M U SI K SAM PAH AN AK J ALAN AN T H E BAM BOES
AN ALI SI S ST RU K T U R DAN T EK S
Skripsi Sarjana
DIKERJAKAN
O L E H
SULAIMAN HAOJAHAN SIANTURI
NIM : 010707021
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Segenap puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
Penulisan skripsi ini berjudul Musik Sampah Anak Jalanan The Bamboes,
Analisis Struktur dan Teks, merupakan persyaratan yang harus dipenuhi sebagai
sebagai tugas akhir yang diajukan guna memperoleh gelar sarjana pada departemen
Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara Medan.
Pertama sekali penulis menghaturkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada
orang tua tercinta, bapak Hilarius Sianturi dan mamak Sabenna Simbolon yang senantiasa
tak putus asa mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga
penulis ucapkan kepada adikku tercinta Denny Paskah Sianturi yang selalu memberikan
bantuan dalam segala hal kepada penulis, juga kepada (almarhum) uda Olda yang tak
jemu-jemu selalu memberi dukungan . Terimakasih juga buat kakak Rische, abang Sahat
dan Johannes, juga adikku Tunggul.
Rasa terimakasih yang tulus penulis haturkan kepada Bapak Prof.Drs Mauly
Purba.M.A.Phd, selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dra. Frida Deliana Msi selaku
pembimbing II dalam membimbing penulis dengan tekun, sabar dan pengertian dalam
proses penyelesaian skripsi ini, juga buat Ibu Heristina Dewi yang selalu memberikan
nasehat dan semangat, buat dosen-dosen Etnomusikologi yang telah mengajar penulis
selama ini, juga buat rekan-rekan Dota yang setia menemani penulis.
Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan buat informan Eko yang telah banyak
yang ada di kota Medan dan anak jalanan Rumah Musik khususnya, kalian orang yang
terbaik yang hidup di dunia ini.
Terimakasih juga penulis ucapkan buat pacarku Darlia Yap, yang selalu
menemani penulis kemanapun, memberikan semangat, membantu penulis dalam
mencarikan data, membelikan obat dikala sakit, dan tak henti menasehati penulis,
memang orang yang sangat menyanyangi penulis dalam situasi apapun.
Terimakasih juga buat rekan-rekan si gaor-gaor, Simon, Markus, Pay, dan Okta,
yang selalu mengganggu penulis hingga susah untuk tidur, juga buat semua rekan-rekan
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini sangat jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan disana-sini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
dari segenap pembaca.
Akhirnya penulis mengharapkan kiranya buku ini dapat berguna bagi pembaca
sekalian.
Medan, February 2008
Sulaiman Haojahan Sianturi
ABSTRAKSI
Sulaiman H. Sianturi. NIM 010707021
MUSIK SAMPAH ANAK JALANAN THE BAMBOES
ANALISIS STRUKTUR DAN TEKS
Skripsi ini akan membahas tentang musik sampah yang dimainkan oleh
sekelompok anak-anak jalanan yang mengusung musik sampah sebagai ciri khas mereka,
yang menamakan kelompok mereka The Bamboes. Kelompok anak jalanan The
Bamboes ini bertempat tinggal di Jl.A.H Nasution, Padang Bulan Medan.
Dalam penelitian ini akan membahas dan menelusuri tentang musik sampah anak
jalanan yang cukup berkembang di kota Medan kini, dengan interpretasi yang tepat
sesuai dengan kondisi yang sedang berlangsung saat ini.
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui seperti apa saja alat-alat musik yang
ada didalam ensamble musik sampah, jenis lagu yang mereka mainkan, kehidupan sosial
anak-anak jalanan serta proses latihan musik mereka. Disamping itu juga skripsi ini akan
membahas tentang teks lagu yang ada dalam musik sampah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dengan tekhnik
pengumpulan data melalui observasi, survei dan wawancara, serta studi kepustakaan
untuk mempelajari, menginterpretasi, dan menganalisis musikal musik sampah pada
salah satu komunitas anak-anak jalanan.
Metodologi penelitian yang diterapkan adalah metode deskriftif kualitatif dan
perekam yang penulis gunakan adalah handy camp Canon MD140 dan kamera digital
Cool Pix.
Untuk mengkaji stuktur alat musik sampah penulis menggunakan teori musik
umum yang dikemukakan oleh Nettl, Seeger, Merriam, sedangkan untuk mengkaji fungsi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………..i
ABSTRAKSI……….……..vi
DAFTAR ISI……….…..iii
DAFTAR TABEL……….…...v
DAFTAR NOTASI TRANSKRIPSI...……… ….vii
DAFTAR PUSTAKA………..…..viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah……… 1
1.2. Pokok Permasalahan………. 5
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian……….. 6
1.3.2. Manfaat penelitian……… 6
1.4. Konsep dan Kerangka Teori 1.4.1. Konsep yang digunakan………... 7
1.4.2. Teori yang digunakan………... 9
1.5. Meode Penelitian……….. 10
1.6. Pemilihan Lokasi Penelitian dan Informan 1.6.1. Pemilihan Lokasi Penelitian………. 11
1.6.2. Pemilihan Informan……….. 11
1.7. Kerja Lapangan……… 12
1.7.1. Studi Kepustakaan……… 13
1.7.2. Kerja Laboratorium……….. 13
BAB II DESKRIPSI TENTANG MUSIK SAMPAH 2.1. Pengertian dan Istilah Musik Sampah…………. 14
2.2 Latar Belakang Sejarah Musik Sampah……….. 14
2.2. Sejarah Singkat Rumah Musik The Bamboes…. 19 BAB III PENYAJIAN MUSIK SAMPAH 3.1. Gambaran lokasi penelitian………. 22
3.2 Waktu Penyajian Musik Sampah………. 23
3.3. Tempat Penyajian……… 24
BAB IV TRANSKRIPSI DAN ANALISIS
4.1. Transkripsi……… 38
4.2. Analisis……….... 42
4.2.1. Meter……… 43
4.2.2. Tempo……….. 43
4.2.3. Ritmis……….. 44
4.2.4. Melodi………. 44
4.2.5 Modus………. 44
4.2.6. Range……….. 45
4.2.7. Tonika………... 45
4.2.8. Nada……….... 46
4.2.9. Frase……… 47
4.2.9.1. Analisis Frase………. 50
4.2.10. Motif……… 53
4.2.11. Kantur………. 53
4.2.12. Teks………. 54
4.2.12.1.Hubungan Teks dengan Melodi. 57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……….. 60
5.2. Saran……… 61
DAFTAR TABEL
1. Tabel Nada Lagu Mendidik Untuk
Berjuang………...46
2. Tabel Nada Lagu Bocah lapar……….47
3. Tabel Frase………48-50
4. Tabel Bait, Syair dan Sajak Lagu Mendidik Untuk
Berjuang………..………....55
5. Tabel Bait, Syair dan Sajak Lagu Bocah Lapar………56-57
ABSTRAKSI
Sulaiman H. Sianturi. NIM 010707021
MUSIK SAMPAH ANAK JALANAN THE BAMBOES
ANALISIS STRUKTUR DAN TEKS
Skripsi ini akan membahas tentang musik sampah yang dimainkan oleh
sekelompok anak-anak jalanan yang mengusung musik sampah sebagai ciri khas mereka,
yang menamakan kelompok mereka The Bamboes. Kelompok anak jalanan The
Bamboes ini bertempat tinggal di Jl.A.H Nasution, Padang Bulan Medan.
Dalam penelitian ini akan membahas dan menelusuri tentang musik sampah anak
jalanan yang cukup berkembang di kota Medan kini, dengan interpretasi yang tepat
sesuai dengan kondisi yang sedang berlangsung saat ini.
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui seperti apa saja alat-alat musik yang
ada didalam ensamble musik sampah, jenis lagu yang mereka mainkan, kehidupan sosial
anak-anak jalanan serta proses latihan musik mereka. Disamping itu juga skripsi ini akan
membahas tentang teks lagu yang ada dalam musik sampah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dengan tekhnik
pengumpulan data melalui observasi, survei dan wawancara, serta studi kepustakaan
untuk mempelajari, menginterpretasi, dan menganalisis musikal musik sampah pada
salah satu komunitas anak-anak jalanan.
Metodologi penelitian yang diterapkan adalah metode deskriftif kualitatif dan
perekam yang penulis gunakan adalah handy camp Canon MD140 dan kamera digital
Cool Pix.
Untuk mengkaji stuktur alat musik sampah penulis menggunakan teori musik
umum yang dikemukakan oleh Nettl, Seeger, Merriam, sedangkan untuk mengkaji fungsi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Musik adalah sesuatu yang universal dan sangat fleksibel. Tidak ada batasan
tertentu yang bisa dijadikan patokan arti, konsep atau defenisi maupun dari sisi stuktur
dan juga instrumentasinya.
Musik universal karena dapat dinikmati oleh siapa saja, juga dimainkan oleh
siapapun. Musik juga bisa sebagai bahasa dalam kehidupan sehari-hari bagi komunitas
tertentu, atau juga dipakai sebagai simbol tertentu yang hanya dimengerti dalam individu
tertentu pula.
Musik sering kita dengarkan dalam kehidupan sehari hari dalam bentuk audio
maupun video, yang dimainkan dengan alat-alat musik konvensional atau modern,
bahkan juga dengan alat-alat musik tradisional.
