet pada waktu pembuatan

kompon tersebut terutama untuk pencampuran karbon black pada suhu rendah.

Kadar zat menguap dapat dihitung dengan rumus :

Kadar Zat Menguap =

x

100 % ...(2.4)

dengan :

A = bobot cawan berikut contoh sebelum dipanaskan

B = bobot cawan berikut contoh setelah dipanaskan

C = bobot potongan uji

2.4.5. Plastisitas Retention Index

Plasticity Retention Index (PRI) adalah cara pengujian yang sederhana dan cepat

untuk mengukur ketahanan karet terhadap degadasi oleh oksidasi pada suhu tinggi.

Oksidasi karet oleh udara (O2) terjadi pada ikatan rangkap molekul karet, yang akan

berakhir dengan pemutusan ikatan rangkap karbon-karbon sehingga panjang rantai

polimer semakin pendek.

(43)

25

Terputusnya rantai polimer pada karet mengakibatkan sifat karet menjadi rendah.

Bila nilai PRI diketahui, dapat diperkirakan mudah atau tidaknya karet mudah

menjadi lunak atau lengket jika lama disimpan atau dipanaskan. Hal ini berhubungan

dengan vulkanisasi karet pada pembuatan barang jadi, agar diperoleh sifat dari barang

jadi karet yang lebih kuat.

Tinggi rendahnya nilai PRI dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan

dan proses pengolahan karet. Terdapatnya nilai PRI yang rendah, disebabkan karena

terjadinya reaksi oksidasi pada karet. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

oksidasi pada karet antara lain adalah:

a). Sinar Matahari

Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang menggiatkan terjadinya

oksidasi pada karet apabila bahan baku lateks dan koagulum tekena langsung

oleh sinar matahari, hal ini ditandai dengan mengeringnya kulit permukaan lateks

dan koagulum.

b. Pengenceran lateks dan Koagulum

Pengenceran lateks dengan penambahan air yang terlalu banyak dan perendaman

dengan air yang terlalu lama yang tujuannya untuk mencuci kotoran-kotoran

yang melekat pada koagulum. Hal ini akan menurunkan konsentrasi zat-zat

non-karet didalam lateks seperti terlarutnya asam-asam amino yang berfungsi sebagai

anti oksidasi dan dapat juga berfungsi sebagai bahan pemacu cepat pada

pembuatan barang jadi karet yang selanjutnya menurunkan PRI pada karet.

c. Zat-zat pro-oksidasi (tembaga atau mangan)

Kandungan ion-ion log seperti Cu, Mg, Mn, dan Ca berkolerasi dengan kadar abu

didalam analisa karet. Kadar abu diharapkan rendah karena sifat logam tembaga

(Cu) dan mangan (Mn) adalah zat pro-oksidasi yang dalam bentuk ion

merupakan katalis reaksi oksidasi pada karet sehingga dalam jumlah yang

melewati batas konsentrasinya akan merusak mutu karet, sehingga oksidasi

dipercepat dan mengakibatkan nilai PRI karet menjadi rendah.

(44)

d. Pengeringan karet

Penguraian molekul karet oleh reaksi oksidasi dapat pula terjadi bila karet

dikeringkan terlalu lama dan temperatur pengeringan yang dipakai adalah 127oC, dengan waktu pengeringan 2 - 4 jam tergantung pada jenis alat pengeringan.

Nilai PRI akan turun bila terjadi ikatan silang (Storage Hardening) didalam lateks

kebun dan diantara butiran-butiran karet hasil pengeringan. Ikatan silang terjadi

pada pembentukan gel secara perlahan-lahan sehingga butiran-butiran karet

menjadi melendir dan lengket-lengket. Hal ini akan menyebabkan plastisitas

karet Po karet, maka akan merubah nilai PRI karet sehingga menjadi

turun.(Oppusunggu, 1998)

Nilai PRI yang tinggi menunjukkan bahwa karet tahan terhadap oksidasi

khususnya pada suhu tinggi, sebaliknya karet dengan nilai PRI rendah akan peka

terhadap oksidasi dan pada suhu tinggi cepat lunak. Faktor utama yang

mempengaruhi nilai PRI adalah perimbangan prooksidan dan anti oksidan dalam

karet. (Wadah, 1991)

Pengujian ini meiiputi pengujian plastisitas Wallace dari potongan uji sebelum

dan sesudah pengusangan didalam oven. Nilai PRI diukur dari besarnya keliatan

karet mentah yang masih tertinggal apabila sampel karet tersebut dipanaskan didalam

oven selama 30 menit pada suhu 140 oC. Nilai PRI adalah persentase keliatan karet

sesudah dipanaskan dan ditentukan dengan alat ukur Wallace Plastimeter.

Suhu dan waktu pengusangan diatur sedemikian rupa sehingga dapat

memberikan perbedaan yang nyata dari berbagai jenis karet mentah. Nilai PRI yang

tinggi menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap degadasi oleh oksidasi.