Berbagai ragam atau jenis bentuk musik telah dihasilkan oleh berbagai komunitas
yang ada di dunia. Bentuk musik yang telah dihasilkan oleh komunitas ini lambat laun
dan pasti mereprentasikan identitas komunitas itu dengan sendirinya. Misalnya saja
musik yang berwarna jazz, dengan sendirinya mereprensentasikan bahwa musik ini
berasal dari Amerika.
Dalam komunitas orang-orang jalanan juga terbentuk suatu aliran musik yang
melambangkan jati diri mereka dengan sendirinya. Musik yang merepresentasikan
Skripsi ini akan membahas tentang musik sampah yang dikalangan musisi dan
masyarakat umum barangkali sesuatu yang jarang mereka dengar maupun mereka lihat,
bila di bandingkan dengan musik umum lainnya, namun keberadaannya cukup eksis
hingga sekarang ini dikalangan komunitas tertentu.
Mengapa disebut musik sampah?
Istilah musik sampah berasal dari dua suku kata, yaitu musik dan sampah.
Menurut Pusat Pembinaan Bahasa (1990:602), musik adalah : (1) Ilmu atau seni
menyusun nada atau suara yang diurutkan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk
menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesinambungan dan kesatuan, (2)
Nada atau suara yang disusun sedemikian rupa, sehingga mengandung irama, lagu dan
keharmonisan (terutama yang, menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan
bunyi-bunyian).
Menurut Soeharto (1982:86), musik adalah seni pengungkapan gagasan melalui
suara atau bunyi yang unsur dasarnya berupa irama, melodi, harmoni, dengan unsur
pendukung berupa bentuk gagasan, sifat, dan warna bunyi. Namun dalam penyajiannya
cenderung terpadu pada unsur bahasa, gerak, dan berbagai hal yang dianggap
mendukung.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006:990) sampah adalah barang atau
benda yang dibuang atau tidak dipakai lagi karena sudah habis fungsi atau kegunaannya.
Dari pemaparan diatas dapat penulis simpulkan bahwa musik sampah adalah
bunyi yang mempunyai irama, melodi harmoni dan unsur pendukungnya dimana bunyi
itu sendiri dihasilkan dari barang atau benda yang tidak dipakai lagi karena habis
Barang-barang yang di buang oleh masyarakat karena telah habis kegunaan atau
fungsinya (sampah) ini diambil dan di manfaatkan oleh anak-anak jalanan untuk
kemudian mereka jadikan alat musik. Sampah yang ada misalnya berupa botol maupun
galon aqua, parang, gergaji, kaleng, botol, plastik rontgen, pipa plastik, timba, bungkus
permen dan masih banyak lainnya. Dengan kreatifitas yang mereka miliki
sampah-sampah ini kemudian di atur dan dirangkaian untuk dapat dimainkan dan dijadikan
sebagai alat musik mereka.
Mengapa mereka mengambil alat-alat yang berasal dari sampah,dan bukan
membelinya?. Tentu saja hal ini dikarenakan keterbatasan ekonomi yang mereka miliki.
Anak-anak yang menjadi anak jalanan ini, terjadi karena perekonomian yang miskin,
yang memaksa mereka turun kejalanan, kendatipun ada beberapa diantaranya yang
menjadi anak jalanan karena ketidak harmonisan dalam keluarga mereka.
Menurut data yayasan KKSP yang membina anak-anak jalanan ini, komunitas
anak jalanan yang memainkan musik sampah ini cukup banyak. Salah satunya yang
penulis amati adalah komunitas anak jalanan yang menamakan kelompok mereka The
Bamboes. Komunitas anak jalanan The Bamboes ini tinggal di Rumah Musik yang
merupakan tempat tinggalnya anak-anak jalanan.
Penulis pertama sekali mengamati kelompok anak jalanan The Bamboes ini dalam
sebuah seminar yang berbicara tentang Buddha dan ajaran-ajarannya di gedung
Paramount. Dalam penampilannya, komunitas The Bamboes memainkan tiga buah lagu
yakni Mendidik untuk berjuang, Bocah lapar, dan Hujan, dimana ketiga lagu ini
ditambah dengan alat-alat musik yang berasal dari sampah yang juga mengeluarkan suara
yang aneh namun tetap enak untuk dinikmati.
Beranjak dari rasa ingin tahu seperti apa saja stuktur alat musik sampah
komunitas The Bamboes ini, dan ingin mempelajari teks lagu yang ada, penulis akhirnya
terjun langsung kedalam kehidupan anak-anak jalanan ini. Penulis melihat bahwa alat
musik yang mereka miliki mereka cari sendiri, kemudian mereka merangkai dan
mengerjakan di dalam Rumah Musik yang menjadi tempat tinggal mereka. Alat-alat yang
mereka dapat hampir seluruhnya dari tempat sampah dan jalanan yang mereka lalui.
Sementara dalam menciptakan syair, penulis melihat bahwa teks yang mereka
ciptakan diambil dari kejadian yang mereka alami sehari-hari dan masa lalu mereka.
Dalam menyusun melodinya, mereka hanya menyanyikan secara langsung tanpa pernah
menotasikannya kedalam not angka maupun not balok, hal ini di karenakan keterbatasan
akademik dan ilmu musik yang mereka miliki.
Alat musik sampah yang ada pada komunitas anak jalanan The Bamboes ini tidak
beda jauh dengan komunitas anak jalanan lainnya, yakni aqua, botol yang disusun
menjadi gamelan, gergaji, parang, kaleng, seng kompor, ketipung yang terdiri dari
beberapa pipa plastik, tutup minuman dan tom-tom. Namun alat musik ini mampu
menciptakan sebuah musik yang sangat indah seperti yang telah penulis amati.
Setelah melihat alat musik yang ada kemudian penulis menganalisis hal-hal yang
berkaitan terhadap struktur musik sampah dan juga membahas beberapa lagu yang kerap
Ada dua hal yang penulis titik beratkan (fokus) dalam musik sampah ini, yang
pertama adalah mengungkapkan struktur yang ada, dan mengungkapkan substansi teks
lagu yang ada dalam lagu-lagu yang dinyanyikan.
Analisis yang penulis kaji tidak terlepas dari unsur-unsur musik yang ada secara
umum, mulai dari melihat bentuk alat-alat musik sampah(organologi), warna
suara(timbre), melodi-melodi, modus yang dipakai, range, meter, tempo maupun jenis
interval yang ada di dalamnya.
Dalam hal pengkajian teks lagu musik sampah, penulis menelaah frase yang ada
di dalamnya, melihat hubungan teks dengan melodi, jenis bait yang ada pada pemakaian
syair lagu dan menganalisis makna lagu.
Setelah mengamati struktur alat musik komunitas The Bamboes dan teks lagu
yang ada, dan tentunya komunitas The Bamboes itu sendiri, penulis menuangkannya ke
dalam bentuk tulisan berupa skripsi ini, dengan mengambil judul “Musik Sampah Anak Jalanan The Bamboes, Analisis Struktur dan Teks”
1.2Pokok Permasalahan
Guna lebih mengarahkan tulisan ini sesuai dengan judul yang ada, maka penulis
mengkaji pokok permasalahannya pada masalah komunitas The Bamboes yang
merupakan subyek dari musik sampah itu sendiri, kemudian terhadap masalah struktur
musik sampah yang ada pada komunitas The Bamboes, yang meliputi tangga nada,
modus, interval, nada, melodi, dan lainnya, serta mengkaji teks lagu yang ada didalamnya
Dari uraian yang telah dikemukakan sebelumnya dalam tulisan ini, maka penulis
membatasi pokok permasalahan ini pada:
1. Bagaimana struktur musik sampah
2. Bagaimana substansi dan latar belakang pemikiran teks lagu dalam musik sampah
1.3 Tujuan dan manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian
Setiap kegiatan penelitian tentunya berorientasi kepada tujuan tertentu. Demikian
juga halnya dengan penulisan skripsi ini, dimana tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
menjawab permasalahan-permasalahan yang telah penulis kemukakan sebelumnya,
yakni:
1. Untuk mengungkapkan stuktur musik sampah
2. untuk mengungkapkan substansi teks lagu dan gaya yang ada di dalamnya.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini dirampungkan, diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1. Bahan informasi tentang musik sampah
2. Bahan informasi kepada masyarakat,pihak pemerintah, atau lembaga yang mengemban
visi dan misi dalam upaya pembinaan pemusik jalanan kota Medan
3. Bahan referensi dan acuan untuk penelitian lebih lanjut yang relevan dengan topik
1.4 Konsep dan Kerangka teori 1.4.1 Konsep yang digunakan
Penulis sangat menyadari pentingnya konsep digunakan dalam skripsi ini, yang
digunakan sebahai acuan, agar pokok permasalahan tidak melebar.
Konsep maupun pengertian, merupakan unsur pokok dari sebuah penelitian. Bila
masalahnya serta kerangka teoritisnya sudah jelas, maka dengan mudah dapat diketahui
pula fakta mengenai gejala-gejala yang merupakan pusat perhatian. Defenisi konsep itu
sendiri secara singkat berarti sekelompak fakta atau gejala (Koentjaraningrat 1981:32).
Seperti yang dikatakan oleh R.Merton bahwa konsep adalah definisi dari apa yang perlu
diamati. Konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan
adanya hubungan empiris (ibid 1981:32).