Besarnya nilai plasticity retention index (PRI) dapat dihitung dengan rumus :

Plasticity Retention Index (PRI) =

x

100 ...(2.5)

dengan :

(45)

27

Po = Plastisitas awal

Pa (P30) = Plastisitas setelah pengusangan selama 30 menit

2.4.6. Viskositas Mooney

Viskositas Mooney karet alam (Heave Brasiliensi) menunjukkan panjangnya rantai

molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya.

Pada umumnya semakin tinggi berat molekul (BM) hidrokarbon karet semakin

panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran dengan dengan

kata lain karetnya semakin kental dan keras, sebaliknya karet yang memiliki

viskositas sangat rendah akan memberikan sifat karet jadi lembek dan kuat. Dalam

pembuatan ban dari karet alam dengan berat molekul tinggi cukup menarik karena

sifat fisika ban yang dihasilkan seperti daya kenyal, tegangan tarik, perpanjangan

putus dan sebagainya cukup baik.

Karet mempunyai nilai viskositas yang berbeda-beda dan nilai ini naik terus

selama penyimpanan atau disebut juga dengan pengerasan selama penyimpanan.

Karet yang sudah direaksikan dengan bahan kimia ini akan mempunyai nilai

viskositas yang tetap dan tidak berubah lagi untuk beberapa waktu. Karet yang

mempunyai viskositas konstan disebut viscosity stabilized rubber.

Viskositas dari karat pada umumnya di uji dengan alat ' Mooney Viscometer'

yang prinsip kerjanya adalah memutarkan sebuah rotor yang berbentuk silinder

didalam karat tersebut. Makin besar viskositas karet, makin besar pula perlawanan

yang diberikan oleh karet tersebut kepada rotor. Besarnya torak yang dialami oleh

sumbu rotor diukur oleh sebuah pegas yang berbentuk U dan dihubungkan dengan dengan mikrometer yang mempunyai skala 0 — 100.

(46)

2.5. Tanaman Nenas

2.5.1. Ciri-ciri Tanaman Nenas

Nanas (Ananas sativus) adalah sejenis tumbuhan tropis yang berasal dari Brazil,

Bolivia dan Paraguay. Tumbuhan ini termasuk dalam familia nanas-nanasan (Famili

Bromeliaceae). Perawakan tumbuhannya rendah, dengan 30 atau lebih daun yang

panjang, berujung tajam, tersusun dalam bentuk roset mengelilingi batang yang tebal

(Wikipedia, 2013).

Tanaman nanas yang berusia satu sampai dua tahun, tingginya 50- 150 cm,

mempunyai tunas yang merayap pada bagian pangkalnya. Daun berkumpul dalam

roset akar, dimana bagian pangkalnya melebar menjadi pelepah. Daun berbentuk

seperti pedang, tebal dan liat, dengan panjang 80-120 cm dan lebar 2-6 cm, ujungnya

lancip menyerupai duri, berwarna hijau atau hijau kemerahan. Buahnya berbentuk

bulat panjang, berdaging, dan berwarna hijau, jika masak warnanya menjadi kuning,

rasanya asam sampai manis (Dalimartha, 2001).

Menurut Muchtadi et al. (1994), buah nenas termasuk buah non klimaterik, yaitu

buah yang dipetik saat masak dan tidak mengalami kenaikkan respirasi yang cepat

selama pematangan . Tanaman nenas tumbuh dengan baik pada daerah tropis dengan

ketinggian 100 m sampai 800 meter di atas permukaan laut dengan suhu antara 21 oC

sampai 27 oC, curah hujan rata-rata 1000 mm sampai 1500 mm (Muljohardjo, 1984).

Tanah yang cocok untuk pertumbuhan nenas adalah tanah berpasir yang kaya akan

bahan organik dengan pH kurang dari 5,5 dan kandungan garam rendah.

Buah yang dihasilkan dari tanaman nenas merupakan buah majemuk berbentuk

slinder dengan bobot berkisar 0,5 kg sampai 3,0 kg. Panjang buah nenas berkisar

antara 10 cm sampai 14 cm dengan lingkar buah antara 30 cm sampai 36 cm

(Hudayah dan Hansani, 1981). Pada umumnya buah nenas memiliki daging buah

yang relatif tebal, tidak berbiji dan penuh kelopak yang berdaging. Bagian-bagian

buah nenas dapat dilihat pada Gambar 2.5

(47)

29

Gambar 2.5. Bagian-bagian Buah Nenas (Dull, 1971)

1. Mahkota 5. Kulit

2. Hati 6. Kelopak

3. Kelanjar madu 7. Daun pelindung

4. Plasenta 8. Tangkai

2.5.2. Klasifikasi Tanaman Nenas

Klasifikasi tanaman nanas adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Bromeliales

Famili : Bromiliaceae

Genus : Ananas

Species : Ananas sativus (Wikipedwia Indonesia, 2010).