Di dalam masyarakat ada suatu kecenderungan untuk menyebutkan maupun
memberikan sebuah istilah berdasarkan atas apa yang mereka lihat maupun mereka
dengar. Demikian juga halnya dengan istilah musik sampah yang diberikan oleh
masyarakat. Musik sampah yang dimaksudkan dalam hal ini mengarahkan kita terhadap
musik dimana alat-alatnya secara umum berasal atau diperoleh dari tempat sampah.
Penulis membatasi kepada hal di atas agar tidak adanya asumsi yang mengira bahwa
musik sampah mengacu kepada pemainnya yang merupakan sampah masyarakat karena
secara umum dimainkan oleh anak jalanan, ataupun menganggap bahwa kwalitas musik
yang rendah sehingga dikategorikan kedalam sampah.
Dalam pemaparan berikut penulis akan menjelaskan satu persatu tentang anak
jalanan, The Bamboes, Analisis Teks dan Analisis Struktur sesuai dengan judul yang
Dalam buku Kick Andy yang bertajuk Anak Langit, dalam hal ini yang
dimaksudkan adalah anak jalanan, yang penulis telusuri melalui internet, disebutkan
bahwa anak jalanan dalam hal ini adalah mereka (anak-anak) yang sehari-harinya hidup
dan beraktivitas di jalanan. Hal ini biasanya terjadi karena himpitan ekonomi yang
memaksa anak-anak turun kejalanan, atau bisa saja anak-anak turun ke jalan karena
mereka tidak mendapatkan kasih sayang dalam keluarga mereka.
Sementara menurut Pusat Pembinaan Bahasa (1990:345) disebutkan anak-anak
adalah mereka yang berusia dibawah 17 tahun, dan jalan menunjukkan kepada tempat
untuk lalu lintas orang maupun kendaraan. Hal ini mengartikan bahwa anak-anak jalanan
adalah mereka yang berusia di bawah 17 tahun yang ada (hidup) di tempat orang berlalu
lintas.
Dari pemaparan diatas jelas menunjukkan bahwa anak-anak jalanan yang di
maksudkan adalah anak-anak yang sehari-harinya hidup dijalanan.
Sementara The Bamboes merupakan sekelompok anak-anak jalanan dari seluruh
anak-anak jalanan yang tinggal dalam Rumah Musik, yang bertempat di Jl. A.H
Nasution, Gg Mandor. Anggota keseluruhan The bamboes ini sekitar 15 orang.
Analisis struktur yang penulis dikaji dalam skripsi ini meliputi aspek bentuk, dan
bunyi. Analisis bentuk akan melihat struktur susunan dan bahan dari alat-alat musik
sampah yang di pakai oleh komunitas The Bamboes, sementara analisis struktur bunyi
akan mengkaji nada, tonika, range melodi, tempo dan aspek musik lainnya.
Dalam menganalisis teks penulis mengkaji gaya bernyanyi yang ada, gaya bahasa,
Konsep teks yang penulis maksudkan hanya tertuju pada teks lagu yang
diciptakan dan dinyanyikan oleh anak-anak jalanan komunitas The Bamboes.
Adanya teks lagu atau syair, dan melodi dalam musik sampah menunjukkan
bahwa musik sampah merupakan bagian dari suatu kegiatan kesenian yang dinikmati
oleh manusia dengan telinga yang disebut seni suara (Koentjaraningrat 180:395-396)]
1.4.2 Teori yang digunakan
Untuk menganalisis suatu musik dalam hal ini penulis menggunakan teori
Weighted Scale, yang dikemukakan oleh Malm (1977:15) yang menyebutkan beberapa
point yang akan penulis bahas antara lain; (1) Tangga nada (scale), (2) Nada dasar (Pitch
Center), (3) Jumlah pemakaian nada, (4) Wilayah nada (Range), (5) Jarak antar nada
(Interval), (6) formula melodi, (7) Pola-pola kadens dan (8) Kontur.
Dalam menotasikan musik sampah yang di mainkan oleh kelompok The Bamboes
penulis menggunakan notasi preskiptif, hal ini sesuai dengan penulis tulisan Seeger
(1971:23-24) yang mengatakan bahwa ada dua jenis notasi musik yang dapat kita
bedakan, antara lain:
(1) notasi preskriptif, adalah notasi yang bertujuan untuk seorang penyaji (bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi dari musik), (2) notasi deskriptif, adalah notasi yang bertujuan untuk menyampaikan kepada pembaca siri-ciri atau detail dari komposisi musik yang memang belum diketahui pembaca.
Secara umum isi lagu yang dimainkan atau dinyanyikan oleh kelompok The
Bamboes kebanyakan bercerita tentang kehidupan keseharian mereka(anak-anak jalanan),
aktifitas mereka, maupun cita-cita dan harapan mereka. Jauh lebih kedalam lagi,
sesungguhnya isi lirik lagu yang dinyanyikan oleh anak-anak jalanan ini menggambarkan
1.5 Metode penelitian
Menurut Nettl (1964:62-64) ada dua hal yang essensial untuk melakukan aktivitas
penelitian dalam disiplin etnomusikologi yaitu kerja lapangan (field work) dan kerja
laboratorium. Kerja lapangan ini meliputi pemilihan informan, pendekatan dan
pengambilan data, pengumpulan dan perekaman data, latar belakakang perilaku sosial
ataupun mempelajari seluruh perilaku pemakaian musik, sedangkan kerja laboratorium
meliputi pengolahan data yang di dapat dari lapangan, menganalisa dan membuat
kesimpulan dari keseluruhan data-data yang diperoleh.
Sebagai langkah awal dalam penelitian ini penulis terlebih dahulu melihat
langsung penampilan komunitas anak jalanan The Bamboes di gedung Paramount, lalu
kemudian mencoba berinteraksi dan membahas tentang lagu-lagu yang mereka
nyanyikan.
Kemudian penulis menyusun jadwal bertemu dengan salah seorang yang
mengetahui lebih banyak tentang musik yang mereka mainkan, yang berlokasi di pajak
USU. Setelah bertemu dengan informan awal, penulis kemudian masuk kedalam
komunitas dan tempat tinggal mereka yang mereka sebut Rumah Musik, dan tinggal
beberapa bulan lamanya guna mengamati perilaku dan pola hidup mereka, dan tentunya
mengamati alat-alat musik yang mereka miliki serta proses pembuatannya.
Setelah mengamati dan berinteraksi sambil wawancara, penulis lalu merekam
lagu-lagu yang mereka mainkan sewaktu mereka latihan, dan kemudian membawa
Untuk mendeskripsikan musik tersebut, penulis mengacu pada pendapat Nettl
(1964:84) yang mengemukakan adanya dua pendekatan yang diajukan untuk
mendeskripsikan musik yaitu:
(1) Menganalisis dan mendeskripsikan apa yang kita dengar.
(2) Mendeskripsikan dan menuliskan di atas kertas apa yang kita lihat.
Untuk mendukung jauh lebih dalam lagi terhadap pembahasan dari aspek-aspek
diatas diperlukan adanya suatu transkripsi. Menurut Bruno Nettl (1964:99) bahwa
transkripsi adalah suatu proses menotasikan bunyi atau membuat menjadi sumber visual.
1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian dan Informan 1.6.1 Pemilihan Lokasi Penelitian
Dalam penetapan lokasi penelitian, penulis menetapkan di Kecamatan Padang
Bulan Medan, tepatnya di jalan A.H Nasution.
Penulis mengambil tempat di Padang Bulan karena kecamatan ini merupakan
tempat tinggal para informan yang dibutuhkan oleh penulis. Disamping lokasi penelitian
yang mudah terjangkau, segala sarana pra sarana sudah lengkap tersedia adanya,
sehingga penulis dalam melakukan penelitian lebih efektif.
Banyaknya anak-anak jalanan yang mengusung musik sampah, yang datang ke
daerah Padang Bulan ini juga membuat penulis tertarik untuk mengkaji topik musik
sampah dan memilih lokasi tersebut. Menurut penelitian yang penulis lakukan, anak-anak
jalanan ini mulai berdatangan ke daerah Padang Bulan ini, semenjak berdirinya lokasi
perbelanjaan yang ada di dalam kampus Universitas Sumatera Utara1.
1
1.6.2 Pemilihan Informan
Sebelum melaksanakan penelitian penulis terlebih dahulu mencari, lalu
menentukan informan pangkal yang mengetahui siapa yang dapat memberikan informasi
untuk keperluan penelitian penulis nantinya.
Dalam menentukan seseorang yang dapat menjadi informan awal dalam
penelitian ini, penulis menelusuri daerah Padang Bulan dan secara khusus wilayah
kampus Universitas Sumatera Utara. Kemudian penulis mendapatkan seorang
informan,Eko, yang penulis anggap cukup berkompeten dan banyak mengetahui tentang
musik sampah2.
Setelah mendapatkan informan pangkal, penulis menentukan informan kunci.
Informan kunci adalah Allley3 yang merupakan pemimpin di dalam rumah musik yang
menjadi komunitas tempat tinggal The Bamboes. Dari informan kunci inilah penulis
memperoleh bahan-bahan masukan mengenai permasalahan yang ada dalam tulisan ini.
Disamping informan pangkal dan kunci, penulis juga banyak mendapat
masukan-masukan dari beberapa anak jalanan lainnya.
1.7 Kerja lapangan
Dalam kerja lapangan ini penulis menggunakan tekhnik wawancara untuk
mendapatkan data-data yang ada dalam lapangan. Adapun wawancara yang penulis
terapkan adalah wawancara terfokus (focused interview) dan wawancara bebas (free
interview).
2
Pada saat wawancara berfokus, pertanyaan yang penulis siapkan berpusat pada
aspek permasalahan saja, sedangkan saat wawancara bebas pertanyaan yang diajukan
tidak terfokus terhadap satu pokok permasalahan saja, namun juga terhadap pertanyaan
yang beralih dari pokok permasalahannya yang bertujuan untuk memperoleh data yang
beraneka ragam namun tidak menyimpang dari objek permasalahan yang ditulis.
Selain itu penulis juga mengadakan observasi langsung untuk memperoleh data
yang diperoleh dari hasil wawancara direkam dalam bentuk video (handy camp) merk
Canon MD140 dan pemotretan berupa kamera digital merk Coolpix Nicon sebagai
dokumentasi.
1.7.1 Studi kepustakaan
Sebelum terjun melakukan kerja lapangan terlebih dahulu penulis melakukan
studi kepustakaan, baik dari makalah, skripsi, buku-buku, majala, surat kabar, maupun
internet yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti. Tujuan studi kepustakaan ini
untukmemperoleh konsep-konsep serta teori-teori yang menjadi sumber informasi bagi
penulis untuk mengupas permasalahan. Studi kepustakaan ini juga sebagai landasan bagi
penulis dalam penelitian.
1.7.2 Kerja laboratorium
Seluruh data yang telah diperoleh dari kerja lapangan (field work) dan studi
kepustakaan (desk work) yang berupa bahan-bahan literatur di proses di laboratorium
untuk dilakukan penyelesaian agar sesuai dengan pembahasan tulisan sehingga dapat
Sedangkan data yang berupa hasil rekaman musik, penulis transkripsikan dan
selanjutnya dianalisis. Tujuan penganalisisan ini untuk melihat dan mengetahui
BAB I1
DESKRIPSI TENTANG MUSIK SAMPAH
2.1 Pengertian dan Istilah Musik Sampah.
Bila di tinjau dari etimologi yang digunakan, musik sampah ini terdiri dari dua kata,
yang pertama adalah kata musik dan kedua adalah kata sampah. Dalam pemaparan
sebelumnya telah dijelaskan bahwa musik adalah (1) ilmu atau seni menyusun nada atau
suara yang diurutkan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi
(suara) yang mempunyai kesinambungan dan kesatuan, (2) Nada atau suara yang disusun
sedemikian rupa, sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan terutama yang,
menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyian (Pusat Pembinaan
Bahasa 1990:602), dan sampah adalah barang atau benda yang dibuang atau tidak dipakai
lagi karena sudah habis fungsi atau kegunaannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia
2006:990).
2.2 Latar Belakang Sejarah Musik Sampah
Istilah musik sampah ini awalnya diusung oleh para pemusik jalanan atau biasa kita
sebut pengamen. Hal ini secara logika dapat kita terima dengan baik, karena “mereka”
yang ekonominya terbatas namun mempunyai musikalitas yang hidup di jalanan hanya
Banyak menganggap bahwa kegiatan pengamen dengan musik sampah ini
mempunyai nilai estetis dan musikal yang rendah. Dalam kaitan ini Pasaribu (1992)
mengatakan :
Dalam kenyataan sehari-hari, kebanyakan masyarakat menganggap kegiatan mengamen sebagai suatu peristiwa musikal yang rendah dan kadangkala menjengkelkan. Artinya, kalau kebetulan ada seorang atau sekumpulan pemusik yang menyajikan suatu permainan secara berpindah-pindah atau tetap di lokasi yang banyak dilintasi orang, maka seringkali orang-orang pada menghindar atau cepat-cepat bilang “maaf ya”, dan sejumlahcara-cara lain untuk membuat pengamen tersebut untuk tidak merasa nyaman dan cepat angkat kaki. Kejadian-kejadian seperti ini sering kita temui diterminal angkutan umum, pusat penjualan makanan, kaki lima pertokoan, dan bahkan dalam bis kota yang berjalan. Secara umum orang-orang menganggap kegiatan mengamen hanya berhubungan dengan pemusik yang kurang berbakat secara tekhnis, cacat fisik dan orang-orang bernasib kurang beruntung dalam hal ekonomi dan pemilik “muka tebal”. Sehingga agak terkejut kalau menemukan kenyataan bahwa orang-orang seperti Iwan Fals, Doel Sumbang, Ebiet G Ade, pada permulaan karir mereka juga tidak terlepas dari kegiatan mengamen. Bahkan sejumlah pemusik yang sudah punya kesempatan dalam rekaman masih tetap juga berkecimpung di dunia ngamen seperti Anto Baret, Yono Slalu, Braga Stone dan sebagainya
Kutipan ini menunjukkan bahwa tidak semua pemusik jalanan dengan musik
sampahnya adalah orang yang melakukan kegiatannya dengan keterpaksaan dan musikal
yang rendah, namun sebaliknya.
Dalam dunia musik, bentuk pemusik jalanan atau pengamen ini sudah dikenal dan
berkembang sejak abad pertengahan, khususnya pada masyarakat Eropa. Pada masa
musik Eropa berkembang lewat penyebaran agama Kristen, saat itu banyak yang
mengatakan bahwa musik Eropa sebagai landasan kebudayaan yang kemudian
berkembang dalam kehidupan umat manusia.
Kendati bentuk musik yang telah dikembangkan melalui gereja itu sebenarnya
Melalui gereja, bentuk dasar musik itu dikembangkan selaras dengan
perkembangan seni Drama, Seni Rupa dan Sastra. Bentuk musik yang dikenal lewat
gereja itu akhirnya dikenal sebagai Liturgi, dalam bahasa Latin berarti doa dalam bentuk
nyanyian.
Pada saat musik gereja berkembang pesat, diluar lingkungan gereja berkembang
suatu bentuk musik yang boleh dikatakan agak liar dan mempunyai tema yang lebih luas.
Sama seperti cinta tidak sekedar digambarkan sebagai hubungan manusia dengan Tuhan
secara frontal, akan tetapi juga vertikal terhadap sesama.
Oleh kalangan gereja, bentuk musik yang baru ini disebut sebagai musik duniawi.
Disebut musik duniawi karena dalam proses penciptaan atau terjadinya bentuk musik
duniawi ini, sama sekali tidak memiliki sangkut pautnya dengan gereja. Kendati pada
awalnya hubungan antara musik gereja dan musik duniawi ini memang memiliki
kesinambungan. Musik duniawai yang berkembang saat itu, pada umumnya dibawakan
atau dinyanyikan oleh para musafir maupun para pengelana. Mereka menggunakan alat
musik yang praktis dan juga sederhana, biasanya alat musik yang dipakai yang berdawai
semacam gitar.
Para musikus pengembara ini berjalan dari satu tempat ketempat lainnya, mereka
mengelilingi negeri sambil bernyanyi. Biasanya mereka diberikan upah atau imbalan dari
para penikmat musik yang mereka mainkan. Di Perancis, para musafir pemusik ini
disebut troubadour, dan di Jerman disebut minnesaenger. Sampai saat ini budaya semacam itu masih banyak dilakukan oleh para kaum Gypsi, yang berada di daerah
Pada kenyataannya pengaruh musik mereka juga sempat terbawa ke Indonesia
oleh bangsa Portugis, kemudian musik yang di bawa oleh bangsa Portugis ini, diserap
oleh seniman musik Indonesia sebagai musik Keroncong. Keroncong asli kerap disebut
sebagai keroncong moritsku atau morisko. Perkataan ini berasal dari moresca, yang
merupakan sejenis tari pedang yang khas di antara bangsa Spanyol dan Portugis.
Kerangka musik ini berkaitan juga dengan musik-musik abad tengah.
Fenomena ini mungkin adalah salah satu awal munculnya bentuk musik jalanan
yang kita kenal sekarang ini. Seperti di Indonesia, budaya ngamen semacam sekarang ini,
sudah ada sejak abad ketiga belas, sejak kejayaan kerajaan Kediri atau Kahuripan. Pada
saat itu sudah dikenal rombongan kesenian musik yang berjalan dari satu tempat ke
tempat lain, dan menghibur lewat syair atau pantun yang berisi dongeng Panji. Mereka
akrab disebut sebagai Dalang Kentrung. Keberadaan mereka terkadang berarti sakral bagi
masyarakat yang mereka lewati, karena apa yang mereka lantunkan tidak hanya sekedar
hiburan, akan tetapi juga terkadang berisi nasehat, isyarat, bahkan ramalan masa depan
dari situasi.
Namun dalam perkembangan yang semakin kompleks,kebudayaan pemusik
jalanan ini juga turut berkembang menjadi salah satu peluang untuk mencari nafkah bagi
sebagian orang. Seperti banyaknya pemusik jalanan yang saat ini terlihat di sekeliling
kita, sebenarnya kegiatan mengamen ini juga menyimpan bermacam-macam motif. Ada
yang melakukan kegiatan mengamen ini untuk mencari identitas, ada yang melakukan
karena iseng, namun ada pula yang melakukan kegiatan mengamen ini karena memang
Bila kita coba menelaah, atau melihat lebih jauh kedalam, sesungguhnya dari
musik jalanan ini terkadang muncul sebuah bentuk musik yang baru, yang menarik untuk
disimak. Musik jalanan ini biasanya memiliki karakter diri yang kuat. Walau harus kita
akui banyak dari musisi jalanan ini yang memiliki keterbatasan disisi akademik. Namun
umumnya mereka memiliki keberanian dan karakter diri yang kuat.