2.5.3. Jenis-Jenis Nanas

Berdasarkan habitat tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal 4 jenis

golongan nanas, yaitu:

a. Cayenne

Daun halus, ada yang berduri dan ada yang tidak berduri, ukuran buah besar,

silindris, mata buah agak datar, berwarna hijau kekuning-kuningan, dan rasanya

agak masam.

(48)

b. Queen

Daun pendek dan berduri tajam, buah berbentuk lonjong mirip kerucut sampai

silindris, mata buah menonjol, berwarna kuning kemerah-merahan dan rasanya

manis.

c. Spanyol

Daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar.

d. Abacaxi

Daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida.

Varietas nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayene dan

Queen. Golongan Spanish dikembangkan di Kepulauan India Barat, Puerto Riko,

Meksiko dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia (Santoso,

2010).

2.5.4. Kandungan Gizi Buah Nanas

Buah Nenas dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kulit buah, daging buah dan hati

buah. Kandungan kimia buah nenas dari bagian buah yang dapat dimakan sangat

bervariasi tergantung daerah pertumbuhan, kondisi sebelum panen dan kondisi

sesudah panen. Menurut Samson (1980) buah nenas mengandung protein 0,4%, gula

12-15% (2/3 bagian sukrosa), asam 0,6% (terbanyak 85% asam sitrat), air 80-85%,

abu 0,5%, lemak 0,1%, serat kasar dn vitamin.

Menurut Wirakusumah (2000) kandungan gizi dalam 100 g buah nanas adalah

sebagai berikut :

(49)

31

Tabel 2.3.Kandungan Gizi Buah Nenas

No. Unsur Gizi Jumlah

1. Kalori (kal) 50,00

2. Protein ( g ) 0,40

3. Lemak ( g ) 0,20

4. Karbohidrat (g) 13,00

5. Kalsium (mg) 19,00

6. Fosfor (mg) 9,00

7. Serat (g) 0,40

8. Besi (g) 0,20

9. Vitamin A (IU) 20,00

10. Vitamin B1 (mg) 0,08

11. Vitamin B2 (mg) 0,04

12. Vitamin C (mg) 20,00

13. Niacin (g) 0,20

Menurut Dull (1971) , asam organik utama yang terdapat dalam buah nenas

adalah asam sitrat, yang merupakan asam tidak menguap yang terbanyak dalam buah

nenas. Selain asam sitrat, dalam buah nenas juga terdapat asam malat dan asam

oksalat. Vitamin yang bayak terdapat dalam buah nenas adalah vitamin C, yang

besarnya dipengaruhi oleh tingkat kematangan , bagian daging buah dan varietas.

Pigmen yang terdapat dalam buah nenas adalah karoten dan xantofil yang

keduanya berperan dalam memberikan warna buah, Kandungan pigmen karoten

dalam buah nenas lebih besar dibandingkan dengan pigmen xantofil.

2.5.5. Ekstrak Nenas

Sari buah nenas atau ekstrak buah nenas merupakan cairan hasil pemerasan dengan

tekanan atau alat mekanis yang dikeluarkan dari bagian buah yang dapat dimakan.

Cairan tersebut dapat keruh atau bening tergantung dari jenis yang digunakan.

Gambar

Tabel 2.2. Skema Persyaratan Mutu Karet Indonesia
Gambar 2.4. Hidrolisa Protein (Winarno, 1989)
Gambar 2.5. Bagian-bagian Buah Nenas (Dull, 1971)
Tabel 2.3. Kandungan Gizi Buah Nenas
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Zona panas di masa lampau ditunjukkan oleh anomali Hg tanah berada di sekitar manifestasi batuan teralterasi pada daerah Wirogomo, Gunungapi Kendil, hingga Sepakung yang

Analisis uji t untuk menguji signifikan secara parsial yaitu gaya kepemimpinan, promosi jabatan, dan kompensasi finansial terhadap kinerja karyawan ( Y ) PT Grand Mega

Berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme sehingga dapat meningkatkan jumlah ion logam dalam air. Limbah ini berasal dari industry

Kadar air biji kacang hijau berkisar 5-15%, pada kadar air ini kelembaban terlalu rendah untuk berlangsungnya metabolisme sehingga tahap perkecambahan adalah kadar air

Berdasarkan hasil analisis data mengenai pengaruh kepemimpinan, kepuasan kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan, maka dapat diambil kesimpulan sebai berikut:

Pengaruh Kualitas penyajian Laporan Keuangan, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Aksesibilitas Laporan keuangan Terhadap Akuntabilitas Keuangan Daerah Pada Satuan

Print Out Laporan Utang Berdasarkan Tanggal Jatuh Tempo..

Pemilihan Kode dalam Masyarakat Bilingual pada Masyarakat Melayu Sambas di Kota Pontianak dalam Lingkungan Pendidikan (Studi Kasus dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di