Terkadang sebuah lagu yang dibawakan oleh para pengamen atau pemusik
jalanan ini, secara teori akademik memang mengalami pendangkalan. Hal ini terjadi
karena mereka memainkannya dengan peralatan ala kadarnya atau terbatas. Namun
optimisme yang mereka miliki membuat lagu-lagu yang mereka bawakan muncul dalam
bentuk yang mandiri dan spesifik. Mereka memang jarang menjadi epigon. Hal ini dapat
kita lihat dari nama-nama besar yang asalnya juga menyerap dan membentuk dirinya
lewat jalanan seperti, Leo Kristi, Iwan Fals, Kuntet Mangkulangit, Kelompok Slank dan
banyak contoh lainnya lagi.
Sementara di mancanegara, tidak terhitung tokoh-tokoh musik jalanan yang
karyanya menjadi legenda dan banyak dibawakan oleh artis-artis musik lainnya, salah
satu diantaranya yang dianggap sebagai bapak penyanyi jalanan di Amerika, Bob Dylan,
salah satu karyanya yang monumental, Blowind In The Wind, yang sampai saat ini sudah
direkam dalam banyak versi, dan dinyanyikan oleh banyak artis.
Kebanyakan para pengamen atau penyanyi jalanan ini selalu tampil sebagai
dirinya sendiri. Hingga tak jarang lagu-lagu yang mereka bawakan menjadi versi lain
yang tak kalah menarik dari komposisi versi aslinya. Sebagai contoh kita ambil lagu-lagu
membawakannya. Namun sulit mencari yang membawakan dalam bentuk yang sama.
Hampir semua mempunyai versi atau gaya yang berbeda dalam menyajikannya.
Tidak hanya di kota Medan saja musik sampah ini digeluti oleh para musisi
jalanan, tapi juga di kota lainnya. Misalnya saja kelompok Lungsuran daur (LD)
“Contemporary Instrument” yang berasal dari kota Bandung, bagi mereka sampah adalah
berkah. Barang bekas itu mampu melahirkan bunyi-bunyi musical yang tidak lazim di
dengar oleh banyak orang. Tempat bekas makanan ayam yang berupa plastic berbentuk
bulat tersebut, menjadi suara kendang yang aneh.
Sama halnya dengan Kelompok Sirkus Perkusi yang terdiri dari anak-anak jalanan
yang bernaung di bawah “Rumah Belajar Anak Langit” yang berpusat di tepi sungai
Cisadane, Tangerang. Kelompok Sirkus Perkusi ini menyulap translator bekas dari
tegangan listrik PLN menjadi alat musik yang mengeluarkan bunyi-bunyian yang
berpadu dengan suara drum minyak bekas. Belum lagi suara yang keluar dari pecahan
kaca di atas penggorengan bekas mampu melahirkan harmoni.
2.3 Sejarah Singkat Rumah Musik The Bamboes
Komunitas anak-anak jalanan di kota medan sesungguhnya cukup banyak. Seperti
yang berada di bawah naungan yayasan KKSP (Kelompok Kerja Sosial Perkotaan)
diantaranya ada Anonym, Macan, Jalanan, Bazky dan The Bamboes. Ada juga kelompok
yang menamakan Kelompok Pengamen Jalanan atau biasa dipanggil dengan sebutan
KPJ.
Rumah Musik yang menjadi komunitas anak-anak jalanan The Bamboes, berdiri dan
nama kelompok The Bamboes diambil atas ide dasar melihat rumput-rumput bambu liar.
Bamboes diambil dari kata bambu, yang tumbuh dimana saja dan memiliki rumpun.
Bambu itu tumbuh dimana saja dan terus berkembang4 .
Rumah musik bisa di tempati oleh anak-anak jalanan yang ada di kota medan, tidak
ada larangan yang di berlakukan bagi mereka untuk datang, kapan saja pintu selalu
mereka bukakan bagi anak-anak jalanan.
Di dalam rumah musik ini banyak kreativitas yang mereka lakukan. Mulai dari
melukis, merangkai, mencetak sablon, berjualan dan lainnya. Mereka juga kerap kali
mengadakan kegiatan-kegiatan sosial dalam lingkungan mereka sendiri, seperti berbuka
puasa bersama, makan bersama, diskusi antar kelompok dan latiham bersama. Laihan
rutin dilakukan oleh The Bamboes setiap hari Selasa dan Kamis yang dimulai pada pukul
[image:31.612.199.440.403.583.2]09.00 wib hingga pukul 11.00 wib.
Gambar: Lukisan Tangan Anak Jalanan
Komunitas anak-anak jalanan ini, secara khusus kelompok The Bamboes juga sering
sekali di undang oleh orang lain yang ingin menyaksikan kemampuan mereka. Mereka
4
pernah di undang untuk mengisi acara kebaktian di AMIK MBP sekitar bulan November
yang lalu. Pada bulan yang sama juga mereka juga di undang oleh panitia ibadah Ajaran
Buddha yang bertempat di gedung Paramount di Jl. Merak Jingga.
Menurut Alley dan Eko, sesungguhnya mengatur anak-anak jalanan ini
gampang-gampang susah. Gampang, karena dalam mengatur anak-anak jalanan ini mereka tidak
perlu di perintah, karena mereka memiliki kesadaran yang cukup tinggi. Susah, karena
dalam keseharian mereka selalu datang silih berganti, bahkan terkadang ada saja
anak-anak jalanan ini tidak pulang selama beberapa hari atau bahkan juga minggu. Hal ini
[image:32.612.111.451.350.604.2]menghambat Alley dan Eko dalam memantau perkembangan mereka.
Gambar: Rumah Musik tempat tinggal anak jalanan
Rumah musik ini juga banyak mengalami kendala dalam operasionalnya. Hal ini
Dalam Anggaran Pemerintah Daerah tidak ada alokasi dana bagi anak-anak jalanan. Dana
yang diperoleh oleh komunitas Rumah Musik ini bersumber dari donatur dan founding.
Dana yang bersumber dari donatur dan founding ini dialokasikan untuk membayar sewa
tempat tinggal mereka, membayar biaya listrik dan air, serta biaya operasional tempat
BAB III
PENYAJIAN MUSIK SAMPAH
Dalam membahas bagaimana musik sampah ini di sajikan, penulis membaginya
kedalam beberapa sub bab agar lebih terperinci dan teratur, diantaranya: gambaran lokasi penelitian, waktu penyajian musik sampah, tempat penyajian musik sampah, instrumen dalam musik sampah, dan lagu-lagu yang dinyanyikan dalam instrumen musik sampah.
3.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitan yang penulis ambil bertempat di daerah Padang Bulan, yang berada
dalam wilayah kota Medan.
Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus yang
lokasinya terletak di Tanah Deli, yang keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih 4000
Ha. Sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli
(Medan-Deli). Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara
berangsur-angsur lenyap dan kurang populer.
Kota Medan yang mempunyai luas wilayah kira-kira 265 km2, terdiri dari
berbagai suku bangsa, yang terdiri dari Melayu (+/-12%), Batak (Toba,
Karo,Simalungun,Pak-pak,Mandailing), Jawa, Tionghoa dan India. Data sensus
Saat ini sistem mata pencaharian yang ada di kota medan sangat banyak dan
beragam, seperti pegawai negeri, karyawan swasta, pedagang, seniman, wira swasta,
sopir, kernet, calo, buruh, dan lainnya.
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat kota Medan dapat kita lihat dari jumlah
pendapatan yang mereka peroleh, jenis kegiatan yang mereka geluti, pendidikan yang di
peroleh maupun kebudayaan nya.
Berdasarkan data statistik kota Medan 2006-2007, 42,16 masyarakat
berpendapatan Rp.400.000-800.000, 28,15 berpendapatan Rp.800.000-2.000.000,
20,11 berpendapan Rp.2.000.000-4.000.000, dan 9,58 berpendapatan Rp.4.000.000-
ke atas.
Medan yang berada dalam zon masa Waktu Indonesia Bagian barat menetapkan
hari jadinya pada tanggal 1 Juli 1590.
3.2 Waktu Penyajian Musik Sampah
Penyajian musik sampah oleh komunitas musik sampah The bamboes maupun oleh
anak-anak jalanan lainnya tidak mengenal waktu khusus. Hal ini dikarenakan tidak
adanya larangan ataupun hal yang mengikat penyajian musik sampah itu dilaksanakan
secara khusus. Kapan dan dimana saja, dan oleh siapa saja musik sampah ini dapat
dimainkan. Baik pagi hari maupun siang hari, ataupun malam hari, musik sampah ini
dapat dimainkan (disajikan). Namun secara umum dalam pengamatan penulis, anak-anak
jalanan komunitas musik sampah ini biasanya (seringkali) memainkannya pada saat pagi
mencari tempat makan siangnya, hingga sore hari pukul 17.00 wib saat orang mulai
beranjak untuk pulang kerumah.
3.3 Tempat penyajiannya
Secara umum musik sampah ini biasanya selalu disajikan oleh anak-anak jalanan
pada tempat-tempat yang cenderung ramai. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar mereka
mendapatkan uang (sedekah) yang lebih banyak dari orang-orang yang mereka jumpai.
Tempat-tempat ramai yang biasanya mereka kunjungi misalnya saja di pasar,
tempat dimana orang-orang banyak berlalu lalang, seperti pasar sambu.Tempat lainnya
seperti di perempatan lampu merah. Biasanya mereka memainkan musik sampah sambil
bernyanyi dekat dengan mobil-mobil mini bus dan persis berada di depan pintu
penumpang mini bus tersebut. Pemandangan seperti ini sering sekali kita jumpai
diperempatan lampu merah yang ada di kota medan.
[image:36.612.126.368.430.611.2]
Gambar: Pajak USU merupakan tempat yang sering dikunjungi anak-anak jalan
dikenal oleh semua anak-anak jalanan,mungkin juga anak-anak sekolah kota Medan, atau
bahkan masyarakat umum kota Medan, yaitu Pajak USU atau biasa disingkat Pajus.
Sesuai dengan namanya tempat ini memang berada di dalam lingkungan Universitas
Sumatera Utara.
Di dalam pajak USU ini anak-anak jalanan menyajikan musik dan lagu mereka di
hadapan para mahasiswa dalam lingkungan universitas tersebut. Biasanya mereka mulai
bernyanyi pada pukul 11.00 wib, tepat pada saat jam makan siang dimana para
mahasiswa mulai datang untuk makan siang kesana, hingga pukul 16.00 wib, demikian
ungkapan bapak Wara Sinuhaji selaku kepala keamanan yang mengepalai lokasi pajak
USU, yang juga adalah salah satu staf biro rektor Universitas Sumatera Utara5
Di tempat ini anak-anak jalanan sering dan senang datang. Hal ini dikarenakan
para penikmat musik sampah yang mereka sajikan adalah para mahasiswa, yang tidak
akan pernah mengusir mereka dengan sikap yang kasar, dan di tempat ini mereka tidak
akan pernah di kejar-kejar dan di hantui oleh perasaan ketakutan oleh para pamong praja
kota Medan.
Disamping lokasi diatas, kereta api juga menjadi salah satu tempat yang dipilih
oleh anak-anak jalanan untuk menyajikan musik mereka.
Mereka mulai berdatangan ke stasiun kereta api biasanya mulai pukul 10.00 wib.
Tepat pada saat sebelum kereta api akan berangkat dari Medan, hingga pukul 18.00 wib
tepat pada saat kereta api akan habis dari Tanjung Balai. Penulis melakukan pengamatan
pada stasiun kereta api Medan dengan rute Medan-Tanjung Balai.
5
Sesungguhnya masih ada tempat-tempat lain yang barangkali juga di datangi oleh
para pemusik jalanan ini dalam menyajikan musik mereka. Namun secara khusus penulis
hanya memfokuskan penelitian pada tempat-tempat tersebut.
3.4 Instrumen dalam musik sampah
Bila kita melihat secara keseluruhan, sesungguhnya cukup banyak alat-alat yang
terdapat dalam ensambel musik sampah ini. Apalagi bila kita berbicara tentang alat-alat
musik sampah diluar yang digunakan oleh komunitas anak jalanan The Bamboes. Tidak
ada angka nominal yang pasti yang dapat mewakili jumlah alat-alat musik dalam
ensambel musik sampah, mengapa demikian halnya?.
Hal ini dikarenakan alat-alat musik sampah tidak mempunyai aturan yang baku
dalam pembuatan bentuk, bahan, maupun terhadap kwalitas suara dari alat yang
diciptakan. Setiap orang dari mereka yang membuat alat musik sampah ini bebas
berkreasi tanpa adanya larangan, sehingga alat yang tercipta nantinya tidak semua
memilliki karakter bunyi, bentuk timbre maupun interval yang sama.
Alat musik sampah dalam konteks anak-anak jalanan The Bamboes adalah
keseluruhan alat musik di luar alat musik konvensional. Menurut Eko dan juga Alley, alat
alat musik sampah seluruhnya merupakan hasil rekayasa atau hasil kreativitas para
pemusik jalanan sendiri yang bahan pembuatannya bersumber dari barang-barang bekas.
Hasil rekayasa berbagai bentuk dan jenis benda (sampah) tersebut di bagi menjadi dua
kelompok alat musik, yaitu kelompok alat musik melodis dan kelompok alat musik
Alat-alat musik melodis terdiri dari :
(1) Gergaji Biola
Sesuai dengan nama tersebut diatas, alat musik ini terdiri dari gergaji dan bo
biola yang dimainkan saling berpaduan. Gergaji yang dipakai adalah gergaji
bekas dengan bo (alat penggesek biola). Tekhnik bermain gergaji biola ini
dilakukan dengan cara menggesek bagian punggung gergaji yang bersisi rata
dengan bo biola. Pada saat menggesek badan gergaji yang rata dengan bo, gergaji
yang elastis itu digoyang-goyangkan sehingga menghasilkan berbagai nada
dengan efek suara seperti angin. Tinggi rendah nya nada yang dihasilkan dari
gergaji biola ini dapat diatur. Untuk memainkan nada yang rendah dimulai dari
pangkal gergaji, yang kemudiam berangsur-angsur menjadi tinggi jika posisi bo
di gesek ke posisi ujung gergaji.
Suara yang dihasilkan dari alat musik gergaji biola ini seperti suara seruan
angin yang bertiup dengan kencang yang bercampur dengan suara dedaunan yang
terhembus olehnya. Dalam memainkan alat musik gergaji biola ini pemain harus
duduk di sebuah kursi.Hal ini ditujukan agar si pemain dapat mengapit gergaji
yang dimainkan diantara ke dua pahanya. Tangan kiri pemain biasanya
memegang ujung gergaji agar tidak lentur ataupun goyang, sehingga si pemain
dapat dengan mudah menggesek gergaji dengan bo biola yang biasanya dipakai
Gambar : alat musik Gergaji Biola
Untuk menghasilkan suara angin yang bergoyang biasanya si pemain
melakukan dengan menggoyang-goyangkan kaki kanan sembari melengkungkan
gergaji ke atas maupun kebawah yang dilakukan secara bergantian. Ketika
gesekan pertama bo biola dilakukan biasanya belum terdengar suara dengan pasti,
setelah gesekan ke empat dan seterusnya suara dari alat musik ini baru mulai
terdengar dengan jelas.
Untuk memainkan instrument gergaji biola ini dengan baik, dibutuhkan
latihan yang serius serta rasa musikal yang baik. Suara yang dihasilkan oleh
instrument gergaji biola ini tidak terlalu kuat, maka untuk menambah volume
suara yang dihasikan biasanya digunakan mikrofon.
(2) Gamelan Botol
Alat musik sampah ini merupakan serangkaian susunan botol yang di isi air.
Tekhnik memainkan gamelan botol ini dengan cara memukul sisi botol dengan
menggunakan stick yang terbuat dari potongan bambu-bambu kecil, atau juga bisa
[image:40.612.118.342.70.239.2]botol bekas minuman topi miring yang badannya agak sedikit lebar, maupun juga
[image:41.612.143.473.151.330.2]botol-botol sejenisnya yang mempunyai ukuran yang serupa.
Gambar: Gamelan Botol
Botol-botol bekas ini disusun rapi pada sebuah rak kayu yang mereka ciptakan
sendiri, dengan posisi botol tidur.
Botol-botol bekas ini di isi dengan air, jika volume air yang di masukkan ke
dalam botol sedikit maka akan menghasilkan nada yang rendah, dan jika volume
botol di isi dengan air yang semakin banyak maka akan semakin tinggi pula nada
yang bisa dihasilkan oleh gamelan botol ini. Dengan demikian suatu tangga nada
berikut nada-nada kromatisnya dapat di susun berdasarkan perbandingan volume
air yang di isi.
Alat-alat musik ritmis terdiri dari:
Gambar: Kaleng Kratingdaeng
Instrument ini terbuat dari kaleng bekas minuman kratingdaeng maupun
minuman sejenis lainnya, yang di isi dengan biji-bijian secukupnya, seperti
kacang ijo maupun kacang kedele.
Alat musik ini dimainkan dengan cara mengoyang atau mengayunkannya.
Instrument ini menghasilkan karakter bunyi perkusif, yang bunyinya terkesan
berisik (fuzzy buzzy) mirip dengan suara alat musik marakas.
(2) Aqua Gallon
Gambar: Aqua Gallon
Instrument perkusif yang berasal dari aqua gallon bekas, maupun yang
sejenisnya. Instrumen ini dimainkan dengan cara memukul sisi bawah gallon
dengan tangan. Cara lain yang bias juga digunakan dalam memainkan aqua gallon
ini adalah dengan memukul menyamping sisi gallon dengan stick dari kayu pada
bagian gallon yang bergerigi, sehingga akan menghasilkan efek suara ritme yang
(3) Kaleng Tutup Botol
Sesuai dengan namanya, alat musik perkusi ini terbuat dari kaleng penutup
botol minuman. Penutup botol ini terlebih dahulu di pipihkan, agar dapat disusun
dengan bertingkat. Setelah tutup botol diratakan, kemudian di beri lobang pada
bagian tengahnya dengan menggunakan paku, lalu dirangkaikan pada sepotong
[image:43.612.144.370.238.407.2]kayu kecil, yang biasanya cukup untuk dapat di genggam oleh si pemakai.
Gambar: Tutup Minuman yang dirangkaikan dengan kayu
Alat musik ini dimainkan dengan cara membenturkan tutup botol yang
dirangakaikan dengan kayu pada tangan kiri atau kanan si pemain, sesuai dengan pola
irama yang di inginkan. Suara yang di hasilkan dari alat musik penutup botol ini juga
mempunyai karakter suara yang berisik (fuzzy buzzy) yang menyerupai suara alat musik
(4) Tomtom
Gambar: Tomtom bekas
Alat musik ini berasal dari salah satu rangkaian instrument drum yang sudah
terbuang. Tomtom ini dimainkan dengan menggunakan stick yang dimainkan
dengan cara memukul. Suara yang dihasilkan dari alat ini lebih cenderung seperti
suara kardus yang dipukul-pukul, yang terdengar seperti bunyi tak, namun tetap
apik ketika instrument ini digabungkan dengan instrument lainnya.
(5) Ketipung
Alat musik ini adalah alat musik yang paling sering dipakai oleh The
Bamboes maupun oleh anak-anak jalanan lainnya ketika mereka sedang
beraktifitas mengamen. Selain gampang untuk dibawa-bawa, suara yang
dihasilkan dari instrument ini sangat mendukung dalam setiap penampilan
mereka.
Alat musik Ketipung ini terbuat dari tiga buah pipa yang di ikat kan menjadi
satu. Setiap pipa mempunyai ukuran yang berbeda, dan juga mempunyai suara
yang lebih besar sedikit lagi kira-kira berukuran 20-24 cm, dan pipa yang terbesar
[image:45.612.91.517.126.288.2]kira-kira berukuran 28-32 cm.
Gambar: Alat musik ketipung yang disusun dari pipa dengan membrane karet dan plastic
Pipa ketipung yang paling kecil ini pada bagian atas nya ditutup dengan
menggunakan bekas plastik bungkus permen relaxa maupun yang sejenisnya yang
mempunyai ukuran yang cukup lebar,sementara bagian bawah dibiarkan terbuka.
Selain ditutup dengan bungkus permen relaxa, pada bagian sisi samping pipa
disisipkan pipet minuman yang ukuran nya dibuat lebih panjang kira-kira 4cm
dari permukaan pipa. Bungkus permen relaxa dan pipet minuman ini di ikat
dengan menggunakan karet. Mengapa harus karet?, menurut Alley agar tidak
mudah lepas karna karet itu sangat mengikat pada permukaan yang kesat. Setelah
di ikat dengan kencang, pada ujung pipet dimasukkan kayu yang berukuran pas
dengan besar lubang pipet, yang berukuran 1-2 cm. Kayu ini akan menghasilkan
suara yang berbunyi tak ketika dipukulkan pada permukaan permen relaxa.
Ketipung yang palig kecil ini dimainkan dengan menggunakan tangan kiri bagi
Ketipung yang sedikit lebih besar, dan ketipung yang paling besar kedua
permukaannya ditutup dengan menggunakan karet ban dalam mobil. Mengapa
harus mobil, bukan kereta?. Menurut anak-anak jalanan, ban dalam mobil lebih
lebar dan lebih tipis, sehingga memudahkan untuk menekan atau menarik karet ini
ketika akan di ikat pada permukaan pipa. Ban dalam mobil harus ditekan/ ditarik
setegang mungkin untuk menghasilkan suara yang lebih nyaring, kemudian juga
di ikat dengan menggunakan karet. Suara yang dihasilkan dari ke dua pipa ini
cenderung berbunyi seperti gendang yang berkarakter suara dung .
Setelah ketipung ini diikatkan menjadi satu, kemudian di berikan tali
penyangga ke leher agar si pemakai bisa memainkannya sambil berdiri atau juga
sambil berjalan.
(6) Parang
Alat perkakas maupun alat rumah tangga ini juga di gunakan dalam ensamble
musik sampah. parang yang dipakai keseluruhan bahannya harus terbuat dati besi,
dalam hal ini yang dimaksudkan adalah termasuk gagang parang tersebut.
Selain itu gagang parang juga haruslah bolong pada bagian tengah nya. Hal ini
di maksudkan agar parang tersebut dapat dimasukkan dengan bambu. Tujuan
memasukkan bambu ini, agar parang dapat di letakkan dengan posisi melayang
dengan bambu sebagai tiang penyangganya, sehingga suara yang dihasilkan
Gambar: Parang yang di pakai dalam ensamble musik
Parang ini dimainkan dan diletakkan bersisihan dengan gamelan botol, dan
dipukul dengan menggunakan stick yang terbuat dari bambu maupun besi.
(7) Seng kompor elpiji
Gambar: Seng kompor
Alat musik ini dari seng bekas permukaan kompor gas elpiji. Lembaran seng
ini berukuran panjang 40 cm dan lebar 80 cm. Dimainkan dengan cara dipukul
dengan menggunakan stick yang terbuat dari kayu maupun besi. Suara yang
dihasilkan bersuara tik. Seng bekas ini dalam memainkannya diletakkan di sisi
(8) Jimbe
Gambar: Jimbe yang permukaannya di buat dari membrane plastic rontgen
Alat musik ini memang berasal dari jimbe, yang merupakan jenis dari alat
musik konvensional. Namun membran yang mereka gunakan pada jimbe ini tidak
berasal dari kulit binatang, melainkan mereka buat dari plastic bekas roentgen
yang mereka ambil dari sisa-sisa sampah sebuah rumah sakit. Menurut Eko, yang
mahir membuat jimbe dari plastik rontgent ini, bahan dari plastik rontgent ini
cukup kuat untuk dijadikan membrane.
Selain itu suara yang dihasilkan dari membran ini juga cukup nyaring, dan
tidak terpengaruh secara drastic terhadap perubahan suhu maupun cuaca, yang
(9) Botol Aqua
[image:49.612.91.331.152.336.2]
Gambar: Botol Aqua yang berisi kacang ijo
Alat musik ini berasal dari botol aqua yang berukuran sedang. Alat musik ini
diisi dengan kacang ijo di dalamnya. Cara memainkannya dengan
menggoyang-goyangkan, sehingga menghasilkan suara yang sama seperti maracas.
Dalam mengiringi lagu-lagu yang mereka mainkan, komunitas musik sampah The
Bamboes juga memakai alat-alat musik konvensional dalam penampilannya. Alat-alat
musik konvensional yang mereka miliki diantaranya, lima buah gitar akustik, tujuh buah
gitar ukulele atau biasa mereka sebut cuk, empat buah harmonica dan empat buat
tambourin.
Dalam pengamatan yang penulis lakukan, kombinasi perpaduan alat-alat musik
antara yang konvensional dan alat-alat musik sampah senantiasa bervariasi, tergantung
susunan alat musik yang dugunakan, sehingga hal ini menunjukkan unsure ritme terkesan
lebih dominan, dan tampaknya para pemain pemusik jalanan ini lebih senang dengan
BAB IV
TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIK SAMPAH
4.1 Transkripsi
Untuk melihat lebih jelas tentang musik sampah, baik terhadap melodi, tangga
nada, akord-akord yang di gunakan, maupun interval, diperlukan adanya suatu transkripsi
untuk memvisualisasikan musisik sampah tersebut.
Dalam disiplin Etnomuskologi, transkripsi merupakan suatu bagian penting dalam
kerja analisis. Seperti yang dikatakan Nettl (1964:98), bahwa transkripsi merupakan suatu
kerja analisis musik dalam proses mendengar dan menterjemahkan bunyi musik menjadi
simbol visual. Transkripsi merupakan cara terbaik dalam mempelajari secara detail
aspek-aspek dari suatu gaya musik (ibid, 130).
Pendapat lain mengatakan bahwa transkripsi bertujuan untuk menambah kita
dalam mempelajari musik secara komparatif dan detail, dan membantu kita untuk
mengkomunikasikannya kepada orang lain tentang apa yang kita fikirkan, dan tentang
apa yang kita dengarkan ( Phylis 1978, dalam Mauly Purba 1991:1-2 ).
Suatu transkripsi selalu mampunyai tujuan utama, seperti yang di ungakapkan
Barbara Kraeder (1980), transkripsi bertujuan untuk mencatat hal-hal yang esensial dan
menghindari hal-hal yang tidak esensial.
Dalam hal pentranskripsian, kita kerap kali menemukan beberapa masalah,
digunakan untuk menganalisis musik sampah, pemakaian simbol-simbol, serta
argumentasi dan apresiasi orang yang mendengar musik.
Menurut Seeger (1977:168), ada tiga bahaya bila kita mendeskripsikan musik,
yaitu: (1) Adanya asumsi bahwa semua parameter awal dapat digantikan dengan
parameter visual di atas suatu permukaan datar. (2) Keteledoran kita terhadap
perkembangan notasi musik, bila di bandingkan dengan perkembangan penulisan bahasa.
(3). Kebiasaan kita yang tidak dapat membedakan antara penggunaan notasi preskriptif
dengan notasi deskriftif, atau bagaimanakah membedakan antara keberadaan notasi yang
seharusnya kita terapkan dalam penyajian musik terhadap penyajian kompsosisi yang kita
presentasikan.
Dalam pemaparan berikutnya Seeger mengemukakan bahwa, ada dua pendekatan
untuk mengerjakan suatu transkripsi, yaitu dengan menggunakan notasi preskriptif dan
notasi deskriptif.
Notasi preskriptif adalah notasi yang hanya menuliskan suatu garis besar dari
penyajian musik. Notasi ini digunakan sebagai pedoman dalam penyajian musik.
Sedangkan notasi deskriptif di jelaskan kepada pambaca ciri-ciri detail dari suatu musik
yang belum diketahui sebelumnya (ibid,181).
Dari pendekatan yang dipaparkan diatas, penulis menggambil salah satunya untuk
menganalisis musik sampah anak jalanan The Bamboes. Adapun notasi yang penulis
gunakan yaitu pendekatan notasi preskriptif.
Guna memudahkan penotasian lagu-lagu dalam penyajian musik sampah
anak-anak jalanan penulis memakai sistem yang biasa dipergunakan dalam musik barat, yaitu
kunci yaitu kunci G yang umum digunakan dalam musik barat. Bentuk seperti ini sering
disebut dengan istilah garis paranada, lihat gambar.
Penulis menggunakan notasi musik barat dalam penulisan ini dikarenakan adanya
relevansinya terhadap salah satu jenis dari notasi deskriptif. Selain hal tersebut, notasi
musik barat merupakan notasi yang sangat umum dipergunakan dalam menotasikan
musik, sehingga diharapkan dapat dengan mudah mengidentifikasi struktur musik yang di
transkripsi, baik yang berkaitan dengan interval maupun ritmis dari sebuah melodi.
Sesungguhnya penulis menyadari pasti bahwa pemakaian notasi musik barat
dalam memvisualisasikan musik sampah ini belum sepenuhnya dapat memberikan hasil
maksimal yang mungkin diharapkan.
Dalam proses pentranskripsian penulis penulis membuat beberapa langkah guna
memudahkannya, diantaranya:
(1) Penulis terlebih dahulu mendengarkan hasil rekaman ditempat latihan dan dirumah, kemudian memilih 2 buah lagu yang akan
di transkripsikan nantinya. Ke-2 lagu tersebut penulis ambil
dengan pertimbangan kedua lagu tersebut cukup akrab bagi
anak-anak jalanan. Lagu pertama yang penulis transkrip adalah
Bocah Lapar yang diciptakan oleh Alley, dan yang ke dua
adalah Mendidik Untuk Berjuang yang juga diciptakan oleh
(2) Mengukur kecepatan lagu yang telah penulis rekam, dengan menggunakan metronome yang berasal dari keyboard Roland
G-800.
(3) Mendengarkan dan mencari nada awal sebernarnya dari kedua lagu tersebut dengan menggunakan garpu tala A.
(4) Mentranskripsikan ke dua lagu dengan terlebih dahulu menotasikan ke not angka dengan bantuan gitar. Kemudian
merekamnya pada keyboard Roland G-800 dan
mentranskripkan ke notasi balok dengan program Cybellius 4.
Lagu Bocah Lapar dan Mendidik Untuk Berjuang, keduanya dimainkan dengan
nada dasar C. Hal ini memudahkan penulis, karena tidak diperlukan pentransposisian
guna menghindari nada-nada kromatis di dalam lagu-lagu tersebut.
Dalam lagu ini ada beberapa symbol yang penulis gunakan yang tentunya perlu
untuk di ketahui. Beberapa symbol yang penulis gunakan antara lain :
(1)
⌣
Tanda suspensi atau pemanjangan durasipada sebuah nada yang dinyanyikan
(2)
↘
Tanda glissando atau nada luncur dimana(3)
♫
Tanda dimana 1 ketukan dibagi 2 secara ratadalam not seperempat
(4)
Tanda dimana 1 ketukan dibagi 4 secara ratadalam not seperempat
(5)
Tanda istirahat setengah ketuk(6)
Tanda istirahat 1 ketuk4.2 Analisis
Dalam menganalisis musik sampah ini, penulis melakukannya dengan
berpedoman pada pendekatan yang di tawarkan oleh William P Malm, yaitu dengan
melihat musik secara universal dengan melihat ruang dan waktu.
Dalam setiap pembahasan lagu, nantinya penulis juga akan membahas secara
singkat teks yang ada dari setiap lagu.
Analisis yang penulis meliputi meter, tempo, ritmis, melodi, modus, range,
tonika, nada, frase, motif dan kantur.
Penulis akan menganalisis lagu yang dinyanyikan oleh kelompok The Bamboes
4.2.1 Meter
Merupakan skema waktu dalam musik, yang bertujuan memudahkan kita dalam
menentukan atau mencari pulsa dasar yang di organisasikan dalam unit-unit tertentu yang
di lihat dalam satu kesatuan.
Setelah mendengar 2 buah lagu yang penulis analisis, penulis melihat bahwa ke 2
lagu menggunakan meter yang tetap (isometer). Dalam lagu Bocah Lapar, dipergunakan
2 meter, yakni meter empat perempat (4/4) dan meter dua perempat (2/4). Meter 2/4
dalam lagu Bocah Lapar hanya ada pada birama ke 5 dan birama ke 11, sementara untuk
lagu Mendidik Untuk Berjuang memakai meter tiga perempat (3/4) di semua lagu
tersebut.
4.2.2 Tempo
Adalah cepat atau lambatnya gerakan melodi yang dimainkan, dengan kata lain
melihat kecepatan lagu. Tempo biasanya dihitung berdasaran acuan jumlah ketukan yang
dimainkan dalam satu menit. Tanda atau symbol yang digunakan untuk menentukan
jumlah ketukan dasar selalu ditunjukkan dengan huruf M.M (Metronome Maetzel).
Misalnya M.M 70, berarti dalam 1 menit ada 70 ketukan yang dimainkan sama rata.
Setelah menganalisis ke-2 lagu, penulis melihat bahwa kedua lagu yang
dinyanyikan oleh anak-anak jalanan mempunyai tempo yang konstan. Pada lagu Bocah
Lapar tempo bergerak konstan, kecepatan lagu ini sekitar M.M 70-72, sedangkan untuk
lagu Mendidik Untul Berjuang juga bergerak dengan konstan dengan kecepatan M.M
95-105. Dari awal lagu ini dinyanyikan hingga akhir lagu tetap memakai tempo yang
4.2.3 Ritmis
Merupakan kesatuan nilai suatu not yang memiliki pola-pola variasi dalam suatu
melodi. Bentuk ritmis yang muncul pada lagu Bocah Lapar sangat bervariasi, adapun
bentuk ritmis tersebut diorganisasikan dalam bentuk:
Sedangkan dalam lagu Mendidik Untuk Berjuang bentuk ritmis yang ada adalah
dengan bentuk :
4.2.4 Melodi
Merupakan suatu rangkaian dari nada-nada yang bervariasi polanya, dan terdiri
lebih dari satu not.
4.2.5 Modus
Sejumlah nada yang sering dipakai dalam sebuah komposisi lagu. Nada-nada
yang dipakai memakai aturan tertentu. Hal ini berkaitan dengan sejumlah nada yang
paling sering dimunculkan dalam penggarapan seluruh melodi, dan wilayah yang nada
Modus yang ada pada lagu Bocah Lapar adalah nada G A B C D E , yang mempunyai aturan langka ½ , 1, ½, 1, 1.
Sementara modus yang ada pada lagu Mendidik Untuk Berjuang adalah nada yang
berlaku pada tangga nada barat, yakni C D E F G A B C , yang mempunyai aturan
langkah 1, 1, ½, 1, 1, 1, ½ .
4.2.6 Range
Adalah wilayah nada, dengan melihat nada tertinggi atau terendah dari sebuah
lagu. Pada lagu Bocah Lapar range lagu dimulai dari E oktaf pertama, hingga nada E
oktaf ketiga. Sementara pada lagu Mendidik Untuk Berjuang nada terendah dimulai dari
nada E oktaf pertama, sampai nada C oktaf ke tiga.
4.2.7 Tonika
Adalah nada yang paling sering muncul dan biasanya digunakan pada awal atau
akhir sebuah komposisi lagu. Nada yang ditinjau bisa dari nada yang memiliki ritmis
yang besar, nada yang paling rendah dan paling tengah, nada yang dipakai bersama
oktafnya.
Pada lagu Bocah Lapar, tonika yang ada pada lagu adalah nada A oktaf pertama,
nada G kruis (G) oktaf pertama, nada C oktaf ke dua dan nada E oktaf ke dua
Sementara tonika yang ada pada lagu Mendidik Untuk Berjuang adalah nada E
oktaf pertama, nada G oktaf pertama, nada F oktaf pertama, nada D oktaf pertama dan
4.2.8 Nada
Merupakan susunan bunyi yang mempunyai tinggi dan frekuensi yang telah
ditentukan atau di standarisasikan. Misalnya nada A dengan frekuensi
Dari ke 2 lagu yang ditranskripkan terdapat pemakaian nada yang tidak terlalu
banyak variasi di dalamnya. Khususnya pada lagu Mendidik Untuk Berjuang, di
dalamnya tidak banyak variasi yang terjadi.
Untuk dapat melihat gambaran yang lebih terperinci tentang nada dari setiap lagu,
dapat dilihat pada table pendistribusian nada dan ritem berikut.
Nada Mendidik Untuk Berjuang
Ritem A B C D E F G A B C
.
1 3 3 2 11
E
13 15 24 7 10 11 4
4 4 1 3 1 1Nada Bocah Lapar
Ritem E G A B C D E G A B C’ D’ E’
.
_ _ _ _ _ _ _ _ 4 4 _ _ _E
.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _E
_ _ _ _ 7 2 _ _ 4 4 4 _ _r
.
_ _ _ _ _ _ _ _ 8 _ 8 4 _
_ _ 19 9 6 _ 7 _ _ 12 4 4 _
3